i
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN TEORI INTELIGENSI GANDA PADA POKOK BAHASAN ZAT DAN WUJUDNYA
TERHADAP MINAT, SIKAP, DAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS VII SMP MARIA IMMACULATA MARSUDIRINI YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
Oleh:
SCOLASTICA HETI VARYANI NIM: 041424022
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Scolastica Heti Varyani
Nomor Mahasiswa : 041424022
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
Pengaruh Model Pembelajaran Fisika dengan Teori Inteligensi Ganda pada Pokok Bahasan Zat dan Wujudnya terhadap Minat, Sikap, dan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas VII SMP Maria Immaculata Marsudirini Yogyakarta.
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 15 Desember 2008
Yang menyatakan
v
!
" " "
" #$%&'#()# *
+
* ,
* ,
* ,
* ,
-....
/ !
/ !
/ !
/ !
0 0 0 0
1 2 * / *
1 2 * / *
1 2 * / *
1 2 * / *
3 1 4
3 1 4
3 1 4
3 1 4
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 15 Desember 2008 Penulis
vii ABSTRAK
SCOLASTICA HETI VARYANI. 2008. Pengaruh Model Pembelajaran Fisika dengan Teori Inteligensi Ganda pada Pokok Bahasan Zat dan Wujudnya terhadap Minat, Sikap, dan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas VII SMP Maria Immaculata Marsudirini Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Model Pembelajaran Fisika dengan Teori Inteligensi Ganda mempengaruhi (1) minat siswa, (2) sikap siswa, dan (3) hasil belajar Fisika pada pokok bahasan Zat dan Wujudnya.
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Maria Immaculata pada bulan Oktober 2008. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII sedangkan sampel penelitian ini adalah siswa kelas VII E dan VII F yang terdiri dari 67 siswa.
Penelitian ini menggunakan instrumen berikut: (1) angket dan pengamatan untuk meneliti minat siswa; (2) angket dan pengamatan untuk meneliti sikap siswa; dan (3) pretest, posttest, serta pengamatan untuk meneliti hasil belajar siswa dalam fisika.
Angket dan pengamatan lapangan dianalisis secara kualitatif. Pretest dan posttest masing-masing kelas dianalisis dengan T test untuk pasangan dependen, sedangkan pretest dan posttest pada kelas yang diberi Model Pembelajaran Fisika dengan Teori Inteligensi Ganda dan kelas kontrol dianalisis dengan T test untuk pasangan independen. Keduanya diuji menggunakan program SPSS.
viii ABSTRACT
SCOLASTICA HETI VARYANI. 2008. The Influence of Physics Learning Model using Multiple Intelligences Theory on the topic of “State of Matter Changing” towards the Interest, Attitude, and the Physics Knowledge of the SMP Maria Immaculata Marsudirini Yogyakarta seventh grade Students.
This research has a purpose to know whether Physics learning model using Multiple Intelligences Theory has impact on (1) student’s interest in physics; (2) student’s attitudes in physics; and (3) student’s physics knowledge.
This research had been done in SMP Maria Immaculata on October 2008. The population of this research was all seventh grade students while the sample of this research was the E and F class students that were 67 students.
The instruments used in this research were (1) questionnaires and observation for collecting data on student’s interest and attitude, and (2) pretest and posttest for knowing the student’s knowledge on physics.
Questionnaires and observation data were qualitatively analyzed. The posttest and pretest on each class were statistically analyzed using paired sample T test, while the pretest and posttest on class that were given Physics Learning Model using Multiple Intelligences Theory and the control class were statistically analyzed using T test for two independent groups. SPSS program was used for finding T test statistics.
ix
KATA PENGANTAR
Sembah dan puji syukur pada Allah Bapa di surga, Bunda Maria dan Yesus Kristus yang telah memberikan restu dan kekuatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Fisika dengan Teori Inteligensi Ganda pada Pokok Bahasan Zat dan Wujudnya terhadap Minat, Sikap, dan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas VII SMP Maria Immaculata Marsudirini Yogyakarta” dengan lancar dan baik.
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Strata Satu (S-1) Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada :
1. Romo Dr. Paulus Suparno S.J., MST, selaku Dosen Pembimbing.
2. Bapak Drs. Fr. Y. Kartika Budi, M.Pd., selaku Dosen Penasehat Akademik. 3. Bapak Drs. Domi Severinus, M.Si., selaku Kepala Program Studi Pendidikan
Fisika.
4. Semua dosen yang telah memberikan banyak pendidikan dan pengetahuan bagi penulis selama kuliah.
x
Marsudirini Yogyakarta yang telah memberi kesempatan dan membantu proses penelitian.
6. Siswa-siswi kelas VII E dan VII F SMP Maria Immaculata Marsudirini Yogyakarta yang telah bekerjasama dengan baik selama proses penelitian.
7. Alm Bapak Ag. Marsidi di surga yang sangat kusayangi dan kuhormati.
8. Ibu Chr. Suyati yang sangat kusayangi yang telah berkorban membesarkan kami. 9. Mbah Putri, Bulek Tas, Lek Dodo, adikku Ari, Koko, Meita, Titin, Gita, Andri,
Komo, dan Mas Hudi yang telah memberikan dukungan dan perhatian. 10. Tunanganku Ignatius Sigit Riyanto yang sangat kusayangi dan kucintai.
11. Teman-teman seperjuangan dalam pembuatan skripsi, Made (OK dul!) dan Tia (Konyil), terimakasih banyak atas bantuannya selama ini.
12. Teman-teman P fis ‘04 : Dina, Wulan, JasJus, Ita Bebe, Ika, Woro, Andri, Paul, PetPet, Fredi, Aris, dan yang lainnya ...
13. Pak Narjo, Pak Sugeng, Bu Heni dan semua pihak yang telah membantu kelancaran pembuatan skripsi ini...GBU all.
Semua daya upaya serta kemampuan telah penulis curahkan sepenuhnya demi terselesaikannya skripsi ini, namun semuanya tidak lepas dari segala kekurangan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran demi kebaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Yogyakarta, 15 Desember 2008
xi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii
HALAMAN PENGESAHAN...iii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN...iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN...v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...vi
ABSTRAK...vii
ABSTRACT... viii
KATA PENGANTAR...ix
DAFTAR ISI...xi
DAFTAR TABEL...xvii
DAFTAR GAMBAR...xviii
DAFTAR LAMPIRAN...xix
BAB I. PENDAHULUAN...1
A. Latar Belakang...1
B. Perumusan Masalah...4
C. Tujuan Penelitian...5
D. Pembatasan Istilah...5
1. Inteligensi...5
2. Sikap...6
xii
4. Hasil Belajar...6
E. Manfaat Penelitian...6
1. Bagi Sekolah dan Guru...6
2. Bagi Calon Pendidik/Guru...7
3. Bagi Siswa...7
BAB II. LANDASAN TEORI...8
A. Teori inteligensi Ganda...8
1. Teori Inteligensi Ganda Gardner...8
2. Pengaruh Teori Inteligensi Ganda Bagi Guru yang Mengajar...15
3. Pengaruh Teori Inteligensi Ganda Bagi Guru yang Mengajar Fisika...16
4. Pengaruh Teori Inteligensi Ganda Bagi Siswa yang Belajar...17
5. Pengaruh Teori Inteligensi Ganda Bagi Siswa yang Belajar Fisika...17
B. Belajar...18
1. Definisi Belajar...18
2. Hasil belajar...19
b. Pengertian Hasil Belajar...19
c. Hasil Belajar Fisika...21
C. Minat...21
1. Pengertian Minat...21
2. Minat Siswa Terhadap Fisika...22
xiii
1. Pengertian Sikap...23
2. Sikap Siswa Terhadap Fisika...24
E. Zat dan Wujudnya...25
Massa Jenis...25
Wujud Zat...26
1. Pengertian Zat...26
2. Sifat-sifat zat...26
3. Perubahan Wujud Zat...27
Partikel Zat...28
F. Hubungan Dasar Teori dengan Penelitian...28
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN...29
A. Desain Penelitian...29
B. Populasi dan Sampel Penelitian...30
1. Populasi...30
2. Sampel...30
C. Waktu dan Tempat penelitian...31
D. Treatment...31
E. Instrumen...31
1. Tes Awal (Pretest)...32
2. Tes Akhir (Posttest)...33
3. Observasi...33
4. Angket atau Kuesioner...34
xiv
G. Metode Analisis Data... .37
1. Minat Siswa Terhadap Fisika...37
2. Sikap Siswa Terhadap Fisika...38
3. Hasil Belajar Siswa...39
