• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI DESKRIPTIF TENTANG SIKAP PERAWAT TERHADAP ORANG DENGAN HIVAIDS (Odha) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "STUDI DESKRIPTIF TENTANG SIKAP PERAWAT TERHADAP ORANG DENGAN HIVAIDS (Odha) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi"

Copied!
0
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI DESKRIPTIF TENTANG SIKAP PERAWAT

TERHADAP ORANG DENGAN HIV/AIDS (Odha)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Kurniawati Ida Purnomo NIM : 999114179

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

Karya ini aku persembahkan untuk

Keluarga besarku,

teman-teman Odha &

semua pihak yang tengah berjuang,

mencurahkan pikiran,

meluangkan waktu dan kerja kerasnya

untuk penanggulangan HIV/AIDS.

(5)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, Februari 2007 Penulis

(6)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan sikap perawat terhadap Odha (Orang dengan HIV/AIDS). Masalah dalam penelitian ini diungkap dengan pendekatan deskriptif untuk menjelaskan suatu keadaan dengan cara menggambarkan suatu fenomena yang terjadi di masa sekarang.

Sampel responden adalah perawat di Instalasi Rawat Inap, RS. Bethesda, Yogyakarta dengan latar belakang pendidikan keperawatan sebanyak 80 orang yang diambil dari 8 ruang rawat inap dan ditentukan secara acak.

Penelitian ini menggunakan variabel tunggal, yaitu sikap, yang merupakan integrasi dari komponen-komponen kognitif, afektif dan konatif yang ditampilkan seseorang ketika menghadapi situasi tertentu.

Hasil uji coba skala sikap yang memuat 85 aitem kepada responden uji coba menghasilkan 58 aitem sahih. Pengukuran konsistensi internal untuk menguji reliabilitas alat ukur dilakukan dengan menggunakan teknik koefisien  cronbach dari program SPSS for window versi 13.0, dan menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,926.

Uji statistik deskriptif terhadap skala untuk melihat sikap perawat menunjukkan bahwa secara umum responden dapat dikatakan memiliki sikap yang positif terhadap Odha, ini terbukti dari nilai mean empirik (150,89) yang lebih besar daripada mean teoretik (145). Perbandingan antara mean teoretik dan mean empirik dari masing-masing komponen pembentuk sikap menunjukkan bahwa ternyata mean empirik komponen kognitif dan komponen afektif lebih besar daripada mean teoretiknya. Hal ini berarti bahwa responden rata-rata memiliki sikap yang cenderung positif secara kognitif dan afektif. Sedangkan untuk komponen konatif, mean empirik (23,15) lebih kecil daripada mean teoretik (25) yang berarti bahwa secara konatif responden memiliki sikap yang cenderung negatif terhadap Odha. Hal ini konsisten dengan kategori rendah pada masing-masing komponen (kognitif-0 orang ; afektif-5 orang; konatif-11 orang). Padahal yang paling dapat dirasakan dan dilihat pasien adalah tindakan konkrit, sedangkan kapasitas kognitif dan afektif perawat jelas tidak dapat dilihat oleh pasien. Hasil uji-t menjawab keraguan hasil analisis komponen konatif, sehingga tidak tepat jika dikatakan bahwa sikap perawat secara konatif adalah negatif sebab sesungguhnya nilai mean empirik masuk dalam rentang kategori sikap sedang (bukan rendah/ negatif).

(7)

ABSTRACT

The purpose of this research was to find out the service that given by the nurses to the Odha (people living with HIV/AIDS – PLWHA). The problem in this research was written by a descriptive approachment to explain a situation by means of depicting a phenomenon that happens in the present period.

The sample of the respondent was the nurse in the Bethesda Hospital's Recovery Ward,Yogyakarta, With the nursing educational background for about 80 people who were taken from 8 Recovery Ward and was randomly determined.

This research used a single variable which is an attitude that was an integration from cognitive, affective and connative components that was shown by someone when facing a certain situation. The Results of the scale test contained 85 items given to the test respondent, produced 58 valid items. The grating of internal consistency to test the reliability of the implement measured was done by using the coefficient technique α cronbach from the SPSS program for window 13.0 version and produced the reability coefficient to 0,926.

The descriptive statistical test towards the scale that made to see the nurse's attitude showed that generally the respondent had the positive attitude towards people living with HIV/AIDS, this was proven by the empiric value (150,89) that was bigger than theoretical value (145)

The comparison between the mean theoretical and mean empiric from each of the framer's component of the attitude showed that evidently the cognitive component of mean empirical and the affective cognitive component bigger than mean theoretical. This means that generally the respondents had the cognitively and affective positive attitude. Meanwhile for the connative components, the empiric’s mean (23,15) is smaller that the theoretical (25) which means that the respondents tend to had a negative respond against PLWHA. This research was consistent with the low category in every components (cognitive - 0 person; affective - 5 person; connative -11 persons). Too bad, because what the patient can feel or see was the real action, while the cognitive capacity and affective the of the nurses obviously could not be seen by the patient. The t-test’s result showed that actually the connative capacity was in the middle continum/ category, not in the low category/ negative attitude.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah swt atas berkat dan karunia-Nya, sehingga karya ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini hanyalah secuil dari begitu banyak masalah Odha yang masih sering terjadi ketika mengakses pusat layanan kesehatan. Dalam proses penyelesaiannya, tentu saja ada beberapa kendala yang dihadapi, namun berkat kerja keras dan dukungan dari banyak pihak semuanya dapat diatasi dengan baik. Atas semua kebaikan tersebut dilembar ini juga penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada :

1. Bp. Dr. T. Priyo Widiyanto, Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberi masukan dan dukungan kepada saya hingga karya ini dapat diselesaikan dengan baik.

2. Bp. P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu Sylvia CMYM, S.Psi., M.Si. Kaprodi Psikologi Universitas Sanata Dharma. 4. Mbak Nanik, Mas Gandung, Pak Giyono, Mas Muji, Mas Doni, dan semua staf/

karyawan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah membantu kelancaran administrasi dan studi saya selama ini.

5. Semua dosen di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

6. Direktur Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang telah memberi ijin kepada saya untuk melakukan penelitian.

(9)

9. Bapak Sis di bagian Rekam Medis R.S. Bethesda Yogyakarta. 10. Ibu Retno di bagian Sekretariat RS. Bethesda.

11. Ibu Ruth & Ibu Tiwuk, terimakasih sudah meluangkan waktu sarapan pagi untuk berbincang bersama.

12. Kepala Ruang Rawat Inap : Ibu Sri Rejeki, Ibu Tri, Bp. YB. Suwarto, Ibu Ipung, Ibu Puji, Ibu Rini, Ibu Sutati, dan Ibu Yasmin yang telah menerima saya dengan baik dan membantu proses ini.

13. Semua Perawat atas partisipasinya dan dengan kerelaan hati mau meluangkan waktu untuk mengisi skala sikap yang saya berikan. Terima kasih banyak.

14. Ibu Lusia Pratidarmanastiti & Ibu Ch. Siwi Handayani untuk support yang tidak pernah ada habisnya.

15. dr. Yanri – most wanted. Terimakasih telah mempertemukan saya dengan Mbak Ipung untuk memeriksa kelayakan isi skala sikap saya.

16. Ibu Sri Purwatiningsih (Mbak Ipung), banyak terimakasih untuk waktu, bimbingan dan perhatiannya.

17. Mami-Papi untuk doa-doanya. Terimakasih untuk semuanya. 18. Mbah berdua, terimakasih untuk semuanya.

19. Mas Adhie sekeluarga dan adikku Yudith untuk dukungan, pengertian dan kebersamaan kita selama ini.

20. Ang, buat semuanya aja – terimakasih untuk segala pengertian, dan kesediaan untuk berbagi dalam senang dan susah. It means a lot to me…Tqr.

(10)

22. Mba’ Yani & Vincentius Hendrianto, 2 orang sahabat yang telah memberi inspirasi untuk menyelesaikan penulisan karya ini. Semoga kelian mendapat tempat yang layak disisi-Nya.

23. Teman-teman di Vesta, Yogyakarta, Sanggar Anak Alam dan jaringannya yang tak dapat saya sebutkan satu persatu atas segala dukungan untuk menyelesaikan karya ini.

24. Bu Wahya, terimakasih atas doa malamnya. Mas Onny, terimakasih sudah boleh numpang nge-print & copy data.

25. Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu saya yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu.

Saya sangat menyadari bahwa seketat apapun kontrol yang dilakukan pada setiap proses pasti masih saja ada hal-hal yang luput dari perhatian, begitu juga dengan karya ini yang pasti masih jauh dari sempurna. Untuk itu saya sangat mengharapkan tanggapan, kritik, dan saran demi perbaikan di masa mendatang. Semoga bermanfaat bagi kita semua.

