• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

PENUTUP

A.

Kesimpulan

Penelitian pengaruh kualitas komunikasi interpersonal PKB terhadap kualitas informasi KKBPK yang diterima PUS di Kota Yogyakarta Tahun 2015-April 2016 ini merupakan penelitian kuantitatif sekaligus observatif di 14 Kecamatan Kota Yogyakarta yang hasil akhirnya dikonfirmasi melalui wawancara mendalam dengan narasumber agar diketahui kesiapan BKKBN dan Kantor KB Kota Yogyakarta dalam rangka Implementasi UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang mengembalikan PKB dari pegawai daerah menjadi pegawai pusat (BKKBN). PKB dalam melaksanakan komunikasi interpersonal kepada PUS, dalam penelitian ini yaitu PUS Kota Yogyakarta, mengacu kepada kebijakan komunikasi kependudukan dan keluarga berencana yang telah ditetapkan oleh BKKBN sebagai instansi pembinanya. Komunikasi interpersonal merupakan pekerjaan utama PKB yang selama ini didengung-dengungkan sebagai aktor ujung tombak program KKBPK di Indonesia. Melalui komunikasi interpersonal, PKB akan mampu membuat ketidakpastian yang dialami klien (dalam hal ini PUS Kota Yogyakarta) terkikis, sehingga mereka tertarik untuk turut serta dalam program KKBPK. Akan tetapi, ternyata banyak permasalahn yang muncul mengakibatkan PKB menjadi tidak fokus dalam melakukan komunikasi interpersonal, meliputi jumlah PKB yang terbatas, PKB yang kemampuannya tidak merata hingga status kepegawaian mereka yang menjadi milik Pemerintah Daerah pasca Otonomi Daerah.

Penelitian yang fokus pada PUS yang menerima informasi KKBPK dari tangan pertama yaitu PKB ini berhasil mengetahui pengaruh kualitas komunikasi interpersonal PKB terhadap informasi KKBPK yang diterima oleh PUS di Kota Yogyakarta dan hasilnya dikonfirmasi kepada stakeholder terkait. Secara umum, ditemukan bahwa Kualitas Komunikasi Interpersonal PKB sangat berpengaruh

(2)

terhadap Kualitas Informasi KKBPK yang diperoleh PUS, dikatakan sangat berpengaruh karena angka signifikansi dengan uji SPSS mencapai angka 0,902 dengan dua tanda bintang. Dengan demikian maka H0 tidak terbukti, sedangkan Ha

dan Ha(1) terbukti. Secara detail, hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut :

1. Dengan angka signifikansi Korelasi Product Moment sebesar 0,902, maka ditemukan bahwa pengaruh Kualitas Komunikasi Interpersonal PKB terhadap Kualitas Informasi KKBPK yang diterima PUS Kota Yogyakarta Tahun 2015-April 2016 sangat besar. Dengan hasil ini, maka Ha danHa(1)

terbukti, sedangkan H0 tidak terbukti. Karena Ha terbukti, maka Ha(1) otomatis juga terbukti, jadi semakin tinggi Kualitas Komunikasi Interpersonal yang dimiliki oleh PKB, semakin tinggi pula Kualitas Informasi KKBPK yang diperoleh PUS Kota Yogyakarta Tahun 2015-April 2016

2. Rata-rata Kualitas Komunikasi Interpersonal/Konseling PKB di Kota Yogyakarta para tahun 2015-April 2016 adalah 3,99. Berdasarkan nilai tersebut, maka Kualitas Komunikasi Interpersonal yang dimiliki oleh PKB Kota Yogyakarta masuk dalam kategori Baik dengan range nilai kategori ini adalah 3,41 sampai 4,20. Angka tertinggi dimiliki oleh PKB yang berada di Kecamatan Wirobrajan dengan rata-rata skor 4,44 sedangkan skor terendah dimiliki oleh PKB di Kecamatan Tegalrejo dengan skor 3,10. Melihat skor rata-rata Kualitas Komunikasi Interpersonal di Kota Yogyakarta yaitu 3,99 maka ditemukan bahwa terdapat 2 kecamatan yang berada cukup jauh di bawah nilai rata-rata, yaitu Kecamatan Tegalrejo dan Kecamatan Kraton. Dimensi yang memperoleh nilai rendah diantaranya Informasi Psikologis tentang Klien dengan 3,84, Pengembangan Aturan-aturan Hubungan Antara PKB/PLKB dan Klien dengan skor 3,70, dan dimensi Penekanan Pilihan Individu Daripada Kelompok dengan skor 3,58.