BAB IV. PELAKSANAAN PENELITIAN...41
A. Sebelum Penelitian...41
B. Selama Pelaksanaan Penelitian...42
1. Sebelum Proses Belajar Mengajar...42
2. Selama Proses Belajar Mengajar...43
Pertemuan I...43
Pertemuan II...46
Pertemuan III...48
Pertemuan IV...52
3. Setelah Proses Belajar Mengajar...54
BAB V. DATA DAN ANALISA DATA...55
A. Minat Siswa Terhadap Fisika...55
1. Data...55
a. Data Dari Angket...55
b. Data Pengamatan...58
1) Data Pengamatan Kelas VII E...58
2) Data Pengamatan Kelas VI F...59
2. Analisis Data...60
xv
b. Data Pengamatan...61
1) Data Pengamatan Kelas VII E...61
2) Data Pengamatan Kelas VI F...61
c. Kesimpulan...62
B. Sikap Siswa Terhadap Fisika...63
1. Data...63
a. Data Dari Angket...63
b. Data Pengamatan...66
1) Data Pengamatan Kelas VII E...66
2) Data Pengamatan Kelas VI F...67
2. Analisis Data...68
a. Data Dari Angket...68
b. Data Pengamatan...69
1) Data Pengamatan Kelas VII E...69
2) Data Pengamatan Kelas VI F...69
c. Kesimpulan...70
C. Hasil Belajar ...70
1. Data...70
a. Data Pretest – Posttest...70
b. Data Pengamatan...72
1) Data Pengamatan Kelas VII E...72
2) Data Pengamatan Kelas VI F...73
xvi
a. Data Pretest – Posttest...73
b. Data Pengamatan...78
1) Data Pengamatan Kelas VII E...78
2) Data Pengamatan Kelas VI F...79
c. Kesimpulan...79
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN...81
A. Kesimpulan...81
B. Saran...81
C. Keterbatasan Penelitian...82
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Format soal uraian...32
Tabel 3.2 Contoh Format Lembar Pengamatan...34
Tabel 3.3 Format Soal Angket...35
Tabel 3.4 Kriteria Klasifikasi Minat...37
Tabel 3.5 Kriteria Klasifikasi Sikap...38
Tabel 3.6 Kriteria Pemberian Skor...39
Tabel 5.1 Distribusi Klasifikasi Minat Siswa Kelas VII E Terhadap Fisika...56
Tabel 5.2 Distribusi Klasifikasi Minat Siswa Kelas VII F Terhadap Fisika...57
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Klasifikasi Minat Siswa Kelas VII E...60
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Klasifikasi Minat Siswa Kelas VII F...60
Tabel 5.5 Distribusi Klasifikasi Sikap Siswa Kelas VII E Terhadap Fisika...64
Tabel 5.6 Distribusi Klasifikasi Sikap Siswa Kelas VII F Terhadap Fisika...65
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Klasifikasi Sikap Siswa Kelas VII E...68
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Klasifikasi Sikap Siswa Kelas VII F...68
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Siswa kelas VII F melakukan kegiatan praktikum massa jenis
secara berkelompok di dalam ruang kelas...44
Gambar 4.2 Siswa kelas VII E melakukan kegiatan praktikum massa jenis secara berkelompok di dalam ruang kelas...46
Gambar 4.3 Siswa kelas VII F melakukan kegiatan belajar mengajar tentang wujud zat di lapangan sekolah...49
Gambar 4.4 Siswa kelas VII F melakukan kegiatan praktikum perubahan wujud secara berkelompok di dalam ruang laboratorium...50
Gambar 4.5 Siswa kelas VII E melakukan kegiatan praktikum perubahan wujud secara berkelompok di dalam ruang laboratorium...51
Gambar 4.6 Seorang siswa kelas VII F membantu peneliti saat melakukan demonstrasi...52
Gambar 4.7 Seorang siswa kelas VII E membantu peneliti saat melakukan demonstrasi...54
Gambar 5.1 Siswa kelas VII E sedang melakukan kegiatan praktikum...58
Gambar 5.2 Siswa kelas VII F sedang melakukan kegiatan praktikum...59
Gambar 5.3 Siswa sedang memperhatikan penjelasan dari peneliti...66
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Ijin Penelitian...85
Lampiran 2 : Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian...86
Lampiran 3 : Model Pembelajaran Fisika dengan teori Inteligensi Ganda...87
Lampiran 4 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Untuk Kelas VII E...95
Lampiran 5 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Untuk Kelas VII F...107
Lampiran 6 : Lembar Kerja Siswa (LKS)...121
Lampiran 7 : Pretest & Posttest...125
Lampiran 8 : Kunci Jawaban Pretest dan Posttest...127
Lampiran 9 : Lembar Pengamatan...128
Lampiran 10 : Angket Minat dan Sikap Siswa Terhadap Fisika...130
Lampiran 11 : Daftar Nilai...134
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sudah sejak lama manusia sebagai makluk yang memiliki akal budi mempertanyakan dan mempelajari bagaimana alam bekerja, darimana asal mula kehidupan, hakekat hidup dan kehidupan, dan peranan apa yang harus dimainkan oleh manusia untuk dapat memanfaatkan gejala (fenomena) alam dengan keteraturan hukum-hukumnya untuk kesejahteraan umat manusia. Dengan observasi gejala alam dan didorong rasa ingin tahu untuk menemukan jawaban mengapa suatu fenomena alam tampil dan juga keinginan untuk hidup lebih baik, manusia mulai memanfaatkan dan memberdayakan alam untuk hidup dan kehidupannya. Fisika merupakan ilmu yang mempelajari gejala alam dan materi serta interaksinya, maka fisika mempunyai peranan penting (strategis) sejak dahulu kala sampai sekarang dan juga pada masa datang dalam peradaban manusia (Damanik, 2000).
Demikian juga biologi banyak menggunakan hukum-hukum atau prinsip fisika dan kimia untuk menjelaskan berbagai proses dalam sel hidup. Aplikasi prinsip-pinsip fisika dan kimia untuk masalah-masalah praktis menghasilkan berbagai cabang teknologi dan keteknikan. Teknologi modern dan riset (penelitian) modern tidak akan mungkin ada tanpa dukungan dan landasan prinsip atau hukum atau metode yang disumbangkan oleh ilmu fisika (Damanik, 2000).
Dalam sejarah perkembangan peradaban manusia sampai sekarang, peranan fisika semakin dianggap penting, baik bagi peradaban manusia secara keseluruhan (misalnya bagi perkembangan ilmu dan pengetahuan dan teknologi), maupun bagi perkembangan setiap individu. Bagi setiap individu, fisika sangat berguna untuk memperoleh pengetahuan-pengetahuan yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari dan untuk pengembangan cara berfikir. Dalam masa hubungan dan persaingan antar manusia yang tidak lagi terbatas hanya dalam satu negara atau satu wilayah tertentu saja, peranan fisika dan pendidikan fisika menjadi semakin penting.
Inteligensi bukanlah tunggal, melainkan banyak. Inilah yang ditemukan oleh Gardner dan rekan-rekannya di Harvard University (Suparno, 2004 : 13).
Penelitian yang dilakukan oleh Psikolog Howard Gardner dan rekan-rekannya di Hardvard University telah menunjukkan bahwa setiap anak mempunyai banyak cara berbeda untuk menjadi pandai : melalui kata-kata, angka, gambar, musik, ekspresi fisik, pengalaman dengan alam, interaksi sosial, dan pemahaman diri sendiri (Amstrong, 2002 : 4).
Cara mengajar seorang guru sangat berpengaruh dalam kegiatan belajar dan mengajar, terutama oleh guru IPA. Siswa bisa memahami materi yang diberikan bila guru menerapkan cara pembelajaran yang bisa dimengerti oleh siswa. Dalam hal ini sebaiknya guru menggunakan metode pengajaran yang bervariasi dan perlu memperhatikan inteligensi yang dimiliki siswa. Dengan demikian, dalam kegiatan belajar mengajar guru tidak hanya menggunakan inteligensi yang menonjol pada dirinya atau inteligensi yang sesuai dengan pelajaran saja tetapi harus memperhatikan inteligensi yang dimiliki siswa. Sebab dalam kegiatan belajar dan mengajar yang utama adalah kepentingan siswa dimana guru dituntut untuk menyampaikan materi dengan cara yang benar-benar bisa dipahami oleh siswa.
inteligensi yang tidak cocok dengan inteligensi dominan anak didik. Maka, si anak menjadi tidak mengerti, bosan, dan merasa tidak disapa. Akibatnya, pengetahuan anak ini menjadi tidak berkembang. Menurut teori inteligensi ganda, seorang anak akan dapat mempelajari materi apa pun asal materi itu disampaikan sesuai dengan inteligensi yang cocok dengan inteligensi yang menonjol pada anak itu. Oleh karena inteligensi anak-anak sekolah menengah itu beraneka ragam, guru perlu menggunakan cara mengajar yang beraneka ragam pula agar setiap anak merasa diperhatikan dan dibantu sesuai dengan inteligensi yang mereka punyai. (Suparno, 2004 : 14).
