• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Hasil Belajar - PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN IPS MATERI PERISTIWA SEKITAR PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA MELALUI METODE ROLE PLAYING PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 1 PLIKEN - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Hasil Belajar - PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN IPS MATERI PERISTIWA SEKITAR PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA MELALUI METODE ROLE PLAYING PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 1 PLIKEN - repository perpustakaan"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teori 1. Hasil Belajar

a. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah siswa menerima pengalaman belajarnya Sudjana (2012:22). Sementara menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:3) hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar. Howard Kingsley dalam Sudjana (2010:45) mengungkapkan bahwa hasil belajar dibagi menjadi tiga macam, yaitu keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, serta sikap dan cita-cita. Gagne membagi lima kategori hasil belajar, yakni informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap dan keterampilan motoris.

(2)

proses belajar mengajar. Bahan pembelajaran merupakan seperangkat pengetahuan ilmiah yang dijabarkan dari kurikulum untuk disampaikan atau dibahas sehingga dapat sampai pada tujuan yang ditetapkan. Metode atau alat adalah cara atau teknik yang digunakan guru dalam menyampaikan pelajaran agar siswa paham. Penilaian adalah tindakan yang dilakukan pendidik untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang direncanakan dicapai.

(3)

psikomotor, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan gerakan keterampilan kompleks, gerakan ekspresif dan interpretatif. Jadi, dari beberapa pendapat tersebut, hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang diperoleh siswa setelah memperoleh pengalaman belajarnya, kemampuan-kemampuan tersebut meliputi kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Hasil belajar tersebut perlu dinilai dengan menggunakan tes hasil belajar.

Kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor menjadi objek penilaian hasil belajar. Dari ketiga ranah tersebut, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemmapuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran. Dalam penelitian ini akan dikembangkan penilaian hasil belajar ranah kognitif, untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menguasai isi dan bahan pengajaran yang diajarkan.

Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Dalam ranah kognitif ini terdiri dari enam aspek, yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

(4)

2) Tipe Belajar Pemahaman : merupakan tingkatan kedua setelah pengetahuan. Pemahaman ini memiliki tiga kategori yaitu, tingkat rendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari terjemahan dalam arti yang sebenarnya. Tingkat kedua adalah penafsiran, yaitu menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian, membedakan yang pokok dan mana yang bukan pokok. Pemahaman tingkat ketiga atau tingkat tertinggi adalah pemahaman ekstrapolasi. Dengan ekstrapolasi diharapkan seseorang mampu melihat di balik yang tertulis, dapat membuat ramalan tentang konsekuensi atau dapat memperluas persepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus, ataupun masalahnya.

3) Tipe Hasil Belajar Aplikasi : aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi konkret atau situasi khusus. Abstraksi tersebut mungkin berupa ide teori atau petunjuk teknis. Menerapkan abstraksi ke dalam situasi baru disebut aplikasi.

4) Tipe Hasil Belajar Analisis : analisis adalah usaha memilih suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas susunannya. Analisis merupakan tipe yang kompleks yang menghubungkan tipe pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi. 5) Tipe Hasil Belajar Sintesis : penyatuan unsur-unsur atau

bagian-bagian ke dalam bentuk menyeluruh disebut sintesis. Berpikir sintesis merupakan salah satu pijakan untuk menjadikan siswa berpikir kritis, sedangkan berpikir kritis merupakan salah satu tujuan yang hendak dicapai dalam pendidikan.

6) Tipe Hasil Belajar Evaluasi : evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara kerja, pemecahan, metode, materi, dan lain-lain. Mengembangkan kemampuan evaluasi dilandasi pemahaman, aplikasi, analisis, dan sintesis akan mempertinggi mutu evaluasinya.

(5)

serta ada soal evaluasi yang diberikan pada akhir siklus. LKS ini hanya digunakan sebagai hasil dari latihan siswa dalam memahami konsep materi yang telah diajarkan, sedangkan yang digunakan sebagai data yang akan diolah pada penelitian ini adalah nilai dari evaluasi yang diambil dari setiap akhir pertemuan siklus I maupun siklus II. Hasil ini menentukan siswa telah memahami konsep materi atau belum. Adapun rancangan kisi-kisi hasil belajar pada ranah kognitif yang akan digunakan adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1. Rancangan kisi-kisi hasil belajar kognitif.

