• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembelajaran fisika menggunakan model inteligensi ganda yang konstruktivis dalam pokok bahasan pemantulan dan pembiasan cahaya pada siswa kelas X6 SMA N 2 Yogyakarta - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pembelajaran fisika menggunakan model inteligensi ganda yang konstruktivis dalam pokok bahasan pemantulan dan pembiasan cahaya pada siswa kelas X6 SMA N 2 Yogyakarta - USD Repository"

Copied!
212
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PEMBELAJARAN FISIKA

MENGGUNAKAN MODEL INTELIGENSI GANDA

YANG KONSTRUKTIVIS DALAM POKOK BAHASAN

PEMANTULAN DAN PEMBIASAN CAHAYA

PADA SISWA KELAS X

6

SMA NEGERI 2 YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh:

Scholastica Sri Endah Dewi Pujiastuti NIM: 031424030

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2007

(3)

ii

(4)
(5)

….

Kesengsaraan Itu Menimbulkan Ketekunan,

Dan Ketekunan Menimbulkan Tahan Uji

Dan Tahan Uji Menimbulkan Pengharapan

Dan Pengharapan

Selalu Tidak Mengecewakan

….

( Ro m a 5 : 3 - 5 )

Kupersembahkan dengan hati untuk:

Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria,

Bapak dan Ibu,

Segenap cinta Serta Almamaterku

iv

(6)
(7)

ABSTRAK

Scholastica Sri Endah Dewi Pujiastuti, Pembelajaran Fisika Menggunakan Model Inteligensi Ganda yang Konstruktivis dalam Pokok Bahasan Pemantulan dan Pembiasan Cahaya pada Siswa Kelas X6 SMA Negeri 2 Yogyakarta. Program Studi

Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa, kreativitas dan menunjukkan adanya keterlibatan siswa dengan respon sikap positif selama proses pembelajaran berlangsung menggunakan model inteligensi ganda yang konstruktivis dalam pokok bahasan pemantulan dan pembiasan cahaya.

Instrumen yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pre test, modul kegiatan siswa, simulasi komputer, kuesioner, lembar pengamatan kegiatan siswa dan post test.

Penelitian ini diawali dengan mengerjakan pre test. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran terbagi menjadi tiga tahap yaitu kegiatan praktikum, presentasi-diskusi dan simulasi komputer. Setelah pembelajaran berakhir siswa mengerjakan post test dan diakhiri dengan pengisian kuesioner oleh siswa. Secara keseluruhan penelitian dengan menggunakan model inteligensi ganda yang konstruktivis ini membutuhkan waktu tiga bulan dari bulan Maret sampai Mei 2007.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran fisika menggunakan model inteligensi ganda yang konstruktivis meningkatkan: (1) pemahaman konsep siswa pada pokok bahasan pemantulan dan pembiasan cahaya, (2) keterlibatan siswa selama proses pembelajaran yang ditunjukkan dengan respon sikap positif siswa, (3) kreativitas siswa dalam pembelajaran.

vi

(8)

ABSTRACT

Scholastica Sri Endah Dewi Pujiastuti, Physics teaching Using Constructivist Model of Multiple Intelligences in Reflection and Refraction of Light to student X6

Class in SMA 2 Yogyakarta. Physics Education Study Program, Department of Mathematics and Science Education, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

The aim of this research was to increase the student understanding concept, creativity and shown student involvement with positive respond during the teaching process using constructivist model of multiple intelligences in reflection and refraction of light.

Instruments in this research are pre test, practicum modul, computer simulation, questionare, student observation sheet and post test.

The research was started by doing the pre test. The teaching activity was divided into three phases that were practicum activity, presentation-discussion and computer simulation. After teaching activity students did the post test and filled questionare. This research had been done during three months, from March until May 2007.

This research shows that the teaching process used constructivist model of multiple intelligences in reflection and refraction of light can increase: (1) students concept understanding, (2) students involvement with positive respond during the teaching process, (3) students creativity.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan berkat limpahan karunia-Nya, penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pembelajaran Fisika Menggunakan Model Inteligensi Ganda yang Konstruktivis Dalam Pokok Bahasan Pemantulan dan

Pembiasan Cahaya Pada Siswa Kelas X6 SMA Negeri 2 Yogyakarta

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana strata satu program studi Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Banyak kendala yang dihadapi dalam menyelesaikan skripsi ini, namun berkat adanya bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Romo Dr. Paulus Suparno, S.J, MST, selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan senyum, waktu, kesabaran dan bimbingan selama proses diskusi dan revisi.

2. Bapak Drs. Domi Saverius, M.Si selaku kaprodi.

3. Bapak Drs. Timbul Mulyono, M.Pd, selaku kepala sekolah SMA Negeri 2 Yogyakarta yang telah berkenan memberikan ijin untuk pelaksanaan penelitian.

4. Bapak Hadi Siswoyo, S.Pd, selaku guru Fisika SMA Negeri 2 Yogyakarta yang telah membantu dan mengarahkan penulis dalam penelitian ini.

viii

(10)

5. Keluarga besar SMA Negeri 2 Yogyakarta, terimakasih untuk kerjasamanya.

6. Bapak Drs. R. Rohandi M.Ed., Terimakasih untuk segala kepedulian dan bantuannya dalam pemahaman materi pemantulan dan pembiasan cahaya serta dosen-dosen Pendidikan Fisika, terimakasih untuk ilmu yang diberikan kepada penulis.

7. Bapak dan Ibu di rumah, Stev. Marsono dan Maria Kristina Srimulyani untuk segala cinta, kasih sayang, doa, dukungan, kesabaran, kepercayaan dan pengorbanannya sehingga penulis bisa menyelesaikan kuliah ini. Kupersembahkan semua ini untuk bapak dan ibu tercinta.

8. Mas Andy, terimakasih atas pinjaman handicamnya.

9. Sahabatku, Nana (karenamu aku belajar untuk menjadi kuat dalam menjalani semuanya), Lilis & Ica (makasih tawa manisnya, semangat, dukungan, dan kebersamaannya), Jose (banyak pengalaman yang kudapat darimu), Dias (makasih ditemani mengurus ijin penelitian), Eko & Boni (banyak keceriaan yang kalian berikan), Jujur banyak kata yang ingin kuungkapkan tapi selalu berujung pada ucapan terimakasih yang tulus. 10. Teman-temanku, P.Fis 2003 (Rosa terimakasih ya mau jadi guru private

ku, Lusy, Ely, Siwi terima kasih pinjaman Laptopnya), Mas Grace (P.Fis 00), mas Aka (P.Fis 02), dan Jajax (P.Mat 03) terimakasih bantuan dokumentasinya.

(11)

11. Tina (Far.03), terimakasih atas kebersamaannya, keceriaannya, dan kasih sayangnya. Terimakasih mau menjadi teman berbagi selama ini dan atas hari-hari indah yang pernah kita lewati bersama.

12. Teman-teman “Wisma Rosari”, Suci, Agnes, Ade’ku Esti (kutunggu hadiahnya), Jean, Dela, Vivi, Dewi, Nice, Mba Nine, Mba Esti, Mba Dinta, Eya. Terimakasih untuk diskusinya, semangat dan keceriaannya. 13. Paulus Hernadi, Terimakasih untuk semuanya. Terimakasih atas doa dan

Firman yang kau beri setiap jam 12 malam. Terimakasih atas bahu disaat aku ingin menangis, telinga disaat aku ingin bercerita dan teriakan di saat aku sudah menyerah. Terimakasih atas alunan lagu yang diciptakan untuk menghiburku, bantuan selama penelitian di sekolah, dukungan, kesabaran, cinta, kasih sayang dan kepercayaannya. Aku bersyukur mendapatkan semuanya, dan akhirnya senyum ini untuk mu.

14. Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu disini.

Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna maka saran dan kritik dari pembaca yang sifatnya membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini.

Yogyakarta, 9 Juli 2007

Penulis

x

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... v

ABSTRAK... vi

ABSTRACT... vii

KATA PENGANTAR... viii

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... xv

DAFTAR GAMBAR... xvi

DAFTAR LAMPIRAN... xviii

DAFTAR BAGAN... xix

BAB I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

(13)

BAB II. DASAR TEORI... 6

A. Model Pembelajaran... 6

1. Pembelajaran Inteligensi Ganda... 6

2. Pembelajaran Konstruktivis ... 15

3. Pembelajaran Inteligensi Ganda yang Konstruktivis ... 17

B. Pemahaman Konsep ... 19

C. Sikap ... 20

D. Kreativitas ... 21

E. Konsep Pemantulan dan Pembiasan Cahaya... 24

1. Pemantulan Cahaya ... 24

a. Hukum Pemantulan Cahaya... 24

b. Pemantulan Cermin Datar... 24

c. Pemantulan Cermin Cekung ... 25

d. Pemantulan Cermin Cembung ... 28

2. Pembiasan Cahaya ... 31

a. Hukum Pembiasan Cahaya ... 31

b. Indeks Bias Relatif... 32

c. Pembiasan Lensa Cembung ... 33

d. Pembiasan Lensa Cekung ... 34

xii

(14)

