• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV INDIKASI PERMASALAHAN DAN POSISI PENGELOLAAN SANITASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV INDIKASI PERMASALAHAN DAN POSISI PENGELOLAAN SANITASI"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN SOPPENG

1

BAB IV

INDIKASI PERMASALAHAN DAN

POSISI PENGELOLAAN SANITASI

5.1 AREA BERESIKO SANITASI

Berdasarkan penggabungan data Sekunder , Persepsi SKPD dan data kajian EHRA untuk 8 Kecamatan dengan 28 desa/kelurahan sampel di Kabupaten Soppeng yang menjadi prioritas, diperoleh gambaran area berisiko sanitasi Kab. Soppeng seperti tergambar pada peta di bawah ini.

(2)

BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN SOPPENG

2

Sumber: Hasil Kajian Pokja PPSP Kab. Soppeng, 2012

(3)

BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN SOPPENG

3

Kecamatan Kelurahan Sk or berd as ark an dat a se kun der Sk or ber das ark an pers epsi SK PD Sk or berd as ark an dat a EH R A Sk or y ang dis epaka ti Sk or h as il kun ju ng an la pang an KETERANGAN PERMASALAHAN pembobotan 35.00% 30.00% 35.00% Marioriwawo

Gattareng 3 2 3 2.70 3 air limbah, persampahan

Marioriaja 3 2 3 2.70 3 air limbah, persampahan

Watu 3 2 3 2.70 3 air limbah, persampahan

Marioritengnga 2 1 1 1.35 1 air limbah, persampahan

Goarie 2 1 2 1.70 2 air limbah, persampahan

Barae 1 1 2 1.35 1 air limbah, persampahan ,drainase Mariorilau 2 1 1 1.35 1 air limbah, persampahan ,drainase Tettikenrarae 2 2 1 1.65 2 air limbah, persampahan ,drainase Labessi 2 1 2 1.70 2 air limbah, persampahan ,drainase

Congko 2 1 2 1.70 2 air limbah, persampahan

Watu Toa 2 1 2 1.70 2 air limbah, persampahan

Gattareng Toa 1 1 1 1.00 1 air limbah, persampahan

Soga 2 1 2 1.70 2 air limbah, persampahan

Lalabata

Umpungeng 2 2 4 2.70 3 3 air limbah , persampahan, air bersih Lalabata Rilau 2 2 2 2.00 2 air limbah , persampahan, air bersih

Botto 1 2 1 1.30 1 air limbah , persampahan

Lemba 1 2 1 1.30 1 air limbah , persampahan

Bila 1 2 1 1.30 1 air limbah , persampahan

Mattabulu 2 1 1 1.35 2 2 air limbah , persampahan

Ompo 1 2 1 1.30 1 air limbah, persampahan ,drainase Lapajung 2 2 2 2.00 2 air limbah, persampahan ,drainase

Maccile 3 4 4 3.65 4 PHBS, drainase

Salokaraja 3 2 2 2.35 2 PHBS, drainase

Liliriaja

Timusu 2 2 4 2.70 3 3 air limbah , persampahan

Rompegading 2 3 4 3.00 3 air limbah , persampahan Pattojo 3 3 4 3.35 3 air limbah, persampahan ,drainase Galung 3 3 2 2.65 3 air limbah, persampahan ,drainase Jennae 2 3 2 2.30 3 air limbah, persampahan ,drainase Jampu 2 2 4 2.70 3 3 air limbah, persampahan ,drainase Barang 2 4 4 3.30 3 3 air limbah, persampahan ,drainase

Appanang 3 3 3 3.00 3 air limbah , persampahan

Tabel 5.1

(4)

BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN SOPPENG

4

Sumber : hasil Kajian Pokja PPSP Kab. Soppeng

Dari 70 desa/kelurahan perioritas kegiatan Sanitasi di Kabupaten Soppeng, terlihat bahwa 11 Kelurahan/desa merupakan Kelurahan/Desa berisiko sangat tinggi, 32 desa/kelurahan merupakan

Kecamatan Kelurahan Sk or berd as ark an dat a se kun der Sk or berd as ark an pers epsi SK PD Sk or berd as ark an dat a EH R A Sk or y ang dis epaka ti Sk or h as il kun ju ng an la pang an KETERANGAN PERMASALAHAN pembobotan 35.00% 30.00% 35.00% Ganra