No Indikator Kognitif Aspek

1. 2.

Siswa dapat menyebutkan tokoh dalam memproklamasikan kemerdekaan.

Siswa dapat menceritakan jasa dan peranan tokoh dalam memproklamasikan kemerdekaan.

Pengetahuan

Pemahaman

Ada beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan dalam menyusun tes hasil belajar antara lain (Purwanto, 2010:23-24) :

a. Tes tersebut hendaknya dapat mengukur secara jelas hasil belajar yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan instruksional.

b. engukur sampel yang representatif dari hasil belajar dan elajar yang diinginkan sesuai dengan tujuan.

c. Didesain sesuai dengan kegunaannya untuk memperoleh hasil yang diinginkan.

d. Dibuat seandal (reliabel) mungkin sehingga mudah diinterpretasikan dengan baik.

e. Digunakan untuk memperbaiki cara belajar siswa dan cara mengajar guru.

(6)

Hasil belajar bidang afektif kurang mendapat perhatian dari guru. Para guru lebih banyak memberi penekanan pada bidang kognitif saja. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku, seperti perhatian terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru, kebiasaan belajar, dan lain-lain.

Ada beberapa tingkatan hasil belajar afektif sebagai tujuan dan hasil belajar. Tingkatan tersebut dimulai dari tingkatan yang sederhana sampai tingkatan yang kompleks:

1) Reciving/attending yaitu semacam kepekaan dalam menerima

rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dan lain-lain. Dalam tipe ini termasuk kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, kontrol, dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar.

2) Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya.

3) Valuing (penilaian) berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala/stimulus tadi. Dalam evaluasi ini termasuk di dalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang, atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut.

4) Organisasi, yakni pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan, dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Yang termasuk ke dalam organisasi ialah konsep tentang nilai, organisasi sistem nilai, dan lain-lain.

5) Pembentukan pola hidup, mencakup kemampuan untuk menghayati nilai-nilai kehidupan sedemikian rupa, sehingga menjadi hak milik pribadi (internalisasi) dan menjaddi pegangan nyata dan jelas dalam mengatur kehidupannya sendiri.

(7)

selama pembelajaran berlangsung. Data ini kemudian dijadikan bahan penelitian hasil belajar. Dalam aspek afektif ini ditekankan pada setiap siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Pada aspek ini, yang dinilai yaitu semua aspek.

Terdapat rancangan kisi-kisi hasil belajar aspek afektif adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2 Rancangan Kisi-kisi Hasil Belajar Afektif

No Indikator Aspek Afektif Kode

1. Bersedia tidak menggangu

Hasil belajar psikomotor tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan

keterampilan menurut Simpson dalam Winkel (1996:249) yakni : 1) Persepsi, mencakup kemampuan untuk mengadakan diskriminasi

yang tepat antara dua perangsang atau lebih, berdasarkan pembedaan antara ciri-ciri fisik yang khas pada masing-masing rangsangan. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam suatu reaksi yang menunjukkan kesadaran akan hadirnya rangsangan (stimulus) dan perbedaan antara rangsangan-rangsangan yang ada. 2) Kesiapan, mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam keadaan akan memulai suatu gerakan atau rangkaian gerakan. Kemampuan ini dinyatakan dalam bentuk kesiapan jasmani dan mental.

(8)

4) Gerakan yang terbiasa, mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak-gerik dengan lancar, karena sudah dilatih secukupnya, tanpa memperhatikan contoh yang diberikan lagi. 5) Gerakan kompleks, mencakup kemampuan untuk melaksanakan

suatu keterampilan yang terdiri atas beberapa komponen, dengan lancar, tepat, dan efisien. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam suatu rangkaian perbuatan yang berurutan dan menggabungkan beberapa subketerampilan menjadi suatu keseluruhan gerak-gerik yang teratur.

6) Penyesuaian pola gerakan, mencakup kemampuan untuk mengadakan oerubahan dan menyesuaikan pola gerak-gerik dengan kondisi setempat atau dengan menunjukkan suatu taraf keterampilan yang telah mencapai kemahiran.

