• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Lina Purnamasari BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Lina Purnamasari BAB II"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Babi

Babi adalah sejenis hewan ungulata yang bermoncong panjang dan berhidung leper dan merupakan hewan yang aslinya berasal dari Eurasia. Didalam Al-Qur’an tertera dengan jelas larangan mengkonsumsi daging babi dan semua komponen yang berasal dari babi, sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al-Baqarah ayat 173 :

Artinya:”Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi dan (daging) hewan yang disembelih dengan

(menyebut nama) selain Allah. Tetapi barang siapa terpaksa

(memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula)

melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah

Maha Pengampun, Maha Penyayang”.

Keharaman babi juga dijelaskan dalam QS. Al-Maidah ayat 3, QS. Al-An’am ayat 145 dan QS. An-Nahl ayat 115.

Selain diharamkan untuk dikonsumsi dalam agama Islam, babi juga dilarang dikonsumsi karena memiliki kandungan yang berbahaya bagi kesehatan. Hal ini dibuktikan melalui penelitian ilmiah modern di dua negara Timur dan Barat, yaitu Cina dan Swedia yang menyatakan bahwa daging babi merupakan penyebab utama kanker anus dan kolon. Persentase penderita penyakit ini meningkat secara drastis di negara yang penduduknya mengkonsumsi babi (Wijaya, 2009).

Seorang muslim harus berhati-hati dalam memilih dan mengkonsumsi

makanan yang mengandung daging atau komponen lain dari daging, terutama

daging sapi yang memungkinkan adanya pencemaran daging babi. Walaupun

tidak mengkonsumsi daging babi secara langsung, karena daging babi atau

(2)

B. Bakso

Bakso merupakan produk makanan yang terbuat dari bahan utama daging yang dilumatkan, dicampur dengan bahan-bahan lainnya, dibentuk bulatan-bulatan dan selanjutnya direbus. Daging yang biasa digunakan untuk membuat bakso adalah daging sapi, daging ayam dan ikan. Bakso yang sering dikonsumsi masyarakat Indonesia adalah bakso sapi, tetapi dibeberapa daerah banyak produsen bakso yang sengaja menggunakan atau mencampurkan daging babi pada bakso yang diproduksinya.

Berdasarkan hasil penelitian Syaifullah (2010) ditemukan bakso yang dicampur daging babi di Pasar Tradisional dan tempat penjualan makanan di Yogyakarta. Pada September 2009 juga ditemukan adanya pencemaran daging babi pada bakso di Kabupaten Kulon Progo (Anonim, 2010). Kasus terbaru adalah ditemukannya bakso yang dicampur dengan daging babi di Jakarta yang tersebar di tiga kecamatan (Triyuda, 2012).

C. DNA (Deoxyribonucleic Acid)

(3)

1. DNA Mitokondria (mtDNA)

Mitokondria merupakan organel sel yang berfungsi sebagai penghasil energi. Jumlah mitokondria di dalam sel mencapai 25% dari volume sel. Mitokondria dikelilingi oleh dua membran yaitu membran dalam dan membran luar. Ruang antara membran dalam dan luar disebut ruang antar membran. Membran bagian dalam membentuk lipatan-lipatan yang disebut kristae dimana terdapat enzim-enzim oksidase. Membran dalam juga memiliki permukaan yang besar yang mengelilingi ruang matrik. Matrik ini mengandung DNA, RNA, ribosom dan berbagai enzim yang berperan dalam oksidasi zat-zat makanan (Pratami, 2011).

Mitokondria memiliki perangkat genetik sendiri yaitu DNA mitokondria (mtDNA). mtDNA merupakan alat yang signifikan untuk analisis, karena variasi pada mtDNA cukup untuk penanda genetik terhadap sifat-sifat tertentu. mtDNA mempunyai jumlah copy yang tinggi, meskipun di dalam sel yang tidak mengandung inti. Jumlah copy per sel yaitu sekitar 1000-10000 sehingga mtDNA dapat digunakan untuk analisis sampel dengan jumlah DNA yang sangat terbatas atau DNA yang mudah terdegradasi, apabila analisis DNA inti tidak dapat dilakukan.

