BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Imunisasai
1. Pengertian
Imunisasi dan vaksinasi seringkali diartikan sama. Imunisasi adalah
suatu pemindahan atau transfer antibody secara pasif, sedangkan istilah
vaksinasi dimaksudkan sebagai pemberian vaksin (antigen) yang dapat
merangsang pembentukan imunitas (antibody) dari system imun di dalam
tubuh. Imunitas secara pasif dapat diperoleh dari pemberian dua macam
bentuk, yaitu immunoglobulin yang non spesifik atau gamaglobulin dan
immunoglobulin yang spesifik yang berasal dari plasma donor yang sudah
sembuh dari penyakit tertentu atau baru saja mendapatkan vaksinasi
penyakit tertentu (Ranuh, 2008).
Imunisasi merupakan salah satu cara pencegahan penyakit serius yang paling efektif untuk bayi dari segi biaya (Wahab, 2002).
Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal pada bayi yang baru lahir sampai usia satu tahun untuk mencapai kadar kekebalan diatas
ambang perlindungan. (Depkes RI, 2005).
tersebut dan sistem memori akan menyimpannya sebagai suatu pengalaman. Jika nantinya tubuh terpapar dua atau tiga kali oleh antigen yang sama dengan vaksin maka antibodi akan tercipta lebih kuat dari vaksin yang pernah dihadapi sebelumnya (Atikah, 2010).
2. Macam Imunisasi
Menurut Atikah (2010) imunisasi telah dipersiapkan sedemikian rupa agar tidak menimbulkan efek-efek yang merugikan. Imunisasi ada 2 macam, yaitu:
a. Imunisasi aktif
Merupakan suatu pemberian bibit penyakit yang telah dilemahkan (vaksin) agar nantinya sistem imun tubuh berespon spesifik dan memberikan suatu ingatan terhadap antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat mengenali dan merespon.
b. Imunisasi pasif
Merupakan suatu proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara pemberian zat immunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang didapat bayi dari ibu melalui placenta) atau binatang yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi.
3. Manfaat
b. Untuk keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya menjalani masa kanakkanak yang nyaman. c. Untuk Negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa
yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara (Atikah, 2010).
4. Tujuan
Tujuan imunisasi untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar variola (Ranuh, 2008).
Menurut Kepmenkes (2005) yang dikutip Atikah (2010) tujuan umum dari imunisasi adalah menurunkan angka kesakitan dan angka kematian bayi akibat PD3I. Penyakit yang dimaksud anatara lain Difteri, Tetanus, Pertusis, Campak, Polio dan TBC, sedangkan untuk tujuan khusus yaitu sebagai berikut:
a. Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI) yaitu cakupan imunisasi lengkap minumal 80% secara merata di 100% desa kelurahan pada tahun 2010.
c. Tercapainya Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) artinya menurunkan kasus tetanus neonatorum sampai tingkat 1 per 1000 kelahiran hidup dalam tsatu tahun pada tahun 2008.
d. Tercapainya Reduksi Campak (RECAM) artinya angka kesakitan campak pada tahun 2010.
5. Syarat pemberian imunisasi
Paling utama adalah anak yang akan mendapat imunisasi harus dalam kondisi sehat. Sebab pada prinsipnya imunisasi itu merupakan pemberian virus dengan memasukkan virus, bakteri, atau bagian dari bakteri ke dalam tubuh dan kemudian menimbulkan antibodi (Hanum, 2010).
6. Faktor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi dasar pada
balita
Green dalam Notoatmodjo (2003) menganalisis perilaku manusia dari tingkatan kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yakni faktor perilaku (behavior causer) dan faktor dari luar perilaku (non behavior causer). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu :
a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
sarana-sarana kesehatan misalnya Puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, jarak ke sarana pelayanan kesehatan dan sebagainya.
