Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik
Jurusan Teknik Mesin
Diajukan oleh :
YOHANES KRISTIAN WIDIARSO NIM : 045214012
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
RECALCULATION OF HYDRAULIC SYSTEM
IN HAWK AIRCRAFT 100/200
Final Project
Presented as partitial fulfilment of the requirement as to obtain the Sarjana Teknik degree
in Mechanical Engineering
by
YOHANES KRISTIAN WIDIARSO Student Number : 045214012
MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM
MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT
SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2008
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 1 Juli 2008
Penulis
Yohanes Kistian Widiarso
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Yohanes Kristian Widiarso
Nomor Mahasiswa : 045214012
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
REKALKULASI SISTEM HIDROLIK PADA PESAWAT TERBANG HAWK 100/200
beserta perangkat yang diperlukan ( bila ada ). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 22 Agustus 2008
Yang menyatakan
Yohanes Kristian Widiarso
Yohanes Kristian Widiarso NIM : 045214012
Fakultas Sains dan Teknologi USD Yogyakarta
2008
Sistem hidrolik memiliki peranan yang penting pada pengoperasian pesawat terbang hawk, mulai pada saat di darat sampai pesawat terbang sudah terbang. Sistem hidrolik digunakan untuk mengoperasikan beberapa komponen yakni aileron, tail plane, rudder, air brake, flap, landing gear, dan wheel brake.
Melihat pentingnya keberadaan sistem hidrolik, maka dilakukan perhitungan ulang secara sederhana untuk melihat gambaran secara sederhana perancangan sistem hidrolik pada pesawat hawk 100/200.
Oleh karena itu perlu dilakukan perhitungan dengan mencari viskostias dinamik pada tekanan kerja dan jangkauan suhu tertentu, seberapa besar daya pompa yang digunakan, seberapa besar gaya-gaya yang dihasilkan pada aktuator-aktuator, seberapakah ukuran diameter minimal untuk batang piston untuk menahan gaya pada aktuator tersebut, dan berapakah ketebalan pipa dan ketebalan silinder aktuator yang dibutuhkan.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karuniaNya, sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan. Tugas akhir ini adalah sebagian persyaratan untuk mencapai derajat sarjana S-1 program studi Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma.
Penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dalam judul “ Rekalkulasi Sistem Hidrolik Pada Pesawat Terbang Hawk 100/200“ ini karena adanya bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Romo Ir. Greg. Heliarko, S.J, S.S, B.S.T., M.A., M.Sc. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.
2. Bapak Budi Sugiharto S.T, M.T., selaku Kaprodi Teknik Mesin.
3. Bapak Ir. Rines, M.T., selaku Dosen Pembimbing tugas akhir yang telah memberikan bimbingan dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
4. Bapak Kolonel Pnb Dody Trisunu selaku Komandan Lanud Pekanbaru yang telah memberikan ijin pengambilan data.
5. Bapak Letkol Pnb Nana Resmana, Bapak Letkol Tek Nawa Permana yang telah banyak membantu dalam pengambilan data.
6. Bapak Kapten Tek Slamet Riyanto, Bapak Kapten Tek Agung Riadi, Bapak Lettu Tek M. Yamin Zebua, Bapak Lettu Tek Tisna Wijaya yang telah banyak membimbing dalam memahami sistem hidrolik dan pengambilan data.
selama kuliah di Universitas Sanata Dharma.
9. Bapak Y. Sarwoto, Ibu Manisah, Antonius Arief, dan Ign. Widi Nugroho yang memberi doa, dorongan mental dan semangat kepada penulis.
10.Semua rekan-rekan mahasiswa TM 2004.
11.Beny, Andy, Laras, Deean, Ncush yang telah banyak membantu dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
12.Serta semua pihak yang telah membantu atas terselesainya Tugas Akhir ini serta yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari dalam pembahasan masalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis terbuka untuk menerima kritik dan saran yang membangun.
Semoga naskah ini berguna bagi mahasiswa Teknik Mesin dan pembaca lainnya. Jika ada kesalahan dalam penulisan naskah ini penulis minta maaf yang sebesar-besarnya, terima kasih.
Yogyakarta, 1 Juli 2008
Yohanes Kristian Widiarso
DAFTAR ISI
Halaman judul... i
Title page... ii
Pengesahan... iii
Pernyataan... v
Abstraksi... vi
Kata pengantar... vii
Daftar isi... ix
Daftar gambar... xi
Daftar tabel... xiii
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar belakang ... 1
1.2 Perumusan masalah ... 1
1.3 Batasan masalah ... 2
1.4 Tujuan ... 2
BAB II DASAR TEORI... 3
2.1 Pendahuluan ... 3
2.1.1 Fluida hidrolik... 3
2.1.2 Pesawat Hawk 100/200... 4
2.1.3 Sistem hidrolik pada pesawat Hawk 100/200... 9
2.2 Dasar-dasar perhitungan... 28
2.2.1 Hubungan viskositas dinamik, viskositas kinematik dan massa jenis ... 28
2.2.2 Hubungan massa jenis terhadap suhu ... 28
2.2.3 Hubungan massa jenis terhadap tekanan ... 29
2.2.4 Hubungan massa jenis terhadap suhu dan tekanan ... 30
2.2.5 Hukum Pascal dan pengalihan gaya hidrolik... 31
2.2.6 Perhitungan daya pompa... 33
2.2.7 Perhitungan ketebalan pipa/ silinder... 33
3.1 Metode pengumpulan data ... 38
3.2 Pengumpulan data ... 39
3.3 Analisis data ... 39
3.4 Kesimpulan ... 40
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 41
4.1 Kalkulasi fluida ... 41
4.2 Kalkulasi daya dan efisiensi pompa ... 49
4.3 Kalkulasi gaya aktuator... 51
4.3.1 Aileron ... 51
4.3.2 Tail plane ... 52
4.3.3 Rudder... 53
4.4 Kalkulasi ketebalan pipa ... 53
4.4.1 Pipa aliran hisap... 54
4.4.2 Pipa aliran balik ... 55
4.4.3 pipa aliran tekanan ... 56
4.5 Kalkulasi diameter batang piston ... 57
4.6 Kalkulasi ketebalan silinder aktuator ... 59
4.7 Kalkulasi buckling... 61
BAB V PENUTUP... 65
5.1 Kesimpulan ... 65
5.2 Saran ... 66
Daftar pustaka... 67
Lampiran... 68
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Komponen pengguna hidrolik... 5
Gambar 2.2. Pergerakan rolling... 6
Gambar 2.3. Pergerakan pitching... 7
Gambar 2.4. Pergerakan yawing... 8
Gambar 2.5. Sistem hidrolik utama ... 10
Gambar 2.6. Reservoir... 6
Gambar 2.7. EDP... 14
Gambar 2.8. Package assembly... 15
Gambar 2.9. Accumulator... 17
Gambar 2.10. Shut-off valve... 18
Gambar 2.11. Q-feel system... 19
Gambar 2.12. Komponen q-feel system... 21
Gambar 2.13. Mekanisme pergerakan rudder... 22
Gambar 2.14. Diagram fungsional rudder PCU... 23
Gambar 2.15. Rudder PCU... 24
Gambar 2.16. Aileron PCU... 25
Gambar 2.17. Tail plane PCU... 26
Gambar 2.18. Analogi hukum Pascal... 31
Gambar 2.19. Pengalihan gaya hidrolik... 32
Gambar 2.20. Penampang pipa/ silinder ... 34
Gambar 2.21. Distribusi tegangan... 36
Gambar 2.22. Kolom yang mengalami buckling... 36
Gambar 4.2. Grafik massa jenis Aeroshell Fluid 41 pada berbagai suhu dan tekanan ... 47 Gambar 4.3. Grafik hubungan viskositas dinamik dengan suhu... 49 Gambar 4.4. Grafik efisiensi pompa piston ... 51
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Nilai βt untuk minyak. ... 29
Tabel 2.2. Nilai ℵuntuk minyak. ... 30
Tabel L. 1 Sifat Fluida AeroshellFluid 41. ... 69
Tabel L. 2 U.S Standard Atmosphere, 1962... 72
Tabel L. 3 Kemampuan terbang pesawat hawk... 73
Tabel L. 4 Spesifikasi pompa ... 73
Tabel L. 5 Spesifikasi reservoir... 73
Tabel L. 6 Spesifikasi accumulator... 74
Tabel L. 7 Spesifikasi aileron PCU... 74
Tabel L. 8 Spesifikasi tail plane PCU... 74
Tabel L. 9 Spesifikasi rudder PCU... 75
Tabel L. 10 Spesifikasi filter pada flying control... 75
Tabel L. 11 Spesifikasi filter pada return... 75
Tabel L. 12 Ukuran pipa ... 76
Tabel L. 13 Ukuran pipa produksi Parker ... 77
1.1. Latar Belakang
Sistem hidrolik memiliki peranan yang penting pada pengoperasian pesawat terbang hawk, mulai pada saat di darat sampai pesawat terbang sudah terbang. Sistem hidrolik digunakan untuk mengoperasikan beberapa komponen yakni aileron, tail plane, rudder, air brake, flap, landing gear, dan wheel brake.
