• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kecemasan - BAB II Ratna Trisnawati

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kecemasan - BAB II Ratna Trisnawati"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Landasan Teori 1. Kecemasan

a. Pengertian

Cemas adalah suatu keadaan perasaan dimana individu merasa lemah sehingga tidak berani untuk bersikap dan bertindak secara rasional sesuai dengan yang seharusnya. Seseorang yang cemas akan merasa ketakutan atau kehilangan kepercayaan diri yang tidak jelas asal maupun wujudnya (Wiramihardja, 2007).

Menurut Stuart (2007), ada beberapa teori yang menjelaskan mengenai kecemasan. Teori tersebut antara lain :

1) Teori Psikoanalitik

(2)

2) Teori Interpersonal

Kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tertentu. Individu dengan harga diri rendah terutama rentan mengalami kecemasan yang berat.

3) Teori Perilaku

Kecemasan merupakan hasil dari frustasi, yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Ahli teori perilaku lain menganggap kecemasan sebagai suatu dorongan yang dipelajari berdasarkan keinginan dari dalam diri untuk menghindari kepedihan.

4) Teori Keluarga

Teori ini menunjukkan bahwa gangguan kecemasan biasanya terjadi dalam keluarga. Gangguan kecemasan juga tumpang tindih antara gangguan kecemasan dan depresi.

5) Teori Biologis

(3)

Kecemasan (anxiety) merupakan reaksi emosional terhadap penilaian individu yang subyektif, yang dipengaruhi oleh alam bawah sadar dan tidak diketahu secara khusus penyebabnya (Depkes, 2008). Ansietas (kecemasan) adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi. Tidak ada objek yang dapat diidentifikasi sebagai stimulus ansietas (Videbeck, 2008).

Kecemasan merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir disertai dengan gejala somatik yang menandakan suatu kegiatan yang berlebihan. Kecemasan merupakan gejala yang umum tetapi non spesifik yang sering merupakan suatu fungsi emosi (Sadock & Sadock, 2010). Kecemasan adalah suatu keadaan tegang yang berhubungan dengan ketakutan, kekhawatiran, perasaan-perasaan bersalah, perasaan-perasaan tidak aman dan kebutuhan akan kepastian. Kecemasan pada dasarnya merupakan sebuah respons terhadap apa yang terjadi atau antisipatif, namun faktor dinamik yang dapat mempercepat kecemasan tidak disadari (Semiun, 2006).

(4)

b. Manfaat Kecemasan

Kecemasan juga dibutuhkan dalam hidup ini, tanpa ada sedikit kecemasan yang sesuai dengan kenyataan, individu mungkin tidak akan memperhatikan peristiwa-peristiwa akan datang yang sangat penting bagi perlindungan dirinya. Tetapi kecemasan yang tidak wajar (tidak sehat) akan memberatkan individu dan menyebabkan kelumpuhan dalam memberikan keputusan dan melakukan tindakan-tindakan (Semiun, 2006).

c. Ciri-Ciri Kecemasan

Menurut Nevid (2005), seseorang yang mengalami kecemasan akan menampakkan ciri-ciri sebagai berikut :

1) Ciri fisik dari kecemasan

Gelisah, gugup, banyak berkeringat, mulut atau kerongkongan terasa kering, sulit berbicara, sulit bernafas, bernafas pendek, jantung berdetak kencang, suara yang bergetar, pusing, merasa lemas, tangan yang dingin, sering buang air kecil, terdapat gangguan sakit perut atau mual, muka memerah, leher atau punggung terasa kaku, merasa sensitif atau mudah marah.

