• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

KARAKTERISTIK KEDELAI

1.

Karakteristik Kimia (Komposisi Proksimat) Kedelai

Empat varietas kedelai digunakan dalam penelitian ini yaitu B, H, G2, dan A. Karakteristik kimia yang diamati berupa komposisi proksimat kedelai. Rekapitulasi data analisis proksimat keempat jenis kedelai terdapat pada Lampiran 1a-1e. Hasil analisis proksimat kedelai dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi proksimat empat varietas kedelai

Parameter Kedelai A Kedelai B Kedelai H Kedelai G2 Kadar Air (%bb) 9.03a 8.81a 8.94a 8.82a Kadar Abu(%bk) 5.52b 5.07a 5.46b 5.68c Kadar Protein (%bk) 38.44a 37.98a 37.58a 38.86a Kadar Lemak (%bk) 25.75c 25.27b 22.76a 22.75a Kadar Karbohidrat (%bk) 30.29a 31.68ab 34.19c 32.72bc

Nilai pada satu baris dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (p<0.05). A: varietas kedelai komersial; B, H, G2: varietas kedelai yang sedang dikembangkan.

Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa makanan. Bahan makanan yang kering seperti buah kering, tepung, dan biji-bijian juga mengandung air dalam jumlah tertentu. Kedelai termasuk bahan makanan kering dengan kadar air tertentu yang terkandung di dalamnya. Pengolahan data hasil analisis kadar air pada Lampiran 1f menunjukkan kadar air keempat varietas kedelai yang tidak berbeda nyata pada taraf 0.05. Nilai kadar air keempat varietas kedelai berkisar antara 8.81-9.03 (%bb). Kedelai varietas A memiliki kadar air sebesar 9.03 (%bb), varietas B 8.81 (%bb), varietas H 8.94 (%bb), dan varietas G2 8.82 (%bb).

Abu merupakan bahan anorganik yang tidak terbakar pada proses pembakaran. Abu dapat diartikan sebagai elemen mineral bahan. Hasil pengolahan data pada Lampiran 1g menunjukkan adanya perbedaan sangat nyata diantara sampel (p<0.01). Kadar abu kedelai varietas A sebesar 5.52 (%bk) dan tidak berbeda dengan kadar abu varietas H, 5.46 (%bk). Kedelai varietas B memiliki kadar abu paling rendah, yaitu 5.07 (%bk) dan varietas G2 mempunyai kadar abu paling besar, 5.68 (%bk). Kedelai banyak mengandung kalsium dan fosfor, sedangkan besi terdapat dalam jumlah relatif sedikit. Mineral-mineral lain terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit (kurang dari 0.003%) yaitu, boron, magnesium, berilium, dan seng (Uransyah dan Madya 2011).

Kedelai mengandung protein rata-rata 35%, bahkan dalam varietas unggul kandungan proteinnya dapat mencapai 40-44%. Protein kedelai sebagian besar (85-95%) terdiri dari globulin dan dibandingkan dengan kacang-kacangan lain, susunan asam amino pada kedelai lebih lengkap dan seimbang. Hasil pengolahan data kadar protein keempat varietas kedelai pada Lampiran 1h menunjukkan bahwa keempat sampel tidak berbeda nyata pada taraf 0.05. Kadar protein kedelai

(2)

20 varietas A sebesar 38.44 (%bk), varietas B 37.98 (%bk), varietas H 37.58 (%bk), dan varietas G2 38.86 (%bk).

Kedelai mengandung sekitar 18-20% lemak dan 25% dari jumlah tersebut terdiri dari asam-asam lemak tak jenuh yang bebas kolesterol. Di samping itu di dalam lemak kedelai terkandung beberapa posfolipida penting yaitu lesitin, sepalin, dan lipositol. Hasil pengolahan data kadar lemak pada Lampiran 1i menunjukkan adanya perbedaan sangat nyata diantara sampel (p<0.01). Kadar lemak kedelai tertinggi dimiliki oleh kedelai varietas A, 25.75 (%bk). Kadar lemak lemak paling rendah adalah kedelai varietas G2 dengan 22.75 (%bk) dan tidak berbeda dengan kadar lemak kedelai varietas H, 22.76 (%bk). Sedangkan kadar lemak kedelai varietas B sebesar 25.27 (%bk).

Karbohidrat pada kedelai terdiri atas golongan oligosakarida dan golongan polisakarida. Golongan oligosakarida terdiri dari sukrosa, stakiosa, dan rafinosa yang larut dalam air. Pengolahan data kadar karbohidrat keempat varietas kedelai pada Lampiran 1j menunjukkan perbedaan nyata diantara sampel pada taraf 0.05. Kadar karbohidrat keempat kedelai berkisar antara 30-34 (%bk) dengan perhitungan secara by difference. Kadar karbohidrat kedelai varietas H, 34.19 (%bk) merupakan kadar karbohidrat tertinggi dan kedelai varietas A memiliki nilai kadar karbohidrat terendah sebesar 30.29 (%bk) yang tidak berbeda nyata dengan varietas B, 31.68 (%bk). Kadar karbohidrat kedelai varietas G2 sebesar 32.72 (%bk). Perbedaan komposisi proksimat masing-masing varietas kedelai dan perubahannya dari kondisi awal dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti varietas (genotype), kondisi lahan pertanian, proses pengolahan, kondisi penyimpanan (Lee

et al. 2003, Riedl et al. 2007), pengemasan, dan kondisi saat mengalami proses distribusi dari

produsen ke konsumen.

2.