7) Kreativitas, mencakup kemampuan untuk melahirkan pola-pola gerak-gerik yang baru, seluruhnya atas dasar prakarsa dan inisiatif sendiri.

Dalam aspek ini, penelitian ditekankan pada keterampilan proses/kinerja siswa selama berperan atau melaksanakan metode Role Playing. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian

psikomotor. Aspek yang dinilai yaitu menirukan, manipulasi, dan naturalisasi saja. Sementara untuk aspek artikulasi dan keseksamaan tidak diteliti atau dinilai karena penilaian disesuaikan dengan materi Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD).

Rancangan kisi-kisi hasil belajar pada aspek psikomotor adalah sebagai berikut:

Tabel 2.3 Rancangan kisi-kisi hasil belajar psikomotor.

No Indikator Psikomotor Aspek Kode

1. Siswa mau menampilkan peran yang dilakonkannya.

Kesiapan A 2. Siswa mau menirukan peran. Gerakan

(9)

b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Belajar merupakan suatu proses perkembangan hal tersebut terdapat dalam teori Gestalt dalam Susanto (2013:12). Artinya bahwa secara kodrati jiwa raga anak mengalami perkembangan. Perkembangan sendiri memerlukan sesuatu baik yang berasal dari diri siswa sendiri maupun pengaruh dari lingkungannya. Berdasarkan teori ini hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua hal, siswa itu sendiri dan lingkungannya. Pertama, siswa; dalam arti kemampuan berpikir atau tingkah laku intelektual, motivasi, minat, dan kesiapan siswa, baik jasmani maupun rohani. Kedua, lingkungan; yaitu sarana dan prasarana, kompetensi guru, kreativitas guru, sumber-sumber belajar, metode serta dukungan lingkungan, keluarga, dan lingkungan.

Secara perinci, uraian mengenai faktor internal dan eksternal, yang terdapat dalam Slameto (2013:52-72) sebagai berikut:

1) Faktor Internal

Faktor internal meliputi dua faktor yaitu : faktor fisiologis dan faktor psikologis:

a) Faktor Fisiologis, yaitu kondisi jasmani dan keadaan fungsi-fungsi fisiologis. Faktor fisiologis sangat menunjang atau melatar belakangi aktivitas belajar. Keadaan jasmani yang sehat akan lain pengaruhnya dibanding jasmani yang keadaannya kurang sehat. Untuk menjaga agar keadaan jasmani tetap sehat, nutrisi harus cukup. Hal ini disebabkan, kekurangan kadar makanan akan mengakibatkan keadaan jasmani lemah yang mengakibatkan lekas mengantuk dan lelah.

(10)

(1) Adanya keinginan untuk tahu.

(2) Agar mendapatkan simpati dari orang lain. (3) Untuk memperbaiki kegagalan.

(4) Untuk mendapatkan rasa aman. 2) Faktor Eksternal

Faktor-faktor eksternal, yaitu faktor dari luar diri siswa yang ikut mempengaruhi belajar siswa, yang antara lain berasal dari orang tua, sekolah, dan masyarakat.

a) Faktor yang berasal dari orang tua

Faktor yang berasal dari orang tua ini utamanya adalah bagaimana cara mendidik, mengawasi, serta memberi semangat untuk belajar.

b) Faktor yang berasal dari sekolah

Faktor yang berasal dari sekolah dapat berasal dari guru, mata pelajaran yang ditempuh, dan metode yang diterapkan. Faktor guru banyak menjadi penyebab kegagalan belajar siswa, yaitu menyangkut kepribadian guru, kemampuan mengajarnya. Terhadap mata pelajaran, karena kebanyakan siswa memusatkan perhatiannya kepada yang diminati saja, sehingga mengakibatkan nilai yang diperolehnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Keterampilan, kemampuan, dan kemauan belajar siswa tidak dapat dilepaskan dari pengaruh atau campur tangan orang lain. Oleh karena itu, sudah menjadi tugas guru untuk membimbing siswa dalam belajar.

c) Faktor yang berasal dari masyarakat

Kehidupan seorang siswa tidak lepas dari kehidupan dalam masyarakat. Faktor masyarakat bahkan sangat kuat pengaruhnya terhadap pendidikan siswa. Pengaruh masyarakat bahkan sulit untuk dikendalikan. Mendukung atau tidak mendukung perkembangan siswa, masyarakat juga ikut mempengaruhi.