Salam,

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……….. ii

HALAMAN PENGESAHAN ………. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ……….. iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……….. v

ABSTRAK ………... vi

ABSTRACT ……… vii

KATA PENGANTAR ………. viii

DAFTAR ISI ……… xi

DAFTAR TABEL ………... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ...………... xv

BAB I. PENDAHULUAN ………... 1

A. Latar Belakang ………. 1

B. Perumusan Masalah ……….... 9

C. Tujuan Penelitian ……….. 9

D. Manfaat penelitian ………... 10

BAB II. LANDASAN TEORI ………. 11

A. HIV/AIDS ... 11

1. Sifat Khas HIV ...………... 11

2. Media Penularan ………..…… 11

3. Cara Penularan HIV ………... 12

4. Tahap Infeksi ……….... 13

5. Definisi AIDS ……….... 16

6. Kondisi yang tidak memungkinkan penularan HIV……. 16

7. Kelompok yang berisiko tinggi terinfeksi HIV………... 17

8. Universal Precaution………….……….... 17

(12)

1. Definisi ………. 20

2. Standar Tindakan Keperawatan…..……….... 20

3. Tugas Perawat ……….... 22

4. Beban Kerja & Risiko Perawat .……….... 25

C. Sikap ... 26

1. Definisi ………. 26

2. Komponen Sikap ……….. 28

3. Sikap Perawat terhadap Odha ...…………. 29

BAB III. METODE PENELITIAN ...………... 31

A. Jenis Penelitian ………...…. 31

B. Variabel Penelitian ...……….... 32

C. Responden Penelitian ...………. 32

D. Lokasi Penelitian ...……….. 33

E. Definisi Operasional ... 34

F. Prosedur Pengumpulan Data ... 36

G. Metode Pengumpulan Data ... 37

H. Blue Print ... 37

I. Metode Penskalaan ... 39

J. Skoring ... 39

K. Validitas & Reliabilitas ... 40

L. Metode Analisis Data ... 42

BAB IV. PERSIAPAN, PELAKSANAAN, HASIL & PEMBAHASAN 44 A. Persiapan Penelitian ... 44

1. Profil RS. Bethesda Yogyakarta ... 44

2. Prosedur Perijinan Penelitian ... 45

3. Pelaksanaan Uji Coba ... 46

(13)

a. Validitas ... 47

b. Analisis Aitem ... 47

c. Reliabilitas ... 50

B. Pelaksanaan Penelitian ... 50

C. Deskripsi Responden ... ... 50

D. Analisis Hasil Penelitian ... 54

1. Skala Sikap ... 54

2. Pertanyaan Terbuka ... 58

a. Komponen Kognitif ... 59

b. Komponen Afektif ... 61

c. Komponen Konatif ... 62

E. Pembahasan ... 63

BAB V. PENUTUP...……… 70

A. Kesimpulan ... 70

B. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 73

DAFTAR ISTILAH ... 77

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Alat Pelindung yang Diperlukan ... 19

Tabel 2. Masalah kesehatan yang sering timbul dan intervensi keperawatan yang diperlukan ... 24

Tabel 3. Blue-PrintSkala Sikap Perawat terhadap Odha ... 38

Tabel 4. Sebaran Aitem Skala Sikap Perawat terhadap Odha – Sebelum Uji Coba ... 40

Tabel 5. Sebaran Aitem Skala Sikap Perawat terhadap Odha – Setelah Uji Coba ... 49

Tabel 6. Deskripsi Responden ... 51

Tabel 7. Norma Kategorisasi Skor ... 51

Tabel 8. Kategorisasi Skor Sikap ... 52

Tabel 9. Kategorisasi Skor Komponen Kognitif ... 52

Tabel 10. Kategorisasi Skor Komponen Afektif ... 53

Tabel 11. Kategorisasi Skor Komponen Konatif ... 53

Tabel 12. Deskripsi Data Sikap Perawat terhadap Odha ... 55

Tabel 13. Uji-t Sikap Perawat terhadap Odha ... 56

Tabel 14. Deskripsi Data Komponen Sikap ... 57

Tabel 15. Uji-t pada Masing-masing Komponen Sikap ... 58

Tabel 16. Kategorisasi jawaban pertanyaan terbuka – Komponen Kognitif ... 60

(15)

Tabel 18. Kategorisasi jawaban pertanyaan terbuka – Komponen Konatif ... 62 L A M P I R A N

1. Instrumen Penelitian

1.1 Skala Sikap untuk Uji coba 1.2 Skala Sikap untuk Penelitian 1.3 Pertanyaan Kualitatif

2. Uji coba aitem

2.1 Data uji coba aitem

2.2 Hasil uji reliabilitas & seleksi aitem 3. Penelitian

3.1 Hasil penelitian

3.2 Hasil olah data – Komponen Kognitif 3.3 Hasil olah data – Komponen Afektif 3.4 Hasil olah data – Komponen Konatif 3.5 Uji-t

4. Data Kualitatif 5. Perijinan

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Ide penelitian ini berawal dari kisah seorang yang terinfeksi HIV atau lebih sering disebut Odha (orang dengan HIV/AIDS) yang menuturkan sepenggal kisah hidupnya pada acara malam renungan AIDS nusantara (MRAN – Mei 1999). Pada kesempatan tersebut ia menceritakan awal mula terinfeksi HIV – yang tidak diduga sama sekali sebelumnya sampai ketika ia mendapatkan perawatan di rumah sakit.

Ny. Ani (bukan nama sebenarnya) mengalami kecelakaan dan harus dirawat di rumah sakit. Ia begitu heran atas perlakuan dokter dan perawat yang menanganinya selama sakit. Padahal Ny. Ani merasa tidak mengalami luka yang cukup serius atau mengidap penyakit tertentu yang membahayakan jika ada kontak seketika. Ny. Ani merasa penasaran dan berniat ingin mencari tahu mengapa hal itu terjadi pada dirinya. Akhirnya setelah ia memaksa dokter untuk memberitahu keadaan dirinya, Ny. Ani berhasil mendapatkan informasi bahwa ia mengidap HIV. Itulah kali pertama Ny. Ani mengetahui bahwa ia positif terinfeksi HIV.

(17)

yang dikenakan perawat saat merawat dirinya. Kenyataan ini membuatnya semakin terpuruk dalam sakit dan ketidakberdayaannya untuk mencari jawaban atas kondisi kesehatannya saat itu. Tidaklah berlebihan apabila saat itu Ny. Ani menafsirkan segala sesuatu yang ia terima dari perawat dan pihak medis lain sebagai bentuk sikap diskriminasi terhadap pasien yang berstatus HIV-positif.

Tak hanya Ny. Ani, kisah serupa juga menimpa Odha lainnya. Sebut saja Hendri, ia diketahui terinfeksi HIV ketika ia menjalani perawatan di rumah sakit. Dokter yang menangani kasusnya membuka status HIV Hendri di hadapan keluarganya tanpa ada persetujuan sebelumnya dari Hendri. Kenyataan ini tak hanya membuat keluarga Hendri sangat terkejut dan terpukul, bahkan keberadaan Hendri di rumah sakit itu membuat para perawat takut. Pada suatu malam ketika jarum infus Hendri bergeser dan menyebabkan perdarahan, perawat tidak segera melakukan tindakan untuk memperbaiki letak jarum yang bergeser. Darah dibiarkan berceceran hingga keesokan paginya. Hendri juga tidak tahu apa alasannya ketika ia harus berkali-kali pindah ruang perawatan, bahkan ia dirujuk ke rumah sakit lain, namun ia menolak dan memilih untuk rawat jalan.

(18)

Kisah di atas menggambarkan bentuk-bentuk diskriminasi – atau memberi perlakuan secara berbeda antara satu orang dengan orang lain karena suatu alasan – yang dialami Odha ketika datang ke rumah sakit, padahal tujuannya ke rumah sakit adalah untuk mengatasi masalah kesehatan diluar kaitannya dengan efek infeksi HIV yang dialaminya (misalanya karena kecelakaan, melahirkan, dan sebagainya).

Ketidaktahuan, stigma atau pemberian cap buruk kepada kelompok tertentu dan mungkin juga rasa takut yang berlebihan menjadi faktor utama terjadinya diskriminasi di dunia kesehatan. Akibatnya, jika tidak segera ditangani, stigma terhadap AIDS yang bermuara pada perlakuan diskriminatif terhadap Odha justru akan semakin membuat Odha enggan mengakses layanan di rumah sakit. Semakin Odha merasa enggan, nantinya dikhawatirkan jika Odha memasuki fase terminal (tahap AIDS) dimanainfeksi opportunistik(IO) akan muncul, maka justru IO tersebut akan semakin membahayakan dirinya bahkan dapat menginfeksi orang lain, misalnyatuberkulosis(TB). Kenyataan ini menunjukkan, bahwa kualitas hidup yang buruk semakin memperbesar kemungkinan terjadinya kematian dini pada Odha, padahal jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia semakin meningkat pada tahun-tahun mendatang.

(19)

statistik kasus HIV/AIDS di Indonesia yang dilaporkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes R.I.) menyebutkan, bahwa dari tanggal 1 Januari sampai dengan 30 September 2006 telah terjadi penambahan kasus sebanyak 373 orang HIV-positif, 1756 AIDS. Dengan demikian, secara kumulatif pengidap infeksi HIV dan kasus AIDS dari 1 April 1987 sampai dengan 30 September 2006 sebanyak 11.604 orang, terdiri dari 4.617 orang terinfeksi HIV dan 6.987 orang mengidap AIDS dengan kematian 1651.

Menurut WHO, satu kasus yang terdeteksi setara dengan 100 kasus lain yang tidak (atau belum) terdeteksi. Jadi dari jumlah kasus resmi yang telah dilaporkan itu dapat diperkirakan ada sekitar 1.160.400 orang yang sudah terinfeksi HIV namun belum terdeteksi. Jumlah tersebut mendekati perkiraan Depkes R.I. pada tahun 1999 yang memprediksikan bahwa jumlah pengidap HIV/AIDS akan melonjak menjadi jutaan kasus pada masa mendatang. Hal tersebut sangat masuk akal, mengingat sebagian besar Odha hidup di negara berkembang. Masalah kemiskinan, buruknya sistem pelayanan kesehatan, minimnya informasi dan program penanggulangan HIV/AIDS yang tidak memadai semakin memudahkan penyebaran virus ini.