Melihat pentingnya keberadaan sistem hidrolik, maka dilakukan perhitungan ulang secara sederhana untuk melihat gambaran secara sederhana perancangan sistem hidrolik pada pesawat hawk 100/200.
1.2. Perumusan Masalah
Dalam sistem hidrolik banyak komponen yang digunakan, mulai komponen yang berfungsi sebagai sumber daya (pompa), komponen pengatur arah aliran, komponen pengatur tekanan, dan komponen yang sebagai pengguna daya tersebut (aktuator).
Sistem hidrolik ini menggunakan sebuah pompa piston dengan kecepatan putar 6000 rpm dan dengan debit 8 gpm yang beroperasi pada tekanan 3000 psi dapat menghasilkan daya tertentu pada silinder aktuatornya. Daya yang disalurkan tersebut menghasilkan gaya yang dapat menyebabkan terjadinya buckling pada batang piston, sehingga diameter minimum piston perlu ditentukan. Pada batas maksimum tekanan operasi, dibutuhkan ketebalan tertentu pada pipa, silinder aktuator.
2
1.3. Batasan masalah
Dalam tugas akhir ini rekalkulasi hanya dilakukan pada flying control sistem hidrolik utama seperti aileron, tailplane, rudder. Tidak dilakukan rekalkulasi terhadap Q-feel aktuator dan Q-feel amplifier, flap, airbrake, wheelbrake, dan landing gear.
Rugi-rugi tekanan akibat gesekan pipa, belokan, percabangan, penyempitan, pembesaran dan kebocoran pada celah-celah kecil (misal pada piston aktuator) tidak masuk dalam perhitungan.
1.4. Tujuan
1. Menentukan massa jenis fluida Aeroshell Fluid 41 pada tekanan kerja dan jangkauan suhu operasi.
2. Menentukan viskositas dinamik fluida Aeroshell Fluid 41 pada tekanan kerja dan jangkauan suhu operasi.
3. Menentukan daya dan efisiensi pompa.
4. Menentukan gaya pada aktuator flying control.
5. Menentukan diameter minimal batang piston pada aktuator dan menentukan gaya kritis yang dapat menyebabkan buckling.
2.1 Pendahuluan 2.1.1 Fluida Hidrolik
Dalam penggunaan fluida sebagai suatu sistem, terdapat 2 macam sistem fluida menurut kegunaannya, yakni sistem transport fluida dan sistem daya fluida.
Sistem transport fluida merupakan sistem yang dirancang untuk menghantarkan fluida dari satu lokasi ke lokasi yang lain. Penggunaan sistem ini misalnya pada stasiun pemompaan air ke rumah-rumah, saluran-saluran gas, dan sistem penghantaran fluida dalam pemrosesan kimia.
Sistem daya fluida merupakan suatu sistem yang dirancang khusus untuk melakukan usaha atau kerja. Penggunaan sistem ini misalnya pada mesin pres, pengontrolan pesawat terbang, sistem pengereman, dan lain-lain.
Fluida hidrolik merupakan material yang sangat penting dalam suatu sistem hidrolik. Sifat-sifat dari fluida hidrolik mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam performa suatu sistem dan umur suatu komponennya.
Secara esensial fluida hidrolik mempunyai 4 fungsi utama, yakni : a. Untuk menyalurkan daya
b. Untuk melumasi komponen yang bergerak c. Untuk menutupi celah antar komponen d. Untuk menghilangkan panas
4
Selain harus dapat melakukan 4 fungsi utama, fluida hidrolik harus memiliki sifat-sifat berikut, yakni :
a. Mempunyai sifat pelumasan yang baik, sehingga keausan dari bagian-bagian yang bergerak dapat diperkecil. Sifat pelumasan yang baik ini harus tetap dimiliki meskipun mengalami perubahan suhu dan tekanan.
b. Mempunyai kekentalan yang ideal, karena kekentalan yang terlalu tinggi akan menimbulkan kehilangan daya yang cukup besar akibat gesekan. c. Memiliki titik nyala dan titik api yang tinggi. Titik nyala dan titik api yang
tinggi berarti fluida mampu bekerja pada suhu yang tinggi.
d. Memiliki massa jenis yang rendah. Hal ini dikarenakan semakin kecil massa jenis fluida semakin kecil pula kerugian yang ditimbulkan, misalnya gesekan. Hal ini terjadi karena massa jenis sangat mempengaruhi viskositas dinamik atau viskositas kinematik dari fluida.
e. Mempunyai ketahanan untuk tidak berbusa. Kecenderungan berbusa berarti kecenderungan terjadinya buih sehingga memungkinkan timbulnya gelembung-gelembung udara pada fluida. Gelembung-gelembung udara selain akan menyebabkan korosi pada komponen akan menyebabkan berkurangnya daya yang dapat disalurkan oleh fluida.
2.1.2 Pesawat Hawk 100/200
dilakukan secara mekanisme saja. Apalagi beberapa komponen itu digunakan secara bersamaan. Beberapa komponen tersebut adalah aileron, tail plane, rudder, air brake, flap, landing gear, dan wheel brake. Letak dari komponen komponen pengguna daya hidrolik tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Gambar 2.1. Komponen pengguna hidrolik
A. Aileron
6
Dengan kata lain ketika pesawat berputar ke searah jarum jam (dilihat dari depan) maka aileron kiri bergerak naik dan aileron kanan bergerak turun. Gambar 2.8 menunjukkan pergerakan rolling dari suatu pesawat.
Gambar 2.2. Pergerakan rolling
B. Flap
C. Tail plane
Tail plane merupakan komponen yang berfungsi untuk mengatur turun atau naiknya suatu pesawat (pitching) jika dilihat dari arah samping. Gambar 2.9 menunjukkan pergerakan pitching suatu pesawat.
Gambar 2.3. Pergerakan pitching
D. Rudder
Rudder merupakan suatu komponen yang berfungsi untuk mengatur pergerakan pesawat kekiri atau kekanan (yawing) bila dilihat dari atas. Gambar 2.10 menunjukkan pergerakan yawing dari pesawat.
E. Air Brake
8
Gambar 2.4. Pergerakan yawing
F. Wheel Brake
Wheel brake merupakan alat pengereman pada batang pistona pesawat, namun hanya pada 2 batang pistona belakang saja. Wheel brake digunakan pada saat pendaratan, atau untuk mengubah arah berjalannya pesawat ketika sedang berjalan di landasan.
G. Landing Gear
2.1.3 Sistem Hidrolik pada Pesawat Hawk 100/200
Pesawat Hawk 100/200 memiliki sistem hidrolik yang berfungsi untuk melayani beberapa komponen antara lain aileron, flap, tail plane, rudder, air brake, wheel brake dan landing gear. Daya hidrolik disediakan atau dipbatang pistonuksi oleh dua buah pompa (engine driven unit / EDP) yang memiliki sistem sendiri-sendiri dan tidak saling mempengaruhi. Selanjutnya kedua sistem tersebut disebut sistem hidrolik utama dan sistem hidrolik cadangan.
Sistem hidrolik cadangan merupakan backup dari sistem hidrolik utama tetapi meskipun hanya sebagai backup, namun sistem tersebut tetap bekerja dalam kondisi normal (kondisi dimana sistem hidrolik utama bekerja dengan baik). Hal ini dikarenakan apabila sistem hidrolik utama bermasalah (fail) sudah tersedia sistem hidrolik cadangan tanpa harus menunggu beberapa saat. Sedangkan sistem hidrolik cadangan terhubung dengan ram air turbine (RAT) driven pump yang merupakan sistem emergency dan akan bekerja ketika sistem hidrolik cadangan bermasalah (fail).
Sistem Hidrolik Utama
Gambar 2.5. Sistem hidrolik utama
Keterangan Gambar 2.5 : 1. Reservoir
2. Engine driven pump ( EDP ) 3. Package assembly
( i ) Non-return valve ( ii ) Pressure relief valve ( iii ) Pressure maintaining valve ( iv ) Non-return valve
( v ) Non-return valve 4. Accumulator
5. Pressure switch 6. Flying control filter 7. Pressure transducer 8. Return filter
9. Reservoir fluid PRV
10. Reservoir nitrogen PRV 11. Hand pump
12. Pressure relief valve 13. Non-return valve
14. Accumulator nitrogen charging valve
15. Accumulator pressure gauge 16. Ground pressure coupling 17. Ground suction coupling 18. Case drain ( reservoir fluid
replenishment ) coupling 19. Reservoir bleed valve
12
Dalam suatu sistem hidrolik, jumlah (kuantitas) fluida kerja (minyak) perlu mendapat perhatian yang khusus. Hal ini dikarenakan fluida inilah yang akan digunakan untuk menyalurkan daya ke beberapa komponen. Fluida kerja tersebut akan disirkulasikan ke seluruh sistem yang ada, namun harus tetap ada yang disimpan dalam tempat penampungan yang disebut reservoir. Gambar 2.6 menunjukkan reservoir jenis piston pada sistem hidrolik pesawat Hawk.
