BAB II
LANDASAN PUSTAKA
2.1Landasan Teori
2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)
Menurut Arifin (2005) teori agensi mendasarkan hubungan kontrak
antar anggota-anggota dalam perusahaan, dimana prinsipal dan agen sebagai
pelaku utama. Prinsipal merupakan pihak yang memberikan mandat kepada
agen untuk bertindak atas nama prinsipal, sedangkan agen merupakan pihak
yang diberi amanat oleh prinsipal untuk menjalankan perusahaan. Dengan
demikian, kontrak kerja yang baik antara prinsipal dan agen adalah kontrak
kerja yang menjelaskan apa saja yang harus dilakukan manajer dalam
menjalankanpengelolaan dana yang diinvestasikan dan mekanisme bagi hasil
berupa keuntungan, return dan risiko-risiko yang telah disetujui oleh kedua
belah pihak.
Konsep agency theory menurut Anthony dan Govindarajan (2005)
yaitu hubungan antara prinsipal dan agen. Prinsipal mempekerjakan agen
untuk melakukan tugas untuk kepentingan prinsipal, termasuk pendelegasian
otorisasi pengambilan keputusan dari prinsipal kepada agen. Pada perusahaan
yang modalnya terdiri atas saham, pemegang saham bertindak sebagai
Pemegang saham mempekerjakan CEO untuk bertindak sesuai dengan
kepentingan prinsipal.
Menurut Jensen dan Meckling (1976) agency relationship adalah
kontrak antar prinsipal atau pemegang saham dengan agen atau manajemen
dimana agen menjadi wakil dari prinsipal untuk pengambilan keputusan yang
terbaik bagi prinsipal. Tujuan dari perusahaan adalah untuk memakmurkan
para pemegang saham sehingga agen bekerja sejalan dengan kehendak dari
prinsipal. Kenyataannya agen dan principal sering kali mempunyai
kepentingan yang berbeda. Adanya perbedaan kepentingan tersebut dapat
memicu konflik kepentingan antara keduanya.
Hubungan antara prinsipal dan agen selain menimbulkan konflik
kepentingan juga dapat menimbulkan asimetri informasi. Agen sebagai
pengelola perusahaan lebih memiliki informasi mengenai perusahaan. Kondisi
tersebut sering kali digunakan oleh agen untuk mengambil keputusan yang
menguntungan manajer pribadi dan tidak jarang dapat merugikan pihak
prinsipal.
Teori Irelevansi Dividen adalah teori menyatakan bahwa kebijakan
dividen tidak mempunyai pengaruh terhadap harga saham maupun modal
biaya dari suatu perusahaan. Teori ini didukung oleh Merton Miller dan
Franco Modigliani (MM) yang menyatakan bahwa profitabilitas dan risikolah
Teori keagenan berusaha untuk menjawab masalah keagenan yang
terjadi jika pihak-pihak yang saling bekerja sama memiliki tujuan dan
pembagian kerja yang berbeda. Secara khusus teori keagenan membahas
tentang adanya hubungan keagenan, dimana suatu pihak tertentu (principal)
mendelegasikan pekerjaan kepada pihak lain (agent) yang melakukan
perkerjaan. Para manajer diberi kekuasaaan oleh pemilik perusahaan, yaitu
pemegang saham untuk membuat keputusan, dimana hal ini menciptakan
potensi konflik kepentingan yang dikenal sebagai teori keagenan (agency
theory). Jadi, teori ini timbul pada saat keinginan dan tujuan dari principal dan
agent berlawanan, dan melakukan verifikasi tentang apa yang benar-benar
dilakukan oleh agent adalah hal yang sulit bagi principal.
2.1.2 Good Corporate Governance
2.1.2.1Definisi dan Tujuan Corporate Governance
Good Corporate Governance (GCG) adalah prinsip yang
mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai
keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam
memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholder khususnya,
dan stakeholders pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan untuk
mengatur kewenangan Direktur, manajer, pemegang saham dan pihak lain
yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan
Menurut Veronica dan Bachtiar (2004), beberapa mekanisme
corporate governance antara lain diwujudkan dengan adanya dewan
direksi, komite audit, kualitas audit, kepemilikan institusional, dan
kepemilikan manajerial. Kepemilikan manjerial adalah kepemilikan
saham oleh pihak manajemen perusahaan. Kepemilikan saham manajerial
dapat mensejajarkan antara kepentingan pemegang saham dengan
manajer sedangka kepemilikan institusional merupakan kepemilikan
saham oleh pihak institusi lain yaitu kepemilikan oleh perusahaan atau
lembaga lain.
