SITOTOKSISITAS FRAKSI PROTEIN UMBI TEKI
(Cyperus rotundus L.) FP20, FP40, FP60, DAN FP80 TERHADAP KULTUR SEL MYELOMA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh: Milana Fedelia NIM: 038114090
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh: Milana Fedelia NIM: 038114090
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
menyenangkan, namun ketika ia bertahan pada
saat-saat yang penuh tantangan dan persengketaan
(Martin Luther King)
Kupersembahkan karya ini untuk
Allah Bapa, Yesus Kristus, dan Bunda Maria
Papa dan Mama yang selalu mendukung dalam doa dan cinta,
Adik-adikku Filan, Sieling, dan Ilan yang kusayangi,
serta almamaterku
segala karunia, kemudahan, dan kebaikan-Nya sehingga skripsi dengan judul “Sitotoksisitas Fraksi Protein Umbi Teki (Cyperus rotundus L.) FP20, FP40, FP60,
dan FP80 terhadap Kultur Sel Myeloma” dapat terselesaikan. Skripsi ini disusun
untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) pada Program Studi Farmasi Universitas Sanata Dharma.
Selama penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis mendapat banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USD.
2. Drs. A. Yuswanto S.U., Ph.D., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
3. Drs. Mulyono, Apt., selaku dosen penguji atas pengarahan dan kesediannya menguji.
4. Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen penguji atas pengarahan dan kesediannya menguji.
5. Ign. Y. Kristio B., M.Si., yang telah memberikan banyak masukan dalam identifikasi dan determinasi tumbuhan serta atas diskusi-diskusinya.
6. Segenap dosen dan karyawan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. 7. Mbak Istini, Mbak Heni, Anton KG, dan segenap karyawan Laboratorium
tersendiri di saat-saat terberat.
10.Agnes, Ratih, dan Wati atas kerjasama, canda tawa, keluh kesah, dan semangat selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.
11.Teman-teman kosku, Yeyen, Mbak Ika, Ci Novi, Mbak Uun, Mbak Enny, Marlin, Melon, Avi, Ica, Shinta, Vita, dan Mbak Desy.
12.Teman-teman kelas B angkatan 2003, khususnya kelompok praktikum D atas kebersamaan dan suka-dukanya selama menjalani tahun-tahun kuliah di Farmasi .
13.Arry, Robby, dan Candra atas semua diskusi dan bantuannya.
14.Teman-teman kerjaku, Iqbal, Putra, Ignas, dan Ady atas semua pengertian dan kegembiraan yang dibagikan.
15.Semua pihak yang telah banyak membantu penyusunan skripsi ini yang tak dapat disebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini tak lepas dari segala keterbatasan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
Penulis
mengembangkan obat-obat antikanker yang berasal dari tanaman. Salah satu tanaman yang akan digunakan untuk terapi antikanker adalah rumput teki (Cyperus rotundus L.). Di negara Cina penggunaan rumput teki sebagai salah satu alternatif terapi antikanker sudah mulai dilakukan.
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental dengan rancangan acak lengkap pola satu arah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas sitotoksik fraksi protein umbi teki (Cyperus rotundus L.) FP20, FP40, FP60, dan
FP80 terhadap kultur sel myeloma dan sel Vero. Protein umbi teki diendapkan
dengan penambahan amonium sulfat dalam konsentrasi yang berbeda. Uji sitotoksisitas dilakukan dengan metode MTT {3-(4,5-dimetil-tiazol-2-il)-2,5-difeniltetrazolium bromida}. Hasil uji berupa persentase kematian sel dianalisis secara statistik dan harga LC50 dihitung menggunakan analisis probit. Harga LC50
kemudian dianalisis lebih lanjut menggunakan uji t-independent.
Hasil uji sitotoksisitas menunjukkan bahwa fraksi protein umbi teki (Cyperus rotundus L.) mempunyai aktivitas sitotoksik terhadap kultur sel myeloma dan sel Vero. Nilai LC50 dari FP20, FP40, FP60, dan FP80 untuk kultur sel
myeloma berturut-turut adalah 72,15 μg/ml, 144,77 μg/ml, 150,19 μg/ml, dan 168,69 μg/ml. Sedangkan LC50 untuk sel Vero adalah 35,1 μg/ml, 27,4 μg/ml,
14,7 μg/ml, dan 16,4 μg/ml. Fraksi protein umbi teki mempunyai efek sitotoksik yang lebih besar terhadap sel Vero dibandingkan terhadap sel myeloma.
Kata kunci: umbi teki, fraksi protein, aktivitas sitotoksik, sel myeloma, sel Vero
Cancer is the second only to cardiovascular disease to cause of mortality in USA. Nowadays, the current research develops anticancer agents from plants. One of these plants that can be used as an anticancer agent is nutgrass (Cyperus rotundus L.). In China, nutgrass has been used as an alternative for cancer treatments.
This research is an experimental research with one way pattern complete random design. This research is aimed to determine the cytotoxic activity of nutgrass tuber protein fraction : PF20, PF40, PF60, and PF80 against myeloma and
Vero cell culture. The protein fraction of nutgrass tuber was precipitated by adding ammonium sulfate in various concentration. The cytotoxic activity was determined using the MTT method {3-(4,5-dimethyl-thiazole-2-yl)-2,5-dipheniltetrazolium bromide} method. The results which were in percentage of death were analyzed statistically. The values of LC50 were calculated using probit
analysis. The values of LC50 were then analyzed using t-independent test.
The results of cytotoxicity test determined that nutgrass tuber protein fractions had cytotoxicity activities against myeloma and Vero cell culture. The values of LC50 of PF20, PF40, PF60, and PF80 for myeloma cell culture respectively
are 72,15 µg/ml, 144,77 µg/ml, 150,19 µg/ml, and 168,69 µg/ml. While for Vero cell culture respectively are 35,1 µg/ml¸ 27,4 µg/ml¸ 14,7 µg/ml¸ and 16,4 µg/ml. The nutgrass tuber protein fraction has the bigger cytotoxic activity against Vero cell culture than myeloma cell culture.
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PRAKATA ... vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... viii
INTISARI ... ix
ABSTRACT ... x
DAFTAR ISI... xi
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
ARTI SINGKATAN DAN ISTILAH ASING ... xx
BAB I PENGANTAR... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Permasalahan ... 2
2. Keaslian Penelitian... 3
3. Manfaat Penelitian ... 3
B. Tujuan Penelitian... 3
1. Tujuan Umum ... 3
A. Rumput Teki (Cyperus rotundus L.) ... 5
1. Keterangan botani ... 5
2. Nama daerah... 5
3. Deskripsi umbi teki ... 5
4. Habitat ... 6
5. Kandungan kimia ... 6
6. Khasiat dan penggunaan ... 6
7. Penelitian mengenai rumput teki... 7
` B. Kanker ... 7
C. Protein ... 9
D. Sel Myeloma ... 10
E. Sel Vero... 11
F. Uji Sitotoksisitas ... 12
G. Keterangan Empiris... 13
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 14
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 14
B. Variabel dan Definisi Operasional ... 14
C. Bahan atau Materi Penelitian ... 15
3. Sterilisasi alat ... 17
4. Pembuatan fraksi protein ... 17
5. Pengukuran kadar protein dengan metode spektrofotometri UV.. 19
6. Uji sitotoksisitas sel myeloma... 19
7. Uji sitotoksisitas sel Vero ... 21
F. Analisis Hasil ... 22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24
A. Determinasi Tumbuhan ... 24
B. Pengumpulan Umbi Teki... 24
C. Sterilisasi Alat ... 24
D. Preparasi Sampel Fraksi Protein Umbi Teki ... 25
E. Pengukuran Kadar Protein dengan Spektrofotometer UV... 27
F. Uji Sitotoksisitas ... 28
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 37
A. Kesimpulan ... 37
B. Saran ... 37
Myeloma ... 31 Tabel II. Hasil uji sitotoksisitas fraksi protein umbi teki terhadap sel