B. Perumusan Masalah
Dalam penelitian ini, penulis merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :
1. Apakah pengaruh Model Pembelajaran Fisika dengan Teori Inteligensi Ganda terhadap minat siswa pada fisika dengan pokok bahasan Zat dan Wujudnya?
2. Apakah pengaruh Model Pembelajaran Fisika dengan Teori Inteligensi Ganda terhadap sikap siswa pada fisika dengan pokok bahasan Zat dan Wujudnya?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang dirumuskan diatas maka penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui apakah Model Pembelajaran Fisika dengan Teori Inteligensi Ganda mempengaruhi minat siswa pada fisika dengan pokok bahasan Zat dan Wujudnya.
2. Mengetahui apakah Model Pembelajaran Fisika dengan Teori Inteligensi Ganda mempengaruhi sikap siswa pada fisika dengan pokok bahasan Zat dan Wujudnya.
3. Mengetahui apakah Model Pembelajaran Fisika dengan Teori Inteligensi Ganda mempengaruhi hasil belajar fisika dengan pokok bahasan Zat dan Wujudnya.
D. Pembatasan Istilah
Untuk menghindari perbedaan penafsiran dan kesalahpahaman, peneliti memberi batasan istilah sebagai berikut :
1. Inteligensi
2. Sikap
Menurut Winkel (1983) sikap adalah kecenderungan dalam subyek menerima atau menolak suatu objek berdasarkan penelitian terhadap obyek itu sebagai obyek yang berharga/baik atau tidak berharga/baik.
3. Minat
Menurut Winkel (1983) minat adalah kecenderungan yang agak menetap dalam subyek merasa tertarik pada bidang/hal tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam bidang itu.
4. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan hasil yang dicapai siswa dalam kegiatan belajar atau hasil yang dicapai siswa dalam proses belajar.
E. Manfaat Penelitian
a. Bagi Sekolah dan Guru
b. Bagi Calon Pendidik/Guru
Calon pendidik/guru bisa menerapkan cara mengajar yang lebih bervariasi dan menyenangkan bagi siswa. Mengajar fisika tidak harus selalu terpaku dengan penjelasan soal-soal hitungan dan rumus-rumus tetapi bisa menjadi sangat menyenangkan. Calon guru diharapkan menjadi lebih berminat menjadi guru fisika dan bisa mempersiapkan diri untuk mengajar dengan menggunakan cara mengajar yang sesuai dengan teori inteligensi ganda sehingga pada akhirnya nanti minat, sikap, dan hasil belajar siswa terhadap fisika menjadi semakin baik.
c. Bagi Siswa
8 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Teori Inteligensi Ganda
1. Teori Inteligensi Ganda Gardner
Gardner mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu seting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata (Suparno, 2004: 17).
Pada awal penelitiannya Garner menerima adanya tujuh inteligensi yang dimiliki manusia. Pada bukunya Intelligence Reframed, ia menambahkan adanya dua inteligensi baru, yaitu inteligensi lingkungan/naturalis (naturalist intelligence) dan inteligensi eksistensial (existential intelligence). Maka, saat ini ada sembilan inteligensi yang diterima, yaitu: inteligensi linguistik (linguistic intelligence), inteligensi matematis-logis (logical-mathematical intelligence), inteligensi ruang (spatial intelligence), inteligensi kinestetik-badani (body-kinesthetic intelligence), inteligensi musikal (musical intelligence), inteligensi interpersonal (interpersonal intelligence), inteligensi intrapersonal (intrapersonal intelligence), inteligensi lingkungan/naturalis (naturalist intelligence), inteligensi eksistensial (existential intelligence) (Suparno, 2004: 19).
pengembangan bahasa secara umum. Orang yang berinteligensi linguistik tinggi akan berbahasa lancar, baik, dan lengkap. Ia mudah untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, mudah belajar beberapa bahasa (Suparno, 2004: 26).
Peserta didik dengan kecerdasan bahasa yang tinggi umumnya ditandai dengan kesenangannya pada kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan suatu bahasa seperti membaca, menulis karangan, membuat puisi, menyusun kata-kata mutiara, dan sebagainya. Peserta didik seperti ini juga cenderung memiliki daya ingat yang kuat, misalnya terhadap nama-nama orang, istilah-istilah baru, maupun hal-hal yang sifatnya detail. Mereka cenderung lebih mudah belajar dengan cara mendengarkan dan verbalisasi. Dalam hal penguasaan suatu bahasa baru, peserta didik ini umumnya memiliki kemampuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan peserta didik lainnya (Muhammad, 2004: 16).
Menurut Gardner , inteligensi matematis-logis adalah kemampuan yang lebih berkaitan dengan penggunaan bilangan dan logika secara efektif, seperti dipunyai seorang matematikus, saintis, programmer, dan logikus. Termasuk dalam inteligensi tersebut adalah kepekaan pada pola logika, abstraksi, kategorisasi dan perhitungan. Orang yang mempunyai inteligensi matematis-logis sangat mudah membuat klasifikasi dan kategorisasi dalam pemikiran dan serta cara mereka bekerja (Suparno, 2004: 29).
didik semacam ini cenderung menyukai aktivitas berhitung dan memiliki kecepatan tinggi dalam menyelesaikan problem matematika. Apabila kurang memahami, mereka akan cenderung berusaha untuk bertanya dan mencari jawaban atas hal yang kurang dipahaminya tersebut. Peserta didik ini juga sangat menyukai berbagai permainan yang banyak melibatkan kegiatan berpikir aktif, seperti catur dan bermain teka-teki (Muhammad, 2004: 15).
Bagi Gardner, inteligensi ruang (spatial inteligensi) atau kadang disebut inteligensi ruang-visual adalah kemampuan untuk menangkap dunia ruang-visual secara tepat, seperti dipunyai para pemburu, arsitek, navigator, dan dekorator. Termasuk di dalamnya adalah kemampuan untuk mengenal bentuk dan benda secara tepat, melakukan perubahan suatu benda dalam pikirannya dan mengenali perubahan itu, menggambarkan suatu hal/benda dalam pikiran dan mengubahnya dalam bentuk nyata, serta mengungkapkan data dalam suatu grafik. Juga kepekaan terhadap keseimbangan, relasi, warna, garis, bentuk, dan ruang. Orang yang berinteligensi ruang baik dengan mudah membayangkan benda dalam ruang berdimensi tiga, mereka mudah mengenal relasi benda-benda dalam ruang secara tepat (Suparno, 2004: 31).
demikian akan unggul, misalnya dalam permainan mencari jejak pada suatu kegiatan di kepramukaan (Muhammad, 2004: 16).
Inteligensi kinestetik-badani, menurut Gardner, adalah kemampuan menggunakan tubuh atau gerak tubuh untuk mengekspresikan gagasan dan perasaan seperti ada pada aktor, atlet, penari, pemahat, dan ahli bedah. Dalam inteligensi ini termasuk keterampilan koordinasi dan fleksibilitas tubuh. Orang yang mempunyai inteligensi kinestetik-badani dengan mudah dapat mengungkapkan diri dengan gerak tubuh mereka. Apa yang mereka pikirkan dan rasakan mudah diekspresikan dengan gerak tubuh, dengan tarian dan ekspresi tubuh. Mereka juga dengan mudah dapat memainkan mimik, drama, dan peran. Mereka dapat dengan mudah dan cepat melakukan gerak tubuh dalam olahraga dengan segala macam variasinya. Yang sangat menonjol dalam diri mereka adalah koordinasi dan fleksibilitas tubuh yang begitu besar. Secara sederhana , mereka dapat menyalurkan apa yang mereka hadapi dengan gerak tubuh (Suparno, 2004: 35).
Inteligensi kinestetik-badani menunjukkan kemampuan seseorang untuk secara aktif menggunakan bagian-bagian atau seluruh tubuhnya untuk berkomunikasi dan memecahkan berbagai masalah. Hal ini dapat dijumpai pada peserta didik yang unggul pada salah satu cabang olahraga, seperti bulu tangkis, sepakbola, tenis, renang, dan sebagainya, atau bisa pula dijumpai pada peserta didik yang pandai menari, terampil bermain akrobat, atau unggul dalam bermain sulap (Muhammad, 2004: 17).
