• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kroeber dan Cluckhohn (1952) dalam bukunya Culture : A Critical

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kroeber dan Cluckhohn (1952) dalam bukunya Culture : A Critical"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Budaya

Kroeber dan Cluckhohn (1952) dalam bukunya “Culture : A Critical Review of Concepts and Definition”, mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan kebudayaan adalah perpaduan dari keseluruhan pola-pola tingkah laku, baik eksplosit maupun implisit, yang diperoleh dan diturunkan melalui simbol, yang pada hasil akhirnya mampu membentuk sesuatu yang khas dari kelompok kelompok manusia, termasuk perwujudannya dalam benda-benda atau materi. Haryawan (2008) berpendapat bahwa budaya adalah suatu hasil dari budi daya, cipta, karya, karsa, dan adat istiadat manusia yang secara sadar maupun tidak, dapat diterima sebagai suatu perilaku yang beradap. Secara umum suatu tradisi atau kebiasaan yang dibentuk dari cara pandang seseorang, sekelompok orang maupun masyarakat, bahkan suatu negara yang kemudian budaya tersebut diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Budaya pada dasarnya memiliki wujud yang memperkuat seseorang dalam berbudaya. Hal ini dibuktikan dengan pendapat Koentjaraningrat (1989, dalam Sarinah 2016) yakni kebudayaan merupakan wujud ideal yang bersifat abstrak dan tak dapat diraba di dalam pikiran manusia berupa

(2)

11 gagasan, norma, keyakinan dan lain sebagainya. Wujud kebudayaan dibagi menjadi 3 bagian, yakni :

1. Sebagai suatu yang bersifat kompleks dimana terdiri dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan peraturan.

2. Sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan yang ada dan berpatokan pada dari manusia dan masyarakat.

3. Sebagai benda-benda yang merupakan hasil karya dari manusia.

Selain itu juga Julian Hokley seorang ahli biologi dari inggis (dalam Sarinah 2016) membagi budaya atau kebudayaan menjadi 3 wujud yaitu :

1. Menifact

Kebudayaan yang bersifat abstrak atau tidak tampak, dimana aspek mental sebagai landasan dari perilaku dan hasil kebendaan manusia, karena sifatnya abstrak, maka faktor pendukungnya ialah berupa ide, gagasan, pemikiran, kepercayaan, ideologi, sikap, dan juga pemahaman atau pandangan manusia terhadap alam semesta.

2. Sosifact

Kebudayaan yang memposisikan atau menepatkan manuisa sebagai anggota masyarakat. Dalam hal ini perilaku manusia diikat oleh sistem yaitu sistem nilai, moral, norma, dan adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat.

(3)

12 3. Artefact

Kebudayaan material atau kebendaan. Misalnya peralatan pertanian, perkakas rumah tangga, dan alat transportasi

2.2 Konsep Sehat - Sakit 2.2.1 Definisi Sehat

WHO (2015) menyatakan bahwa "Health is a state of complete physical, mental and social well-being and not merely the absence of diseases or infirmity".

Arti kesehatan menurut para pakar kesehatan yaitu suatu situasi dan kondisi sejahtera dimana tubuh manusia, jiwa, serta sosial yang sangat memungkinkan tiap-tiap orang hidup produktif dengan cara sosial dan juga ekonomis. Sehat mengandung 4 komponen, yaitu :

1. Sehat Jasmani 2. Sehat Mental

3. Kesejahteraan Sosial 4. Sehat Spiritual

Sehat berarti kekuatan dan ketahanan, dimana setiap individu mempunyai daya tahan terhadap penyakit, mengalahkan stres dan keletihan atau kelesuan. UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan menyatakan bahwa, “kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental atau psikis, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi” (dikutip

(4)

13 dari UU Kesehatan No. 36 tahun 2009) yakni fungsi secara efektif dari setiap sumber perawatan diri yang menjaminnya suatu tindakan perawatan diri secara adekuat. UU No.23 Tahun 1992 menyatakan sehat sebagai keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan seseorang untuk hidup produktif atau baik dalam ruang lingkup ekonomi dan sosial. Kesehatan harus dilihat sebagai suatu perpaduan secara utuh yang terdiri dari unsur-unsur fisik, mental, dan sosial dimana didalamnya ada kesehatan jiwa yang menjadi bagian dari integral kesehatan. Parson (dalam Asmadi, 2008) menyimpulkan bahwa sehat adalah kemampuan seorang individu untuk menjalankan tugas dan perannya secara efektif dengan kondisi yang optimal.