Vero... 33 Tabel III. LC50 hasil interpolasi analisis probit untuk sel myeloma
dan sel Vero ... 35 Tabel IV. Hasil uji sitotoksisitas fraksi protein umbi teki FP20 terhadap
kultur sel myeloma... 43 Tabel V. Hasil uji sitotoksisitas fraksi protein umbi teki FP40 terhadap
kultur sel myeloma... 43 Tabel VI. Hasil uji sitotoksisitas fraksi protein umbi teki FP60 terhadap
kultur sel myeloma... 43 Tabel VII. Hasil uji sitotoksisitas fraksi protein umbi teki FP80 terhadap
kultur sel myeloma... 44 Tabel VIII. Hasil uji sitotoksisitas fraksi protein umbi teki FP20 terhadap
kultur sel Vero... 45 Tabel IX. Hasil uji sitotoksisitas fraksi protein umbi teki FP40 terhadap
kultur sel Vero... 45 Tabel X. Hasil uji sitotoksisitas fraksi protein umbi teki FP60 terhadap
kultur sel Vero... 45 Tabel XI. Hasil uji sitotoksisitas fraksi protein umbi teki FP80 terhadap
kultur sel Vero... 46
Gambar 2. Kurva hubungan antara fraksi protein umbi teki dengan persen kematian sel myeloma ... 31 Gambar 3. Morfologi sel myeloma dengan perlakuan (a) FP20, (b) FP40,
(c) FP60, (d) FP8030 ... 32
Gambar 4. Kurva hubungan antara fraksi protein umbi teki dengan persen kematian sel Vero ... 33 Gambar 5. Morfologi sel Vero dengan perlakuan (a) FP20, (b) FP40,
(c) FP60, (d) FP80 ... 34
dan FP80... 42
Lampiran 2. Absorbansi sel dengan metode MTT... 43
Lampiran 3. Cara perhitungan kadar protein ... 47
Lampiran 4. Hasil analisis probit fraksi protein umbi teki (Cyperus rotundus L.) terhadap kultur sel myeloma dengan metode MTT ... 48
Lampiran 5. Uji distribusi data sel myeloma dengan Kolmogorov- Smirnov ... 58
Lampiran 6. Hasil analisis probit fraksi protein umbi teki (Cyperus rotundus L.) terhadap kultur sel Vero dengan metode MTT ... 60
Lampiran 7. Uji distribusi data sel Vero dengan Kolmogorov- Smirnov ... 71
Lampiran 8. Perhitungan nilai korelasi LC50 sel myeloma dan sel Vero pada taraf kepercayaan 90%... 73
Lampiran 9. Hasil uji signifikansi LC50 antara sel myeloma dan sel Vero dengan analisis statistik... 75
Lampiran 10. Foto Sentrifuge K PLC Series... 77
Lampiran 11. Foto Spektrofotometer UV CECIL Series 2 ... 77
Lampiran 12. Foto Inkubator Memmer ... 78
Lampiran 17. Hasil determinasi rumput teki (Cyperus rotundus L.) .... 81
menerus
FBS : Foetal Bovine Serum
FP (PF) : Fraksi Protein (Protein Fraction)
haemocytometer : alat yang digunakan untuk membantu menghitung jumlah sel
MTT : 3-(4,5-dimetil-tiazol-2-il)-2,5-difeniltetrazolium bromida ) reagen stopper : reagen yang terdiri dari larutan SDS 10% dalam HCl 0,01N RPMI : Rosswell Park Memorial Institute
SDS : Sodium Dodesil Sulfat
tissue culture flask : tempat untuk menumbuhkan sel, berbentuk botol dengan
leher bengkok
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Kanker menempati urutan kedua penyebab kematian di Amerika Serikat setelah penyakit kardiovaskular. Sampai saat ini pengobatan kanker dilakukan dengan cara pembedahan, penyinaran (radiasi), kemoterapi, dan imunoterapi (DiPiro et al, 2005). Pada umumnya obat-obat antikanker menekan pertumbuhan atau proliferasi sel dan menimbulkan toksisitas, karena menghambat pembelahan sel normal yang proliferasinya cepat misalnya sumsum tulang, epitel germinativum, mukosa saluran cerna, folikel rambut dan jaringan limfosit (Nafrialdi dan Sulistia, 1995). Selain itu, obat-obat antikanker ini justru malah menekan respon sistem imun yang timbul serendah mungkin (Bowman dan Rand, 1980). Faktor keterbatasan biaya dan peralatan untuk terapi kanker pun turut mendorong peneliti untuk mengembangkan obat-obat antikanker dari tanaman yang ada.
Ada dugaan sementara bahwa protein yang terkandung dalam tanaman mempunyai potensi untuk diteliti sebagai antikanker. Di Cina, rumput teki digunakan dalam pengobatan kanker (Hanks, 2000). Rumput teki merupakan salah satu tumbuhan obat yang dapat merangsang produksi interferon, yakni suatu protein terlarut yang dihasilkan dari sel saat terinfeksi DNA atau RNA yang mengandung virus. Interferon juga bersifat sebagai stimulan makrofag dan mempunyai aktivitas membunuh sel (Hoffman, 2006).
Dalam penelitian ini, umbi teki diujikan pada sel kanker dan juga pada sel normal (Vero cell line). Namun, sampai saat ini belum ada laporan penelitian resmi yang menyatakan keefektifan rumput teki dalam terapi pengobatan myeloma. Atas dasar tersebut maka perlu diadakan penelitian untuk mengetahui efek sitotoksik rumput teki terhadap sel myeloma. Dengan demikian akan diperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai potensi rumput teki untuk dikembangkan sebagai alternatif pengobatan multiple myeloma.
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
a. apakah fraksi protein umbi teki FP20, FP40, FP60, dan FP80 memiliki efek
sitotoksik terhadap kultur sel myeloma dan sel Vero?
b. seberapa besar nilai LC50 fraksi protein umbi teki FP20, FP40, FP60, dan
FP80 terhadap sel myeloma dan sel Vero ?
2. Keaslian penelitian
Sejauh yang diketahui penulis belum pernah dilakukan penelitian mengenai sitotoksisitas fraksi protein umbi teki (Cyperus rotundus L.) FP20, FP40,
FP60, dan FP80 terhadap kultur sel myeloma.
3. Manfaat penelitian
Penelitian mengenai sitotoksisitas fraksi protein umbi teki ini diharapkan memiliki beberapa manfaat antara lain:
a. Manfaat teoretis
Penelitian ini dapat memberikan informasi penting dalam dunia kefarmasian tentang efek sitotoksik umbi teki terhadap sel myeloma dan sel Vero.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif baru obat antikanker dari umbi teki.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan umum :
untuk mengetahui apakah fraksi protein umbi teki FP20, FP40, FP60, dan FP80
berpotensi untuk dikembangkan sebagai senyawa antikanker. Tujuan khusus :
2. untuk mengetahui seberapa besar nilai LC50 fraksi protein umbi teki FP20,
FP40, FP60, dan FP80 terhadap sel myeloma dan sel Vero.
3. untuk mengetahui apakah LC50 fraksi protein umbi teki terhadap sel myeloma
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Rumput Teki (Cyperus rotundus L.) 1. Keterangan botani
Rumput teki dapat diklasifikasikan ke dalam famili Cyperaceae, genus Cyperus dan spesies Cyperus rotundus L. (Backer dan Bakhuizen van den Brink,
1968). Rumput teki yang digunakan juga dikenal dengan nama purple nutsedge.
2. Nama daerah
Nama daerah: Jawa: Teki, tekan (Jawa), motta (Madura). Sulawesi: Rukut teki wuta (Minahasa). Bulih manggasa buai (Buol), Nusatenggara: Kareha wai (Sumba). Maluku: Rukut teki wuta (Alfuru) (Anonim, 1980).
3. Deskripsi umbi teki
umbi. Bagian patahan tidak rata, warna putih kotor. Batas antara korteks dan silinder pusat jelas (Anonim, 1980).
4. Habitat
Rumput teki tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut. Tumbuhan ini banyak tumbuh liar di Afrika Selatan, Korea, Cina, Jepang, Taiwan, Malaysia, Indonesia dan kawasan Asia Tenggara pada umumnya. Tumbuhan ini umumnya tumbuh di lahan pertanian yang tidak terlalu kering (tanahnya tidak berbencah-bencah), di ladang dan kebun (Sudarsono, 1996).
5. Kandungan kimia
Terdapat banyak zat kimia yang terkandung dalam rumput teki. Rimpang dan umbi teki mengandung 4alpha, 5alpha-oxidoeudesm-11-en-3-alpha-ol, beta-cyperone, kalsium, tembaga, cyperolone, besi, isocyperol, isokobusone, kobusone,
asam linoleat, asam linolenat, magnesium, mangan, asam miristat, asam oleanolat, oleanolic-acid-3-o-neohesperidoside, kalium, natrium,asam oleat, patchoulenone,
asam stearat, sugetriol, sugenol, sugeonol, seng (Duke, 2001).