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 35

A. Jenis Penelitian... 35

B. Populasi dan Sample Penelitian ... 35

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 35

D. Treatment Penelitian ... 36

E. Instrumen Penelitian ... 37

F. Metode Analisis Data... 40

G. Keterbatasan Peneliti... 45

BAB IV. DATA DAN ANALISIS DATA... 46

A. Pelaksanaan Penelitian ... 46

B. Data dan Analisis Data... 50

1. Ada tidaknya peningkatan pemahaman konsep siswa ... 50

2. Ada tidaknya ketertarikan sikap siswa... 53

3. Ada tidaknya kreatifitasan siswa... 56

a. Saat praktikum ... 56

b. Saat presentasi-diskusi ... 59

c. Saat simulasi komputer ... 61

C. Pembahasan... 62

1. Peningkatan pemahaman konsep siswa ... 62

2. Ketertarikan sikap siswa ... 64

3. Kreativitasan siswa... 66

(15)

D. Kesimpulan Umum ... 77

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 79

A. Kesimpulan ... 79

B. Saran... 80

DAFTAR PUSTAKA... 82

LAMPIRAN... 84

xiv

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Pengelompokkan Inteligensi menurut Gardner ... 13

Tabel 2. Pembelajaran konstruktivis ... 19

Tabel 3. Contoh lembar pengamatan kegiatan siswa ... 45

Tabel 4. Hasil perhitungan pre test dan post test... 50

Tabel 5. Klasifikasi sikap siswa selama proses pembelajaran... 54

Tabel 6. Jumlah presentase siswa dalam klasifikasi sikap ... 55

Tabel 7. Teknik presentasi yang digunakan dalam kelompok... 60

Tabel 8. Analisis jumlah presentase siswa ... 64

Tabel 9. Inteligensi yang tampak saat menggunakan metode Praktikum ... 74

Tabel 10. Inteligensi yang tampak saat menggunakan metode Presentasi... 74

Tabel 11. Inteligensi yang tampak saat menggunakan metode Simulasi komputer... 75

Tabel 12. Kesimpulan umum hasil penelitian ... 77

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Pemantulan cahaya ... 24

Gambar 2. Pembentukan bayangan pada cermin datar... 25

Gambar 3. Pemantulan pada cermin cekung ... 26

Gambar 4. Sinar istimewa pada cermin cekung ... 26

Gambar 5. Pembentukan bayangan pada cermin cekung ... 27

Gambar 6. Pemantulan pada cermin cembung ... 29

Gambar 7. Sinar istimewa pada cermin cembung ... 29

Gambar 8. Pembentukan bayangan pada cermin cembung ... 30

Gambar 9. Pembiasan cahaya ... 32

Gambar 10. Pembiasan pada lensa cembung... 33

Gambar 11. Sinar istimewa pada lensa cembung ... 33

Gambar 12. Pembiasan lensa cekung ... 34

Gambar 13. Sinar istimewa pada lensa cekung ... 34

Gambar 14. Siswa mengerjakan pre test... 63

Gambar 15. Siswa mengerjakan post test... 64

Gambar 16. Diskusi pada saat praktikum ... 69

Gambar 17. Siswa sedang mencari pembentukan bayangan pada saat praktikum... 69

Gambar 18. Siswa mempresentasikan pembuatan periskop... 70

xvi

(18)

Gambar 19. Siswa sedang mempresentasikan materi pemantulan

Cahaya ... 71 Gambar 20. Peneliti sedang mempresentasikan materi dengan

Menggunakan simulasi komputer... 73

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Soal pre test... 84

Lampiran 2. Soal post test... 86

Lampiran 3. Lembar jawaban soal ... 88

Lampiran 4. Modul kegiatan siswa ... 90

Lampiran 5. Modul panduan peneliti ... 107

Lampiran 6. Kuesioner ... 128

Lampiran 7. Lembar pengamatan praktikum ... 131

Lampiran 8. Lembar pengamatan presentasi... 136

Lampiran 9. Lembar partisipan presentasi kelompok ... 140

Lampiran 10. Fisika ceria... 142

Lampiran 11. Simulasi komputer pemantulan cahaya ... 143

Lampiran 12. Simulasi komputer pembiasan cahaya... 157

Lampiran 13. Data skor pre test dan post test... 166

Lampiran 14. Nilai pre test dan post test... 168

Lampiran 15. Data hasil kuesioner sikap siswa ... 170

Lampiran 16. Rancangan pembelajaran penelitian ... 172

Lampiran 17. Puisi Bila Hidup Itu Cermin ... 177

Lampiran 18. Foto kegiatan penelitian... 179

xviii

(20)

DAFTAR BAGAN

Halaman Bagan 1. Penerapan model pembelajaran Inteligensi Ganda... 14

(21)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dunia pendidikan saat ini telah banyak menunjukkan perkembangan pesat dan identik dengan unsur kebhinekaan yang ada yakni “walaupun berbeda pemikiran tetapi tetap pada satu tujuan pendidikan mencerdaskan kehidupan bangsa”. Beragamnya pemikiran dapat dilihat dari keadaan siswa saat ini yang memiliki daya tangkap, daya serap, daya pikir, dan daya kecerdasan yang berbeda antara siswa yang satu dengan yang lainnya. Dengan perbedaan itulah diharapkan dapat menumbuhkan motivasi tersendiri bagi pada pendidik dan peserta didik untuk dapat saling beradaptasi mencapai suatu proses dan hasil belajar yang optimal.

Tidak jarang keberagaman pola pikir banyak ditemukan dalam pembelajaran sains terutama pada mata pelajaran fisika. Fisika merupakan suatu proses untuk menguraikan dan menganalisis peristiwa yang terjadi berdasarkan hukum-hukum fisika terkait sehingga dapat diterangkan secara logis dan rasional. Sebagai mana diketahui dalam pembelajaran fisika kemampuan pemahaman konsep merupakan modal utama dalam pencapaian keberhasilan belajar fisika. Dengan penguasaan konsep itulah persoalan-persoalan fisika seperti permasalahan yang ada dalam kehidupan sehari-hari maupun permasalahan fisika dalam bentuk penyelesaian soal-soal dapat dengan mudah terpecahkan. Hal ini menunjukkan bahwa pelajaran

1

(22)

fisika bukan hanya pelajaran hafalan tetapi lebih menuntut pemahaman konsep bahkan pada aplikasi konsep tersebut.

Umumnya para pendidik untuk mencapai taraf pemahaman konsep siswa cenderung hanya menggunakan satu model pembelajaran saja tanpa memperhatikan adanya keberagaman dalam kecerdasan siswa. Akibatnya mata pelajaran fisika sering ditakuti dan tidak digemari oleh siswa. Kecenderungan untuk tidak menyukai fisika dimungkinkan karena pengalaman awal belajar siswa, yang menemukan bahwa mata pelajaran fisika adalah pelajaran yang berat dan serius yang tidak jauh dari penyelesaian soal-soal yang rumit dengan pendekatan matematis. Mata pelajaran fisika terkadang juga menjadi momok bagi para siswa karena berhubungan erat dengan matematika. Kemampuan matematis siswa yang lemah terkadang menyebabkan siswa mengalami kesulitan dalam memecahkan persoalan. Artinya siswa yang memiliki kecerdasan dalam bidang angka atau logika saja yang dapat menikmati fisika, padahal tidak semua siswa memiliki kemampuan yang cukup dalam bidang matematis.

(23)

3

sendirilah yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman-pengalaman mereka (Lorsbach & Tobin,1992 dalam Suparno,1997:19). Konstruktivis disini merupakan suatu proses untuk menjadi tahu berdasarkan pengalaman sendiri sedangkan inteligensi ganda merupakan salah satu model pembelajaran yang diharapkan dapat membantu siswa mencari tahu pengalaman belajarnya dengan memperhatikan keberagaman kecerdasan yang dimilikinya.

Dari uraian tersebut tampak jelas bahwa pengetahuan tidak datang begitu saja tetapi harus melalui suatu proses belajar berdasarkan suatu pengalaman-pengalaman tersendiri. Sehingga diharapkan siswa dapat menciptakan suatu pemahaman yang menuntut adanya aktifitas kreatif yang produktif dalam sebuah konteks nyata sehingga mampu mendorong mereka untuk berpikir dan terus berpikir ulang. Kreativitas siswa untuk mencari tahu sendiri dan membangun konsep pemahaman secara konstruktivis tidak akan bisa dikembangkan bila pendidik hanya menggunakan satu model pembelajaran saja, tetapi dengan menyediakan beberapa model pembelajaran yang mengarah kepada keanekaragaman pemikiran.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut maka penulis memilih topik “Pembelajaran Fisika Menggunakan Model Inteligensi Ganda yang Konstruktivis dalam Pokok Bahasan Pemantulan dan Pembiasan Cahaya

pada Siswa Kelas X6 SMA Negeri 2 Yogyakarta”.