(20)

Selasa, 15 Februari 2005). Disamping itu, mereka juga cenderung menabukan penyakit ini, sehingga malu untuk mengungkapnya.

Jika melihat peningkatan kasus yang cukup tinggi, ditambah lagi dengan kondisi masyarakat yang menabukan dan tidak sadar akan dampak dari AIDS, khususnya para perawat yang berhadapan langsung dengan Odha, maka dikhawatirkan akan semakin banyak terjadi kasus diskriminasi yang dilakukan petugas kesehatan kepada Odha saat mengakses layanan kesehatan umum. Padahal setiap orang yang mengakses jasa kesehatan di rumah sakit pasti ingin mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik. Mutu perawatan kesehatan yang baik tentunya juga sangat tergantung pada sumber daya manusianya. Masyarakat membutuhkan petugas kesehatan yang memiliki sikap terbuka untuk belajar (ingin menambah pengetahuan dan pengalaman), bisa dipercaya, penuh perhatian pada kesehatan pasien, dapat menjelaskan kondisi tubuh pasien dengan cara dan bahasa yang bisa ia pahami, bisa memahami masalah pasien, mudah dihubungi atau ditemui, dan menganggap pasien sebagai manusia sama seperti mereka. (Murni, dkk, 2003).

(21)

Perlakuan ini disebut diskriminasi dan kenyataan ini sangat bertentangan dengan harapan setiap orang yang berhak mendapat pelayanan sebaik-baiknya tanpa dibedakan.

Purwaningsih (seorang perawat di RS Sardjito) mengatakan bahwa rumah sakit – pada semua kelas layanan – menerima siapa saja yang membutuhkan pelayanan kesehatan dan perawatan intensif.1 Namun kenyataannya pada kelas tertentu yang seharusnya menerima pasien dengan kondisi apapun sering menolak untuk merawat pasien dengan status HIV-positif.

Ungkapan senada juga dilontarkan oleh seorang dokter spesialis penyakit dalam, bahwa ia sering sekali menerima pasien HIV dengan gejala klinis yang sebenarnya kurang tepat bila dirujuk ke spesialis penyakit dalam. “Hanya karena dia HIV-positif, terus semua dibawa kepada saya, padahal dia sakit dan luka karena kecelakaan,”2. Jelaslah bahwa Odha acap kali mendapat perlakuan yang berbeda dengan pasien lain. Ironisnya, ini dilakukan oleh petugas kesehatan yang pada dasarnya telah memiliki cukup pengetahuan tentang cara menangani dan merawat pasien.

Kita semua menyadari bahwa tuntutan tugas perawat yang berat dan penuh risiko kemungkinan juga menyumbang taraf kecenderungan sikap perawat yang ia tampilkan saat itu. Ditambah dengan kondisi pasien yang dirawatnya berstatus HIV-positif. Meskipun tidak semua perawat menunjukkan sikap dan

1wawancara pribadi, tanggal 6 April 2005.

(22)

penilaian negatif terhadap Odha, namun bila stigma dan diskriminasi ini dibiarkan tentunya akan menghambat upaya penanggulangan HIV/AIDS.

Perawat (dan petugas kesehatan lain yang berinteraksi langsung dengan pasien) adalah salah satu kelompok yang berisiko tinggi tertular penyakit dari pasien. Di satu sisi, perawat harus memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan kondisi klinis pasien. Sementara di sisi lain perawat juga harus melindungi diri sendiri dari kemungkinan terpajan3 infeksi dari pasien yang ia rawat. Disadari atau tidak, situasi dilematis ini sangat rentan bagi timbulnya stigma dan perlakuan diskriminasi terhadap Odha.

Sebenarnya rumah sakit telah memiliki suatu pedoman yang digunakan dalam pelayanan kesehatan kepada pasien untuk mengurangi risiko baik bagi pasien maupun bagi petugas kesehatan terhadap kemungkinan infeksi yang ditularkan melalui darah dan cairan tubuh. Pun begitu, ada perawat yang masih saja merasa takut terinfeksi HIV, hal ini tercermin dalam sikapnya ketika merawat pasien Odha.

Pernyataan Samsuridjal (seorang dokter spesialis penyakit dalam yang aktif menangani kasus HIV di Pokdisus AIDS, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia – RSCM Jakarta) yang dikutip Susana Murni (2003) menjelaskan, bahwa setiap petugas kesehatan bertanggung jawab terhadap dirinya agar tidak tertular penyakit akibat pekerjaannya. Perawat juga bertanggung jawab agar tidak

(23)

menularkan penyakit dari dirinya ke pasien atau dari seorang pasien ke pasien lainnya.

Lebih lanjut, dalam makalah yang berjudul “Universal Precaution (UP)”, Sri Purwaningsih (2005) menjelaskan secara operasional tentang UP yang meliputi : tindakan untuk mencuci tangan, pemakaian alat pelindung pribadi sesuai indikasi klinis pasien, pengelolaan alat kesehatan bekas pakai, pengelolaan jarum dan alat tajam, serta pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan.

(24)

bahkan mendiskriminasi Odha adalah merupakan pernyataan atas kecenderungan yang tampak pada komponen pembentuk sikap, yaitu gambaran konatif dari suatu sikap tertentu yang didasari oleh stigma atau gambaran tertentu yang selama ini dimiliki (komponen kognitif) dan komponen afektif yang mengarah pada adanya perasaan-perasaan tertentu yang dimiliki seseorang yang memiliki stigma ini.

Sebagai individu yang berhadapan dengan pasien, termasuk pasien dengan status HIV, perawat mungkin memiliki stigma yang mendasari perasaan tertentu dan mungkin juga mendiskriminasi Odha. Padahal idealnya perawat memberikan pelayanan dan perawatan yang sama kepada semua pasien termasuk Odha. Melihat kesenjangan ini peneliti tertarik untuk melakukan sebuah penelitian tentang sikap perawat terhadap orang dengan HIV/AIDS (Odha).

B. Perumusan Masalah

Masalah pokok penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : Bagaimana sikap perawat terhadap pasien pengidap HIV/AIDS?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan sikap perawat terhadap orang dengan HIV/AIDS (Odha), sekaligus komponen-komponen kognitif, afektif dan konatif yang mendasari sikap yang mereka tampilkan saat berhadapan langsung dengan Odha (merawat Odha).

(25)

Manfaat teoretis dari penelitian ini adalah untuk menambah wawasan pengetahuan bagi pembaca yang akan melakukan penelitian-penelitian selanjutnya sekaligus sebagai sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu psikologi kesehatan khususnya dalam kajian sikap manusia terhadap masalah HIV/AIDS yang cukup sensitif. Penelitian ini juga memberikan sumbangan ilmiah bagi perkembangan ilmu kesehatan – khususnya dunia keperawatan – dalam upaya meningkatkan kualitas kehidupan manusia, sehingga interaksi antar manusia secara sosial dapat berjalan lebih harmonis.

(26)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. HIV/AIDS

1. Sifat Khas HIV

HIV adalah suatu retrovirus yang memiliki kemampuan untuk menggunakan RNA dan DNA sel induk untuk membuat DNA virus baru, ia terkenal pula karena masa inkubasi yang lama (masa laten klinis). (www.infeksi.com.). Proses inilah yang lama-kelamaan akan menghancurkan limfosit CD4 dan menyebabkan kerusakan parah pada sistem imunitas manusia, hingga akhirnya menimbulkan gejala AIDS.

2. Media Penularan

(27)

3. Cara Penularan HIV

Beberapa cara yang memungkinkan terjadinya penularan HIV adalah sebagai berikut :

a) Hubungan seks yang tidak aman (berganti-ganti pasangan dan tidak menggunakan kondom sebagai pengaman dari kemungkinan tertular HIV maupun Infeksi Menular Seksual).

b) Pemakaian jarum suntik saat tindakan pengobatan, penyalahgunaan obat-obatan melalui injeksi, penggunaan jarum tindik dan alat tatoo secara bergantian atau bersama-sama atau sudah dipakai berkali-kali (dengan orang yang diduga mengidap HIV tanpa sepengetahuan pemakai) tanpa melalui proses sterilisasi terlebih dahulu.

c) Transfusi darah yang telah tercemar HIV.

d) Ibu hamil yang terinfeksi HIV berisiko menularkan virus kepada bayinya. Penularan HIV dari ibu ke anak dapat terjadi sewaktu bayi masih dalam kandungan, mungkin juga pada saat persalinan, dan dapat juga ditularkan melalui air susu ibu (ASI).

(28)

Tidak ada laporan yang membuktikan penyebaran virus melalui saliva, juga tidak ada penyebaran secara begitu saja atau melalui kontak sosial. Namun, para perawat dapat saja terinfeksi melalui luka akibat tertusuk jarum dan tersentuhnya kulit dengan darah atau cairan tubuh yang sudah terinfeksi virus ini. Ditjen P2M & PL Depkes RI menyatakan, risiko penularan HIV akibat kecelakaan kerja pada petugas kesehatan adalah 0,3%. Kebanyakan dari kasus itu berkaitan dengan tertusuk jarum yang telah dipakai pasien dengan status HIV dan kulit atau mukosa yang bersinggungan dengan cairan tubuh atau darah yang terinfeksi HIV.