6. Khasiat dan penggunaan
7. Penelitian mengenai rumput teki
Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya antara lain adalah efek anthelmintik dari umbi teki (Rahayu, 1989) yang hasilnya menunjukkan kemungkinan adanya senyawa terpen, fenol, dan fenolat yang berkhasiat anthelmintik. Penelitian lainnya adalah isolasi dan identifikasi flavonoid dari umbi teki (Rahardjo, 1990) yang berhasil menemukan paling sedikit tiga senyawa flavonoid golongan auron. Penelitian ketiga adalah identifikasi mikroskopis umbi teki serta efek anti inflamasi ekstrak etanolnya (Hartini, 1993) yang menyatakan bahwa umbi teki memberikan efek antiinflamasi pada tikus. Penelitian keempat adalah khasiat anti radang dari ekstrak etanol umbi teki (Rahardja, 1994) yang menyatakan bahwa umbi teki memberikan daya antiinflamasi secara per oral dan intraperitoneal. Sedangkan penelitian lainnya adalah daya melarutkan minyak atsiri dan infus umbi teki terhadap batu ginjal kalsium secara in vitro (Suhartiningsih, 1996) yang hasilnya menunjukkan kemampuan melarutkan batu ginjal tersebut. Penelitian ini memiliki persamaan objek uji dengan penelitian-penelitian yang sudah disebutkan di atas. Hal yang membedakan penelitian-penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah pada subjek uji yang digunakan. Subjek uji yang digunakan untuk penelitian ini adalah kultur sel myeloma.
B. Kanker
tumor yang terbungkus kapsula, berproliferasi secara lokal, morfologi selnya mirip dengan morfologi sel asalnya, dan kecepatan pertumbuhannya lambat. Sedangkan tumor malignan (kanker) tidak terbungkus kapsula, pertumbuhannya sangat cepat dan bersifat sangat invasif serta relatif resisten terhadap pengobatan. Sel-sel tumor malignan ini cenderung mengalami metastasis dan dapat muncul kembali walaupun tumor utama telah dibuang (DiPiro et al, 2005).
Patologi kanker disebabkan oleh akumulasi mutasi DNA yang berefek negatif berupa pembentukan protein supresor tumor atau menghasilkan efek positif berupa pembentukan protein pengendali siklus sel. Zat yang menyebabkan mutasi dikenal sebagai mutagen. Sedangkan mutagen yang menyebabkan kanker disebut karsinogen (Anonim, 2006b).
C. Protein
Protein adalah makromolekul polipeptida yang tersusun dari sejumlah L-asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida. Protein memiliki bobot molekul yang tinggi, mulai dari 5000 sampai berjuta-juta (Girindra, 1993).
Protein dalam tanaman terbagi menjadi dua yaitu protein biji dan protein daun. Beberapa protein biji memiliki sifat sebagai protein racun. Protein beracun lain memberikan harapan sebagai antikanker dan penyakit lain yang disebabkan oleh virus. Jenis cara kerja yang dipilih untuk mengisolasi protein dari tanaman harus memenuhi kondisi tertentu yang tidak menyebabkan denaturasi protein. Oleh karena itu, dianjurkan untuk bekerja pada suhu rendah dan menghindari perubahan pH yang ekstrem. Pemilihan dapar basa sebagai pelarut mampu mengekstraksi lebih banyak protein dalam bentuk terlarut dan membantu penetralan cairan yang bersifat asam (Robinson, 1991).
Proses pengendapan protein dapat dilakukan dengan menggunakan amonium sulfat. Cara ini dilakukan terutama bila diinginkan satu macam protein saja, sedangkan protein lain tidak diperlukan. Pemurnian protein dengan amonium sulfat dapat dilakukan secara bertingkat (fraksinasi). Fraksinasi protein dimaksudkan agar diperoleh pemisahan protein murni yang diinginkan ada dalam fraksi tertentu. Pengendapan dengan amonium sulfat dapat terjadi karena penurunan kelarutan protein akibat garam yang ditambahkan pada konsentrasi tinggi disebut peristiwa salting out (Poedjiadi, 1994).
kelarutannya tinggi, relatif murah, dan dapat menstabilkan protein (Anonim, 2006c).
D. Sel Myeloma
Multiple myeloma (juga dikenal sebagai myeloma atau myeloma
sel plasma) adalah penyakit hematologi yang progresif. Multiple myeloma sendiri dikategorikan sebagai kanker sel plasma. Multiple myeloma ditandai dengan jumlah sel plasma yang berlebihan pada sumsum tulang atau kelebihan produksi imunoglobulin monoklonal (IgG, IgA, IgD, atau IgE) atau protein Bence-Jones. Manifestasi klinis yang umum ditemui pada penderita multiple myeloma adalah hiperkalsemia, anemia, kerusakan ginjal, rentan terkena infeksi bakteri, dan kurangnya jumlah imunoglobulin yang diproduksi (Anonim, 2006d).
Usia rata-rata pasien didiagnosis menderita multiple myeloma adalah 66 tahun. Langkah awal yang penting dilakukan untuk menentukan pilihan terapi terbaik adalah menentukan jumlah dan stadium kanker di dalam tubuh melalui serangkaian uji. Uji-uji ini meliputi pengambilan sumsum tulang dan biopsi, uji urin dan darah untuk mengukur protein yang abnormal (Anonim, 2006e).
protein M dan protein Bence-Jones dalam jumlah besar. Selain itu, juga ditemukan tiga atau lebih lesi pada tulang (Anonim, 2006f).
Morfologi sel myeloma adalah berupa lymphoblast yang menghasilkan IgM. Sel myeloma ditumbuhkan dalam continuous culture dengan bentuk suspensi. Medium yang digunakan untuk pertumbuhan sel myeloma adalah medium RPMI 1640 ditambah dengan 10% FBS, 2mM L-glutamin. Ke dalam medium pertumbuhan dialirkan 5% gas CO2 dan suhu optimum untuk
pertumbuhan sel adalah 37OC (Anonim, 2006g).
RPMI 1640 mengandung 20 asam amino misalnya : asparagin, glutamin, histidin, metionin, dan serin; 11 vitamin antara lain biotin, tiamin HCl, inositol, riboflavin, dan vitamin B12; 6 garam anorganik misalnya; NaCl, KCl, NaHCO3,
dan MgSO4; serta komponen-komponen lain antara lain glukosa, glutation, fenol
merah, dan natrium piruvat (Anonim, 2006h).
E. Sel Vero
F. Uji Sitotoksisitas
Uji sitotoksisitas merupakan perkembangan untuk mengidentifikasi obat sitotoksik baru atau deteksi obat dengan aktivitas antitumor. Sistem uji sitotoksisitas berdasarkan pada hubungan antara dosis dan respon berupa kematian sel kanker. Sitotoksisitas merupakan syarat aktivitas antikanker (Snell and Mullock, 1958; cit Hariadi, 2006).
Viabilitas sel pada uji sitotoksisitas dapat ditentukan dengan metode MTT. Metode ini didasarkan pada perubahan garam MTT {3-(4,5-dimetil-tiazol-2-il)-2,5-difeniltetrazolium bromida} menjadi formazan oleh enzim reduktase suksinat tetrazolium yang terdapat di dalam mitokondria sel. Konsentrasi dari formazan yang berwarna merah dapat ditentukan secara spektrofotometri visibel, dan berbanding lurus dengan jumlah sel hidup. Metode MTT ini dikenal aman, dan merupakan alternatif uji sitotoksisitas yang akurat (Anonim, 2006j).
Reaksi reduksi MTT menjadi formazan dapat digambarkan sebagai berikut :
N N N N
S N
CH3
CH3
NH N
N N S
N CH3
CH3
NADH
NAD+
MTT Formazan
Uji sitotoksisitas pada umumnya menggunakan parameter nilai LC50.
Nilai LC50 adalah besaran konsentrasi yang dapat mengakibatkan kematian 50%
pada subjek uji. Suatu senyawa dikatakan memiliki aktivitas sebagai antikanker bila memiliki nilai LC50 lebih kecil dari 20 µg/ml (Suffness dan Pezzuto, 1991;
cit Hariadi, 2006).
G. Keterangan Empiris
Penelitian ini bersifat trial dan error yang diharapkan dapat mengetahui hubungan empiris antara pengaruh pemberian fraksi protein umbi teki FP20, FP40,
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian efek sitotoksik fraksi protein umbi teki terhadap kultur sel myeloma ini termasuk penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola satu arah.
B. Variabel dan Definisi Operasional
1. Variabel
a. Variabel bebas ialah konsentrasi fraksi protein umbi teki FP20, FP40, FP60, dan
FP80 dengan seri kadar 125µg/ml ; 250µg/ml ; 500 µg/ml ; 1000 µg/ml ; 2000
µg/ml dan 4000 µg/ml.
b. Variabel tergantung ialah persentase kematian sel myeloma dan sel Vero. c. Variabel pengacau terkendali
1) Medium tumbuh sel dikendalikan dengan menggunakan medium RPMI 1640 yang mengandung FBS 10% untuk sel myeloma dan medium M199 untuk sel Vero.
2) Tempat tumbuh dan waktu pemanenan umbi teki dikendalikan dengan mengambil umbi pada waktu dan tempat yang sama.
d. Variabel pengacau tidak terkendali ialah kematian sel myeloma dan sel Vero secara alami, serta umur tanaman rumput teki.