Karakteristik Fisik Kedelai

Karakter fisik yang diamati meliputi ukuran (diameter terpanjang) dan massa bulir kedelai yang digunakan sebagai bahan baku. Rekapitulasi hasil pengamatan data karakter fisik keempat varietas kedelai dapat dilihat pada Lampiran 2a-2b. Hasil ukuran dan massa bulir keempat varietas dapat dilihat pada Tabel 5.

Hasil pengolahan data ukuran bulir keempat varietas kedelai pada Lampiran 2c menunjukkan adanya perbedaan sangat nyata diantara sampel dengan p<0.01. Kedelai varietas B memiliki ukuran (diameter terpanjang) bulir kedelai yang paling besar dibandingkan dengan dengan kedelai lain yaitu 6.53 mm. Kedelai varietas A memiliki ukuran 4.75 mm. Kedelai varietas H memiliki ukuran 5.43 mm dan kedelai varietas G2 5.12 mm. Penelitian Kocabiyik et al. (2004) menyebutkan bahwa kedelai memiliki ukuran berkisar antara 5-8 mm. Kedelai B, H, dan G2 memiliki ukuran lebih dari 5 mm kecuali kedelai A yang memiliki ukuran rata-rata kurang dari 5 mm.

Tabel 5. Ukuran dan massa bulir empat varietas kedelai

Nilai pada satu baris dengan huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata (p<0.05). A: varietas kedelai komersial; B, H, G2: varietas kedelai yang sedang dikembangkan

Parameter Kedelai A Kedelai B Kedelai H Kedelai G2

Ukuran bulir kedelai (mm) 4.75a 6.53c 5.43b 5.12ab

(3)

21 Gambar 6. Penampakan fisik empat varietas kedelai A, B, H, dan G2

A B

H G2

Massa bulir keempat varietas kedelai juga menunjukkan adanya perbedaan sangat nyata (p<0.01) yang dapat dilihat dari hasil pengolahan data pada Lampiran 2d. Selain memiliki ukuran bulir kedelai yang paling besar, kedelai varietas B juga memiliki massa bulir kedelai yang paling besar yaitu 203.0 mg. Ukuran bulir kedelai yang paling besar dimiliki oleh kedelai varietas A yaitu 146.1 mg. Varietas H memiliki massa kedelai sebesar 156.0 mg dan varietas G2 sebesar 182.4 mg. Secara fisik kedelai varietas B memiliki ukuran dan massa yang lebih besar dibandingkan dengan karakter fisik kedelai varietas lain. Penampakan fisik keempat kedelai dapat dilihat pada Gambar 6.

Biji kedelai umumnya berbentuk bulat atau bulat pipih sampai bulat lonjong. Ukuran biji berkisar antara 6-30 g/100 biji, ukuran biji diklasifikasikan menjadi 3 kelas yaitu biji kecil (6-10 g/100 biji), biji sedang (11-12 g/100 biji) dan biji besar (13 g atau lebih/100 biji) (Harjoko 2003). Berdasarkan klasifikasi di atas keempat kedelai yang digunakan termasuk ke dalam klasifikasi biji besar dengan ukuran lebih dari 13 g/100 biji.

B.

KARAKTERISTIK TEMPE

Karakterisasi dilakukan terhadap tempe yang dihasilkan dari empat varietas kedelai, B, H, G2, dan A. Analisis yang dilakukan meliputi karakter kimia (komposisi proksimat), karakter fisik (ukuran bulir kedelai dan kekerasan), rendemen, dan karakter sensori. Tempe yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 7.

A: varietas kedelai komersial;

B, H, G2: varietas kedelai yang sedang dikembangkan.

(4)

22

A: varietas kedelai komersial; B, H, G2: varietas kedelai yang sedang dikembangkan.

1.

Karakteristik Kimia (Komposisi Proksimat) Tempe

Karakterisasi dilakukan terhadap tempe yang dihasilkan dari keempat varietas kedelai B, H, G2, dan A yang digunakan. Keempat tempe yang dihasilkan dianalisis komposisi proksimatnya. Rekapitulasi data hasil analisis proksimat dapat dilihat pada Lampiran 3a-3e. Tabel 6 menunjukkan komposisi proksimat pada tempe yang dihasilkan.

Tabel 6. Komposisi proksimat empat varietas tempe

Nilai pada satu baris dengan huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata (p<0.05). A:varietas kedelai komersial; B, H, G2:varietas kedelai yang sedang dikembangkan; a) SNI Tempe Kedelai.

Hasil pengolahan data pada Lampiran 3f menunjukkan keempat produk tempe memiliki kadar air yang tidak berbeda nyata pada taraf 0.05. Kadar air keempat produk tempe berkisar antara 63.90-65.46 (%bb). Kadar air tempe A 64.23 (%bb), tempe B sebesar 63.90 (%bb), tempe H 63.90-65.46 (%bb), dan tempe G2 64.43 (%bb). Kadar air tempe A, B, dan G2 memenuhi prasyarat kadar air produk tempe menurut SNI Tempe Kedelai, sedangkan kadar air tempe H melebihi syarat yang ditetapkan. Selama proses pengolahan kedelai menjadi tempe terjadi proses perendaman dan perebusan kedelai yang menyebabkan ukuran bulir kedelai semakin membesar dan terjadi penyerapan air ke dalam bahan sehingga kadar air tempe lebih tinggi bila dibandingkan dengan kadar air kedelai. Kadar air

Parameter Tempe A Tempe B Tempe H Tempe G2 Tempe Kedelaia) Kadar Air (%bb) 64.23a 63.90a 65.46a 64.43a ≤ 65.00 Kadar Abu (%bk) 2.53a 2.30a 2.45a 3.02b ≤ 4.29 Kadar Protein (%bk) 49.85a 49.97a 51.18a 50.47a ≥ 45.71 Lemak (%bk) 24.42a 21.56a 20.32a 18.76a ≥ 28.57 Karbohidrat (%bk) 23.20a 26.16a 26.05a 27.74a 21.43

Gambar 7. Tempe sebelum fermentasi (a) dan setelah fermentasi (b)

A B G2 H (a) (b)

(5)

23 dalam kedelai dan kelembaban relatif sangat penting pada proses pembuatan tempe, terutama untuk pertumbuhan miselia kapang.

