BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kesehatan merupakan suatu hal yang mutlak harus dimiliki setiap
orang dalam rangka melangsungkan proses hidup dan kehidupannya.
Sehingga salah satu bidang yang dijadikan sebagai indikator pencapaian
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia adalah bidang kesehatan,
selain bidang pendidikan dan ekonomi. Pencapaian IPM bidang kesehatan
ditentukan dengan panjang pendeknya Umur Harapan Hidup (UHH) yang
dipengaruhi oleh tingginya angka kematian dan angka kesakitan. Peningkatan
Umur Harapan Hidup (UHH), akan berdampak kepada populasi penduduk
lanjut usia yang akan semakin mengalami peningkatan yang bermakna.
Biro Pusat Statistik (BPS) menggambarkan bahwa antara tahun
2005-2010 jumlah penduduk lanjut usia sekitar 19 juta jiwa atau 8,5% dari seluruh
jumlah penduduk. World Health Organization (WHO) memperhitungkan
pada tahun 2025, Indonesia akan mengalami peningkatan jumlah warga lansia
sebesar 41,4% yang merupakan sebuah peningkatan tertinggi di dunia
(Thristyaningsih, 2011).
Sepanjang kehidupan, nutrisi merupakan penentu yang sangat penting
terhadap kesehatan, fungsi fisik dan kognitif, vitalitas, kualitas hidup
keseluruhan dan panjang usia. Status gizi menjadi dampak utama timbulnya
penyakit pada lanjut usia. Pada saat yang sama, perubahan sosial dan
kurang gizi. Selain kurang gizi, obesitas dan defisiensi mikronutrien juga
kerap terjadi pada populasi lanjut usia yang kemudian akan mencetuskan
berbagai penyakit kronik (Thristyaningsih, 2011).
Lima penyakit utama yang banyak diderita oleh penduduk usia lanjut
di Indonesia adalah anemia dengan persentase sebesar 50%, penyakit
kardiovaskuler memiliki persentase sebesar 29,5%, infeksi saluran pernafasan
sebesar 12,2%, penyakit kanker memiliki persentase sebesar 12,2% dan TBC
memiliki persentase sebesar 11,5% (Depkes RI 2003). WHO (World Health
Organization) (2011) menyatakan bahwa di dunia penyakit kardiovaskuler
merupakan sebab kematian terbesar pada populasi usia 65 tahun ke atas
dengan jumlah kematian lebih banyak di negara berkembang.
Penyakit kardiovaskuler yang paling banyak dijumpai pada usia lanjut
adalah penyakit jantung koroner, hipertensi, penyakit jantung pulmonik.
Hipertensi merupakan faktor risiko penting bagi penyakit kardiovaskuler
yang lain. Dahulu hipertensi pada lansia pernah diabaikan karena dianggap
bukan masalah, tetapi sekarang telah diakui bahwa hipertensi pada lansia
memegang peranan besar sebagai faktor risiko baik untuk jantung maupun
otak yang berakibat pada munculnya stroke dan penyakit jantung koroner
(Darmojo, 2006). Oleh karena itu untuk menurunkan angka morbiditas dan
angka mortalitas karena penyakit kardiovaskuler adalah dengan memperbaiki
keadaan hipertensi (Bustan, 1997)
Hipertensi telah menjadi tantangan dan masalah yang serius bagi
kesehatan masyarakat di dunia, tidak hanya karena tingginya prevalensi tetapi
juga faktor risiko utama penyakit kardiovaskuler dan penyakit ginjal.
hipertensi di seluruh dunia, diperkirakan sekitar 15-20 %, sedangkan
hipertensi di Asia diperkirakan sudah mencapai 8-18 %. Prevalensi hipertensi
di Indonesia pada golongan umur 45-50 tahun masih 10 %, tetapi di atas 60
tahun angka tersebut terus meningkat mencapai 20-30 % (Riyadi dkk, 2007).
Salah satu faktor yang memicu timbulnya penyakit hipertensi adalah
status gizi yang tidak seimbang (Supariasa dkk, 2002). Keadaan berat badan
berlebih sering dijumpai pada lansia. Peningkatan jumlah lemak pada lansia
ini dipengaruhi oleh penurunan aktivitas fisik yang tidak diimbangi dengan
pengurangan asupan makanan. Penurunan fungsi hormon tertentu (estrogen
dan progesterone) juga akan mempengaruhi metabolisme lemak. Peningkatan
jumlah lemak akan meningkatkan beban jantung untuk memompa darah ke
seluruh tubuh. Akibatnya tekanan darah cenderung lebih tinggi sehingga
timbul hipertensi (Wirakusumah 2000)
Indeks Massa Tubuh (IMT) sangat ditentukan oleh berat badan
seseorang. Pada usia lanjut, berat badan berhubungan dengan status kesehatan
dan daya tahan. Berat badan berlebih menyebabkan seseorang cenderung mati
dini akibat risiko gangguan kesehatan dan penyakit yang ditimbulkan oleh
kondisi tersebut (Bender dalam Marhamah, 2007).