c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain, dukungan keluarga dan tokoh masyarakat yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
Menurut Budioro (2002) bahwa banyak faktor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi, antara lain :
a. Motivasi
Motivasi adalah suatu tenaga atau faktor yang terdapat didalam diri manusia, yang menimbulkan, menggerakkan dan mengorganisasikan tingkah lakunya. Motivasi dapat diartikan sebagai dorongan secara sadar dan tidak sadar membuat orang berperilaku untuk mencapai tujuan yang sesuai kebutuhannya. Diharapkan dengan motivasi yang besar untuk melengkapi imunisasi dasar bagi bayinya, segala penyakit dapat dicegah sedini mungkin dan kesehatan bayi dapat terpenuhi. b. Letak geografis
c. Lingkungan
Lingkungan adalah segala objek baik berupa benda hidup atau tidak hidup yang ada disekitar dimana orang berada. Dalam hal ini lingkungan sangat berperan dalam kepatuhan untuk melengkapi imunisasi dimana apabila lingkungan mendukung secara otomatis ibu akan patuh untuk melengkapi imunisasi pada anaknya. Anggota keluarga berperan aktif dalam mendukung ibu untuk mendapatkan imunisasi dasar lengkap bagi bayinya.
d. Sosial ekonomi
Sosial ekonomi merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap tingkah laku seseorang. Keadaan ekonomi keluarga yang baik diharapkan mampu mencukupi dan menyediakan fasilitas serta kebutuhan untuk keluarga, sehingga seseorang dengan tingkat sosial ekonomi tinggi akan berbeda dengan tingkat sosial ekonomi rendah. Keluarga dengan tingkat sosial ekonomi yang tinggi akan mengusahakan terpenuhinya imunisasi yang lengkap bagi bayi.
e. Pengetahuan
f. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses kegiatan pada dasarnya melibatkan tingkah laku individu maupun kelompok. Inti kegiatan pendidikan adalah proses belajar mengajar. Hasil dari proses belajar mengajar adalah terbentuknya seperangkat tingkah laku, kegiatan dan aktivitas. Dengan belajar baik secara formal maupun informal, manusia akan mempunyai pengetahuan, dengan pengetahuan yang diperoleh seseorang akan mengetahui manfaat dari saran atau nasihat sehingga akan termotivasi untuk meningkatkan status kesehatan. Pendidikan yang tinggi terutama ibu akan memberikan gambaran akan pentingnya menjaga kesehatan terutama bagi bayinya.
Hasil penelitian yang telah dilakukan Ismet (2013) menunjukan
bahwa dari 63 (58.3%) responden yang mendapatkan dukungan dari
keluarga, sebagian besar yaitu sebanyak 43 responden (68.3%) memiliki
balita dengan status imunisasi dasar lengkap dibandingkan dengan
responden yang memiliki balita dengan status imunisasi dasar tidak lengkap.
Pada dasarnya keaktifan ibu dalam program imunisasi tidak lepas dari
pengaruh dukungan keluarga karena salah satu faktor yang mempengaruhi
pembentukan sikap seseorang adalah pengaruh orang lain yang dianggap
penting dalam hal ini diantaranya adalah keluarga
7. Jenis imunisasi
a. Rotavirus
Di Indonesia, diare menjadi 28% penyebab kematian pada balita. Tersedia vaksin monovalen (Rotarix) dan pentavalen (Rotareq). b. Influenza
Rekomendasi IDAI, imunisasi influenza diberikan pada: - Anak sehat yang berusia 6 bulan – 2 tahun.
- Anak dengan penyakit jantung kronik, asma, diabetes, penyakit ginjal kronis dan HIV.
- Anak yang tinggal di tempat seperti asrama, panti asuhan, atau pesantren.
- Orang yang bisa menularkan virus flu pada orang yang berisiko tinggi, seperti pengasuh anak dan petugas kesehatan.
c. Varisela
Tidak boleh diberikan pada anak yang sedang demam tinggi, hitung limfosit yang rendah, alergi terhadap neomisin, dan adanya defisiensi imun seluler.
Menurut Hasuki (2007) dikutip oleh Atikah (2010), ada 5 jenis imunisasi dasar, yang diwajibkan oleh pemerintah. imunisasi dasar atau PPI (Program Pengembangan Imunisasi) antara lain :
a. Imunisasi BCG (Bacille Calmette Guerin) 1) Tujuan
2) Kriteria penyakit
Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan oleh myobacterium tuberculosis. Penyebarannya melalui pernafasan lewat bersin atau batuk. Gejala awal penyakit ini adalah lemah badan, penurunan berat badan, demam dan keluar keringat pada malam hari. Gejala selanjutnya adalah batuk terus menerus, nyeri pada dada dan mungkin batuk darah. Gejala lain tergantung organ yang diserang. Tuberculosis dapat menyebabkan kelemahan dan kematian. Seseorang yang terinfeksi myobacterium tuberculosis tidak selalu menjadi sakit tubercolusis aktif. Beberapa minggu (2-12 minggu) setelah terinfeksi terjadi respon imunitas selular yang dapat ditunjukkan dengan uji tuberkulin (Ranuh, 2008).