Hasil pengolahan data kadar abu tempe dapat dilihat pada Lampiran 3g. Kadar abu tempe A, B, dan H berkisar antara 2.30-2.53 (%bk) serta berbeda nyata pada taraf 0.05. Tempe G2 memiliki kadar abu paling besar yaitu 3.02 (%bk) dan berbeda nyata dengan ketiga tempe yang lain. Kadar abu keempat tempe yang dihasilkan memenuhi prasyarat yang ditentukan SNI Tempe Kedelai. Kadar protein dan karbohidrat pada keempat produk tempe yang dihasilkan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05. Hal tersebut dapat dilihat pada Lampiran 3h dan 3i. Kadar protein tempe berkisar antara 49.85-51.18 (%bk). Kadar protein keempat tempe memenuhi syarat kadar protein yang ditetapkan SNI Tempe Kedelai. Kadar protein tempe lebih besar bila dibandingkan kedelai dikarenakan perbedaan faktor konversi protein dan bertambahnya nitrogen yang terukur berkat adanya miselia kapang R. Oligosporus.

Kadar karbohidrat produk tempe yang dihasilkan berkisar antara 23.20-27.74 (%bk). Fung dan Crozier-Dodson (2008) menyatakan bahwa selama perendaman kedelai terjadi penurunan konsentrasi sukrosa, stakiosa, dan rafinosa. Glukosa, fruktosa, dan galaktosa terdapat pada air rendaman dengan glukosa menjadi substrat utama untuk pertumbuhan mikrobial. Selama fermentasi juga terdapat penurunan kadar pati dan oligosakarida, yaitu stakiosa dan rafinosa. Pada SNI Tempe Kedelai tidak diatur standar kadar karbohidrat yang harus terdapat pada tempe.

Kadar lemak produk tempe yang dihasilkan juga tidak berbeda nyata antara keempat produk tempe berdasarkan hasil pengolahan data pada Lampiran 3j. Tempe A memiliki kadar lemak 24.42 (%bk), tempe B 21.56 (%bk), tempe H 20.32 (%bk), dan tempe G2 memiliki kadar lemak 18.76 (%bk). Kadar lemak keempat tempe yang dihasilkan tidak memenuhi syarat kadar lemak pada SNI Tempe Kedelai. Penelitian de Reu et al. (1994) menunjukkan bahwa terjadi penurunan level gliserida dan asam lemak bebas pada tempe. Hal tersebut terjadi karena adanya asimilasi oleh R. oligosporus yang menggunakannya sebagai sumber karbon. Komposisi proksimat tempe diantaranya dipengaruhi oleh karakteristik bahan baku kedelai yang digunakan dan proses pengolahan dari kedelai menjadi tempe seperti dijelaskan di atas.

2.

Karakteristik Fisik dan Rendemen Tempe

Karakteristik fisik tempe kedelai yang diamati meliputi ukuran bulir kedelai pada tempe dan kekerasan tempe menggunakan penetrometer. Rekapitulasi hasil pengukuran bulir kedelai dan kekerasan tempe dapat dilihat pada Lampiran 4a-4c. Karakter fisik dari tempe dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Karakteristik fisik empat varietas tempe

Parameter Tempe A Tempe B Tempe H Tempe G2

Ukuran bulir kedelai (mm) 8.01a 10.83c 9.67b 8.31a

Kekerasan (mm) 8.70a 8.09a 8.20a 8.11a

Rendemen (%) 163.08a 175.24a 171.59a 179.59a

Nilai pada satu baris dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan sangat nyata (p<0.05). A: varietas kedelai komersial; B, H, G2: varietas kedelai yang sedang dikembangkan.

Ukuran bulir kedelai diamati pada produk tempe yang dihasilkan. Pengukuran bulir kedelai pada tempe menunjukkan hasil yang berbeda sangat nyata (p<0.01) (Lampiran 4c). Ukuran bulir kedelai pada tempe dipengaruhi oleh karateristik fisik bahan baku kedelai yang digunakan. Selama

(6)

24 proses pembuatan kedelai menjadi tempe, terdapat beberapa proses yang mengakibatkan ukuran bulir tempe kedelai berubah, diantaranya proses perendaman dan perebusan. Pada perendaman dan perebusan, kedelai akan menyerap air sehingga ukurannya akan berubah menjadi lebih besar. Hasil pengukuran menunjukkan pola yang sama dengan pengukuran ukuran bulir kedelai mentah dimana kedelai pada tempe B memiliki ukuran bulir kedelai paling besar, yaitu 10.83 mm dan kedelai pada tempe A memiliki ukuran bulir kedelai terkecil, 8.01 mm. Kedelai B yang memiliki ukuran bulir paling besar pada keadaan mentah juga memiliki ukuran bulir paling besar pada produk tempe yang dihasilkan. Begitu pula kedelai A memiliki ukuran paling kecil pada saat mentah dan pada produk tempe yang dihasilkan. Selain ukuran bulir masa, diamati pula kekerasan tempe menggunakan penetrometer.