Belo 3 4 4 3.65 4 air limbah, persampahan ,drainase

Ganra 3 4 3 3.30 4 air limbah, persampahan ,drainase

Enrekeng 2 2 4 2.70 3 3 air limbah, persampahan ,drainase Lompulle 3 4 3 3.30 3 air limbah, persampahan ,drainase

Citta

Kampiri 2 4 4 3.30 3 3 air limbah , persampahan

Citta 1 2 2 1.65 2 air limbah , persampahan

Labae 2 3 3 2.65 3 air limbah , persampahan

Tinco 2 2 2 2.00 2 air limbah , persampahan

Lilirilau

Pajalesang 3 4 4 3.65 4 air limbah, persampahan ,drainase Cabenge 3 4 4 3.65 4 air limbah, persampahan ,drainase

Paroto 3 3 4 3.35 3 air limbah , drainase

Palangiseng 2 3 4 3.00 3 3 air limbah , drainase

Tetewatu 1 1 1 1.00 1 persampahan

Abbanuange 1 2 1 1.30 2 air limbah , persampahan

Parenring 3 2 1 2.00 2 2 air limbah , persampahan

Ujung 3 3 4 3.35 3 drainase

Masing 3 2 2 2.35 3 air limbah, persampahan

Baringeng 4 3 4 3.70 4 air limbah, persampahan ,drainase

Kebo 3 4 2 2.95 3 3 air limbah, persampahan ,drainase

Macanre 4 4 4 4.00 4 air limbah, persampahan ,drainase

Donri-Donri

Pesse 3 2 2 2.35 3 air limbah, persampahan

Pising 2 2 4 2.70 3 3 air limbah, persampahan

Labokong 2 3 4 3.00 3 air limbah, persampahan

Donri-Donri 1 2 2 1.65 2 air limbah, persampahan ,drainase

Sering 4 3 4 3.70 3 air limbah, persampahan ,drainase

Lalabata Riaja 2 2 2 2.00 2 air limbah, persampahan ,drainase Tottong 2 2 3 2.35 3 air limbah, persampahan ,drainase Leworeng 2 4 4 3.30 3 3 air limbah, persampahan ,drainase

Kessing 4 4 3 3.65 4 persampahan, PHBS

Marioriawa

Patampanua 2 2 2 2.00 2 air limbah, persampahan ,drainase Panincong 2 2 4 2.70 3 3 air limbah, persampahan ,drainase Tellulimpoe 3 3 4 3.35 3 air limbah, persampahan ,drainase Attangsalo 3 3 2 2.65 3 air limbah, persampahan ,drainase

Kaca 4 4 3 3.65 4 air limbah, persampahan ,drainase

Limpomajang 4 4 3 3.65 4 air limbah, persampahan ,drainase Batu-Batu 4 4 4 4.00 4 air limbah, persampahan ,drainase Manorang Salo 4 3 3 3.35 3 air limbah, persampahan ,drainase Laringgi 3 2 1 2.00 2 2 air limbah, persampahan ,drainase Bulue 3 2 3 2.70 3 air limbah, persampahan ,drainase, air bersih

(5)

BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN SOPPENG

5

kelurahan/desa berisiko Tinggi, 18 desa merupakan desa/kelurahan berisiko Sedang dan 9 desa/kelurahan merupakan desa/kelurahan beresiko rendah. Sementara yang berwarna Biru Langit (desa-desa yang bukan wilayah Studi EHRA) merupakan desa-desa yang berisiko rendah.

Tergambar bahwa dari 11 desa/kelurahan yang masuk kategori berisiko sangat tinggi dan risiko Tinggi, persoalan utama yang menjadi penyebabnya hampir sama dimana penyebabnya merupakan gabungan dari ketiga subsektor sanitasi. Permasalahan utama yang ditemukan yakni belum teraturnya pengelolaan sampah rumah tangga, dimana masyarakat membuang sampah rumah tangga dihalaman, kebun, diselokan atau drainase, kurangnya kesadaran masyarakat untuk BAB sembarangan dan adaya area genangan didaerah tersebut. Disamping itu, di Kota Soppeng, pengelolaan persampahan hanya menjadi prioritas kedua. Tenaga ahli yang masih kurang, perencanaan dan fungsi pengawasan yang sangat lemah serta pendanaan yang tidak proporsional membuat pengelolaan persampahan sangat memprihatinkan dan kurang efisien. Pengumpulan yang tidak memadai, dimulai pada tingkat rumah tangga, sampai wilayah terkecil, kemudian penanganan akhir dari semua produksi sampah yang ada masih belum mengacu pada teknologi karena masyarakat menggunakan sistem buang dan bakar menjadi salah persoalan yang hampir tiap hari terlihat pada lokasi-lokasi yang menjadi perioritas. Disisi lain belum maksimalnya penggunaan IPLT yang memadai baik dari segi peralatan maupun dari sumberdaya pengelola menambah panjang persoalan pada subsektor ini. Intinya adalah bahwa sampah-sampah yang dihasilkan oleh rumah tangga maupun industri kecil di Kabupaten Soppeng tidak ada pengelolaan. Penyebab lainnya adalah belum baiknya saluran drainase sehingga air buangan limbah rumah tangga mengalami kemacetan.

