• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II STUDI PUSTAKA. Pada Studi Pustaka ini akan membahas mengenai dasar-dasar dalam merencanakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II STUDI PUSTAKA. Pada Studi Pustaka ini akan membahas mengenai dasar-dasar dalam merencanakan"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum

Pada Studi Pustaka ini akan membahas mengenai dasar-dasar dalam merencanakan struktur untuk bangunan bertingkat. Dasar-dasar perencanaan tersebut berdasarkan referensi-referensi dari buku-buku dan peraturan-peraturan standar yang berlaku serta dari data-data yang di dapatkan sehingga dapat diketahui gambaran perencanaan struktur gedung .

Perencanaan struktur merupakan tahap yang penting dalam sebuah proyek sebelum berlanjut ke tahap pelaksanaan. Oleh karena itu, dalam perencanaan struktur gedung perlu dilakukan studi pustaka untuk mengetahui dasar-dasar teori dari tahap perencanaan struktur dan hubungan antara susunan fungsional gedung dengan sistem struktural yang akan digunakan.

Bab ini akan menjelaskan tentang mengenai konsep pemilihan sistem struktur dan konsep perencanaan struktur bangunan tahan gempa yang telah disesuaikan dengan syarat-syarat dasar perencanaan suatu gedung bertingkat yang berlaku di Indonesia seperti Standar Nasional Indonesia (SNI), sehingga diharapkan hasil yang akan diperoleh nantinya tidak akan menimbulkan kegagalan struktur.

Pada perencanaan struktur gedung ini digunakan balok dan kolom sebagai elemen-elemen utama struktur. Balok dan kolom merupakan struktur yang dibentuk dengan cara meletakan elemen kaku horisontal diatas elemen kaku vertikal. Secara umum jenis-jenis material yang diganakan untuk membuat elemen-elemen struktur yang

(2)

biasa digunakan untuk bangunan gedung adalah struktur baja (steel structure), struktur komposit (composite structure), struktur kayu (wooden stucture), struktur beton bertulang cor di tempat (cast in situ reinforced concrete structure), struktur beton pracetak (precast concrete structure), dan struktur beton prategang (prestressed concrete structure).

2.2 Tinjauan Umum Struktur Gedung Bertingkat

Gedung bertingkat adalah bangunan dengan lantai lebih dari satu lantai secara vertikal. Gedung betingkat dibangun karena keterbatasan lahan pada daerah perkotaan yag mahal. Gedung bertingkat dikelompokan menjadi:

1. Gedung bertingkat rendah (low rise building) yaitu gedung dengan ketinggian dengan jumlah lantai 2 - 4 lantai

2. Gedung bertingkat menengah (middle rise building) yaitu gedung dengan ketinggian 15 ≤ 40 m atau dengan jumlah lantai 5 –10 lantai

3. Gedung bertingkat tinggi (high rise building) yaitu gedung dengan ketin atau dengan jumlah lantai 10 –40 lantai

4. Gedung pencakar langit (sky scrapper) dengan ketinggian lebih dari 40 lantai.

2.3 Filosofi Gempa

Budiono (2012), filosofi ataupun konsep dasar perencanaan bangunan tahan gempa adalah:

(3)

a. Bila gempa ringan, bangunan gedung tidak boleh mengalami kerusakan baik pada komponen non-struktural (dinding, genting dan langit-langit, kaca pecah maupun pada komponen strukturalnya (kolom dan balok , pondasi).

b. Bila gempa sedang, bangunan gedung boleh mengalami kerusakan pada komponen non-strukturnya akan tetapi tidak boleh mengalami kerusakan pada komponen strukturnya.

c. Bila gempa besar, bangunan gedung boleh mengalami kerusakan baik pada komponen non-strukturnya maupun pada komponen strukturnya, akan tetapi penghuni bangunan tersebut bisa menyelamatkan jiwanya, artinya sebelum bangunan runtuh masih cukup waktu bagi penghuni untuk keluar atau mengungsi ketempat yang aman.