Gambar 2.6. Reservoir
Reservoir jenis piston adalah reservoir yang fluida dan nitrogennya dibatasi oleh sebuah piston yang dapat bergerak bebas. Fluida kerja berada pada ruang sebelah atas piston dan nitrogen berada di bawahnya. Fluida kerja pada reservoir
akan memiliki tekanan sebesar ± 80 psi pada awalnya, hal ini dikarenakan pada
Pada saat sistem telah berkerja/ berjalan maka pada suction line akan mengalirkan fluida dengan tekanan kurang dari 80 psi. Tetapi tekanan tersebut tidak boleh lebih kecil dari suction pressure yang dibutuhkan oleh pompa yakni sebesar 27 psi. Pada reservoir jenis piston ini terdapat 4 empat buah port connection. Yakni
port connection untuk bleed, nitrogen, return, dan suction.
Bleed connection merupakan port untuk menyalurkan fluida menuju ke
reservoir bleed valve. Sedangkan reservoir bleed valve merupakan katup untuk membuang fluida secara manual jika terjadi kelebihan tekanan pada reservoir.
Nitrogen connection merupakan port yang menghubungkan ruang nitrogen dalam reservoir dengan port pengisian nitrogen dan pressure relief valve. Pengisian nitrogen adalah sebesar 80 psi. Tetapi bisa terjadi kenaikan tekanan karena terjadi pemanasan pada fluida yang akan mengakibatkan volume dari fluida akan bertambah. Penambahan volume fluida akan membawa dampak kenaikan tekanan pada nitrogen. Tetapi peningkatan tekanan tersebut hanya bisa terjadi sampai sebesar 120 psi. Karena terdapat pressure relief valve yang akan membebaskan nitrogen ke atmosfir jika tekanan melebihi 120 psi.
Return connection adalah jalur untuk menyalurkan fluida kembali ke
reservoir. Fluida sebelum masuk ke reservoir dilewatkan ke filter terlebih dahulu untuk menyaring partikel-partikel yang ikut bersirkulasi.
14
Pada saluran suction terdapat sebuah ground suction coupling and pressure relief valve. Ground suction coupling berfungsi untuk menyalurkan fluida ke pompa ketika sistem sedang dalam perawatan. Sedangkan pressure relief valve
berfungsi mencegah kenaikan tekanan fluida kerja pada jalur suction melebihi 120 psi.
Engine driven pump (EDP) merupakan sebuah pompa yang digerakkan oleh mesin (engine) dari pesawat. EDP beroperasi pada kecepatan putaran 6000 rpm dan akan menghasilkan tekanan sebesar 3000 psi dengan kecepatan alir fluida sebesar 8 gpm. , dan memiliki minimum suction pressure sebesar 27 psi. EDP
akan memompakan fluida kerja menuju ke package assembly yang akan membagi penyaluran fluida kerja ke beberapa penggunaan. EDP memiliki 3 buah port connection yakni suction connection, case drain connection dan pressure connection. Port connection pada EDP dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7. EDP
(outlet) merupakan jalur keluar fluida dari pompa yang akan digunakan untuk mengoperasikan beberapa komponen di pesawat.
Fluida setelah dari pompa secara normal akan dialirkan ke package assembly
yang nantinya digunakan untuk menggerakkan komponen. Package assembly
ditunjukkan oleh Gambar 2.8. Pada saluran masuk package assembly terdapat sebuah check valve yang berfungsi menahan aliran fluida kembali ke pompa. Setelah check valve terdapat ground pressure coupling dan pressure relief valve.
Gambar 2.8. Package assembly
Ground pressure coupling adalah jalur aliran tekanan fluida ketika terjadi perawatan dan menggunakan pompa eksternal ( bukan EDP atau hand pump ) sebagai penghasil tekanan-nya. Pressure relief valve pada package assembly
berfungsi untuk menjaga agar tekanan-nya tidak melebihi 3400 psi. Jika tekanan yang terjadi melebihi 3400 psi, maka pressure relief valve akan membuka jalurnya dan akan mengalirkan fluida kembali ke reservoir. Selain itu, pada
16
Bahwa pada dasarnya flying control lebih diutamakan dari pada general services, oleh karena itu kebutuhan tekanan pada flying control selalu dilebih utamakan dari pada kebutuhan tekanan pada general services mengingat kebutuhan tekanan pada general services adalah tidak setiap saat. Pressure maintaining valve adalah sebuah alat yang berfungsi menjaga ketersediaan tekanan pada flying control, meskipun letaknya pada jalur aliran ke general services. Jalur pada pressure maintaining valve akan menutup jika tekanan turun sampai 1400 psi, sehingga aliran fluida hanya akan dialirkan ke flying control. Sedangkan jika aliran fluida naik mencapai 1600 psi, maka jalur pada pressure maintaining valve akan membuka kembali sehingga fluida dapat mengalir ke
general services. Setelah melewati pressure maintaining valve, fluida akan melewati check valve yang akan mencegah aliran fluida kembali ke dalam
package assembly mengingat jalur pada pressure maintaing valve selalu terbuka pada saat tekanan lebih dari 1600 psi. Dan pada jalur menuju flying control
terdapat check valve yang akan mencegah aliran fluida kembali ke package assembly.
Setelah keluar dari package assembly, fluida yang menuju ke flying control
akan melewati sebuah jalur yang terhubung dengan accumulator. Accumulator
yang digunakan adalah jenis piston. Accumulator mempunyai 2 port yakni port
fluida dan port nitrogen. Port nitrogen menghubungkan accumulator dengan
accumulator nitrogen charging valve dan accumulator pressure gauge.
Accumulator diisi nitrogen hingga tekanannya mencapai 1100 psi. Accumulator
tekanan secara cepat ketika permintaan/ penggunaan tekanan bertambah (terjadi perubahan volume yang tiba-tiba pada actuator). Dengan kata lain accumulator
berfungsi untuk mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk menaikkan tekanan ke angka tertentu ketika terjadi penggunaan tekanan dibandingkan dengan hanya menggunakan pompa saja. Setelah melewati jalur accumulator, fluida akan masuk ke dalam filter yang berfungsi menyaring partikel-partikel yang terbawa bersama fluida dengan ukuran lebih besar dari 5 mikron sebelum diteruskan ke actuator
pada flying control.
Gambar 2.9. Accumulator
Setelah melewati filter fluida akan melewati pressure switch dimana tekanan dari fluida akan digunakan sebagai suatu mekanisme untuk menghidupkan/ mematikan lampu indikator. Jika tekanan fluida lebih kecil dari 1250 psi, maka
pressure switch akan menyalakan lampu indikator hidrolik utama pada cockpit
sebagai tanda bahwa mengalami gangguan/ masalah. Tetapi pada saat tekanan naik dan mencapai 1400 psi, lampu indikator akan mematikan lampu indikator.
Setelah melewati pressure switch fluida akan melewati pressure tranducer
yang akan membaca besarnya tekanan yang terjadi dan menampilkannya pada
18
Setelah melewati pressure transducer fluida aliran fluida akan dibagi menjadi dua yakni sebagian akan diairkan ke aileron PCU dan tail plane PCU dan sebagian ke shut-off valve. Fluida yang ke arah shut-off valve akan digunakan untuk menyuplai rudder dan q-feel system.
Shut-off valve merupakan directional control valve yang dioperasikan dengan menggunakan solenoid valve dan tekanan fluida (pilot operated). Solenoid
yang energized dan de-energised akan mengubah jalur aliran fluida sehingga posisi dari directional control valve pilot operated-pun ikut berubah. Gambar 2.10 menunjukkan posisi shut-off valve dengan solenoid yang energised dan de-energised.
SHUT-OFF VALVE
Energised Solenoid
SHUT-OFF VALVE
De-energised Solenoid
Gambar 2.10. Shut-off valve
Shut-off valve dengan solenoid yang energized akan mengalirkan aliran fluida ke rudder dan q-feel system. Sedangkan pada shut-off valve dengan
solenoid yang de-energised akan menutupi aliran fluida yang menuju ke rudder
Q-feel system merupakan suatu system yang berfungsi untuk menghaluskan gaya yang dirasakan kaki akibat pergerakan rudder yang menimbulkan defleksi
karena tekanan angin dan kecepatan angin dan membantu meringankannya. Q-feel system ditunjukkan oleh Gambar 2.11. Komponen utama pada q-feel system
adalah q-feel amplifier dan q-feel jack. Q-feel amplifier merupakan komponen pengolah tekanan yang berasal dari udara untuk mengatur arah aliran dari fluida yang akan menuju ke q-feel jack. Q-feel amplifier mempunyai 5 jalur tekanan yakni pitot pressure, static pressure, return pressure, supplay pressure, control pressure (q-feel signal).