2. Definisi operasional
a. Uji sitotoksisitas adalah uji toksisitas secara in vitro menggunakan kultur sel myeloma yang diberi perlakuan dengan fraksi-fraksi protein.
b. FP adalah bagian tanaman yang berisi protein yang didapat dengan cara menambahkan amonium sulfat untuk mencapai derajat kejenuhan tertentu. c. LC50 adalah konsentrasi fraksi protein umbi teki yang dapat mengakibatkan
kematian 50% sel myeloma yang dinyatakan dalam µg/ml.
C. Bahan atau Materi Penelitian
1. Umbi teki yang diambil di daerah Sumberarum, Moyudan, Sleman (tepi Sungai Progo) pada bulan Juli 2006.
2. Kultur sel myeloma dan sel Vero dari stok Laboratorium Ilmu Hayati Universitas Gadjah Mada.
3. Pereaksi untuk isolasi dan penetapan konsentrasi protein dari umbi teki: a. Larutan dapar natrium fosfat 5mM pH 7,2
b. Larutan dapar natrium fosfat 5mM pH 7,2 yang mengandung 0,14 M NaCl c. Amonium sulfat
4. Pereaksi untuk uji sitotoksisitas pada sel myeloma
a. Medium pencuci : RPMI 1640 (Sigma), natrium bikarbonat, Hepes
c. Reagen stopper : SDS dalam HCl 0,01 N (Merck)
d. Larutan MTT dalam media RPMI 1640 untuk sel myeloma dan media M199 untuk sel Vero (Sigma)
e. Bahan untuk isolasi sel Vero : tripsin 0,25%
D. Alat-Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: timbangan analitik (AND ER-400 H), magnetic stirrer, tabung conical, kain monel, gloves, masker, autoklaf, tissue culture flask, swing rotor sentrifuge (PLC), inkubator Memmer, mikropipet, membran dialisis (Sigma), lemari pendingin, freezer, cell counter (Nunc), 96-well plate (Nunc), spektrofotometer UV (Cecil CE-292), ELISA Reader (SLT 340 ATC), laminar air flow (Nuaire), mikroskop (Olympus IMT-2), haemocytometer (Nebauer), dan alat-alat gelas lainnya.
E. Tatacara Penelitian
1. Determinasi tanaman
2. Pengumpulan umbi teki
Umbi teki yang digunakan diambil dari Sumberarum, Moyudan, Sleman (tepi Sungai Progo), pada bulan Juli 2006.
3. Sterilisasi alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini harus disterilkan dulu untuk mencegah terjadinya kontaminasi. Alat-alat tersebut dicuci bersih dengan sabun dan dikeringkan. Setelah itu dibungkus dengan aluminium foil dan disterilkan dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu 121OC (Anonim, 1995). 4. Pembuatan fraksi protein
selama 20 menit pada suhu 4°C. Pelet kemudian dibuang dan supernatan diambil. Supernatan ini merupakan sampel FP20.
Supernatan (1) yang ditampung tadi kemudian ditambah dengan amonium sulfat sebanyak 74,2 g, aduk dengan pengaduk magnetik semalam. Kemudian disentrifus lagi 2010 x G selama 20 menit pada suhu 4OC. Supernatan (2) ditampung dan pelet yang diperoleh dilarutkan dalam sesedikit mungkin larutan dapar natrium fosfat 5 mM pH 7,2; kemudian didialisis selama semalam. Hasil dialisis disentrifus 2010 x G selama 20 menit pada suhu 4OC. Pelet dibuang dan supernatan merupakan sampel FP40.
Supernatan (2) yang ditampung tadi kemudian ditambah dengan amonium sulfat sebanyak 87,22 g, aduk dengan pengaduk magnetik semalam. Kemudian disentrifus lagi 2010 x G selama 20 menit pada suhu 4OC. Supernatan (3) ditampung dan pelet yang diperoleh dilarutkan dalam sesedikit mungkin larutan dapar natrium fosfat 5 mM pH 7,2; kemudian didialisis selama semalam. Hasil dialisis disentrifus 2010 x G selama 20 menit pada suhu 4OC. Pelet dibuang dan supernatan merupakan sampel FP60.
5.Pengukuran kadar protein dengan metode spektrofotometri UV
Fraksi protein umbi teki FP20, FP40, FP60, dan FP80, masing-masing
sebanyak 10 µl dimasukkan ke dalam kuvet 1 ml lalu ditambah 990 µl larutan dapar natrium fosfat 5 mM. Ukur serapan menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 280 nm dan 260 nm dengan blanko larutan dapar natrium fosfat.
Konsentrasi = [1,55E9280]] – [0.76E(260)] mg ml-1
(Layne, 1957; cit Richterich, 1957)
6. Uji Sitotoksisitas sel myeloma
a. Propagasi sel myeloma
Sel diambil dari tangki nitrogen cair, lalu dengan segera dicairkan diatas penangas air 37°C. Ampul disemprot dengan etanol 70% dan dibuka. Sel kemudian dipindahkan ke dalam tabung conical steril yang berisi medium RPMI 1640. Suspensi sel disentrifus 2010 x G selama 5 menit, supernatan yang didapat dibuang, kemudian medium RPMI diganti baru, disuspensikan secara perlahan-lahan. Suspensi sel kemudian disentrifus lagi 2010 x G selama 5 menit. Pencucian diulang sekali lagi, supernatan dibuang sedang pelet ditambah dengan 1 ml medium penumbuh yang mengandung 10% FBS. Disuspensikan perlahan hingga homogen, kemudian sel ditumbuhkan hingga konfluen dan jumlahnya cukup untuk penelitian.
b. Panen sel myeloma
menggunakan pipet Pasteur. Sel kemudian dipindahkan ke dalam tabung conical steril, ditambah medium RPMI 1640 sampai volume 10 ml dan kemudian disentrifus 2010 x G selama 5 menit. Supernatan yang didapat dibuang, sedang pelet diresuspensi perlahan dengan 1 ml media. Jumlah sel dihitung menggunakan haemocytometer. Suspensi sel ditambahkan sejumlah medium sehingga diperoleh
konsentrasi sel sebesar 3 x 104 sel / 100µl yang akan digunakan untuk penelitian. c. Uji sitotoksisitas menggunakan metode MTT
Sebanyak 100µl suspensi sel myeloma dengan konsentrasi 3 x 104 sel / 100µl dimasukkan ke dalam sumuran–sumuran pada 96-well plate dan diinkubasi bersama fraksi protein satu seri kadar selama 24 jam. Replikasi 3 kali dengan perlakuan yang sama terhadap 3 kolom sumuran. Sebagai kontrol, 100 µl suspensi sel ditambahkan ke dalam sumuran yang berisi medium RPMI 1640 dan dapar natrium fosfat 5 mM pH 7,2. Sedangkan untuk perlakuan tanpa sel, 100 µl sampel ditambahkan ke dalam sumuran yang berisi medium RPMI 1640 dan dapar natrium fosfat 5 mM pH 7,2. Selanjutnya sel diinkubasikan dalam inkubator dengan aliran 5% CO2 pada suhu 37°C. Pada akhir inkubasi, pada masing-masing
7. Uji sitotoksisitas sel Vero
a. Propagasi sel Vero
Sel diambil dari tangki nitrogen cair, kemudian segera dicairkan dalam penangas air 37oC, kemudian ampul disemprotkan dengan etanol 70%. Ampul dibuka dan sel normal dipindahkan dalam tabung conical steril yang berisi medium M199. Suspensi sel disentrifus 2010 x G selama 5 menit, supernatan dibuang, diganti dengan medium M199 yang baru, kemudian disuspensikan perlahan. Suspensi sel lalu disentrifus kembali selama 5 menit kemudian dicuci ulang sekali lagi. Supernatan dibuang, pelet ditambahkan 1 ml medium penumbuh yang mengandung 10% FBS. Resuspensikan perlahan sampai homogen, kemudian sel ditumbuhkan dalam tissue culture flask kecil dan diinkubasikan dalam inkubator dengan suhu 37oC dengan aliran 5% CO2. Setelah 24 jam,
medium penumbuh diganti dan sel ditumbuhkan hingga konfluen dan jumlahnya cukup untuk penelitian.
b. Panen sel Vero
sel dengan menggunakan haemocytometer. Suspensi sel ditambah sejumlah medium sehingga memperoleh konsentrasi sel sebesar 3 x 104/100 μl dan siap dipakai untuk penelitian.
c. Uji sitotoksisitas menggunakan metode MTT
Seratus µl suspensi sel normal dengan konsentrasi 3 x 104 sel/100 µl dimasukkan ke dalam sumuran-sumuran pada 96-well plate dan diinkubasi bersama fraksi protein satu seri kadar selama 24 jam. Replikasi dilakukan 3 kali dengan memberikan perlakuan yang sama terhadap 6 baris sumuran. Sebagai kontrol, 100 µl suspensi sel ditambahkan ke dalam sumuran yang berisi medium M199 dan dapar natrium fosfat 5 mM pH 7,2. selanjutnya sel diinkubasikan dalam inkubator dengan aliran 5% CO2 pada suhu 37OC. pada akhir inkubasi,
masing-masing sumuran ditambah dengan 10 µl MTT 2,5µg/ml, dan diinkubasi lagi semalam pada suhu 37OC. Sel yang hidup akan bereaksi dengan MTT membentuk kompleks warna ungu. Reaksi MTT dihentikan dengan reagen stopper lalu diinkubasi lagi selama semalam pada suhu kamar. Kemudian serapan dapat dibaca dengan ELISA reader pada panjang gelombang 550 nm.