2.4 Konsep Desain / Perencanaan Struktur Tahan Gempa. 2.4.1 Resiko Terjadinya Gempa

Berdasarkan akibat-akibat yang dapat ditimbulkan oleh bencana gempa di Indonesia, maka perlu adanya upaya-upaya untuk menekan bahaya bencana yang diakibatkan oleh gempa. Aspek rekayasa gempa sangat perlu diterapkan pada rekayasa struktur, agar bangunan mempunyai ketahanan yang baik terhadap pengaruh gempa.

Konsep keamanan dari suatu struktur terhadap pengaruh gempa, harus dikaitkan dengan risiko atau peluang terjadinya (incidence risk) gempa tersebut selama umur rencana (design life time) dari struktur bangunan yang ditinjau. Karena gempa

(4)

merupakan peristiwa probabilistik, maka gempa dengan kekuatan atau intensitas tertentu, mempunyai periode ulang (return period) yang tertentu pula. Dengan demikian, jika risiko terjadinya suatu gempa selama umur rencana bangunan sudah tertentu, maka periode ulang dari gempa tersebut sudah tertentu pula.

Dalam standar gempa yang baru dicantumkan bahwa, untuk perencanaan struktur bangunan terhadap pengaruh gempa digunakan Gempa Rencana. Gempa rencana ditetapkan sebagai gempa dengan kemungkinan terlewati besarannya selama umur struktur bangunan 50 tahun adalah sebesar 2%.

2.4.2 Faktor Keutamaan dan Kategori Risiko Struktur Bangunan

Untuk berbagai katagori gedung bergantung pada probabilitas terjadinya keruntuhan struktur gedung selama umur gedung yang diharapkan. Pengaruh gempa rencana terhadap struktur gedung harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan (I).

Tabel 2.1 Kategori Resiko Bangunan Gedung dan Non Gedung untuk Beban Gempa

JENIS PEMANFAATAN

KATEGORI RESIKO Gedung dan non-gedung yang memiliki resiko rendah terhadap

jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk, antara lain :

(5)

- Fasilitas sementara.

- Gedung penyimpanan.

- Rumah jaga dan struktur kecil lainnya.

I

Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam katagori resiko I,III,IV termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :

- Perumahan

- Rumah toko/ Rumah kantor

- Pasar

- Gedung perkantoran

- Gedung apartemen/Rumah susun

- Pusat perbelanjaan/ mall

- Bangunan industry

- Fasilitas manufaktur

- Pabrik

II

Gedung dan non-gedung yang memiliki resiko rendah terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk, antara lain :

- Bioskop

- Gedung pertemuan

- Stadion

- Fasilitas penitipan anak

(6)

- Bangunan untuk orang jompo

- Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki UGD

Gedung dan non-gedung, tidak termasuk kedalam resiko IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar dan atau gangguan masal terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi gangguan termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :

- Pusat pembangkit listrik biasa - Fasilitas penanganan air - Fasilitas penanganan limbah - Pusat telekomunikasi

Gedung dan non gedung, yang tidak termasuk dalam katagori IV ( termasuk tapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses penanganan penyimpangan, penggunaan atau tempat penyimpanan bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak), yang mengandung bahan beracun atau peledak dimana jumlah kandungan bahanya melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran.

III

IV Gedung dan non gedung yang ditunjukan sebagai fasilitas yang

(7)

- Bangunan-bangunan monumental - Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan

- Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas bedah dan unit gawat darurat

- Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, kantor polisi, serta garasi kendaraan darurat

- Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angina badai dan tempat perlindungan lainnya.

- Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat oprasi, dan fasilitas lainnya untuk tanggap darurat

- Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan pada saat kendaraan darurat

- Struktur tambahan ( termasuk menara telekomunikasi, tangki penyimpanan bahan bakar, menara pendingan, struktur stasiun listrik, tangki air pemadam kebakaran, atau struktur rumah atau struktur pendukung air atau material atau peralatan pemadam kebakaran ) yang diisyaratkan beroprasi pada saat keadaan darurat

- Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk

mempertahankan fungsi struktur bangunan lain yang masuk kedalam katagori resiko IV

IV

(8)

Tabel 2.2 Faktor Keutamaan Gempa

Kategori RisikoBangunan Faktor keutamaan Gempa ( )

I atau II 1,00

III 1,25

IV 1,50

2.4.3 Prinsip-Prinsip Utama Konstruksi Tahan Gempa 1. Denah yang sederhana dan simetris

Penyelidikan kerusakan akibat gempa menunjukkan pentingnya denah bangunan yang sederhana dan elemen-elemen struktur penahan gaya horisontal yang simetris. Struktur seperti ini dapat menahan gaya gempa Iebih baik karena kurangnya efek torsi dan kekekuatannya yang lebih merata. 2. Bahan bangunan harus seringan mungkin

Seringkali, oleh karena ketersedianya bahan bangunan tertentu. seringkali menggunakan bahan bangunan yang berat, tapi jika mungkin sebaiknya dipakai bahan bangunan yang ringan. Hal ini dikarenakan besarnya beban inersia gempa adalah sebanding dengan berat bahan bangunan.

3. Perlunya sistim konstruksi penahan beban yang memadai

Supaya suatu bangunan dapat menahan gempa, gaya inersia gempa harus dapat disalurkan dari tiap-tiap elemen struktur kepada struktur utama gaya

(9)

honisontal yang kemudian memindahkan gaya-gaya ini ke pondasi dan ke tanah.

Sangat penting bahwa struktur utama penahan gaya horizontal itu bersifat daktail. Karena jika kekuatan elastis dilampaui keruntuhan getas yang tiba-tiba tidak akan terjadi, tetapi pada beberapa tempat tertentu akan terjadi leleh terlebih dulu. Tiap-tiap bangunan harus mempunyai jalur lintasan gaya ( cara dimana gaya-gaya tersebut dialirkan ) yang cukup untuk dapat menahan gaya gempa horisosontal.

Konsep desain tahan gempa yang umum digunakan adalah konsep capacity design. Konsep ini merupakan konsep desain yang memperhitungkan distribusi momen ketika ada bagian dari struktur yang sudah mengalami leleh sehingga pada struktur akan terbentuk sendi plastis yang menyebabkan terjadinya mekanisme keruntuhan plastis.

Filosofi dasar dari perencanaan struktur bangunan tahan gempa adalah terdapatnya komponen struktur yang diperbolehkan untuk mengalami kelelehan. Salah satu aspek penting dalam merekayasa bangunan tahan gempa adalah daktilitas. Daktilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk berdeformasi secara plastik. Sebaliknya, kegetasan adalah kualitas bahan yang menyebabkan keretakan tanpa mengalami deformasi plastik. Dalam perspektif tersebut, baja struktur adalah material yang paling daktail yang secara luas digunakan dalam rekayasa material.

Pada konsep perencanaan struktur bangunan tahan gempa harus diperhitungkan kemampuannya dalam memikul beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut, di antaranya adalah beban gravitasi dan beban lateral. Beban gravitasi adalah beban mati

(10)

struktur dan beban hidup, sedangkan yang termasuk beban lateral adalah beban angin dan beban gempa.

Tujuan desain bangunan tahan gempa adalah untuk mencegah terjadinya kegagalan struktur dan kehilangan korban jiwa. Untuk mencapai kriteria tersebut, perencanaan bangunan struktur tahan gempa harus dapat memperhitungkan dampak dari gaya lateral yang bersifat siklis (bolak-balik) yang dialami oleh struktur selama terjadinya gempa bumi. Untuk memikul gaya lateral yang dialami oleh bangunan, struktur harus dapat memiliki daktilitas yang memadai di daerah joint atau elemen struktur tahan gempa seperti bresing, link, atau dinding geser.