4. Tahap Infeksi

Seseorang yang memiliki status HIV-positif tidak berarti orang tersebut AIDS. HIV tidak sama dengan AIDS. Virus yang masuk ke tubuh manusia akan berkembang sedemikian rupa melalui beberapa tahap atau fase infeksi sampai pada akhirnya orang tersebut dinyatakan memasuki tahap AIDS. Tahap infeksi HIV adalah sebagai berikut :

a) Tahapan Infeksi Primer (HIV-positif)

(29)

Tes HIV biasa yang dilakukan pada tahap ini akan menunjukkan hasil yang negatif. (Lembaran Informasi 103, Yayasan Spiritia). Meskipun virus belum terdeteksi saat seseorang menjalani tes HIV pada tahap ini, namun ia sudah mampu menginfeksi atau menularkan virus HIV kepada orang lain.

b) Tahapan Asimptomatik (HIV-positif)

Secara khusus Odha tidak menunjukkan tanda-tanda klinis maupun gejala-gejala penyakit. Penampilan fisik terlihat biasa, sehat dan masih dapat melakukan aktivitas seperti layaknya orang sehat pada umumnya. Oleh karenanya tahapan ini disebut tahap tanpa gejala.

c) Tahapan Simptomatik (HIV-positif)

Tahapan ini disebut sebagai tahapan bergejala. Setelah sekitar 3 tahun masuk ke dalam sistem darah, HIV mulai melemahkan sel darah putih dalam tubuh. Sebagai tenaga inti dalam tubuh yang menjaga kekebalan tubuh, sel darah putih berfungsi untuk memerangi berbagai kuman penyakit yang membuat kita sakit.

(30)

d) Tahapan AIDS

Tahap ini terjadi beberapa tahun kemudian setelah seseorang positif terinfeksi HIV. Sebagian besar orang yang mengidap HIV mulai menunjukkan penyakit-penyakit yang disebut sebagai infeksi opportunistik (IO). Penyakit ini muncul dan mencari kesempatan untuk menyerang tubuh pada saat kekebalan tubuh lemah.

Rentang waktu setiap tahapan tidak dapat ditentukan secara pasti. Mengingat setiap manusia memiliki perbedaan dan kekhasan kondisi tubuh, maka cepat lambatnya seseorang mengalami dan melewati setiap tahapan infeksi tergantung dari bagaimana cara orang tersebut memperlakukan tubuhnya. Jika Odha menerapkan pola hidup yang cukup baik dan seimbang – gizi makanan baik, istirahat cukup, olahraga teratur, tertib mengonsumsi obat (jika diperlukan), suasana hati dan pikiran baik (tidak stress) – maka ia bisa bertahan pada satu tahapan selama bertahun-tahun. Sebaliknya, jika ia tidak mengetahui bahwa ia terinfeksi dan pola hidupnya tidak cukup baik, maka mungkin saja ia segera memasuki tahap terminal dari infeksi HIV, yaitu AIDS.

5. Definisi AIDS

(31)

AIDS bukan merupakan penyakit, tetapi AIDS adalah kumpulan gejala penyakit (syndrom) dapatan (acquired, bukan karena keturunan) yang menyerang tubuh akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh. AIDS disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV), yaitu virus yang merusak sistem kekebalan tubuh pada manusia.

6. Kondisi yang Tidak Memungkinkan Penularan HIV

HIV tidak menular melalui hal-hal dan aktivitas berikut ini : a) Makan dan minum atau pemakaian alat makan bersama penderita HIV. b) Pemakaian fasilitas umum bersama, misalnya : telepon umum, WC umum,

dan kolam renang.

c) Ciuman, senggolan/ bersinggungan, berpelukan, bergandengan tangan dan kegiatan sehari-hari lainnya.

d) Keringat.

e) Gigitan nyamuk.

Serta aktivitas lain yang tidak memungkinkan terjadinya pertukaran cairan tubuh dari orang yang mengidap HIV kepada orang lain.

7. Kelompok yang Berisiko Tinggi Terinfeksi HIV

(32)

yang terpapar cairan tersebut adalah mereka yang termasuk dalam kaum rentan, termasuk para petugas kesehatan.

8. Universal Precautions

Universal Precautions atau Kewaspadaan Universal adalah pedoman yang digunakan di dunia kesehatan dalam kaitan penatalaksanaan berbagai macam penyakit infeksi menular dan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, untuk melindungi pihak-pihak terkait (dalam hal ini petugas kesehatan) agar tidak terpajan infeksi (Purwaningsih, 2004).

Ditjen P2M & PL Depkes RI, dalam buku Pedoman Nasional Perawatan, Dukungan dan Pengobatan Bagi Odha menguraikan, bahwa kewaspadaan universal merupakan upaya pengendalian infeksi yang harus diterapkan dalam pelayanan kesehatan kepada semua pasien, setiap waktu secara rutin untuk mengurangi risiko infeksi yang ditularkan melalui darah. Oleh karena itu, untuk mendukung keberlangsungan pelaksanaan kewaspadaan universal ini perlu diperhatikan pula penyediaan bahan dan alat yang cukup, pengawasan serta pemantauan untuk memastikan penerapan kewaspadaan universal tersebut dilakukan dengan baik.

Kewaspadaan universal meliputi hal-hal sebagai berikut :

(33)

b) Penggunaan alat pelindung yang sesuai untuk setiap tindakan seperti misalnya : sarung tangan, gaun pelindung, apron (celemek), masker, kaca mata pelindung untuk setiap kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh lain.

c) Pengelolaan dan pembuangan alat tajam dengan hati-hati.

d) Pengelolaan limbah yang tercemar darah atau cairan tubuh dengan aman. e) Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai dengan melakukan dekontaminasi,

disinfeksi dan sterilisasi dengan benar.

f) Pengelolaan linen yang tercemar dengan benar.

Penggunaan Alat Pelindung Pribadi (APP) sebagai bagian dari penerapan kewaspadaan universal merupakan hal yang sangat penting untuk melindungi diri dari risiko pajanan dan kecelakaan kerja. Ternyata tidak semua tindakan keperawatan memerlukan penggunaan APP lengkap menutup seluruh tubuh. Pemakaiannya disesuaikan dengan macam tindakan keperawatan yang akan dilakukan seperti tercantum dalam tabel.

Tabel 1

Alat Pelindung yang Diperlukan

APP

(34)

Intravena (Vaginal Toucher)

+ + - - - - -

-Pedoman Nasional Perawatan, Dukungan dan Pengobatan bagi Odha, Ditjen P2M & PL, Depkes R.I.

(35)

B. Perawat 1. Definisi

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), Perawat adalah orang yang mendapat pendidikan khusus untuk merawat, terutama merawat orang sakit. Perawat juga merupakan pusat yang aktif dalam interaksi pasien, dokter dan perawat dalam rangka penyembuhan pasien (Gunarsa & Gunarsa, dalam Henrietta, 2002).

2. Standar Tindakan Keperawatan

Berdasarkan SK Menkes No. 436/MENKES/SK/VI/1993 No. YM.00.03.2.6.7637 tahun 1993 yang mengukuhkan penyusunan Standar Asuhan Keperawatan di rumah sakit oleh Direktorat Rumah Sakit Umum dan Pendidikan serta Direktorat Jenderal Pelayanan Medik (Tim DepKes RI, 1995), Standar Asuhan Keperawatan di rumah sakit meliputi :

1. Standar Tindakan Keperawatan Dasar

2. Standar Tindakan Keperawatan di Ruang Penyakit Dalam atau Ruang Bedah

3. Standar Tindakan Keperawatan di Ruang Kebidanan 4. Standar Tindakan Keperawatan di Kamar Operasi

5. Standar Tindakan Keperawatan di Instalasi Gawat Darurat 6. Standar Tindakan Keperawatan di Ruang Perawatan Intensif

(36)

Untuk memenuhi kebutuhan pasien selama menjalani perawatan di rumah sakit, standar yang biasa dilakukan di ruang rawat inap adalah Standar Tindakan Keperawatan Dasar, yang meliputi kegiatan sebagai berikut :

1. Memberi oksigen 2. Menyuapi

3. Memberi cairan infus 4. Memberikan transfusi 5. Menolong pasien B.A.B.

6. Menjaga keselamatan pasien di tempat tidur 7. Memandikan pasien di tempat tidur

8. Membersihkan mulut

9. Mengganti alat tenun kotor pada tempat tidur tanpa memindahkan pasien

10. Menyisir rambut

11. Membantu pasien untuk istirahat/ tidur

12. Melaksanakan komunikasi secara langsung/ lisan 13. Mengukur suhu badan

14. Menghitung nadi dan pernapasan 15. Mengukur tekanan darah

(37)

19. Memberikan obat melalui suntikan 20. Mengukur cairan yang masuk dan keluar 21. Memberikan penyuluhan secara individual

22. Memberikan pelayanan mental spiritual kepada pasien yang menghadapi sakaratul maut

3. Tugas Perawat

Dalam mewujudkan Standar Tindakan Keperawatan Dasar, perawat mengemban tugas yang cukup penting. Purwanto (1994) menyusun intervensi perawatan kedalam kategori sebagai berikut :

a) Kegiatan membantu

 Perawat akan membantu kegiatan sehari-hari pasien yang tak dapat

dilakukan sendiri.

b) Kegiatan higiene

 Perawat menciptakan dan meningkatkan kebersihan pasien dan

lingkungan.

c) Kegiatan rehabilitasi, dukungan

 Perawat akan meningkatkan kemampuan diri dalam aktivitas dan

(38)

d) Kegiatan pendorong dan penunjang  Pemberian infus O2dan seterusnya.

 Pemberian lavase, katerisasi dan seterusnya.  Menciptakan lingkungan yang menyenangkan.

e) Kegiatan preventif  Pencegahan infeksi.

 Pencegahan luka/ komplikasi.  Pencegahan kecelakaan.