Di dalamnya termasuk kepekaan akan ritme, melodi, dan intonasi; kemampuan memainkan alat musik; kemampuan menyanyi; kemampuan untuk mencipta lagu; kemampuan untuk menikmati lagu, musik, dan nyanyian. Orang yang kuat dalam intiligensi musikal biasanya cocok untuk mengerjakan tugas sebagai komposer musik, menginterpretasikan musik, memainkan, dan memimpin pentas musik. Dan jelas mereka juga akan sangat senang menjadi pendengar yang baik untuk berbagai bentuk musik (Suparno, 2004: 37).
Kecerdasan musikal menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap suara-suara nonverbal yang berada di sekelilingnya, termasuk dalam hal ini adalah nada dan irama. Peserta didik jenis ini cenderung senang sekali mendengarkan nada dan irama yang indah, entah melalui senandung yang dilagukannya sendiri, mendengarkan tape recorder, radio, pertunjukan orkestra, atau alat musik dimainkannya sendiri. Mereka juga lebih mudah mengingat sesuatu dan mengekspresikan gagasan-gagasan apabila dikaitkan dengan musik (Muhammad, 2004:16).
Siswa yang mempunyai inteligensi musikal tinggi kentara dalam penampilannya bila sedang bernyanyi di kelas, juga dalam tugas-tugas yang berkaitan dengan musik. Mereka biasanya bernyanyi dengan baik, dapat memainkan suatu alat musik, mudah mempelajari not dan lagu. Dan yang menarik, siswa ini akan mudah mempelajari suatu mata pelajaran lain bila mata pelajaran itu diterangkan dengan suatu lagu atau musik (Suparno, 2004: 38).
Kepekaan akan ekspresi wajah, suara, isyarat dari orang lain juga termasuk dalam inteligensi ini. Secara umunm inteligensi interpersonal berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk menjalin relasi dan komunikasi dengan berbagai orang. Inteligensi ini banyak dipunyai oleh para komunikator, fasilitator, dan penggerak massa (Suparno, 2004:39).
Orang yang memiliki inteligensi interpersonal cenderung untuk memahami dan berinteraksi dengan orang lain sehingga mudah bersosialisasi dengan lingkungan di sekelilingnya. Kecerdasan semacam ini juga sering disebut sebagai kecerdasan sosial, yang selain kemampuan menjalin persahabatan yang akrab dengan teman, juga mencakup kemampuan seperti memimpin, mengorganisir, menangani perselisihan antar teman, memperoleh simpati dari peserta didik yang lain, dan sebagainya (Muhammad, 2004: 17).
Inteligensi intrapersonal adalah kemampuan yang berkaitan dengan pengetahuan akan diri sendiri dan kemampuan untuk bertindak secara adaptif berdasar pengenalan diri itu. Termasuk dalam inteligensi ini adalah kemampuan berefleksi dan keseimbangan diri. Orang ini punya kesadaran tinggi akan gagasan-gagasannya, dan mempunyai kemampuan untuk mengambil keputusan pribadi. Ia sadar akan tujuan hidupnya. Ia dapat mengatur perasaan dan emosinya sehingga kelihatan sangat tenang (Suparno, 2004:41).
kelemahannya, kemudian mencoba untuk memperbaiki diri. Beberapa diantaranya cenderung menyukai kesunyian dan kesendirian, merenung, dan berdialog dengan dirinya sendiri (Muhammad, 2004: 18).
Siswa yang menonjol dalam inteligensi intrapersonal sering kelihatan pendiam, lebih suka bermenung di kelas. Bila ada waktu istirahat, kalau ada teman-teman lain bermain, ia kadang lebih suka sendirian berefleksi atau berpikir. Ia lebih suka bekerja sendiri. Bila guru memberinya tugas bebas, siswa ini kadang diam lama merenungkan tugas itu sebelum mengerjakan sendiri. Ia tidak tertarik bahwa teman-temannya mengerjakan tugas itu berkelompok. Guru yang tidak tahu sering memarahi siswa ini karena sepertinya ia tidak mendengarkan dan hanya melamun. Padahal ia sebenarnya sedang berpikir dalam (Suparno, 2004:41).
Gardner menjelaskan inteligensi lingkungan sebagai kemampuan seseorang untuk dapat mengerti flora dan fauna dengan baik, dapat membuat distingsi konsekuensial lain dalam alam natural; kemampuan untuk memahami dan menikmati alam; dan menggunakan kemampuan itu secara produktif dalam berburu, bertani, dan mengembangkan pengetahuan akan alam. Orang yang punya inteligensi lingkungan tinggi biasanya mampu hidup di luar rumah, dapat berkawan dan berhubungan baik dengan alam, mudah membuat identifikasi dan klasifikasi tanaman dan binatang. Orang ini mempunyai kemampuan mengenal sifat dan tingkah laku binatang, biasanya mencintai lingkungan, dan tidak suka merusak lingkungan hidup (Suparno, 2004: 42)
binatang, serta alam mini yang ada di sekolah. Siswa tersebut akan senang bila ada acara di luar sekolah, seperti berkemah bersama di pegunungan, karena dia akan dapat menikmati keindahan alam (Suparno, 2004: 43). Siswa ini juga cenderung suka mengobservasi lingkungan alam seperti aneka macam bebatuan, jenis-jenis lapisan tanah, aneka macam flora dan fauna, benda-benda angkasa, dan sebagainya (Muhammad, 2004: 18).
Gardner (2000) menambahkan satu inteligensi lagi, yaitu inteligensi eksistensial. Inteligensi ini lebih menyangkut kepekaan dan kemampuan seseorang untuk menjawab persoalan-persoalan terdalam eksistensi atau keberadaan manusia. Orang tidak puas hanya menerima keadaannya, keberadaannya secara otomatis, tetapi mencoba menyadarinya dan mencari jawaban yang terdalam. Pertanyaan itu antara lain : mengapa aku ada, mengapa aku mati, apa makna dari hidup ini, bagaimana kita sampai ke tujuan hidup. Inteligensi ini tampaknya sangat berkembang pada banyak filsuf, terlebih filsuf eksistensialis yang selalu mempertanyakan dan mencoba menjawab persoalan eksistensi hidup manusia (Suparno, 2004: 43).
2. Pengaruh Teori Inteligensi Ganda Bagi Guru yang Mengajar
tersebut untuk mengubah cara mengajar mereka, yaitu menggunakan inteligensi ganda yang lebih bervariasi dan disesuaikan dengan inteligensi siswa (Suparno, 2004: 35).
Guru perlu sadar bahwa siswa mereka di sekolah umum beraneka ragam inteligensinya. Siswa tidak sama dan cara menangkap materi pun berbeda. Dengan demikian, bila ingin membantu secara tepat, guru perlu mengembangkan model pembelajaran yang beraneka ragam sesuai dengan Inteligensi siswa. Secara umum dampak Inteligensi ganda bagi guru adalah sebagai berikut:
1) Guru perlu mengerti inteligensi siswa-siswa mereka.
2) Guru perlu mengembangkan model mengajar dengan berbagai inteligensi, bukan hanya dengan inteligensi yang menonjol pada dirinya.
3) Guru perlu mengajar sesuai dengan inteligensi siswa, bukan dengan inteligensi dirinya sendiri yang tidak cocok dengan inteligensi siswa.
4) Dalam mengevaluasi kemampan siswa, guru perlu menggunakan berbagai model yang cocok dengan inteligensi ganda.
3. Pengaruh Teori Inteligensi Ganda Bagi Guru yang Mengajar Fisika
inteligensi yang menonjol pada dirinya tetapi perlu mengembangkan model mengajar fisika dengan berbagai inteligensi supaya siswa merasa senang dan dapat belajar dengan lebih baik.
4. Pengaruh Teori Inteligensi Ganda Bagi Siswa yang Belajar
Menurut teori inteligensi ganda, siswa dapat belajar dengan baik, memahami suatu materi bila disajikan sesuai dengan inteligensi mereka yang dominan. Untuk dapat membantu siswa belajar, pertama-tama siswa perlu dibantu untuk mengerti inteligensi mereka masing-masing. Selanjutnya, mereka dibantu untuk belajar dengan inteligensi yang kuat pada diri mereka. Dengan demikian, mereka dapat melihat kekuatan dan cara belajar yang mana yang cocok dan mana yang kurang. Segi yang kurang itulah yang nantinya perlu dibantu oleh guru (Suparno, 2004: 58).