Gambar 2.11. Q-feel system
20
memanjang (extend). Sedangkan jika q-feel signal pressure lebih besar dari pada return pressure maka q-feel jack akan memendek (retract). Q-feel amplifier dan
q-feel jack ditunjukkan oleh Gambar 2.12. Pitot pressure yang merupakan tekanan yang didapat dari kecepatan udara pada saat pesawat bergerak. Sedangkan static pressure merupakan tekanan dari atmosfir. Pitot pressure dan static pressure akan masuk ke dalam ruangan yang dibatasi oleh sebuah membran diafragma. Pitot pressure akan menekan membran diafragma tersebut ke bawah sedangkan static pressure akan menekan membran diafragma tersebut ke arah atas. Hasil tekan menekan pitot pressure dan static pressure akan menggerakkan diafragma yang pada bagian tengah terhubung dengan katub yang merupakan jalur aliran fluida menuju ke q-feel jack. Ketika pitot pressure terlalu besar atau dengan kata lain pesawat terbang dengan kecepatan tinggi, maka tekanan ke bawah pada diafragma kurang mampu diimbangi oleh tekanan ke atas akibat static pressure sehingga
Gambar 2.12. Komponen q-feel system
Gambar 2.13 menunjukkan mekanisme kerja yang terjadi pada penggerakan
rudder. Memendek ataupun memanjangnya q-feel jack akan menggerakkan
control batang piston P naik atau turun. Naik atau turun dari control batang piston P akan digunakan untuk membantu meringankan kerja yang diberikan oleh
pilot’s input lever menggerakkan untuk menggerakkan control batang piston Q
yang terhubung dengan rudder PCU.
Fluida sebelum didistribusikan ke dalam sistem rudder dilewatkan dalam sebuah filter yang digunakan untuk menyaring partikel-partikel yang akan mengganggu kinerja dari system. Tekanan dari fluida disalurkan ke 4 komponen
yakni pilot’s input lever assembly, main valve assembly, by-pass valve assembly
22
Gambar 2.13. Mekanisme pergerakan rudder
terdorong oleh disk spring yang akan mendorong piston bergerak keluar dan mengunci pilot’s input lever assembly pada mekanisme manual.
Gambar 2.14 Diagram fungsional rudder PCU
EH servo valve merupakan komponen yang mengatur jalur aliran tekanan yang menuju ke auto control jack assembly dan besar tekanannya. Komponen ini beroperasi secara elektronik.
Main valve assembly merupakan directional control valve yang memiliki
layshaft sebagai lengan pengatur posisi spool sehingga jalur fluida dapat diatur. Jika spool pada main valve assembly digeser ke kiri maka tekanan akan dialirkan
24
input lever assembly terhubung secara mekanisme dengan auto control piston
maka ketika pilot’s input lever assembly digerakkan ke kanan maka akan mendorong input link plates (2) pada Gambar 2.15 ke kanan dan secara mekanisme akan membuat auto control jack memanjang (lebih panjang dari kondisi normal). Kondisi auto control jack yang tidak normal (memanjang) digunakan secara mekanisme untuk menggerakkan layshaft sehingga spool pada
main valve assembly bergeser ke kanan. Dengan bergesernya spool ke kanan maka akan membuat tekanan mengalir ke port sebelah kanan dari main jack assembly dan membuat jack tersebut memanjang. Memanjangnya main jack piston akan membuat pilot’s input lever assembly kembali tegak sehingga auto control piston kembali ke kondisi atau posisi yang normal sehingga spool pada
main valve assembly kembali ke posisi normal kembali, posisi dimana jalur aliran fluida tertutup.
Sedangkan pada aileron, sistem kerja dari aileron PCU ditunjukkan dengan Gambar 2.16.
Gambar 2.16. Aileron PCU
Tekanan akan selalu standby pada pressure port. Outer lever yang merupakan penyalur gaya dari gerakan column akan membuat spool (directional control valve) bergeser sehingga tercipta 2 jalur yakni jalur pressure dan jalur
return. Jalur tersebut akan bergantian tergantung posisi dari spool. Jack (piston) yang memanjang akan membuat outer lever kembali tegak sehingga spool
26
Pada aileron PCU terdapat 2 pressure port dan 2 return port. 2 pressure port tersebut merupakan tekanan dari sistem hidrolik utama dan sistem hidrolik cadangan begitu juga dengan 2 return port. Fluida kerja dari sistem hidrolik utama tidak akan pernah tercampur dengan fluida kerja sistem hidrolik cadangan.
Sedangkan pada tail plane sisstem kerja dari tail plane PCU ditunjukkan dengan Gambar 2.17.
Gambar 2.17. Tail plane PCU
jalur aliran balik (return). Jalur tersebut akan bergantian tergantung posisi dari spool. Jack (piston/ rambatang piston) yang memanjang akan membuat link assembly kembali tegak sehingga spool menutup jalur tekanan (pressure) dan aliran balik (return).
Pada tail plane PCU terdapat 2 pressure port dan 2 return port. 2 pressure port tersebut merupakan tekanan dari sistem hidrolik utama dan sistem hidrolik cadangan begitu juga dengan 2 return port. Fluida kerja dari sistem hidrolik utama tidak akan pernah tercampur dengan fluida kerja sistem hidrolik cadangan.
28
2.2 Dasar-dasar Perhitungan
2.2.1 Hubungan viskositas dinamik, viskositas kinematik dan massa jenis Viskositas kinematik merupakan hasil bagi antara viskositas dinamik dengan massa jenis (Krist, 1991, hal 67).
ρ η = v (1) dengan :
ν = viskositas kinematik, (m2/s) η = viskositas dinamik, (N.s/m2)
ρ = massa jenis, (kg/m3)
2.2.2 Hubungan massa jenis terhadap suhu
Massa jenis suatu fluida akan berubah sesuai dengan suhunya. Semakin tinggi suhu fluida maka akan semakin kecil. Hal ini dikarenakan suhu yang tinggi akan membuat volume fluida menjadi mengembang sedangkan massa dari fluida tersebut tetap (Krist, 1991, hal 61).
(
20)
1 20 − + = t t t β ρ ρ (2) dengan :
ρt = massa jenis pada suhu tertentu, (kg/dm3)
ρ20 = massa jenis standart, (pada suhu 20oC) (kg/dm3) βt = koefisien koreksi menurut suhu, (1/oC)
Tabel 2.1. Nilai βt untuk minyak, (Krist, 1991, hal 61) Massa jenis standart βt
0,88...0,89 0,89...0,90 0,90...0,91
0,00066 0,00065 0,00063
2.2.3 Hubungan massa jenis terhadap tekanan
Massa jenis suatu fluida akan berubah sesuai dengan tekanannya. Semakin besar tekanan yang bekerja maka massa jenis akan semakin besar. hal ini dikarenakan tekanan yang tinggi akan membuat volume fluida menjadi mengecil sedangkan massa dari fluida tersebut tetap (Krist, 1991, hal 61).
p
p
p = −ℵ Δ
1 20 ρ
ρ (3)
dengan :
ρp = massa jenis pada tekanan tertentu, (kg/dm3) ρ20 = massa jenis standart (pada suhu 20oC), (kg/dm3)
p
ℵ = faktor kemampumampatan, (Bar-1)
30
Tabel 2.2. Nilai ℵuntuk minyak (Krist, 1991, hal 176)
Tekanan minyak ( bar ) Koefisien kemampumampatan ( x 10-6 ) 000 – 050
050 – 100 100 – 150 150 – 200 200 – 250
80,3 79,5 77,5 74,5 71,9
2.2.4 Hubungan massa jenis terhadap suhu dan tekanan
Massa jenis suatu fluida akan berubah sesuai dengan suhu dan tekanannya. Semakin besar tekanan yang bekerja maka massa jenis akan semakin besar. hal ini dikarenakan tekanan yang tinggi akan membuat volume fluida menjadi mengecil sedangkan massa dari fluida tersebut tetap. Namun semakin tinggi suhu fluida maka akan semakin kecil. Hal ini dikarenakan suhu yang tinggi akan membuat volume fluida menjadi mengembang sedangkan massa dari fluida tersebut tetap. Oleh karena itu suhu dan tekanan akan saling mempegaruhi dalam penentuan massa jenis suatu fluida (Krist, 1991, hal 62).
(
p p)
t +ℵ Δ
= ρ 1
ρ (4)
dengan :
ρ = massa jenis pada tekanan tertentu dan suhu tertentu, (kg/dm3) ρt = massa jenis pada suhu tertentu, (kg/dm3)
p
2.2.5 Hukum Pascal dan Pengalihan Gaya Hidrolik
Hukum Pascal mengatakan bahwa ” jika suatu zat cair menerima sebuah tekanan luar, maka tekanan luar tersebut akan didistribusikan menyebar ke segala arah secara merata” (Krist, 1991,hal 29). Analogi dari hukum Pascal dapat dilihat pada Gambar 2.18.