3. Skor rata-rata di 14 kecamatan di Kota Yogyakarta untuk varibel Kualitas Informasi KKBPK yang diterima oleh PUS Kota Yogyakarta adalah 4,09.

(3)

Skor 4,09 termasuk ke dalam Kategori Baik (3,41-4,20). Skor tersebut berarti bahwa 14 kecamatan di Kota Yogyakarta telah menerima Kualitas Informasi yang baik karena ditunjang Kualitas Komunikasi Interpersonal PKB yang baik pula. Responden memberikan penilaian tertinggi kepada PKB di Kecamatan Wirobrajan dengan skor 4,62. Skor terendah diberikan kepada PKB di Kecamatan Tegalrejo dengan perolehan skor 3,19. Dimensi Accuracy (4,00) dan Completeness (4,08) harus mendapatkan perhatian khusus agar Kualitas Informasi KKBPK di Kota Yogyakarta dari PKB kepada PUS semakin baik di masa mendatang

4. Komunikasi interpersonal yang secara khusus digunakan oleh PKB di Kota Yogyakarta dalam penelitian ini adalah proaktif dan retroaktif. Komunikasi interpersonal proaktif dilakukan PKB dengan cara memberikan informasi KKBPK kepada PUS yang terdapat di wilayah mereka secara berkala. Komunikasi interpersonal retroaktif dilakukan ketika sumber informasi, dalam hal ini PKB Kota Yogyakarta, menjelaskan perilaku setelah perjumpaan. Ketika PUS Kota Yogyakarta mengalami keraguan dalam hal pengambilan keputusan ber-KB ataupun informasi yang diterima tentang KKBPK maka PUS memiliki kesempatan bertanya kepada PKB, demikian juga ketika PKB merasa PUS memiliki informasi KKBPK yang belum lengkap dan masih ragu, kemudian PKB akan mencari inisiatif untuk menyediakan waktu bagi konseling PUS tersebut

5. Berdasarkan observasi lapangan yang dilakukan oleh peneliti, ditemukan kondisi bahwa tidak semua PUS yang ada di wilayah kerja PKB mampu dikunjungi oleh PKB dalam satu tahun terakhir, terdapat berbagai faktor mulai dari pekerjaan administratif yang mengikat PKB, PUS yang tidak menjadi responden dalam penelitian ini lebih memilih untuk mendapatkan informasi KKBPK dari paramedis ketimbang PKB, keterbatasan waktu PKB untuk mengunjungi PUS yang bekerja, minimnya kemampuan komunikasi interpersonal yang dimiliki PKB di beberapa wilayah, serta jumlah PKB yang terbatas.

(4)

6. Menurut Kepala Kantor KB Kota Yogyakarta Ibu Eny Retnowati, SH, ada beberapa kondisi yang membuat komunikasi interpersonal PKB di Kota Yogyakarta tidak fokus, diantaranya jumlah PKB yang hanya mencapai 23 orang sedangkan Kota Yogyakarta memiliki 45 kelurahan, jumlah ini dirasa sangat kurang. Terlebih lagi PKB yang bernaung di bawah Kantor KB Kota Yogyakarta ada sebagian yang terancam diberhentikan karena sudah mencapai batas waktu pengumpulan angka kredit. Selain itu PKB Kota Yogyakarta dinyatakan memiliki kemampuan yang berbeda satu dengan lainnya. PKB Kota Yogyakarta ada yang memang mampu melaksanakan komunikasi interpersonal dengan baik, ada juga yang kemampuannya sedang bahkan ada yang sebenarnya tidak mampu melakukan melakukannya misalnya karena keterbatasan fisik. Terdapat juga oknum PKB yang justru tidak fokus pada pelaksanaan penyuluhan program KKBPK dan lebih memilih melaksanakan pekerjaan yang bukan menjadi tanggung jawabnya, efeknya informasi KKBPK belum bisa diterima dengan baik oleh masyarakat dan frekuensi tatap muka PKB dengan PUS menjadi sangat minim.