Perencanaan struktur dapat direncanakan dengan mengetahui skenario keruntuhan dari struktur tersebut dalam menahan beban maksimum yang bekerja. Pelaksanaan konsep desain kapasitas struktur adalah memperkirakan urutan kejadian dari kegagalan suatu struktur berdasarkan beban maksimum yang dialami struktur. Sehingga kita merencanakan bangunan dengan elemen-elemen struktur tidak dibuat sama kuat terhadap gaya yang direncanakan, tetapi ada elemen-elemen struktur atau titik pada struktur yang dibuat lebih lemah dibandingkan dengan yang lain dengan harapan di elemen atau titik itulah kegagalan struktur terjadi pada saat beban gempa maksimum bekerja.

2.4.4 Sistem Struktur

Sistem struktur bangunan gedung ada dua, yaitu sistem rangka penahan momen dan sistem rangka dengan diafragma vertikal.

(11)

Sistem struktur yang berbentuk rangka penahan momen (moment-resisting frame), merupakan sistem struktur yang paling banyak digunakan. Pada struktur portal beton bertulang, sistem Rangka Penahan Momen dapat berbentuk struktur portal yang dicor di tempat (cast-in-place frame), atau struktur portal yang disusun oleh elemen-elemen pracetak (precast frame). Sistem struktur portal beton yang dicor ditempat, dapat berbentuk : sistem portal yang tersusun oleh elemen balok (beam) dan elemen kolom (column), sistem portal yang tersusun oleh elemen pelat (flat slab) dan elemen kolom, dan sistem portal yang tersusun oleh elemen pelat dan dinding pemikul beban (load bearing wall).

Pada struktur portal yang dicor ditempat, tidak diperlukan adanya sambungan khusus dari elemen-elemen struktur. Sambungan elemen pada umumnya bersifat kaku dan monolit. Pada struktur portal dengan elemen-elemen pracetak, umumnya digunakan pengelasan untuk membuat sambungan antar elemen. Untuk menjamin keruntuhan yang bersifat daktail dari struktur akibat pembebanan yang berulang, dianjurkan untuk merancang bagian sambungan (joint) lebih kuat dari elemen-elemen yang disambung.

Beberapa sistem struktur dasar yang ditetetapkan dalam peraturan perancangan gempa ( SNI 1726-2012 ) ,yaitu :

1. Sistem Dinding Penumpu ( Pasal 3.48 ).

System struktur yang tidak memiliki ruang rangka pemikul beban gravitasi secara lengkap, yang beban gravitasinya dipikul oleh dinding penumpu dan system bresing , sedangkan gaya lateral akibat gaya gempa dipikul oleh dinding geser atau rangka bresing .

(12)

2. Sistem Rangka Gedung ( Pasal 3.52 ).

Sistem struktur dengan rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap, sedangkan gaya lateral yang disebabkan oleh gempa dipikul oleh dinding geser atau rangka bresing.

3. Sistem Rangka Pemikul Momen ( Pasal 3.53)

System struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap, sedangkan beban lateral yang diakibatkan oleh gempa dipikul oleh rangka pemikul momen melalui mekanisme lentur. Sistem ini terbagi menjadi 3, yaitu SRPMK( system rangka pemikul momen khusus ), SRPMM( system ragka pemikul momen menengah ),SRPMB( system rangka pemikul momen biasa ).

4. Sistem Ganda ( Pasal 3.49 )

System struktur dengan rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap, sedangkan beban lateral yang diakibatkan oleh gempa dipikul oleh system rangka pemikul momen dan dinding geser .

2.4.5 Wilayah Gempa

Parameter percepatan gempa yang digunakan adalah percepatan batuan dasar pada periode pendek (Ss) pada 0,2 detik dan percepatan batuan dasar pada perioda 1 detik (

) dalam probabilitas 2% dalam 50 tahun (gempa 2500 tahun ). Penggunaan percepatan 0,2 detik dan 1 detik dikarenakan pada interval 0,2 detik dan 1 detik

(13)

mengandung gempa energi gempa terbesar. Nilai kedua parameter ini didapat dari gambar 1 dan gambar 2 .

Gambar 2.1 Peta Wilayah Gempa Berdasarkan Parameter Ss

(14)

2.4.6 Pengaruh Gempa Vertikal

Pengaruh gempa vertical merupakan opsional untuk dilakukan analisa akibat pengaruh gempa vertical pada struktur gudang, maka pada perencanaan struktur harus memperhitungkan pengaruh dari gempa vertical.