3) Vaksin
Vaksin TBC mengandung kuman bacillus calmette guerin yang dibuat dari bibit penyakit atau virus hidup yang sudah dilemahkan.
4) Waktu pemberian
BCG diberikan pada umur < 3 bulan. 5) Cara dan dosis Pemberian
6) Kontraindikasi
a) Reaksi uji tuberkulin > 5mm b) Menderita infeksi HIV c) Menderita gizi buruk d) Menderita demam tinggi
e) Menderita infeksi kulit yang luas f) Pernah sakit tubercolusis
g) Leukimia 7) Efek samping
a) Reaksi lokal
1-2 minggu setelah penyuntikan, pada tempat penyuntikkan timbul kemerahan dan benjolan kecil yang teraba keras. Kemudian benjolan ini berubah menjadi pustule (gelembung berisi nanah), lalu pecah dan menbentuk luka terbuka (ulkus). Luka ini akhirnya sembuh secara spontan dalam waktu 8-12 minggu dengan meningkatkan jaringan parut.
b) Reaksi regional
Pembesaran kelenjar getah bening ketiak atau leher tanpa disertai nyeri tekan maupun demam yang akan menghilang dalam waktu 3-6 bulan.
8) Komplikasi yang mungkin timbul adalah:
menghilang secara spontan untuk mempercepat penyembuahan, bila abses telah matang, sebaiknya dilakukan aspirasi (pengisapan abses dengan jarum) dan bukan disayat.
b. Imunisasi Hepatitis B 1) Tujuan
Imunisasi Hepatitis B bertujuan untuk mendapatka kekebalan aktif terhadap penyakit Hepatitis B.
2) Kriteria penyakit
Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Hepatitis B yang merusak hati. Penyebaran penyakit ini terutama melalui suntikan yang tidak aman, dari ibu ke bayi selam proses persalinan, melalui hubungan seksual. Infeksi pada anak biasanya tidak menimbulkan gejala. Gejala yang ada adalah merasa lemah, gangguan perut dan gejala lain seperti flu. Urine menjadi kuning, kotoran menjadi pucat, warna kuning bisa terkihat pada mata ataupun kulit. Penyakit ini bisa menjadi kronis dan menimbulkan Cirrosis hepatic yakni kanker hati dan menimbulkan kematian. 3) Vaksin
4) Waktu pemberian
Imunisasi Hepatitis B diberikan sedini mungkin (dalam waktu 12 jam) setelah bayi lahir. Khusus bagi bayi yang lahir dari seorang ibu pengidap virus hepatitis B, harus dilakukan imunisasi pasif memakai imunoglobulin khusus antu hepatitis B dalam waktu 24 jam kelahiran. Imunisasi dasar diberikan sebanyak 3 kali dengan selang waktu 1 bulan antara suntikan Hb 1 dengan Hb 2, serta selang waktu 5 bulan antara suntikan Hb 2 dengan Hb 3.
5) Cara dan dosis pemberian
Hepatitis B disuntikkan secara Intra Muscular (IM) di daerah paha luar dengan dosis 0,5 ml.
6) Kontraindikasi
Imunisasi ini tidak dapat diberikan kepada anak yang menderita penyakit berat. Dapat diberikan kepada ibu hamil dengan aman dan tidak akan membahayakan janin. Bahkan akan memberikan perlindungan kepada janin selama dalam kandungan ibu maupun kepada bayi selama beberapa bulan setelah lahir.
7) Efek samping
c. Imunisasi DPT 1) Tujuan
Imunisasi DPT bertujuan untuk menimbulkan kekebalan aktif dalam waktu yang bersamaan terhadap serangan penyakit difteri, pertusis, tetanus.