7. Menurut Ibu Eny Retnowati, kondisi demikian memaksa Kantor KB Kota Yogyakarta untuk mencari solusi melalui rekruitmen outsourcing yang diharapkan dapat membantu pekerjaan PKB dalam penyuluhan program KKBPK di wilayah. Langkah ini dipilih karena tidak mudah meminta

jatah PKB di Kota Yogyakarta. Permintaan PKB yang diajukan oleh

Kantor KB Kota Yogyakarta pada saat terbuka rekrutmen CPNS, belum tentu disetujui oleh Walikota dan BKD. Selain itu juga didirikan PPKS guna membantu PKB dalam melaksanakan komunikasi interpersonal tentang program KKBPK di Kota Yogyakarta. Selain itu Kantor KB Kota Yogyakarta juga bekerjasama dengan berbagai mitra kerja guna melancarkan penyebaran informasi KKBPK di Kota Yogyakarta. PKB juga dinyatakan oleh beliau, tidak dapat lepas dari Institusi Masyarakat Perkotaan (IMP) dari tingkat RT sampai kecamatan guna melaksanakan komunikasi interpersonal kepada masyarakat.

(5)

8. Berdasarkan informasi dari Perwakilan BKKBN DIY yang diwakili oleh Ibu Joehananti Chriswandari ditemukan bahwa Pasca implementasi UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah meskipun gaji dan status kepegawaian PKB ada di pusat, wilayah kerja PKB dan pendayagunaannya akan tetap berada di daerah. Berita baiknya adalah PKB yang Pasca Otonomi Daerah selama ini seringkali dipindahtugaskan oleh Pemda ke dalam jabatan lain yang tidak sesuai dengan jabatan fungsionalnya, tidak akan dapat lagi dilakukan.

9. Acuan pekerjaan PKB yang tercantum di dalam Keputusan Bersama Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara No. 280/HK.007/B.2/2004 No. 34 Tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Penyuluh Keluarga Berencana dan Angka Kreditnya serta Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No: KEP/120/M.PAN/9/2004 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Keluarga Berencana dan Angka Kreditnya telah mengatur tugas PKB beserta ketentuan pengumpulan angka kredit agar mereka terhindar dari pembebasan sementara dan pemberhentian dari jabatan fungsional tertentu mereka yaitu PKB dengan syarat pengumpulan DUPAK akan tetapi belum memuat aturan tentang supervisi/pengawasan dari hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh PKB dalam jabatannya serta standar minimum komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh PKB. 10.Jumlah PKB di Kantor KB Kota Yogyakarta dianggap kurang apabila

dibandingkan dengan jumlah kelurahan, yaitu 23 orang PKB harus menangani 45 kelurahan di 14 kecamatan. Jika perbandingannya adalah PUS di Kota Yogyakarta, maka 1 PKB harus menangani 1.990 PUS. Akan tetapi jika mengacu pada Surat Perintah Melaksanakan Tugas (SPM) BKKBN, jumlah PKB dibandingkan jumlah kelurahan/desa disebutkan 1:2. Berarti dengan jumlah tersebut walaupun dirasa kurang, akan tetapi masih memenuhi SPM. Hal ini menjadi dilema tersendiri bagi BKKBN.

(6)

B.