(11)

2. Metode Role Playing a. Pengertian Role Playing

Melalui Role Playing, siswa dapat meningkatkan kemampuan untuk mengenal perasaannya sendiri dan perasaan orang lain. Mereka memperoleh cara berperilaku baru untuk mengatasi masalah seperti dalam permainan perannya dan dapat meningkatkan keterampilan memecahkan masalah.

Menurut Sagala (2010:2113) metode Role Playing berarti cara menyajikan bahan pelajaran dengan mempertunjukkan dan mempertontonkan atau mendramatisasikan cara tingkah laku dalam hubungan sosial. Jadi Role Playing ialah metode mengajar yang dalam pelaksanaannya siswa mendapat tugas dari guru untuk mendramatisasikan suatu kondisi yang mengandung suatu problem, agar siswa dapat memecahkan suatu masalah yang muncul dari situasi sosial. Menurut Bruce Joyce, Marsha Well dan Emily Calhoun (2000:61) mengungkapkan bahwa metode bermain peran yaitu:

In role playing, students explore human relations problems by enacting problem situations and then discussing the enactments. Together, students can explore feelings, attitudes, values, and problem solving strategies.

(12)

(2013:5) role playing merupakan salah satu model pembelajaran yang diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan antar manusia (interpersonal relationship), terutama yang menyangkut kehidupan siswa. Role playing adalah jenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan, dan sekaligus melibatkan unsur senang Jill Hadfield dalam Subagiyo (2013:5).

Metode role playing adalah cara belajar dengan mengeksplorasi kemampuan siswa dalam memerankan suatu peranan yang diciptakan situasi tertentu tentang masalah-masalah sosial, yang pada prosesnya siswa akan merasakan, menempatkan dirinya kepada orang lain sehingga siswa dapat mengetahui watak dan merasakan perasaan orang lain melalui proses pemanasan, pemilihan permainan, penataan panggung, penunjukkan beberapa siswa sebagai pengamat, pelaksanaan permainan peran, pelaksanaan diskusi dan evaluasi pelaksanaan bermain peran oleh guru dan siswa, permainan ulang bermain peran, pembahasan diskusi dan evaluasi yang lebih diarahkan pada realitas, dengan berbagi pengalaman serta pengambilan kesimpulan tentang pelaksanaan bermain peran.

b. Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Role Playing

(13)

1) Pemanasan, 2) Memilih Peran, 3) Menata Panggung, 4) Guru menunjuk beberapa siswa sebagai pengamat, 5) Permainan peran dimulai, 6) Guru bersama siswa mendiskusikan, 7) Permainan peran ulang, 8) Pembahasan diskusi dan evaluasi lebih diarahkan pada realitas, 9) Hal ini menjadi bahan diskusi.

Pada kegiatan pemanasan, guru berupaya memperkenalkan siswa pada permasalahan yang mereka sadari sebagai suatu hal yang bagi semua orang perlu mempelajari dan menguasainya. Bagian berikutnya dari proses pemanasan adalah menggambarkan permasakahan dengan jelas disertai contoh. Langkah kedua yaitu memilih pemeran (partisipan) mencari gambaran karakter peran yang hendak dimainkan. Setelah didapat gambaran karakter peran dalam masalah, kemudian menentukan pemain.

Langkah ketiga yaitu menata panggung. Dalam hal ini guru mendiskusikan dengan siswa di mana dan bagaimana peran itu akan dimainkan. Penataan panggung ini dapat sederhana atau kompleks. Yang paling sederhana adalah hanya membahas skenario (tanpa dialog lengkap) yang menggambarkan urutan permainan peran.

(14)

menyelesaikan masalah yang dihadapi dan hal-hal yang berhubungan dengan role playing.

Langkah kelima yaitu permainan peran dimulai. Permainan peran dimulai secara spontan. Pada awalnya akan banyak siswa yang masih bingung memainkan perannya atau bahkan tidak sesuai dengan peran yang seharusnya ia lakukan.