 Pencegahan pengobatan yang lama.

f) Kegiatan observasi

 Pada kegiatan ini perawat akan mengadakan : pemeriksaan fisik,

mengecek segala sesuatunya, mengamati perilaku dan respon pasien, pengalaman dan penghayatan sakit.

g) Kegiatan pendidikan dan penyuluhan

 Dalam kegiatan ini perawat memberikan informasi, penjelasan dan

penyuluhan tentang kesehatan dan keperawatan.

(39)

lain (tanpa status HIV) yang juga mengalami keluhan dan kondisi klinis sama, seperti tampak pada tabel 5 berikut ini :

Tabel 2

Masalah kesehatan yang sering timbul dan intervensi keperawatan yang diperlukan

Permasalahan Intervensi Keperawatan

Diare Mencegah dehidrasi, beri banyak minum kalau perlu oralit dan berikan makanan yang mudah dicerna dan perawatan kulit perianal.

Demam & nyeri Berikan banyak minum, obat penurun panas dan anti nyeri.

Kelainan kulit Oleskan pelembab, lakukan masase untuk memperlancar aliran darah, dan perawatan kulit teratur untuk mencegah terjadinya peradangan.

Radang mulut & tenggorokan

Perawatan mulut dengan kumur air garam hangat/ antiseptik/ anestetikum topikal. Bila di mulut ditemukan lesi putih lunak (jamur/ kandidiasis), beri anti jamur topikal.

Gangguan pernapasan

Perawatan untuk sesak napas dan batuk, ajarkan teknik relaksasi untuk mengurangi kegelisahan, berikan oksigen dan obat bila perlu, posisi yang enak untuk meringankan pernapasan.

Gangguan neurologis

Lakukan pemeriksaan fisik dan nilai status kognitif untuk memberikan asuhan perawatan yang tepat, misalnya, bila pasien nampak bingung, bicara dengan cara lebih perlahan dan ulangi setiap informasi/ instruksi yang diberikan.

Malnutrisi Berikan makanan yang mudah dicerna, anjurkan untuk diet tinggi lemak dan protein.

Standar tindakan asuhan keperawatan bagi Odha sama saja dengan asuhan keperawatan bagi pasien dengan penyakit lain karena gejala klinis yang dikeluhkan pasien HIV-positif terkadang juga dialami oleh pasien lain yang tidak mengidap HIV. Oleh karena itu prinsip asuhan keperawatan harus dijalankan secara bertanggungjawab, termasuk penerapan kewaspadaan universal standar.

4. Beban Kerja & Risiko Perawat

(40)

pelayanan kesehatan dari pasien ke petugas kesehatan, dari pasien ke pasien, atau dari petugas kesehatan kepada pasien. HIV ditemukan pada darah, air mani, sekret vagina dan serviks, urine dan feses, sekret luka, air ludah, air mata, air susu dan cairan serebrospinal, cairan amnion, cairan sinovia, dan cairan perikardial. HIV juga kemungkinan dapat ditemukan di dalam cairan tubuh yang lain, terutama yang jelas tercampur dengan darah. Namun demikian, sampai saat ini hanya darah yang diketahui berkaitan dengan penularan HIV di sarana kesehatan.

Meskipun risiko penularan HIV akibat kecelakaan kerja pada petugas kesehatan adalah sangat rendah (0,3%), namun dimungkinkan kasus itu berkaitan dengan tertusuk jarum yang telah dipakai pasien dengan HIV. Penularan dari pasien ke pasien terutama diakibatkan oleh penggunaan alat kesehatan yang tercemar yang tidak didisinfeksi secara baik atau kurang memadai dan melalui transfusi darah. Risiko penularan HIV tersebut dan penyakit lain yang ditularkan melalui darah tergantung dari perilaku para petugas kesehatan, prevalensi penyakitnya, serta berat ringannya pajanan.

(41)

dalam menjalankan tugasnya dan kemauan untuk terlibat secara aktif dalam interaksi perawat – pasien.

Dalam proses keperawatan, setiap pihak yang terkait dengan penanganan Odha (di sarana kesehatan, dalam hal ini adalah dokter, perawat, dan Odha) harus bekerja sama dengan baik untuk memutuskan upaya apa saja yang dapat dilakukan, seberapa banyak pihak-pihak tersebut dapat berbuat, dan kapan pertolongan tambahan dibutuhkan.

C. Sikap 1. Definisi

(42)

Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek, baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup tersebut. Sikap secara realitas menunjukkan adanya kesesuaian respons terhadap stimulus tertentu.

Menurut Ajzen (dalam Sarwono, 1999), batasan sikap terletak pada cirinya yang laten (tidak tampak dari luar), mengarahkan perilaku, memuat unsur penilaian terhadap objek sikap, dan lebih bisa berubah/ menyesuaikan situasi.

Jadi, sikap adalah suatu reaksi evaluatif yang merupakan penilaian perawat terhadap keberadaan Odha, yang tampak dalam bentuk perasaan suka-tidak suka, kepercayaan akan mitos-mitos yang berkembang di masyarakat, dan kecenderungan menerima atau menolak Odha saat menjalani perawatan di rumah sakit.

2. Komponen Sikap

(43)

menyangkut masalah emosi. Komponen perilaku berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau untuk bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu.

Allport (dalam Sunaryo, 2004) menyatakan bahwa struktur sikap terdiri dari tiga komponen pokok, yaitu :

- Komponen kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

- Komponen yang meliputi kehidupan emosional atau evaluasi individu terhadap suatu objek sikap.

- Komponen predisposisi yaitu kesiapan atau kecenderungan individu untuk bertindak(tend to behave).

Ketiga komponen tersebut membentuktotal attitude.

Penelitian ini menggunakan 3 komponen yang terdiri dari komponen kognitif, komponen afektif dan komponen konatif, sebagaimana diungkapkan oleh Mann (1969) dan Azwar (2000).

3. Sikap Perawat terhadap Odha

(44)

melindungi diri dari kemungkinan tertular HIV dan tindakan diskriminatif terhadap Odha.

Dalam menanggapi situasi yang penuh risiko untuk terinfeksi HIV, menurut peneliti, ada dua kemungkinan kecenderungan sikap perawat yang akan muncul, yaitu : sikap positif terhadap Odha atau sebaliknya sikap negatif terhadap Odha.

Sikap positif ditunjukkan oleh kapasitas kognitif yang baik tentang pemahaman terhadap informasi dasar HIV/AIDS dan penerapan universal precaution, memiliki persepsi dan keyakinan yang baik terhadap

(45)

Berdasarkan landasan teori dan kenyataan diatas, maka alur penelitian sikap perawat terhadap Odha dapat digambarkan dalam bagan berikut ini :

Sikap Perawat terhadap

Odha

(+) positif

(-) negatif Kognitif

Afektif

(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Masalah dalam penelitian ini akan diungkap dengan pendekatan deskriptif dengan cara menggabungkan 2 model penelitian yaitu kuantitatif (statistik deskriptif) dan kualitatif. Menurut Suryabrata (1998), tujuan dari pendekatan deskriptif adalah untuk membuat pencandraan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.

Penelitian deskriptif merupakan akumulasi data dasar dalam cara deskriptif semata-mata tidak perlu mencari atau menerangkan saling hubungan, menguji hipotesis, membuat ramalan, atau mendapatkan makna dan implikasi, walaupun penelitian yang bertujuan untuk menemukan hal-hal tersebut dapat mencakup juga metode-metode deskriptif (Suryabrata, 1998).

Biasanya penelitian deskriptif digunakan untuk menjelaskan suatu keadaan dengan cara menggambarkan suatu fenomena yang terjadi di masa sekarang. Fokus dalam penelitian ini diarahkan pada penggambaran sikap perawat terhadap Odha (Orang dengan HIV/AIDS).

(47)

B. Variabel Penelitian

Penelitian ini menggunakan variabel tunggal, yaitu sikap, yang merupakan integrasi dari komponen-komponen kognitif, afektif dan konatif – atau lazim juga disebut komponen behavioral – yang merupakan prediksi tingkah laku yang ditampilkan seseorang ketika menghadapi situasi tertentu.

Sikap perawat terhadap Odha merupakan integrasi dari komponen kognitif, afektif dan konatif yang muncul saat merawat Odha.

C. Responden Penelitian

Responden dalam penelitian ini adalah perawat, baik yang pernah merawat Odha maupun yang belum pernah merawat Odha. Kedua kelompok ini penting untuk diungkap sikapnya dengan maksud agar penelitian ini dapat memberikan gambaran yang lebih detil tentang sikap mereka secara umum maupun secara khusus.

(48)

Berangkat dari latar belakang kisah Odha, hal yang menarik adalah sekalipun perawat sudah memiliki latar belakang pendidikan kesehatan dan teknik merawat pasien, namun ternyata masih ada perawat yang bersikap negatif terhadap Odha.

Sampel responden penelitian ini sebanyak 80 orang dari 8 ruang rawat inap yang ditentukan secara acak.

D. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Bethesda yang merupakan salah satu rumah sakit terbesar yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Perannya dalam memberikan pelayanan kesehatan sejak tahun 1899 sudah mendapat pengakuan masyarakat luas. Sejak bulan Juli 2005 RS. Bethesda ditetapkan sebagai salah satu dari empat rumah sakit yang membuka layanan VCT (Voluntary Counseling and Testing – yaitu pusat layanan konseling dan tes HIV secara sukarela).

(49)

E. Definisi Operasional

Dalam penelitian ini – secara operasional dapat didefinisikan bahwa sikap adalah suatu reaksi evaluatif yang merupakan penilaian perawat terhadap Odha, yang tampak dalam bentuk perasaan suka-tidak suka, kepercayaan akan mitos-mitos yang berkembang di masyarakat, usaha untuk melindungi diri dari kemungkinan tertular HIV dan tindakan diskriminatif terhadap Odha.