2) Kriteria penyakit a) Difteri
Adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diptheriae. Penyebarannya adalah melalui kontak fisik dan pernapasan. Gejala awal penyakit ini adalah radang tenggorokan, hilang nafsu makan, dan demam ringan. Dalam dua sampai tiga hari timbul selaput putih kebiru-biruan pada tenggorokan dan tonsil. Difteri dapat menimbulkan komplikasi berupa gangguan pernapasan yang berakibat kematian.
b) Pertusis
c) Tetanus
Adalah penyakit yang disebabkan oleh Clostridium tetani yang menghasilkan neurotoksin. Penyebarannya melalui kotoran yang masuk kedalam luka yang dalam. Gejala awal penyakit ini adalah kaku otot pada rahang, disetai kaku pada leher, kesulitan menelan, kaku otot perut, berkeringat dan demam. Gejala berikutnya adalah kejang yang hebat dan tubuh menjadi kaku. Komplikasi tetanus adalah patah tulang akibat kejang, pneumonia dan infeksi yang dapat menimbulkan kematian. 3) Vaksin
Vaksin ini mengandung kuman difteri dan tetanus yang dilemahkan serta kuman Bordetella pertusi yang dimatikan.
4) Waktu pemberian
Imunisasi DPT diberikan 3 kali usia kurang dari 7 bulan, DPT 1 diberikan pada usia 2 bulan, DPT 2 diberikan pada usia 3 bulan, DPT 3 diberikan pada usia 4 bulan selang waktu tidak kurang dari 4 minggu. Ulangan booster diberikan 1 tahun setelah DPT 3.
5) Cara dan dosis pemberian
6) Kontraindikasi
Imunisasi ini tidak boleh diberikan pada anak riwayat kejang komplek. Juga tidak boleh diberikan pada anak dengan batuk rejan dalam tahap awal pada penyakit gangguan kekebalan.
7) Efek Samping a) Demam ringan
b) Timbul bercak merah atau pembengkakkan c) Rasa nyeri di tempat penyuntikan selama 1-2 hari. d. Imunisasi polio
1) Tujuan
Imunisasi polio bertujuan untuk mencegah penyakit poliomyelitis. 2) Kriteria penyakit
3) Vaksin
Vaksin polio ada dua jenis yaitu :
a) Inactivated polio vaccine (IPV= vaksin salk) mengandung virus polio yang telah dimatikan dan diberikan melalui suntikan. b) Oral polio vaccine (OPV= vaksin sabin) mengandung vaksin
hidup yang telah dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan.
4) Waktu pemberian
Imunisasi Polio dasar diberiakan 4 kali dengan interval tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi polio ulangan diberikan 1 tahun setelah imunisasi polio 4.
5) Cara dan dosis pemberian
Di Indonesia umumnya diberikan vaksin sabin. Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes (0,1 ml) langsung ke dalam mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang berisi air gula.
6) Kontraindikasi
7) Efek samping
Pada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa paralisis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang tejadi.
e. Imunisasi Campak 1) Tujuan
Imunisasi campak bertujuan untuk memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak.
2) Kriteria penyakit
Adalah penyakit yang disebakan oleh virus measles. Penyebarannya melalui droplet bersin dan batuk dari penderita. Gejala awal penyakit ini adalah demam, bercak kemerahan, batuk, pilek dan mata merah. Selanjutnya timbul ruam pada muka dan leher kemudian menyebar ke tubuh dan tangan serta kaki. Komplikasi campak adalah diare hebat, peradangan pada telinga dan infeksi saluran nafas (pneumonia).
3) Vaksin
Vaksin dari virus hidup (CAM 70-chick chorioallantonik membrane) yang dilemahkan ditambah kanamisin sulfat dan eritromisin berbentuk kering.
4) Waktu pemberian
5) Cara dan dosis pemberian
Cara pemberian imunisasi campak adalah melalui injeksi di lengan kiri atas secara subcutan (SC) dengan dosis 0,5 ml. Sebelum disuntikkan, vaksin campak terlebih dahulu dilarutkan dengan pelarut steril yang telah tersedia berisi 5 ml pelarut aquades.
6) Kontraindikasi
Pemberian imunisasi campak tidak boleh diberikan pada orang yang mengalami immunodefisiensi atau individu yang diduga menderita gangguan respon imun karena leukimia dan limfoma. 7) Efek samping
a) Demam ringan b) Diare
c) Ruam atau kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8 hari setelah vaksinasi.