Langkah keenam, guru bersama siswa mendiskusikan permainan tadi dan melakukan evaluasi terhadap peran-peran yang dilakukan tadi. Usulan perbaikan akan muncul. Mungkin ada siswa yang meminta untuk berganti peran.

(15)

c. Kelebihan dan Kekurangan Metode Role playing

Metode Role Playing dalam Djamarah (2010:89) mempunyai beberapa kelebihan, antara lain:

1) Membuat daya ingatan siswa menjadi tajam dan tahan lama. 2) Siswa akan terlatih untuk berinisiatif dan berkreatif.

3) Siswa yang berbakat akan semakin terpupuk sehingga dimungkinkan akan muncul atau tumbuh bibit seni drama.

4) Kerjasama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaik-baiknya.

5) Siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tanggungjawab dengan sesamanya.

6) Bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang baik.

Metode Role Playing dalam Djamarah (2010:89) mempunyai beberapa kekurangan, antara lain:

1) Siswa yang tidak ikut bermain peran cenderung pasif.

2) Banyak memakan waktu, baik waktu persiapan dalam rangka pemahaman isi bahan pelajaran maupun dalam pelaksanaan pertunjukan.

3) Memerlukan tempat yang cukup luas, jika tempat bermain sempit menjadi kurang bebas.

4) Kelas lain menjadi sering terganggu oleh suara pemain dan suara penonton yang kadang-kadang bertepuk tangan dan sebagainya.

Untuk mengatasi kekurangan yang ada sehingga pelaksanaan metode Role Playing bisa dilaksanakan dengan baik maka Sagala (2010:214) memberikan catatan tentang usaha mengatasi kekurangan-kekurangan dari metode Role Playing, antara lain ialah:

(16)

dan siswa yang lain menjadi penonton dengan tugas-tugas tertentu pula.

2) Guru harus memilih masalah yang urgen sehingga menarik minat siswa. Guru dapat menjelaskan dengan baik dan menarik, sehingga siswa terangsang untuk memecahkan masalah itu.

3) Agar siswa memahami peristiwanya maka guru harus bisa menceritakan sambil mengatur adegan pertama.

4) Bobot atau luasnya bahan pelajaran yang akan didramakan harus sesuai dengan waktu yang tersedia.

Teori belajar yang terkait dengan metode role playing adalah teori belajar Piaget. Teori konstruktivisme Piaget adalah teori perkembangan mental Piaget yang juga biasa disebut teori perkembangangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Menurut Rahyubi (2014:143) teori kontruktivisme Piaget menjelaskan

bahwa “pengetahuan seseorang merupakan bentukan orang itu

sendiri”. Proses pembentukan pengetahuan itu terjadi apabila

(17)

pengetahuan dibenak mereka sendiri. Selain itu, Piaget banyak melakukan penelitian tentang proses seorang anak dalam belajar dan membangun pengetahuannya. Teori kontruktivisme yaitu teori yang mengutamakan proses pembelajaran.

3. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) a. Pengertian Mata Pelajaran IPS

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) tidak lain adalah “mata pelajaran

atau mata kuliah yang mempelajari kehidupan sosial yang kajiannya mengintegrasikan bidang-bidang ilmu-ilmu sosial dan humaniora” (Nursid, 2005:9). Pandangan lainnya tentang IPS dalam lembaga pendidikan seperti dalam Kurikulum Pendidikan Dasar Tahun 1993, disebutkan bahwa IPS adalah mata pelajaran yang mempelajari kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan kajian geografi, ekonomi, sejarah, antropologi, sosiologi, dan tata negara. Susanto (2013:139).

(18)

Untuk merealisasikan tujuan tersebut, proses belajar mengajar tidak hanya terbatas pada aspek-aspek pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) saja, melainkan meliputi juga aspek sikap (afektif) dalam menghayati serta menyadari kehidupan yang penuh dengan masalah, tantangan, hambatan dan persaingan ini. Melalui pendidikan IPS, siswa dididik dibina dan dikembangkan kemampuan mental intelektualnya menjadi warga negara yang berketerampilan dan berkepedulian sosial serta bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

b. Tujuan Mempelajari Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Dalam Ilmu Pengetahuan Sosial terdapat tujuan mempelajari ilmu tersebut, menurut Nur Hadi yang dikutip dari Susanto (2013:146), menyebutkan bahwa ada empat tujuan pendidikan IPS, yaitu:

1) Knowledge

Knowledge, sebagai tujuan utama dari pendidikan IPS yaitu membantu para siswa sendiri untuk mengenal diri mereka sendiri dan lingkungannya, dan mencakup geografi, sejarah, politik, ekonomi, dan sosiologi psikologi.