F. Analisis Hasil
Hasil dari metode MTT berupa absorbansi, didapat dari ELISA reader mencerminkan jumlah sel yang hidup. Persen kematian sel dapat dihitung dengan rumus :
% Kematian = x 100% A
C) (B A− −
Keterangan :
A = Rata-rata absorbansi kontrol B = Rata-rata absorbansi perlakuan
C = Rata-rata absorbansi perlakuan tanpa sel
Metode perhitungan statistik untuk mengetahui harga LC50 dilakukan
dengan menggunakan analisis probit. Analisis statistik kemudian dilanjutkan dengan menggunakan uji t-independent untuk melihat perbedaan nilai LC50 sel
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi Tumbuhan
Penelitian ini menggunakan umbi teki sebagai bahan utama. Langkah kerja awal yang harus dilakukan adalah mendeterminasi bahan yang didapatkan dari tumbuhan asal. Determinasi ini penting dilakukan untuk memastikan kebenaran tumbuhan yang akan diteliti. Determinasi dilakukan dengan menggunakan acuan baku (Backer dan Bakhuizen van den Brink, 1968). Determinasi tumbuhan dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Hasil determinasi menyatakan bahwa tumbuhan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah benar Cyperus rotundus L.
B. Pengumpulan Umbi Teki
Umbi teki yang akan digunakan sebagai bahan utama dalam penelitian ini diambil dari daerah Sumberarum, Moyudan, Sleman (tepi Sungai Progo), pada bulan Juli 2006. Umbi teki dikumpulkan kira-kira sebanyak satu kilogram dalam keadaan segar.
C. Sterilisasi Alat
kontaminan berupa mikroorganisme supaya tidak mengganggu hasil penelitian. Metode sterilisasi yang digunakan adalah metode uap panas bertekanan dengan autoklaf. Prinsip kerja autoklaf yakni dengan menggunakan uap panas bertekanan pada suhu 121OC selama 15 menit. Sterilisasi dengan metode uap panas bertekanan ini membunuh mikroorganisme dengan mekanisme mengkoagulasikan protein-protein mikroorganisme secara ireversibel. Oleh karena itu sterilisasi dengan metode panas uap bertekanan akan lebih efektif dibanding metode sterilisasi konvensional.
D. Preparasi Sampel Fraksi Protein Umbi Teki
Senyawa uji atau sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah fraksi protein yang diisolasi dari umbi teki. Proses isolasi fraksi protein umbi teki ini melalui tahap-tahap pembuatan ekstrak gubal dengan penambahan amonium sulfat, dialisis fraksi protein umbi teki, dan pengukuran kadar protein yang terkandung dengan spektrofotometer UV.
Amonium sulfat ditambahkan secara bertahap ke dalam supernatan sampai diperoleh FP20, FP40, FP60, FP80. Penambahan amonium sulfat dilakukan
berdasarkan metode salting out. Metode ini memanfaatkan sifat garam amonium sulfat yang dapat menarik air dari larutan sehingga menurunkan kelarutan protein dan menyebabkan agregasi protein. Amonium sulfat ini ditambahkan sedikit demi sedikit dan bertahap untuk mencegah pembentukan daerah tertentu pada endapan yang memiliki konsentrasi yang lebih tinggi dari yang diinginkan.
Supernatan yang diperoleh sebanyak 700 ml kemudian diendapkan dengan penambahan amonium sulfat sebanyak g untuk memperoleh FP20.
Amonium sulfat sebanyak g kemudian ditambahkan untuk memperoleh FP40. Untuk memperoleh FP60 dan FP80, maka diperlukan penambahan amonium
sulfat masing-masing sebanyak 87,22 gram dan 98,80 g (lampiran 1).
60 , 74
40 , 79
Larutan yang sudah ditambah dengan amonium sulfat diaduk dengan pengaduk magnetik semalam dalam lemari pendingin dan disentrifus. Supernatan (1) yang diperoleh ditambah dengan amonium sulfat untuk mendapatkan FP40,
keluar dari tubing dialisis. Proses dialisis ini juga dapat menghilangkan protein berukuran kecil dan alkaloid.
Proses dialisis berjalan mengikuti aturan difusi pasif karena konsentrasi amonium sulfat di dalam tubing dialisis lebih besar daripada konsentrasi amonium sulfat di luar tubing. Tubing dialisis yang bersifat semipermeabel akan mempermudah terjadinya proses ini. Proses dialisis akan terhenti jika konsentrasi amonium sulfat di dalam dan di luar tubing dialisis sama. Oleh karena itu, perlu dilakukan penggantian larutan dapar dengan larutan dapar yang baru setelah digunakan untuk dialisis selama beberapa jam. Penggantian ini dimaksudkan untuk menjaga agar perbedaan konsentrasi di dalam dan di luar tubing tetap besar, sehingga proses dialisis dapat terus berlangsung sampai amonium sulfat sepenuhnya keluar dari tubing.
Larutan yang diperoleh dari dialisis ini disentrifus dan supernatan yang didapatkan merupakan FP20. Dengan proses yang sama, akan diperoleh FP40, FP60,
dan FP80.
E. Pengukuran Kadar Protein Dengan Spektrofotometer UV
spektrofotometri UV dapat terganggu dengan adanya asam nukleat dan komponennya serta senyawa yang mengandung gugus purin dan pirimidin. Senyawa-senyawa yang menganggu ini mampu memberikan absorbansi terhadap sinar UV pada panjang gelombang 260 nm. Oleh karena itu, juga diperlukan pengukuran absorbansi sampel fraksi protein pada panjang gelombang 260 nm.
Pemilihan penggunaan metode spektrofotometri UV didasarkan pada kelebihan-kelebihannya. Kelebihan penggunaan metode UV adalah waktu pengukuran relatif singkat, tidak menggunakan reagen dan tidak merusak protein.
Hasil yang diperoleh dari pengukuran menggunakan spektrofotometer UV ini ialah absorbansi fraksi protein umbi teki (tabel XII). Kadar protein kemudian dihitung berdasarkan perhitungan kadar protein dari (Layne, 1957; cit Richterich, 1957) .
F. Uji Sitotoksisitas
Uji sitotoksisitas digunakan untuk mengetahui potensi senyawa baru yang akan dikembangkan menjadi obat antikanker. Metode uji sitotoksisitas yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode MTT secara in vitro. Metode MTT dipilih dengan pertimbangan bahwa metode ini akurat, cepat, dan relatif aman dibanding metode radioaktif (Anonim, 2006j).
kontrol. Konsentrasi seri kadar yang digunakan adalah sebanyak enam konsentrasi. Konsentrasi tertinggi adalah 4000 µg/ml dan konsentrasi terendah 125 µg/ml untuk masing-masing FP20, FP40, FP60, dan FP80.
Pengukuran absorbansi dengan ELISA reader dilakukan terhadap sel myeloma dan sel Vero yang diberi perlakuan, perlakuan tanpa sel, dan kontrol. Perlakuan untuk sel myeloma dan sel Vero dengan pemberian fraksi protein umbi teki. Kontrol adalah sel myeloma dan sel Vero yang tidak diberikan fraksi protein umbi teki. Perlakuan tanpa sel diperlukan untuk memperoleh faktor koreksi terhadap perlakuan. Sedangkan perlakuan dengan sel Vero dimaksudkan untuk mengetahui efek sitotoksisitas fraksi protein umbi teki terhadap sel normal.
(a) (b) Gambar 1. Sel myeloma dan sel Vero
(a) sel myeloma yang sehat (b) sel Vero yang sehat
diukur absorbansinya dengan menggunakan ELISA reader pada panjang gelombang 550 nm.
Untuk mengetahui hasil uji sitotoksisitas ini, dilakukan perhitungan persen kematian untuk tiap-tiap derajat kejenuhan fraksi protein dengan menggunakan rumus Abbot (lampiran 2).