F
d
P P P P P
Gambar 2.18. Analogi hukum Pascal (Krist, 1991,hal 29)
P =
A F
(5)
dengan :
P = tekanan, (psi)
F = gaya, (lb)
A = luas penampang piston, (in2) = ¼ π d2
32
Berkembangnya hukum Pascal memungkinkan pengalihan gaya dari suatu posisi ke posisi yang lain pada satu bejana berhubungan. Analogi pengalihan gaya hidrolik dapat dilihat pada Gambar 2.19.
F1 F2
Gambar 2.19. Pengalihan gaya hidrolik (Krist, 1991, hal 30)
P1 = P2
1 1
A F
= 2 2
A F
(6)
dengan :
P1 = P2 = tekanan, (psi)
F1 = gaya pada penampang 1, (lb)
F2 = gaya pada penampang 2, (lb)
A1 = luas penampang 1, (in2)
A2 = luas penampang 2, (in2)
P P
2.2.6 Perhitungan Daya Pompa
Daya teoritis adalah daya yang diperlukan untuk mengalirkan fluida dengan debit tertentu pada tekanan tertentu, tanpa memperhitungkan rugi-rugi gesekan pada pompa (Yeaple, 1996, hal 43).
Hpteoritis = 5,82 × 10-4Qd × ΔP (7) dengan :
Hpteoritis = daya teoritis, (Hp)
Qd = debit pompa (gpm)
ΔP = selisih tekanan masuk dengan tekanan keluar pompa, (psi)
Daya aktual adalah daya yang diperlukan untuk mengalirkan fluida dengan debit tertentu pada tekanan tertentu, dengan memperhitungkan rugi-rugi gesekan pada pompa yang dilihat dari efisiensi total pompa.
Daya aktual (hp) = total teoritis
η Hp
(8)
dengan :
ηtotal = efisiensi total pompa, (%)
2.2.7 Perhitungan Ketebalan Pipa/ Silinder
34
Din
Dout
t
Gambar 2.20. Penampang pipa/ silinder
Untuk menentukan ketebalan minimal pipa atau silinder dapat menggunakan rumus (9) jika diameter yang diketahui adalah diameter luar (Kannappan, 1985).
t =
) (
2 SE PY PDout
+ (9)
dengan :
t = ketebalan pipa atau silinder, (in)
P = tekanan maksimal yang diijinkan, (psi)
Dout = diameter luar atau diameter nominal pipa atau silinder, (in)
S = tegangan tarik yang diijinkan, (psi) = 30% dari yield strength
E = faktor kualitas
Y = koefisien yang tergantung suhu dan bahan
t =
) 6 , 0 (
2 SE P
PDin
− (10)
dengan :
t = ketebalan pipa atau silinder, (in)
P = tekanan maksimal yang diijinkan, (psi)
Din = diameter dalam pipa atau silinder, (in)
S = tegangan tarik yang diijinkan, (psi) = 30% dari yield strength
E = faktor kualitas
2.2.8 Perhitungan Tegangan
Tegangan adalah gaya yang bekerja pada luasan tertentu (Beer, 2002). Distribusi tegangan pada suatu batang dapat dilihat pada Gambar 2.21.
σ =
A F
(11)
dengan :
σ = tegangan, (N/m2)
F = gaya, (N)
36
A F
=
σ
F’ F’
F
A
Gambar 2.21. Distribusi tegangan (Beer, 2002)
2.2.9 Perhitungan Gaya Kritis Penyebab Buckling
Sebuah batang jika dikenai gaya tekan pada kedua ujungnya akan mempunyai kemungkinan terjadi penekukan/pelengkungan jika gaya yang diberikan melebihi gaya kritis, peristiwa ini disebut buckling. Peristiwa buckling dapat dilihat pada gambar 2.22.
F
crL
Nilai dari gaya kristis dapat diketahui dengan menggunakan persamaam Euler :
Fcr =
(
)
2 2KLe EI
π
(12)
dengan :
Fcr = gaya kritis, (lb)
E = modulus elastisitas bahan (psi)
I = momen inersia dari batang (in4)
K = faktor panjang efektif menurut kondisi kedua ujung batang
Le = panjang efektif batang, (in)
Nilai panjang efektif batang tergantung dengan kondisi kedua ujung batang. Nilai panjang efektif suatu batang menurut kondisinya dapat dilihat pada Gambar 2.23.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yaitu cara-cara memperoleh data. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data yaitu studi lapangan dan studi pustaka. Studi lapangan dilakukan di Pangkalan TNI AU Pekanbaru mulai tanggal 7 Januari 2008 – 17 Februari 2008. Skema jalannya penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Skema jalannya rekalkulasi
3.2 Pengumpulan Data
Adapun data-data yang dikumpulkan adalah : a. Data silinder aktuator
Silinder aktuator yang dianalisa adalah aileron, rudder, tail plane. Data yang dibutuhkan adalah data tekanan pada silinder aktuator, diameter dalam silinder aktuator, diameter batang piston.
b. Data diameter pipa
Data yang dibutuhkan adalah diameter pipa, tekanan maksimum yang mungkin pada pipa tersebut.
c. Data fluida hidrolik
d. Data pompa dan komponen-komponen dalam sistem hidrolik.
3.3 Analisis Data
Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dan dihitung sehingga memperoleh :
a. Massa jenis dan viskositas dinamik dari fluida yang bersangkutan pada tekanan kerja dengan jangkauan suhu tertentu.
b. Daya dan efisiensi dari pompa. c. Gaya-gaya pada aktuator.
d. Diameter minimal batang piston dan gaya kritis yang dapat menyebabkan terjadinya buckling.
40
3.4 Kesimpulan
4.1 Kalkulasi Fluida
Pada sistem hidrolik pesawat, salah satu yang menjadi perhatian dalam
pemilihan fluida kerja dari sistem hidrolik adalah memiliki titik beku yang rendah
dan perubahan viskositas yang relatif kecil terhadap perubahan temperatur.
Fluida kerja harus memiliki titik beku yang rendah. AeroShell Fluid 41
memiliki titik beku -60oC. Hal ini dikarenakan daerah kerja dari fluida ini adalah
-54oC sampai dengan 135oC. Fluida kerja harus memiliki titik beku yang lebih
rendah dari daerah kerja fluida.
Pesawat Hawk 100/200 memiliki kemampuan terbang sampai ketinggian
44500 ft. Menurut NASA dalam John J. Bertin (1989) ( Tabel L.2 ) pada
ketinggian 44500 ft suhu atmosfir mencapai 387,97 oR atau sekitar 216,65 K atau
-56,5oC. Daerah kerja fluida -54oC sampai dengan 135oC cukup untuk digunakan
pada ketinggian ini mengingat pada sistem selalu terdapat gesekan sehingga
timbul panas dan terjadi perbedaan suhu dengan lingkungan. Perbedaan suhu
dengan lingkungan akan menimbulkan perpindahan kalor dari sistem ke
lingkungan sehingga suhu sistem tidak akan mungkin mencapai -56,5oC.
Fluida Aeroshell Fluid 41 yang memiliki massa jenis 0,874 kg/dm3 pada
suhu 15,6oC akan mengalami perubahan dengan adanya perubahan perubahan
suhu, karena perubahan suhu akan membuat volume fluida menjadi berubah.
42
Dengan ρ15,6 = 0,87 kg/ dm3 maka dapat dicari massa jenis standart dari fluida
Aeroshell Fluid 41 yakni dengan persamaan (2)
(
20)
1 20 − + = t t t β ρ ρ
Mengingat belum diketahuinya nilai βt, maka dapat dilakukan perhitungan dengan menggunakan semua βt untuk melihat semua kemungkinan nilai ρ20 yang
diperoleh.
Jika dengan βt= 0,00066 ) 20 ( 20 =ρt +ρtβt t−
ρ
= 0,87 + 0,87 x 0,00066 ( 15,6 – 20 )
= 0,87 + -0,0025
= 0,8675 kg/ dm3
Jika dengan βt= 0,00065 ) 20 ( 20 =ρt +ρtβt t−
ρ
= 0,87 + 0,87 x 0,00065 ( 15,6 – 20 )
= 0,87 + -0,00248
= 0,8675 kg/ dm3
Jika dengan βt= 0,00063 ) 20 ( 20 =ρt +ρtβt t−
ρ
= 0,87 + 0,87 x 0,00063 ( 15,6 – 20 )
= 0,87 + -0,00241
Karena ketiga nilai perhitungan massa jenis standart ( ρ20 ) memiliki nilai yang sama yakni 0,8675 kg/dm3, sehingga dipakai daerah massa jenis yang paling
mendekati massa jenis standart, yakni massa jenis dengan daerah 0,88 sampai
dengan 0,89 kg/dm3, dengan βt= 0,00066 ( menurut Tabel 2.1. ). Massa jenis pada suhu -40oC
(
20)
00066 , 0 1 20 40 − + = − t ρ ρ=0,9033 kg/ dm3
Hasil perhitungan massa jenis pada berbagai suhu dapat dilihat pada Tabel 4.1
atau pada Gambar 4.1.