Pada subsektor drainase permasalahannya adalah bahwa pada lembaga yang menangani secara khusus belum tersedia karena selama ini cuma SKPD yang menangani drainase adalah dinas Kebersihan dan Pertamanan dalam hal pemeliharaan dan Dinas PU dalam hal pembangunan sarana. Dokumen-dokumen perencanaan yang menjadi pijakan dalam pengelolaan belum tersedia. Disisi lain partisipasi masyarakat dan swasta belum digerakkan secara optimal yang berakibat pada kesadaran terhadap pentingnya pengelolaan drainase khususnya dan sanitasi pada umumnya masih sangat rendah. Hampir semua daerah berisiko tinggi di Kabupaten Soppeng bermasalah dengan drainase dan tergenang.

5.2 POSISI PENGELOLAAN SANITASI SAAT INI

5.2.1 Kajian dan Opsi Partisipasi Masyarakat dan Gender di Area Prioritas

Pemberdayaan Masyarakat dan Gender adalah sebuah kajian tentang kondisi sanitasi masyarakat yang tanggap terhadap kebutuhan. Tujuan kajian ini adalah untuk memberikan gambaran tentang program/proyek/layanan apa yang sudah dilakukan terkait sanitasi dan hygiene dengan pelibatan masyarakat dan gender oleh SKPD, program yang ada, LSM lokal, komponen desa atau kelurahan dan kelompok masyarakat dan sektor swasta. Manfaat studi kajian ini dalam pengelolaan sanitasi adalah meningkatan kesadaran semua stakeholder terkait (masyarakat, pemerintah dan swasta) mengenai seriusnya masalah sanitasi, memunculkan kebutuhan bagi seluruh masyarakat untuk berkontribusi dalam pelaksanaan program sanitasi, teridentifikasinya daerah setingkat

(6)

BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN SOPPENG

6

desa/kelurahan yang berpotensi terhadap permasalahan sanitasi dan hasil kajian menjadi salah satu dasar penyusunan Buku Putih dan Strategi Sanitasi kabupaten Soppeng

Walaupun diasumsikan posisi masyarakat dalam pengelolaan sanitasi sangat memegang peranan penting, akan tetapi partisipasi masyarakat di Kabupaten Soppeng dalam pengelolaan Sanitasi belum ditempatkan pada porsinya sehigga perannya dalam semua tahapan pembangunan belum optimal. Untuk itu perlu dilakukan kajian untuk mengetahui peran masyarakat dan jender dalam pembangunan sanitasi. Dalam kajian ini masyarakat dijadikan sebagai subyek kegiatan sehingga potret kondisi masyarakat dihasilkan secara obyektif yang pada gilirannya akan menghasilkan strategi sistem pembangunan sanitasi yang efektif. Untuk itu diperlukan pengamatan langsung yang terencana dan komprehensif terhadap kondisi partisipasi masyarakat dan jender dalam pengelolaan sistem sanitasi dalam lingkup kabupaten beserta bagaimana arah pengembangannya di masa depan. Masyarakat diharapkan mampu mengidentifikasi permasalahan terkait dengan sanitasi rumah tinggal dan lingkungan mereka, merencanakan, melaksanakan dan memonitoring serta mengevaluasi kegiatan sanitasi serta melaksanakan melalui kerjasama dengan berbagai pihak.

Konsep partisipasitif dalam pelaksanaan program sanitasi mengandung pengertian bahwa inisiatif pengelolaan sanitasi harus dimulai dari pihak yang terkena efek langsung, dalam ini masyarakat, dan tidak hanya menunggu pemerintah yang menjadi aktor utama. Hal ini membawa dampak positif dimana masyarakat merasa memiliki yang apa yang telah dibangun. Sangat penting karena rasa kepemilikan itu akan berdampak pada keberlanjutan sarana yang terbangun. Dengan keberlanjutan fungsi sarana terbangun akan berdampak pada efisiensi dan efektifitas anggaran yang terpakai dalam pengelolaan sanitasi.