(4)

2. Gen cyt b

Cyt b (sitokrom b) adalah bagian dari sitokrom pada transpor elektron yang terletak pada rantai respirasi mitokondria dan dikodekan oleh DNA (Deoxyribonucleic Acid) mitokondria. Gen Cyt-b telah banyak digunakan dalam studi identifikasi spesies daging mentah dan daging yang telah mengalami proses pemanasan (Hapsari & Misrianti, 2007). Menurut Castresana (2001) gen cyt b juga dapat digunakan untuk membandingkan spesies dalam genus atau famili yang sama. Selain itu, gen cyt b juga digunakan dalam studi untuk memecahkan perbedaan pada banyak level taksonomi dan gen cyt b telah dipertimbangkan sebagai salah satu gen yang digunakan dalam kerja filogenetik (Farias, 2001).

Prusak et al. (2005) dan Wibowo (2009) menyatakan bahwa gen cyt b dari DNA mitokondria merupakan indikator yang kuat untuk identifikasi spesies dalam teknik analisis DNA. Gen cyt b juga telah ditetapkan sebagai target untuk analisis evolusi dan identifikasi suatu spesies (Septianingtyas, 2011).

Sebagian besar peneliti telah menggunakan gen cyt b untuk identifikasi material dari jenis hewan yang berbeda. Gen cyt b digunakan sebagai penanda untuk membedakan jenis hewan berdasarkan variasi urutan gen cyt b. Karakteristik khas dari gen ini adalah adanya daerah yang spesifik untuk setiap jenis hewan, sehingga penggunaannya untuk identifikasi beberapa jenis hewan relatif lebih akurat. Karakteristik khas dari gen cyt b ini dapat digunakan untuk membedakan bakso yang berasal dari daging babi dan daging sapi. D. Teknik PCR (Polymerase Chain Reaction)

(5)

Amplifikasi PCR melibatkan variasi suhu yang mendekati suhu didih air, jadi diperlukan enzim polimerase yang tetap stabil dalam temperatur tinggi. Enzim polimerase yang digunakan dalam proses PCR adalah enzim polimerase yang berasal dari bakteri Thermus Aquaticus (Taq). Bakteri ini hidup pada lingkungan bersuhu lebih dari 90°C.

PCR digunakan untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu dengan cara mensintesis molekul DNA baru yang berkomplemen dengan molekul DNA target tersebut melalui bantuan enzim dan oligonukleotida sebagai primer dalam suatu thermocycle. Panjang target DNA berkisar antara puluhan sampai ribuan nukleotida yang posisinya diapit sepasang primer. Primer yang berada sebelum daerah target disebut primer forward dan yang berada setelah daerah target disebut primer reverse. Untuk dapat mencetak rangkaian tersebut dalam teknik PCR, diperlukan juga dNTPs yang mencakup dATP (Nukleotida berbasa adenin), dCTP (sitosin), dGTP (guanin), dan dTTP (timin) (Muladno, 2010).

1. Tahapan PCR

Ada beberapa tahap yang terjadi pada saat proses PCR yaitu: a. Denaturasi

(6)

Gambar 2. Untai DNA mengalami denaturasi (Innis & Gelfand, 1990)

Jika denaturasi tidak berlangsung sempurna maka dapat menyebabkan terputusnya untai DNA dan jika denaturasi terlalu lama maka aktivitas enzim polimerase akan hilang (Faridah, 2001). b. Penempelan Primer (Annealing)