Tabel 4.1. Nilai massa jenis Aeroshell Fluid 41 pada berbagai suhu
Suhu Massa Jenis Suhu Massa Jenis
o
C kg/dm3 oC kg/dm4
-40 0.9033 50 0.8507 -35 0.9002 55 0.8479 -30 0.8971 60 0.8452 -25 0.8941 65 0.8425 -20 0.8910 70 0.8398 -15 0.8880 75 0.8371 -10 0.8850 80 0.8345 -5 0.8821 85 0.8318
44
Grafik Massa Jenis Vs Suhu
0.8000 0.8200 0.8400 0.8600 0.8800 0.9000 0.9200
-60 -40 -20 0 20 40 60 80 100 120 140 160
suhu
m
as
sa j
en
is
Gambar 4.1. Grafik hubungan suhu dan massa jenis
Massa jenis juga bergantung pada nilai tekanan kerjanya, hal ini dikarenakan
bahwa tekanan akan mempengaruhi volume dari fluida Aeroshell Fluid 41
sehingga massa jenisnya akan berubah. Karena massa jenis pada berbagai suhu
sudah diketahui, maka dapat dihitung pula massa jenis pada berbagai suhu dan
tekanan kerja.
Dengan persamaan (4) dapat dihitung massa jenis yang akan berubah menurut
tekanan yang terjadi (pada suhu yang konstan misal -40oC ).
(
p p)
t +ℵ Δ
Pada tekanan sampai 50 bar ( 725 psi ) maka ℵ= 80,3 x 10-6
ρ725 = 0,9033 (1+80,3x10-6x50) = 0,9069 kg/dm3
Pada tekanan sampai 100 bar ( 1450 psi ) maka ℵ= 79,5 x 10-6
ρ1450 = 0,9033 (1+79,5x10-6x100) = 0,9105 kg/dm3
Pada tekanan sampai 150 bar ( 2175 psi ) maka ℵ= 77,5 x 10-6
ρ2175 = 0,9033 (1+77,5x10-6x150) = 0,9138 kg/dm3
Pada tekanan sampai 200 bar ( 2900 psi ) maka ℵ= 74,5 x 10-6
ρ 2900= 0,9033 (1+74,5x10-6x200) = 0,9167 kg/dm3
Pada tekanan sampai 250 bar ( 3625 psi ) maka ℵ= 71,9 x 10-6
ρ 3625= 0,9033 (1+1,9x10-6x200) = 0,9195 kg/dm3
Dengan cara seperti diatas dapat dihitung pula nilai massa jenis pada berbagai
46
Tabel 4.2. Nilai massa jenis Aeroshell Fluid 41 pada berbagai suhu dan tekanan
Suhu Massa Jenis ∆P (Psi)
oC kg/dm3 725.19 1450.4 2175.6 2900.8 3625.9
-40 0.9033 0.9069 0.9105 0.9138 0.9167 0.9195
-35 0.9002 0.9038 0.9073 0.9106 0.9136 0.9164
-30 0.8971 0.9007 0.9042 0.9075 0.9105 0.9132
-25 0.8941 0.8976 0.9012 0.9044 0.9074 0.9101
-20 0.8910 0.8946 0.8981 0.9014 0.9043 0.9070
-15 0.8880 0.8916 0.8951 0.8983 0.9012 0.9040
-10 0.8850 0.8886 0.8921 0.8953 0.8982 0.9009
-5 0.8821 0.8856 0.8891 0.8923 0.8952 0.8979
0 0.8791 0.8826 0.8861 0.8893 0.8922 0.8949
5 0.8762 0.8797 0.8831 0.8864 0.8892 0.8919
10 0.8733 0.8768 0.8802 0.8834 0.8863 0.8890
15 0.8704 0.8739 0.8773 0.8805 0.8833 0.8860
20 0.8675 0.8710 0.8744 0.8776 0.8804 0.8831
25 0.8646 0.8681 0.8715 0.8747 0.8775 0.8802
30 0.8618 0.8653 0.8687 0.8718 0.8747 0.8773
35 0.8590 0.8624 0.8658 0.8690 0.8718 0.8744
40 0.8562 0.8596 0.8630 0.8662 0.8690 0.8716
45 0.8534 0.8568 0.8602 0.8633 0.8661 0.8688
50 0.8507 0.8541 0.8574 0.8605 0.8633 0.8659
55 0.8479 0.8513 0.8547 0.8578 0.8605 0.8632
60 0.8452 0.8486 0.8519 0.8550 0.8578 0.8604
65 0.8425 0.8459 0.8492 0.8523 0.8550 0.8576
70 0.8398 0.8432 0.8465 0.8495 0.8523 0.8549
75 0.8371 0.8405 0.8438 0.8468 0.8496 0.8522
80 0.8345 0.8378 0.8411 0.8442 0.8469 0.8495
85 0.8318 0.8352 0.8384 0.8415 0.8442 0.8468
90 0.8292 0.8325 0.8358 0.8388 0.8415 0.8441
95 0.8266 0.8299 0.8332 0.8362 0.8389 0.8414
100 0.8240 0.8273 0.8305 0.8336 0.8363 0.8388
105 0.8214 0.8247 0.8279 0.8310 0.8337 0.8362
110 0.8189 0.8221 0.8254 0.8284 0.8311 0.8336
115 0.8163 0.8196 0.8228 0.8258 0.8285 0.8310
120 0.8138 0.8171 0.8203 0.8233 0.8259 0.8284
125 0.8113 0.8145 0.8177 0.8207 0.8234 0.8259
130 0.8088 0.8120 0.8152 0.8182 0.8208 0.8233
grafik massa jenis vs suhu dan tekanan 0.8000 0.8200 0.8400 0.8600 0.8800 0.9000 0.9200 0.9400
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000
tekanan m as sa j e n is -40 -20 0 20 40 60 80 100 120 135 Suhu
Gambar 4.2. Grafik massa jenis Aeroshell Fluid 41 pada berbagai suhu dan
tekanan
Viskositas kinematik dan massa jenis yang berubah akan mempengaruhi
nilai dari viskositas dinamik. Dari grafik pada Tabel L. 1 dan massa jenis pada
tekanan 2900 psi pada Tabel 4.2 dapat dihitung nilai viskositas dinamik pada
tekanan 2900 psi pada berbagai suhu. Dihitung pada tekanan 2900 psi karena
tekanan kerja sistem hidrolik pesawat Hawk 100/200 adalah pada 3000 psi,
sehingga didekati pada 2900 psi. Dengan persamaan (1) dapat dihitung viskositas
dinamiknya pada suhu -40oC.
ρ η
=
v
η = ν . ρ
= 450x10-6 x 0,9167 x 1000
48
Hasil perhitungan pada berbagai suhu lainnya dapat dilihat pada Tabel 4.2 atau
Grafik 4.3.
Tabel 4.3. Nilai viskositas dinamik Aeroshell Fluid 41 pada berbagai suhu
Suhu
viskositas kinematik
massa jenis @2900 psi
viskositas dinamik
o
C mm2/s kg/dm3 N.s/m2
-40 450 0.9167 0.4125
-35 300 0.9136 0.2741
-30 200 0.9105 0.1821
-25 160 0.9074 0.1452
-20 130 0.9043 0.1176
-15 100 0.9012 0.0901
-10 80 0.8982 0.0719
-5 65 0.8952 0.0582
0 55 0.8922 0.0491
5 45 0.8892 0.0400
10 37.5 0.8863 0.0332
15 30.0 0.8833 0.0265
20 27.5 0.8804 0.0242
25 22.5 0.8775 0.0197
30 20.0 0.8747 0.0175
35 18.0 0.8718 0.0157
40 16.0 0.8690 0.0139
45 14.0 0.8661 0.0121
50 12.5 0.8633 0.0108
55 11.5 0.8605 0.0099
60 10.5 0.8578 0.0090
65 9.0 0.8550 0.0077
70 8.0 0.8523 0.0068
75 7.5 0.8496 0.0064
80 7.0 0.8469 0.0059
85 6.60 0.8442 0.0056
90 6.20 0.8415 0.0052
95 5.80 0.8389 0.0049
100 5.40 0.8363 0.0045
105 5.00 0.8337 0.0042
110 4.60 0.8311 0.0038
115 4.25 0.8285 0.0035
120 4.00 0.8259 0.0033
125 3.75 0.8234 0.0031
grafik viskositas dinamik vs suhu
0.0000 0.0500 0.1000 0.1500 0.2000 0.2500 0.3000 0.3500 0.4000 0.4500
-60 -40 -20 0 20 40 60 80 100 120 140
suhu
v
isko
si
tas d
in
a
mi
k
Gambar 4.3. Grafik hubungan viskositas dinamik dengan suhu
4.2 Kalkulasi Daya dan Efisiensi Pompa
Reservoir memiliki tekanan sebesar 80 psi maka tekanan masuk (Pin) adalah sebesar 80 psi. Sedangkan tekanan keluar dari pompa (Pout) adalah sebesar 3000 psi. Dari tekanan masuk dan tekanan keluar dapat diketahui nilai selisih tekanan
(ΔP).