Dari studi yang dilakukan terhadap proyek/program/layanan kegiatan dari pemda terdapat indikasi permasalahan dan opsi pengembangan yang terkait, yaitu masyarakat tidak diajak rembug pada saat perencanaan proyek Sanitasi sehingga kurang ada kesepahaman antara kebutuhan masyarakat dengan rencana pembangunan pemerintah, kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat, belum ada kesadaran tentang manfaat dari pembangunan sanitasi, terbatasnya pendanaan untuk pembiayaan sarana sanitasi dan belum ada kelembagaan di tingkat

desa/kelurahan tentang peduli lingkungan.

Dari kegiatan kajian partisipasi masyarakat dan jender di Kelurahan/ Desa yang mewakili Kelurahan/ desa yang ada di Kabupaten Soppeng dengan melibatkan masyarakat secara langsung diperoleh hasil seperti yang tercantum dibawah ini:

a. Pembangunan dan Kemauan berpartisipasi dan berkontribusi

 Pembangunan terlaksana tapi manfaatnya terkadang bagi masyarakat tidak maksimal karena kurang terpeliharanya sarana yang ada diakibatkan oleh kurangnya rasa memiliki terhadap sarana yang dibangun oleh pemerintah

 Kontribusi masyarakat dalam pembangunan sarana yang bersumber dari APBD belum tampak. Kontribusi masyarakat tak lebih hanya pada proses musrenbang dalam bentuk usulan-usulan kegiatan yang merupakan kebutuhan masyarakat itu sendiri.

 Keinginan masyarakat untuk berkontribusi secara material, tenaga dan finansial sebenarnya ada, hal tersebut tampak pada kegiatan yang bersifat pemberdayaan yang telah terlaksana di

(7)

BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN SOPPENG

7

kabupaten. Kontribusi tersebut bisa dimunculkan melalui sebuah proses pelibatan masyarakat secara penuh bukan saja pada tahapan pengusulan tapi juga pada tahapan perencanaan, pembangunan sampai tahapan monitoring dan evaluasi. Dengan pelibatan tersebut, masyarakat merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap pembangunan sarana tersebut dan ikut berpartisipasi dalam pengelolaan sarana yang terbangun dalam bentuk tenaga, pikiran bahan iuran sehingga saran tersebut memiliki keberlanjutan dalam fungsi dan kegunaannya.

b. Siapa Melakukan Apa dan Pembagian jenis Pekerjaan Berdasarkan Gender

 Ada pola pembagian kerja yang jelas berdasarkan jenis pekerjaan dan keterampilan ataupun tanpa keterampilan antara laki-laki dan perempuan dari semua tingkatan sosio ekonomi terutama dalam pembagian peran di rumah tangga mereka.

 Untuk proses yang terjadi dimasyarakat secara umum, peran lai-laki lebih dominan dalam hal perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di desa/kelurahan.

 Pekerjaan yang membutuhkan keterampilan dominan dikuasai oleh laki-laki sedangkan perempuan hanya pekerjaan yang bersifat pemenuhan kebutuhan logistik, makan dan minum.

 Dalam hal penghargaan juga tampak ada perbedaan dimana pekerjaan laki-laki biasanya di hargai dengan pemberian upah atau gaji sedangkan pekerjaan perempuan bersifat sukarela seperti menyediakan makanan dan minuman.

c. Identifikasi dan klasifikasi kesejahteraan

 Hampir semua rumah tangga yang disurvey memilili jamban walau masih sederhana. Kondisi jamban tergantung dari tingkat kesejahteraan rumah tangga itu yang mana sejalan dengan kondisi penghasilan, kepemilikan, kondisi rumah, pola makan dan jenis pekerjaan.

 Pada umumnya untuk wilayah rumah yang berada dipinggir jalan memiliki akses langsung terhadap sarana drainase lingkungan walaupun ini baru terjadi pada masyarakat perkotaan. Untuk masyarakat perdesaan terutama yang rumahnya tidak berada dipinggir jalan, baik jalan penghubung antar desa maupun jalan intern desa, tidak memiliki akses terhadap drainase lingkungan.