Annealing adalah proses penempelan primer pada rantai DNA

komplemennya (Faridah, 2001). Pada tahap ini, enzim Taq polymerase mulai membentuk untai DNA baru dari seuntai DNA

yang berukuran pendek (DNA yang memiliki panjang sekitar 10-30 pasang basa) yang menempel pada untai DNA target yang telah terpisah dengan membentuk ikatan hidrogen antara primer dengan urutan komplemen pada template. Agar suatu primer dapat menempel pada target, diperlukan suhu yang lebih rendah sekitar 50-60°C. Semakin panjang ukuran primer, maka suhunya juga semakin tinggi (Muladno, 2010). Setelah itu, ikatan hidrogen yang terbentuk menjadi sangat kuat dan tidak akan putus ketika dilakukan reaksi polimerisasi selanjutnya. Menurut Sulistyaningsih (2007), selain dipengaruhi suhu dan lamanya waktu, annealing juga dipengaruhi oleh komposisi basa, panjang primer dan konsentrasi primer.

(7)

c. Pemanjangan Primer (Ektension)

Ektension merupakan proses pemanjangan nukleotida dengan

bantuan taq polymerase DNA membentuk sekuens DNA baru. Primer yang telah menempel tadi akan mengalami perpanjangan pada sisi 3'nya dengan penambahan dNTP yang komplemen dengan template oleh DNA polimerase (Gaffar, 2007). Proses ektensi ini terjadi pada suhu optimum Taq polymerase yaitu 72°C.

Kecepatan penyusunan nukleotida tergantung pada buffer, pH, konsentrasi garam dan molekul DNA target. Nukleotida yang terbentuk sekitar 35 sampai 100 nukleotida per detik. Biasanya diakhir siklus PCR, waktu yang digunakan untuk tahap ini diperpanjang sampai 5 menit, sehingga seluruh produk PCR diharapkan berbentuk DNA untai ganda (Muladno, 2010).

Gambar 4. Arah pemanjangan DNA (Innis & Gelfand, 1990)

Ketiga tahap diatas dilakukan pengulangan, sehingga untai DNA yang baru dibentuk akan kembali mengalami proses denaturasi, penempelan dan pemanjangan untai DNA menjadi untai DNA yang baru. Pengulangan proses PCR akan menghasilkan amplifikasi DNA cetakan baru secara eksponensial.

2. Komponen-Komponen untuk Reaksi PCR

(8)

a. Template DNA

Template DNA adalah molekul DNA untai ganda yang mengandung sekuen target yang akan diamplifikasi (Pratami, 2011). Template DNA mengandung urutan target yang akan ditambahkan pada PCR dalam bentuk single atau double strand (Sriati, 2011). Faktor utama keberhasilan PCR tidak ditentukan oleh ukuran DNA. Berapapun panjang DNA, jika tidak mengandung sekuen yang diinginkan maka proses PCR tidak akan berhasil.

Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses PCR adalah konsentrasi DNA. Jika konsentrasi DNA terlalu rendah, kemungkinan primer tidak dapat menemukan target. Tetapi jika konsentrasinya terlalu tinggi akan meningkatkan kemungkinan mispriming.

b. Primer

(9)

c. Enzim

Enzim yang digunakan dalam proses PCR adalah enzim taq DNA polimerase, karena enzim tersebut stabil dalam pemanasan sehingga enzim ini dapat mengamplifikasi DNA walaupun amplifikasi ini berjalan pada suhu yang mendekati titik didih air. Konsentrasi enzim yang di butuhkan untuk PCR adalah 0,5-2,5 unit (Pratami, 2011). Namun konsentrasi 0,3 unit enzim masih memberikan hasil PCR yang baik. Konsentrasi enzim yang berlebihan dapat menyebabkan amplifikasi DNA pada sekuen non-target (Muladno, 2010). Sedangkan jika enzim yang digunakan terlalu rendah maka produk yang diinginkan sangat sedikit.

d. Deoxynucleoside Triphosphat (dNTP)

