A. Konsep Napza
1. Pengertian Napza
Napza adalah zat yang mempengaruhi struktur atau fungsi beberapa bagian tubuh orang yang mengonsumsinya. Manfaat maupun
risiko penggunaan Napza bergantung pada seberapa banyak, seberapa sering, cara menggunakannya, dan bersamaan dengan obat atau Napza
lain yang dikonsumsi (Kemenkes RI, 2010). Napza secara umum adalah zat-zat kimiawi yang apabila dimasukkan kedalam tubuh baik secara oral (diminum, dihisap, dihirup dan disedot) maupun disuntik,
dapat mempengaruhi pikiran, suasana hati, perasaan dan perilaku seseorang. Hal ini dapat menimbulkan gangguan keadaan sosial yang
ditandai dengan indikasi negatif, waktu pemakaian yang panjang dan pemakaian yang berlebihan (Lumbantobing, 2007). Menurut Badan Narkotika Nasional (BNN) (2015) Kota Cirebon menyatakan Kota
Cirebon menjadi darurat narkoba. Kasi Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat BNN Kota Cirebon, Sidik Lingga Kusuma mengatakan,
Belakangan ini media masa (baik dalam media cetak maupun media elektronik) banyak memberitakan tentang korban meninggal
akibat minuman keras (minuman oplosan). Kementrian Perdagangan menerbitkan Peraturan Menteri Peradagangan (Pemendag) Nomor
06/M-DAG/PER/1/2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap pengadaan, Peredaran, dan Penjualan minuman beralkohol. Menurut Menteri Perdagangan, penjualan minuman alkohol sudah
sangat mengganggu dan mengancam generasi muda Indonesia (Beritasatu.com. 28 Januari 2015). Penyalahgunaan alkohol merupakan
salah satu permasalahan yang serius setelah adanya penyalahgunaan zat adiktif dan obat – obatan terlarang. Penyalahgunaan alkohol sendiri sudah hampir merata di kalangan remaja, pelajar, dan mahasiswa
bahkan executive muda.
2. Jenis – jenis Napza
Napza dibagi dalam 3 jenis, yaitu narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya. Tiap jenis dibagi - bagi lagi ke dalam beberapa kelompok.
a. Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintetis maupun bukan sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran dan hilangnya rasa. Zat ini dapat mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri
Narkotika memiliki daya adiksi (ketagihan) yang sangat berat. Narkotika juga memiliki daya toleran (penyesuaian) dan daya
habitual (kebiasaan) yang sangat tinggi. Ke tiga sifat narkotika inilah yang menyebabkan pemakai narkotika tidak dapat dilepas
dari cengkramannya.
Berdasarkan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009, jenis narkotika dibagi ke dalam 3 kelompok, yaitu narkotika golongan I,
golongan II, dan golongan III.
1) Narkotika golongan I adalah : narkotika yang paling berbahaya.
Daya adiktifnya sangat tinggi. Golongan ini tidak boleh digunakan untuk kepentingan apapun, kecuali untuk penelitian atau ilmu pengetahuan. Contohnya ganja, heroin, kokain,
morfin, opium.
2) Narkotika golongan II adalah : narkotika yang memiliki daya
adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah petidin dan turunannya, benzetidin, betametadol.
3) Narkotika golongan III adalah : narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan
b. Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah
maupun sintetis, yang memiliki khasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada
aktivitas normal dan perilaku. Psikotropika adalah obat yang digunakan oleh dokter untuk mengobati gangguan jiwa (psyche).
Berdasarkan Undang-Undang No.5 tahun 1997, psikotropika dapat
dikelompokkan ke dalam 4 golongan, yaitu :
1) Golongan I adalah : psikotropika dengan daya adiktif yang sangat kuat,
belum diketahui manfaatnya untuk pengobatan dan sedang di teliti khasiatnya. Contohnya adalah MDMA, ekstasi, LSD, dan STP.
2) Golongan II adalah : psikotropika dengan daya adiktif kuat serta
berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah amfetamin, metamfetamin, metakualon.
3) Golongan III adalah : psikotropika denga daya adiktif yang sedang serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah lumibal, buprenorsina, fleenitrazepam.
4) Golongan IV adalah : psikotropika yang memiliki daya adiktif serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah
c. Bahan adiktif lainnya
Golongan adiktif lainnya adalah zat – zat selain narkotika dan
psikotropika yang dapat menimbulkan ketergantungan. Contohnya 1) Rokok
2) Kelompok alkohol dan minuman yang memabukan dan menimbulkan ketagihan.