2) Skill, yang mencakup keterampilan berpikir (thinking skills).

3) Attitudes, yang terdiri atas tingkah laku berpikir (intellectual behavior) dan tingkah laku sosial (social behavior).

4) Value, yaitu nilai yang terkandung di dalam masyarakat yang diperoleh dari lingkungan masyarakat maupun lembaga pemerintahan, termasuk di dalamnya nilai kepercayaan, nilai ekonomi, pergaulan antarbangsa, dan ketaatan kepada pemerintah dan hukum.

Adapun tujuan pembelajaran IPS di SD, menurut Munir yang dikutip dari Susanto (2013:150-151), sebagai berikut:

(19)

2) Membekali siswa dengan kemampuan mengidentifikasi, menganalisis, dan menyusun alternatif pemecahan masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.

3) Membekali siswa dengan kemampuan berkomunikasi dengan sesama warga masyarakat dan bidang keilmuan serta bidang keahlian.

4) Membekali siswa dengan kesadaran, sikap mental yang positif, dan keterampilan keilmuan terhadap pemanfaatan lingkungan hidup yang menjadi bagian dari kehidupan tersebut.

5) Membekali siswa dengan kemampuan mengembangkan pengetahuan dan keilmuan IPS sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat, ilmu pengetahuan, dan teknologi.

Tujuan lain secara eksplisit yaitu dengan mempelajari kondisi masyarakat seperti yang dimuat dalam pendidikan IPS, maka siswa akan dapat mengamati dan mempelajari norma-norma atau peraturan serta kebiasaan-kebiasaan baik yang berlaku dalam masyarakat tersebut, sehingga siswa mendapat pengalaman langsung adanya hubungan timbal balik yang saling memengaruhi antara kehidupan pribadi dan masyarakat. Dalam pendidikan IPS, siswa akan memperoleh pengetahuan dari yang sederhana sampai yang lebih luas (expanding community), yakni siswa akan mulai diperkenalkan dengan diri sendiri (self), kemudian keluarga, tetangga, lingkungan RT dan RW, kelurahan atau desa, kecamatan, kota/kabupaten, provinsi, negara, negara tetangga, kemudian dunia. c. Pokok Bahasan Materi IPS Kelas V

(20)

kemerdekaan, materi yang akan dipelajari yaitu pertemuan di Dalat, berita kekalahan Jepang, peristiwa Rengasedengklok, perumusan teks proklamasi, dan detik-detik menjelang proklamasi kemerdekaan.

Guru memberikan materi tentang peristiwa sekitar proklamasi kemerdekaan Indonesia di sekolah dasar khususnya. Melalui kegiatan bermain peran (role playing). Penelitian ini menekankan peningkatan hasil belajar siswa pelajaran IPS yang terdapat pada pembelajaran IPS di SD.

Materi pada pelajaran IPS akan diajarkan sesuai dengan siklus yang telah direncanakan yakni selama dua siklus, dalam setiap siklus terdapat 2 kali pertemuan. Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah naskah drama yang berkaitan dengan materi peristiwa sekitar proklamasi kemerdekaan Indonesia.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Fredy Franmoko pada tahun 2006 yang berjudul “Role Playing sebagai metode peningkatan kemampuan berbicara siswa kelas IX SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto

oleh Fredy Franmoko”, penelitian dilakukan dengan 3 siklus. Hasil penelitian

(21)

peran, diakhiri dengan diskusi dan evaluasi, dan (2) Metode role playing dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa kelas IX SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto dibuktikan dengan antusisas siswa dalam, pembelajaraan terlihat kondusif, tidak ditemukan siswa yang diam, siswa berbicara dengan peran masing-masing. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kemampuan berbicara siswa pada setiap siklus. Pada tes awal, ketuntasan kemampuan siswa berbicara hanya mencapai 33%, ketuntasan siswa pada siklus pertama 60,60%, siklus kedua 78,78%, dan siklus ketiga 87,90%.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Titin Sunaryati pada

tahun 2012 yang berjudul “Peningkatan Sikap Demokratis Siswa Melalui

(22)

