TIM POKJA SANITASI V-85
INDIKASI PERMASALAHAN DAN POSISI
PENGELOLAAN SANITASI SAAT INI
BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN MANGGARAI
Sektor sanitasi merupakan salah satu sektor pelayanan publik yang mempunyai kaitan erat dengan kesehatan masyarakat. Rendahnya kualitas sanitasi menjadi salah satu faktor bagi menurunnya derajat kesehatan masyarakat. Untuk terwujudnya kualitas lingkungan yang sehat, perlu diperhatikan masalah drainase, persampahan dan air limbah, serta dilengkapi dengan penyediaan air bersih.
Untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi sanitasi di Kabupaten Manggarai, maka perlu dilakukan suatu studi/survey. Disamping itu, gambaran sanitasi juga dapat dilihat dari data sekunder yang merupakan hasil dokumentasi dari SKPD penyelenggara dibidang ke-sanitasi-an. Diharapkan melalui pendekatan tersebut kita dapat memetakan area beresiko diwilayah Kabupaten Manggarai melalui konsep strategi perencanaan pembangunan sanitasi yang responsif dan berkelanjutan.
5.1 AREA BERESIKO SANITASI
Kondisi sektor sanitasi di Kabupaten Manggarai secara umum belum optimal. Hal ini mencerminkan bahwa sektor sanitasi masih mengandalkan peran pemerintah dalam hal penanganannya. Disisi lain peran stakeholder lainnya masih jauh dari harapan. Ditambah lagi dengan kurang mendukungnya tingkat kesadaran masyarakat.
Hasil studi EHRA bahwa tingkat resiko sanitasi di Wilayah Kabupaten Manggarai berdasarkan lima cluster yang telah ditetapkan menunjukan bahwa pada cluster 4 dan 2 merupakan daerah yang tingkat resikonya sangat tinggi. Pada cluster 3 dan cluster 0 tingkat resiko sanitasinya tinggi. Tingkat resiko yang rendah terdapat di cluster 1. Sedangkan berdasarkan data sekunder tingkat area beresiko bervariasi pada masing-masing cluster. Pada cluster 4, 3 , 2, dan cluster 1 tingkat area beresikonya mulai dari sangat tinggi sampai sangat rendah. Disis lain berdasarkan penialaian atau persepsi SKPD area beresiko yang sanga tinggi hanya terdapat di cluster 0, sedangkan untuk daerah beresiko tinggi terdapat pada cluster 2, dan yalng lainnya rata-rata sama .Gambaran Lengkap tentang area tingkat beresiko pada masing-masing cluster terlihat pada tabel berikut.
TIM POKJA SANITASI V-86
CLUSTER NILAI IRS SKOR EHRA SKOR SEKUNDER
CLUSTER 4 283 4,0
Kelurahan Wangkung 3 1
CLUSTER 3 263 3,0
Kelurahan Mata Air 4 1
Desa Ketang 2 1
Desa Bangka Lelak 1 1
Desa Hili Hintir 2 1
Desa Papang 3 1
Desa Bangka Ajang 4 2
CLASTER 2 286 4,0
Kelurahan Pau 4 1
Kelurahan Pitak 3 2
Kelurahan Wae Belang 2 3,0
Desa Bangka Ruang 2 3,0
Desa Ponggeok 4 1
Desa Satar Lenda 2 2
,
CLUSTER 1 194 1,0
Kelurahan Pagal 4 1
Desa Compang Ndehes 2 2
CLUSTER 0 260 3,0
Desa Golo Woi 2 4
SKOR PERSEPSI SKPD
Tabel 5.1 Area Beresiko Atas Dasar Studi EHRA , data Sekunder dan persepsi SKPD
Dari data pada tabel tersebut di atas terdapat perbedaan tingkat resiko antara data hasil studi EHRA, dan data sekunder. Perbedaan ini disinyalir karena variabel yang digunakan pada studi EHRA merupakan rata-rata dari variabel yaitu sumber air bersih, pengolahan limbah domestik, persampahan, daerah genangan air dan PHBS. Sedangkan parameter data sekunder dan meliputi kepadatan penduduk, rumah tangga miskin, sumber air bersih, pengolahan limbah domestik, persampahan dan daerah genangan air. Perbedaan parameter pada kedua data tersebut terletak pada parameter kepadatan penduduk, rumah tangga miskin, dan PHBS.