Untuk membantu siswa belajar lebih baik, perlu juga bila materi pelajaran atau dalam penyusunan buku pelajaran memperhatikan berbagai model dan penjelasan inteligensi ganda. Buku dapat disajikan dengan berbagai cara dan pendekatan, misalnya dengan gambar berwarna, tabel, atau lagu yang sesuai, sejauh memungkinkan. Tentu semua ini bila mungkin, karena buku setiap bidang studi sering mempunyai kekhasan sendiri berdasarkan keilmuannya (Suparno, 2004: 59).
5. Pengaruh Teori Inteligensi Ganda Bagi Siswa yang Belajar Fisika
karena fisika tidak hanya dapat dipelajari dengan matematis-logis saja. Misalnya aktivitas belajar yang dilakukan dengan praktikum secara berkelompok di laboratorium dapat membantu siswa yang berinteligensi kinestetik-badani dan interpersonal. Siswa ini dapat tahu lebih banyak dengan berdiskusi dan bekerjasama dengan temannya, selain itu siswa yang suka aktif bergerak mendapatkan pengalaman langsung melalui praktikum. Belajar fisika dapat pula dilakukan di lingkungan sekitar sekolah, hal ini dapat membantu siswa yang memiliki inteligensi lingkungan. Siswa ini akan merasakan bahwa belajar akan lebih menyenangkan karena dia dapat mengamati fenomena-fenomena alam secara langsung.
Dengan demikian belajar fisika tidak hanya menggunakan matematis-logis, tetapi bisa juga dengan menggunakan cara belajar berdasarkan inteligensi ganda sehingga siswa yang kuat dalam inteligensi selain matematis-logis dapat terbantu.
B. Belajar
1. Definisi Belajar
Gagne, dalam buku The Conditions of Learning (1977) menyatakan bahwa: “Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya (performance-nya) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi” (Purwanto, 1998: 84)
Hasil belajar juga bukan suatu penguasaan latihan, melainkan perubahan tingkah laku (Setiawan, 2006).
Faktor-faktor yang sangat erat hubungannya dengan proses belajar ialah: kematangan, penyesuaian diri/adaptasi, menghafal/mengingat, pengertian, berpikir, dan latihan. Namun kita harus dapat membedakan antara faktor-faktor tersebut dengan pengertian belajar itu sendiri (Purwanto, 1998: 86).
2. Hasil Belajar
a. Pengertian Hasil belajar
Robert Gagne (1974) meninjau hasil belajar yang harus dicapai oleh siswa dan juga meninjau proses belajar menuju ke hasil belajar dan langkah-langkah instruksional yang dapat diambil oleh guru dalam membantu siswa belajar. Menurut gagne, hasil belajar dimasukkan dalam lima kategori. Guru sebaiknya menggunakan kategori ini dalam mencapai tujuan instruksional dan penilaian (Djiwandono, 2002: 217).
Berikut lima kategori hasil belajar menurut Gagne (Dalam Djiwandono, 2002: 218) : 1) Informasi verbal
2) Kemahiran intelektual
Kemahiran intelektual (intellectual skill) menunjuk pada “knowing how”, yaitu bagaimana kemampuan seseorang berhubungan dengan lingkungan hidup dan dirinya sendiri.
3) Pengaturan kegiatan kognitif
Pengaturan kegiatan kognitif (kognitif strategy), yaitu kemampuan yang dapat menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri, khususnya bila sedang belajar dan berpikir. Orang yang mampu mengatur dan mengarahkan aktivitas mentalnya sendiri dalam bidang kognitif akan dapat menggunakan semua konsep dan kaidah yang pernah dipelajari jauh lebih efisien dan efektif, daripada orang yang tidak berkemampuan demikian.
4) Sikap
Sikap yaitu sikap tertentu seseorang terhadap suatu objek. Misalnya, siswa bersifat positif terhadap sekolah, karena sekolah berguna baginya. Sebaliknya, dia bersifat negatif terhadap pesta-pesta karena merasa tidak ada gunanya, hanya menbuang waktu dan uang saja.
5) Keterampilan motorik
b. Hasil Belajar Fisika
Gagne mengemukakan hasil belajar sebagai kapasitas atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar yang meliputi lima katagori hasil belajar, yaitu: 1). Informasi verbal, 2). Ketrampilan intelektual, 3). Ketrampilan kognitif, 4). Sikap atau nilai-nilai dan 5). Keterampilan motorik. Kelimanya tidak berdiri sendiri tetapi merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Sebagai tujuan yang hendak dicapai, kelimanya harus nampak sebagi hasil belajar siswa di sekolah.
Berdasarkan uraian di atas, hasil belajar fisika berarti siswa dapat mengungkapkan pengetahuannya tentang fisika secara verbal maupun tertulis, dapat memahami konsep fisika, dapat menerapkan konsep fisika yang diperolehnya secara efektif dan efisien, dapat merasakan manfaat dari pengetahuan fisika yang diperolehnya untuk dirinya, dan terampil menggunakan fisika untuk memecahkan persoalan-persoalan dalam kehidupan sehari-hari.
C. Minat
1. Pengertian Minat
Sebab minat bukanlah sesuatu yang ada begitu saja, melainkan sesuatu yang dapat dipelajari (Singer, 1987: 78).
Minat termasuk faktor yang yang paling menentukan: anak-anak akan memperlihatkan suatu minat dengan jalan menyamakan dirinya dengan para orang dewasa. Jika orang tua merasa tertarik akan sesuatu, jika guru merasa senang akan sesuatu, maka situasi emosional ini pun akan mungkin diambil oleh si anak. Setidak-tidaknya si anak akan dapat lebih mudah berorientasi pada pendidiknya jika diantara mereka terjalin suatu hubungan yang baik (Singer, 1987: 93).
Menurut Winkel (1983: 30) minat adalah kecenderungan yang agak menetap dalam subyek merasa tertarik pada bidang/hal tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam bidang itu. Perasaan merupakan faktor psikis yang nonintelektual, yang khusus berpengaruh terhadap semangat/gairah belajar. Dengan melalui perasaannya siswa mengadakan penilaian yang agak spontan terhadap pengalaman-pengalaman belajar di sekolah.
2. Minat Siswa Terhadap Fisika
Minat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi gairah belajar siswa. Minat besar pengaruhnya terhadap belajar fisika karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan sungguh-sungguh, karena tidak ada daya tarik baginya. Siswa akan malas belajar fisika dan ia merasa tidak puas dalam memperoleh pelajaran tersebut.
sehari-hari. Untuk mencapai tujuan ini sebenarnya tidak begitu sulit karena fisika dapat dengan mudah dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, hanya saja siswa lebih diarahkan pada hal-hal yang sangat menarik dari fenomena-fenomena tersebut dan mmberitahu manfaat yang bisa diperoleh darinya. Dengan cara tersebut, diharapkan siswa menjadi tertarik dan senang dengan fisika sehingga minat siswa terhadap fisika semakin kuat. Minat yang kuat pada pelajaran fisika akan memacu siswa untuk lebih memusatkan perhatian terhadap fisika dan mendorong siswa untuk belajar fisika dengan giat. Sehingga setiap kali siswa memperoleh pelajaran fisika, siswa akan merasa puas karena merasa memperoleh manfaat.
D. Sikap
1. Pengertian Sikap
Sikap, atau yang dalam bahasa Inggris disebut attitude adalah suatu cara bereaksi terhadap suatu perangsang. Suatu kecenderungan untuk bereaksi dengan cara tertentu terhadap suatu perangsang atau situasi yang dihadapi. Bagaimana reaksi seseorang jika ia terkena sesuatu rangsangan baik mengenai orang, benda-benda, ataupun situasi-situasi yang mengenai dirinya. Dengan kata lain sikap adalah suatu perbuatan/tingkah laku sebagai reaksi/respons terhadap sesuatu rangsangan/stimulus yang disertai dengan pendirian atau perasaan orang itu (Purwanto, 1998: 141).
sangat mempengaruhi perkembangan dan pembentukan sikap anak-anak yang perlu diperhatikan di dalam pendidikan ialah: kematangan (maturation), keadaan fisik anak, pengaruh keluarga, lingkungan sosial, kehidupan sekolah, bioskop, guru, kurikulum sekolah, dan cara guru mengajar (Purwanto, 1998: 142).