3) Thinner dan zat – zat lain, seperti lem kayu, penghapus cair, aseton,
cat, bensin, yang bila dihisap, dihirup, dan dicium, dapat memabukan. Jadi alkohol, rokok, serta zat – zat lain yang memabukan dan
menimbulkan ketagihan juga tergolong Napza (Partodiharjo, 2008).
B. Minuman Keras
1. Pengertian
Minuman keras adalah minuman yang mengandung etanol. Etanol adalah bahan psikoaktif dan konsumsinya menyebabkan
penurunan kesadaran. Di berbagai Negara, penjualan minuman keras dibatasi di sejumlah kalangan saja, umumnya orang – orang yang telah melewati batas usia tertentu (Darmawan, 2010).
Minuman keras telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perjalanan panjang peradaban manusia. Bangsa Mesir kuno percaya
Bouza sejenis bir, merupakan penemuan Dewi Osiris dan merupakan makanan sekaligus minuman. Angggur juga ditemukan oleh bangsa Mesir kuno dan di pergunakan untuk perayaan atau upacara
selanjutnya, anggur dianggap sebagai kaum ningrat (aristocrat) dan bir adalah minuman rakyat jelata (masses).
Mulyadi (2014) mengatakan Minuman keras oplosan adalah minuman keras beralkohol jenis vodka, anggur merah beralkohol,
anggur putih beralkohol, atau bir yang dicampur dengan berbagai bahan lainnya.
2. Jenis-jenis Minuman Keras
Menurut peraturan Presiden Nomor 74 tahun 2013 tentang “Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol”, dari cara
pembuatannya, minuman beralkohol yang diizinkan beredar di Indonesia terdiri dari dua jenis, yaitu:
a. Minuman Beralkohol adalah minuman yang mengandung etil
alkohol atau etanol yang di proses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau
fermentasi tanpa destilasi.
b. Minuman Beralkohol Tradisional adalah minuman beralkohol yang dibuat secara tradisional dan turun temurun yang dikemas
secara sederhana dan pembuatanya dilakukan sewaktu – waktu, serta di pergunakan untuk kebutuhan adat istiadat atau upacara
keagamaan.
a. Minuman beralkohol Golongan A adalah minuman yang mengandung etil alkohol dengan kadar sampai 5%.
b. Minuman beralkohol Golongan B adalah minuman yang mengandung etil alkohol lebih dari 5% hingga 20%.
c. Minuman beralkohol Golongan C adalah minuman yang mengandung etil alkohol lebih dari 20% hingga 55%
Produksi dan peredaran minuman beralkohol sangat ketat
dan harus mendapat izin dari BPOM, Kementrian Perdagangan dan Kementrian Perindustrian. Minuman beralkohol ini diedarkan pada
tempat – tempat dengan izin khusus. Miras oplosan tidak termasuk golongan minuman beralkohol yang diizinkan beredar di Indonesia karena dalam proses pembuatan dan peredarannya tidak
berdasarkan standar keamanan yang ditetapkan.
3. Dampak Penggunaan Minuman Keras oplosan
Minuman beralkohol berdampak bagi kesehatan. Bukan hanya kesehatan fisik tetapi juga kesehatan psikis.
a. Dampak Fisik
Menurut Mulyadi (2014) konsumsi campuran minuman keras dan zat lain menyebabkan efek dari dua substansi yang
berpengaruh negatif terhadap tubuh. Miras yang dicampur minuman berenergi, misalnya, dapat menyebabkan pengguna: 1) mampu meminum lebih banyak
3) mengkonsumsi sejumlah besar kafein, yang menyebabkan kecemasan dan serangan panic,
4) mengkonsumsi gula dan kalori terlalu banyak sehingga menyebabkan kelebihan berat badan dan menambah risiko
diabetes tipe 2,
5) meningkatkan kemungkinan masalah kesehatan jangka pendek dan panjang.