B. Tingkat Pendidikan
Pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya, yaitu rohani (pikir, karsa, rasa, cipta dan budi nurani). Pendididkan juga berarti lembaga yang
bertanggung jawab menetapkan cita-cita (tujuan) pendidikan, isi, sistem dan
organisasi pendidikan. Lembaga-lembaga ini meliputi keluarga, sekolah dan
masyarakat (Ihsan, 2005).
jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan) tahun pertama masa sekolah anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan menengah berbentuk SD/MI/ sederajat dan SMP/MTs/Sederajat. Pendidikan menengah merupakan jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar berbentuk SMA/MA/SMK/MAK/Sederajat. Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program sarjana, magister, doktor dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi (Depdiknas, 2003).
Pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Pengetahuan berhubungan erat dengan tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang maka semakin tinggi pula pengetahuan orang tersebut. Namun peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut (Notoatmodjo, 2003).
baik cenderung terdapat pada ibu-ibu yang tingkat pendidikan tinggi (69,8%) dibandingkan dengan ibu-ibu yang berpendidikan rendah (35,5%).
C. Dukungan Keluarga
1. Pengertian
Dukungan keluarga adalah persepsi seseorang bahwa dirinya menjadi bagian dari jaringan sosial yang anggotanya saling mendukung (Kuncoro,
2002).
Efek dari Dukungan sosial yang berasal dari keluarga terhadap kesehatan dan kesejahteraan berfungsi bersamaan. Secara lebih spesifik, keadaan dukungan sosial yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit, fungsi kognitif, fisik dan kesehatan emosi. Di samping itu pengaruh positif dari dukungan sosial keluarga adalah pada penyesuaian terhadap kejadian dalam kehidupan yang penuh dengan stres (Friedman, 1998).
Menurut Smet (1994) bahwa dukungan sosial mengacu pada bantuan emosional, instrumental dan finansial yang diperoleh dari orang lain. Segi fungsional dukungan sosial mencakup dukungan emosional, mendorong adanya ungkapan perasaan, pemberian nasehat atau informasi, pemberian bantuan material. Dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal dan/atau nonverbal, bantuan nyata atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran mereka dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima.
2. Aspek-aspek dukungan sosial keluarga
a. Dukungan emosional
Dukungan emosional mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan (misalnya: umpan balik, penegasan).
b. Dukungan penghargaan
Dukungan penghargaan merupakan suatu dukungan atau bantuan dari keluarga dalam bentuk memberikan umpan balik dan penghargaan kepada lansia dengan menunjukkan respons positif, yaitu dorongan atau persetujuan terhadap gagasan/ide atau perasaan seseorang (Bomar, 2004).
c. Dukungan informasi
Dukungan informasi keluarga merupakan suatu dukungan atau bantuan yang diberikan keluarga dalam bentuk memberikan saran atau masukan, nasehat atau arahan, dan memberikan informasi-informasi penting yang dibutuhkan lansia dalam upaya meningkatkan status kesehatannya (Bomar, 2004).
d. Dukungan instrumental
3. Fungsi-fungsi keluarga
Fungsi keluarga menurut (Friedman et al, 2003) adalah sebagai berikut: 1) Fungsi afektif (the affective function) adalah fungsi keluarga yang
utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapakan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psikososial anggota keluarga.
2) Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi (socializatioan and socialplacemen function) adalah fungsi mengembangkan dan dan proses interaksi dalam keluarga. sosialisasi dimulai sejak lahir dan keluarga merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisasi.
3) Fungsi reproduksi (the reproductive function) adalah fungsi keluarga untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia.
4) Fungsi ekonomi (the economic function) adalah fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan kelurga secara ekonomi dan tepat untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
D. Kerangka Teori
Keterangan:
--- : Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Sumber: Budioro (2002), Ismet (2013), Notoatmodjo (2003) dan Atikah (2010)
E. Kerangka Konsep
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Dukungan keluarga
- Mendukung - Tidak mendukung
Kelengkapan imunisasi dasar Tingkat pendidikan Dukungan keluarga Pendidikan - SD - SMP - SMA
- Perguruan tinggi
Tingkat pengetahuan (Ibu mengerti
pentingnya imunisasi dasar lengkap untuk balita
Letak Geografis - Jarak rumah - Kondisi jalan Sosial ekonomi - Status pekerjaan - Penghasilan Kelengkapan
F. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Terdapat hubungan tingkat pendidikan dengan kelengkapan imunisasi dasar pada balita di Desa Srowot Kecamatan Kalibagor Kabupaten Banyumas.