Salah satu penelitian yang berhubungan dengan IMT dan tekanan
darah pada lanjut usia juga dilakukan oleh Kurniawati (2008) dengan subyek
penelitian usia lanjut (≥60 tahun) dengan sampel sebanyak 97 orang. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi usia lanjut perempuan
lebih tinggi daripada laki-laki. Prevalensi hipertensi untuk perempuan sebesar
menunjukan terdapat hubungan bermakna antara IMT usia lanjut dengan
tekanan darah. Usia lanjut dengan status gizi lebih berisiko 1,5 kali untuk
mengalami hipertensi dibanding usia lanjut dengan status gizi kurang/baik.
Menurut proyeksi global WHO (2011) pada tahun 2008 sekitar 1,5
miliar orang dewasa (20 tahun ke atas) mengalami kelebihan berat badan.
Dari jumlah tersebut lebih dari 200 juta laki-laki dan hampir 300 juta
perempuan obesitas. Secara keseluruhan, lebih dari satu dalam sepuluh
penduduk dewasa dunia mengalami obesitas. Kegemukan dan obesitas
merupakan faktor resiko kematian. Setidaknya 2,8 juta orang meninggal
setiap tahun sebagai akibat dari kelebihan berat badan atau obesitas. Selain itu
44% dari penderita diabetes, 23% dari penderita penyakit jantung iskemik,
41% dari penderita penyakit kanker juga disebabkan karena kelebihan berat
badan atau obesitas.
Hasil survei pendahuluan berdasarkan hasil rekapitulasi kegiatan
Posyandu Lansia yang dilaporkan kepada UPT P4K (Unit Pelaksana Teknis
Pusat Pemberantasan Penyakit dan Promosi Kesehatan) tahun 2012 di
Puskesmas Randudongkal yaitu jumlah lansia sebanyak 1.485 orang. Pada
periode Oktober sampai Desember 2012 di Desa Randudongkal diketahui
sebanyak 85 lansia menderita penyakit hipertensi. Sedangkan untuk keadaan
status gizi lansia berdasarkan Indeks Massa Tubuh menunjukkan bahwa
status gizi lansia bervariasi yaitu ada yang memiliki status gizi normal, status
Uraian di atas merupakan latar belakang yang membuat penulis
tertarik untuk mengetahui hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT)
sebagai indikator status gizi dengan kejadian hipertensi pada kelompok lansia
di Desa Randudongkal Kabupaten Pemalang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hal tersebut diatas maka peneliti ingin mengetahui
“Apakah status gizi berhubungan dengan kejadian hipertensi lansia di Desa
Randudongkal Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang”
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan status gizi dengan kejadian hipertensi lansia
di Desa Randudongkal Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik lansia yang meliputi usia, jenis kelamin dan
pendidikan.
b. Mengidentifikasi status gizi lansia di Desa Randudongkal Kecamatan
Randudongkal Kabupaten Pemalang.
c. Mengidentifikasi kejadian hipertensi lansia di Desa Randudongkal
Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang.
d. Menganalisis hubungan karakteristik lansia (usia, jenis kelamin dan
pendidikan) dengan kejadian hipertensi lansia di Desa Randudongkal
e. Menganalisis hubungan status gizi dengan kejadian hipertensi lansia di
Desa Randudongkal Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Lansia
a. Memberikan pengetahuan mengenai pentingnya pemantauan IMT dan
menjaga berat badan yang normal pada lanjut usia.
b. Memberikan pengetahuan mengenai pentingnya pemantauan tekanan
darah pada lanjut usia sehingga dapat dikontrol apabila terjadi
hipertensi.
2. Bagi Ilmu Keperawatan / profesi
Menambah pengetahuan perawat dan meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan kepada klien baik individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat. Peran keperawatan dalam penelitian ini dapat memberikan
masukan dalam hal pemantauan IMT dengan hipertensi pada lanjut usia.
3. Bagi Peneliti
Memotivasi peneliti untuk menambah wawasan dalam melaksanakan
penelitian dan mengadakan serta mengembangkan penelitian yang lebih
luas dimasa yang akan datang.