(24)

B. Perumusan Masalah

Penulis membatasi diri pada tiga masalah utama khususnya pada pokok bahasan pemantulan dan pembiasan cahaya yaitu:

1. Apakah pembelajaran yang dikembangkan dengan model inteligensi ganda yang konstruktivis dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa dalam mempelajari pemantulan dan pembiasan cahaya pada cermin dan lensa? 2. Apakah pembelajaran yang dikembangkan dengan model inteligensi ganda

yang konstruktivis dapat membantu menunjukkan keterlibatan sikap siswa dalam mempelajari pemantulan dan pembiasan cahaya pada cermin dan lensa? 3. Apakah pembelajaran yang dikembangkan dengan model inteligensi ganda

yang konstruktivis dapat meningkatkan kreativitas siswa dalam mempelajari pemantulan dan pembiasan cahaya pada cermin dan lensa?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui apakah pembelajaran yang dikembangkan dengan model inteligensi ganda yang konstruktivis dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa dalam mempelajari pemantulan dan pembiasan cahaya pada cermin dan lensa

(25)

5

keterlibatan sikap siswa dalam mempelajari pemantulan dan pembiasan cahaya pada cermin dan lensa

3. Mengetahui apakah pembelajaran yang dikembangkan dengan model inteligensi ganda yang konstruktivis dapat meningkatkan kreativitas siswa dalam mempelajari pemantulan dan pembiasan cahaya pada cermin dan lensa

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang diharapkan adalah sebagai berikut : 1. Bagi siswa

a. Dapat menambah pengalaman belajar dengan pembelajaran yang bervariasi

b. Dapat membantu meningkatkan kreativitas belajar fisika

c. Dapat meningkatkan gairah belajar agar lebih termotivasi dalam mempelajari suatu materi fisika

2. Bagi guru dan calon guru

a. Dapat meningkatkan variasi dalam pengajaran di kelas

b. Dapat termotivasi agar lebih kreatif dalam proses pengajarannya 3. Bagi peneliti

Dapat digunakan sebagai dasar penelitian lebih lanjut

(26)

BAB II DASAR TEORI

A. Model Pembelajaran

1. Pembelajaran Inteligensi Ganda

Teori Inteligensi Ganda (Multiple Intelligence) ditemukan dan dikembangkan oleh Howard Gardner, seorang ahli psikologi perkembangan dan profesor pendidikan dari Graduate School of Education, Harvard University, Amerika Serikat. Gardner (dalam Nancy Faris) mengemukakan bahwa “Intelligences as the ability to solve problems or to fashion products that are valued in one or more cultural settings”. Definisi tersebut menunjukkan inteligensi sebagai kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu seting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata (1983;1993 dalam Suparno, 2004 : 17).

Menurut Gardner ada 9 inteligensi pada diri setiap orang yaitu inteligensi linguistik, inteligensi matematis logis, inteligensi ruang visual, inteligensi kinestetik badani, inteligensi musikal, inteligensi interpersonal, inteligensi intrapersonal, inteligensi lingkungan dan inteligensi eksistensial. Masing-masing inteligensi diuraikan sebagai berikut:

(27)

7

a. Inteligensi Lingusitik

Menurut Thomas Armstrong (dalam Piping Sugiharti, 2005 : 32) anak dengan kecerdasan linguistik biasanya senang membaca, pandai bercerita, senang menulis, mempunyai perbendaharaan kata yang baik, pandai mengeja, senang membicarakan ide-ide dengan teman-temannya, memiliki kemampuan kuat dalam mengingat nama atau fakta, menikmati permainan kata. Kecerdasan ini menuntut kemampuan anak untuk meyimpan berbagai informasi berarti yang berkaitan dengan proses pemikirannya.

Model belajar dengan cara linguistik menutut Thomas Armstrong (2003 : 77) dengan cara menyediakan banyak buku, rekaman dan kaset kata-kata yang diucapkan serta peluang untuk menulis. Lengkapi anak dengan peralatan untuk membuat kata, tape recorder, mesin tulis, komputer dan pembuat tabel. Membawa mereka ke tempat dimana kata sangat dibutuhkan seperti perpustakaan, toko buku, biro surat kabar dan penerbitan dirasa membantu dalam proses pembelajaran.

b. Inteligensi Matematis-Logis

Menurut Thomas Armstrong (dalam Piping Sugiharti, 2005 : 32) seseorang dengan logical-mathematical Intellegence yang tinggi biasanya memiliki ketertarikan terhadap angka-angka, menikmati ilmu pengetahuan, mudah mengerjakan matematika dalam benaknya, suka memecahkan kasus, senang menghitung, suka membuat perkiraan, menerka jumlah, mudah mengingat

(28)

angka atau skor, menikmati permainan yang memiliki strategi, memperhatikan antara perbuatan dan akibatnya.

Anak-anak yang memiliki kecerdasan seperti ini menurut Thomas Armstrong (2003 : 77) belajar dengan membentuk konsep. Beri mereka permainan catur, teka-teki logika, perangkat ilmu pengetahuan yang disertai hitungan dan permainan komputer yang melibatkan daya penalaran logis.

c. Inteligensi Ruang Visual

Thomas Armstrong (dalam Piping Sugiharti, 2005 : 33) menjelaskan seorang anak yang memiliki kecerdasan ini biasanya suka menggambarkan ide-idenya atau membuat sketsa untuk membantunya menyelesaikan masalah, berpikir dalam bentuk gambar serta mudah melihat berbagai objek dalam benaknya, senang membangun atau mendirikan sesuatu, senang membongkar pasang, senang bekerja dengan bahan-bahan seni, senang menonton film/video, mengingat hal-hal yang pernah dipelajarinya dalam bentuk gambar-gambar, senang memecahkan teka-teki visual/gambar serta ilusi optik dan suka membangun model-model atau segala hal dalam 3 dimensi. Anak dengan kecerdasan ini biasanya kaya dengan khayalan sehingga cenderung kreatif dan imaginatif.

(29)

9

Kunjungilah arsitektur, planetarium, museum tari, dan tempat lain yang menekankan kemampuan ruang visual.

d. Inteligensi Kinestetik Badani

Anak yang memiliki kecerdasan ini suka bergerak dan aktif. Tipe anaknya mudah dan cepat mempelajari keterampilan-keterampilan fisik serta suka bergerak sambil berpikir, suka berakting, senang meniru gerak-gerik atau ekspresi teman-temannya, senang berolahraga atau berprestasi dalam bidang olahraga tertentu, terampil membuat kerajinan atau membangun model-model, senang menggunakan gerakan-gerakan untuk membantunya mengingat berbagai hal, dan mempunyai koordinasi serta kesadaran yang baik terhadap suatu tempo. Anak-anak dengan kecerdasan tubuh biasanya lebih mengandalkan kekuatan otot-ototnya (Thomas Armstrong dalam Piping Sugiharti, 2005 : 33).

Anak yang berbakat seperti ini belajar dengan menyentuh, memanipulasi, dan bergerak. Mereka memerlukan kegiatan belajar yang bersifat kinestetik, dinamik dan viseral. Cara terbaik memotivasi melalui seni peran, improvisasi drama, gerakan kreatif, dan semua kegiatan yang melibatkan kegiatan fisik. Beri mereka akses lapangan bermain, lapangan rintangan, dan ruang olah raga (Thomas Armstrong 2003 : 78).

(30)

e. Inteligensi Musikal

Gardner (dalam Suparno, 2004 : 36) menjelaskan inteligensi musikal sebagai kemampuan untuk mengembangkan, mengekspresikan dan menikmati bentuk-bentuk musik dan suara. Di dalamnya termasuk kepekaan akan ritme, melodi, dan intonasi, kemampuan memainkan alat musik, kemampuan menyanyi, kemampuan menciptakan lagu, kemampuan untuk menikmati lagu, musik dan nyanyian. Orang yang menonjol dalam inteligensi musikalnya sangat peka terhadap suara dan musik.

Thomas Armstrong (2000 : 31) mengungkapkan anak-anak yang mempunyai kecerdasan musik sering bernyanyi, bersenandung, atau bersiul seorang diri. Memainkan sebuah lagu sambil menggerak-gerakkan anggota tubuh mengikuti irama dan ikut bernyanyi. Mereka mempunyai opini yang kuat mengenai musik dan peka terhadap suara-suara nonverbal di lingkungan mereka.

Gunakan metronom, instrumen perkusi, atau software musik sebagai cara membantu mempelajari materi baru. Beri akses CD dan kaset, instrumen musik dan pelajaran musik jika mereka memintanya (Thomas Armstrong 2003 : 78).

f. Inteligensi Interpersonal

(31)

11

seseorang untuk menjalin relasi dan komunikasi dengan orang lain (Gardner dalam Suparno, 2004 : 39).

Cara belajar untuk anak yang seperti ini dengan cara berhubungan dan kerja sama. Mereka perlu belajar interaksi dinamis dengan orang lain. Biarkan mereka terlibat dalam diskusi kelompok, kegiatan kelompok, ekstrakulikuler, kepanitiaan, dan organisasi-organisasi lainnya (Thomas Armstrong 2003 : 79).

g. Inteligensi Intrapersonal

Gardner (dalam Suparno, 2004 : 41) mengungkapkan Inteligensi Intrapersonal sebagai kemampuan yang berkaitan dengan pengetahuan akan diri sendiri dan kemampuan untuk bertindak secara adaptif berdasar pengenalan diri. Termasuk dalam inteligensi ini adalah kemampuan berefleksi dan keseimbangan diri. Mempunyai kesadaran tinggi akan gagasan-gagasannya, dan mempunyai kemampuan untuk mengambil keputusan pribadi. Sadar akan tujuan hidupnya, dapat mengatur perasaan dan emosinya sehingga kelihatan sangat tenang. Orang yang menonjol dalam inteligensi ini biasanya mudah berkonsentrasi dengan baik. Mempunyai kesadaran diri dan dapat mengekspresikan perasaan-perasaan mereka yang berbeda dengan tenang. Pengenalan akan dirinya sendiri sungguh mendalam dan seimbang.