Deoxynucleotide Triphosphate merupakan material utama untuk sintesis DNA dalam proses PCR yang terdiri dari dATP, dGTP, dCTP dan dTTP. dNTPS berperan dalam perpanjangan primer melalui pembentukan pasangan basa dengan nukleotida dari DNA target. Konsentrasi yang dibutuhkan untuk tiap dNTP (dATP, dCTP, dGTP dan dTTP) adalah sebanyak 200 μM. Konsentrasi masing-masing dNTP harus seimbang untuk meminimalkan kesalahan penggabungan. Jika konsentrasi dNTP rendah dapat meminimalkan mispriming pada daerah non-target dan menurunkan kemungkinan perpanjangan nukleotida yang salah. e. Larutan Buffer

Buffer yang digunakan biasanya mengandung 10 mM Tris-HCl pH 8,3, 50 mM KCl, dan 1,5 mM MgCl2. Keberadaan ion

(10)

PCR tetapi menurunkan spesifisitasnya. Konsentrasi ion ini tergantung pada konsentrasi bahan-bahan yang mengikatnya seperti dNTP, EDTA dan fosfat (Sulistyaningsih, 2007).

E. Elektroforesis Gel

Elektroforesis gel adalah suatu teknik untuk memisahkan molekul DNA berdasarkan ukurannya menggunakan medan listrik. Molekul DNA mempunyai muatan listrik negatif, sehingga akan cenderung bermigrasi menuju kutub positif. Tetapi kebanyakan molekul DNA mempunyai bentuk dan muatan listrik yang hampir sama sehingga fragmen-fragmen dengan ukuran yang berbeda tidak terpisahkan oleh elektroforesis biasa.

Dalam elektroforesis gel, ukuran molekul DNA merupakan suatu faktor yang digunakan sebagai pemisah. Gel yang biasa digunakan dibuat dari agarosa, poliakrilamid atau campuran keduanya. Gel tersebut akan membentuk kerangka pori-pori yang komplek untuk dilewati molekul DNA menuju elektroda positif. Makin kecil ukuran DNA, maka migrasinya akan semakin cepat sehingga molekul DNA akan terpisah berdasarkan ukurannya. Kemampuan pemisahan gel poliakrilamid lebih tinggi dibandingkan gel agarosa tetapi penangannya lebih sulit. Elektroforesis gel agarosa digunakan untuk memisahkan fragmen DNA yang berukuran lebih besar dari 100 pb dan dijalankan secara horizontal, sedangkan elektroforesis poliakrilamid dapat memisahkan 1 pb dan dijalankan secara vertikal. Elektroforesis poliakrilamid biasanya digunakan untuk menentukan urutan DNA atau sekuensing (Gaffar, 2007).

Larutan DNA yang bermuatan negatif dimasukkan kedalam sumur-sumur yang terdapat dalam gel agarosa dan diletakkan di kutub negatif, apabila dialiri arus listrik dengan menggunakan larutan buffer yang sesuai maka DNA akan bergerak ke kutub positif (Pratami, 2010).

Kecepatan migrasi DNA ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya : 1. Ukuran molekul DNA

(11)

2. Konsentrasi agarosa

Makin rendah konsentrasi gel agarosa, maka makin cepat migrasi molekul DNAnya. Sebaliknya makin tinggi konsentrasi gel agarosa, maka makin lambat migrasinya untuk molekul DNA yang sama. 3. Voltase yang digunakan

Kecepatan migrasi DNA sebanding dengan tingginya voltase yang digunakan. Tetapi jika penggunaan voltase dinaikkan, mobilitas molekul DNA meningkat secara tajam. Sehingga pemisahan molekul DNA didalam gel menurun. Penggunaan voltase yang ideal untuk mendapatkan separasi molekul DNA berukuran lebih besar 2 kb adalah tidak lebih dari 5 volt per cm.

4. Keberadaan etidium bromida di dalam gel

Keberadaan etidium bromida dapat mengurangi kecepatan migrasi molekul DNA sebesar 15%.