Tabel I. Hasil uji sitotoksisitas fraksi protein umbi teki terhadap kultur sel myeloma Kadar (μg/ml) % kematian
4000 106,13 101,44 103,02 105,46 2000 101,98 100,99 86,63 79,90 1000 81,43 97,12 67,81 63,02 500 67,18 73,40 57,56 57,00 250 63,21 60,14 53,95 52,00 125 49,792 51,94 54,44 53,00
Kurva Hubungan Konsentrasi Fraksi Protein Umbi Teki vs Persen Kematian Sel Myeloma
0
125 250 500 1000 2000 4000
Konsentrasi Fraksi Protein (µg/ml)
Gambar 2. Kurva hubungan konsentrasi fraksi protein umbi teki vs persen kematian sel myeloma
yang terendah diperoleh pada perlakuan FP80. Hasil uji sitotoksisitas ini didukung
dengan morfologi sel myeloma secara mikroskopis setelah memperoleh perlakuan dengan fraksi protein (gambar 3).
ii---i---
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 3. Morfologi sel myeloma dengan perlakuan
(a) FP20 (c) FP60
(b) FP40 (d) FP80
Tabel II. Hasil uji sitotoksisitas fraksi protein umbi teki terhadap kultur sel Vero
4000 96,57 111,06 100,30 95,01
2000 87,94 90,44 92,22 91,76 1000 81,23 85,72 82,92 81,18 500 74,45 78,52 77,02 76,87 250 70,09 71,31 75,28 74,23 125 71,16 70,52 73,17 76,19
Kurva Hubungan Konsentrasi Fraksi Protein Umbi Teki vs Persen Kematian Sel Vero
0
125 250 500 1000 2000 4000
Konsentrasi Fraksi Protein (µg/ml )
Gambar 4. Kurva hubungan konsentrasi fraksi protein umbi teki vs persen kematian sel Vero
Semakin tinggi konsentrasi seri kadar fraksi protein maka semakin tinggi pula persen kematian sel Vero (tabel II dan gambar 4). Persen kematian sel Vero yang tertinggi diperoleh dari perlakuan FP40. Persen kematian sel yang terendah
diperoleh pada perlakuan FP80. Hasil uji sitotoksisitas ini didukung dengan
i---ii---
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 5. Tampilan mikroskopis sel Vero dengan perlakuan (a) FP20 (c) FP60
(b) FP40 (d) FP80
(i) sel hidup (ii) sel mati
Sel myeloma dan sel Vero mempunyai persen kematian tertinggi pada FP40. Hasil ini menunjukkan aktivitas sitotoksik fraksi protein umbi teki tidak
selektif terhadap sel myeloma saja. Kemungkinan protein yang mempunyai aktivitas sitotoksik terbesar mengendap pada FP40 umbi teki. Pada FP80, protein
LC50 untuk tiap-tiap fraksi protein terhadap sel myeloma dapat dihitung
dengan menggunakan analisis probit pada SPSS 13. Nilai LC50 yang didapat
untuk FP20 adalah sebesar 72,15 µg/ml dan untuk FP40 adalah sebesar 144,77
µg/ml. Sedangkan Nilai LC50 untuk FP60 sebesar 150,19 µg/ml dan untuk FP80
adalah sebesar 168,69 µg/ml (lampiran 4). Nilai LC50 yang diperoleh merupakan
nilai LC50 secara intrapolasi.
Tabel III. LC50 hasil interpolasi analisis probit untuk sel myeloma dan sel Vero.
Sel myeloma Sel Vero
Fraksi Protein
Umbi
Teki (µg/ml) LC50 hitung t tabel t (µg/ml) LC50 hitung t tabel t FP20 72,15 3,642 2,920 35,09 4,514 2,132
FP40 144,77 3,352 2,920 27,36 6,983 2,353
FP60 150,19 6,540 2,353 14,73 3,785 2,353
FP80 168,69 7,332 2,353 16,43 4,358 2,132
Nilai LC50 untuk sel myeloma dan sel Vero pada setiap fraksi perlakuan
adalah signifikan dengan taraf kepercayaan 90%. Hal ini ditunjukkan oleh nilai t hitung yang lebih besar dari nilai t tabel (lampiran 8).
Nilai LC50 terhadap sel myeloma yang diperoleh lebih besar daripada
LC50 terhadap sel Vero (tabel III). Perbedaan nilai LC50 tersebut secara kasar
Distribusi data persen kematian sel myeloma dan sel Vero yang diperoleh dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Uji Kolmogorov-Smirnov memberikan hasil bahwa data persen kematian untuk setiap fraksi adalah normal. Hasilnya menunjukkan bahwa data yang diuji adalah homogen pada semua fraksi protein untuk sel myeloma dan sel Vero.
Signifikansi data LC50 tersebut diuji dengan uji t-independent. Uji ini
digunakan untuk melihat adanya variansi antara LC50 sel myeloma dan sel Vero.
Dari hasil uji diperoleh nilai signifikansi dua sisi (sig. 2-tailed) untuk FP20, FP40,
FP60, dan FP80 < 0,1. Nilai signifikansi menunjukkan bahwa ada perbedaan
bermakna antara dua rataan LC50 sel myeloma dan sel Vero untuk masing-masing
fraksi protein. Menurut hasil uji t-independent, maka keempat fraksi protein ini memberikan perbedaan hasil jika diberikan pada sel myeloma dan sel Vero.
Senyawa dengan potensi untuk dikembangkan sebagai antikanker (Suffness dan Pezzuto cit Hariadi, 2006) adalah senyawa yang memiliki nilai LC50
lebih kecil dari 20 µg/ml. Nilai LC50 yang diperoleh untuk masing-masing fraksi
protein terhadap sel myeloma lebih besar dari 20 µg/ml. Oleh karena itu, keempat fraksi protein umbi teki ini tidak dapat dikembangkan menjadi senyawa antikanker. Secara umum nilai LC50 yang diperoleh hanya menunjukkan bahwa
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Dari hasil percobaan dan analisis data dapat disimpulkan bahwa :
1. Fraksi protein umbi teki FP20, FP40, FP60, dan FP80 memiliki efek sitotoksik
terhadap kultur sel myeloma dan sel Vero.
2. Nilai LC50 dari fraksi protein umbi teki FP20, FP40, FP60, dan FP80 untuk sel
myeloma berturut-turut adalah 72,15 µg/ml, 144,77 µg/ml, 150,19 µg/ml, 168,69 µg/ml, sementara untuk sel Vero berturut-turut adalah 35,1 µg/ml, 27,4 µg/ml, 14,7 µg/ml, 16,4 µg/ml.
3. Fraksi protein umbi teki bersifat lebih toksik terhadap sel Vero daripada terhadap sel myeloma.
2. Saran
Hal-hal yang dapat disarankan dari hasil penelitian ini adalah :
1. Perlu dilakukan pengamatan kematian sel dengan waktu inkubasi lebih dari 24 jam.
2. Perlu dilakukan pengujian efek sitotoksik protein yang diisolasi dari bagian lain rumput teki, yang diharapkan memiliki efek sitotoksik yang lebih besar terhadap sel myeloma dan lebih kecil terhadap sel Vero.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,1980, Materia Medika Indonesia, Jilid IV, 46-48, Dep.Kes R.I., Jakarta. Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 1112, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 2006a, Herb Information : Cyperus rotundus L., http://www.holisticonline.com. Diakses pada 5 Febuari 2006.
Anonim, 2006b, Cancer, http://en.wikipedia.org/wiki/Cancer. Diakses pada 15 Oktober 2006.
Anonim, 2006c , Enzym Purification by Salt (Ammonium Sulfate) Precipitation, http://www.glue.umd.edu/~NSW/ench485/lab6a.htm. Diakses pada 20 September 2006.
Anonim, 2006d, Overview Multiple Myeloma, http://www.westclinic.com/content.aspx?section=typesofcancer&id=830.
Diakses pada 20 Februari 2006.
Anonim, 2006e, Multiple Myeloma, http://www.multiplemyeloma.org/about_myeloma. Diakses pada 20
Februari 2006
Anonim, 2006f, Treatment of Multiple Myeloma at Mayoclinic, http://www.mayoclinic.org/multiple-myeloma/treatment.htm. Diakses pada 20 Februari 2006.
Anonim, 2006g, NS 0/1, http://www.biotech.ist.unige.it/cldb/cl3735.html. Diakses pada 15 Oktober 2006.
Anonim, 2006i , Normal African Green Monkey Kidney Epithelial Cells (Vero line),
http://www.olympusmicro.com/primer/techniques/fluorescence/gallery/cel ls/Vero/Verocells.html. Diakses pada 5 Februari 2006.
Anonim, 2006j, Cell Proliferation Kit I (MTT),
http://www.ub.es/biocel/wbc/prac/pdf/MTTassay03.pdf. Diakses pada 10 Oktober 2006.