E. Penelitian Terkait
1. Lewa, dkk (2010) berjudul “Faktor-Faktor Risiko Hipertensi Sistolik
Terisolasi Pada Lanjut Usia”. Penelitian tersebut adalah penelitian
penelitian adalah lansia >60 tahun yang diambil di Puskesmas Kalibawang
kemudian ditelusuri ke tempat tinggal masing-masing responden. Total
sampel adalah 238 lansia. Terdiri dari 119 kasus dan 119 kontrol. Cara
pengambilan sampel dengan menggunakan metode purposive sampling.
Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa obesitas
bukan merupakan faktor risiko kejadian HST di Kalibawang. Sedangkan
aktivitas fisik, kebiasaan merokok dan stres psikososial merupakan faktor
risiko kejadian HST pada lansia di Kalibawang.
Perbedaan dengan penelitian yang akan diteliti adalah pada variabel
penelitian, pada penelitian Lewa, dkk merupakan variabel tunggal berupa
Faktor-faktor risiko hipertensi sistolik terisolasi pada lanjut usia sedang
pada penelitian ini terdapat variabel bebas (status gizi) dan terikat
(kejadian hipertensi). Perbedaan lainnya pada rancangan penelitian, pada
penelitian terdahulu menggunakan case control study sedangkan pada
penelitian ini menggunakan cross sectional.
2. Fathina (2007) berjudul “Hubungan Asupan Sumber Lemak Dan Indek
Massa Tubuh (IMT) Dengan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi”.
Desain penelitian adalah cross-sectional dengan jumlah sampel 40 orang
yang didiagnosa hipertensi di Rumah Sakit Umum Semarang. Asupan
sumber lemak diperoleh dengan Food Frequency Questionnaire (FFQ).
IMT diperoleh dari menghitung berat badan (kg) / tinggi badan (m²).
Tekanan darah diukur dengan menggunakan sphygmomanometer. Analisis
Kolmogorov-Smirnov. Analisis bivariat digunakan untuk menguji
hubungan antara asupan sumber lemak dan IMT dengan tekanan darah.
Analisis multivariat dengan menggunakan model regresi linier digunakan
untuk menguji hubungan antara asupan sumber lemak dan IMT dengan
tekanan darah. Hasil penelitian menyimpulkan sistolik berhubungan
dengan frekuensi asupan sumber lemak, asupan lemak total dan IMT.
Tekanan darah diastolik berhubungan dengan frekuensi asupan sumber
lemak, asupan lemak total, asupan asam lemak tidak jenuh ganda dan
IMT. Frekuensi asupan sumber lemak dan IMT dapat memprediksi
tekanan darah sistolik. Asupan lemak total, asupan asam lemak tidak jenuh
tunggal, asupan asam lemak tidak jenuh ganda dan IMT dapat
memprediksi tekanan darah diastolik.
Perbedaan dengan penelitian yang akan diteliti adalah pada variabel
bebas, pada penelitian Fathina variabel bebasnya Asupan Sumber Lemak
dan Indek Massa Tubuh (IMT) sedang pada penelitian ini adalah status
gizi. Perbedaan lainnya pada subjek penelitian yaitu pada penelitian
terdahulu subjeknya semua pasien hipertensi sedangkan penelitian ini
lansia.
3. Widiyawati (2001). Hubungan Tingkat Asupan Gizi (Energi, Protein,
Lemak, Natrium) Dan Status Gizi Dengan Tekanan Darah Lansia (Studi
Kasus Di Panti Sosial Tresna Wredha Bisma Upakarya Kabupaten
Pemalang). Penelitian ini merupakan penelitian explanatory dengan
dengan berdasarkan kriteria tertentu. Data yang dikumpulkan meliputi data
primer, sekunder dilakukan dengan wawancara penimbangan makanan
selama 3 hari, serta pengukuran tekanan darah, BB dan TB. Hasil analisa
bivariat menunjukkan tidak ada hubungan tingkat asupan gizi (energi,
protein, lemak dan natrium) dengan tekanan darah dan tidak terdapat
hubungan status gizi dengan tekanan darah. Perbedaan dengan penelitian
yang akan diteliti adalah pada variabel bebas, pada penelitian Widiyawati
variabel bebasnya terdiri dari dua yaitu Asupan Gizi (Energi, Protein,
Lemak, Natrium) dan Status Gizi, sedangkan pada penelitian ini variable
bebasnya hanya satu yaitu status gizi. Perbedaan lainnya pada lokasi