 Kondisi sarana pengelolaan limbah tinja pada umumnya hanya kepada sarana jamban pribadi dimana kondisi perdesaan di kabupaten Soppeng yang tidak terpusat tapi menyebar disepanjang jalan penghubung antar desa atau jalan kabupaten yang menyulitkan program/kegiatan pembangunan jamban komunal.

 Akses terhadap pengelolaan sampah hanya pada daerah perkotaan dan beberapa IKK. Pengangkutan untuk IKK intensitasnya masih terbatas sehingga masyarakat masih membuang sampah di drainase atau sungai. Untuk daerah perdesaan yang tidak terlayani pengelolaan persampahan kabupaten melakukan proses pengelolaan samah tersendiri sesuai dengan kemampuan masing-masing. Untuk klasifikasi kesejahteraan yang paling rendah, pengelolaan dilakukan dengan melakukan pemkabaran sampah di halaman masing-masing.

d. Kondisi dan kesiapan kelembagaan saat ini

 Ada lembaga lokal yang bermanfaat untuk sebagian besar warga dan rutin berinteraksi dengan masyarakat. Walupun lembaga tersebut tidak terkait langsung dengan masalah sanitasi seperti kelompok pengajian, orgaisasi kepemudaan dan organisasi keagamaan yang bisa menjadi corong pemerintah dalam mengsosialisasikan pentingnya kesadaran dalam

(8)

BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN SOPPENG

8

berperilaku bersih dan sehat dan arti penting sanitasi dalam kehidupan bermasyarakat. Adapun kelembagaan yang terkait pengelolaan sanitasi belum tampak dan hanya ada pada desa yang pernah tersentu program pembangunan yang mengedepankan pemberdayaan masyarakat seperti SANIMAS dan Program WES UNICEF.

Hasil kajian ini menunjukkan bahwa walaupun belum terlihat, telah ada kerjasama antar masyarakat baik laki-laki dan perempuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan khususunya dilingkungan mereka. Lembaga-lembaga masyarakat yang ada dalam masyarakat bisa menjadi modal sosial pembangunan daerah. Oleh karena itu, melestarikan dan menumbuhkembangkan lembaga-lembaga yang ada dimasyarakat harus dilakukan secara berkelanjutan dan hal itu butuh kerja keras aparat terkait dalam pengaplikasiannya. Hasil analisa data tersebut diatas, dapat digunakan dalam penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) dan perencanaan pembangunan lainnya.

5.2.2 Media dan Peningkatan Kepedulian Sosial

Sanitasi dan kepedulian masyarakat tidak dapat lepas dari komuniksi dimana dalam komunikasi terdapat pengirim pesan, media komunikasi, pesan yang ingin disampaikan, alat komunikasi yang digunakan serta sasaran komunikasi. Untuk itu dilakukan studi media yang merupakan salah satu studi yang dilakukan oleh Pokja PPSP Kab. Soppeng dalam rangka melengkapi data untuk buku putih. Studi media bertujuan untuk mengetahui pengalaman-pengalaman dan kapasitas pemerintah kota dalam menyelenggarakan kegiatan-kegiatan pemasaran sosial termasuk disini adalah media yang digunakan, jenis kegiatan, isu-isu yang diangkat dan khalayak sasaran, mengetahui pandangan media massa terhadap isu-isu yang diangkat oleh pemda, mengetahui pola pencarian informasi rumah tangga terkait dengan isu-isu kesehatan, mendapatkan informasi mengenai konsumsi dan preferensi media dan kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang potensial menjadi saluran komunikasi sanitasi. Adapun hasil dari studi ini adalah sebagai salah satu bahan menyusun strategi kampanye kepedulian sanitasi, digunakan sebagai dasar perencanaan media untuk kampanye kepedulian sanitasi, media belajar bersama, khususnya bagi Pokja PPSP untuk kegiatan sejenis dimasa mendatang, terinformasinya program pembangunan sanitasi kota kepada narasumber yang diwawancarai.

Pengumpulan data dari SKPD dilakukan dengan cara memberikan kuisoner serta wawancara di masing-masing SKPD yang berhubungan dengan sanitasi. Untuk sanitasi Kabupaten Soppeng, wawancara dilakukan pada narasumber dari 6 SKPD yaitu bagian Humas Setda, Kantor Lingkungan Hidup, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Kesehatan, BPMD dan BAPPEDA.