Anonim, 20006k, Methods for Concentrating Protein Solutions, Protein Concentration,
Backer, C.A. dan Bakhuizen Van Den Brink, R.C., 1968, Flora of Java, Vol.3, 451-479, N.V.P. Noordhoof, Groningen.
Bowman, W.C., dan Rand, M.J., 1980, Textbook of Pharmacology, 2nd Edition, 38.16., Blackwell Scientific Publication, London.
DiPiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M., 2005, Pharmacotherapy : a Patophysiologic Approach, 6th Edition, 2280, 2281, 2285, Mc-Graw Hill Companies Inc., New York.
Duke, James A., 2001, Handbook of Phytochemical Constituent of GRAS herbs and other Economic Plants, 220, CRC Press, New York.
Girindra, A., 1993, Biokimia I, 79, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Hanks, Amy K., 2000, Cancer and Traditional Chinese Medicine, http//www.eastlandpress.com/upload/_pdf_20040706145633_2/AmyHan ks.pdf. Diakses pada Maret 2006.
Hariadi, Arry, 2006, Sitotoksisitas Fraksi Protein Daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss) Hasil Pengendapan dengan Amonium Sulfat 30%, 60%, dan 100% Jenuh terhadap Kultur Sel Myeloma, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Hartini, Yustina Sri, 1993, Identifikasi Mikroskopik Umbi Cyperus rotundus L. serta Daya Anti Inflamasi Ekstrak Etanolnya, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Hoffman, David L., 2006, More Semantics! Cytotoxic, Cancer and Anti-Tumor, http://www.healthy.net/scr/Article.asp?Id=1583. Diakses pada 18 Oktober 2006.
Nafrialdi dan Sulistia, G., 1995, Antikanker, dalam Ganiswarna, Sulistia G., (Ed.), Farmakologi dan Terapi, Ed. ke-4, 687, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Ostle, B., 1954, Statistics in Research : Basic Concepts and Techniques for Research Workers, The IOWA State College Press, Ames, IOWA, 174-201, 450-451.
Poedjiadi, A.,1994, Dasar-Dasar Biokimia, 123-124, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Rahardja, V., 1994, Profil Kromatografi Umbi Cyperus rotundus L. serta Khasiat Anti Radang dari Ekstrak Etanolnya, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Rahayu, B., 1989, Efek Anthelmintik dari Umbi Cyperus rotundus Linn serta Profil Kromatografinya, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Richterich, R., and Colombo, J.P., 1957, Clinical Chemistry : Theory, Practice, and Interpretation, 408, John Willey & Sons, Chichester.
Robinson, T.,1991, Kandungan Kimia Organik Tumbuhan Tinggi, 247, 250, diterjemahkan oleh Kosasih Panduwinata, Penerbit ITB, Bandung.
Sudarsono, 1996, Tumbuhan Obat Hasil Penelitian, Sifat-Sifat dan Penggunaan, Pusat Penelitian Obat Tradisional UGM (PPOT UGM), Yogyakarta
Soedibyo, Mooryati, 1998, Alam Sumber Kesehatan Manfaat dan Kegunaan, 360-361, Balai Pustaka, Jakarta.
Suhartiningsih, R., 1996, Daya Melarutkan Minyak Atsiri dan Infus Umbi Teki (Cyperus rotundus L.) terhadap Batu Ginjal Kalsium secara In Vitro, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Lampiran 1. Jumlah penambahan amonium sulfat FP20, FP40, FP60, dan FP80
Jumlah penambahan amonium sulfat juga dapat dihitung dengan rumus: G =
G = gram amonium sulfat yang ditambahkan per liter larutan S1 = persen kejenuhan larutan mula-mula
S2 = persen kejenuhan larutan akhir
Diasumsikan bahwa percobaan dilakukan pada suhu 4OC
• Fraksi protein umbi teki FP20
G =
• Fraksi protein umbi teki FP40
G =
• Fraksi protein umbi teki FP60
G =
(
)
121,14• Fraksi protein umbi teki FP80
Lampiran 2. Absorbansi sel dengan metode MTT
Tabel IV. Hasil uji sitotoksisitas fraksi protein umbi teki FP20 terhadap kultur sel myeloma
Absorbansi
Perlakuan (B) Perlakuan tanpa sel (C)
Tabel V. Hasil uji sitotoksisitas fraksi protein umbi teki FP40 terhadap kultur sel myeloma
Absorbansi
Perlakuan (B) Perlakuan tanpa sel (C)
Tabel VI. Hasil uji sitotoksisitas fraksi protein umbi teki FP60 terhadap kultur sel myeloma
Absorbansi
Tabel VII. Hasil uji sitotoksisitas fraksi protein umbi teki FP80 terhadap kultur sel myeloma
Absorbansi
Perlakuan (B) Perlakuan tanpa sel (C)
Keterangan tabel I, II, III, IV:
A = Sumuran berisi medium RPMI 1640, buffer natrium fosfat 5mM, dan sel myeloma tanpa perlakuan fraksi protein umbi teki.
B = Sumuran berisi medium RPMI 1640, buffer natrium fosfat 5mM, dan sel myeloma dengan perlakuan fraksi protein umbi teki.
C = Sumuran berisi medium RPMI 1640, buffer natrium fosfat 5mM, dan fraksi protein umbi teki tanpa adanya sel myeloma.
Persen kematian sel dihitung dengan rumus: % Kematian = x 100%
A = Rata-rata absorbansi kontrol B = Rata-rata absorbansi perlakuan
Tabel VIII. Hasil uji sitotoksisitas fraksi protein umbi teki FP20 terhadap kultur sel Vero
Absorbansi
Perlakuan (B) Perlakuan tanpa sel (C)
Tabel IX. Hasil uji sitotoksisitas fraksi protein umbi teki FP40 terhadap kultur sel Vero
Absorbansi
Perlakuan (B) Perlakuan tanpa sel (C)
Tabel X. Hasil uji sitotoksisitas fraksi protein umbi teki FP60 terhadap kultur sel Vero
Absorbansi
Tabel XI. Hasil uji sitotoksisitas fraksi protein umbi teki FP80 terhadap kultur sel Vero
Absorbansi
Perlakuan (B) Perlakuan tanpa sel (C)
Keterangan tabel I, II, III, IV:
A = Sumuran berisi medium RPMI 1640, buffer natrium fosfat 5mM, dan sel Vero tanpa perlakuan fraksi protein umbi teki.
B = Sumuran berisi medium RPMI 1640, buffer natrium fosfat 5mM, dan sel Vero dengan perlakuan fraksi protein umbi teki.
C = Sumuran berisi medium RPMI 1640, buffer natrium fosfat 5mM, dan fraksi protein umbi teki tanpa adanya sel Vero.
Persen kematian sel dihitung dengan rumus: % Kematian = x 100% A = Rata-rata absorbansi kontrol B = Rata-rata absorbansi perlakuan
Lampiran 3. Cara perhitungan kadar protein
Rumus perhitungan kadar protein :
Konsentrasi = [1,55E(280)]-[0,76E(260)] mg ml-1
(Layne, 1957; cit Richterich, 1957) Konsentrasi yang diperoleh kemudian dikalikan dengan faktor pengenceran sebesar 100 kali.
Tabel XII. Data absorbansi fraksi protein dengan menggunakan metode spektrofotometer UV dan rasio serapan pada panjang gelombang 280 nm dan 260 nm
Fraksi protein umbi teki Absorbansi pada λ 280
nm
Absorbansi pada λ 260 nm
FP20 0,466 0,609
FP40 0,208 0,245
FP60 0,442 0,461
FP80 0,499 0,486
FP20
Konsentrasi protein = [(1,55 X 0,466) – (0,76 X 0,609)] X 100
= 25,95 mg/ml
FP40
Konsentrasi protein = [(1,55 X 0,208) – (0,76 X 0,245)] X 100
= 13,62 mg/ml
FP60
Konsentrasi protein = [(1,55 X 0,442) – (0,76 X 0,461)] X 100 = 33,47 mg/ml
FP80
Konsentrasi protein = [(1,55 X 0,499) – (0,76 X 0,486)] X 100
Lampiran 4.Hasil analisis probit fraksi protein umbi teki (Cyperus rotundus
L.) terhadap kultur sel myeloma dengan metode MTT
PROBIT MYELOMA
Parameter estimates converged after 8 iterations. Optimal solution found.
Parameter Estimates (PROBIT model: (PROBIT(p)) = Intercept + BX):
Regression Coeff. Standard Error Coeff./S.E.
Since Goodness-of-Fit Chi square is NOT significant, no heterogeneity
factor is used in the calculation of confidence limits.