2) Ciri perilaku dari kecemasan

(5)

3) Ciri kognitif dari kecemasan

Khawatir tentang sesuatu bahkan terhadap hal-hal sepele, perasaan terganggu terhadap sesuatu yang terjadi di masa depan, keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan terjadi tanpa ada penjelasan yang jelas, sangat waspada, khawatir akan ditinggal sendiri, sulit berkonsentrasi atau memfokuskan pikiran, pikiran terasa bercampur aduk atau kebingungan, ketakutan akan ketidakmampuan menghadapi masalah, berpikir tentang hal-hal yang mengganggu secara berulang-ulang.

d. Tingkat Kecemasan (Anxiety)

Menurut Stuart (2007), tingkat kecemasan dibagi menjadi: 1) Ansietas ringan

Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari sehingga menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan dapat memotivasi belajar serta menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.

2) Ansietas sedang

(6)

3) Ansietas berat

Kecemasan yang sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain.

4) Panik

Berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Pola pikir terpecah dari proporsinya karena mengalami kehilangan kendali, tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional, dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian.

e. Penyebab Kecemasan 1) Kontribusi biologis

(7)

ini ke proses-proses kortikal yang lebih tinggi melalui sistem limbik (Durand, 2007).

2) Kontribusi psikologis

Sense of control (perasaan mampu mengontrol) sejak dini

yang tinggi pada seseorang merupakan faktor psikologis yang sangat rentan mengakibatkan kecemasan (Durand, 2007)

3) Kontribusi sosial

Peristiwa dalam kehidupan sehari-hari yang menimbulkan stress dapat memicu kerentanan terhadap kecemasan. Misalnya masalah di sekolah, tekanan sosial untuk selalu menjadi juara kelas, kematian orang yang dicintai, dan lain sebagainya (Durand, 2007).

f. Faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan

Menurut Stuart (2007), tingkat kecemasan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang meliputi hal berikut:

1) Potensi stresor

(8)

2) Maturasi (kematangan)

Individu yang matang yaitu yang memiliki kematangan kepribadian sehingga akan lebih sukar mengalami gangguan kecemasan, sebab individu yang matang mempunyai daya adaptasi yang besar terhadap stressor yang timbul. Sebaliknya individu yang berkepribadian tidak matang akan bergantung dan peka terhadap rangsangan sehingga sangat mudah mengalami gangguan kecemasan.

3) Tingkat pendidikan

(9)

4) Status ekonomi

Status ekonomi yang rendah pada seseorang akan menyebabkan orang tersebut mudah mengalami kecemasan dibanding dengan mereka yang status ekonominya tinggi. Menurut Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 560/60 Tahun 2013, tanggal 18 Nopember 2013 tentang Upah Minimum Kabupaten (UMK) di Provinsi Jawa Tengah, dapat memberi gambaran tentang status ekonomi masyarakatnya. Di Kabupaten Banyumas, UMK mengalami kenaikan dari Rp 877.500,- pada tahun 2013 menjadi Rp 1.000.000,- pada tahun 2014. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur tersebut, maka status ekonomi masyarakat, dibagi menjadi 2 yaitu:

a) Di bawah UMK (penghasilan ≤ Rp 1.000.0000) b) Di atas UMK (penghasilan > Rp 1.000.000) 5) Tingkat pengetahuan

Tingkat pengetahuan yang rendah pada seseorang akan menyebabkan orang tersebut mudah mengalami gangguan kecemasan.

6) Keadaan fisik

(10)

7) Tipe kepribadian

Individu dengan tipe kepribadian tipe A lebih mudah mengalami gangguan kecemasan dari individu dengan kepribadian B. Adapun ciri – ciri individu dengan kepribadian A adalah tidak sabar, kompetitif, ambisius, ingin serba sempurna, merasa buru – buru waktu, sangat setia (berlebihan) terhadap pekerjaan, agresif, mudah gelisah, tidak dapat tenang dan diam, mudah bermusuhan, mudah tersinggung, otot – otot mudah tegang. Sedangkan individu dengan kepribadian tipe B mempunyai ciri – ciri yang berlawanan dengan individu kepribadian tipe A.

8) Sosial Budaya

Cara hidup individu di masyarakat yang sangat mempengaruhi pada timbulnya kecemasan. Individu yang mempunyai cara hidup sangat teratur dan mempunyai falsafah hidup yang jelas maka pada umumnya lebih sukar mengalami gangguan kecemasan. Demikian juga keyakinan agama akan mempengaruhi timbulnya kecemasan.