Faktor respon gempa vertikal harus dihitung berdasarkan persamaan seperti di bawah ini :

RSNI 03-1726-2012 EV = 0,2 SDSD

dimana : SDS = Parameter spektrum respon desain pada periode pendek (Ss). D = Pengaruh beban mati.

2.4.7 Pengaruh Gempa Horisontal

Faktor respon gempa horizontal harus dihitung berdasarkan persamaan seperti di bawah ini :

Eh = ρQE Keterangan :

QE = Pengaruh gaya gempa horisontal dari V dan Fp , pengaruh tersebut harus

dihasilkan dari penerapan gaya horisontal secara serentak dalam dua arah tegak lurus satu sama lain.

ρ = Faktor redundansi

(15)

RSNI 03-1726-2012

Ada dua batas untuk periode bangunan, yaitu nilai minimum periode bangunan (Ta min) dan nilai maksimum periode bangunan (Ta maxs), yaitu :

Ta min = Cr hnx

Ta maxs = Cu Ta min di mana:

Ha = tinggi struktur dari dasar sampai ke tingkat paling atas. Cr = 0,0466 (dari Tabel koefisien parameter periode pendekatan).

Cu = 1,4 (dari Tabel koefisien untuk batas atas pada periode yang dihitung). x = 0,9 (dari Tabel koefisien parameter periode pendekatan).

2.4.9 Gaya Geser Seismik Penentuan gaya geser seismik : RSNI 03-1726-2012

V = Cs Wt dimana :

Cs = koefisien respons seismik Wt = berat total gedung

2.4.10 Perhitungan Koefisien Respons Seismik

(16)

𝑪𝒔 = 𝑺𝑫𝑺 (𝑰𝒆)𝑹

Keterangan :

SDS = Parameter percepatan spektrum respons desain dalam rentang perioda

pendek

R = Faktor modifikasi respons

Ie = Faktor keutamaan Gempa

2.5 Pembebanan.

Beban yang akan ditanggung oleh suatu struktur atau elemen struktur tidak selalu dapat diramalkan sebelumnya. Meski beban-beban tersebut telah diketahui dengan baik pada salah satu lokasi struktur tertentu, distribusi dari elemen yang satu ke elemen yang lainpada keseluruhan struktur masih memerlukan asumsi dan pendekatan. Jenis beban yang biasa digunakan dalam bangunan gedung meliputi :

a. Beban Dinamis ( Lateral )

1. Beban Angin

Beban angin pada struktur terjadi karena adanya gesekan udara dengan permukaan struktur dan perbedaan tekanan dibagian depan dan belakang struktur. Beban angin tidak memberikan kontribusi yang besar terhadap struktur dibandingkan dengan beban yang lain.

2. Beban Gempa

(17)

beban tersebut. Besarnya simpangan horizontal ( drift ) bergantung pada kemampuan struktur dalam menahan gaya gempa yang terjadi, Apakah struktur memiliki kekakuan yang besar untuk melawan gaya gempa maka struktur akan mengalami simpangan horizontal yang lebih kecil dibandingkan dengan struktur yang tidak memiliki kekakuan yang cukup besar.

b. Beban Statis ( Gravitasi )

1. Beban Hidup

Beban hidup ( Live Load ) adalah beban yang diakibatkan oleh pengguna dan penghuni bangunan gedung atau sturktur lain yang tidak termasuk beban konstruksi dan beban lingkugan seperti beban angin beban hujan beban gempa beban banjir dan beban mati.

2. Beban Mati

Beban mati ( Dead Load ) adalah berat dari semua bagian gedung yang bersifat tetap. Beban mati terdiri dari dua jenis , yaitu berat struktur itu sendiri dan berat tambahan yang diletakkan pada struktur . Perhitungan besarnya beban mati suatu elemen dilakukan dengan meninjau berat satuan material tersebut berdasarkan volume elemen.