Tiga komponen pembentuk sikap selanjutnya diuraikan dalam indikator berikut ini :

1. Komponen Kognitif, ditunjukkan dengan indikator : - Pemahaman perawat tentang informasi dasar HIV/AIDS.

Sejauh mana pemahaman perawat mengenai hal-hal yang berkaitan dengan informasi dasar HIV/AIDS antara lain prinsip penularan HIV, media penularan, upaya preventif diri untuk meminimalkan risiko tertular, prinsip kerahasiaan status dan hasil tes HIV.

- Pemahaman perawat tentang penerapanUniversal Precautions.

(50)

- Keyakinan perawat terhadap fenomena HIV/AIDS dan Odha.

Indikator ini berisi tentang kepercayaan atau keyakinan perawat pada mitos-mitos seputar HIV/AIDS-Odha yang beredar di masyarakat yang ia yakini benar adanya dan pandangan perawat terhadap hak Odha dalam mengakses layanan kesehatan maupun kesempatan untuk terlibat di masyarakat.

- Stereotipe perawat terhadap Odha (stigma).

Indikator ini akan mengungkap adanya kecenderungan untuk memberikan cap buruk kepada Odha.

2. Komponen Afektif adalah segala sesuatu yang terkait dengan perasaan suka-tidak suka, rasa takut, rasa cemas yang meliputi suasana hati perawat ketika dihadapkan pada tugas merawat maupun ketika harus berelasi dengan pasien Odha. Komponen ini ditunjukkan dengan indikator :

- Rasa simpati, empati, kedekatan dan kerelaan hati saat terlibat dalam relasi perawat-pasien (Friendliness).

- Keengganan untuk merawat Odha karena rasa takut yang berlebihan akan tertular HIV (Unfriendliness), ditunjukkan dengan perilaku berulang.

(51)

- Kesiapan untuk merawat (menolong) Odha.

Indikator ini ditunjukkan dengan adanya kepercayaan diri perawat akan kemampuannya menangani pasien dalam kondisi apapun.

- Penggunaan APP sesuai kondisi klinis pasien.

- Merawat Odha secara khusus dan terpisah dari pasien yang lain (diskriminasi).

Interpretasi mengenai positif-negatifnya sikap perawat terhadap Odha didapat dari skor total pada skala sikap yang diisi oleh masing-masing responden penelitian. Semakin tinggi angka skor total, semakin positif sikap perawat terhadap Odha. Keadaan sebaliknya ditunjukkan apabila skor total semakin rendah, maka semakin negatif sikap perawat terhadap Odha.

F. Prosedur Pengumpulan Data

1. Menyusun Skala Sikap dan pertanyaan terbuka sesuaiblue-print. 2. Melakukan uji coba skala sikap kepada responden uji coba.

3. Melakukan analisis aitem uji coba skala sikap untuk menentukan aitem yang sahih dan gugur.

4. Menyusun skala sikap yang terdiri dari aitem sahih untuk diberikan kepada responden penelitian sesungguhnya.

(52)

- Data skala sikap dianalisis menggunakan uji statistik deskriptif untuk melihat sikap perawat

- Data pertanyaan terbuka menggunakan analisis isi jawaban untuk lebih dapat memahami latar belakang atau alasan sikap perawat. 6. Membuat kesimpulan berdasarkan hasil analisis kedua jenis data tersebut.

G. Metode Pengumpulan Data

Data-data yang mendukung penelitian ini diperoleh dengan menggunakan instrumen skala sikap (data kuantitatif) dan pertanyaan terbuka (data kualitatif). Agar isi skala sikap sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, peneliti membuat blue-print yang disusun berdasarkan indikator dari ketiga komponen pembentuk sikap.

Sebagai instrumen tambahan, peneliti merasa perlu untuk menyertakan 3 (tiga) butir pertanyaan terbuka yang mewakili tiap-tiap komponen pembentuk sikap. Hal ini diharapkan mampu mengungkap latar belakang atau alasan sikap perawat terhadap Odha.

(53)

H. Blue-Print

Selanjutnya, sebagai pedoman peneliti dalam membatasi kawasan ukur dan memudahkan penulisan aitem skala sikap, peneliti membuat blue-print sebagai gambaran mengenai isi skala yang tersaji dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 3

Blue-Print

Skala Sikap Perawat terhadap Odha

 Memahami informasi dasar HIV/AIDS.

 Memahami penerapan Universal Precaution(UP).

 Persepsi dan keyakinan perawat terhadap fenomena HIV/AIDS dan Odha.

 Stereotipe perawat terhadap Odha (stigma).

 Penggunaan APP sesuai kondisi klinis pasien.

 Kesiapan untuk merawat Odha.

 Memisahkan Odha dari orang lain.

(54)

pengaruh-pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang (Mann, 1969 dalam Azwar, 2000).

I. Metode Penskalaan

Metode penskalaan yang digunakan adalah skala sikap model Likert, dengan 4 kategori pilihan jawaban : SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju) dan STS (Sangat Tidak Setuju). Tidak digunakannya pilihan tengah dimaksudkan agar responden tidak cenderung untuk memilih jawaban netral.

J. Skoring

Pemberian skor atau bobot tiap-tiap aitem ditentukan menurut derajat favourabledan unfavourabledari aitem tersebut. Aitem favourable adalah aitem yang mengarah pada sikap positif perawat terhadap Odha dan aitem yang disebut unfavourable adalah aitem yang mengarah pada sikap negatif perawat terhadap Odha. Pada aitemfavourable, jawaban sangat setuju akan mendapat skor paling tinggi, sedangkan pada aitem unfavourable, jawaban sangat setuju diberi skor paling rendah. Berikut uraiannya :

Aitemfavourable:

(55)

Aitemunfavourable:

Skor 1 = Sangat Setuju (SS); Skor 2 = Setuju (S); Skor 3 = Tidak Setuju (TS); Skor 4 = Sangat Tidak Setuju (STS).

Tabel 4 Sebaran Aitem

Skala Sikap Perawat terhadap Odha Sebelum Uji Coba

No. Komponen Nomor Aitem Σ

Aitem Bobot

1 Kognitif (31 aitem)

 Memahami informasi dasar HIV/AIDS.

 Memahami penerapan Universal Precaution (UP).

 Persepsi dan keyakinan perawat terhadap

2 Afektif (37 aitem)

Friendliness

3 Konatif (17 aitem)

 Penggunaan APP sesuai kondisi klinis pasien.

 Kesiapan untuk merawat Odha.

(56)

K. Validitas & Reliabilitas

Uji validitas dan reliabilitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana instrumen yang akan digunakan dalam penelitian dapat benar-benar mengungkap atribut yang akan diukur. Untuk mencapai tujuan tersebut, skala sikap perlu diuji coba kepada responden yang memiliki karakteristik yang kurang lebih sama atau mendekati karakteristik responden penelitian sesungguhnya.

1. Validitas

Validitas mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 1999). Apabila suatu alat ukur mampu mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki, maka alat tersebut dapat dikatakan valid.

Validitas isi merupakan kerepresentatifan yang terdapat dalam suatu alat ukur (Kerlinger, 1986). Apabila aitem-aitem dari skala sikap telah sesuai dengan butir-butir indikator yang disebutkan dalam blue-print, maka dapat dikatakan bahwa isi skala tersebut valid. Dalam penelitian ini, proses pemeriksaan validitas isi dilakukan oleh professional judgement atau orang yang berkompeten, yaitu Dosen Pembimbing dan seorang Kepala Perawat. 2. Analisis Aitem

(57)

fungsi skala secara keseluruhan yang dikenal dengan istilah konsistensi aitem-total. Untuk mencapai tujuan itu, digunakan prosedur analisis koefisien korelasi menggunakan formula korelasi product momentdari Pearson. Aitem yang memiliki indeks daya diskriminasi tinggi adalah aitem yang mampu membedakan mana responden yang bersikap positif dan mana responden yang bersikap negatif terhadap Odha.

3. Reliabilitas

Reliabilitas berasal dari katarelydanabilityyang berarti keajegan. Reliabilitas sebenarnya mengacu kepada konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 1999).

Nilai reliabilitas skala sikap diperoleh melalui pengukuran

konsistensi internal menggunakan teknik koefisien  cronbach dari program SPSS for window versi 13.0.

L. Metode Analisis Data

(58)

kelompok itu. Tingkat variasi kelompok data dapat dilakukan dengan melihat rentang data dan standar deviasi atau simpangan baku dari kelompok data.

Kategori positif-negatifnya sikap dilakukan dengan kategorisasi jenjang. Tujuan kategorisasi ini adalah menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasar atribut yang diukur (Azwar, 1999). Untuk mencapai tujuan tersebut, kategori yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

X < ( - 1,0) Kategori Tinggi ( - 1,0)≤X≤(+ 1,0) Kategori Sedang ( - 1,0)≤X Kategori Rendah

Aplikasinya dalam penelitian ini adalah :

X minimum teoretik = jumlah aitem sahih dikalikan skor terendah. X maksimum teoretik = jumlah aitem sahih dikalikan skor tertinggi. Range = rentang X minimum teoretik dikurangi X maksimum teoretik.

 = satuan deviasi standar populasi yang digunakan untuk membuat kategori

normatif skor responden = range dibagi enam satuan deviasi standar. = Mean teoretik.

Selanjutnya, analisis isi dilakukan terhadap jawaban dari pertanyaan terbuka, malalui langkah-langkah sebagai berikut :

(59)

2. Memberi kode jawaban sesuai komponen dan indikator, menghitung berapa banyak frekuensinya sekaligus menentukan taraf positif-negatifnya sikap.