Semakin besar angka yang dihasilkan oleh penetrometer mengindikasikan semakin dalam probe penetrometer mempenetrasi ke dalam makanan dan mengindikasikan semakin lembek (soft) makanan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan kekerasan tempe A sebesar 8.7 mm, tempe B 8.09 mm, tempe H 8.20 mm, dan tempe G2 sebesar 8.11 mm. Kekerasan tempe varietas satu dengan yang lain tidak berbeda nyata satu dengan yang lain pada taraf 0.05 (Lampiran 4d). Produk tempe yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 8.

Perhitungan rendemen dilakukan terhadap produk tempe yang dihasilkan. Hasil perhitungan rendemen menunjukan bahwa perbedaan yang dihasilkan tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 (Lampiran 5). Tempe dengan verietas kedelai G2 memiliki angka rendemen 179.59%. Tempe B memiliki rendemen sebesar 175.24%, rendemen tempe H sebesar 171.59%, dan tempe A memiliki nilai rendemen 163.08%. Penelitian yang dilakukan olah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2008) menunjukkan rendemen pembuatan tempe meggunakan varietas Burangrang sebesar 152.5%, Bromo sebesar 148.4%, dan 138.4% untuk kedelai impor. Nilai rendemen tempe yang dihasilkan pada penelitian ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2008).

3.

Karakteristik Sensori Tempe

Rekapitulasi dan pengolahan data hasil analisis sensori tempe dapat dilihat pada Lampiran 6a-6b. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa dari atribut warna, flavor, tekstur, dan penerimaan umum, tempe B memiliki skor penerimaan paling besar walau tidak berbeda dengan tempe A dan H. Tempe G2 memiliki skor penerimaan pada rentang skor 3.38-4.87 antara agak suka dan netral. Dengan demikian dapat dikatakan tempe B merupakan tempe yang memiliki nilai rata-rata penerimaan tinggi. Hal ini dapat dikarenakan pengaruh penampakan fisik kedelai varietas B yang memiliki ukuran bulir lebih besar dibandingkan varietas lain. Hasil uji rating hedonik dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Skor penerimaan tempe berdasarkan uji rating hedonik

Sampel Warna Aroma Tekstur Rasa Overall

Tempe A 2.60a 3.00a 2.80a 3.55a 3.08a

Tempe B 2.48a 2.70a 2.73a 3.25a 2.92a

Tempe H 3.00a 2.73a 3.05a 3.12a 3.15a

Tempe G2 4.63b 4.87b 3.85b 4.73b 4.60b

Nilai pada satu kolom dengan huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata (p<0.05) A: varietas kedelai komersial; B, H, G2: varietas kedelai yang sedang dikembangkan

Skala 1 (paling disuka) sampai 7 (paling tidak disuka).

(7)

25

A: varietas kedelai komersial; B, H, G2: varietas kedelai yang sedang dikembangkan.

C.

FORMULA NUGET TEMPE TERPILIH

Hasil respon penerimaan panelis terhadap nuget tempe secara umum menunjukkan nilai rata-rata sebesar 2.26. Hal ini menunjukkan penerimaan konsumen terhadap produk nuget tempe berkisar antara suka dan agak suka. Rekapitulasi dan pengolahan data formula nuget tempe dapat dilihat pada Lampiran 7a-7b. Hasil uji ranking hedonik dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Skor preferensi kesukaan nuget tempe berdasarkan uji ranking hedonik

Sampel Warna Aroma Juiciness Kekenyalan Tekstur Rasa Overall

Formula I 1.89 2.11 2.00 2.11 2.08 1.97 1.88

Formula II 2.67 2.75 2.81 2.47 2.69 2.64 2.66

Formula III 2.86 2.42 2.61 2.58 2.89 2.64 2.76

Formula IV 2.58 2.72 2.58 2.83 2.33 2.75 2.71

Skala 1 (paling disuka) sampai 4 (paling tidak disuka).

Dari hasil uji ranking, dengan 36 orang panelis, formula I mendapat peringkat tertinggi, mengarah ke paling disukai dalam setiap parameter. Dengan demikian yang dipilih adalah formula I. Formula I digunakan untuk membuat nuget tempe dengan menggunakan empat varietas kedelai yang berbeda yaitu B, H, G2, dan A yang diolah menjadi tempe. Keempat produk nuget tempe tersebut kemudian diamati karakteristik fisikokimia, biokimia (daya cerna), dan sensorinya.

Gambar 8. Tempe empat varietas kedelai, dalam kemasan plastik (a) dalam bentuk potongan (b)

(a) (b) A B G2 H G2 H B A

(8)

26

D.

KARAKTERISTIK NUGET TEMPE

Karakteristik yang diamati dalam produk nuget yang dihasilkan adalah karakter fisik berupa

texture profile analysis dengan parameter yang diamati berupa kekerasan, elastisitas, daya kohesif, kelengketan, dan daya kunyah. Selain karakter fisik juga diamati karakter kimianya berupa analisis proksimat dan daya cerna protein in vitro serta analisis sensori terhadap produk nuget tempe yang dihasilkan.

1.

Karakteristik Kimia Nuget Tempe

Hasil rekapitulasi dan pengolahan data analisis proksimat keempat produk nuget tempe yang dihasilkan dapat dilihat pada Lampiran 8a-8e dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 10.