2.2.2 Definisi Sakit

Sakit (illness) adalah penilaian tiap-tiap individu terhadap pengalamannya menderita suatu penyakit. Sakit menimbulkan dimensi fisiologis yang bersifat subjektif atau perasaan yang terbatas yang lebih dirasakan oleh orang yang bersangkutan, yang ditandai dengan perasaan yang tidak menyenangkan (unfeeling well), lemah (weakness), pusing (dizziness), kaku dan mati rasa (numbness). Mungkin saja melalui pemeriksaan secara medis individu terserang suatu penyakit dan fungsi dari salah satu organ tubuhnya terganggu, namun tidak merasakan sakit dan tetap menjalankan aktivitas sehari-harinya. Senada dengan penjelasan tersebut, Sarwono (dalam

(5)

14 Yunindyawati, 2004) mendefenisikan bahwa sakit merupakan suatu keadaan yang kurang menyenangkan yang dirasakan seseorang serta menghambat aktifitas, baik secara jasmani dan rohani sehingga seseorang tersebut tidak bisa menjalankan fungsi dan perannya secara normal dalam masyarakat.

Tolak ukur atau acuan yang paling mudah untuk menentukan kondisi sakit atau penyakit adalah jika terjadi perubahan dari nilai batas normal yang telah ditetapkan, akan tetapi ada beberapa definisi mengenai sakit yang dapat dijadikan acuan (Asmadi, 2008), antara lain :

1. Menurut Parson, sakit adalah kondisi dimana terjadi ketidakseimbangan dari fungsi normal tubuh manusia, termasuk sistem biologis dan kondisi penyesuaian.

2. Menurut Borman, ada 3 kriteria keadaan sakit, yaitu adanya gejala, persepsi terhadap kondisi sakit yang dirasakan serta menurunnya kemampuan dalam beraktivitas sehari-hari.

3. Menurut batasan medis, ada 2 bukti adanya sakit, yaitu tanda dan gejala.

4. Perkins mengemukakan pula bahwa, sakit adalah suatu kondisi yang kurang menyenangkan yang dialami seseorang sehingga menimbulkan gangguan pada aktivitas sehari-hari, baik jasmani maupun sosial.

(6)

15 Penyakit memiliki perbedaan dengan rasa sakit. Penyakit bersifat objektif karena bisa dilihat dari parameter tertentu, sedangkan rasa sakit bersifat subjektif karena merupakan keluhan yang dirasakan seseorang, karena memiliki perbedaan maka implikasinya juga berbeda. Seseorang yang menderita penyakit belum tentu merasakan sakit, sebaliknya yang mengeluh sakit belum tentu menderita penyakit (Asmadi, 2008).

2.2.3 Model Sehat Sakit

1) Kontinum sehat sakit atau rentang sehat sakit

Sehat dalam suatu rentang adalah tingkat kesejahtera individu pada jangka waktu tertentu, dimana individu berada dalam kondisi sejahtera yang optimal, dengan kualitas energi yang paling maksimum, sampai pada kondisi kematian, yang menandakan habisnya energi individu secara total (Neuman, 1990 dalam Maulana, 2014).