2.5.1 Kombinasi Pembebanan

Menurut SNI 03-1726:2012 Pasal 4.2.2 , ( Kombinasi beban untuk metode ultimit ) kombinasi pembebanan dalam penelitian ini yaitu :

(18)

Tabel 2.3 kombinasi Beban SNI 03-1726-2012

NO BEBAN KOMBINASI BEBAN

1 D U = 1,4 D 2 D.L.R U = 1,2D + 1,6L + 0,5 (L atau R) 3 D.Lc.R.L U = 1,2D + 1,6(Lc atau R )+( L atau 05R) 4 D.W.L.Lc.R U = 1,2D + 1,0W + L +0,5 (Lc atau R) 5 D.E.L U = 1,2D + 1,0E + L 6 D.W U = 0,9D + 1,0W 7 D.E U = 0,9D + 1,0E Dimana :

U = Beban Ultimate W = Beban angin

D = Beban mati E = Beban gempa

L = Beban hidup R = Beban air hujan

Lc = Beban hidup pada atap

2.6 Kinerja Struktur 2.6.1 Kinerja Batas Ultimit

Kinerja batas ultimit harus dihitung sebagai perbedaan defleksi pada pusat massa tingkat teratas, yaitu berdasarkan : 𝛅𝐱 = 𝐂𝐝 𝛅𝐱𝐞

(19)

di mana :

Cd = faktor pembesaran defleksi.

δxe= defleksi pada lokasi yang disyaratkan dan ditentukan sesuai dengan analisis elastis.

Ie = faktor keutamaan berdasarkan kategori resiko.

Untuk memenuhi syarat kinerja batas ultimit, simpangan antarlantai tidak boleh melampaui 0,02 kali tinggi tingkat

2.7 Komponen Struktur 2.7.1. Kolom

2.7.1.2. Prinsip Desain Kolom

Elemen struktur kolom yang mempunyai nilai perbandingan antara panjang dan dimensi penampang melintangnya relatif kecil disebut kolom pendek. Kapasitas pikul-beban kolom pendek tidak tergantung pada panjang kolom dan bila mengalami beban berlebihan, maka kolom pendek pada umumnya akan gagal karena hancurnya material. Dengan demikian, kapasitas pikul-beban batas tergantung pada kekuatan material yang digunakan. Semakin panjang suatu elemen tekan, proporsi relatif elemen akan berubah hingga mencapai keadaan yang disebut elemen langsing. Perilaku elemen langsing sangat berbeda dengan elemen tekan pendek. Perilaku elemen tekan panjang terhadap beban tekan adalah apabila bebannya kecil, elemen masih dapat mempertahankan bentuk liniernya, begitu pula apabila bebannya bertambah. Pada saat beban mencapai nilai tertentu, elemen tersebut tiba-tiba tidak stabil, dan berubah bentuk menjadi seperti tergambar. Hal inilah yang dibuat

(20)

fenomena tekuk (buckling) apabila suatu elemen struktur (dalam hal ini adalah kolom) telah menekuk, maka kolom tersebut tidak mempunyai kemampuan lagi untuk menerima beban tambahan. Sedikit saja penambahan beban akan menyebabkan elemen struktur tersebut runtuh. Dengan demikian, kapasitas pikul-beban untuk elemen struktur kolom itu adalah besar beban yang menyebabkan kolom tersebut mengalami tekuk awal. Struktur yang sudah mengalami tekuk tidak mempunyai S kekakukan kecil lebih mudah mengalami tekuk dibandingkan dengan yang mempunyai kekakuan besar. Semakin panjang suatu elemen struktur, semakin kecil kekakuannya.

2.7.1.3. Detailing kolom

1. Ukuran Penampang Kolom

Untuk kolom yang memikul gempa, ukuran kolom yang terkecil tidak boleh kurang dari 300 mm. Perbandingan dimensi kolom yang terkecil terhadap arah tegak lurusnya tidak boleh kurang dari 0.4.