Secara umum produk nuget yang dihasilkan memiliki kandungan protein yang hampir sama nilainya. Tidak ada perbedaan nyata pada kadar air dan protein pada taraf 0.05. Nilai kadar air nuget tempe berkisar 49.82-51.15 (%bb) dan kadar proteinnya berkisar 26.31-29.23% (%bk) atau 12.93-14.15 (%bb).

Bila dibandingkan dengan syarat mutu kadar air yang ada pada SNI Nuget Ayam (BSN 2002) yang mensyaratkan kadar air maksimal 60 (%bb) maka keempat sampel nuget tempe memenuhi persyaratan. Kadar protein nuget tempe yang dihasilkan juga memenuhi syarat SNI Nuget Ayam yaitu minimal kadar protein 12 (%bb). Hasil pengolahan data pada Lampiran 8f menunjukkan adanya perbedaan nyata kadar abu nuget tempe pada taraf 0.05. Kadar abu paling tinggi dimiliki oleh nuget tempe G2 4.01 (%bk) dan paling rendah nuget tempe H 3.40 (%bk).

Tabel 10. Komposisi proksimat nuget tempe

Parameter Nuget Tempe A Nuget Tempe B Nuget Tempe H Nuget Tempe G2 Kadar Air (%bb) 49.82a 51.15a 50.58a 50.67a Kadar Abu (%bk) 3.73ab 3.64ab 3.40a 4.01b Kadar Protein (%bk) 26.69a 29.23a 26.40a 26.31a Kadar Lemak (%bk) 30.38a 36.18b 32.78ab 30.35a Kadar Karbohidrat (%bk) 39.20a 30.96a 37.42a 39.34a

Nilai pada satu baris dengan huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata (p<0.05). A: varietas kedelai komersial; B, H, G2: varietas kedelai yang sedang dikembangkan.

Kadar lemak nuget tempe juga berbeda nyata antar sampel pada taraf 0.05 (Lampiran 8g). Kadar lemak paling rendah dimiliki oleh nuget G2 30.35 (%bk) dan yang paling tinggi nuget B 36.18 (%bk). Kadar lemak keempat nuget tempe yang berkisar 14.95-17.52 (%bb) juga memenuhi kriteria syarat kadar lemak pada SNI Nuget Ayam yang mensyaratkan kadar lemak maksimal 20 (%bb). Kadar karbohidrat keempat nuget tempe tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 seperti terlihat pada Lampiran 8h. Kadar karbohidrat keempat nuget tempe yang berkisar 15.42-19.64 (%bb) juga memenuhi syarat mutu kadar karbohidrat pada SNI Nuget Ayam yaitu maksimal 25 (%bb). Komposisi proksimat nuget tempe dipengaruhi oleh bahan baku tempe dan bahan-bahan yang digunakan serta proses selama pengolahan menjadi nuget.

Perbandingan data kadar air, protein, dan lemak antara kedelai, tempe, dan nuget tempe dapat dilihat pada Tabel 11. Perubahan kadar air, protein, dan lemak dengan empat jenis varietas kedelai menunjukkan pola yang sama. Kadar air dan protein kedelai mengalami peningkatan setelah diolah

(9)

27 menjadi tempe dan mengalami penurunan kembali setelah diolah menjadi nuget tempe. Sedangkan kadar lemak kedelai mengalami penurunan setelah diolah menjadi tempe dan mengalami peningkatan saat diolah menjadi nuget tempe.

Pengolahan kedelai menjadi tempe melalui proses perebusan dan perendaman kedelai dalam air sehingga kadar air pada tempe meningkat. Kadar air merupakan salah satu faktor penting dalam pembuatan tempe terutama untuk pertumbuhan miselia kapang. Tempe merupakan produk pangan yang mudah rusak atau tidak tahan lama dengan kadar air yang cukup tinggi yaitu maksimal sekitar 65% menurut standar SNI Tempe Kedelai. Kadar air kedelai A, B, H, dan G2 tidak berbeda nyata begitu pada kadar air tempe A, B, H, dan G2 kadar airnya tidak berbeda pada taraf 0.05. Pada pengolahan tempe menjadi nuget terdapat proses penggorengan yang dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya penurunan kadar air. Ketika pangan dicelupkan ke dalam minyak panas, suhu permukaan meningkat dengan cepat dan air dalam bahan pangan menguap menjadi uap panas. Kadar air pada nuget tempe A, B, H, dan G2 tidak berbeda nyata pada taraf 0.05. Selain terjadi pada kadar air, perubahan juga terjadi pada kadar protein.

Tabel 11. Perbandingan data kadar air, protein, dan lemak kedelai, tempe, dan nuget tempe varietas kedelai A, B, H, dan G2

Bahan Kadar Air (%bb) Kadar Protein

(%bk) Kadar Lemak (%bk) Kedelai A 9.03 38.44 25.75 B 8.81 37.98 25.27 H 8.94 37.58 22.76 G2 8.94 38.86 22.75 Tempe A 64.23 49.85 24.42 B 63.90 49.97 21.56 H 65.46 51.18 20.32 G2 64.43 50.47 18.76

Nuget Tempe yang sudah digoreng

A 49.82 26.69 30.38

B 51.15 29.23 36.18

H 50.58 26.40 32.78

G2 50.67 26.31 30.35

A: varietas kedelai komersial; B, H, G2: varietas kedelai yang sedang dikembangkan.