Anak dengan kecenderungan seperti ini efektif belajar ketika diberi kesempatan untuk menetapkan target, memilih kegiatan sendiri, dan menentukan kemajuan mereka melalui proyek yang diminati. Beri kesempatan mereka untuk

(32)

belajar sendiri dengan kecepatan yang mereka tentukan sendiri. Sangat penting bagi mereka mempunyai ruang pribadi dimana mereka bisa mengerjakan hobi dan minat tanpa gangguan dan bisa berintropeksi dengan tenang (Thomas Armstrong 2003 : 80).

h. Inteligensi Lingkungan

Gardner (dalam Suparno, 2004 : 42) menjelaskan inteligensi lingkungan sebagai kemampuan seseorang untuk dapat mengerti flora dan fauna dengan baik. Kemampuan untuk memahami dan menikmati alam, dan menggunakan kemampuan itu secara produktif mengembangkan pengetahuan akan alam.

Seseorang yang memiliki kecerdasan ini senang memperhatikan alam dimanapun berada, mudah beradaptasi dengan tempat dan acara yang berbeda-beda. Sangat memperhatikan lingkungan di sekitarnya (Thomas Armstrong dalam Piping Sugiharti, 2005 : 35).

i. Inteligensi Eksistensial

(33)

13

sekolah, di tengah teman-teman, untuk apa ini semua? Anak yang menonjol dalam hal ini sering kali mengajukan pertanyaan yang jarang dipikirkan orang, termasuk gurunya.

Bruce Campbell (http://www.newhorizons.org/strategies/mi/frontmi.htm , 27 september 2006) dalam artikelnya yang berjudul “Multiplying Intellegence in the Classroom” membuat rangkuman daftar dari pusat-pusat inteligensi sebagai mana telah diatur pada waktu artikel tersebut dibuat yakni

Tabel 1. Pengelompokkan inteligensi menurut Gardner

Gardner’s Identified Intelligence Center Name Kinesthetic Intelligence Building Center Visual-Spatial Intelligence Art Center Mathematical-Logical Intelligence Math Center Musical Intelligence Music Center Linguistic Intelligence Reading Center

Interpersonal Intelligence Working Together Center Intrapersonal Intelligence Personal Work Center Naturalist Intelligence Naturalist center Existential Intelligence Existential Center

Maksud dari daftar tersebut, Gardner mengidentifikasi (mengelompokkan) 9 Inteligensi dengan berpusat pada suatu kegiatan dominan dari setiap inteligensi yang ada. Inteligensi kinestetik dominan pada gerakan tubuh, inteligensi ruang dominan pada ruang seni, inteligensi matematis-logis dominan pada perhitungan matematis, inteligensi musikal dominan pada seni musik, inteligensi linguistik

(34)

dominan pada aktivitas membaca, inteligensi interpersonal dominan pada kegiatan kerja sama, inteligensi intrapersonal dominan pada kerja sendiri, inteligensi naturalis dominan pada aktivitas alam, dan inteligensi eksistensial yang dominan pada keberadaan dirinya.

Secara garis besar model pembelajaran inteligensi ganda digambarkan sebagai bertikut

(35)

15

2. Pembelajaran Konstruktivis

Konstruktivisme merupakan filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri (Von Glasersfeld dalam Bettencourt,1989 dan Matthews,1994, dalam Suparno, 1997 : 18).

Pembelajaran yang menekankan proses pembentukan pengetahuan oleh siswa sendiri dinamakan pembelajaran yang konstruktivis. Dalam konteks belajar seperti ini, aktivitas siswa menjadi syarat mutlak agar siswa mampu, bukan untuk mengumpulkan banyak fakta melainkan dapat menemukan sesuatu (pengetahuan) dan mengalami perkembangan pemikiran (Suparno, Rohandi dkk, 2000 : 44).

Model pembelajaran konstruktivis yang dikembangkan berpijak pada teori konstruktivis. Adapun tahapan-tahapan penerapan model pembelajaran konstruktivis menurut Harlen & Sadia, 1996 dalam Anonim http://www.damandiri.or.id/file/iputuekaikipsing.pdf, 15 November 2006 adalah: 1. Identifikasi awal terhadap prior knowledge dan konsep.

2. Penyusunan program pembelajaran dan strategi pengubahan miskonsepsi. 3. Orientasi dan Elicitasi. Situasi pembelajaran yang kondusif dan mengasyikkan

sangatlah perlu diciptakan pada awal-awal pembelajaran untuk membangkitkan minat mereka terhadap topik yang akan dibahas.

4. Refleksi. Dalam tahap ini, berbagai macam gagasan-gagasan yang bersifat miskonsepsi yang muncul pada tahap orientasi dan elcitasi direfleksikan. 5. Restrukturisasi ide.

(36)

a. Tantangan. Siswa diberi pertanyaan-pertanyaan tentang gejala-gejala yang kemudian dapat diperagakan atau diselidiki dalam percobaan.

b. Konflik kognitif dan diskusi kelas. Mereka didorong untuk menguji keyakinan dengan melakukan berbagai percobaan. Usaha untuk mencari penjelasan dilakukan dengan proses konfrontasi melalui diskusi dengan teman atau guru pada kapasitasnya sebagai fasilitator dan mediator.

c. Membangun ulang kerangka konseptual. Siswa dituntun untuk menemukan sendiri bahwa konsep-konsep yang baru itu memiliki konsestensi internal.

6. Aplikasi. Meyakinkan siswa akan manfaat untuk beralih konsepsi dari miskonsepsi menuju konsepsi ilmiah.

7. Review. Review dilakukan untuk meninjau keberhasilan strategi pembelajaran yang telah berlangsung dalam upaya mereduksi miskonsepsi yang muncul pada awal pembelajaran.

Pendekatan pembelajaran secara konstruktivisme juga dapat dikelompokkan menjadi:

a.Penglibatan : Simulasi perasaan ingin tahu pelajar melalui pemberian suatu tugasan, topik atau konsep, memupuk minat dan membangkitkan persoalan. b.Penjelajahan : Adalah bertujuan untuk memuaskan perasaan ingin tahu c.Penerangan: Pendekatan yang melibatkan definisi konsep dan penyataan. d.Penguraian: Memperdalamkan lagi konsep ke dalam sudut kandungan yang

(37)

17

atau topik dalam sudut kandungan yang lain dan membuat perkiraan dengan konsep/ topik ke dalam situasi dunianya.

e.Penilaian: Menilai pemahaman pelajar melalui demontrasi pemahaman dan kemahiran atau konsep pengetahuan. (Pusat Perkembangan Kurikulum, 1997 : 45)

Yang terpenting dalam teori konsruktivisme adalah bahwa dalam proses belajar siswalah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukannya guru ataupun orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa (Suparno, 2000 : 81).

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan pembelajaran konstruktivis, yaitu (1) mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam konteks yang relevan, (2) mengutamakan proses, (3) menanamkan pembelajaran dalam konteks pengalaman sosial, (4) pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman (Honebein, 1996 : 5 dalam Anonim http://www.damandiri.or.id/file/iputuekaikipsing.pdf, 15 November 2006).

3. Pembelajaran Model Inteligensi Ganda yang Konstruktivis

Dengan berlatarkan pada konstruktivisme (pengajaran dan pembelajaran yang berpusat pada siswa) mengharuskan guru untuk merubah cara pandang dan

(38)

paradigma berpikir untuk pencapaian siswa aktif dan kreatif dalam proses mengkonstruksi pengetahuan. Perubahan paradigma tersebut dapat berupa pola pembelajaran yang bervariasi.

Salah satu pola pembelajaran yang bervariasi dengan menggunakan model Inteligensi ganda. Penekanan di sini bukan hanya pada variasi inteligensi gandanya, melainkan sampai sejauh mana pembelajaran inteligensi ganda tersusun secara konstruktivis untuk membantu proses pemahaman konsep siswa.

Model inteligensi ganda digunakan untuk membantu siswa dalam proses belajar. Diharapkan dengan menggunakan model ini, siswa merasa senang dan tidak jenuh selama proses belajar. Dengan perasaan senang itulah diharapkan pula siswa lebih banyak mencari pengetahuan bersama dengan teman-temannya ataupun sendiri, yang kemudian bersama-sama membentuk pengetahuan tersebut menjadi pengetahuan baru di dalam dirinya. Kemampuan untuk mencari pengetahuan baru itu merupakan pembelajaran yang konstruktivis, yang pada akhirnya akan terlihat melalui hasil belajar siswa.

Dengan model pembelajaran ini diharapkan pula dapat meningkatkan kreativitas siswa. Selama proses pembelajaran siswa diberi kebebasan untuk mencari dan membentuk pengetahuan baru sesuai dengan inteligensi masing-masing yang ada dalam diri siswa, sehingga siswa bebas berekspresi dalam kegiatan belajar.

(39)

19

pembentukan pengetahuan, pandangan yang beragam, pembelajaran yang relevan, pengalaman sosial, penggunaan media pengajaran, dan refleksi akan pengajaran.