b. Dampak psikologis
Efek dari alkohol atau obat lainnya berbeda dari satu
orang ke orang lainnya (Nevid, Ratus, Greene, 2005). Efek tersebut mencerminkan interaksi dari: 1) efek psikologis zat dan, 2) interpretasi seseorang akan efek tersebut. Kartono
(2002) berpendapat bahwa penggunaan alkohol secara berlebih-lebihan akan menyebabkan timbulnya gangguan psikis sebagai
berikut:
1) Kehilangan kontrol diri, sebagai gejala pertama pada seseorang alkoholis
2) Alkoholisme: yaitu kecanduan pada alkohol. Alkohol dalam jumlah kecil dan tepat, memberikan dan mempertinggi rasa
senang-enak. Orang yang terbiasa minum alkohol itu sukar sekali untuk tidak minum alkohol. Selanjutnya akan diperlukan dosis yang lebih tinggi setiap kalinya, untuk
Apabila seseorang harus berhenti minum, dia akan diliputi perasaan kecemasan, kegelisahan, ketegangan dan rasa
ketagihan pada alkohol (minum-minuman dengan kadar alkohol tinggi) sesudah orang terbiasa meminumnya setiap
hari.
3) Mabuk: motoriknya tidak terkuasai, tanpa koordinasi, orang menjadi bingung dan tidak sadarkan diri.
4) Delirium tremens (delirium= kegila-gilaan, mabuk dan mengigau), pikiran seperti tidak waras, naik pitam. Kondisi
delirium sering disertai delusi-delusi, ilusi-ilusi dan halusinasi-halusinasi.
5) Korsakov alkoholik: terdapat kompleks gejala amnetis, lalu
pasien suka meracau dan berbicara tanpa arti.
6) Perubahan struktur kepribadian dan bergersernya watak
sehingga terjadi psikosa alkoholik yang kita temui pada peminum alkohol keras berat.
4. Penyalahgunaan Minuman Keras
Minuman keras oplosan merupakan minuman keras yang telah dicampurkan dengan berbagai zat kimia. Miras oplosan ini
banyak mengandung berbagai macam zat berbahaya dan yang paling sering digunakan yaitu metanol (BPOM RI, 2014). Pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 33
termasuk ke dalam salah satu bahan tambahan pangan sehingga metanol tidak diperbolehkan ditambahkan pada makanan atau
minuman.
menurut Emqi dalam Irmayanti (2015), munculnya perilaku
penyalahgunaan alcohol dipengaruhi oleh keyakinan subjek bahwa perilaku tersebut mampu memenuhi harapannya yaitu menghilangkan stres dan diterima oleh lingkungan. Belief tersebut akhirnya juga
menyebabkan perilaku tersebut diulang pada saat-saat tertentu.
5. Tahapan Pemakaian Minuman Keras oplosan
Ada beberapa tahapan pemakaian miras (oplosan) menurut Mulyadi (2014) yaitu sebagai berikut:
a. Tahap pemakaian coba- coba (eksperimen)
Karena pengaruh sekelompok sebaya sangat besar, remaja ingin tahu dan coba – coba. Biasanya mencoba mengisap rokok, ganja,
atau minum – minuman beralkohol. Jarang yang langsung mencoba memakai putaw atau pil ekstasi.
b. Tahap pemakaian sosial
Tahap pemakaian Napza (oplosan) untuk pergaulan (saat berkumpul atau pada acara tertentu), ingin diakui atau diterima
c. Tahap pemakaian situasional
Tahap pemakaian karena situasi tertentu, misalnya kesepian atau
stres. Pemakaian Napza (oplosan) sebagai cara mengatasi masalah. Pada tahap ini pemakai berusaha memperoleh Oplosan
secara aktif.
d. Tahap habituasi (kebiasaan)
Tahap ini untuk yang telah mencapai tahap pemakaian teratur
(sering), disebut juga penyalahgunaan miras (oplosan), terjadi perubahan pada faal tubuh dan gaya hidup. Teman lama berganti
dengan teman pecandu. Dia menjadi sensitif, mudah tersinggung, pemarah, dan sulit tidur atau berkonsentrasi, sebab narkoba mulai menjadi bagian dari kehidupannya. Minat dan cita-citanya semula
hilang. Dia sering membolos dan prestasi sekolahnya merosot. Dia lebih suka menyendiri daripada berkumpul bersama keluarga.
e. Tahap ketergantungan
Mereka berusaha agar selalu memperoleh miras (oplosan) dengan berbagai cara. Berbohong, menipu, atau mencuri menjadi
kebiasaannya. Mereka sudah tidak dapat mengendalikan penggunaannya. Napza (oplosan) telah menjadi pusat
kehidupannya. Hubungan dengan keluarga dan teman-teman rusak.