Perubahan kadar protein pada kedelai menjadi tempe diakibatkan oleh proses yang terjadi selama pembuatan tempe terutama selama fermentasi. Selama proses fermentasi banyak komponen dalam kedelai menjadi bersifat lebih larut dalam air dan lebih mudah dicerna. Separuh dari kandungan protein awal dipecah menjadi senyawa yang lebih kecil dan larut dalam air seperti asam amino dan peptida (Baumann dan Bisping 1995). Kadar protein tempe lebih besar bila dibandingkan dengan kedelai salah satunya akibat bertambahnya kadar nitrogen yang terukur berkat adanya

miselium kapang R. Oligosporus. Kadar protein kedelai dan tempe A, B, H, dan G2 tidak berbeda

nyata pada 0.05. Kadar protein pada nuget tempe mengalami penurunan kadar diantaranya disebabkan karena jumlah bahan baku sumber protein yang digunakan juga berkurang. Tempe yang

(10)

28 82.79 82.75 83.70 82.11 78 79 80 81 82 83 84 A B H G2

digunakan pada pembuatan nuget tempe sebanyak 73%. Pada pembuatan nuget tempe digunakan bahan-bahan lain yang dapat mempengaruhi pengukuran kadar protein. Seperti penambahan tepung yang dapat meningkatkan karbohidrat dan proses penggorengan yang menyebabkan adanya penyerapan minyak. Penurunan kadar protein pada nuget tempe diiringi dengan terjadinya peningkatan kadar karbohidrat dan lemak. Kadar Protein nuget tempe A, B, H, dan G2 tidak berbeda nyata pada taraf 0.05.

Kadar lemak juga mengalami perubahan pada kedelai, tempe, dan nuget tempe. Selama fermentasi lemak akan dipecah menjadi gliserol dan asam lemak bebas (de Reu et al. 1994) sehingga kadar lemak pada kedelai berbeda dengan kadar lemak pada tempe. Kadar lemak pada nuget tempe mengalami peningkatan. Pada pengolahan menjadi nuget tempe terjadi proses penggorengan secara

deep fat frying yang mengakibatkan penyerapan minyak ke dalam bahan pangan sehingga kadar lemak bahan pangan meningkat. Pada proses menggoreng, minyak yang terserap dapat mencapai 5-40% (Fennema 1996).

Protein merupakan zat yang penting bagi tubuh karena memiliki fungsi sebagai bahan bakar, zat pembangun, dan zat pengatur. Kemampuan suatu protein untuk dihidrolisis menjadi asam amino oleh enzim-enzim pencernaan dikenal dengan istilah mutu cerna (digestibility). Nilai suatu protein sangat bergantung pada komposisi kandungan asam amino. Salah satu mutu gizi protein ditentukan oleh daya cerna protein dan kelengkapan asam aminonya. Daya cerna merupakan fraksi nitrogen dari bahan makanan yang dapat diserap oleh tubuh. Daya cerna menyatakan kemampuan suatu protein untuk dihidrolisis menjadi asam-asam amino yang dapat dicerna dan digunakan oleh tubuh. Selain komposisi proksimat, dilakukan juga uji daya cerna protein in vitro untuk mengetahui kualitas protein pada nuget tempe yang dihasilkan. Hasil uji daya cerna protein in vitro dapat dilihat pada Gambar 9.

Daya cerna protein menjadi salah satu indikator kualitas protein yang ada dalam makanan. Pada penelitian ini dilakukan analisis daya cerna protein in vitro dengan metode Hsu et al. 1977. Dari hasil analisis diketahui keempat nuget memiliki daya cerna protein yang hampir sama. Nuget H memiliki nilai yang paling tinggi yaitu 83.70% dan yang paling rendah adalah nuget G2 yaitu sebesar 82.11%. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan sangat berpengaruh terhadap daya cerna protein yang dihasilkan.

Gambar 9. Diagram daya cerna protein in vitro nuget tempe (%)

(11)

29

2.

Karakteristik Fisik Nuget Tempe

Rekapitulasi hasil dan pengolahan data pengukuran TPA pada produk nuget tempe dapat dilihat pada Lampiran 9a-9e dan hasil TPA produk nuget tempe dapat dilihat dalam Tabel 13. Parameter yang diamati berupa kekerasan (hardness), elastisitas (springiness), daya kohesif (cohesiveness), kelengketan (gumminess), dan daya kunyah (chewiness).

Hasil pengolahan data kekerasan nuget tempe (Lampiran 9f) menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata antar sampel pada taraf 0.05. Kekerasan nuget tempe berkisar 2697.10-4370.53 (gf). Kekerasan suatu produk diantaranya dipengaruhi oleh kadar air.

Kekerasan produk berkurang dengan meningkatnya kadar air pada bahan (Chin et al. 2004). Teori

tersebut sejalan dengan hasil yang ditunjukkan oleh hasil TPA nuget tempe. Kekerasan nuget tempe B, G2, dan A menunjukkan pola yang sesuai teori, kadar air yang meningkat menunjukkan menurunnya kekerasan nuget tempe. Pada parameter elastisitas dan daya kohesif nilai keempat produk tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 (Lampiran 9g-9h).

Tabel 12. Profil tekstur nuget tempe berdasarkan TPA

Parameter Nuget Tempe A Nuget Tempe B Nuget Tempe H Nuget Tempe G2 Hardness (gf) 3537.75a 2697.10a 4370.53a 2852.93a Springiness (ratio) 0.74a 0.77a 0.68a 0.76a Cohesiveness (ratio) 0.36a 0.41a 0.36a 0.39a Gumminess (gf) 1273.35a 1089.21a 1588.96a 1090.07a Chewiness (gf) 959.07a 834.92a 1067.22a 834.50a

Nilai pada satu baris dengan huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata (p<0.05). A: varietas kedelai komersial; B, H, G2: varietas kedelai yang sedang dikembangkan.

