PEDOMAN PENGAWASAN BIOSECURITY DAN HIGIENE TERHADAP PRODUK UNGGAS
Nunung Akhirany*
I Pendahuluan
Peningkatan perdagangan produk unggas akhir-akhir ini cukup signifikan, baik dalam bentuk
unggas hidup maupun dalam bentuk karkas. Meskipun komoditi ini pernah “terancam” ketika
penyakit flu burung mewabah di Indonesia sejak tahun 2003. Penyakit flu burung telah menimbulkan
kerugian dimana terjadi kematian unggas secara mendadak dalam jumlah yang besar sehingga
menimbulkan kepanikan dan rasa takut sebagaian masyarakat konsumen untuk mengkonsumsi
produk unggas.
Selain berpotensi sebagai sumber zoonosis atau penyakit yang ditularkan dari hewan ke
manusia seperti penyakit flu burung, produk unggas dikategorikan sebagai komoditi yang mudah
rusak (food perishable). Sifat alami daging unggas yang kaya zat gizi dan banyak mengandung air
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan mikroba pembusuk maupun
mikroba patogen yang dapat membahayakan kesehatan manusia.
Pada peternakan unggas memperhatikan titik kritis mulai dari pemeliharaan, proses pemotongan
unggas di RPU, transportasi dan pada saat penjajaan merupakan hal yang harus mendapat perhatian
yang serius. Bila penanganan titik kritis dilaksanakan dengan tepat maka kemungkinan terjadinya
kontaminasi silang dapat ditekan yang pada gilirannya dapat meningkatkan mutu dan kualitas produk
sehingga produk unggas tersebut aman dan layak dikonsumsi.
Salah satu cara untuk mencegah penyakit zoonosis dan meningkatkan mutu dan kualitas produk
unggas adalah menerapkan “Pengawasan Biosecurity dan Higiene/Sanitasi terhadap Produk
Unggas”.
II Pengawasan Biosecurity
Biosecurity adalah suatu tindakan untuk menghindari kontak antara hewan dan mikroorganisme
dan merupakan pintu pertahanan pertama dalam upaya pengendalian penyebaran suatu penyakit.
pada saat penjajaan dipasar. Beberapa hal yang harus dipedomani terhadap prinsip biosecurity yang
tepat adalah sebagai berikut :
1. Setiap kendaraan pengangkut unggas yang masuk dan keluar kandang atau tempat
penampungan unggas harus di desinfektan.
2. Setiap unggas yang atang harus dilengkapi dengan surat keterangan kesehatan hewan
(SKKH) yang dibuat oleh dokter hewan berwenang di daerah asal unggas.
3. Setiap unggas yang datang harus mendapat pemeriksaan antemortem oleh petugas dibawah
pengawasan dokter hewan yang berwenang.
4. Hasil pemeriksaan kesehatan unggas yang datang wajib didokumentasikan dan dilaporkan
secara berkala setiap bulan kepada dokter hewan berwenang.
5. Setiap kandang dilengkapi dengan peralatan makan dan minum khusus
6. Tidak mencampurkan unggas yang baru datang dengan yang lama
7. Membersihkan kandang atau penampungan unggas dari limbah padat unggas.
8. Melakukan pengosongan kandang atau penampungan unggas satu hari dalam dua minggu
untuk proses pembersihan dan desinfektan.
9. Mencegah masuknya kucing, anjing, burung liar dan hewan pengganggu lainnya dalam
kandang atau penampungan unggas.
10. Menempatkan unggas yang sakit didalam kandang tersendiri
11. Setiap unggas yang mati harus segera dimusnahkan dengan cara membakar.
III Pengawasan Higyene dan Sanitasi
Higiene yaitu segala upaya yang berkaitan dengan masalah kesehatan atau suatu usaha untuk
mempertahankan atau meningkatkan kesehatan. Sedangkan saniasi adalah upaya pencegahan
terhadap kemungkinan berkembangbiaknya mikroba atau jasad renik pembusuk dan patogen yang
dapat membahayakan kesehatan konsumen. Pengawasan higiene dan sanitasi terhadap produk
unggas mutlak dilakukan karena berhubungan langsung dengan keamanan dan kesehatan konsumen.
Berikut adalah bentuk pengawasan higiene dan sanitasi terhadap produk unggas :
1. Setiap orang yang terlibat dalam proses pemeliharaan sampai penjualan harus sehat dan
memperhatikan personal higiene. Sehat yang dimaksud adalah orang terebut tidak menderita
2. Memisahkan area kotor pada saat pemotongan unggas dan area bersih untuk penanganan
karkas unggas
3. Mengindari kontak langsung dengan lantai pada saat penyembelihan dan pengulitan daging
unggas
4. Menggunakan peralatan yang terpisah untuk penyembelihan dan untuk pemotongan karkas.
5. Lokasi penjajaan karkas unggas terpisah dengan komoditas lain
6. Memisahkan antara karkas unggas dengan jeroan
7. Meremdam karkas unggas yang telah bersih dalam air dingin (±80 C) dengan cara
penambahan es batu dan clorin sebanyak 20 – 50 ppm. Penerapan sistem rantai dingin ini
dimaksudkan untuk dapat meningkatkan keamanan dan mutu dging ayam yang diproduksi.
Cara ini masih sangat jarang dilakukan oleh pelaku maupun konsumen daging unggas.
8. Menghindari penggunaan peralatan yang terbuat dari kayu. Sangat disarankan menggunakan
meja kerja yang terbuat dari stainless atau keramik untuk memudahkan proses pembersihan.
9. Diusahakan agar karkas atau daging unggas dijajakan dalam lemari berpendingin
10. Menghindari penjualan karkas hangat lebih dari 8 jam setelah dipotong.
11. Setiap selesai melakukan penjualan harus melakukan pembersihan secara menyeluruh
terhadap peralatan, lantai dan meja yang telah digunakan.
IV Penutup
Penanganan produk unggas dengan menerapkan prinsip biosecurity dan higiene/sanitasi yang
baik dipasar belum sepenuhnya dilaksanakan. Bahkan penerapan sistem rantai dingin (cold chain
system) sebagai salah satu unsur dalam praktek higienis sangat jarang diterapkan. Oleh karena itu
diperlukan pengertian dan kerjasama seluruh pelaku baik pemerintah, pelaku usaha maupun
masyarakat masyarakat konsumen untuk memperhatikan prinsip biosecurity dan higiene/sanitasi
produk unggas sehingga penyakit zoonosis dapat dikendalikan.
* Staf UPTD PSP3 Dinas Peternakan Provinsi Sulawesi Selatan