2.7.1.4. Syarat-Syarat Kolom Beton Bertulang

Syarat – syarat Kolom Beton Bertulang berdasarkan Peraturan Beton Bertulang Indonesia, SNI 03-2847-2013 ( Pasal 8.10 ), yaitu :

1. Kolom harus dirancang untuk menahan gaya aksial dari beban terfaktor pada semua lantai atau atap dan momen maksimum dari beban terfaktor pada satu bentang lantai atau atap bersebelahan yang ditinjau. Kondisi pembebanan yang

(21)

2. Pada rangka atau konstruksi menerus, pertimbangan harus diberikan pada pengaruh beban lantai atau atap tak seimbang pada baik kolom eksterior dan interior dan dari pembebanan eksentris akibat penyebab lainnya.

3.Dalam menghitung momen beban gravitasi pada kolom, diizinkan untuk mengasumsikan ujung jauh kolom yang dibangun menyatu dengan struktur sebagai terjepit.

4. Tahanan terhadap momen pada setiap tingkat lantai atau atap harus disediakan dengan mendistribusikan momen di antara kolom-kolom langsung di atas dan di bawah lantai ditetapkan dalam proporsi terhadap kekakuan kolom relatif dan kondisi kekangan.

2.7.1.5 Tulangan Memanjang

 Luas tulangan memanjang, Ast tidak boleh kurang dari 0,01

Ag atau lebih dari 0,06 Ag.

 Pada kolom dengan sengkang tertutup bulat, jumlah batang tulangan longitudinal minimum harus 6.

2.6.1.6 Ketentuan Tulangan Transversal Kolom

 Pada kedua ujung kolom, sengkang harus disediakan dengan spasi so, sepanjang panjang lo diukur dari muka joint. Spasi so tidak

boleh melebihi: 

(22)

b) 1/4 dimensi penampang kolom terkecil

c) Nilai so tidak boleh melebihi 150mm dan tidak perlu diambil kurang

dari 100mm

 Panjang lo tidak boleh kurang dari : 

a) 1/6 bentang bersih kolom

b) Tinggi komponen struktur pada muka joint atau pada penampang dimana pelelehan lentur terjadi

c) 450 mm

2.7.2 Balok

Balok juga merupakan salah satu pekerjaan beton bertulang. Balok merupakan bagian struktur yang digunakan sebagai dudukan lantai dan pengikat kolom lantai atas. Fungsinya adalah sebagai rangka penguat horizontal bangunan akan beban-beban. Persyaratan balok menurut SNI 2847:2013 ( pasal 8.12 )sebagai berikut :

a. Pada konstruksi balok, sayap dan badan balok harus dibangun menyatu atau bila tidak harus di lekatkan bersama secara efektif.

b. Lebar slab efektif sebagai sayap balok T tidak boleh melebihi seperempat panjang bentang balok, dan lebar efektif sayap yang menggantung pada masing-masing sisi badan balok tidak boleh melebihi :

 Delapan kali tebal slab; dan

(23)

c. Untuk balok dengan slab pada satu sisi saja, lebar sayap efektif yang menggantung tidak boleh melebihi :

 Seperduabelas panjang bentang balok;

 Enam kali tebal slab; dan

 Setengah jarak bersih ke badan di sebelahnya.

d. Balok yang terpisah, dimana bentuk T digunakan untuk memberikan sayap untuk luasan tekan tambahan, harus mempunyai ketebalan sayap tidak kurang dari setengah lebar badan dan lebar efektif sayap tidak lebih dari empat kali lebar badan.

e. Bila tulangan lentur utama pada slab yang dianggap sebagai sayap balok T ( tidak termasuk konstruksi balok rusuk ) pararel dengan balok, tulangan tegak lurus terhadap balok harus disediakan pada sisi teratas slab sesuai dengan berikut ini.

f. Tulangan transversal harus didesain untuk memikul beban terfaktor pada lebar slab yang menggantung yang diasumsikan bekerja sebagai kantilever. Untuk balok yang terpisah, seluruh lebar sayap yang menggantung harus diperhitungkan. Untuk balok T lainnya, hanya lebar efektif slab yang menggantung perlu diperhitungkan.

g. Tulangan transversal harus dispasikan tidak lebih jauh dari lima kali tebal slab, atau juga tidak melebihi 450mm.