9) Lingkungan atau situasi

(11)

10) Usia

Ada yang berpendapat bahwa faktor usia muda lebih mudah mengalami gangguan akibat kecemasan dari pada usia tua, tetapi ada yang berpendapat sebaliknya. Miller (1992) dalam Dariyo (2004) menyatakan bahwa tahap dimana seorang individu mulai menunjukkan kematangan emosionalnya yaitu saat mulai memasuki tahap usia dewasa. Dalam tahap ini, kemampuan kognitif dan psikososialnya berkembang pesat sehingga mampu berpikir secara abstrak, logis dan sistematis terutama pada saat menghadapi suatu masalah yang menimbulkan kecemasan. Menurut Depkes RI (2009), kategori usia dewasa dibagi menjadi 2, yaitu:

a) Usia dewasa: 26-45 tahun b) Usia lanjut : ≥ 46 tahun 11) Jenis kelamin

(12)

g. Pencegahan Kecemasan

Menurut Hawari (2008), kecemasan dapat dicegah dengan:

1) Makanan yang baik dan halal secara tidak berlebihan dan mengandung gizi seimbang.

2) Tidur secukupnya, 7-8 jam semalam.

3) Olahraga, untuk meningkatkan kekebalan fisik dan mental, minimal dengan jalan kaki, lari pagi atau senam.

4) Tidak merokok dan tidak mengkonsumsi minuman beralkohol. 5) Banyak bergaul.

6) Pengaturan waktu dalam kehidupan sehari-hari (manajemen waktu yang baik dan kedisiplinan diri).

7) Rekreasi.

8) Mengatur keuangan dengan baik. 9) Kasih sayang, support dan motivasi.

h. Epidemiologi

Sekitar 6% dari populasi umum mengalami gangguan cemas. Generalized Anxiety Disorder (GAD) adalah gangguan yang paling

(13)

ansietas dengan instrumen standar pada populasi ini. Gangguan

ansietas juga dihubungkan dengan kesulitan sosio-ekonomi (Katona, Cooper & Robertson, 2008).

i. Penanganan Gangguan Kecemasan

Jika kecemasan itu sudah sangat mengganggu dalam kehidupan sehari-hari maka diperlukan tindakan untuk mengatasinya, meliputi:

1) Terapi humanistika

Terapi yang berfokus pada membantu klien mengidentifikasi dan menerima dirinya yang sejati dan bukan dengan bereaksi pada kecemasan setiap kali perasaan-perasaan dan kebutuhan-kebutuhannya yang sejati mulai muncul ke permukaan (Nevid, 2005).

2) Terapi psikofarmaka

Terapi psikofarmaka berfokus pada penggunaan obat anti cemas (anxiolytic) dan obat-obat anti depresan seperti Diazepam, Clobazam, Bromazepam, Lorazepam, Meprobamate, Alprazolam, Oxazolam, chlordiazepoxide HCl, Hidroxyzine HCl (Hawari, 2008).

3) Terapi somatik

(14)

bersangkutan yang timbul sebagai akibat dari stres, kecemasan dan depresi yang berkepanjangan (Hawari, 2008).

4) Psikoterapi

Terapi dilakukan dalam sebuah group dan biasanya dipilih group terapi dengan kondisi anggota yang satu tidak jauh beda dengan anggota yang lain sehingga proses penyembuhan dapat berjalan lebih efektif. Dalam psikoterapi ini dilakukan terapi pernafasan dan teknik relaksasi ketika menghadapi kecemasan serta sugesti bahwa kecemasan yang muncul adalah tidak realistis (Hawari, 2008).

5) Terapi psikososial

Terapi psikososial adalah untuk memulihkan kembali kemampuan adaptasi agar yang bersangkutan dapat kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupan sehari-hari baik di rumah, sekolah/kampus, di tempat kerja maupun di lingkungan pergaulan sosialnya (Hawari, 2008).