Definisi sikap yang dirumuskan sebagaian besar ahli mencantumkan kata “pre-disposition” atau “tendency” yang berarti senantiasa adanya kecenderungan, kesediaan dapat diramalkan tingkah laku apa yang dapat terjadi jika telah diketahui sikapnya. Dengan sendirinya tindakan yang diawali melalui proses yang cukup kompleks dan sebagai titik awal untuk menerima stimulus adalah melalui alat indera seperti: penglihatan, pendengaran, alat raba, rasa, dan bau. Dalam diri individu sendiri terjadi dinamika berbagai pskofisik seperti kebutuhan, motif, perasaan, perhatian dan pengambilan keputusan. Semua proses ini sifatnya tertutup sebagai dasar pembentukan sikap yang akhirnya melalui ambang batas terjadi tindakan yang bersifat terbuka, dan inilah yang disebut tingkah laku. Jadi, sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi berupa “pre-disposisi” tingkah laku (Mar’at, 1982: 11).
2. Sikap Siswa Terhadap Fisika
Sikap positif siswa terhadap mata pelajaran fisika yang diberikan merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa tersebut. Sebaliknya, Sikap negatif siswa terhadap fisika apalagi diiringi dengan kebencian dapat menimbulkan kesulitan belajar siswa sehingga hasil belajar yang dicapai siswa kurang memuaskan.
E. Zat dan Wujudnya
Dalam kehidupan sehari-hari, dimanapun, kapanpun, dan kegiatan apapun yang dilakukan pasti selalu berkaitan dengan benda-benda yang ada setiap lingkungan. Dalam mata pelajaran fisika pada tingkat SMP, terdapat pokok bahasan yang membahas tentang wujud benda-benda yaitu zat dan wujudnya. Pokok bahasan ini tentunya sangat penting dan bermanfaat karena para siswa bisa langsung menerapkan dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Di dunia ini terdapat ribuan macan zat. Ciri khas tiap zat yang membedakannya dengan zat-zat lain adalah massa jenisnya. Tiap zat disusun oleh lebih dari bermilyar-milyar partikel. Dengan membayangkan tiap zat tersusun dari partikel-partikel inilah, ahli fisika dapat menjelaskan peristiwa-peristiwa fisika dalam kehidupan sehari-hari.
Massa Jenis
Untuk menentukan massa jenis sebuah benda, perlu diketahui dua besaran, yakni massa dan volumnya. Massa jenis didefinisikan sebagai massa benda per satuan volum. Jika massa jenis ρ, volum V, dan massa m, rumus untuk massa jenis
adalah:
V m
=
ρ
Massa benda diukur dalam kg, volum diukur dalam m3, sehingga: Satuan massa jenis =
3
m kg volum satuan
massa satuan
=
Jadi, satuan massa jenis dalam SI adalah kg/m3 (Kanginan, 2004: 44). Wujud Zat
1. Pengertian Zat
Pada prinsipnya ada tiga wujud zat, yakni padat, cair, dan gas. Setiap benda, baik berwujud padat, cair, maupun gas memiliki massa dan menempati ruang. Oleh karena itu, zat didefinisikan sebagai sesuatu yang memiliki massa dan menempati ruang (Kanginan, 2004: 53).
2. Sifat-sifat Zat
Berikut ini adalah sifat-sifat zat : 1) Zat Padat
Sifat zat padat adalah tetap, baik volum maupun bentuknya (Kanginan, 2004: 54).
2) Zat Cair
3) Gas
Sifat gas adalah volumnya berubah mengikuti volum ruang yang ditempatinya, dan bentuknya juga berubah mengikuti bentuk ruang yang ditempatinya (Kanginan, 2004: 55).
3. Perubahan Wujud Zat
Suatu zat dapat mengalami perubahan wujud karena pengaruh energi, seperti air menjadi gas. Perubahan pada zat dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu perubahan fisika dan perubahan kimia.
Perubahan fisika adalah perubahan yang tidak disertai dengan terbentuknya zat jenis lain.Contoh perubahan fisika tersebut diantaranya es mencair, air membeku, air menguap, air mendidih, gula larut dalam air, pemuaian panjang, pemuaian volum air, pemijaran logam yang dipanaskan (Sunardi, Irawan, 2007: 63).
Dalam buku Pelajaran IPA-Fisika Untuk SMP/MTs Kelas VII oleh Sunardi dan Irawan (2007: 64) macam-macam perubahan wujud zat dikemukakan sebagai berikut :
1) Menyublim adalah perubahan wujud zat padat menjadi gas secara langsung 2) Melebur (mencair) adalah perubahan wujud zat padat menjadi zat cair secara
langsung.
3) Membeku adalah perubahan wujud zat cair menjadi padat. 4) Menguap adalah perubahan zat cair menjadi gas.
Partikel Zat
Partikel atau molekul adalah bagian terkecil zat yang masih memiliki sifat zat tersebut. Sebagai contoh, minyak wangi berbau wangi maka partikel minyak wangi tentulah berbau wangi. Larutan gula terasa manis, maka partikel larutan gula juga terasa manis. Partikel-partikel gas dan zat cair bergerak random (sembarang) dengan kelajuan tetap. Gerak partikel-partikal ini dinamakan gerak Brown (Kanginan, 2004: 57).
F. Hubungan Dasar Teori dengan Penelitian
Dalam penelitian ini teori digunakan sebagai dasar untuk :
1. Membuat treatment penelitian yaitu model pembelajaran fisika dengan teori inteligensi ganda pada pokok bahasan zat dan wujudnya.
2. Membuat instrument penelitian yaitu untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran fisika dengan teori inteligensi ganda terhadap minat, sikap dan hasil belajar siswa.
3. Menganalisis data yang diperoleh kemudian memperoleh bukti apakah model pembelajaran fisika dengan teori inteligensi ganda yang dapat mempengaruhi minat, sikap dan hasil belajar siswa.
29 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif-kualitatif karena data yang diperoleh adalah data dalam bentuk angka dan uraian. Data dalam bentuk angka akan dianalisis secara kuantitatif sedangkan data dalam bentuk uraian akan dianalisis secara kualitatif. Pendekatan kuantitatif dan kualitatif digunakan secara bersama-sama dengan tujuan untuk memperkaya alternatif pemecahan masalah.
Penelitian ini ditujukan kepada dua kelas. Satu kelas diberi perlakuan khusus yaitu penggunaan model pembelajaran fisika dengan teori inteligensi ganda pada pokok bahasan zat dan wujudnya. Satu kelas lainnya digunakan sebagai kelompok kontrol yang diberi model pembelajaran dengan metode ceramah, demonstrasi dan praktikum. Di sini peneliti berperan sebagai guru di dua kelas tersebut yaitu mengajar pokok bahasan zat dan wujudnya. Jadi peneliti terlibat aktif dalam situasi yang akan diteliti.
Selama proses pembelajaran peneliti juga melakukan observasi terhadap minat siswa serta sikap siswa terhadap fisika pada pokok bahasan zat dan teori partikel dengan bantuan 2 orang observer. Minat dan sikap siswa dianalisis dari hasil pengamatan selama proses pembelajaran serta dari angket minat dan angket sikap siswa.
B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Suharsimi, 2006: 130). Dalam penelitian ini populasinya adalah himpunan siswa kelas VII SMP Maria Immaculata Marsudirini Yogyakarta, Tahun ajaran 2008/2009 yang terdiri dari 6 kelas.
2. Sampel
C. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu : Oktober 2008
Tempat : SMP Maria Immaculata Marsudirini Yogyakarta
D. Treatment
Treatment adalah perlakuan peneliti kepada subjek yang mau diteliti agar nantinya mendapatkan data yang diinginkan (Suparno, 2007: 51). Treatment yang digunakan pada kelas yang diberi perlakukan khusus adalah model pembelajaran fisika dengan teori inteligensi ganda pada pokok bahasan zat dan wujudnya. Sedangkan treatment yang digunakan pada kelas kontrol adalah metode ceramah, demonstrasi dan praktikum. Pokok bahasan zat dan wujudnya diberikan di kelas VII Sekolah Menengah Pertama. Model pembelajaran bisa dilihat pada lampiran 3, halaman 87.
E. Instrumen Penelitian
1. Tes Awal (Pretest)
Tes awal (pretest) diberikan sebelum kegiatan pembelajaran dalam penelitian dimulai. Tes awal digunakan untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum kegiatan pembelajaran atau digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan yang telah dimiliki siswa mengenai zat dan wujudnya.
Soal dalam tes awal berupa 5 soal uraian. Isi pokok tes adalah materi-materi dalam pokok bahasan zat dan wujudnya yaitu masing-masing satu soal tentang pengertian massa jenis, menghitung massa jenis suatu zat, pengertian zat, menyebutkan wujud zat dan contohnya dan pengertian partikel zat. Pada tabel 3.1 dapat dilihat kisi-kisi soal uraian yang digunakan.
Tabel 3.1 Format Soal Uraian
Unsur yang Ditekankan Soal No. Soal
Pengertian / Definisi
• Pengertian massa jenis suatu zat
• Pengertian zat
• Pengertian partikel zat
1 3 5 Keterampilan berhitung • Menghitung massa jenis suatu zat 2
Contoh konsep • Wujud zat dan contohnya 4
Contoh dari pretest adalah sebagai berikut :
2. Sebuah balok kayu memiliki massa 700 gram, ukuran panjangnya 25 cm, lebarnya 20 cm, dan tingginya 2 cm. Hitunglah massa jenis balok kayu tersebut!
Lembar pretest secara lengkap dapat dilihat di lampiran 7, halaman 125.
2. Tes Akhir (Posttest)
Tes akhir (posttest) dilakukan setelah kegiatan pembelajaran dalam penelitian selesai dilaksanakan. Tes akhir digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa atau sejauh mana tingkat pengetahuan siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan menerapkan teori inteligensi ganda dibanding dengan tes awal. Jumlah soal dan isi tes akhir sama dengan tes awal.
3. Observasi
Di dalam pengertian psikologik, observasi atau yang disebut pula dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra (Suharsimi, 2006: 156).
siswa terhadap materi yang sedang dipelajari. Pada tabel 3.2 ditampilkan contoh lembar observasi yang digunakan.
Tabel 3.2 Contoh Format Lembar Pengamatan
No. Hal yang Diamati Banyaknya Siswa Keterangan
1 Siswa sering bertanya kepada guru ketika mengalami kesulitan dalam belajar fisika 2 Siswa aktif menjawab pertanyaan dari
guru
Lembar pengamatan secara lengkap dapat dilihat di lampiran 9, halaman 128.
4. Angket atau Kuesioner
Angket atau kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui (Suharsimi, 2006: 151). Dalam penelitian ini angket digunakan untuk mengetahui minat dan sikap siswa terhadap fisika. Angket yang dipakai dalam penelitian ini adalah angket tertutup. Angket tertutup adalah angket yang sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih (Suharsimi, 2006: 152).
Dalam angket sikap siswa terhadap fisika, aspek-aspek yang ditanyakan merupakan penilaian siswa terhadap fisika, yaitu apakah siswa akan menerima atau menolak fisika berdasarkan penilaiannya masing-masing.
Angket minat dan sikap siswa terhadap fisika masing-masing terdiri dari 10 pertanyaan. Untuk tiap-tiap pertanyaan tersedia 4 alternatif jawaban, dimana siswa harus memilih salah satu jawaban. Semua pertanyaan merupakan item positif (favorabel). Berikut ini adalah soal-soal angket yang akan diberikan berdasarkan aspek-aspek yang ditanyakan (tabel 3.3).
Tabel 3.3 Format Soal Angket
Kisi Aspek yang ditanyakan No. Soal
Minat Perasaan siswa Perhatian siswa Kemauan siswa Tanggapan siswa
1, 7 2, 8 3, 4, 6 5, 9, 10 Sikap Penerimaan atau penolakan
siswa
11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20
Contoh angket adalah sebagai berikut :
1. Apakah saya merasa senang mempelajari fisika?
A. Sangat Senang C. Kurang Senang
B. Senang D. Tidak Senang
2. Apakah saya merasa senang memperhatikan sewaktu diberi pelajaran fisika?
A. Sangat Senang C. Kurang Senang
B. Senang D. Tidak Senang
F. Validitas
Validitas adalah ukuran menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrument. Instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang hendak diukur (Suharsimi, 2006:168). Pada penelitian ini validitas yang digunakan adalah content validity (validitas isi) yaitu isi dari instrumen yang digunakan sungguh mengukur isi dari domain yang mau diukur (Suparno, 2007: 62). Validitas menunjuk pada kesesuaian, penuh arti, bergunanya kesimpulan yang dibuat peneliti berdasarkan data yang dikumpulkan. Kesimpulannya valid bila sesuai dengan tujuan penelitian (Suparno, 2007: 67-68).
Angket digunakan untuk mengetahui skor minat dan sikap siswa dalam proses belajar mengajar. Setelah itu dapat diketahui bagaimana minat dan sikap siswa setelah diberi treatment model pembelajaran fisika dengan teori inteligensi ganda dan model pembelajaran dengan metode ceramah, demonstrasi dan praktikum. Setiap bagian menunjukkan apa yang mau diukur seperti pada tabel 3.3.
G. Metode Analisis Data
1. Minat Siswa Terhadap Fisika
Minat siswa terhadap fisika diukur melalui angket minat siswa terhadap fisika. Minat siswa terhadap fisika akan dianalisis dengan tahap-tahap sebagai berikut.
Pertama, angket minat siswa terdiri dari 10 pertanyaan. Untuk tiap-tiap pertanyaan tersedia 4 alternatif jawaban, dimana siswa harus memilih salah satu jawaban. Semua pertanyaan perupakan item positif (favorabel). Alternatif jawaban beserta skornya adalah sebagai berikut: sangat senang = 4, senang = 3, kurang senang = 2, tidak senang = 1. Sehingga dengan 10 pertanyaan, skor terendah yang mungkin dicapai siswa adalah 10 dan skor tertinggi yang mungkin dicapai siswa adalah 40. Klasifikasi minat tiap siswa ditetapkan dengan kriteria sebagai berikut (tabel 3.4) :
Tabel 3.4 Kriteria Klasifikasi Minat Skor Klasifkasi minat
≤ 16
22 17−
28 23−
34 29−
40 35−
Sangat tidak berminat
Kurang berminat
Biasa saja
Berminat
Sangat Berminat
Minat seluruh siswa diketahui dari nilai rata-rata skor minat seluruh
siswa yang kemudian diklasifikasikan. Klasifikasi minat seluruh siswa
Kedua, kesimpulan terakhir mengenai minat diperkuat dari hasil
pengamatan selama proses pembelajaran.
2. Sikap Siswa Terhadap Fisika
Sikap siswa terhadap fisika dianalisis dengan tahap-tahap sebagai
berikut. Pertama, angket sikap siswa terdiri dari 10 pertanyaan. Untuk
tiap-tiap pertanyaan tersedia 4 alternatif jawaban, dimana siswa harus memilih
salah satu jawaban. Semua pertanyaan merupakan item positif (favorabel).
Alternatif jawaban beserta skornya adalah sebagai berikut: sangat setuju = 4,
setuju = 3, kurang setuju = 2, sangat tidak setuju = 1. Sehingga dengan 10
pertanyaan, skor terendah yang mungkin dicapai siswa adalah 10 dan skor
tertinggi yang mungkin dicapai siswa adalah 40. Klasifikasi sikap siswa
ditetapkan dengan kriteria sebagai berikut (tabel 3.5) :
Tabel 3.5 Kriteria Klasifikasi Sikap
Skor Klasifkasi Sikap
≤ 16 22 17−
28 23−
34 29−
40 35−
Sangat Negatif
Negatif
Netral (biasa)
Positif
Sangat Positif
Sikap seluruh siswa diketahui dari nilai rata-rata skor sikap seluruh siswa
yang kemudian diklasifikasikan. Klasifikasi sikap seluruh siswa ditetapkan
Kedua, hasil dari angket sikap tersebut diperkuat dari hasil pengamatan
tingkah laku siswa selama proses pembelajaran.
3. Hasil Belajar Siswa
Pertama, soal pretest dan posttest yang masing-masing terdiri dari 5 soal
dinilai. Skor maksimum untuk masing-masing soal yang benar disesuaikan
dengan bobot soal. Kriteria pemberian skor ditetapkan seperti tabel 3.6.
Tabel 3.6 Kriteria Pemberian Skor
Bobot Soal Skor Maksimum No. Soal
Sukar 30 2
Sedang 20 1,4,5
Mudah 10 3
Pemberian skor disesuaikan dengan jawaban siswa yaitu sempurna
tidaknya jawaban. Misalnya untuk soal mudah dalam bentuk perhitungan
diberi skor 0 jika tidak menuliskan jawaban sama sekali, 2 jika siswa
menjawab tetapi sama sekali salah, 3 – 8 jika ada pola pengerjaan dan
mengarah benar, 9 jika jika ada kesalahan perhitungan tetapi siswa sudah
mengerjakan dengan langkah-langkah yang benar dan diberi skor 10 jika
jawaban benar sempurna. Jadi skor disesuaikan dengan sempurna tidaknya
jawaban. Untuk pemberian skor soal sukar dan sedang disesuaikan dengan
kelipatan dari skor soal mudah.