- - - - - -
* * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * *
Number of Observed Expected
Confidence Limits for Effective konsentr
Abbreviated Extended
Parameter estimates converged after 12 iterations. Optimal solution found.
konsentr 1.62501 .22513 7.21806
Intercept Standard Error Intercept/S.E.
-3.51112 .55868 -6.28469
Pearson Goodness-of-Fit Chi Square = 10.363 DF = 2 P = .006
Since Goodness-of-Fit Chi square is significant, a heterogeneity factor is used in the calculation of confidence limits.
- - - - - -
* * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * *
Observed and Expected Frequencies
Number of Observed Expected
Confidence Limits for Effective konsentr
FP
60Parameter estimates converged after 10 iterations. Optimal solution found.
Parameter Estimates (PROBIT model: (PROBIT(p)) = Intercept + BX):
Regression Coeff. Standard Error Coeff./S.E.
Since Goodness-of-Fit Chi square is significant, a heterogeneity factor is used in the calculation of confidence limits.
- - - - - -
* * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * *
Observed and Expected Frequencies
Number of Observed Expected
konsentr Subjects Responses Responses Residual Prob
2.40 100.0 54.0 56.387
Confidence Limits for Effective konsentr
konsentr konsentrasi
Parameter estimates converged after 8 iterations. Optimal solution found.
Parameter Estimates (PROBIT model: (PROBIT(p)) = Intercept + BX):
Regression Coeff. Standard Error Coeff./S.E.
-1.31660 .37056 -3.55298
Pearson Goodness-of-Fit Chi Square = 5.172 DF = 3 P = .160
Since Goodness-of-Fit Chi square is NOT significant, no heterogeneity
factor is used in the calculation of confidence limits.
- - - - - -
* * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * *
Observed and Expected Frequencies
Number of Observed Expected
Confidence Limits for Effective konsentr
.30 21.87957 1.59179 61.09398 .95 102198.48314 18347.07445 9257069.44743 .96 154335.38552 24428.94208 19635285.0244 .97 256182.31674 34717.65450 49512812.7612 .98 502472.15660 55358.68546 169419028.813 .99 1452871.70993 115370.09744 1178877696.54
Abbreviated Extended
Lampiran 6.Hasil analisis probit fraksi protein umbi teki (Cyperus rotundus
L.) terhadap kultur sel Vero dengan metode MTT
PROBIT VERO
Parameter estimates converged after 11 iterations. Optimal solution found.
Parameter Estimates (PROBIT model: (PROBIT(p)) = Intercept + BX):
Regression Coeff. Standard Error Coeff./S.E.
Since Goodness-of-Fit Chi square is NOT significant, no heterogeneity
factor is used in the calculation of confidence limits.
- - - - - -
* * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * *
Observed and Expected Frequencies
Number of Observed Expected
3.60 100.0 96.6 92.333
Confidence Limits for Effective konsentr
.99 78788.80580 20723.27466 1192760.28975
Parameter Estimates (PROBIT model: (PROBIT(p)) = Intercept + BX):
Since Goodness-of-Fit Chi square is NOT significant, no heterogeneity
factor is used in the calculation of confidence limits.
- - - - - -
* * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * *
Observed and Expected Frequencies
Number of Observed Expected
Confidence Limits for Effective konsentr
.08 .24118 .00054 2.49455 .09 .29950 .00080 2.89908 .10 .36557 .00115 3.32935 .15 .83451 .00513 5.90770 .20 1.60814 .01680 9.32626 .25 2.82316 .04645 13.80900 .30 4.67978 .11569 19.66090 .35 7.47508 .26922 27.30328 .40 11.65771 .59931 37.33021 .45 17.92011 1.29786 50.60227 .50 27.35946 2.77042 68.41044 .55 41.77094 5.89482 92.78323 .60 64.20983 12.63013 127.12135 .65 100.13802 27.49869 177.70748 .70 159.95184 61.17648 258.13966 .75 265.14247 137.65437 406.81332 .80 465.47022 295.38519 776.18393 .85 896.98386 571.36283 2074.90475 .90 2047.59819 1108.49131 8452.69557 .91 2499.33065 1287.34323 11991.76939 .92 3103.70200 1510.93477 17575.59728 .93 3938.21988 1798.03723 26815.62752 .94 5138.11518 2179.34221 43068.33479 .95 6958.83617 2708.77165 74072.28004 .96 9938.15282 3490.78452 140329.02311 .97 15401.90902 4758.59786 308424.33421 .98 27574.26114 7167.00301 880622.31831 .99 69048.11301 13620.10770 4617645.23852
Abbreviated Extended Name Name
3.4
Parameter estimates converged after 9 iterations. Optimal solution found.
Parameter Estimates (PROBIT model: (PROBIT(p)) = Intercept + BX):
Regression Coeff. Standard Error Coeff./S.E.
Intercept Standard Error Intercept/S.E.
-.66484 .41670 -1.59547
Pearson Goodness-of-Fit Chi Square = 2.965 DF = 3 P = .397
Since Goodness-of-Fit Chi square is NOT significant, no heterogeneity
factor is used in the calculation of confidence limits.
- - - - - -
* * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * *
Observed and Expected Frequencies
Number of Observed Expected
Confidence Limits for Effective konsentr
.35 3.09864 .00931 18.27687 .99 180366.36712 20855.61391 219825738.243
PROBIT VERO
Parameter estimates converged after 10 iterations. Optimal solution found.
Parameter Estimates (PROBIT model: (PROBIT(p)) = Intercept + BX):
Regression Coeff. Standard Error Coeff./S.E.
Since Goodness-of-Fit Chi square is NOT significant, no heterogeneity
factor is used in the calculation of confidence limits.
- - - - - -
* * * * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * * * * * * *
Observed and Expected Frequencies
Number of Observed Expected
konsentr Subjects Responses Responses Residual Prob
3.30 100.0 91.8 89.455
Confidence Limits for Effective konsentr
Abbreviated Extended Name Name
konsentr konsentrasi
3.5 3.0
2.5 2.0
Log of konsentrasi
1.8
1.6
1.4
1.2
1.0
0.8
0.6
Probit
Probit Transformed Responses
Lampiran 8.Perhitungan nilai korelasi LC50 sel myeloma dan sel Vero pada taraf kepercayaan 90%
Nilai korelasi (r) dihitung linieritasnya menggunakan nilai t yang dapat diperoleh dengan rumus:
• Nilai korelasi FP pada sel myeloma * FP20Æ r2= 0,869 r = 0,932
--- t hitung > t tabel, sehingga korelasinya linier --- * FP40Æ r2= 0,849 r = 0,921
--- t hitung > t tabel, sehingga korelasinya linier --- * FP60Æ r2= 0,768 r = 0,876
--- t hitung > t tabel, sehingga korelasinya linier --- * FP80Æ r2= 0,790 r = 0,889
--- t hitung > t tabel, sehingga korelasinya linier ---
• Nilai korelasi FP pada sel Vero * FP20Æ r2= 0,836 r = 0,914
t = 6,983
--- t hitung > t tabel, sehingga korelasinya linier --- * FP60Æ r2= 0,827 r = 0,971
--- t hitung > t tabel, sehingga korelasinya linier --- * FP80Æ r2= 0,826 r = 0,909
Lampiran 9.Hasil uji signifikansi LC50 antara sel myeloma dan sel Vero dengan analisis statistik
T-Test
Group Statistics
Persen_LC50
Jenis sel N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Myeloma 3 74.52642 15.869749 9.162404
FP20
Vero 3 35.55405 10.478646 6.049849
Myeloma 3 117.16920 16.399210 9.468088
FP40
Vero 3 25.82705 7.668353 4.427325
Myeloma 3 149.11196 51.743510 29.874130
FP60
Vero 3 29.26848 12.710389 7.338347
Myeloma 3 167.94859 10.741158 6.201410
FP80
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means
90% Confidence Interval of
.393 .565 3.550 4 .024 38.972370 10.979541 15.565671 62.379069
FP20 Equal
variances not assumed
3.550 3.465 .030 38.972370 10.979541 14.488608 63.456132
Equal variances assumed
.857 .407 8.739 4 .001 91.342147 10.452077 69.059920 113.624373
FP40 Equal
variances not assumed
8.739 2.835 .004 91.342147 10.452077 66.148733 116.535561
Equal variances assumed
8.308 .045 3.896 4 .018 119.843483 30.762232 54.263117 185.423850
FP60 Equal
variances not assumed
3.896 2.240 .050 119.843483 30.762232 36.260064 203.426902
Equal variances assumed
2.174 .214 21.977 4 .000 151.415333 6.889650 136.727655 166.103011
FP80 Equal
variances not assumed
Penulis skripsi dengan judul “Sitotoksisitas Fraksi Protein Umbi Teki (Cyperus rotundus L.) FP20, FP40,
FP60, dan FP80 terhadap Kultur Sel Myeloma” bernama