6) Terapi psikoreligius

Pendekatan agama akan memberikan rasa nyaman terhadap pikiran, kedekatan kepada Allah, dzikir dan doa-doa yang disampaikan akan memberikan harapan positif (Hawari, 2008). 7) Pendekatan Keluarga

(15)

8) Konseling

Konseling dapat dilakukan secara efisien dan efektif bila ada motivasi dari kedua belah pihak, antara klien (orang yang mendapat konsultasi) dan konselor (orang yang memberikan konsultasi) (Hawari, 2008).

2. Diabetes Melitus a. Definisi

Menurut ADA (2005), DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya dan menurut kriteria diagnostik. Seseorang dikatakan menderita DM jika memiliki kadar GDP ≥126 mg/dl atau GDS ≥200 mg/dl (Perkeni, 2011).

Diabetes melitus adalah sekelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya (Gustaviani, 2006).

b. Epidemiologi

(16)

golongan penduduk dan menghubungkannya dengan faktor sosio-ekonomi serta demografi masyarakat masing-masing (Suyono, 2006).

c. Diabetes Melitus di Masa Datang

Penyakit degeneratif atau penyakit tidak menular akan meningkat jumlahnya di masa datang, diabetes melitus adalah salah satu diantaranya. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus di beberapa negara berkembang, akibat peningkatan kemakmuran di negara bersangkutan. Peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar, menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung koroner (PJK), hipertensi, hiperlipidemia, diabetes melitus, dan lain-lain.

(17)

Diabetes melitus adalah penyakit menahun yang akan diderita seumur hidup, sehingga yang berperan dalam pengelolaannya tidak hanya tim medis dan paramedis tetapi lebih penting lagi keikutsertaan pasien sendiri dan keluarganya. Diagnostik diabetes melitus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan dengan

cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena (Askandar, 2003; Darmono, 2007).

Tabel 2.1 Kadar GDS dan GDP sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosa DM

No. Teknik Bahan Darah kapiler <90 90-199 ≥200 2 GDP Plasma vena Darah kapiler <100 100-125 ≥126 <90 90-99 ≥100

(Sumber : Perkeni, 2011) d. Kelompok risiko tinggi diabetes melitus:

1) Kelompok usia dewasa tua ( ≥ 45th )

2) Punya riwayat keluarga penderita diabetes melitus

3) Obesitas {Berat Badan(BB)(kg) ≥ 120%, dan BB ideal (tinggi badan (cm)– 100 ) –10%}

(18)

7) Dislipidemia (kadar HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserid > 250 mg/dl)

8) Pernah mengalami Gangguan Toleransi Glukosa (GTG) e. Kriteria diagnostik diabetes melitus :

1) Kadar GDS (plasma vena) ≥ 200 mg/dl atau

2) Glukosa Darah Puasa (GDP) (plasma vena) ≥ 126 mg/dl (puasa berarti tidak ada masukan kalori sejak 10 jam terakhir )

3) Kadar glukosa plasma ≥ 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gr pada Test Tolerance Glucosa Oral (Suyono, 2006)

f. Menurut American Diabetes Association (2005), diabetes melitus diklasifikasikan menjadi :

1) Diabetes melitus tipe I : Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut. Terjadi melalui proses imunologik dan idiopatik.

2) Diabetes melitus tipe II : Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. 3) Diabetes melitus tipe lain :

a) Defek genetik fungsi sel beta

b) Defek genetik kerja insulin : resistensi insulin tipe A, leprechaunism, sindrom Rabson Mendenhall, diabetes

(19)

c) Penyakit eksokrin pankreas: pancreatitis, trauma/pankreatektomi, neoplasma, fibrosis kistik,

hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus, lainnya.

d) Endokrinopati: akromegali, sindroma cushing, feokromositoma, hipertiroidisme somatostatinoma,

aldosteronoma, lainnya.

e) Karena obat/zat kimia

f) Infeksi : rubella kongenital, CMV, lainnya.

g) Imunologi (jarang) : sindrom”Stiff-man”, antibodi anti reseptor insulin, lainnya.

h) Sindrom genetik lain : sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom Turner, sindrom Wolfram’s, ataksia Friedreich’s,

chorea Huntington, sindroma Laurence-Moon-Biedl,

distrofi miotonik, porfiria, sindroma Prader Willi, lainnya.