ΔP = Pout - Pin
= 3000 psi – 80 psi
50
Dari nilai selisih tekanan masuk dan keluar pada pompa (ΔP) dan debit aliran (Qd) dapat dihitung besarnya daya teoritis dari pompa, yakni dengan menggunakan
persamaan :
Hpteoritis = 5,82 × 10-4Qd × ΔP
= 5,82 × 10-4 × 8 gpm × 2920 psi
= 13,59 hp
≈ 13,6 hp
Suhu kerja dari suatu sistem harus dipilih sedemikian rupa sehingga
memiliki viskositas kinematik dengan penurunan daya yang paling kecil.
Diasumsikan bahwa suhu kerja dari sistem hidrolik adalah sebesar 70 oC maka
fluida kerja memiliki viskositas kinematik sebesar 7 cSt. Bila viskositas kinematik
dikonversi menjadi SUS (saybolt universal seconds) adalah sebesar 48,5 SUS.
Dengan acuan Gambar 4.4, dari nilai viskositas kinematik, kecepatan pompa
(rpm) dan tekanan kerja (operating pressure) didapatkan efisiensi total dan
efisiensi volumetrik. Efisiensi volumetrik adalah sebesar 96,75 % dan efisiensi
Gambar 4.4. Grafik efisiensi pompa piston (Frank Yeaple, 1996)
Daya aktual dari pompa dapat dihitung dengan membagi daya pompa yang telah
diperoleh dengan efisiensi total dari pompa tersebut.
Daya aktual (hp) =
total teoritis pompa daya
η
Daya aktual (hp) = 100 92,75
13,6
×
= 14,663 hp ≈ 14,6 hp
4.3 Kalkulasi Gaya Aktuator 4.3.1 Pada aileron
Diameter silinder diasumsikan lewat pendekatan ukuran dari aileron PCU
karena tidak adanya data diameter silinder piston. Ukuran aileron PCU adalah
14,6 × 6,7 × 6,4 in, sehingga diasumsikan besar diameter silinder piston (d)
52
Aliran fluida melewati filter pada flying control sehingga terjadi penurunan
tekanan sebesar 35 psi. Hal ini membuat tekanan yang diterima oleh aileron PCU
adalah sebesar 2965 psi.
Gaya pada aktuator (F) = P . A
= P . ¼ . π . d 2
= 2965 psi × ¼ × 3,14 × 5 in × 5 in
= 58188,13 lb
≈ 58200 lb
4.3.2 Pada tail plane
Diameter silider diasumsikan lewat pendekatan ukuran dari tail plane PCU
karena tidak adanya data diameter silinder piston. Ukuran tail plane PCU adalah
22,8 × 11 × 5,1 in. Diasumsikan besar diameter silinder piston (d) adalah sebesar
3,5 in.
Aliran fluida melewati filter pada flying control sehingga terjadi penurunan
tekanan sebesar 35 psi. Hal ini membuat tekanan yang diterima oleh tail plane
PCU adalah sebesar 2965 psi.
Gaya pada aktuator (F) = P . A
= P . ¼ . π . d 2
= 2965 psi × ¼ x 3,14 x 3,5 in x 3,5 in
= 28512,18 lb
4.3.3 Pada rudder
Aliran fluida melewati filter pada flying control sehingga terjadi penurunan
tekanan sebesar 35 psi. Hal ini membuat tekanan yang diterima oleh rudder PCU
adalah sebesar 2965 psi dengan diameter silinder piston ( d ) sebesar ¾ in.
Gaya pada aktuator (F) = P . A
= P . ¼ . π . d 2
= 2965 psi × ¼ × 3,14 × ¾ in × ¾ in
= 1309,233 lb
≈ 1300 lb
4.4 Kalkulasi Ketebalan Pipa
Untuk menahan tekanan fluida dalam pipa dibutuhkan ketebalan tertentu
pada diameter tertentu dengan jenis bahan dan kekuatan bahan tertentu pula. Pipa
yang digunakan adalah Seamless EO Steel Tube pbatang pistonuk Parker dengan
sebutan St. 37,4. Pipa St. 37,4 mempunyai yield strength sebesar 34000 psi.
t =
) (
2 SE PY
PDout
+
S = 30% x 34000 psi
= 10200 psi
E = 1 (faktor kualitas) (asumsi)
Y = 0,071 (nilainya diasumsikan sama dengan pipa Seamless EO
54
4.4.1 Pipa Aliran Hisap
Pada pipa aliran hisap (suction) dengan tekanan maksimal pada pengaturan
valve sebesar 125 psi. Diasumsikan bahwa tekanan (P) maksimal yang diijinkan
terjadi pada pipa aliran hisap adalah sebesar 500 psi
Untuk pipa hisap dengan diameter nominal 5 mm (Dout = 0,197 inchi) :
t =
(
10200 1 500 0,071)
2 197 , 0 500 × + × ×
= 0,00481 inchi = 0,122 mm
Untuk kebutuhan ketebalan pipa sebesar 0,122 mm dapat digunakan pipa dengan
R05x1 yang memiliki ketebalan pipa 1 mm dan diameter dalam 3 mm.
Untuk pipa hisap dengan diameter nominal 14 mm (Dout = 0,551 inchi) :
t =
(
10200 1 500 0,071)
2 551 , 0 500 × + × ×
= 0,0135 inchi = 0,343 mm
Untuk kebutuhan ketebalan pipa sebesar 0,343 mm dapat digunakan pipa dengan
R14x1 yang memiliki ketebalan pipa 1 mm dan memiliki diameter dalam 12 mm.
Untuk pipa hisap dengan diameter nominal 18 mm (Dout = 0,709 inchi) :
t =
(
10200 1 500 0,071)
2 709 , 0 500 × + × ×
= 0,0173 inchi = 0,44 mm
Untuk kebutuhan ketebalan pipa sebesar 0,44 mm dapat digunakan pipa dengan
4.4.2 Pipa Aliran Balik
Pada pipa aliran balik (return) dengan tekanan maksimal pada pengaturan
valve sebesar 500 psi. Diasumsikan bahwa tekanan (P) maksimal yang diijinkan
terjadi pada pipa aliran balik adalah sebesar 1500 psi.
Untuk pipa balik dengan diameter nominal 10 mm (Dout = 0,394 inchi) :
t =
(
10200 1 1500 0,071)
2 394 , 0 1500 × + × ×
= 0,0288 inchi = 0,731 mm
Untuk kebutuhan ketebalan pipa sebesar 0,731 mm dapat digunakan pipa dengan
R10x1 yang memiliki ketebalan pipa 1 mm dan memiliki diameter dalam 8 mm.
Untuk pipa balik dengan diameter nominal 14 mm (Dout = 0,551 inchi) :
t =
(
)
071 , 0 1500 1 10200 2 551 , 0 1500 × + × ×= 0,0403 inchi = 1,024 mm
Untuk kebutuhan ketebalan pipa sebesar 1,024 mm dapat digunakan pipa dengan
R14x1,5 yang memiliki ketebalan pipa 1,5 mm dan memiliki diameter dalam 11
mm.
Untuk pipa balik dengan diameter nominal 18 mm (Dout = 0,709 inchi) :
t =
(
10200 1 1500 0,071)
2 709 , 0 1500 × + × ×
56
Untuk kebutuhan ketebalan pipa sebesar 1,31 mm dapat digunakan pipa dengan
R18x1,5 yang memiliki ketebalan pipa 1,5 mm dan memiliki diameter dalam 15
mm.
4.4.3 Pipa Aliran Tekanan
Pada pipa aliran tekanan (pressure) dari pompa tangan (hand pump) dengan
tekanan maksimal pada pengaturan valve sebesar 2800 psi. Diasumsikan bahwa
tekanan (P) maksimal yang diijinkan terjadi pada pipa aliran hisap adalah sebesar
4000 psi.
Untuk pipa tekanan dengan diameter nominal 5 mm (Dout = 0,197 inchi) :
t =
(
10200 1 4500 0,071)
2
197 , 0 4000
× +
× ×
= 0,0381 inchi = 0,967 mm
Untuk kebutuhan ketebalan pipa sebesar 0,967 mm dapat digunakan pipa dengan
R05x1 yang memiliki ketebalan pipa 1 mm dan diameter dalam 3 mm.