3. Menginterpretasi isi jawaban.

(60)

BAB IV

PERSIAPAN, PELAKSANAAN, HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan Penelitian

1. Profil R.S. Bethesda Yogyakarta

Rumah Sakit Bethesda adalah rumah sakit swasta milik Yayasan Kristen Untuk Kesehatan Umum (YAKKUM) yang berdiri pada tanggal 20 Mei 1899 atas prakarsa Dr. J.G. Scheurer, seorang Missionairy Arts (dokter utusan) dari Negeri Belanda.

Sebagai salah satu rumah sakit terbesar yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta, rumah sakit Bethesda mempunyai peran besar dalam memberikan pelayanan kesehatan yang sudah mendapat pengakuan masyarakat luas sejak tahun 1899. Sejak bulan Juli 2005 RS. Bethesda ditetapkan sebagai salah satu dari empat rumah sakit yang membuka layanan VCT (Voluntary Counseling and Testing – yaitu pusat layanan konseling dan tes HIV secara sukarela).

Kasus HIV yang ditangani rumah sakit Bethesda pertama kali pada tahun 2000. Data medis sampai dengan bulan Juli 2005 menunjukkan bertambahnya jumlah kumulatif kasus sebanyak 35 orang (10 orang meninggal dunia).4

(61)

Sebagai rumah sakit rujukan, tidak tertutup kemungkinan pada masa mendatang akan semakin banyak jumlah pasien – mungkin juga Odha – yang harus menjalani perawatan di RS. Bethesda.

Saat ini jumlah total karyawan Rumah Sakit Bethesda sebanyak 1310 orang. Menurut Data Ketenagakerjaan R.S. Bethesda Yogyakarta sampai bulan Januari 2005 tercatat jumlah tenaga medis (Dokter) sebanyak 101 orang, tenaga non medis sebanyak 413 orang, perawat sebanyak 644 orang, tenaga penunjang sebanyak 136 dan karyawan honorer 16 orang.

Fasilitas pelayanan medik yang dimiliki R.S. Bethesda meliputi Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Bedah Sentral, Instalasi Rawat Intensif, Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Rawat Inap dan Instalasi Anesthesi. Pelayanan Spesialis (Instalasi Rawat Jalan) di R.S. Bethesda Yogyakarta saat ini adalah sebanyak 26 + Klinik 24 jam danMedical Check Up.

2. Prosedur Perijinan Penelitian

(62)

3. Pelaksanaan Uji Coba

Uji coba dilaksanakan mulai tanggal 4 Agustus 2005 sampai dengan 16 Agustus 2005 di RS. Bethesda. Pelaksanaan uji coba ini memakan waktu yang cukup lama karena jumlah subyek dibatasi maksimal 30 orang setiap kali menyebarkan skala uji coba dan baru dapat diambil antara 3 sampai 4 hari kemudian, dengan pertimbangan adanya shift jaga perawat dan beban tugas perawat yang tidak memungkinkan instrumen penelitian ini disebarkan dan diambil secara langsung pada hari itu.

Pada tanggal 4 Agustus 2005, skala uji coba disebarkan kepada perawat di dua ruang rawat inap, yaitu Ruang III (Kebidanan) dan Ruang F (Penyakit Dalam). Pengambilan kembali skala yang telah diisi pada hari Senin, 8 Agustus 2005 di Ruang III, jumlah 12 skala terisi lengkap dan Ruang F dari 15 skala yang disebarkan hanya 14 skala yang kembali karena 1 orang perawat sedang dalam masa cuti.

Berikutnya pada tanggal 8 Agustus 2005 disebarkan lagi skala uji coba di Ruang E (Penyakit Dalam) untuk 15 orang perawat. Dari 15 skala yang disebarkan dan diambil pada tanggal 13 Agustus 2005, hanya 14 skala yang kembali. Skala yang terisi lengkap dan layak untuk diolah datanya hanya ada 10 skala.

(63)

Total jumlah subyek uji coba skala sikap perawat terhadap Odha sebanyak 45 orang.

4. Hasil Uji Coba a. Validitas

Sebelum uji coba skala dilakukan, terlebih dahulu peneliti melakukan uji validitas isi melaluiprofessional judgement atau orang yang berkompeten dengan cara membandingkan antara indikator sikap yang telah dibuat dengan isi aitem. Pengujian ini bertujuan agar aitem yang dibuat benar-benar sejalan dan mencakup komponen dan indikator yang akan diukur. Konsultasi kepada dosen pembimbing dan seorang kepala perawat dilakukan beberapa kali hingga menghasilkan kumpulan aitem yang siap diuji coba untuk mencapai tujuan ini.

b. Analisis Aitem

(64)

Dari hasil pengujian didapatkan skor korelasi tiap aitem dengan totalnya, skor tersebut dibandingkan dengan kriteria pemilihan

aitem berdasar korelasi aitem-total yang biasanya digunakan yaitu rix

0,30 (Azwar, 2000). Karena jumlah aitem yang memenuhi kriteria itu belum mencukupi jumlah yang diinginkan, maka batas kriteria diturunkan sedikit menjadi rix0,25 (Azwar, 2000). Dengan demikian

dapat dikatakan bahwa aitem yang memiliki nilai koefisien korelasi lebih kecil dari 0,25 tidak digunakan dalam skala untuk penelitian. Dari 85 aitem yang diuji coba, diperoleh 58 aitem sahih. Sisanya sebanyak 27 aitem dinyatakan gugur, yaitu aitem dengan nomor : 1, 3, 6, 7, 8, 10, 14, 17, 19, 22, 23, 25, 28, 31, 37, 41, 42, 46, 52, 56, 59, 60, 65, 66, 68, 69 dan 78.

(65)

Tabel 5 Sebaran Aitem

Skala Sikap Perawat terhadap Odha – Setelah Uji Coba

No Komponen Nomor Aitem Σ

Aitem Bobot 1 Kognitif (15 aitem)

 Memahami informasi dasar HIV/AIDS.

 Memahami penerapan Universal Precaution(UP).

 Persepsi dan keyakinan perawat terhadap fenomena HIV/AIDS dan Odha.

 Stereotipe perawat terhadap Odha (stigma).

2 Afektif (33 aitem)

Friendliness

3 Konatif (10 aitem)

 Penggunaan APP sesuai kondisi klinis pasien.

 Kesiapan untuk merawat Odha.

 Memisahkan Odha dari orang lain.

(66)

sebagai komponen sikap dan paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang.

c. Reliabilitas

Pengukuran konsistensi internal untuk menguji reliabilitas alat ukur

dilakukan dengan menggunakan teknik koefisien  cronbach dari program SPSS for window versi 13.0, menghasilkan koefisien reliabilitas = 0,926 untuk jumlah responden sebanyak 45 orang dan jumlah aitem 85 butir.

B. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilakukan mulai tanggal 23 Agustus 2005 sampai dengan 27 Agustus 2005. Ruang rawat inap yang digunakan untuk penelitian yaitu : Paviliun Canna, Paviliun SAS, Paviliun Flamboyan dan Paviliun Hibiscus. Peneliti menyebarkan skala yang aitemnya telah dipilih melalui proses analisis aitem dan menghasilkan 58 aitem yang sahih untuk diberikan kepada responden penelitian sesungguhnya.

C. Deskripsi Responden

(67)

perawat di bagian rawat inap dan pengalaman merawat Odha. Deskripsi responden dalam jumlah dan prosentase dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 6

Deskripsi Responden

No. Kriteria Jumlah Prosentase

1 Pendidikan 3 Rentang masa kerja

1 – 5 tahun 4 Pengalaman merawat Odha

- Pernah merawat Odha - Belum pernah merawat Odha

63 orang 9 orang

87,5% 12,5%

(68)

Dari aitem sebanyak 58 butir dengan skor : 1, 2, 3, 4, rentang minimumnya adalah 58, rentang maksimum = 232, maka diperoleh harga estimasi

besarnya satuan deviasi standar populasi= 174 / 6 = 29 dan mean teoretis =

145. Hasilnya dapat dilihat pada kategori normatif skor responden berikut ini :

Tabel 8

Kategorisasi Skor Sikap

Skor Kategori

X < 116 Kategori Rendah 116≤X < 174 Kategori Sedang

174≤X Kategori Tinggi

Berdasarkan kategori skor sikap, jumlah perawat dengan kategori sikap rendah sebanyak 1 orang, kategori tinggi 1 orang dan terbanyak adalah kategori sedang sebanyak 70 orang.

Selanjutnya, norma ketegori skor juga digunakan untuk melihat skor yang diperoleh responden per komponen. Dalam komponen kognitif, aitem yang digunakan untuk mengungkap komponen ini sebanyak 16 butir. Dengan skor 1, 2,

3, 4 diperoleh rentang minimum – maksimum antara 16 – 64. Besarnya harga=

(69)

Tabel 9

Kategorisasi Skor Komponen Kognitif

Skor Kategori Jumlah

X < 32 Kategori Rendah 0 orang 32≤X < 48 Kategori Sedang 43 orang 48≤X Kategori Tinggi 29 orang

Berdasarkan kategorisasi skor komponen kognitif, responden terbagi dalam 2 kategori, yaitu kategori sedang sebanyak 43 orang dan kategori tinggi 29 orang. Untuk komponen kognitif tidak terdapat responden yang berkategori rendah. Artinya, secara kognitif semua responden memiliki pemahaman yang baik tentang Odha.