4) Diabetes melitus kehamilan/gestasional

Secara tradisional diabetes kehamilan merupakan istilah yang digunakan untuk perempuan yang menderita diabetes selama kehamilan dan kembali normal sesudah hamil.

g. Gejala Klinis

(20)

ke pelayanan kesehatan dan kemudian di diagnosis sebagai diabetes melitus ialah keluhan :

1) Kelainan Kulit : gatal, bisul-bisul 2) Kelainan ginekologi : keputihan 3) Kesemutan, rasa baal

4) Kelemahan tubuh

5) Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh 6) Infeksi saluran kemih

(21)

ialah keluhan mata kabur yang disebabkan katarak, ataupun gangguan refraksi akibat perubahan-perubahan pada lensa yang disebabkan hiperglikemia. Keluhan kabur tersebut mungkin pula disebabkan kelainan pada corpus vitreum. Diplopia binokuler akibat kelumpuhan sementara bola mata dapat pula merupakan salah satu sebab pasien berobat ke pelayanan kesehatan (Waspadji, 2003).

h. Komplikasi Diabetes Melitus

Mansjoer, et al (2001) menyebutkan Diabetes melitus merupakan penyakit yang memiliki komplikasi (menyebabkan terjadinya penyakit lain) yang paling banyak. Hal ini berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi terus menerus, sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya. Komplikasi Diabetes melitus baik akut maupun kronis akan mulai muncul setelah menderita lebih dari 3 tahun (Perkeni, 2006). Komplikasi pada Diabetes melitus dibagi menjadi dua (Perkeni, 2006), yaitu :

1) Komplikasi Akut a) Koma hipoglikemi b) Ketoasidosis

(22)

2) Komplikasi kronik

a) Makroangiopati,mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah jantung (Acute Myocard Infark), pembuluh darah tepi, dan pembuluh darah otak (stroke)

b) Mikroangiopati, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati diabetika, nefropati diabetika

c) Neuropati diabetika d) Katarak

e) Rentan infeksi, seperti tuberculosis paru, gingivitis dan infeksi saluran kemih

f) Kaki diabetika.

i. Pengelolaan Diabetes melitus

Tujuan pengelolaan diabetes melitus dibagi 2 (Perkeni, 2006), yaitu : 1) Jangka pendek : menghilangkan keluhan/gejala diabetes melitus

dan mempertahankan rasa nyaman dan sehat.

2) Jangka panjang: mencegah penyulit baik makroangiopati, mikroangiopati dan neuropati dengan tujuan akhir menurunkan morbiditas dan mortalitas diabetes melitus.

(23)

psikiatri banyak diperlukan pada pilar pertama pengelolaan diabetes melitus yaitu penyuluhan dengan menunjang perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya dan penyesuaian keadaan psikologis serta kualitas hidup yang lebih baik (Suyono, 2006; Budihalim, Mudjadid dan Sukatman, 2006).

Salah satu prinsip yang perlu diperhatikan pada proses edukasi diabetes melitus adalah memberikan dukungan dan nasehat positif dan menghindari terjadinya kecemasan dan depresi dengan mengingat sifat penyakit diabetes melitus yang menahun dan berlangsung seumur hidup (Budihalim dan Sukatman, 2003).

(24)

3. Hubungan Antara Kecemasan dengan Diabetes Melitus

Perubahan besar terjadi dalam hidup seseorang setelah mengidap penyakit DM. Ia tidak dapat mengkonsumsi makanan tanpa aturan dan tidak dapat melakukan aktifitas dengan bebas tanpa khawatir kadar gulanya akan naik pada saat kelelahan. Selain itu, penderita DM juga harus melakukan pemeriksaan kadar gula darah secara rutin dan pemakaian obat sesuai aturan. Seseorang yang menderita penyakit DM memerlukan banyak sekali penyesuaian di dalam hidupnya, sehingga penyakit DM ini tidak hanya berpengaruh secara fisik, namun juga berpengaruh secara psikologis pada penderita.

Saat seseorang didiagnosis menderita DM maka respon emosional yang biasanya muncul yaitu penolakan, kecemasan dan depresi, tidak jauh berbeda dengan penyakit kronis lain (Taylor, 1995). Penderita DM memiliki tingkat depresi dan kecemasan yang tinggi, yang berkaitan dengan aturan yang harus dijalani dan terjadinya komplikasi serius. Kecemasan yang dialami penderita berkaitan dengan aturan yang harus dijalani seperti diet atau pengaturan makan, pemeriksaan kadar gula darah, konsumsi obat dan juga olah raga. Selain itu, resiko komplikasi penyakit yang dapat dialami penderita juga menyebabkan terjadinya kecemasan.

(25)

aktivitas kehidupan sehari-hari. Pasien diabetes yang mengalami kecemasan memiliki kontrol gula darah yang buruk dan meningkatnya gejala-gejala penyakit (Taylor, 1995). Kecemasan merupakan hal yang tidak mudah untuk dihadapi oleh penderita DM. Oleh karena itu, penderita DM tentu sangat membutuhkan dukungan dari lingkungan sosialnya.

Gangguan kecemasan adalah perasaan yang tidak menyenangkan yang meliputi perasaan khawatir, takut, was-was yang ditimbulkan oleh pengaruh ancaman atau gangguan terhadap sesuatu yang belum terjadi dan dapat mempengaruhi aktivitas. Penderita DM merupakan suatu gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat, sehingga didapati hiperglikemi dan glukosuria. Dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya.

(26)

B. Kerangka Teori Penelitian

.

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian modifikasi teori menurut Stuart (2007), Perkeni (2006)

Karakteristik

(27)

C. Kerangka Konsep Penelitian

.

Keterangan :

: Obyek yang diteliti ---> : Obyek yang tidak diteliti

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Karakteristik

(28)

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian merupakan suatu proposisi atau anggapan yang mungkin benar dan sering digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan atau pemecahan persoalan ataupun untuk dasar penelitian lebih lanjut (Supranto, 2009). Hipotesis penelitian ini adalah:

1. Ada perbedaan tingkat kecemasan pada pasien diabetes melitus.

2. Ada hubungan karakteristik responden (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status ekonomi, dan lama di diagnosa DM) pada pasien diabetes melitus dengan tingkat kecemasan.

Gambar

Tabel 2.1  Kadar GDS dan GDP sebagai Patokan
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Perusahaan besar yang sudah mapan akan lebih mudah memperoleh modal di pasar dibanding dengan perusahaan kecil. Karena kemudahan akses tersebut berarti perusahaan

menyebabkan tekanan darah selalu tinggi. Selain itu dalam gaya hidup modern, seseorang akan tidak.. bisa meluangkan waktu untuk berolahraga

Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberikan respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang

Kecemasan dapat menyebabkan kekhawatiran dan keprihatinan pada individu mengenai hal-hal yang tidak menyenangkan yang mungkin terjadi. Individu tersebut tidak

1) Tingkat sensation seeking yang tinggi  individu yang memiliki tingkat sensation seeking yang tinggi lebih mudah mengalami kebosanan dalam aktivitas yang

Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Perwitaningrum, dkk (2016) yang menunjukkan bahwa dzikir dapat mempengaruhi kecemasan pada seseorang, dengan

1) Tingkat kecemasan siswa dengan taraf sedang biasanya mendorong belajar, sedangkan tingkat kecemasan siswa yang tinggi.. Tingkat kecemasan yang sedang menjadikan siswa

Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi, diukur dengan lamanya waktu untuk sekolah akan memiliki pekerjaan dan upah yang lebih baik dibanding