Pada pompa utama tekanan maksimal pada pengaturan valve sebesar 3400
psi. Diasumsikan bahwa tekanan (P) maksimal yang diijinkan terjadi pada pipa
Untuk pipa tekanan dengan diameter nominal 10 mm (D = 0,394 inchi) :
t =
(
10200 1 4500 0,071)
2 394 , 0 4500 × + × ×
= 0,0855 inchi = 2,172 mm
Untuk kebutuhan ketebalan pipa sebesar 2,172 mm dapat digunakan pipa dengan
R10x2,5 yang memiliki ketebalan pipa 2,5 mm dan memiliki diameter dalam 5
mm.
4.5 Kalkulasi Diameter Batang Piston
Diasumsikan batang piston pada silinder menggunakan bahan
high-strength-low-alloy ASTM-A709 Grade 345 yang memiliki yield strength sebesar 345 MPa.
Tegangan yang diijinkan adalah 30% dari yield strength yakni sebesar 103,5 MPa.
Diameter batang piston pada silinder aileron PCU :
F = 58200 lb ≈ 259000 N
σall = 103,5 MPa = 103500000 Pa
A = all σ F = 103500000 259000
= 0,0025 m2
D = 2 π
A
58
= 2
14 , 3 0025 , 0 ×
= 0,0565 m
= 56,46 mm
≈ 56,5 mm
Diameter minimal batang piston pada silinder aileron PCU adalah 56,5 mm.
Diameter batang piston pada silinder tail plane PCU :
F = 28500 lb = 127000 N
σall = 103,5 MPa = 103500000 Pa
A = all σ F = 103500000 127000
= 0,00123 m2
D = 2 π
A
×
= 2
14 , 3 00123 , 0 ×
= 0,0395 m
= 39,54 mm
≈ 39,6 mm
Diameter minimal batang piston pada silinder tail plane PCU adalah 39,6 mm.
Diameter batang piston pada silinder rudder PCU :
σall = 103,5 MPa = 103500000 Pa
A = all σ F = 103500000 5800
= 0,000056 m2
D = 2 π
A
×
= 2
14 , 3 000056 , 0 ×
= 0,00845 m
= 8,45 mm
≈ 8,5 mm
Diameter minimal batang piston pada silinder aileron PCU adalah 8,5 mm.
4.6 Kalkulasi Ketebalan Silinder Aktuator
Untuk menahan tekanan fluida dalam silinder dibutuhkan ketebalan tertentu
pada diameter tertentu dengan jenis bahan dan kekuatan bahan tertentu pula.
Silinder diasumsikan menggunakan bahan ASTM-A36 yang memiliki yield
strength sebesar 36000 psi.
t =
) 6 , 0 (
2 SE P
PDin
−
60
= 10800 psi
E = 1 ( asumsi )
Ketebalan silinder aileron PCU :
P = 4500 psi
Din = 5 in
t =
(
10800 1 0,6 4500)
2 5 4500 × − × ×
= 1,389 in
= 35, 278 mm
≈ 35,3 mm
Ketebalan silinder tail plane PCU :
P = 4500 psi
Din = 3,5 in
t =
(
10800 1 0,6 4500)
2 5 , 3 4500 × − × ×
= 0,972 in
= 24,694 mm
≈ 24,7 mm
Ketebalan silinder rudder PCU :
P = 4500 psi
t =
(
10800 1 0,6 4500)
2
¾ 4500
× − ×
×
= 0,206 in
= 5,292 mm
≈ 5,3 mm
4.7 Kalkulasi Buckling
Diasumsikan batang piston pada silinder menggunakan bahan
high-strength-low-alloy ASTM-A709 Grade 345 yang memiliki modulus elastisitas sebesar 200
GPa. Tekanan fluida pada silinder aktuator akan membuat gaya pada batang
batang piston, sedangkan aliran udara akan membuat gaya aerodinamika pada
komponen-komponen flying control ( aileron, tail plane dan rudder ). Tekan
menekan pada batang batang piston akibat gaya tekanan fluida dan gaya
aerodinamika dapat menyebabkan terjadinya buckling. Gaya kritis yang dapat
menyebabkan terjadinya buckling pada masing-masing batang piston pada silinder
aktuator adalah sebesar :
Fkritis pada batang piston aileron PCU : Diameter batang piston ( D ) = 2,5 in
62
E = 200 Gpa = 29 x 106 psi
K = 0,7 ( fixed end dan pin end )
I = 4
64D
π
= 4
5 , 2 64 14 , 3 ×
≈ 1,917 in4
Fcr =
( )
2 2Kl EI
π
=
(
)
26 2 15 7 , 0 917 , 1 10 29 14 , 3 × × × ×
≈ 4970000 lb
Gaya yang terjadi pada batang piston aileron PCU adalah sebesar 58200 lb,
sedangkan gaya kritis yang dapat menyebabkan buckling adalah sebesar 4970000
lb.
Fkritis pada batang piston tail plane PCU : Diameter batang piston ( D ) = 2 in
Panjang ( l ) = 10 in
E = 200 Gpa = 29 x 106 psi
K = 0,7 ( fixed end dan pin end )
I = 4
64D
π
= 24 64
14 ,
3 ×
≈ 0,785 in4
Fcr =
( )
2 2Kl EI
π
=
(
)
26 2 10 7 , 0 785 , 0 10 29 14 , 3 × × × ×
≈ 4580000 lb
Gaya yang terjadi pada batang piston tail plane PCU adalah sebesar 28500 lb,
sedangkan gaya kritis yang dapat menyebabkan buckling adalah sebesar 4580000
lb.
Fkritis pada batang piston rudder PCU : Diameter batang piston ( D ) = 0,5 in
Panjang ( l ) = 4 in
E = 200 Gpa = 29 x 106 psi
K = 0,7 ( fixed end dan pin end )
I = 4
64D
π
= 0,54 64
14 ,
3 ×
≈ 0,00306 in4
Fcr =
( )
2 2Kl EI
π
=
(
)
264
≈ 111000 lb
Gaya yang terjadi pada batang piston rudder PCU adalah sebesar 1300 lb,
sedangkan gaya kritis yang dapat menyebabkan buckling adalah sebesar 111000
5.1 Kesimpulan
Dari analisis dapat disimpulkan bahwa :
a. Massa jenis fluida pada tekanan kerja 2900 psi mulai suhu -40oC sampai
dengan 135oC adalah 0,9167 kg/dm3 sampai dengan 0,8208 kg/dm3.
b. Viskositas dinamik fluida pada tekanan kerja 2900 psi mulai suhu -40oC
sampai dengan 135oC adalah 0,4125 N.s/m2 sampai dengan 0,0029
N.s/m2.
c. Daya aktual pompa adalah 14,6 hp dan efisiensi pompa 92,75%.
d. Gaya-gaya pada aktuator :
Gaya pada aileron aktuator ≈ 58200 lb, gaya pada tail plane aktuator ≈ 28500 lb, gaya pada rudder aktuator ≈ 1300 lb.
e. Perpipaan :
• Pada pipa hisap dengan d nominal 5 mm digunakan pipa R05x1,
pada pipa hisap dengan d nominal 14 mm digunakan pipa R14x1, pada pipa hisap dengan d nominal 18 mm digunakan pipa R18x1.
• Pada pipa balik dengan d nominal 10 mm digunakan pipa R10x1,
pada pipa balik dengan d nominal 14 mm digunakan pipa R14x1,5, pada pipa balik dengan d nominal 18 mm digunakan pipa R18x1,5.
• Pada pipa tekanan dengan d nominal 5 mm (hand pump) digunakan
pipa R5x1, pada pipa tekanan dengan d nominal 10 mm (pompa utama) digunakan pipa R10x2,5.
66
f. Diameter minimal batang piston dan gaya kritis penyebab buckling : Diameter minimal batang piston aileron aktuator = 56,5 mm dengan gaya kritis = 3945000 lb. Diameter minimal batang piston tail plane aktuator = 39,6 mm dengan gaya kritis = 109300 lb. Diameter minimal
batang piston rudder aktuator = 8,5 mm dengan gaya kritis = 260000 lb.
g. Ketebalan silinder aktuator :
Ketebalan silinder aileron aktuator minimal ≈ 22,7 mm, ketebalan silinder tail plane aktuator ≈ 15,9 mm, ketebalan silinder rudder aktuator ≈ 3,5 mm.
5.2 Saran
Adapun saran untuk pihak yang akan mengembangkan analisis pada bidang
ini adalah :
a. Lebih baik lagi jika dapat mengetahui data panjang pipa dan data
belokan yang ada sehingga dapat dihitung pula penurunan tekanan
yang terjadi. Dengan kata lain dapat dihitung efisiensi sistem secara
keseluruhan.
b. Data yang diberikan oleh produsen lebih banyak bersifat umum,
sehingga kadang kala kurang begitu bermanfaat. Lebih baik lagi jika
dapat diukur langsung sehingga data merupakan data pengukuran
DAFTAR PUSTAKA
Anonim., 2003, Hydraulic Fluids, www.shell.com/aviation. Anonim., - , Airbone Equipment Manual, BAE, -
Anonim., - , Metric