Saran

Berdasarkan simpulan yang dibuat, saran yang diberikan Peneliti demikian, PKB yang selama puluhan tahun menjadi ujung tombak program KKBPK melalui komunikasi interpersonal belum memiliki standar kompetensi dalam pelaksanaan komunikasi interpersonal PKB di lapangan, sehingga PKB kurang fokus dalam melaksanakan konseling sehingga berpengaruh terhadap pencapaian target program KKBPK atau dalam hal ini KKP Provinsi. Padahal berdasarkan temuan di lapangan, komunikasi interpersonal yang dilakukan PKB sangat berpengaruh terhadap kualitas informasi KKBPK yang dimiliki oleh PUS. Dimensi dan indikator yang terdapat dalam kuesioner penelitian ini dapat menjadi salah satu rujukan guna menetapkan standar kompetensi yang harus dimiliki PKB pasca menjadi pegawai BKKBN kembali. Setelah ditentukan standar kompetensi, langkah penilaian serta evaluasi juga harus dirumuskan oleh BKKBN sebagai pembina PKB agar dapat diketahui kemampuan komunikasi interpersonal PKB meningkat atau tidak. Rekomendasi akan hasil penilaian dan evaluasi dapat menjadi bahan pertimbangan dalam memberikan pelatihan dan peringatan kepada PKB dengan kompetensi rendah. Secara khusus, saran penelitian dijabarkan sebagai berikut :

1. Melihat besarnya pengaruh komunikasi interpersonal PKB terhadap kualitas informasi KKBPK yang diterima PUS di Kota Yogyakarta Tahun 2015-April 2016, maka komunikasi interpersonal dinilai sangat perlu dilakukan oleh PKB di Kota Yogyakarta. Berdasarkan observasi di lapangan, pengetahuan PUS akan informasi KKBPK relatif terbatas. Hal ini dapat menimbulkan keengganan PUS dalam turut serta mensukseskan program KKBPK. Nantinya PUS yang menerima informasi KKBPK dari tangan pertama yaitu PKB, diharapkan akan dapat menyebarluaskan informasi KKBPK kepada PUS yang belum tertarik untuk turut serta dalam program tersebut.

2. Komunikasi interpersonal proaktif dan retroaktif yang selama ini telah dilakukan PKB Kota Yogyakarta harus dipertahankan dan ditingkatkan karena langkah ini berperan besar dalam pengambilan keputusan klien

(7)

menyangkut keikutsertaan dalam program KKBPK. Apabila tidak terjadi komunikasi interpersonal yang proaktif maupun retroaktif antara PUS dan PKB maka informasi yang diterima bisa saja tidak lengkap, bahkan salah. 3. Kecamatan yang memiliki nilai kualitas komunikasi interpersonal dan

kualitas informasi KKBPK relatih rendah yaitu Kecamatan Tegalrejo dan Kraton, harus memperoleh perhatian khusus dari Kantor KB Kota Yogyakarta. PKB yang berada pada wilayah kerja tersebut perlu diberikan pelatihan dan supervisi agar dapat diketahui penyebab rendahnya kualitas komunikasi interpersonal mereka serta dapat ditingkatkan kemampuannya berkomunikasi dengan PUS.

4. Perlu diiventarisir daftar kesulitan yang dialami oleh PKB di masing-masing kecamatan dalam rngka mewujudkan komunikasi interpersonal yang berkualitas bagi PUS di wilayahnya, karena permasalahan wilayah satu dengan yang lain berbeda-beda. Setelah itu, baru dapat dipilih langkah yang tepat dalam mengatasi permasalahan yang ada.

5. Meskipun selama ini BKKBN maupun Kantor KB Kota Yogyakarta tidak menyediakan insentif dan gaji bagi mitra kerja terkait sehubungan dengan kesertaan mereka dalam mendukung program KKBPK, pemerintah daerah yang diwakili oleh Kantor KB Kota Yogyakarta dan Perwakilan BKKBN DIY harus dapat memberikan pelatihan, lokakarya maupun seminar yang bermanfaat bagi peningkatan kemampuan dan pengetahuan mitra kerja program KKBPK. Tidak dipungkiri bahwa program KKBPK tidak bisa hanya mengandalkan PKB saja, tanpa peran serta mitra terkait (IMP, paramedis, tokoh masyarakat, tokoh agama, media, dll), program KKBPK tidak dapat berjalan lancar di Kota Yogyakarta pada khususnya dan DIY pada umumnya.