(9)

BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN SOPPENG

9

SKPD / DINAS HASIL PEMETAAN

Bagian Humas SETDA Tidak SKPD memiliki anggaran sendiri untuk memproduksi materi komunikasi, yang ada yaitu Dinas Kesehatan dan Kantor Lingkungan Hidup. Yang tidak ada bekerja sama dengan bagian Humas SETDA

Alat komunikasi yang digunakan untuk penyebaran informasi adalah: Media Cetak dan elektronik, Banner, Baliho, Leaflet, Spanduk, Papan informasi dan mobil siaran keliling. Kantor Lingkungan Hidup

(KLH) Untuk mensosialisaikan program yang berkaitan dengan kelestarian lingkungan hidup melalui media penyuluhan. Alat komunikasi yang digunakan untuk penyebaran informasi adalah: Media Cetak dan elektronik, Papan informasi, kegiatan/program SKPD.

Dinas Pekerjaan Umum

(DPU) Program yang sedang dilaksanakan adalah sosialisasi program Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) dan SANIMAS di desa/kelurahan terpilih. Untuk mensosialisaikan program SLBM dan SANIMAS tersebut dilakukan pemaparan langsung kepada masyarakat dan tidak bekerjasama dengan media massa lokal.

Melakukan kerjasama dengan SKPD / dinas terkait untuk melakukan sosialisasi bersama pada program sanitasi.

Dinas Kesehatan (Dinkes) Telah melakukan sosialisasi dan kampanye di bidang kesehatan seperti cuci tangan pakai sabun melalui media cetak (Radar Soppeng dan Tribun Timur), siaran keliling serta penyuluhan langsung ke sasaran, selain itu dengan memasang spanduk.

Untuk penyuluhan sanitasi lingkungan dilakukan langsung pada sasaran lokasi Kabupaten Sehat dan desa target ODF.

Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah

Desa (BPMD)

Media yang digunakan untuk mengkampanyekan masalah sanitasi adalah rembug atau pertemuan di desa dalam program PNPM Mandiri dan ADD

Melakukan kerjasama dengan SKPD / dinas terkait untuk melakukan sosialisasi bersama pada program sanitasi.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

(BAPPEDA)

Media yang digunakan untuk mengkampanyekan masalah sanitasi adalah rembug atau pertemuan di desa musrenbang ataupun pertemuan di masyarakat dalam program WISE Konsorsium Save The Cildren, UNICEF dan CARE Internasional

Melakukan kerjasama dengan SKPD / dinas terkait untuk melakukan sosialisasi bersama pada program sanitasi.

Untuk penyuluhan sanitasi lingkungan dilakukan langsung pada sasaran lokasi Kabupaten Sehat .

Pada umumnya sebagian masyarakat sudah pernah mendapatkan informasi mengenai sanitasi. Sumber informasi sanitasi yang sering diterima masyarakat rata-rata berasal dari pemangku kepentingan yang dekat dengan masyarakat yaitu Ketua RT, Ketua RW dan Kepala Desa. Informasi juga didapat dari kader posyandu dan dari puskesmas.

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa narasumber dari SKPD dapat ditarik kesimpulan yaitu:

1. Tidak semua SKPD yang terkait dengan sanitasi memiliki anggaran untuk melakukan kegiatan komunikasi melalui kegiatan pelatihan, sosialisasi, rapat-rapat maupun simulasi. Hal tersebut berkaitan dengan tupoksi masing-masing SKPD. Metode yang digunakan dapat melalui sosialisasi ceramah, pembuatan spanduk-spanduk maupun melalui penyuluhan-penyuluhan. Sementara untuk produksi materi komunikasi, diluar Dinas Kesehatan dan kantor Lingkungan Hidup, SKPD lain bekerja sama dengan Bagian Humas SETDA.

2. Isu yang diangkat oleh SKPD/dinas tergantung dari tupoksi masing-masing dengan metode dan waktu yang berbeda-beda .

3. Tiap SKPD cukup dekat dengan media massa lokal namun masih berdasar kebutuhan. SKPD akan menghubungi media jika diperlukan.

4. Bagian Humas cukup bisa merangkul media massa lokal.

Tabel 5.2

(10)

BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN SOPPENG

10

Bagian Humas tidak memiliki dana khusus untuk program sanitasi, kecuali tahun 2012 melalui Program PPSP, dan informasi diberikan melalui beberapa media antara lain radio dan surat kabar lokal yang berhubungan kegiatan pembangunan Kabupaten Soppeng.