Menurut model kontinum sehat sakit, sehat adalah sebuah keadaan yang bersifat dinamis dan dapat berubah terus-menerus sesuai dengan adaptasi dari individu terhadap perubahan suatu lingkungan baik internal dan eksternal dan mampu mempertahankan keadaan fisik, emosional, intelektual, sosial, perkembangan dan spiritual yang sehat, sedangkan sakit adalah sebuah proses perubahan atau penurunan fungsi dari individu bila dibandingkan dengan kondisi individu sebelumnya,

(7)

16 karena sehat dan sakit merupakan bagian yang mempunyai beberapa tingkat dan kualitas yang bersifat relatif, maka keakuratannya harus ditentukan sesuai dengan titik tertentu pada skala kontinum sehat sakit (Maulana, 2014).

2) Model kesejahteraan tingkat tinggi

Model kesejahteraan tingkat tinggi adalah model kesejahteraan yang orientasinya ialah memaksimalkan potensi sehat yang ada pada setiap individu untuk mampu mempertahankan rentang keseimbangan dan arah yang memiliki tujuan tertentu dalam lingkungan. Model ini berusaha untuk memajukan tingkat fungsi ke arah yang lebih tinggi, dimana individu mampu hidup dengan potensi yang paling maksimal, dan merupakan suatu proses yang dinamis, bukan suatu keadaan yang statis dan pasif (Maulana, 2014)

3) Model agen-penjamu-lingkungan

Model agen-penjamu-lingkungan adalah model yang tingkat sehat sakit dari individu atau kelompok tersebut ditentukan oleh hubungan antara ketiga variabel yakni agen, penjamu dan lingkungan secara dinamis (Maulana, 2014).

4) Model keyakinan kesehatan

Model ini menyatakan hubungan antara keyakinan seseorang dengan perilaku yang ditampilkannya. Terdapat 3 komponen dalam model keyakinan kesehatan, yaitu :

(8)

17  Komponen pertama adalah persepsi individu tentang dirinya yang rentan terhadap suatu penyakit. Contohnya, klien atau individu perlu mengenal adanya penyakit yang diderita melalui riwayat keluarganya. Apabila dalam keluarga memiliki riwayat diabetes melitus dan dalam empat dekade ada keluarga yang meninggal karena penyakit tersebut, maka klien memiliki kemungkinan mengalami penyakit diabetes melitus.

 Komponen kedua adalah presepsi individu terhadap keseriusan penyakit tertentu. Variabel demografi dan sosiopsikologis merupakan hal utama yang mempengaruhinya, rasa terancam oleh penyakit dan tanda-tanda untuk bertindak.

 Komponen ketiga dimana individu berusaha mengambil tindakan preventif, contohnya mengubah gaya hidup.

Model keyakinan kesehatan sangat membantu perawat dalam memahami tentang berbagai faktor yang dapat mempengaruhi presepsi, keyakinan, perilaku klien serta membantu perawat dalam merancang rencana paling efektif sehingga klien dapat memelihara atau memperoleh kembali status kesehatanya dan mencegah terjadinya penyakit (Maulana, 2014).

(9)

18 5) Model peningkatan kesejahteraan

Menurut Pender, peningkatan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan tingkat kesehatan klien. Model peningkatan kesejahteraan adalah model yang mengidentifikasikan beberapa faktor seperti demografi dan sosial. Faktor dalam model tersebut dapat meningkatkan atau menurunkan partisipasi, sehingga terjadi peningkatkan kesehatan serta mengatur berbagai tanda yang muncul menjadi sebuah pola yang dapat menjelaskan kemungkinan munculnya partisipasi individu dalam perilaku peningkatan kesehatan.

2.3 Perspektif

Menurut Leonardo da Vinci (1949 dalam Rigaud, 2004) perspektif adalah suatu yang alami yang terbentuk dari relief datar menjadi suatu relief bidang atau ruang. Perspektif sebagai cara atau metode untuk melihat atau mengamati berbagai fenomena atau keadaan disekeliling kita. Pilihan perspektif yang diambil seseorang, memiliki implikasi pada teori dan metodologi yang dipergunakan kemudian dikuasai serta dipahami individu tersebut dalam memahami akan sebuah fenomena atau realitas (Miller, 2005).

