A . LATAR BELAKANG
Maloklusi gigi merupakan salah satu masalah kesehatan gigi. Survei epidemiologi maloklusi di beberapa negara, terutama di Eropa Utara dan
Amerika Utara, telah melaporkan bahwa gangguan tentang maloklusi sering terjadi. Dampak dari gangguan maloklusi berpengaruh pada pola hidup
masyarakat. Sebagian besar masyarakat modern saat ini lebih mementingkan daya tarik fisik dan kecantikan wajah. Wajah tetap menjadi faktor kunci dalam penentuan daya tarik fisik manusia (Bellotet.al,2013).
Hasil Riset Kesehatan Nasional 2013 menunjukan sebanyak 14 provinsi di Indonesia masih mengalami masalah kesehatan gigi dan mulut sebesar 22,9%.
Prevelensi masalah maloklusi di Indonesia sendiri masih cukup tinggi yaitu sebesar 80% dari jumlah penduduk di Indonesia dan merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang cukup besar (Wijayanti,2014).
Maloklusi dapat dinilai dengan indek maloklusi yang menilai beberapa hal menyangkut maloklusi misalnya, prevalensi, keparahan, dan kebutuhan serta
hasil perwatan. Maloklusi secara epidemiologi dapat diukur dengan menggunakan alat ukur berupa indek ( Occlusion Feature Index) OFI yang dikembangkan oleh National Institute of Dental pada tahun 1957 dan telah
letak gigi berjejal, kelainan interdigitasi tonjol gigi posterior, tumpang gigit, dan jarak gigit ( Dewanto,1980).
Penelitian yang dilakukan oleh Santos (2016), tentang masalah maloklusi pada anak usia 11 – 14 di Brazil menunjukkan pengaruh status psikososialnya
yang berupa rasa tidak percaya diri. Gigi berjejal banyak dialami pada rentang usia anak 10 – 12 tahun karena pada usia ini merupakan fase kedua periode gigi bercampur. Kebanyakan anak memiliki kebiasan buruk seperti menghisap ibu
jari, bernafas lewat mulut dan lain sebagainya. Pada periode ini terjadi perubahan dimensi dari gigi sulung menjadi gigi tetap yang banyak menimbulkan masalah.
Oklusi menjadi tidak sesuai sehingga dapat terjadi keadaan gigi berjejal, gigitan silang, gigitan terbuka, gigitan dalam, dan hilangnya gigi permanen karena karies (Wijayanti,2014).
Istilah psikososial berkaitan dengan perkembangan manusia, bahwa tahap kehidupan seseorang dimulai dari lahir sampai mati serta dibentuk oleh pengaruh
sosial yang nantinya menjadi matang secara fisik dan psikologis. Semakin bertambahnya usia seseorang, secara bertahap ia mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya karena berbagai keterbatasan yang dimilikinya. Keadaan ini
mengakibatkan interaksi sosial pada dewasa dapat menurun (Myers, 2012).
Status psikososial itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor
Selain itu ada pula faktor pendukung lainnya yaitu faktor lingkungan (Myers, 2012).
Maloklusi gigi dapat mempengaruhi hubungan sosial seseorang. Maloklusi gigi tidak hanya mempengaruhi fungsi pengunyahan dan penampilan lisan, tetapi
juga dari faktor ekonomi, sosial (Hidayat,2005).
Maloklusi yang berdampak pada status psikososial dapat diukur menggunakan kuesioner Psyihosocial Impact of Dental Aesthetics Questioner
(PIDAQ) sebagai alat ukur yang dapat memberikan informasi pada suatu aspek psikososial yang dirancang untuk menilai status psikososial sebagai dampak
estetik gigi (Santos,2016).
Penelitian tentang hubungan maloklusi terhadap psikososial dilakukan pada anak pernah dilakukan oleh Santo,Mendos Paulo pada tahun 2016 dengan judul
Validity of the Psyihosocial Impact of Dental Aesthetics Questioner for use on
Brazilian adolescents di Brazil yang menunjukkan hasil adanya dampak
psikososial terhadap keadaan gigi yang mengalami maloklusi.
Sekolah Dasar Negri 04 Plalangan merupakan SD binaan Puskesmas Gunungpati Semarang, terdapat 102 siswa dari kelas 4 sampai dengan kelas 6
yang mempengaruhi karies gigi memperlihatkan orang – orang yang memiliki gigi yang maloklusi. Prevalensi maloklusi pada anak-anak pedesaan menurut
penelitian menunjukan lebih banyak dibanding prevalensi maloklusi pada anak diperkotaan (Wijayanti,2014) .
Berdasarkan banyak kasus karies gigi di SDN Plalangan 04 Gunungpati Semarang yang dapat menimbulkan maloklusi pada anak karena dengan adanya karies gigi maka gigi akan rentan dan akan mengakibatkan kehilangan gigi secara
dini, dan dapat berakibat maloklusi gigi karna ketidaksesuaian letak gigi. Pengetahuan anak pada usia 10 – 12 tahun pada umum belum mengerti tentang
kondisi kesehatan gigi yang dialami dan dampak yang ditimbulkan dari maloklusi bila tidak ditangani secara dini. Menurut hasil beberapa penelitian terdahulu terdapat banyak maloklusi pada anak dengan rentang usia 6 – 14 tahun.
Ingin dilakukan penelitian untuk mengetahui hubungan maloklusi pada anak usia 10 – 12 tahun terhadap psikologis anak di SDN O4 Plalangan Gunung Pati
Semarang .
Maloklusi yang parah dapat menyebabkan gangguan pada saat proses pengunyahan makanan, cara berbicara bahkan sampai permasalahan pada
pernafasan. Maloklusi ini dikategorikan sebagai kelainan atau penyakit yang harus diobati dengan obat yang baik. Firman Allah SWT yang berbunyi “Dan
maloklusi, selagi tindakan tersebut tidak mengubah ciptaan Allah dan semata – mata untuk kepentingan kesehatan.
B. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan maloklusi dengan status psikossosial pada siswa usia 10 –
12 tahun di SDN 04 Plalangan Gunungpati Semarang ? C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan maloklusi dengan status psikososial pada anak . 2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan indekOFI pada anak usia 10 – 12 tahun.
b. Mendeskripsikan status psikososial (PIDAQ) anak.
c. Menjelaskan hubungan maloklusi dengan ststus psikososial pada anak.
D. Manfaat
1. Keilmuan
Mengembangkan wawasan ilmu kedokteran gigi khususnya psikologi di bidang ortodonti.
2. Institusi
Menambah khasanah pustaka Fakultas Kedokteran Gigi dan Fakultas
3. Masyarakat
Sebagai pemberi informasi bagi orangtua agar dapat merawat gigi anak
dari dini.
E. Keaslian Penelitian
no Peneliti,ta hun
Judul Penelitian Perbedaan Hasil Penelitian 1. Liling Donna Trye,2013 Hubungan Kasus Maloklusi Gigi Anterior Dengan Status Psikososial Pada Pelajar SMP di Makassar.
1. Waktu dan Tempat : SMPN 12 dan 6 di Makassar pada tahun 2013.
2. Subjek penelitia : Rentang usia 11- 14 tahun.
3. Indek maloklusi :pengukuran maloklusi anterior dengan kriteria protrusi, crowded, distema, dan edge to edge. Menunjukkan hubungan kasus maloklusi gigi anterior dengan status psikososial terutama pada anak laki – laku pada rentan usia 14 tahun. 2. Uslan Isriani, 2014 Hubungan Maloklusi Terhadap Psikologis Pada Remaja SMA di Kota Makassar.
1. Waktu dan tempat : SMAN 21 dan 4 di Makassar pada tahun 2014.
2. Subjek penelitian : rentang usia 14- 16 tahun.
3. Indek maloklusi : OITN
Ada hubungan kasus maloklusi terhadap psikologi pada remaja SMA dan
ada hubungan karakteristik maloklusi terhadap status psikologi pada remaja SMA. 3. Puspita Kurnia I,2014 Hubungan Antara Overjet Dan Overbite Dengan Status Psikososial Dewasa Awal Mahasiswa Fakultasekonomi Dan Bisnis Unuversitan Muhammadiyah Surakarta Tahun 2014.
1. Waktu dan tempat : Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universita Muhammadiyah
Surakarta pada tahun 2014.
2. Subjek penelitian : rentang usia 20 – 25 tahun.
3. Indek maloklusi : pengukuran overjet dan overbite menggunakan nilai derajat overjet dan overbite .
Terdapat
hubungan yang tidak bermakna antara overjet dan overbite dengan status psikososial.
1. “Hubungan Kasus Maloklusi Gigi Anterior Dengan Status Psikososial Pada Pelajar SMP di Makassar”, Liling Donna Trye,2013 . Perbedaan peneliti
dengan penelitian sebelumnya adalah pada tempat dan waktu penelitian serta subjek penelitian . Penelian sebelumnya dilakukan di SMPN 12 dan 6
di Makassar pada tahun 2013,subjek pada penelian ini adalah usia 11- 14 tahun, dengan pengukuran maloklusi anterior dengan kriteria protrusi, crowded, distema, dan edge to edge. Sedangkan peneliti melakukan
penelitian di SDN 04 Plalangan Gunung Pati Semarang pada tahun 2017 dengan subjek usia 10 – 12 tahun , dengan menggunakan indeks OFI
sebagai pengukuan maloklusi . Persamaan peneli dengan penelitian sebelumnya terdapat pada jenis yang digunakan yaitu observasional analitik dan desain cross sectional , serta pengukuran psikologis dengan
menggunakan PIDAQ.
2. “Hubungan Maloklusi Terhadap Psikologis Pada Remaja SMA Di Kota
Makassar”, Uslan Isriani,2014. Perbedaan peneliti dengan penelitian sebelumnya adalah pada tempat dan waktu penelitian serta subjek penelitian . Penelian sebelumnya dilakukan di SMAN 21 dan 4 di Makassar
pada tahun 2014,subjek pada penelian ini adalah usia 14- 16 tahun, pengukuran indeks maloklusi dengan menggunakan OITN dan OFI .
observasional analitik dan desain cross sectional , serta pengukuran psikologis dengan menggunakan PIDAQ dan pengukuran maloklusi
menggunakan OFI .
3. “Hubungan Antara Overjet Dan Overbite Dengan Status Psikososial
Dewasa Awal Mahasiswa Fakultas ekonomi Dan Bisnis Unuversitas Muhammadiyah Surakarta Tahun 2014”, Puspita Kurnia I,2014 . Perbedaan peneili dengan peneliti sebelumnya adalah terletak pada tempat
dan waktu penelitian, subjek penelitian serta pengukuran maloklusi , penelitian sebelumnya dilakukan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universita Muhammadiyah Surakarta pada tahun 2014 , subjek dalam penelitian ini adalah usia 20 – 25 tahun dengan pengukuran overjet dan overbite menggunakan nilai derajat overjet dan overbite . Peneliti
melakukan penelitian di SDN 04 Plalangan Gunung Pati Semarang pada tahun 2017 dengan subjek usia 10 – 12 tahun , dengan menggunakan indeks
OFI sebagai pengukuran maloklusi . Persamaan peneliti dengan penelitian sebelumnya terdapat pada jenis yang digunakan yaitu observasional analitik dan desain cross sectional , serta pengukuran psikologis menggunakan