5.2.3 Keterlibatan Sektor Swasta dalam Layanan Sanitasi 5.2.3.1 Sub Sektor Persampahan

Sumber sampah Kabupaten Soppeng diperoleh dari beberapa kawasan, diantaranya dihasilkan dari kawasan perumahan, kawasan perdagangan dan jasa, kawasan perkantoran, rumah sakit serta pasar. Karakteristik penanganan sampah yang dihasilkan oleh kawasan-kawasan tersebut adalah sebagai berikut :

a. Perumahan

Kondisi sampah pada kawasan perumahan pada umumnya tidak dipilah terlebih dahulu, namun langsung diangkut ke tempat pengumpulan sementara yang terletak didekat perumahan. Untuk perumahan di daerah perdesaan pengelolaan persampahan dilakukan secara individu dan pengelolaannya dilakukan dengan pembakaran.

b. Kawasan Perdagangan dan Jasa

Untuk kawasan perdagangan dan jasa, pemilahan sampah tidak dilakukan sehingga sampah yang masuk kedalam TPS merupakan sampah yang tercampur. Pengumpulan sampah di kawasan perdagangan dan jasa langsung diangkut oleh petugas yang kemudian dibawa ke TPS yang berada di kawasan tersebut atau di bakar di tempat.

c. Kawasan Kesehatan

Kondisi sampah pada fasilitas kesehatan di rumah sakit pada umumnya sudah mengalami pemilahan antara sampah medis dan non medis. Untuk sampah medis penanganannya di buang pada tempat sampah khusus seperti incinerator sehingga sampah berbahaya seperti alat suntik dapat langsung dibakar pada suhu tertentu. Sedangkan di puskesmas pengelolaan samapah masih seperti pengelolaan dirumah-rumah. Bahkan belum ada pemisahan antara jenis sampah. d. Pasar

Proses penanganan sampah dari pasar di perkotaan, sampah dikumpulkan pada TPS kontainer yang terdapat di lingkungan pasar, kemudian di bawa ke TPS Kubba. Untuk pasar sentral Watansoppeng sudah ada incenarator yang merupakan hasil kerja sama antara Pemerintah Kabupaten Soppeng dengan Yayasan Danamon Peduli (Bank Danamon).

Berdasarkan catatan unit pengelola TPA, metode penampungan sampah masih menggunakan open dumping. Saat ini diperkirakan ada sekitar 43 orang pemulung yang beroperasi di TPA. Para pemulung tersebut diperkirakan bisa mengurangi sampah TPA sekitar 4,4% dari volume sampah yang masuk TPA.

Partisipasi pihak swasta dalam pengolahan sampah di Kabupaten Soppeng baru pada level pengepul dimana pada umumnya pihak swasta ini mengumpulkan sampah non organik baik yang bersumber dari rumah tangga maupun dari fasilitas umum dan kawasan perdagangan dan jasa (hotel, restoran dan lain-lain) yang memiliki nilai jual. Bedasarkan hasil kajian partisipasi sektor swasta dalam penanganan sampah Kabupaten Soppeng belum memasuki pada tatanan formal. Pihak pemerintah belum mengagendakan adanya kerja sama formal yang dituangkan dalam suatu

(11)

BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN SOPPENG

11

kontrak kerja. Melalui kajian ini diharapkan akan muncul sebuah inspirasi yang lebih memungkinkan adanya sinergi secara formal antara pihak pemerintah dengan sektor swasta setempat, khususnya dalam penanganan sampah

5.2.3.2 Sub Sektor Air Limbah dan Drainase Lingkungan

IPLT telah ada di TPA Kubba yang terletak di Kecamatan Lalabata namun hanya melayani pendistribusian lumpur tinja dari truk penyedot milik pemerintah daerah. Belum ada pengusaha swasta yang memanfaatkan IPLT untuk mengelola lumpur tinja yang disedot dari septik tank. Kabupaten Soppeng hingga saat ini hanya memiliki satu unit armada pengurasan septik tank, yang dikelola oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Soppeng.

Untuk pengelolaan drainase lingkungan belum ada pihak swasta yang terlibat dalam pengelolaannya. Pembangunan sarana drainase masih di tangani oleh pemerintah daerah, begitupun pemeliharan dan kebersihan drainase untuk kawasan Kota Watansoppeng masih ditangani oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan serta Dinas PU Kabupaten Soppeng. Untuk kawasan perdesaan sarana drainase dalam hal menjaga kebersihannya terkadang dilakukan oleh masyarakat yang berada disekitar lingkungan dimana drainase lingkungan itu berada.