Katherin Miller (2005) mengemukakan bahwa perspektif adalah suatu cara untuk memandang atau melihat sebuah fenomena khusus, dimana

(10)

19 terdapat suatu kerangka kerja secara konseptual, kumpulan asumsi, nilai dan gagasan yang mempengaruhi persepsi manusia, sehingga dalam konteks situasi tertentu individu bisa menghasilkan sebuah tindakan.

Unsur-unsur yang terdapat di dalam perspektif (Tuti, 2007, dalam Buku KOMUNIKA) antara lain :

1. Fenomena yaitu suatu peristiwa atau kejadian yang terjadi secara berulang-ulang dan memiliki kemiripan sehingga menjadi peristiwa yang menarik perhatian atau luar biasa sifatnya.

2. Pemikiran yaitu hasil pikiran manusia dalam usahanya memahami fenomena.

3. Pengetahuan yaitu segala sesuatu yang sudah diketahui atau bahkan akan diketahui yang berkenaan dengan sesuatu hal.

4. Gagasan yaitu ide atau satu hal yang ingin disampaikan.

5. Asumsi yaitu pra-anggapan atau pernyataan-pernyataan awal mengenai suatu hal yang ingin disimpulkan.

6. Nilai-nilai yaitu standar, patokan atau tolak ukur yang digunakan untuk menentukan sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi manusia.

7. Cara yaitu jalan melakukan atau berbuat untuk mencapai sesuatu yang diinginkan.

(11)

20 9. Perbandingan atau suatu hasil membandingkan antara suatu

pernyataan dengan pernyataan yang lain.

2.4 Health Belief

2.4.1 Defenisi Health Belief

Health Belief Model (HBM) adalah sebuah model secara psikologis yang berusaha untuk menjelaskan dan memprediksi perilaku kesehatan setiap individu dengan berfokus pada sikap dan keyakinan dari individu tersebut. Health belief model (HBM), seperti yang disiratkan judulnya, berkaitan dengan kepercayaan dalam hal kesehatan, model ini merupakan salah satu model pertama yang dirancang untuk mendorong penduduk melakukan tindakan ke arah kesehatan yang positif. Model ini menekankan “peranan persepsi kerentanan terhadap suatu penyakit dan keefektifan potensial dalam pengobatan.”. Dalam hal ini pendidik kesehatan harus mempertimbangkan persepsi individu terkait kerentan mereka terhadap penyakit yang mengancam kesehatan serta tindakan dari individu tersebut yang dapat mencegah dan memusnahkan ancaman atau penyakit yang mungkin saja menyerang (Roberth & Jodi, 2003)

Sejarah lahirnya Teori HBM dikembangkan pertama kali tahun 1950-an oleh seorang psikologis sosial di layanan kesehatan Publik AS karena adanya kegagalan pada program pencegahan penyakit (Coner &

(12)

21 Norman, 2003) akademisi psikolog sosial berusaha untuk mengembangkan pendekatan pemahaman perilaku yang tumbuh dari teori pembelajaran yang berasal dari dua sumber utama, yaitu :

1. Stimulus Response (SR)

Merupakan teori Watson (1925 dalam Coner & Norman, 2003) yang menyatakan HBM seringkali dipertimbangkan sebagai kerangka atau patokan utama dalam perilaku yang berkaitan dengan kesehatan manusia dan menjadi terobosan baru yang mendorong penelitian perilaku kesehatan sejak tahun 1950-an. Hal ini menjadikan HBM sebagai model yang mengeksplor dan menjelaskan pertimbangan seseorang sebelum mereka berperilaku sehat. Oleh sebab itu, HBM memiliki fungsi sebagai model pencegahan atau preventif (Stanley & Maddux: 1986). Teori Stimulus Respon mempercayai hasil pembelajaran akibat dari peristiwa (reinfocement) yang menjadikan gerakan fisiologis sebagai aktifitas perilaku. Skinner (1938) merumuskan dugaan atau hipotesis diterima secara luas bahwa frekuensi perilaku ditentukan oleh konsekuensinya atau reinforcement. Asosiasi temporal antara perilaku dan immediately following reward merupakan bagian yang dianggap cukup untuk meningkatkan kemungkinan bahwa perilaku tersebut akan diulang. Dalam pandangan ini, konsep seperti penalaran atau berpikir tidak diperlukan untuk menjelaskan perilaku Skinner (1938).