Tabel 2. Pembelajaran konstruktivis

Constructivist Learning

Knowledge construction: Provide experience with knowledge construction process

Multiple perspectives: Provide experience in and appreciation for multiple perspectives

Authentic: Embed learning in realistic and relevant context Voice: Encourage ownership and voice in learning process Social: Embed learning in social experience

Multimedia: Encourage use of multiple modes of representation

Reflection: Encourage self-awareness of knowledge construction process

B. Pemahaman Konsep

Konsep merupakan abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi antara manusia dan yang memungkinkan manusia berpikir (bahasa dan alat berpikir) (Ed Van Den Berg Dkk, 1991 : 16).

Setiap konsep tidak berdiri sendiri, melainkan berhubungan dengan konsep lain maka setiap konsep dapat dihubungkan dengan banyak konsep lain dan hanya mempunyai arti dalam hubungan dengan konsep-konsep lain. Semua konsep bersama membentuk jaringan pengetahuan makin lengkap, terpadu, dan kuat hubungan antara konsep-konsep dalam kepala seseorang makin pandai orang itu. Keahlian seseorang dalam suatu bidang studi tergantung lengkapnya jaringan

(40)

konsep yang dimilikinya. Makin dalam memasuki bidang studi makin kompleks dan terpadu (integrated) jaringan konsep (Ed Van Den Berg Dkk, 1991:17).

Kartika Budi (1992 : 113) menyebutkan beberapa indikator yang menunjukkan pemahaman konsep siswa, yaitu (1) dapat menyatakan definisi konsep dengan kalimat sendiri, (2) dapat menjelaskan makna konsep pada orang lain, (3) dapat menganalisis hubungan konsep dalam suatu hukum, (4) dapat menerapkan konsep untuk (a) menganalisis dan menjelaskan gejala-gejala alam khusus, (b) untuk memecahkan masalah fisika baik secara teoritis maupun praktis, (c) memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada suatu sistem pada kondisi tertentu (5) dapat mempelajari konsep lain yang berkaitan lebih cepat, (6) dapat membedakan konsep satu dengan konsep lain yang berkaitan, (7) dapat membedakan konsepsi yang benar dan yang salah.

C. Sikap

(41)

21

Walgito (2001 : 114-115) mengemukakan tentang sikap dan ciri-ciri sikap sebagai berikut: Sikap adalah faktor yang ada dalam diri manusia yang dapat mendorong atau menimbulkan perilaku tertentu. Adapun ciri-ciri sikap tidak dibawa sejak lahir, selalu berhubungan dengan objek sikap, dapat tertuju pada satu objek saja maupun tertuju pada sekumpulan objek-objek, dapat berlangsung lama atau sebentar, dan mengandung faktor perasaan dan motivasi.

Berkaitan dengan komponen sikap, walgito (2001 : 111) mengemukakan bahwa sikap mengandung komponen kognitif (pengetahuan), komponen afektif (emosional) dan komponen konatif (perilaku). Perilaku yang nampak terhadap suatu objek tertentu setidaknya bisa diramalkan melalui sikap yang diungkapkan oleh seseorang. Dalam arti bahwa sikap seseorang bisa menentukan tindakan dan perilakunya. Sikap kadang-kadang bisa diungkapkan secara terbuka melalui berbagai wacana atau percakapan, namun sering sikap ditunjukkan secara tidak langsung. Sikap bisa saja muncul sebelum perilaku namun bisa juga merupakan akibat dari perilaku sebelumnya.

Ada banyak definisi sikap yang ditemukan oleh banyak ahli, dari banyak definisi tersebut pada umumnya sikap mempunyai persamaan unsur yaitu bersedia berespon terhadap suatu situasi.

D. Kreativitas

Kreativitas merupakan cara bagaimana kita mengamati dan bereaksi terhadap sesuatu. Kreativitas diwujudkan dalam perilaku, pemikiran yang

(42)

inovatif, penuh ide, pemecah masalah, ketelitian dan keingintahuan. Setiap orang memiliki potensi kreatif yang berbeda-beda. Tidak ada orang yang sama sekali tidak memiliki kreativitas dan yang diperlukan adalah bagaimana mengembangkan potensi kreatif tersebut.

Supriadi (2001 : 7) menyimpulkan bahwa pada intinya kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa sebuah gagasan maupun karya nyata, yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya.

Ciri-ciri kreativitas dapat ditinjau dari dua aspek yaitu aspek kognitif dan aspek afektif. Pada aspek kognitif, ciri-ciri kreativitas yang berhubungan dengan kemampuan berpikir kreatif yaitu: (1) keterampilan berpikir lancar (fluency), (2) keterampilan berpikir luwes atau fleksibel (flexibility), (3) keterampilan berpikir orisinil (originality), (4) keterampilan memperinci (elaboration), dan (5) keterampilan menilai (evaluation).

(43)

23

Torrance dalam Supriadi (Adhipura, 2001: 47) mengemukakan tentang lima bentuk interaksi guru dan siswa di kelas yang dianggap mampu mengembangkan kecakapan kreatif siswa, yaitu: (1) menghormati pertanyaan yang tidak biasa; (2) menghormati gagasan yang tidak biasa serta imajinatif dari siswa; (3) memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar atas prakarsa sendiri; (4) memberi penghargaan kepada siswa; dan (5) meluangkan waktu bagi siswa untuk belajar dan bersibuk diri tanpa suasana penilaian.

Beberapa faktor pendorong yang dapat meningkatkan kreativitas, yaitu: (1) waktu, (2) kesempatan menyendiri, (3) dorongan, (4) sarana, (5) lingkungan yang merangsang, (6) hubungan anak-orangtua yang tidak posesif, (7) cara mendidik anak, (8) kesempatan untuk memperoleh pengetahuan.

Torrance (Adhipura, 2001 : 46) mengemukakan cara yang dapat mematikan kreativitas yaitu (1) usaha yang terlalu dini untuk mengeliminasi fantasi, (2) pembatasan terhadap rasa ingin tahu anak, (3) terlalu menekankan peran berdasarkan perbedaan seksual, (4) terlalu banyak melarang, (5) perasaan takut dan malu, (6) penekanan yang salah terhadap keterampilan verbal tertentu dan (7) memberikan kritik yang bersifat destruktif.

Oleh karena itu dapat ditarik kesimpulan bahwa kreativitas merupakan untuk menciptakan sesuatu yang baru, bisa berupa suatu ide ataupun metode untuk dapat memecahkan suatu permasalahan, serta bisa pula berupa penciptaan suatu benda (melalui tindakan yang kreatif).

(44)

E. Konsep Pemantulan dan Pembiasan Cahaya 1. Pemantulan Cahaya

a. Hukum pemantulan cahaya

1. Sinar datang, garis normal dan sinar pantul berada pada satu titik dan terletak pada satu bidang datar

2. Besarnya sudut datang sama dengan sudut pantul

1

θ

2

θ

Gambar 1. Pemantulan Cahaya

Keterangan gambar: (1) : berkas sinar datang (2) : berkas sinar pantul N : garis normal

θ1 : besar sudut yang mengapit (1) dan N (besar sudut datang)

θ2 : besar sudut yang mengapit N dan (2) (besar sudut pantul)

b. Pemantulan cermin datar

(45)

25

melukis minimal dua sinar yang datang dari benda menuju ke cermin dan melukis sinar pantulnya sesuai dengan hukum pemantulan yaitu sudut datang = sudut pantul; (2) perpanjang sinar pantul pertama dan kedua hingga berpotongan di belakang cermin. Titik perpotongan tersebut menunjukkan letak pembentukan bayangan yang dihasilkan. Pembentukan bayangan dilihat pada gambar di bawah:

Gambar 2. Pembentukan Bayangan pada Cermin Datar

Dari pembentukan bayangan di atas dapat diketahui sifat bayangan dari cermin datar adalah (1) bayangan maya atau tidak dapat ditangkap oleh layar, (2) bayangan tegak seperti benda aslinya, (3) simetris artinya bentuk dan tinggi bayangan sama dengan benda, (4) berkebalikan sisi artinya sisi kanan benda terlihat menjadi sisi kiri benda, (5) jarak benda ke cermin sama dengan jarak bayangan ke cermin.

c. Pemantulan cermin cekung

Cermin cekung bersifat mengumpulkan berkas sinar (konvergen). Berkas sinar yang datang sejajar sumbu utama akan dipantulkan dan mengumpul pada satu titik yang disebut sebagai titik fokus (F).