Pada ketergantungan, tubuh memerlukan sejumlah takaran
miras (oplosan) cukup, dia tampak sehat, meskipun sebenarnya sakit. Akan tetapi, jika pemakaiannya dikurangi atau dihentikan,
timbul gejala sakit. Hal ini disebut gejala putus zat (sakaw). Gejalanya bergantung pada jenis zat yang digunakan. Orang pun
mencoba mencampur berbagai jenis miras (oplosan) agar dapat merasakan pengaruh zat yang diinginkan, dengan risiko meningkatnya kerusakan organ-organ tubuh. Gejala lain
ketergantungan adalah toleransi, suatu keadaan di mana jumlah miras (oplosan) yang dikonsumsi tidak lagi cukup untuk
menghasilkan pengaruh yang sama seperti yang dialami sebelumnya. Oleh karena itu, jumlah yang diperlukan meningkat. Jika jumlah miras (oplosan) yang dipakai berlebihan (overdosis),
dapat terjadi kematian (Harlina, 2008).
6. Karakteristik Pengguna Minuman Keras oplosan
Menurut Soetjiningsih (2010), masa remaja merupakan masa peralihan anatara masa kanak – kanak dan dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual anatara usia 11 atau 12 tahun
sampai dengan 20 tahun. Remaja biasanya merasakan tekanan agar mereka menyesuaikan dengan norma – norma dan harapan
kelompoknya. Bila remaja tidak mampu menjalankan tugas dengan baik mereka cenderung menganggap hidup adalah penderitaan, tidak menyenangkan dan melakukan hal – hal seperti menyakiti diri sendiri,
alkohol, serta lebih jauh terlibat dalam dunia narkotika, psikotropika, dan obat – obatan terlarang dan zat adiktif lainnya. Faktor risiko yang
menyebabkan penyalahgunaan miras (oplosan) antara lain faktor genetik, lingkungan keluarga, pergaulan (teman sebaya), dan
karakteristik pengguna miras (oplosan). a. Karakter Individu
a) Umur
Berdasarkan penelitian, kebanyakan penyalahguna mirasadalah mereka yang termasuk kelompok remaja. Pada umur ini secara
kejiwaan masih sangat labil, mudah terpengaruh oleh lingkungan, dan sedang mencari identitas diri serta senang memasuki kehidupan kelompok. Hasil temuan Tim Kelompok
Kerja Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba Departemen Pendidikan Nasional menyatakan sebanyak 70% penyalahguna
Napza di Indonesia adalah anak usia sekolah (Jehani, dkk, 2008). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2010) proporsi penyalahguna miras tertinggi pada kelompok umur
17-19 tahun (54%). b) Pendidikan
Menurut Friedman (2005) belum ada hasil penelitian yang menyatakan apakah pendidikan mempunyai risiko penyalahgunaan miras. Akan tetapi, pendidikan ada kaitannya
serta pengambilan keputusan dalam keluarga. Asumsi umum bahwa semakin tinggi pendidikan, semakin mempunyai
wawasan atau pengalaman yang luas dan cara berpikir serta bertindak yang lebih baik. Pendidikan yang rendah
mempengaruhi tingkat pemahaman terhadap informasi yang sangat penting tentang Napza dan segala dampak negatif yang dapat ditimbulkannya, karena pendidikan rendah berakibat sulit
untuk berkembang menerima informasi baru serta mempunyai pola pikir yang sempit.
c) Pekerjaan
Berdasarkan data yang didapat dari hasil penelitian bahwa semua responden pengguna mirasoplosan memiliki pekerjaan
dan berpenghasilan sendiri sehingga peluang untuk memperoleh miras oplosan lebih besar.
d) Jenis Kelamin
Jenis kelamin juga merupakan salah satu yang mempengaruhi terjadi gangguan penggunaan miras (oplosan). Kebaikan selalu
dikaitkan dengan kewanitaan, dan kecenderungan bahwa laki– laki harus berprestasi dan menerima tanggung jawab dalam
b. Alasan Menggunakan Minuman Keras oplosan
Terdapat 3 faktor alasan yang dapat dikatakan sebagai pemicu
seseorang dalam penyalahgunakan miras(oplosan) menurut Hapsari (2007), yaitu :
a) Faktor individu
Kebanyakan penyalahgunaan miras (oplosan) akan mengalami perubahan biologis, psikologis maupun sosial
yang pesat merupakan individu yang rentan untuk menyalahgunakan miras (oplosan) ciri tersebut antara lain :
1) Keingin tahuan yang besar untuk mencoba tanpa sadar atau berfikir panjang tentang akibatnya di kemudian hari.