(13)

22 2. Teori Kognitif (Lewin,1951;Tolman, 1932)

Teori kognitif menekankan peranan dugaan atau hipotesis yang bersifat subjektif dan juga harapan dimiliki oleh individu untuk percaya bahwa perilaku adalah fungsi dari nilai subjektif tersebut memiliki hasil dan probabilitas subjektif atau harapan, bahwa pilihan tindakan tertentu akan mencapai hasil. HBM ini merupakan model kognitif berarti bahwa perilaku individu secara utuh dipengaruhi dari proses kognitif dari dalam dirinya. Proses kognitif individu tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu berupa variabel demografi, karakteristik sosiopsikologis, dan variabel struktural. Variabel demografi terdiri dari kelas, usia, jenis kelamin, sedangkan karakteristik sosisopsikologis meliputi, kepribadian, teman sebaya, dan tekanan kelompok dan variabel struktural merupakan pengetahuan dan pengalaman tentang masalah yang dimiliki individu.

2.4.2 Komponen Health Belief Model

HBM berpatokan pada kepercayaan bahwa perilaku kesehatan ditentukan oleh apakah individu (1) berusaha memandang dan melihat diri mereka rentan terhadap suatu masalah kesehatan, (2) memandang dan melihat sebuah masalah sebagai masalah serius, (3) perasaan yakin akan mendapatkan manfaat dari pengobatan atau upaya pencegahan, (4) berusaha mengenali kebutuhan untuk mengambil sebuah tindakan

(14)

23 dan kendala apapun yang dapat mengganggu sebagai suatu pendekatan pendidikan kesehatan yang didasarkan pada kepercayaan penyakit menyerang (Roberth & Jodi, 2003).

Komponen-komponen Health Belief :

1. Perceived Susceptibility

Perceived Susceptibility adalah anggapan seseorang yang dipercayainya, bahwa penyakit yang dideritanya merupakan sebuah akibat dari suatu perilaku tertentu. Perceived susceptibility memiliki arti yang sama dengan perceived vulnerability yang diartikan sebagai suatu rasa rentan atau kerentanan yang dirasakan yang merujuk pada suatu kemungkinan dimana seseorang dapat terkena suatu penyakit. Perceived susceptibility memiliki hubungan yang bersifat positif dengan perilaku sehat. Jika persepsi kerentanan yang dimiliki individu terhadap suatu penyakit tinggi maka perilaku sehat yang akan dilakukan individu juga tinggi.

2. Perceived Severity

Perceived Severity adalah kepercayaan individu yang bersifat subyektif tentang penyebaran suatu penyakit. Penyebab utamanya adalah perilaku atau kepercayaan tentang seberapa berbahayanya penyakit sehingga seseorang dapat menghindari

(15)

24 perilaku tidak sehat agar tidak menjadi sakit, yang berarti perceived severity pada dasarnya berpatokan pada persepsi seberapa keparahan yang akan diterima individu, artinya bahwa perceived severity memiliki hubungan yang positif dengan perilaku sehat. Apabila persepsi dari keparahan individu tinggi maka ia akan melakukan perilaku sehat.

3. Perceived Benefits

Perceived Benefits adalah kepercayaan tentang keuntungan dari sebuah metode yang disarankan untuk mengurangi resiko penyakit. Perceived benefits bisa diartikan sebagai persepsi keuntungan dan memiliki hubungan positif dengan perilaku sehat.