(46)

Gambar 3. Pemantulan pada Cermin Cekung

Keterangan gambar:

Gambar a : berkas sinar datang sejajar sumbu utama dipantulkan mengumpul di F Gambar b : berkas sinar datang melalui titik F dipantulkan sejajar sumbu utama Pemantulan sinar-sinar istimewa pada cermin cekung yaitu (1) sinar

datang yang sejajar sumbu utama dipantulkan melalui titik fokus; (2) sinar datang yang melalui titik fokus dipantulkan sejajar dengan sumbu utama; (3) sinar datang yang melalui titik pusat kelengkungan cermin dipantulkan melalui titik tersebut. Pemantulan sinar-sinar istimewa pada cermin cekung digambarkan sebagai berikut:

(47)

27

Keterangan gambar:

Titik O : titik tengah cermin Titik F : titik fokus cermin

Tititk M : titik pusat kelengkungan cermin

Gambar (1) : menunjukkan sinar istimewa (1) cermin cekung Gambar (2) : menunjukkan sinar istimewa (2) cermin cekung Gambar (3) : menunjukkan sinar istimewa (3) cermin cekung

Cermin cekung memiliki 4 ruang. Ruang I benda terletak antara titik O dan titik F, ruang II benda terletak antara titik F dan M, ruang III benda terletak dibelakang M (daerah sebelah kiri M) dan ruang IV benda terletak di belakang cermin. Setiap ruang pada cermin cekung menunjukkan sifat bayangan yang berbeda. Berikut beberapa contoh gambar pembentukan bayangan pada cermin cekung:

Gambar 5. Pembentukan Bayangan pada Cermin Cekung

1. Gambar (1) menunjukkan bila benda diletakkan di belakang titik M maka bayangan yang dihasilkan nyata, terbalik dan diperkecil

(48)

2. Gambar (2) menunjukkan bila benda diletakkan antara titik F dan M maka bayangan yang dihasilkan nyata, terbalik dan diperbesar

3. Gambar (3) menunjukkan bila benda terletak antara titik O dan F maka bayangan yang dihasilkan maya, tegak dan diperbesar

4. Sifat yang lain, bila benda diletakkan tepat di titik M maka bayangan yang dihasilkan nyata, terbalik dan ukurannya sama besar dengan bendanya 5. Bila benda diletakkan tepat di titik F maka bayangan yang dihasilkan adalah

tak terhingga sebab sinar-sinar pantulnya tidak berpotongan

Persamaan yang digunakan untuk menghitung jarak benda dan bayangan cermin cekung sebagai berikut:

f

benda ke cermin, s’ menunjukkan jarak bayangan ke cermin, f adalah fokus cermin dan R adalah jari-jari kelengkungan cermin. Perbesaran bayangannya

dirumuskan sebagai

= dengan h = tinggi benda dan h’ menunjukkan

tinggi bayangan yang dihasilkan.

d. Pemantulan cermin cembung

(49)

29

Gambar 6. Pemantulan pada Cermin Cembung

Keterangan gambar:

Gambar (a): sinar datang sejajar sumbu utama dipantulkan seolah-olah dari titik F Gambar (b) : sinar datang menuju titik F dipantulkan sejajar sumbu utama

Pantulan sinar istimewa cermin cembung sebagai berikut: (1) sinar datang yang sejajar sumbu utama dipantulkan seolah-olah berasal dari titik fokus; (2) sinar datang yang menuju titik fokus dipantulkan sejajar sumbu utama; (3) sinar datang menuju ke titik pusat kelengkungan M dipantulkan kembali seakan-akan datang dari titik pusat lengkung tersebut. Berikut gambar pantulan sinar istimewanya:

Gambar 7. Sinar Istimewa pada Cermin Cembung

(50)

Untuk melukis pembentukan bayangan pada cermin cembung, diperlukan langkah-langkah sebagai berikut: (1) melukis minimal menggunakan dua sinar istimewa yang ada; (2) sinar selalu datang dari depan cermin dan dipantulkan kembali ke depan, perpanjangan sinar-sinar di belakang cermin dilukis dengan garis putus-putus; (3) perpotongan kedua sinar pantul menunjukkan letak bayangan yang dihasilkan. Perpotongan yang diperoleh dari perpanjangan sinar pantul menunjukkan bahwa bayangan yang dihasilkan adalah maya atau semu, seperti yang ditunjukkan di bawah ini:

Gambar 8. Pembentukan Bayangan pada Cermin Cembung

Gambar di atas menunjukkan bahwa bila benda diletakkan di depan cermin cembung, maka bayangan yang dihasilkan selalu maya, tegak dan diperkecil dari ukuran benda aslinya.

Persamaan yang digunakan pada cermin cekung berlaku juga pada cermin cembung yaitu untuk mencari fokus f R

2 1

= dan

' 1 1 1

s s

(51)

31

mencari perbesaran bayangannya

h

= . Pada cermin cembung titik fokus

(F) dan titik pusat kelengkungan cermin (M) terletak di belakang cermin, oleh sebab itu dalam menggunakan persamaan di atas jarak fokus (f) dan jari-jari lengkung cermin (R) bertanda negatif. Untuk benda nyata di depan cermin maka jarak benda ke cermin (s) bertanda positif, jarak bayangan (s’) yang diperoleh dari perhitungan haruslah bertanda negatif yang berarti pula bayangan yang dihasilkan terletak di belakang cermin cembung atau bersifat maya.

2. Pembiasan Cahaya

a. Hukum pembiasan cahaya

Pembiasan terjadi ketika cahaya melewati dua medium yang berbeda kerapatannya. Hukum snelilius mengemukakan:

1. Sinar datang, sinar bias dan garis normal berpotongan pada satu titik dan terletak pada satu bidang datar.

2. Sinar datang dari medium yang kurang rapat ke medium yang lebih rapat dibiaskan mendekati garis normal.

3. Sinar datang dari medium yang lebih rapat ke medium yang kurang rapat dibiaskan menjauhi garis normal.

4. Sinar datang secara tegak lurus terhadap bidang batas dua medium tidak dibiaskan melainkan diteruskan.

(52)

1

Gambar 9. Pembiasan Cahaya

Keterangan gambar:

Gambar a : sinar datang dari medium kurang rapat (udara) ke medium lebih rapat (air) dibiaskan mendekati garis normal.

Gambar b : sinar datang dari medium lebih rapat (air) ke medium kurang rapat (udara) dibiaskan menjauhi garis normal.

b. Indeks Bias Relatif

Indeks bias relatif adalah konstanta indeks bias jika cahaya datang dari medium satu ke medium yang lain. Secara matematis dapat dituliskan dituliskan

(53)

33

c. Pembiasan lensa cembung (lensa konvergen)

Lensa cembung memiliki bagian tengah lebih tebal dari pada bagian tepinya. Sinar-sinar bias pada lensa ini bersifat mengumpul seperti gambar di bawah ini:

Gambar 10. Pembiasan pada Lensa Cembung

Tiga sinar istimewanya: (1) Sinar datang sejajar sumbu utama lensa dibiaskan melalui titik fokus aktif (F1). (2) Sinar datang melalui titik fokus pasif (F2) dibiaskan sejajar sumbu utama. (3) Sinar datang melalui titik pusat optik diteruskan tanpa pembiasan. Sinar-sinar istimewanya di gambarkan di bawah ini:

Gambar 11. Sinar Istimewa pada Lensa Cembung

(54)

d. Pembiasan lensa cekung

Lensa cekung memiliki bagian tengah lebih tipis dari pada bagian tepinya. Sinar-sinar bias pada lensa ini bersifat memencar seperti gambar di bawah ini:

Gambar 12. Pembiasan Lensa Cekung

Tiga sinar istimewa pada lensa cekung: (1) Sinar datang sejajar sumbu utama lensa dibiaskan seakan-akan berasal dari titik fokus aktif (F1). (2) Sinar datang seakan-akan menuju ke titik fokus pasif (F2) dibiaskan sejajar sumbu utama. (3) Sinar datang melalui titik pusat optik diteruskan tanpa mengalami pembiasan.

(55)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dan kualitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian dengan menggunakan perhitungan statistik. Penelitian kualitatif yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memperoleh pemahaman terhadap suatu peristiwa secara mendalam tanpa menggunakan analisa statistik.

B. Populasi dan Sample Penelitian

Populasi dari penelitian ini adalah SMA Negeri 2 Yogyakarta. Sampel penelitian ini adalah siswa-siswa kelas X6 SMA Negeri 2 Yogyakarta, yang berjumlah 34 siswa.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2007 di SMA Negeri 2 Yogyakarta.

35

(56)

D. Treatment Penelitian

Treatment dari penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan perlakuan-perlakuan kepada siswa yang akan diteliti, agar nantinya dapat memperoleh data yang diharapkan. Treatment yang digunakan adalah pembelajaran dengan menerapkan model inteligensi ganda yang konstruktivis pada pokok bahasan pemantulan dan pembiasan cahaya. Adapun beberapa treatment yang akan dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung sebagai berikut:

1. Praktikum

Praktikum dilaksanakan menggunakan modul kegiatan siswa yang berdasarkan pada inteligensi ganda yang konstruktivis. Praktikum ini terbagi menjadi dua tahap yaitu praktikum untuk melihat peristiwa pemantulan cahaya menggunakan alat optik cermin dan tahap berikutnya melihat peristiwa pembiasan cahaya menggunakan alat optik lensa. Modul kegiatan praktikum siswa selengkapnya dapat dilihat di lampiran 4.

2. Presentasi dan Diskusi

(57)

37

kelompok lain yang tidak sedang presentasi. Adapun lembar pengamatan pada tahap ini dapat dilihat di lampiran 8.

3. Simulasi Komputer

Simulasi komputer ini bersifat pembelajaran yang didalamnya terdapat unsur-unsur inteligensi ganda yang dikemas secara konstruktivis. Simulasi dikemas menjadi dua tahap, tahap pertama simulasi komputer dipandu dan dilakukan sendiri oleh peneliti. Pada tahap ini selain memberikan penjelasan mengenai topik pemantulan dan pembiasan cahaya pada cermin dan lensa juga merangkum hasil presentasi dan praktikum yang telah dilakukan oleh para siswa sebelumnya. Tahap kedua, siswa mengakses sendiri materi simulasi yang telah disiapkan oleh peneliti. Adapun contoh simulasi peneliti terlampir pada lampiran 11.

E. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua macam instrumen yang digunakan yaitu instrumen untuk kegiatan pembelajaran dan instrumen untuk pengumpulan data. Instrumen yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran meliputi Modul kegiatan siswa dan simulasi komputer. Sedangkan instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian berupa tes hasil belajar pre test dan post test, lembar pengamatan kegiatan untuk melihat keterlibatan siswa selama praktikum,

(58)

presentasi-diskusi dan kuesioner untuk melihat sikap siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Masing-masing istrumen dijelaskan sebagai berikut: 1. Modul Kegiatan Siswa

Modul kegiatan ini digunakan sebagai panduan bagi siswa dalam pelaksaan praktikum menggunakan model inteligensi ganda yang konstruktivis. (Lampiran 4)

2. Simulasi komputer

Simulasi komputer digunakan sebagai media untuk membantu pembelajaran menggunakan model inteligensi ganda yang konstruktivis. Simulasi komputer dibuat oleh peneliti yang berisi konsep-konsep pemantulan dan pembiasan cahaya. Simulasi ini dibuat dalam bentuk presentasi power point.

3. Soal Pre test dan Post test

(59)

39

4. Kuesioner

Kuesioner disini merupakan kumpulan dari sejumlah pertanyaan tertulis yang bertujuan untuk memperoleh informasi yang diperlukan dari siswa. Isi kuesioner ini untuk melihat sikap siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Sikap yang ditunjukkan dikelompokkan menjadi: sikap sangat positif, positif, negatif dan sangat negatif terhadap proses pembelajaran fisika yang berlangsung. Setiap sikap yang dihasilkan menunjukkan sampai sejauh mana ketertarikan siswa dalam pembelajaran fisika menggunakan model inteligensi ganda yang konstruktivis pada pokok bahasan pemantulan dan pembiasan cahaya.

5. Lembar pengamatan kegiatan siswa

Lembar pengamatan kegiatan ini terdiri dari pengamatan kegiatan siswa selama proses praktikum, presentasi dan diskusi berlangsung. Pengamatan difokuskan pada keterlibatan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Keterlibatan siswa yang diamati meliputi: keaktifan yang ditunjukkan siswa selama proses pembelajaran berlangsung, kreativitasan yang ditunjukkan siswa selama proses pembelajaran berlangsung, inteligensi yang menonjol pada saat melakukan kegiatan pembelajaran dan proses konstruksi yang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung.

(60)

F. Metode Analisis Data

Data hasil penelitian akan dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Peningkatan pemahaman konsep siswa (untuk hasil test)

(61)

41

TCritical di peroleh dari tabel dengan level signifikan α = 0.05.

Jika |Treal| > |Tcritical| maka signifikan, berarti terjadi peningkatan pemahaman konsep siswa. Jika |Treal|< |Tcritical| maka tidak signifikan, berarti tidak terjadi peningkatan pemahaman konsep siswa.

2. Kuesioner

Kuesioner diberikan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan tertulis yang terdiri dari 20 pertanyaan. Setiap pertanyaan, didalamnya terdapat empat pilihan pernyataan yang mengungkapkan sikap sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Penskoran diberikan untuk ke empat pilihan pernyataan tersebut. Adapun penskoran dilakukan sebagai berikut:

(62)

a. SS (Sangat Setuju) diberi skor 3 b. S (Setuju) diberi skor 2

c. TS (Tidak Setuju) diberi skor 1

d. STS (Sangat Tidak Setuju) diberi skor 0

Dari total skor dan presentase yang diperoleh oleh masing-masing siswa dalam pengisian kuesioner, selanjutnya peneliti mengklasifikasikan sikap siswa terhadap pembelajaran menjadi empat kriteria sebagai berikut: sikap sangat positif, positif, negatif dan sangat negatif. Pengklasifikasian kriteria sikap tersebut di dasarkan pada perhitungan interval sebagai berikut:

Klasifikasi Interval Sangat Positif 48-60

Positif 35-47 Negatif 22-34 Sangat Negatif < 22

Catatan perhitungan interval :

Total Skor Pernyataan Jumlah Soal Skor

Jumlah Soal x Skor

Sangat Setuju 20 3 60

Setuju 20 2 40

Tidak Setuju 20 1 20

(63)

43

Dengan mengambil total skor 30 diantara pernyataan Setuju dan Tidak Setuju, maka interval dibuat dengan pengandaian perhitungan sebagai berikut:

Pengandaian nilai terkecil

Pernyataan Pilihan Jumlah Pernyataan

Skor yang diperoleh (*)

S 5 10

TS 15 15

Total skor dari ke dua pernyataan 25

(*) Skor yang diperoleh = Pilihan jumlah pernyataan dikali dengan skor masing-masing pernyataan (S skor 2 dan TS skor 1).

Pengandaian nilai terkecil ini sebagai ketentuan dari pernyataan Tidak Setuju untuk kriteria sikap Negatif.

Pengandaian nilai terbesar

Pernyataan Pilihan Jumlah Pernyataan

Skor yang diperoleh

S 15 30

TS 5 5

Total skor dari kedua pernyataan 35

Pengandaian nilai terbesar ini sebagai ketentuan dari pernyataan Setuju untuk sikap Positif.

Jadi secara keseluruhan:

Pernyataan S 40

TS 20 30

34

35 Sikap Positif

Sikap Negatif

Dengan batas 34 sebagai sikap negatif dan 35 sebagai sikap positif maka interval untuk masing-masing kriteria sikap adalah 13 sehingga diperoleh:

(64)

Sikap Positif 35 – 47 Sikap Negatif 22 – 34

Demikian pula saat menentukan sikap Sangat Positif dan Sangat Negatif, dengan masing-masing interval 13.

Presentase ketertarikan sikap dari keseluruhan siswa selama mengikuti proses pembelajaran menggunakan model inteligensi ganda yang konstruktivis dihitung dengan cara membagi jumlah skor yang dicapai dengan skor total kemudian dikalikan dengan 100 %.

100% total

skor Jumlah

dicapai yang

skor Jumlah

×

3. Lembar pengamatan kegiatan siswa

(65)

45

Tabel 3. Contoh lembar pengamatan kegiatan siswa pada saat praktikum

Kelompok

Lembar pengamatan untuk presentasi dan diskusi selengkapnya dapat dilihat di lampiran.

G. Keterbatasan Peneliti

Keterbatasan penelitian ini tidak lain adalah penelitian ini tidak menggunakan kelas pembanding dengan sampel yang berbeda.

Peneliti tidak meneliti apakah ada perbedaan antara kelas yang diberi perlakukan dengan pembelajaran menggunakan metode Inteligensi ganda yang konstruktivis dengan kelas yang tidak diberi perlakukan dengan menggunakan metode tersebut. Adanya keterbatasan penelitian ini dikarenakan waktu penelitian sangat singkat.

(66)

BAB IV

DATA DAN ANALISIS DATA

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Yogyakarta, Bener Tegalrejo Yogyakarta pada tanggal 2 Maret 2007 sampai dengan tanggal 4 Mei 2007. Sampel dari penelitian ini adalah siswa kelas X6 yang berjumlah 34 siswa.

Penelitian ini bersifat langsung artinya peneliti memberikan treatment yang berupa perlakuan-perlakuan dalam hal pengajaran langsung kepada siswa-siswa yang terkait. Pembelajaran yang bervariasi diambil sebagai contoh dalam penelitian ini yakni menerapkan pembelajaran menggunakan model inteligensi ganda yang konstruktivis pada pokok bahasan pemantulan dan pembiasan cahaya. Pembelajaran yang dimaksud bervariasi disini berupa pembelajaran menggunakan metode praktikum, presentasi-diskusi, dan simulasi komputer. Masing-masing pembelajaran dilaksanakan pada saat jam pelajaran berlangsung yaitu pada setiap hari rabu dan jumat.

Sebelum pelaksanaan penelitian, peneliti melakukan observasi pembelajaran pada subjek kelas yang akan diteliti. Observasi dilaksanakan sebanyak 4 kali pertemuan (2 minggu) pada saat pembelajaran fisika berlangsung. Pada saat observasi, guru menggunakan metode ceramah untuk menjelaskan materi kepada siswa dan guru lebih menekankan pada inteligensi matematis logis

(67)

47

dengan pengerjaan soal-soal latihan. Secara keseluruhan siswa tampak kurang bersemangat dalam mengikuti pelajaran dikarenakan siswa hanya duduk, mendengarkan penjelasan materi oleh guru, mencatat materi yang dituliskan guru di papan tulis dan pengerjaan soal-soal latihan. Suasana kelas dalam keadaan tenang dan sepi hanya terdengar suara guru pada saat menjelaskan.

Penelitian 2 Maret 2007 diawali dengan pemberian tanda pengenal siswa (callcard) berupa nama panggilan dari siswa sendiri, yang bertujuan untuk memudahkan peneliti untuk mengamati proses perkembangan dari setiap siswa secara menyeluruh. Tahap selanjutnya adalah pengerjaan soal pre test, setelah 45 menit berakhir peneliti membagi siswa ke dalam 9 kelompok kecil untuk persiapan pertemuan presentasi dan diskusi selanjutnya. Adapun tujuan dari pembagian kelompok ini diharapkan agar siswa dapat saling belajar bersama dengan cara berdiskusi, berinteraksi dan saling membantu satu sama lain.