Kedua, pretest dan posttest dibandingkan dengan menggunakan T test
test dari Paul Suparno (2000: 59) untuk kelompok dependen dirumuskan sebagai berikut :
(
)
41 BAB IV
PELAKSANAAN PENELITIAN
Penelitian dilakukan pada siswa-siswi kelas VII E dan VII F SMP Maria Immaculata Marsudirini Yogyakarta. Kelas VII F adalah kelas yang diberi treatment model pembelajaran dengan teori inteligensi ganda. Sedangkan kelas VII E adalah kelas kontrol yang diberi treatment model pembelajaran dengan metode ceramah, demonstrasi dan praktikum. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 15, 20, 22, dan 27 Oktober 2008. Pada penelitian ini peneliti berperan sebagai guru dalam proses belajar mengajar, baik di kelas VII F maupun VII E. Penelitian dibantu oleh 2 orang observer yang berperan mengamati minat dan sikap siswa selama proses belajar mengajar berlangsung. Uraian pelaksanaan penelitian akan disajikan dalam 2 sub bab, yaitu sebelum penelitian dan selama penelitian.
A. Sebelum Penelitian
dan sikap, serta angket minat dan sikap siswa terhadap fisika. Hal ini dilakukan untuk memperlancar proses penelitian.
Sebelum mengajar kelas yang sudah ditentukan, peneliti melakukan observasi kelas. Peneliti melakukan observasi di kelas VII E dan VII F masing-masing sekali pada saat pelajaran fisika. Observasi ini dilakukan untuk perkenalan peneliti kepada siswa dan juga untuk mengenal keadaan siswa di kelas selama proses belajar mengajar berlangsung.
Persiapan lainnya adalah mempersiapkan peralatan praktikum yang diperlukan dalam penelitian. Persiapan peralatan praktikum dibantu oleh petugas laboratorium yang dilakukan beberapa hari sebelum praktikum pada waktu ruang laboratorium tidak digunakan. Selain persiapan peralatan praktikum, ruang kelas yang akan digunakan untuk kegiatan belajar mengajar pada pertemuan pertama juga disiapkan sebelumnya. Persiapan ini dilakukan satu jam sebelum pelajaran dimulai dengan bantuan guru bidang studi dan dua orang observer. Hal ini dilakukan agar waktu untuk penelitian dan kesempatan belajar mengajar tidak terbuang percuma.
B. Selama Pelaksanaan Penelitian
1. Sebelum Proses Belajar Mengajar
massa jenis, wujud zat, dan teori partikel. Untuk mengetahui kemampuan atau pengetahuan awal siswa mengenai massa jenis, wujud zat, dan teori partikel, siswa diberi tes awal (pretest) yang terdiri dari 5 soal uraian. Alokasi waktu untuk tes awal dan tes akhir adalah 15 menit.
2. Selama Proses Belajar Mengajar
Proses belajar mengajar menggunakan model pembelajaran fisika dengan teori inteligensi ganda pada pokok bahasan zat dan wujudnya diberikan pada kelas VII F berlangsung selama 6 jam pelajaran (tiap jam pelajaran adalah 45 menit), yang terbagi dalam 4 kali pertemuan. Pertemuan pertama dan ketiga masing-masing 2 jam pelajaran, sedangkan pertemuan kedua dan keempat masing-masing hanya 1 jam pelajaran saja.
Proses belajar mengajar di kelas kontrol yaitu kelas VII E juga berlangsung selama 6 jam pelajaran, yang terbagi dalam 4 kali pertemuan. Alokasi waktu pertemuan pertama, kedua, ketiga, dan keempat sama dengan kelas VII F dan juga berlangsung pada hari yang sama dengan kelas VII F.
Proses belajar mengajar pada tiap pertemuan di kelas VII E dan VII F adalah sebagai berikut:
Pertemuan I
Kelas VII F, Rabu 15 Oktober 2008 pukul 08.00-09.30. Pada pertemuan I materi yang dipelajari adalah massa jenis.
kemudian masuk ke rumus massa jenis. Pada waktu menjelaskan materi peneliti mengajak siswa berdiskusi secara klasikal dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan meteri. Peneliti juga mengajak siswa menyanyikan lagu tentang massa jenis untuk menghafalkan rumus massa jenis.
Setelah itu siswa melakukan kegiatan praktikum massa jenis secara berkelompok. Sebelum kegiatan praktikum dimulai, peneliti meminta perwakilan dari masing-masing kelompok untuk mengambil peralatan yang sudah disediakan. Kemudian peneliti membagikan Lembar Kerja Siswa (LKS) pada setiap siswa dan menjelaskan langkah kerja terlebih dahulu. Pada waktu peneliti menjelaskan langkah-langkah kerja, siswa sedikit ramai tetapi hal ini bisa diatasi. Setelah peneliti menjelaskan langkah-langkah kerja, siswa segera melakukan kegiatan praktikum secara berkelompok (lihat gambar 4.1). Selama siswa melakukan kegiatan praktikum, peneliti berkeliling membantu siswa atau kelompok yang mengalami kesulitan.
Semua siswa memperhatikan pada waktu peneliti menjelaskan materi dan mencatat materi yang disampaikan. Siswa juga aktif dalam mengikuti kegiatan-kegiatan selama proses pembelajaran, seperti menjawab pertanyaan-pertanyaan, menyanyi untuk menghafalkan rumus massa jenis dan melakukan kegiatan praktikum secara berkelompok.
Selama proses belajar mengajar, observer mengamati minat dan sikap siswa dalam mengikuti pelajaran. Waktu untuk kegiatan pembelajaran tidak mencukupi, setelah kegiatan praktikum waktu habis sehingga hasil kegiatan praktikum dibahas pada pertemuan berikutnya.
Kelas VII E, Rabu 15 Oktober 2008 pukul 11.30-13.00. Pada pertemuan I materi yang dipelajari adalah massa jenis.
Siswa duduk dalam kelompok-kelompok di dalam kelas yang sama dengan kelas VII F. Urutan materi yang disampaikan di kelas VII E sama dengan kelas VII F tetapi kegiatan belajar mengajar yang dilakukan sedikit berbeda dengan kelas VII F. Pada pertemuan pertama ini siswa juga melakukan kegiatan praktikum massa jenis (lihat gambar 4.2). Perbedaannya di kelas VII E peneliti tidak mengajak siswa menyanyi untuk mengahafalkan rumus massa jenis.
Gambar 4.2 Siswa kelas VII E melakukan kegiatan praktikum massa jenis secara berkelompok di dalam ruang kelas.
Selama proses belajar mengajar, observer mengamati minat dan sikap siswa dalam mengikuti pelajaran. Waktu untuk kegiatan pembelajaran juga tidak mencukupi, setelah kegiatan praktikum waktu habis sehingga hasil kegiatan praktikum dibahas pada pertemuan berikutnya.
Pertemuan II
Kelas VII F, Senin 20 Oktober 2008 pukul 08.30-09.15. Pada pertemuan II materi yang dipelajari adalah massa jenis.
dibahas bersama-sama dengan siswa. Peneliti membacakan pertanyaan-pertanyaan pada LKS dan siswa menjawab secara bersama-sama dan sukarela tanpa ditunjuk oleh peneliti. Peneliti juga memberi penjelasan berkaitan dengan hasil praktikum. Setelah hasil kegiatan praktikum selesai dibahas beberapa siswa meminta supaya lagu tentang rumus massa jenis kembali dinyanyikan dan semua siswa dengan senang menyanyikannya lagi. Kemudian peneliti memberikan contoh soal hitungan tentang massa jenis dan siswa diberi 2 soal untuk dikerjakan. Beberapa siswa bersedia menuliskan hasil pekerjaan mereka pada papan tulis dan peneliti menunjuk 4 orang untuk mengerjakannya.
Semua siswa memperhatikan penjelasan peneliti berkaitan dengan hasil praktikum dan aktif mengerjakan soal. Siswa juga terlihat senang selama kegiatan belajar mengajar berlangsung.
Setelah pelajaran berakhir, peneliti memberikan tugas pribadi yang berisi 2 soal hitungan massa jenis dan 1 soal uraian tentang 2 contoh konsep massa jenis untuk dikerjakan di rumah dan dikumpulkan pada pertemuan berikutnya.
Kelas VII E, Senin 20 Oktober 2008 pukul 10.15-11.00. Pada pertemuan II materi yang dipelajari adalah massa jenis.