4. Perceived Barriers

Perceived barriers adalah kepercayaan terhadap harga dari perilaku yang dilakukan. Perceived barriers bisa diartikan sebagai persepsi hambatan atau persepsi berkurangnya kenyamanan saat meninggalkan perilaku tidak sehat, artinya perceived barriers memiliki hubungan negatif dengan perilaku sehat. Apabila persepsi hambatan dalam melakukan perilaku sehat tinggi maka perilaku sehat tidak akan dilakukan.

(16)

25 5. Cues to Action

Cues to action adalah sebuah tindakan secara cepat yang membuat seseorang merasa untuk mengambil suatu tindakan nyata untuk melakukan perilaku sehat. Cues to action bisa diartikan sebagai suatu dukungan atau dorongan dari lingkungan terhadap individu yang melakukan perilaku sehat.

6. Self Efficacy

Self efficacy adalah salah satu hal yang berguna dalam memproteksi kesehatan. Hal ini senada dengan pendapat Rotter (1966) dan Wallston mengenai teori self-efficacy yang penting sebagai kontrol dari faktor-faktor perilaku sehat (Bandura, 1989). Self efficacy dalam istilah umum adalah rasa percaya diri seseorang dalam menjalankan sebuah tugas. Self Efficacy adalah kepercayaan seseorang dalam hal mempersuasi keadaan atau merasa percaya diri dengan perilaku sehat yang dilakukan.

Kebutuhan yang ada dan dirasakan pada setiap individu, memerlukan sebuah tindakan, namun dalam hal melakukan tindakan individu dipengaruhi oleh variabel-variabel yang mempengaruhi persepsi individu dan akibatnya, persepsi dan akibat inilah yag secara tidak langsung memengaruhi perilaku kesehatannya. Faktor yang ada didalamnya mencakup tingkat pendidikan yang dimiliki, perbedaan

(17)

26 kebudayaan, usia, pengalaman pribadi, jenis kelamin dan status ekonomi serta dapat memengaruhi persepsi kerentanan, keparahan risiko, manfaat dan kendala menyerang (Roberth & Jodi, 2003).

2.5 Prespektif Teoritis

Dari Tradisi Sambung Tulang di Desa Waai maka peneliti tertarik untuk meneliti prespektif klien yang sudah pernah melakukan pengobatan atau penyembuhan menggunakan treatment ini. Peneliti akan melakukan penelitian dengan berpatokan pada Tradisi Sambung Tulang atau Topu Bara di Desa Waai Pulau Ambon Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah dilihat dari prespektif Health Belief.

Peneliti akan melakukan penelitian menggunakan 6 komponen yang terdapat dalam Teori Health Belief dan yang dituangkan dalam bentuk pertanyaan secara semiterstruktur untuk menggali sedalam-dalamnya tentang tradisi sambung tulang ini baik dari pelaku penyembuh (pengobat) maupun klien yang datang melakukan pengobatan.

Referensi

Dokumen terkait

Adapun kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Power Otot Tungkai dengan Kemampuan Tendangan (Shooting) sepakbola pada Klub Himadirga Program

6.3.1 Perkosaan. Pelaku menyerang tubuh seorang melalui perbuatan yang berakibat dengan penetrasi, walaupun dalam bentuk yang paling minimal, atas bagian tubuh korban atau tubuh

 Prinsip: memeriksa berat jenis urine dengan alat urinometer  Tujuan: mengetahui kepekatan urine.  Alat

Klasifikasi adalah salah satu tugas yang penting dalam data mining, dalam klasifikasi sebuah pengklasifikasi dibuat dari sekumpulan data latih dengan kelas yang telah di

Perbedaan dengan jurnal penelitian sebelumya oleh Lukman Hidayat dan Dita Muttaqien (2009) adalah bentuk jenis perusahaan sebagai objek penelitian, dimana sebelumnya pada

Dengan teknologi multimedia dapat digunakan sebagai media pembuatan video profil “Vihara Dhama Sundara” yang menjadi media informasi dan promosi agar dikenal oleh masyarakat

Kajian ini telah menunjukkan bahawa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tahap tekanan kerja dengan komitmen dan kepuasan kerja dalam kalangan guru-guru