(24)

1. Tebal minimum balok.

2.7.3. Pelat.

2.7.3.1. Syarat Desain Plat

Pada SNI-03-2847-2013 ( Pasal 9.5 ) penentuan desain plat sebagai berikut :

1.Untuk pelat tanpa balok interior yang membentang diantara tumpuan dan mempunyai rasio bentang panjang terhadap bentang pendek yang tidak lebih dari 2, tebal minimumnya harus memenuhi ketentuan Tabel 2.4 dan tidak boleh kurang dari nilai berikut :

 Tanpa panel drop ( drop panels )……… ………..125mm

 Dengan panel drop ( drop panels )……….100mm

2.Untuk pelat dengan balok yang membentang diantara tumpuan pada semua sisinya, tebal minimum h harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :

 Untuk αtm yang sama atau lebih kecil dari 0,2, harus menggunakan syarat nomor 1.

 Untuk αtm yang lebih besar dari 0,2 tapi tidak lebih dari 2,0, h tidak boleh kurang dari

𝒉 = 𝒍𝒏 ( 𝟎, 𝟖 +

𝒇𝒚 𝟏𝟒𝟎𝟎 𝟑𝟔 + 𝟓𝜷 (𝜶𝒕𝒎 − 𝟎. 𝟐)

(25)

dan tidak boleh kurang dari 125mm;

 Untuk αtm lebih besar dari 2,0, ketebalan pelat minimum tidak boleh kurang dari :

𝒉 = 𝒍𝒏 ( 𝟎, 𝟖 +

𝒇𝒚 𝟏𝟒𝟎𝟎 𝟑𝟔 + 𝟗𝜷

dan tidak boleh kurang dari 90mm;

 Pada tepi yang tidak menerus, balok tepi harus mempunyai rasio kekakuan αf

tidak kurang dari 0,8 atau sebagai alternatif ketebalan minimum yang di tentukan dalam persamaan diatas harus dinaikan paling tidak 10 persen pada panel dengan tepi yang tidak menerus.

Gambar

Tabel 2.1 Kategori Resiko Bangunan Gedung  dan  Non Gedung  untuk Beban  Gempa
Tabel 2.2  Faktor Keutamaan Gempa
Gambar 2.1 Peta Wilayah Gempa Berdasarkan Parameter Ss
Tabel 2.3 kombinasi Beban SNI 03-1726-2012

Referensi

Dokumen terkait

Namun, ketika angka kematian sudah rendah penyebab kematian tidak lagi disebabkan karena penyakit Infeksi, tetapi lebih disebabkan oleh penyakit

terhadap vegetasi penelitian terkait tegak tambak wanamina ma Penelitian ini bertujuan perubahan suhu air dala mengamati tingkat ke mangrove yang ditan wanamina dan

Setiap unggas yang atang harus dilengkapi dengan surat keterangan kesehatan hewan.. (SKKH) yang dibuat oleh dokter hewan berwenang di daerah

Teori yang akan peneliti gunakan dalam penelitian S-O-R yaitu teori Stimulus-Organism-Respon untuk mengetahui bagaimana sikap masyarakat Surabaya terhadap

Klasifikasi agregat menjadi kasar, halus dan filler adalah berdasarkan ukurannya yang ditentukan menggunakan saringan. Mutu agregat mempengaruhi kekuatan dan ketahanan konkrit. Adapun

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa pelaksanaan ekstrakurikuler pramuka penggalang di SD Jaranan Banguntapan Bantul dapat dilihat dari 1) perencanaan pihak

Karakteristik ini dipilih berdasarkan data selisih tarif negatif per pasien dan kode INA-CBG’s yang sama antara KBE dan IBP yang dihasilkan untuk memberi gambaran tentang

Gambar 3 Menikmati Pelaksanaan Pengembangan Desa Berbudaya Lingkungan di Daerah Aliran Sungai Citarum.. responden sebanyak 117 orang atau 96,69% adalah responden yang