5.1.1 Pengelolaan Komponen Terkait Sanitasi A. Air Minum Bersih
Variabel yang diukur terkait dengan air minum bersih pada studi EHRA meliputi sumber air terlindungi, penggunaan sumber air tidak terlindungi dan kelangkaan air. Variabel ini mau mencerminkan apakah penggunaan dan ketersediaan air minum bersih baik kualitas maupun kuantitas tersedia sepanjang tahun.
TIM POKJA SANITASI V-87 Gambaran tentang kondisi air minum bersih hasil studi EHRA sebagaimana terlihat pada grafik
berikut.
Dari grafik tersebut di atas dapat dilihat bahwa pada semua cluster penggunaan sumber air baik yang tercemar maupun yang tidak terlindungi masing-masing sebesar 19,9 % s/d 25% menggunakan air tercemar dan yang tidak terlindungi sebanyak 19,1% s/d 24,4%. Sedangkan tingkat kelangkaan air sebanyak 10% s/d 24,7%
B. Air Limbah Domestik
Sasaran utama terkait dengan air limbah domestik pada studi EHRA adalah pengelolaan dan pengolahan meliputi ketersediaan tangki septik, saluran pembuangan air limbah dan dampak air limbah domestik terhadap pencemaran lingkungan. Gambaran tentang kondisi air limbah domestik hasil studi EHRA sebagaimana terlihat pada grafik berikut
Dari grafik tersebut di atas dapat dilihat bahwa pada semua cluster terdapat kasus pencemaran akibat air limbah domestik ( grey water) antara lain air limbah dapur, air dari kamar mandi yang mengalir pada Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL). Besaran tingkat pencemarannya berkisar antara 28,6 % s/d 32,5%. Pencemaran yang terbesar pada cluster 4 diikuti cluster 0 pada posisi kedua. Dan yang terkecil
TIM POKJA SANITASI V-88 pada cluster 2 sebesar 28,6%. Pencemaran air limbah domestik pada SPAL cukup beralasan mengingat
sistem yang selama ini kita anut adalah on site (Sistem Terbuka) yaitu limbah yang langsung ke selokan , saluran drainase atau sungai karena tidak memiliki septik tank sebagai penampung sementara. Sementara untuk pengelolaan dan pengolahan air limbah padat (black water/tinja) pada semua cluster menunjukan tingkat ketidaknyamanan bervariasi mulai dari 1,7% s/d 10,6%. Yang terbesar pada cluster 2 sebesar 10,6% diikuti dengan cluster 3 yaitu 7,5%. Sedangkan yang terkecil pada cluster 0 sebesar 1,7%. Keadaan ini cukup beralasan mengingat hasil kunjungan lapangan menunjukan bahwa terdapat sistem penampungan air limbah padat (black water/tinja) pada masyarakat dengan sistem cepluk.
C. Persampahan
Pelayanan persampahan di Wilayah Kabupaten Manggarai masih terbatas pada ibukota kabupaten yaitu Kecamatan Langke Rembong. Pelayanan tersebut hanya mencakupi 7 kelurahan dari 11 kelurahan yang ada meliputi Kelurahan Mbaumuku, Pitak, Wali, Watu, Tenda, Pau, dan Kelurahan Lawir. Sedangkan untuk wilayah desa/kelurahan dikecamatan lainnya pengelolaan sampah oleh masyarakat masih bersifat konvensional dengan sistem pembakaran / dibuang langsung ke selokan atau sungai tanpa melalui proses pengolahan. Kondisi ini tentunya berdampak pada pencemaran lingkungan.
Hasil studi EHRA dan pengamatan lapangan menunjukan bahwa tidak terdapat kegiatan pengolahan sampah pada semua cluster artinya penanganan sampah bersifat konvensional yaitu dibakar/dibuang keselokan/sungai. Khusus untuk Kecamatan Langke Rembong pengelolaan sampah hanya bersifat proses pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan ke Tempat Pembuangan Akhir. Grafik berikut menunjukan pengelolaan persampahan Kabupaten Manggarai.
TIM POKJA SANITASI V-89 Dari grafik diatas dapat dijelaskan sbb :
1. Kegiatan Pengelolaan Sampah
- Pada cluster 0, cluster 1 dan cluster 4, kegiatan pengelolaan sampah masing-masing sebesar 25%. Kegiatan dimaksud antara lain pengumpulan sampah oleh masing-masing rumah tangga, untuk selanjutnya dibuang atau ditanam/dibenam pada selokan / lubang sampah.
- Pada cluster 2, kegiatan pengelolaan sampah sebesar 24,2%. Kegiatan dimaksud antara lain pengumpulan sampah oleh masing-masing rumah tangga, termasuk yang dikelola oleh BLHD untuk selanjutnya dibuang atau ditanam/dibenam pada selokan / lubang sampah/TPA
- Pada cluster 3, kegiatan pengelolaan sampah sebesar 24,9%. Kegiatan dimaksud antara lain pengumpulan sampah oleh masing-masing rumah tangga, untuk selanjutnya dibuang atau ditanam/dibenam pada selokan / lubang sampah
2. Frekuensi Pengangkutan Sampah
Frekunsi pengangkutan sampah hanya terjadi di Kecamatan Langke Rembong yang tergabung pada cluster 2 sebanyak 12,5% untuk selanjutnya dibuang pada TPA.
3. Ketepatan Waktu Pengangkutan Sampah
Ketepatan waktu dalam hal pengangkutan sampah hanya terjadi di Kecamatan Langke Rembong yang tergabung pada cluster 2 sebanyak 18,8% untuk selanjutnya dibuang pada TPA.
4. Pengolahan Setempat
Prosentase pengolahan sampah pada semua cluster bervariasi antara 20,6% - 23,8%. Pengolahan sampah dimaksud antara lain untuk skala rumah tangga dilakukan dengan cara penguburan atau pembakaran sebagai sumber pupuk. Sedangkan untuk kecamatan Langke Rembong pengolahan dimaksud berdasarkan pengamatan lapangan dilakukan pemilahan dan pengumpulan sampah dilokasi TPA yang masih bermanfaat oleh sekelompok pemulung yang tidak terorganisir.
. D. Daerah Genangan Air
Kondisi terjadinya genangan air pada suatu kawasan merupakan dampak daripada sistem pembuangan yang kurang memadai, adanya perilaku masyarakat yang membuang sampah pada saluran yang terbangun.Genangan air di Kabupaten Manggarai belum merupakan permasalahan yang mendesak untuk resiko sanitasi karena topografi yang berbukit-bukit sehingga air hujan lebih mudah mengalir dan disamping itu karena permukiman yang belum terlalu padat, sehingga jarang terjadi banjir akibat genangan air. Dari hasil studi EHRA rata-rata dari kelima cluster sebesar 29,18% responden beranggapan ada genangan air, walaupun kategori genangan yang dimaksud tidak termasuk kedalam kategori yang ditentukan oleh studi EHRA yaitu genangan air yang berjam-jam dengan ketinggian rata-rata 1 meter.
TIM POKJA SANITASI V-90 E. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Secara umum, Kesadaran mayarakat atas Pola Hidup Bersih dan Sehat di Kabupaten Manggarai masih sangat rendah. Data studi EHRA menunjukan bahwa tingkat kesadaran masyarakat tersebut hanya sebesar 24,5%. PHBS selanjutnya tergambar dalam grafik berikut ini.
TIM POKJA SANITASI V-91 Dari grafik diatas terlihat bahwa prosentase kesadaran masayarakat atas BABS masih sangat rendah
yaitu berkisar antara 18,2% - 21,9%. Artinya bahwa sebagian besar masyarakat masih BABS di sembarangan tempat yang disebabkan karena belum tersedianya fasilitas.
Berdasarkan uraian tersebut diatas kondisi area beresiko Kabupaten Manggarai dari hasil studi EHRA secara keseluruhan adalah sebagai berikut:
Kondisi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat yang masih sangat rendah dimana resiko PHBS mencapai angka 63% merupakan suatu hal yang paling mendasar dihadapi oleh masyarakat di Kabupaten Manggarai.
Permasalahan yang paling mendasar yaitu penanganan sumber air minum yang digunakan oleh masyarakat untuk kebutuhan sehari-harI presentase resiko rata-rata 65%, pengelolaan persampahan 64 %, dan diikuti oleh limbah dometik 63%. Sedangkan berkaitan dengan masalah genangan air presentasenya sangat kecil yaitu sebesar 29% sejalan dengan tata letak kawasan permukiman yang berada pada dataran lebih tinggi. Area beresiko sanitasi Kabupaten Manggarai dapat dilihat pada peta berikut (Peta 5.1).
TIM POKJA SANITASI V-92
PETA AREA BERESIKO
Resiko Sangat Tingggi
Resiko Tinggi
Resiko Rendah
Resiko Sangat Rendah
L E G E N D A
TIM POKJA SANITASI V-93 Tabel 5.1 Area Beresiko Sanitasi dan Penyebab Utamanya
No Area Beresiko Wilayah Prioritas Penyebab Utama Risiko
1 Resiko 4 Satar Mese
Pengolahan dan akses air limbah domestiknya rendah Tidak Ada Pengelolaan Persampahan
PHBSnya rendah
Satar Mese Barat Pengolahan dan kses air limbah domestiknya rendah Jumlah Rumah Tangga Miskin Yang cuku tinggi khususnya didesa Satar Ruwuk dan Nao
Langke Rembong
Pengolahan limbah yang rendah
Pengelolaan sampah yang belum optimal
Akses air bersih yang belum optimal dan PHBSnya rendah
Ruteng
Pengolahan dan akses air limbah domestiknya rendah Akses air bersih yang belum optimal dan PHBSnya rendah
Lelak
Gelong, Nati Pengolahan dan akses air limbah domestiknya rendah Akses air bersih yang belum optimal dan PHBSnya rendah
Rahong Utara
Pengolahan dan akses air limbah domestiknya rendah Akses air bersih yang belum optimal dan PHBSnya rendah
Cibal
Pengolahan dan akses air limbah domestiknya rendah Akses air bersih yang belum optimal dan PHBSnya rendah
Reo
Pengolahan dan akses air limbah domestiknya rendah Akses air bersih yang belum optimal dan PHBSnya rendah
Resiko 3 Satar Mese Pengolahan dan akses air limbah domestiknya rendah Akses air bersih yang belum optimal dan PHBSnya rendah
Satar Mese Barat
Pengolahan dan akses air limbah domestiknya rendah Akses air bersih yang belum optimal dan PHBSnya rendah
Langke Rembong
Pengolahan dan akses air limbah domestiknya rendah Akses air bersih yang belum optimal dan PHBSnya rendah Pengelolaan sampah yang belum optimal
Ruteng
Pengolahan dan akses air limbah domestiknya rendah Akses air bersih yang belum optimal dan PHBSnya rendah
Wae Ri'i
Pengolahan dan akses air limbah domestiknya rendah Akses air bersih yang belum optimal dan PHBSnya rendah
Lelak Pengolahan dan akses air limbah domestiknya rendah Urang Akses air bersih yang belum optimal dan PHBSnya rendah
Rahong Utara
Pengolahan dan akses air limbah domestiknya rendah Akses air bersih yang belum optimal dan PHBSnya rendah
Cibal
Pengolahan dan akses air limbah domestiknya rendah Akses air bersih yang belum optimal dan PHBSnya rendah
Reok
Pengolahan dan akses air limbah domestiknya rendah Akses air bersih yang belum optimal dan PHBSnya rendah Beo Rahong, Kakor,
Rai, Wae Belang, Meler, Golo Worok, Pong Leko, Pung Murung, Poco Likang
Lalong, Bangka Jong, Ndehes, Wae Ri'i, Longko, Ranaka, Golo Mendo, Golo Cador, Poco, Golo Wua, Golo Watu, Ranggi
Pong Lengor, Dimpong, Tengku Lese, Golo Langkok, Compang Dari, Liang Bua, Benteng Tubi, Manong, Bangka Ruang, Wae Mantang Desa Latung, Wae Renca, Langkas, Lando, Bea Mese, Compang Cibal, Lenda, Pagal, Rado,
Wae Kajong, Torong Koe, Watu Tango, Bajak, Wangkung, Robek, Para Lando Waso, Crep, mbaumuku, Lawir Tal, Paka, Ponggeok, Ngkaer
Ruwuk, Todo, Popo, Nao
Akses air bersih yang masih rendah khusus di Desa Nao dan PHBSnya rendah
Watu, Tenda, Karot, Pitak, Wali
Bulan, Cumbi, Belang Turi, Benteng Kuwu
Desa Bangka Ajang dan Buar
Desa Nenu, Gapong, Perak, Kentol, Bangka Ara, Riung
Ruis, Mata Air, Reo, Baru, Watu Buar, Rura, Toe, Lemarang
Legu, Langgo, Koak, Lunggar, Golo Muntas, Gara, Wae Ajang, Wewo, Mocok, Umung, Papang, Pongkor,
Nuca Molas, Ceka Luju, Renda, Gulung