Pada 7 Maret 2007 pembelajaran yang hanya 45 menit diawali dengan pengenalan alat praktikum dan penjelasan modul praktikum. Pengenalan alat dan penjelasan modul praktikum ini dimaksudkan agar siswa mendapatkan gambaran mengenai alat praktikum itu sendiri, cara kerja alat dan langkah-langkah kegiatan selama praktikum.

Pembelajaran menggunakan metode praktikum dilaksanakan di laboratorium Fisika selama 90 menit. Selama praktikum siswa mencoba-coba alat sendiri sesuai dengan modul kegiatan siswa yang diberikan dan saling berinteraksi satu dengan yang lainnya. Setelah praktikum siswa diberi tugas untuk

(68)

smenjawab soal latihan yang ada di dalam modul kegiatan siswa, jawaban dari soal tersebut beserta data dan analisis data kemudian di bahas dan didiskusikan bersama ke dalam kelompok besar.

Pembelajaran selanjutnya adalah presentasi dan diskusi bersama. Presentasi terbagi menjadi 9 kelompok, masing-masing kelompok mempresentasikan materi yang terpilih dengan kreativitas dari masing-masing kelompok. Beberapa kelompok mempresentasikan materi pemantulan dan pembiasan cahaya dengan menggunakan media powerpoint, poster, puisi, drama dan pembuatan alat peraga sederhana. Presentasi dan diskusi ini dimaksudkan agar dapat menumbuhkan kreativitas siswa dalam hal berpikir dan menindak lanjuti konsep materi yang telah diperoleh (ringkasan dari presentasi siswa dapat dilihat di lampiran).

(69)

49

Setelah siswa selesai melakukan proses pembelajaran menggunakan model inteligensi ganda yang konstruktivis, siswa mengerjakan soal post test. Tahap paling akhir dari penelitian ini siswa diberi kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang digunakan untuk mendapatkan informasi yang terkait pada diri siswa.

Secara keseluruhan dapat dilihat siswa mengikuti proses pembelajaran dengan penuh antusias. Hal ini dapat dilihat pada saat peneliti kekurangan waktu untuk mengajar, para siswa menyetujui untuk diadakan tambahan jam pelajaran sore hari. Hal ini tentu saja sangat membantu bagi peneliti untuk bisa tetap menyelesaikan materi sesuai jadwal yang diberikan oleh pihak sekolah.

Ada beberapa kendala yang dialami selama penelitian (proses belajar mengajar) berlangsung antara lain dari segi teknis tanggal 20 sampai tanggal 27 Maret 2007 para siswa menempuh Ujian Sisipan Sekolah. Tanggal 6 April 2007 libur wafat Isa Almasih, tanggal 16 sampai tanggal 18 April 2007 para siswa kelas X dan XI libur Ujian Nasional kelas XII. Kendala juga dirasakan dari segi fasilitas ruangan yang digunakan, mengingat ruang utama kelas X-6 sedang direnovasi maka para siswa melakukan aktifitas pembelajaran di laboratorium IPS yang letaknya di sebelah kantor TU yang berada diluar halaman gedung utama sekolah sehingga jarak kelas sementara dengan kantin cukup jauh mengakibatkan pembelajaran setelah jam istirahat selalu tertunda kurang lebih sepuluh menit, begitu juga jarak kelas sementara dengan laboratorium-laboratorium terkait yang digunakan (Fisika, komputer, multimedia).

(70)

B. Data dan Analisis Data

1. Ada tidaknya peningkatan pemahaman konsep siswa dalam pembelajaran fisika menggunakan model inteligensi ganda yang konstruktivis pada pokok bahasan pemantulan dan pembiasan cahaya

Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan pemahaman konsep siswa, peneliti menggunakan data satu kelompok yang ditest dua kali yaitu pre test dan post test. Dari keseluruhan jumlah siswa (34 siswa) data yang diambil hanya 33 siswa, hal ini dikarenakan pada saat awal penelitian satu siswa absen saat pre test. Data yang diperoleh secara lengkap ada pada lampiran 13, sedangkan rangkuman data ditunjukkan pada tabel berikut dan kemudian dianalisis menggunakan T-test.

Tabel 4. Hasil Perhitungan Pre test dan Post test

(71)

51

(72)
(73)

53

Karena |Treal| lebih besar dari pada |Tcritical| maka dapat dikatakan perbedaan pre test dan post test signifikan, hal ini berarti siswa mengalami peningkatan pemahaman konsep selama proses pembelajaran fisika berlangsung dengan menggunakan model inteligensi ganda yang konstruktivis pada pokok bahasan pemantulan dan pembiasan cahaya.

2. Ada tidaknya ketertarikan sikap siswa dalam pembelajaran fisika menggunakan model inteligensi ganda yang konstruktivis pada pokok bahasan pemantulan dan pembiasan cahaya

Selama proses pembelajaran berlangsung peneliti mengamati sikap siswa dengan menggunakan lembar kuesioner (lampiran hal...). Data hasil kuesioner sikap siswa ditunjukkan secara lengkap pada lampiran.

Peneliti kemudian menganalisis apakah pembelajaran fisika pada pokok bahasan pemantulan dan pembiasan cahaya menggunakan model inteligensi

(74)

ganda yang konstruktivis dapat menumbuhkan ketertarikan sikap siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

Berikut tabel klasifikasi sikap siswa selama pembelajaran berlangsung Tabel 5. Klasifikasi Sikap Siswa Selama Proses Pembelajaran

No Urut

Kode

Siswa Total Skor

Presentase

(%) Klasifikasi

1 Nn1 42 70,00 Positif

2 Nn2 49 81,67 Sangat positif

3 Nn3 37 61,67 Positif

4 Nn4 39 65,00 Positif

5 Nn5 42 70,00 Positif

6 Nn6 40 66,67 Positif

7 Nn7 40 66,67 Positif

8 Nn8 45 75,00 Positif

9 Nn9 48 80,00 Sangat positif

10 Nn10 37 61,67 Positif

11 Nn11 34 56,67 Negatif

12 Nn12 40 66,67 Positif

13 Nn13 39 65,00 Positif

14 Nn14 48 80,00 Sangat positif

15 Nn15 37 61,67 Positif

16 Nn16 37 61,67 Positif

17 Nn17 40 66,67 Positif

18 Nn18 39 65,00 Positif

19 Nn19 36 60,00 Positif

(75)

55

21 Nn21 49 81,67 Sangat positif

22 Nn22 44 73,33 Positif

23 Nn23 46 76,67 Positif

24 Nn24 42 70,00 Positif

25 Nn25 42 70,00 Positif

26 Nn26 46 76,67 Positif

27 Nn27 48 80,00 Sangat positif

28 Nn28 41 68,33 Positif

29 Nn29 39 65,00 Positif

30 Nn30 48 80,00 Sangat positif

31 Nn31 40 66,67 Positif

32 Nn32 46 76,67 Positif

33 Nn33 40 66,67 Positif

Total skor yang

dicapai 1 386

Secara keseluruhan dari tabel klasifikasi sikap siswa di atas dapat dirangkum dalam tabel di bawah yakni banyaknya jumlah siswa yang masuk dalam klasifikasi sikap tertentu.

Tabel 6. Jumlah Presentase Siswa Dalam Klasifikasi Sikap Tertentu

Klasifikasi Interval Jumlah Siswa Jumlah Siswa dalam Presentase

Sangat Positif 48-60 6 18,18

Positif 35-47 26 78,78

Negatif 22-34 1 3,03

Sangat Negatif < 22 0 0

Gambar

Gambar 19. Siswa sedang mempresentasikan materi pemantulan
Tabel 1. Pengelompokkan inteligensi menurut Gardner
Tabel 2. Pembelajaran konstruktivis
Gambar 1. Pemantulan Cahaya
+7

Referensi

Dokumen terkait

agama serta menjadi teladan bagi peserta didik, 4) Sholat Tahajud Berjamaah, yang berorientasi kpeningkatan kompetensi guru dalam membantu peserta didik meningkatkan

Sesuai dengan ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah Tingkat I Sumatera Utara maka pada tahun 1962 bentuk usaha dirubah menjadi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan modal dasar

Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, yang Maha Suci, yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha perkasa, yang

Ukuran capaian indikator kinerja persentase perkara prodeo yang diselesaikan adalah perbandingan antara target pagu perkara prodeo yang dianggarkan dalam daftar

Walaupun hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih banyak responden mengetahui tentang pengertian kanker payudara tetapi jumlah responden dalam penelitian ini kita bisa

Hasil Analisis terhadap Novel Sajadah Karya M.Furqonul Aziz ditemukan adanya nilai religius yang meliputi : hubungan manusia dengan Tuhan mengajarkan kita sebagai manusia untuk

Sumber data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah data Perimer yang diperoleh melalui sumber dari informasi dan keterangan yang langsung dari guru dengan melakukan

Ketidaknyaman tersebut antara lain ketinggian laci meja tidak sesuai dengan ketinggian lutut siswa sehingga menimbulkan kesemutan pada bagian kaki, kaki bagian