5. Komposisi larutan buffer

Jika tidak ada kekuatan ion dalam larutan, maka aliran listrik akan sangat minimal dan migrasi DNA sangat lambat. Tetapi jika larutan buffer berkekuatan ion tinggi akan meningkatkan panas, sehingga aliran listrik menjadi maksimal.

(12)

Gambar 5. Interaksi Etidium Bromida pada DNA (Nottebaum, 1999)

F. Analisis Kuantitatif DNA dengan Spektrofotometri

Spektrofotometer dapat digunakan untuk pengujian DNA secara kuantitatif, karena keberadaan basa purin dan pirimidin pada DNA sehingga DNA murni dapat menyerap cahaya UV. Untai ganda DNA dapat menyerap cahaya UV pada panjang gelombang 260 nm, sedangkan kontaminan yang berupa protein dan fenol akan menyerap cahaya UV pada panjang gelombang 280 nm. Perbedaan penyerapan cahaya UV dapat digunakan untuk menghitung kemurnian DNA melalui perbandingan nilai absorbansi pada panjang gelombang 260 nm dengan nilai absorbansi 280 nm (A260/A280). Batas kemurnian yang biasa dipakai dalam analisis molekuler pada rasio A260/A280 adalah 1,8-2,0 (Sambrook et al., 1989).

Konsentrasi DNA dapat diukur menggunakan rumus sebagai berikut :

[DNA] = A260 x 50 x Faktor pengenceran Keterangan :

A260 = Nilai absorbansi pada 260 nm

(13)

G. Analisis Restriksi

Analisis restriksi didasarkan pada aktivitas enzim restriksi yang memotong DNA menjadi fragmen-fragmen spesifik. Perbedaan sekuen DNA antar spesies akan mempengaruhi titik pemotongan enzim restriksi endonuklease sehingga panjang fragmen yang terpotong juga akan berbeda pada tiap-tiap spesies. Visualisasi hasil pemotongan fragmen DNA dapat dilakukan dengan elektroforesis. Hasil yang diperoleh berupa profil pita-pita dengan panjang fragmen yang berbeda-beda tiap spesies.

Gambar

Gambar 1. Susunan gen dari genom mitokondria (Taylor & Turnbull, 2005)
Gambar 3.  Penempelan primer dengan untai DNA yang telah terdenaturasi (Innis & Gelfand, 1990)
Gambar 4.  Arah pemanjangan DNA (Innis & Gelfand, 1990)
Gambar 5. Interaksi Etidium Bromida pada DNA (Nottebaum, 1999)

Referensi

Dokumen terkait

Suatu sistem pengukuran kinerja harus didasarkan pada masing-masing aktivitas dan karakteristik dari organisasi itu sendiri dan evaluasi atas berbagai aktivitas yang

Implementasi Aplikasi Pembayaran Pulsa ini dapat digunakan oleh dua subjek yaitu untuk admin dan pengguna (User) dengan desain form yang berbeda dan fungsi yang berbeda,

Berfungsi secara khusus, dimana fungsi dari pengajaran remedial ini adalah ; (a) Fungsi korektif; pengajaran remedial dapat ditinjau kembali atau diadakan pembetulan

Sesuai dengan kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa menerima hipotesis yang diajukan terbukti atau dengan kata lain variabel

Kepuasan responden di Instalasi Rawat Inap RSUD Tugurejo Semarang kategori tinggi adalah 38 responden ( 38 % ) dan kategori sedang 62 responden ( 62 % ), dengan

dari 0,05 berarti ada perbedaan yang signifikan kinerja mengajar guru yang sudah bersertifikasi dengan guru yang belum bersertifikasi serta ada perbedaan yang signifikan

Dengan adanya Ring Road (jalan lingkar) dapat mengurangi adanya kemacetan di pusat kota dan membantu masyarakat dalam beraktiftas, serta meningkatkan perekonomian

Alhamdulillah, puji dan syukur peneliti sampaikan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan