• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan penghasil minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) terbesar di dunia dengan produksi sebesar 25,4 juta metrik ton pada tahun 2012, yang sebagian besar (65%) masih diekspor sebagai bahan mentah (raw material), dan selebihnya (35%) digunakan untuk kebutuhan di dalam negeri sebagai bahan baku pembuatan minyak goreng, margarin, shortening dan biodiesel. Selain itu digunakan juga untuk pembuatan fatty acid, fatty alcohol dan gliserin yang juga pada akhirnya diekspor (Nurmayanti, 2013).

CPO merupakan salah satu sumber karotenoida alami, yang mengandung 500-700 ppm karotenoida atau sekitar 0,5-0,7 kg karotenoida per ton CPO (Nwankwere, E.T et al., 2012), sehingga CPO merupakan sumber provitamin A yang sangat potensial, namun ironisnya, menurut data Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2012, ada sejumlah 1,5 % atau 3,6 juta orang penduduk Indonesia yang masih menderita penyakit mata karena kekurangan vitamin A, sehingga karotenoida yang ada dalam CPO tersebut sangat perlu dimanfaatkan. Karotenoida yang mengandung sekitar 80 persen β-karoten dapat juga berfungsi sebagai antioksidan, pencegah pertumbuhan sel kanker, pencegah penuaan dini dan meningkatkan kekebalan tubuh. Selain itu karotenoida ini juga digunakan dalam industri pangan sebagai bahan nutrisi dan bahan pewarna pangan, dalam industri farmasi sebagai bahan obat-obatan dan dalam industri kosmetik digunakan sebagai bahan kecantikan (May, 1994). Dari uraian ini jelas bahwa karotenoida memberikan manfaat yang sangat besar dalam kehidupan manusia, sementara sumbernya melimpah di dalam negeri sehingga sudah saatnya karotenoida dalam CPO tersebut dimanfaatkan untuk kepentingan sebesar-besarnya bagi rakyat Indonesia.

Namun kenyataannya bahwa pada proses pengolahan CPO menjadi minyak goreng diperkirakan sekitar 80 % karotenoida rusak dan terbuang menjadi limbah karena pemakaian tanah pemucat (bleaching earth) dan proses yang berlangsung pada suhu tinggi (> 240 oC). (Simone M. Silva., 2013). Oleh karena itu perlu dicari upaya untuk mengambil karotenoida dari CPO tersebut sebelum diolah lebih lanjut menjadi minyak goreng maupun produk oleokimia lainnya sehingga karotenoida tersebut tidak terbuang secara percuma.

(2)

Berbagai usaha yang telah dilakukan untuk memperoleh karotenoida tersebut dari CPO antara lain:

a. Metode ekstraksi, yaitu dengan mengekstraksi karotenoida dari minyak sawit didalam larutan KOH / etanol, dengan menggunakan pelarut campuran petroleum eter dan aseton, selanjutnya karotenoida dipisahkan secara kolom kromatografi (Sahidin, dkk, 2001). Pada proses ini bahan baku CPO telah berubah menjadi ester sehingga tidak dapat digunakan lagi sebagai bahan baku pembuatan minyak goreng. Selain itu ada juga metode ekstraksi menggunakan CO2 fluida superkritis namun memerlukan energi yang besar sehingga kurang menguntungkan (Davarnejad, R., et al 2008).

b. Metode distilasi, dilakukan dengan terlebih dahulu mentransesterifikasi CPO menjadi ester, selanjutnya ester yang terbentuk di distilasi, distilatnya mengandung 30.000 ppm karotenoida. (Batistella, 1998),

c. Metode teknologi membrane, dalam proses ini etil ester yang mengandung karotenoida dilewatkan melalui membran polimer (NP 10) dengan tekanan, namun biaya pembuatan membrane tersebut sangat mahal sehingga dibutuhkan biaya tinggi (Ming, CC, 2009). d. Metode adsorpsi yaitu metode yang mengggunakan adsorben untuk mendapatkan karotenoida dari dalam CPO (Baharin, BS, 1998; Serlahwaty, D, 2007; Karlina, 2011; Simone, 2013, Jean Baptiste, BM., et al., 2013; Egbuna, SO, 2014). Pada metode ini karotenoida yang terkandung dalam CPO akan berinteraksi dengan adsorben yang digunakan untuk mengikat karotenoida tanpa terjadinya reaksi kimia sehingga CPO yang digunakan tidak berubah secara kimiawi. Selain itu proses adsorpsi dapat dilakukan pada suhu kamar sehingga tidak membutuhkan enegi yang tinggi.

Beberapa jenis adsorban yang pernah digunakan adalah (i) adsorban alami seperti bentonit, tanah liat, zeolit, dan oksida logam seperti MnO, PbO, CrO, MgO dan CaO. (Jean Baptiste, BM., et al., 2013 dan Egbuna, S.O, 2014), (ii) adsorban semi sintetis seperti abu sekam padi, karbon aktif, silika gel, bleaching earth, dan alumina, (iii) bahan adsorben termodifikasi seperti misalnya zeolit yang dimodifikasi dengan ion-ion logam golongan IA dan IIA, ataupun logam transisi seperti Fe dan (iv) adsorben sintesis yang umumnya berupa resin berpori tinggi misalnya kopolimer stirena divinil benzena (diaion HP 20) yang bersifat nonpolar dan nonionik.(Baharin, BS, 1998). Disamping itu ada juga adsorben sintesis yang dimodifikasi

(3)

seperti yang dilaporkan oleh Karlina yaitu dengan memfungsionalisasi polistirena dengan gugus kalsium sulfonat. Adsorben kalsium polistirena sulfonat tersebut telah digunakan untuk mengadsorpsi karotenoida dari metilester minyak sawit yang mengandung 3,4 % karotenoida dan karotenoida yang terserap pada adsorban tersebut didesorpsi menggunakan pelarut n-heksana menghasilkan konsentrat dengan kandungan karotenoida sebesar 116.000 ppm. (Karlina, 2011).

Tingginya daya adsorpsi pada adsorben kalsium polistirena sulfonat tersebut diperkirakan disebabkan karena adsorben tersebut mengandung sekaligus gugus nonpolar (hidrokarbon) yang dapat berinteraksi dengan karotenoida yang bersifat nonpolar dan gugus polar yaitu adanya logam kalsium yang mempunyai orbital d kosong yang dapat berinteraksi dengan ikatan rangkap dari karotenoida tersebut. Dalam hal ini densitas elektron orbital π dari ikatan rangkap karotenoida diberikan kepada orbital d logam kalsium, sehingga dengan demikian semakin banyak karotenoida yang terikat pada adsorben tersebut (Shriver, 1999; Nilson, A dan L.G. Peterson, 2008). Interaksi antara gugus nonpolar dari adsorben dengan karotenoida yang nonpolar dan interaksi antara gugus polar dari adsorben yaitu logam Ca dengan ikatan rangkap dari karotenoida tersebut dapat digambarkan pada Gambar 1.1 sebagai berikut.

Gambar 1.1 Interaksi antara gugus nonpolar dan gugus polar dari adsorben dengan karotenoida.

(4)

Dari uraian tersebut di atas sangatlah menarik untuk mempelajari lebih lanjut tentang adsorpsi karotenoida dalam CPO oleh adsorben polistirena sulfonat yang mengandung logam- logam golongan IIA lainnya seperti Mg, Sr dan Ba. Adsorpsi karotenoida ini dipengaruhi oleh jenis pelarut yang digunakan karena CPO juga mengandung senyawa yang mempunyai ikatan rangkap seperti gugus oleat yang kemungkinan juga dapat berinteraksi dengan orbital d logam yang digunakan sehingga terjadi persaingan antara ikatan rangkap karotenoida dan ikatan rangkap gugus oleat dari CPO terhadap logam tersebut. Oleh karena itu perlu dicari pelarut sedemikian sehingga CPO yang mengandung gugus oleat besar kelarutannya sementara karotenoida kurang larut dalam pelarut tersebut sehingga karotenoidanya lebih mudah berinteraksi dengan orbital d kosong dari logam tersebut. Karotenoida yang terikat kepada logam tersebut selanjutnya didesorpsi dari adsorben tersebut untuk mendapatkan konsentrat karotenoida menggunakan pelarut lain yaitu pelarut yang kelarutan karotenoidanya besar.

Disamping itu juga menarik untuk membandingkan adsorban garam polistirena sulfonat ini dengan adsorban jenis lainnya yang juga mengandung gugus nonpolar dan gugus polar seperti garam natrium amberlit IR 120. Logam Na pada natrium amberlit 120 tersebut dapat disubstitusi dengan logam-logam golongan IIA yaitu Mg, Ca, Sr dan Ba, sehingga diperoleh adsorben yang mirip dengan garam polistirena sulfonat di atas.

1.2Perumusan Masalah

Dalam penelitian ini yang diangkat menjadi permasalahan adalah:

• Bagaimana kecenderungan daya adsorpsi garam amberlit (M-amberlit) dan garam polistirena sulfonat (MPSS) dari (M=Na, Mg, Ca, Sr hingga Ba) dan bagaimana kecenderungan daya desorpsinya untuk mendapatkan konsentrat karotenoida.

• Bagaimana pengaruh konsenterasi CPO dalam pelarut yang digunakan terhadap daya adsorpsi dan desorpsi tersebut

1.3 Tujuan Penelitian

Dalam rangka untuk mendapatkan karotenoida dengan kadar tinggi dari CPO yang digunakan didalam industri pangan, farmasi dan kosmetik, maka dikembangkan suatu metode adsorpsi untuk pemisahan karotenoida dari CPO. Dalam kesempatan ini dilakukan sintetis

(5)

adsorban garam polistirena sulfonat dan garam amberlit IR 120 dengan M= Mg, Ca, Sr dan Ba. Selanjutnya digunakan untuk mengadsorpsi karotenoida dalam CPO dan mendesorpsi karotenoida tersebut dari adsorben..

1.4 Manfaat Penelitian

. M-amberlit dan M-PSS yang disintesis sebagai adsorben dipakai untuk mengadsorpsi karotenoida dalam CPO untuk menghasilkan karotenoida konsentrat. Produk ini dapat digunakan sebagai bahan pangan, farmasi dan kosmetik, sehingga penelitian ini bermanfaat bagi masyarakat ilmiah untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan serta bagi dunia industri dapat bernilai jual dan ekonomis pada masa yang akan datang khususnya bagi industri pangan, farmasi, kosmetik, dan antioksidan.

1.5 Metodologi Penelitian 1.5.1 Ruang lingkup

Ruang lingkup penelitian ini mencakup mulai dari pengambilan bahan mentah CPO dari pabrik PKS (Pabrik Kelapa Sawit), sampai pada bahan produk konsenterat yang dihasilkan meliputi beberapa tahapan.

a. Karakterisasi bahan baku (CPO) dan produk konsenterat karotenoida b. Sintesis adsorben M-amberlit dan M-PSS dan karakterisasinya

c. Proses adsorpsi dan desorpsi karotenoida dari minyak sawit mentah (CPO) dengan adsorben hasil sintetis.

d. Pengujian produk konsenterat karotenoida serta percobaan yang dilakukan dalam skala laboratorium sesuai dengan parameter-parameter yang telah ditetapkan dan sesuai dengan variabel percobaan yang dilakukan.

1.5.2. Variabel Percobaan

Variabel percobaan yang digunakan adalah:

(6)

(ii) Jumlah adsorben yaitu: M-amberlit terdiri dari 2, 4, 6, 8, dan 10 gram dan M-PSS terdiri dari 0,25; 0,50; 1,0; 1,25 dan 1,50 gr adsorban,

(iii) Konsentrasi karotenoida dalam larutan CPO dengan etanol : pada M-amberlit terdiri dari 5, 10, 15,20, 25, dan 40 gr CPO dalam 100 ml larutan dan M-PSS terdiri dari 1,3,5,7,9 gram CPO dalam 15 ml larutan dalam etanol dan

(iv) adalah Ukuran partikel adsorban terdiri dari: 50 mesh, 100 mesh dan 150 mesh.

1.5.3. Metode

Resin amberlit IR 120 Na dan polistirena sulfonat digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan adsorban. Adsorban yang disintetis M-amberlit dan MPSS (M=Na, Mg, Ca, Sr dan Ba) yang digunakan untuk mengadsorpsi karotenoida pada minyak sawit. Adsorben M-amberlit dan M-PSS yang dihasilkan dikarakterisasi yaitu : kadar logamnya dengan AAS (Atomic Absorption Spectrofotometry), uji TL (titik lebur) dengan Melting point apparatus, analisis spektroskopi FT-IR (Fourier Transform-Infra Red), uji pori-pori dengan uji BET (Brunauer Emmet Teller), SEM (Scanning Electron Microscopy) dan TEM (Transmission Electron Microscopy).

Selanjutnya adsorban garam M-amberlit dan garam M-polistirena sulfonat (M = Na, Mg, Ca, Sr dan Ba) digunakan untuk mengadsorpsi karotenoida. Kemudian karotenoida yang teradsorpsi (terserap) pada adsorben tersebut didesorpsi dengan n-heksan. Sumber karotenoida yang digunakan diambil dari CPO hasil pabrikasi diukur kadar karotenoidanya dengan Spektrofotometer UV-Vis (Ultra Violet Visible), kadar air, kotoran dan kandungan asam lemaknya dianalisis berdasarkan SNI (Standar Nasional Indonesia) minyak sawit No. 01-2901-2006, dengan GC-MS (Gas Chromatography-Mass Spectrometry). Sedangkan produk konsenterat karotenoida hasil proses adsorpsi dan desorpsi yang dihasilkan diuji kadar karotenoidanya dengan Spektrofotometer UV-Visibel. (Porim, 1995).

Gambar

Gambar 1.1 Interaksi antara gugus nonpolar dan gugus polar dari adsorben dengan karotenoida

Referensi

Dokumen terkait

Di dalam belanga terdapat tali yang terbuat dari sejenis akar yang dapat dipintal dan dililit melingkar menyerupai belanga.. Ujungnya yang terikat bersimpul mati melambangkan

Tinea pedis adalah infeksi dermatofita pada kaki terutama mengenai sela jari kaki dan telapak kaki, dengan lesi terdiri dari beberapa tipe, bervariasi dari ringan, kronis

algoritma kompresi LZW akan membentuk dictionary selama proses kompresinya belangsung kemudian setelah selesai maka dictionary tersebut tidak ikut disimpan dalam file yang

Justru pada lahan hasil reklamasi tersebut tidak hanya berdiri apartemen mewah, tetapi juga apartemen-apartemen yang dapat dihuni oleh kebanyakan warga Singapura. Konsep HDB

[r]

Sangatlah penting untuk mengetahui tingkat likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas agar perusahaan dapat melakukan tindakan-tindakan atau evaluasi kinerja yang dapat

bahwa untuk terkoordinirnya kegiatan pengelolaan Teknologi dan Komunikasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu membentuk Tim Pengelola Teknologi Informasi dan

Sejahtera Utama mengajukan pembiayaan Al-Musyarakah untuk proyek perumahan villa Ilhami sebesar Rp.603.775.000 (sebelum PPh) dan setelah PPh 2%, total pembiayaan yang diajukan