Elastisitas nuget tempe berkisar 0.68-0.77 dan daya kohesifnya berkisar 0.36-0.41. Hasil pengolahan data pada Lampiran 9i dan 9j menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata diantara sampel pada parameter kelengketan dan daya kunyah nuget tempe pada taraf 0.05. Kelengketan nuget tempe berkisar 1089.21-1588.96 (gf) dan daya kunyahnya berkisar 834.50-1067.22 (gf) Kelengketan dan daya kunyah produk merupakan parameter yang dipengaruhi oleh kekerasan produk. Penelitian Szczesniak (2002) menunjukkan adanya korelasi yang baik antara pengukuran instrumental dengan penilaian secara sensori. Hasil analisis sensori bila dikaitkan dengan data TPA menunjukkan bahwa nuget tempe yang disukai panelis adalah yang nilai kekerasannya relatif kecil, rasio elastisitas dan daya kunyahnya cukup besar, kelengketan dan daya kunyahnya relatif kecil secara angka walaupun secara statistik nilainya tidak berbeda pada taraf 0.05.

Parameter fisik yang juga diamati adalah pick up batter dan breader, susut masak, dan rendemen nuget tempe. Rekapitulasi data dapat dilihat pada Lampiran 10a-10c. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 14. Hasil pengolahan data pada Lampiran 10d dan 10e menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata diantara sampel pada parameter pick up batter dan breader pada taraf 0.05.

Pick up batter nuget tempe berkisar 12.54-14.59% dan pick up breader 4.74-7.35%. Pick up batter

dan breader menunjukkan seberapa besar adonan dapat merekat pada batter dan breader.

Karakteristik dari bahan-bahan yang digunakan dalam adonan mempengaruhi pick up dalam produk

nuget. Produk nuget memiliki pick up antara 14-30%. Batter yang memiliki viskositas lebih tinggi menghasilkan pick up breading yang lebih besar daripada batter yang memiliki viskositas rendah.

(12)

30 Menurut Sasiela (2004) penggunaan batter dan breader memiliki efek yang signifikan dalam

mengurangi biaya sebesar 20-30%. Batters dan breader juga dapat diformulasikan

untuk mengurangi penyerapan minyak selama penggorengan, mengontrol migrasi kelembaban dalam bahan makanan, mencegah oksidasi dari minyak goreng, dan memperbaiki profil nutrisi (Ballard 2003). Hal ini menarik bagi konsumen yang semakin perhatian terhadap masalah kesehatan

antara mengkonsumsi makanan yang digoreng (fried food) dan mengurangi asupan lemak.

Formulasi baru berkenaan dengan batter dan breader sedang dikembangkan sebagai carrier

antioksidan, mikronutrien, dan fat soluble vitamin tanpa mengurangi kualitas produk. Tabel 13. Parameter fisik (pick up, susut masak, dan rendemen) nuget tempe

Nilai pada satu baris dengan huruf yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata (p<0.05). A: varietas kedelai komersial; B, H, G2: varietas kedelai yang sedang dikembangkan.

Susut masak keempat nuget tempe juga tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 (Lampiran 10f). Susut masak keempat nuget tempe berkisar antara 18.22-19.85%. Sala satu faktor yang dapat mempengaruhi susut masak adalah viskositas batter. Semakin tinggi viskositas batter semakin rendah angka susut masak. (Mallikarjunan et al. 2010). Walaupun memiliki nilai pick up batter dan

breader yang tinggi ternyata nuget H memiliki nilai yang tinggi pula pada parameter susut masak. Hal tersebut kemungkinan diakibatkan oleh adanya pengaruh temperatur. Mukprasirt et al. (2000) dan Baixauli et al. (2003) menemukan adanya pengaruh temperatur terhadap viskositas batter, dimana semakin tinggi temperatur maka viskositas batter akan menurun. Penurunan viskositas dapat berpengaruh terhadap pick up dan susut masak.

Rendemen nuget tempe keempat nuget tempe juga tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 (Lampiran 10g). Rendemen keempat nuget tempe berkisar 129.33-135.18%. Rendemen nuget dipengaruhi oleh temperatur dan waktu penggorengan, menyusutnya kadar air, dan penyerapan minyak dalam produk (Mallikarjunan et al. 2010). Pada parameter temperatur dan waktu

penggorengan dapat diabaikan karena termasuk ke dalam variabel yang terkontrol dalam penelitian kali ini. Bila ditinjau dari komposisi proksimat nuget tempe dan dikaitkan dengan hasil rendemen nuget tempe. Nuget tempe dengan kadar dan kadar lemak tinggi cenderung memiliki rendemen tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh nuget tempe B yang memiliki kadar lemak paling tinggi memiliki nilai rendemen paling besar secara angka, dan nuget tempe A dan G2 yang memiliki kadar lemak paling kecil memiliki nilai rendemen kecil pula secara angka.

3.

Karakteristik Sensori Nuget Tempe

Produk nuget tempe yang dihasilkan kemudian diuji secara sensori dengan uji ranking hedonik untuk mengetahui preferensi panelis terhadap keempat jenis nuget yang dihasilkan. Rekapitulasi dan pengolahan data uji ranking hedonik dapat dilihat pada Lampiran 11a-11b. Hasil uji ranking hedonik dapat dilihat pada Tabel 15.