2) Keinginan untuk mencoba – coba karena penasaran. 3) Keinginan untuk bersenang – senang.
4) Keinginan untuk dapat diterima dalam kelompok (komunitas) atau lingkungan tertentu.
5) Lari dari masalah, kebosanan atau kegetiran hidup.
6) Mengalami kelelahan dan menurun nya semangat belajar
7) Menderita kecemasan
8) Kecanduan merokok dan minuman keras.
9) Karena ingin menghibur diri dan menikmati hidup
10)Merasa tidak dapat perhatian, tidak diterima atau tidak disayanagi dalam lingkungan keluarga.
11)Ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan.
12)Ketidaktahuan tentang dampak dan bahaya penyalahgunaan miras (oplosan).
13)Tidak mampu atau tidak berani menghadapi tekanan
dari lingkungan atau kelompok pergaulan. b) Faktor lingkungan
Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dan lingkungan pergaulan baik di sekitar rumah, sekolah, teman sebaya maupun masyarakat. Adapun faktor – faktor yang menjadi
penyalahgunaan miras (oplosan) antara lain : 1) Lingkungan keluarga
Pola asuh dalam keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap penyalahgunaan miras (oplosan). Pola asuh orang tua yang demokratis dan terbuka mempunyai
risiko penyalahgunaan miras (oplosan) lebih rendah dibandingkan dengan pola asuh orang tua dengan
disiplin yang ketat. Fakta berbicara bahwa tidak semua keluarga mampu menciptakan kebahagiaan bagi semua anggotanya. Banyak keluarga mengalami
hubungan keluarga. Banyak keluarga berantakan yang ditandai oleh relasi orangtua yang tidak harmonis dan
matinya komunikasi antara mereka. 2) Lingkungan sekolah
Sekolah yang kurang disiplin dan sekolah kurang memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan diri secara kreatif dan positif.
3) Lingkungan teman sebaya
Berteman dengan penyalahguna dan tekanan atau
ancaman teman kelompok yang memakai atau teman kelompok yang mengedar,
4) Lingkungan masyarakat atau sosial
Lemah nya penegakan hukum, situasi politik, situasi sosial dan ekonomi yang kurang mendukung.
c) Faktor minuman keras oplosan
1) Mudahnya miras (oplosan) didapat dimana – mana dengan harga terjangkau
2) Banyaknya iklan yang menarik untuk dicoba c. Lama Pengguna Minuman Keras Oplosan
7. Pencegahan Penyalahgunaan Minuman Keras Oplosan
Pencegahan penyalahgunaan miras, meliputi (BNN, 2010)
a. Pencegahan primer
Pencegahan primer atau pencegahan dini yang ditujukan kepada
mereka, individu, keluarga, kelompok atau komunitas yang memiliki risiko tinggi terhadap penyalahgunaan miras, untuk melakukan intervensi agar individu, kelompok, dan masyarakat
waspada serta memiliki ketahanan agar tidak menggunakan miras. Upaya pencegahan ini dilakukan sejak anak berusia dini, agar
faktor yang dapat menghambat proses tumbuh kembang anak dapat diatasi dengan baik.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan pada kelompok atau komunitas yang sudah menyalahgunakan miras. Dilakukan pengobatan agar
mereka tidak menggunakan miras lagi. c. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier ditujukan kepada mereka yang sudah pernah
menjadi penyalahguna miras dan telah mengikuti program terapi dan rehabilitasi untuk menjaga agar tidak kambuh lagi. Sedangkan
pencegahan terhadap penyalahguna miras yang kambuh kembali adalah dengan melakukan pendampingan yang dapat membantunya untuk mengatasi masalah perilaku adiksinya, detoksifikasi, maupun
C. Kerangka Teori
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Modifikasi : Soetjiningsih (2010), Sarwono (2011). Darmawan (2010), Sumiati (2009)
D. Kerangka Konsep
Bagan 2.2 Kerangka Konsep Karakteristik Pengguna Napza
(oplosan) :
a. Kerangka Individu 1) Umur
2) Pendidikan 3) Pekerjaan 4) Jenis kelamin b. Alasan Pengguna Napza
(oplosan)
1) Faktor individu 2) Faktor lingkungan 3) Faktor Napza (oplosan) c. Lama Pengguna Napza
(oplosan)