Komponen afektif yang terdiri dari aitem sebanyak 32 butir dengan skor : 1, 2, 3, 4, memiliki rentang minimum 32, rentang maksimum = 128. Estimasi besarnya satuan deviasi standar adalah= 96 / 6 = 16 dan mean teoretis = 80. Hasilnya adalah sebagai berikut :

Tabel 10

Kategorisasi Skor Komponen Afektif

Skor Kategori Jumlah

X < 64 Kategori Rendah 5 orang 64≤X < 96 Kategori Sedang 66 orang 96≤X Kategori Tinggi 1 orang

(70)

Komponen konatif terdiri dari 10 butir aitem dengan skor : 1, 2, 3, 4, rentang minimumnya adalah 10, rentang maksimum = 40, maka diperoleh harga  = 30 / 6 = 5 dan mean teoretis  = 25. Kategorisasi skor komponen konatif

tampak dalam tabel dibawah ini :

Tabel 11

Kategorisasi Skor Komponen Konatif

Skor Kategori Jumlah

X < 20 Kategori Rendah 11 orang 20≤X < 30 Kategori Sedang 58 orang 30≤X Kategori Tinggi 3 orang

Dari kategorisasi skor komponen konatif, jumlah responden yang termasuk dalam kategori rendah sebanyak 11 orang. Di sini mulai terlihat peningkatan jumlah responden yang memiliki nilai rendah.

(71)

D. Analisis Hasil Penelitian

1. Skala Sikap

Analisis data penelitian dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 13.0. Mula-mula dilakukan uji normalitas dengan menggunakan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test dengan tujuan untuk melihat normal atau tidaknya distribusi data. Dari hasil uji normalitas diperoleh distribusi sebaran data bersifat normal. (Lampiran 3).

Selanjutnya, penyajian hasil olah data penelitian dilakukan secara umum dan per komponen, tujuannya adalah untuk melihat taraf positif-negatifnya sikap perawat secara keseluruhan dalam kelompok dan per komponen sikap. Hasil yang diperoleh diharapkan dapat menggambarkan sikap perawat dan memudahkan untuk melihat komponen mana yang sudah cukup baik dan perlu dipertahankan serta komponen mana yang perlu diupayakan peningkatannya sehingga pelayanan perawat terhadap pasien menjadi lebih baik di masa mendatang.

Deskripsi data penelitian sikap perawat secara umum tersaji dalam tabel berikut ini :

Tabel 12

Deskripsi Data Sikap Perawat terhadap Odha

Skor min. Skor maks. Mean

N

teor. Emp. Teor. emp. teor. emp.

Median Modus SD Varians

(72)

N = jumlah responden penelitian.

Skor minimum teoretik = merupakan skor terendah yang mungkin didapat oleh responden pada skala, yaitu 58 (1 x 58).

Skor maksimum teoretik = merupakan skor tertinggi yang mungkin didapat oleh responden pada skala, yaitu 232 (4 x 58).

Skor minimum empirik = adalah skor terendah yang dihasilkan oleh responden pada skala (dalam pengambilan data penelitian). Skor maksimum empirik = adalah skor tertinggi yang dihasilkan oleh responden

pada skala (dalam pengambilan data penelitian). Mean teoretik = merupakan rata-rata teoretik dari skor minimum dan

maksimum teoretik.

Mean empirik = yaitu rata-rata skor responden penelitian. Median = yaitu nilai tengah dari range skor responden. Modus = yaitu frekuensi terbesar dari skor responden. SD = adalah nilai yang menunjukkan variasi jawaban.

Varians = adalah nilai yang didapat dari skor SD yang telah dikuadratkan. Angka ini menunjukkan banyaknya variasi skor jawaban responden. Besarnya angka mean empirik yang melebihi mean teoretik menunjukkan bahwa pada umumnya responden memiliki sikap yang positif terhadap Odha.

(73)

(yang diberikan sebagai pembanding) berbeda secara nyata atau tidak dengan rata-rata sebuah sampel. Deskripsi hasilnya adalah :

Tabel 13

Uji-t Sikap Perawat terhadap Odha

t df Signifikansi Kesimpulan Sikap 3,753 71 0,000 Ada perbedaan

sangat signifikan.

Hasil uji-t diatas menunjukkan nilai signifikansi lebih kecil daripada 0,05 dengan kesimpulan ada perbedaan mean yang signifikan. Hal ini berarti bahwa secara umum sikap perawat terhadap Odha cenderung positif.

Selanjutnya deskripsi data komponen kognitif, afektif, konatif adalah sebagai berikut :

Tabel 14

Deskripsi Data Komponen Sikap

Kognitif Afektif Konatif

N 72 72 72

Skor min empirik 37 54 13

Skor max empirik 54 100 33

Mean teoretik 40 80 25

Mean empirik 46,33 81,40 23,15

Median 47 84 24

Modus 47 85 dan 87 24

SD 3,544 8,937 3,430

Varians 12,563 79,878 11,765

(74)

cenderung positif secara kognitif dan afektif. Sedangkan untuk komponen konatif, mean empirik (23,15) memang lebih kecil daripada mean teoretik (25) yang berarti bahwa secara konatif responden memiliki sikap yang taraf positifnya semakin berkurang terhadap Odha. Hal ini konsisten dengan kategori rendah pada masing-masing komponen (kognitif-0 orang ; afektif-5 orang; konatif-11 orang). Padahal yang paling dapat dirasakan dan dilihat pasien adalah tindakan konkrit, sedangkan kapasitas kognitif dan afektif perawat jelas tidak dapat dilihat oleh pasien.

Untuk mengetahui apakah mean empirik memiliki perbedaan yang signifikan, maka peneliti melakukan uji-t. Berikut adalah deskripsi hasilnya :

Tabel 15

Uji-t pada Masing-masing Komponen Sikap

t df Signifikansi Kesimpulan Kognitif - 23,141 71 0,000 Ada perbedaan

sangat signifikan Afektif - 29,049 71 0,000 Ada perbedaan

sangat signifikan Konatif - 29,308 71 0,000 Ada perbedaan

sangat signifikan

(75)

menunjukkan taraf kurang positif (karena nilai mean empirik (23,15) lebih kecil daripada mean teoretik (25)), sehingga tidak tepat jika dikatakan bahwa sikap perawat secara konatif adalah negatif sebab sesungguhnya nilai mean empirik masuk dalam rentang kategori sikap sedang (bukan rendah/ negatif).

2. Pertanyaan Terbuka

Pertanyaan terbuka terdiri dari 3 aitem yang masing-masing mewakili tiga komponen sikap yang diharapkan mampu menggambarkan latar belakang sikap perawat ketika menghadapi pasien yang memiliki status HIV-positif. Analisis pertanyaan terbuka dilakukan terhadap 11 responden yang memiliki nilai skala sikap rendah secara afektif dan konatif. Pengkategorian dilakukan dengan cara memberi kode sesuai blue print, menghitung frekuensinya, memberi penilaian terhadap taraf positif-negatifnya sikap dan menganalisis isi jawabannya.

a. Komponen Kognitif

(76)

satu indikator. Tabel di bawah ini adalah ringkasan kategorisasi jawaban pertanyaan terbuka yang mengungkap ranah kognitif pada responden dengan nilai skala rendah pada komponen afektif dan konatif.

Tabel 16

Kategorisasi jawaban pertanyaan terbuka komponen kognitif

Kategori Kode Taraf

sikap

Frekuensi

Pengertian Odha. 1 + 3

Pengertian Odha dan hak Odha. 1,3 + 1

Pengertian Odha kurang tepat. X - 4

Pengertian Odha kurang tepat & potensial stigma.

1,3 - 1

Stigma. 4 - 1

Hak Odha, mau merawat dengan APD & potensial diskriminasi.

3,2 - 1

Jumlah 11

Sebanyak 4 orang dari 11 orang responden memiliki taraf sikap positif secara kognitif. Pendapat mereka sangat menjawab pertanyaan tentang Odha, bahwa Odha adalah orang yang terinfeksi HIV karena berbagai penyebab dan tidak harus diasingkan.

Gambar

Tabel 1
Tabel 2Masalah kesehatan yang sering timbul dan intervensi keperawatan
Tabel 3Blue-Print
Tabel 4Sebaran Aitem
+7

Referensi

Dokumen terkait

Suatu ruang vektor adalah suatu himpunan objek yang dapat dijumlahkan satu sama lain dan dikalikan dengan suatu bilangan, yang masing-masing menghasilkan anggota lain

Direksi memuji reformasi penentu atas subsidi energi di tahun 2015, termasuk rencana untuk subsidi listrik sebagai sasaran subsidi yang lebih baik, dan penggunaan ruang fiskal

terasa di awal tahun 2009, yang ditunjukkan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sebesar 4,1% (yoy) pada triwulan I-2009, melambat dibandingkan dengan triwulan

Pada kondisi awal, kemampuan pemecahan masalah siswa SMP N 1 Ngemplak masih rendah. Hal tersebut disebabkan oleh guru yang masih menerapkan strategi pembelajaran

Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik

Aktualisasi diri yang terdapat dalam UKM Sepak Bola USU dapat dilihat dari kebutuhan fisiologis yang didapat oleh mahasiswa, kenyamanan berada dilingkungan

P Permanen: 2) P-O-P Temporer; dan 3) Media in store (di dalam toko). Bagi para manajer ritel penerapan Point-of-Purchase dilakukan karena keinginan untuk mencapai: 1) Hasil

Yang dimaksud dengan “kondisi krisis atau darurat penyediaan tenaga listrik” adalah kondisi dimana kapasitas penyediaan tenaga listrik tidak mencukupi kebutuhan beban di daerah