6. Melalui implementasi UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dimana di dalamnya diatur bahwa PKB yang semula merupakan pegawai Pemerintah Daerah (Pemda) akan kembali dijadikan pegawai pusat, dalam hal ini di bawah BKKBN, maka permasalahan yang semula adalah milik Pemda tentu saja akan menjadi permasalahan yang harus dipikirkan oleh

(8)

BKKBN untuk diselesaikan. Terutama menyangkut kompetensi komunikasi interpersonal serta frekuensi komunikasi interpersonal yang sebaiknya dilakukan oleh PKB guna menyampaikan informasi KKBPK kepada klien, khususnya PUS. Permasalahan ini mendesak untuk dibahas karena paling lambat pada tahun 2017, seluruh PKB sudah harus menjadi pegawai BKKBN kembali. BKKBN sebagai lembaga pembina PKB perlu merumuskan langkah evaluasi bagi kinerja PKB Pasca Implementasi UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Di dalamnya perlu dirumuskan mengenai kegiatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh PKB selama menjalankan ketugasannya. Sangat disarankan agar BKKBN menetapkan standar minimum pelaksanaan komunikasi interpersonal/konseling beserta frekuensi kunjungan yang harus dilakukan dari PKB kepada PUS sehingga dapat diukur pencapaiannya.

7. Berdasarkan informasi yang dihimpun didapatkan informasi bahwa selama ini jumlah PKB dirasa kurang oleh Kantor KB Kota Yogyakarta dan BKKBN DIY. Akan tetapi, jika mengacu pada Surat Perintah Melaksanakan Tugas (SPM) jumlah PKB dibandingkan jumlah kelurahan/desa disebutkan 1:2. Berarti dengan jumlah tersebut walaupun dirasa kurang, akan tetapi masih memenuhi SPM. Hal ini menjadi dilema tersendiri bagi BKKBN. Oleh karen itu, sebagai instansi pembina sekaligus bernaung pasca implementasi UU No. 23 tentang Pemerintahan Daerah, BKKBN sebaiknya mengevaluasi kembali kebijakan tersebut apakah masih relevan digunakan di masa kini. Selain itu pasca kembalinya PKB menjadi pegawai BKKBN, BKKBN harus berkomitmen untuk menjamin ketersediaan jumlah PKB yang memadai di daerah demi keberhasilan program KKBPK secara nasional.

Referensi

Dokumen terkait

Bahan atau campuran ini tidak diklasifikasikan sebagai toksikan dengan organ target khusus, paparan berulang.

Berdasarkan pengamalan industri takaful, syarikat merupakan wakil (al-Wakil) kepada peserta dan peserta sebagai pewakil (al-muwakkil), skim takaful atau dana yang diuruskan

Untuk itu, pemerintah juga perlu menerapkan kebijakan pembatasan lalu lintas, terutama pada area yang layanan angkutan umum dan fasilitas kendaraan tidak bermotornya sudah

Tujuan dengan diadakannya kegiatan KKN-PPM ini, adalah memberikan solusi untuk mengatasi permasalahan pencemaran limbah jerami dan sekam padi yaitu pemberdayaan masyarakat

Lampu LED menunjukkan nilai tegangan terendah pada daya 9 watt sebesar 12.5 volt di tegangan line to neutral dan 21.1 volt di tegangan line to line pada sisi tegangan

Untuk pendahuluan meliputi, mengucapkan salam, memimpin berdoa, apersepsi, menyampaikan tujuan pembelajaran dan memberikan motivasi siswa. Pada pertemuan kedua ini mendapatkan

571 PK/PDT/2008, meskipun termohon peninjauan kembali I (pengugat kopensi) dalam posita dapat membuktikan hubungan hukum antara termohon peninjauan kembali I (pengugat kopensi)

Peristiwa terpanen dan terangkutnya empty bunch hingga ke PKS terjadi karena rotasi panen yang tinggi (≥6/9) sehingga buah matang pada tanaman kelapa sawit