C. Kerangka Berpikir

Pembelajaran IPS di SD khususnya sejarah sering dianggap sulit oleh siswa karena siswa harus banyak menghafal materi yang ada dengan teknik konvensional. Saat pembelajaran berlangsung, siswa cenderung pasif dan kurang antusias dalam belajar, siswa merasa cepat bosan dengan materi yang diajarkan. Hal tersebut menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa khususnya pada mata pelajaran IPS. Dengan metode role playing ini diharapkan dapat melibatkan seluruh siswa dalam belajar, selain itu dengan menggunakan metode Role Playing diharapkan siswa dapat meningkatkan kemampuan untuk mengenal perasaannya sendiri dan perasaan orang lain, dan siswa juga memperoleh cara berperilaku baru untuk mengatasi masalah dan meningkatkan keterampilan dalam memecahkan masalah. Di samping itu metode ini juga diupayakan dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi peristiwa-peristiwa menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia.

(23)

Gambar 2.1.Kerangka Berpikir Peneliti

D. Hipotesis Tindakan

Penggunaan model pembelajaran yang tepat pada proses pelaksanaan pembelajaran dan perencanaan pembelajaran disusun dengan matang, maka tujuan pembelajaran akan tercapai dengan optimal. Berdasarkan hal tersebut, maka diajukan hipotesis tindakan yaitu:

Siklus II

Kondisi Awal Belum menggunakan

metode pembelajaran role playing

Siswa kurang antusias dalam belajar, pembelajaran

di kelas belum menyentuh ketiga

ranah

Tindakan Siklus I

Refleksi

Kondisi Akhir

Penggunaan metode role playing dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata

(24)

1. Penggunaan metode Role Playing pada materi peristiwa sekitar proklamasi kemerdekaan kelas V di SD Negeri 1 Pliken dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa aspek kognitif.

2. Penggunaan metode Role Playing pada materi peristiwa sekitar proklamasi kemerdekaan kelas V di SD Negeri 1 Pliken dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa aspek afektif.

Gambar

Tabel 2.1. Rancangan kisi-kisi hasil belajar kognitif.
Tabel 2.2 Rancangan Kisi-kisi Hasil Belajar Afektif
Tabel 2.3 Rancangan kisi-kisi hasil belajar psikomotor.
Gambar 2.1.Kerangka Berpikir Peneliti

Referensi

Dokumen terkait

Mengamati Peserta didik diberi motivasi atau rangsangan untuk memusatkan perhatian (Berpikir kritis dan bekerjasama (4C) dalam mengamati permasalahan

Karya Tulis Ilmiah ANALISIS PENGETAHUAN DAN PERILAKU PENGGUNA KB IUD TENTANG KEBERSIHAN GENETALIA DENGAN KEJADIAN LEUKORE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WANGON I telah diterima

kultur keluarga dan kultur sekolah sebagai variabel yang diduga kuat berhubungan dengan minat siswa berwirausaha.. C.

Sedangkan grafik pcngukuran untuk cuplikan AgI(y), mulai tcmperatui' 30°C hingga temperatur 147°C terjadi penyusutan panjang cup!ikan secara linier, kemudian rnenumn dcngan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan pemahaman siswa mengenai konsep-konsep yang berhubungan dengan Getaran Pada Bandul Sederhana melalui pembelajaran dengan

Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa ma- kin banyak jumlah sel genetik berperan efektif, semakin besar peluang terjadinya mutan, meski- pun rata-rata jumlah SGA yang

Godfrey, dkk,(1969:8) mengemukakan pengertian keterampilan gerak sebagai berikut : Motor skill is a motor activity limited in extent on involving a single movement or a

Jenis pekerjaan pada individu yang beker-ja dalam data karakteristik individu clibagi berdasarkan tcmpat kerja (di dalam.. Deterlninan Katarak ... Kebiasaan makan