Parameter Tempe Nugget A Tempe Nugget B Tempe Nugget H Tempe Nugget G2 Pick up batter (%) 12.54a 13.46a 14.59a 13.10a Pick up breader (%) 6.38a 4.74a 7.35a 6.57a Susut masak (%) 18.22a 19.43a 19.85a 18.41a Rendemen (%) 129.33a 135.18a 135.10a 133.93a

(13)

31 Hasil uji ranking hedonik menunjukkan bahwa dari parameter warna, kekenyalan, tekstur, rasa, dan penerimaan secara overall menunjukkan bahwa nuget tempe B memiliki nilai rata-rata preferensi yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa panelis memiliki preferensi yang lebih terhadap nuget tempe B dibanding yang lain. Hal ini sejalan dengan hasil uji penerimaan pada karakteristik sensori tempe dimana tempe B memiliki nilai rata-rata penerimaan yang tinggi. Keempat nuget tempe yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 10. Salah satu faktor yang memengaruhi konsumen dalam memilih (preferensi) nuget adalah karakteristik produk makanan yang dihasilkan disamping faktor-faktor lain (Rahmawati 2004).

Warna nuget dipengaruhi oleh proses penggorengan yang menghasilkan warna kecoklatan karena reaksi Maillard. Kandungan protein dan karbohidrat dalam bahan yang digunakan dalam pembuatan nuget akan berpengaruh terhadap warna yang dihasilkan. Dalam hal ini komposisi proksimat tempe dan tepung yang digunakan berpengaruh terhadap warna nuget yang dihasilkan.

Juiciness nuget dipengaruhi oleh kandungan air dalam produk setelah digoreng. Keempat

nuget memiliki kandungan kadar air cukup tinggi sehingga memiliki tekstur juicy. Nuget tempe B

memiliki nilai preferensi kesukaan juiciness yang cukup tinggi memiliki kadar air yang cukup tinggi pula. Hal ini sejalan dengan teori yang menyatakan kaitan antara kadar air dengan tekstur juicy pada produk. Nuget tempe B memiliki nilai preferensi kesukaan yang cukup tinggi pada parameter kekenyalan tekstur produk. Hal tersebut berkaitan dengan hasil analisis TPA yang dihasilkan yaitu nilai kekerasannya relatif kecil, rasio elastisitas dan daya kunyahnya cukup besar, kelengketan dan daya kunyahnya relatif kecil secara angka.

Tabel 14. Skor preferensi kesukaan nuget tempe berdasarkan uji ranking hedonik

Sample Warna Aroma Juiciness Kekenyalan Tekstur Rasa Overall

Tempe Nugget A 2.49ab 3.23c 2.36a 2.70a 2.77a 3.11c 2.96b

Tempe Nugget B 1.98a 2.23ab 2.40a 2.26a 2.23a 2.02a 2.00a

Tempe Nugget H 2.72b 1.96a 2.72a 2.49a 2.47a 2.34ab 2.45ab

Tempe Nugget G2 2.81b 2.57b 2.51a 2.55a 2.53a 2.53ab 2.60b

Nilai pada satu baris dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan signifikan pada taraf 0.05 A: varietas kedelai komersial; B, H, G2: varietas kedelai yang sedang dikembangkan

Skala 1 (paling disuka) sampai 4 (paling tidak disuka).

A: varietas kedelai komersial; B, H, G2: varietas kedelai yang sedang dikembangkan

Gambar 10. Nuget tempe A, B, H, dan G2

G2 H

Gambar

Tabel 4. Komposisi proksimat empat varietas kedelai  Parameter  Kedelai  A  Kedelai B  Kedelai H  Kedelai G2  Kadar Air (%bb)  9.03 a  8.81 a  8.94 a  8.82 a  Kadar Abu (%bk) 5.52 b  5.07 a  5.46 b  5.68 c  Kadar Protein (%bk)  38.44 a  37.98 a  37.58 a  3
Gambar 6. Penampakan fisik empat varietas kedelai A, B, H, dan G2
Tabel 6. Komposisi proksimat empat varietas tempe
Tabel 7. Karakteristik fisik empat varietas tempe
+7

Referensi

Dokumen terkait

Asosiasi Penangkar Tanaman merupakan asosiasi yang akan menerapkan alternatif strategi yang telah disusun berdasarkan hasil analisis lingkungan baik internal, yang

Hubungan Antara Karakteristik Ibu Hamil dengan Pemanfaatan kesehatan selama kehamilan di Puskesmas Motoling Kabupaten Minahasa selatan. Hubungan Pelayanan Kesehatan

Artinya gerak satu variabel akan diikuti variabel lainnya, dengan kata lain apabila variabel X (kemandirian belajar) memiliki skor tinggi maka akan di ikuti dengan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang cukup signifikan antara paritas dengan usia menopause, dimana ibu yang memiliki paritas nullipara

The 345 is equipped with restricted ground fault elements to detect ground faults down to 5% of the transformer winding, basic thermal protection and a full set of phase,

Pernyataan ini ternyata tidak sama dengan pernyataan Ratu Wilhelmina pada tanggal 6 Desember 1942 yang hanya berupa janji bahwa sehabis perang Kerajaan Belanda akan ditata

kata tersebut dapat diterima pendaftarannya oleh Kantor Merek.. - 33 - namun nyatanya permohonan pendaftaran atas merek tersebut diterima oleh Direktorat Jenderal.

Perancangan Aplikasi ini hanya terfokus pada sistem pengelolaan yaitu bagaimana pengelola (admin) dapat mengecek belanja dan mendapat keuntungan dari sekian customer