(12)

BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN SOPPENG

12

Adapun untuk melihat bagaimana posisi pengelolaan Sanitasi di Kabupaten Soppeng saat ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Sumber: Kajian Pokja. 2012

Gambar 5.1

Posisi pengelolaan sanitasi Kabupaten Soppeng

POSISI ANGGARAN TAHUN 2011

POSISI ANGGARAN SANITASI TERHADAP APBD TOTAL

POSISI ANGGARAN SUBSEKTOR SANITASI TERHADAP ANGGARAN SANITASI TOTAL

POSISI ANGGARAN TAHUN 2012

PELAKU DAN PERAN (TAHUN 2012)

(13)

BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN SOPPENG

13

Pada tahun 2012, total anggaran sanitasi di Kabupaten Soppeng sebesar Rp. 5,162,374,598.- yang berasal dari berbagai sumber yakni APBD II APBD I dan APBN. Dari total dana tersebut terdistribusi dalam subsektor persampahan, drainase, air limbah. Diagram diatas menggambarkan proporsi anggaran pada masing-masing subsektor sanitasi. Anggaran subsektor air limbah lebih tinggi dari anggaran subsektor persampahan dan drainase. Kondisi ini diakibatkan oleh beberapa kegiatan dibidang air limbah pada tahun 2012 terutama pada pembangunan MCK dan MCK Plus. Sementara anggaran persampahan tahun 2012 yaitu pada pengadaan alat berat untuk melengkapi TPA Kubba. Anggaran dari APBD II masih sangat minim dan lebih banyak membiayai kegiatan non fisik diantaranya anggaran untuk penyusunan Buku putih Sanitasi dan SSK Kabupaten Soppeng, dana sosialisasi penyehatan masyarakat dan penyehatan lingkungan.

Untuk pelaku kegiatan pengelolaan sanitasi di Kabupaten Soppeng masih sangat didominasi oleh pemerintah, sementara peran serta sektor swasta maupun masyatakat masih sangat minim. Peran swasta hanya ada di Sub sektor persampahan dimana ada kerjasama antara pemerinta daerah dengan Yayasan Danamon Peduli untuk pengelolaan persampahan pasar di Kota Watansoppeng. Pemerintah berperan mulai dari proses perencanaan, pengadaan sarana dan prasarana, pengelolaan sanitasi dan monitoring. Pada tataran perencanaan, masyarakat hanya terlibat pada proses pengusulan kebutuhan masyararakat dalam musrenbang pada tingkat desa, kecamatan maupun Kabupaten. Oleh karena itu, kedepan peran masyarakat dan dunia swasta lebih ditingkatkan dengan kerjasama secara formal dengan swasta maupun pelibatan masyarakat dalam setiap agenda pembangunan sanitasi yang dilaksanakan di kabupaten Soppeng. Dengan demikian pemerintah dapat mengoptimalkan peran masyarakat dan swasta melalui pemberdayaan, peningkatan kapasitas kelembagaan yang tumbuh dan berkembang ditengah masyarakat sebagai modal sosial bagi pengelolaan sanitasi.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian yang saya lakukan menunjukan bahwa (1) tradisi sekaten di Keraton yogyakarta adalah sebuah perayaan yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga untuk memperingati

Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan adanya kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat

Adalah satu tatacara menyusun dan mengolah elemen landskap seperti tumbuhan dalam satu kombinasi yang sesuai, menarik dan berfungsi.. Dalam reka bentuk landskap, satu atau

Dalam pembuatan suatu program kita diharuskan untuk terlebih dahulu membuat suatu urutan langkah pemecahan dalam bentuk diagram yang biasanya disebut

Setelah melakukan refleksi kekurangan yang terjadi disiklus I dan merancang pembelajaran kembali dengan memperbaiki kelemahan pada siklus I maka hasil temuan penelitian

Mengenai masalah yang disebutkan ayat di atas, Ibnu Hazm berkata bahwa semua itu merupakan perintah yang tegas dan jelas tidak mengandung hal-hal yang memerlukan

Dari hasil uji t diketahui nilai sig.(t) sebesar 0,1906 lebih besar dari 0,05, maka H0: β 3 = 0 gagal ditolak, yang berarti bahwa PDRB per kapita tidak memiliki pengaruh

Respons Pergerakan Harga Sahan Syariah (FHSI) terhadap Shock Fed Rate (FED) Guncangan yang terjadi pada tingkat suku bunga Fed rate (FED) direspons positif oleh FHSI dengan