Konsep GCG di Indonesia dapat diartikan sebagai konsep
pengelolaan perusahaan yang baik. Ada dua hal yang ditekankan dalam
konsep ini. Pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh
informasi dengan benar (akurat) dan tepat waktunya. Kedua, kewajiban
perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat,
tepat waktu dan trasnparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan,
kepemilikann dan stakeholder.
Penerapan prinsip GCG dalam dunia usaha saat ini merupakan
suatu tuntutan agar perusahaan-perusahaan tersebut dapat tetap eksis
dalam persaingan global. Penerapan GCG dalam suatu perusahaan sendiri
mempunyai tujuan-tujuan strategis. Tujuan-tujuan tersebut adalah sebagai
a. Untuk dapat mengembangkan dan meningkatkan nilai
perusahaan.
b. Untuk dapat mengelola sumber daya dan resiko secara lebih
efektif dan efisien.
c. Untuk dapat meningkatkan disiplin dan tanggung jawab dari
organ perusahaan demi menjaga kepentingan para shareholder dan
stakeholder perusahaan.
d. Untuk meningkatkan kontribusi perusahaan (khusunya
perusahaan-perusahaan pemerintah) terhadap perekonomian nasional.
e. Meningkatkan investasi nasional; dan
f. Mensukseskan program privatisasi perusahaan-perusahaan
pemerintah.
2.1.2.2Manfaat Corporate Governance
a) Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun
asing.
b) Mendapatkan cost of capital yang lebih murah dengan
penerapan Good Corporate Governance.
c) Memberikan dasar keputusan yang lebih baik untuk
meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan.
d) Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari shareholder
dan stakeholder terhadap perusahaan.
f) Melindungi Direksi/Komisaris/Dewan Pengawas dari
tuntutan hukum dan melindungi dari intervensi politis serta
usaha-usaha campur tangan di luar mekanisme korporasi.
2.1.2.3Mekanisme Corporate Governance
Penerapan mekanisme corporate governance dalam sistem
pengendalian dan pengelolaan perusahaan diharapkan dapat
meningkatkan nilai perusahaan. Dey Report (1994) dalam Siallagan dan
Machfoedz (2006) mengemukakan bahwa corporate governance yang
efektif dalam jangka panjang dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan
menguntungkan para pemegang saham.
Mekanisme corporate governance yang diproksi dengan
kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komisaris independen,
dan kualitas auditor diharapkan dapat meminimumkan terjadinya
tindakan manajemen laba yang dilakukan oleh manajer. Tujuan utama
dari corporate governance adalah untuk meminimalkan biaya agensi yang
berasal dari pemisahan kepemilikan dan pengendalian (Patiran, 2008).
Sukamulja (2004) menyatakan bahwa adanya good corporate governance
akan meningkatkan kinerja keuangan perusahaan dan pasar modal.
Kinerja perusahaan yang baik dengan biaya modal rendah akan
mendorong para investor untuk melakukan investasi di suatu perusahaan.
Banyaknya investor yang tertarik menanamkan dananya di perusahaan
berlaku, jika permintaan naik maka harga saham akan naik pula. Iqbal
(2007) membuktikan bahwa mekanisme corporate governance yang
meliputi kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dewan direksi
dan komite audit secara serentak berpengaruh terhadap praktik
manajemen laba pada perusahaan.
2.1.3 Kinerja Perusahaan
Kinerja pada dasarnya merupakan suatu yang dihasilkan atau hasil
kerja yang dicapai dari suatu usaha(Purwadarminta, 2007). Kinerja
perusahaan dapat dinilai melalui berbagai macam indikator atau variabel
untuk mengukur keberhasilan perusahaan, pada umumnya berfokus pada
informasi kinerja yang berasal dari laporan keuangan. Laporan keuangan
tersebut bermanfaat untuk membantu investor, kreditor, calon investor dan
para pengguna lainnya dalam rangka membuat keputusan investasi, keputusan
kredit, analisis saham serta menentukan prospek suatu perusahaan di masa
yang akan datang.
2.1.3.1Rasio Return On Asset (ROA)
Return on assets (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas
yang dapat mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba
dari aktiva yang digunakan. ROA mampu mengukur kemampuan
perusahaan menghasilkan keuntungan pada masa lampau untuk kemudian
Assets atau aktiva yang dimaksud adalah keseluruhan harta
perusahaan, yang diperoleh dari modal sendiri maupun dari modal asing
yang telah diubah perusahaan menjadi aktiva-aktiva perusahaan yang
digunakan untuk kelangsungan hidup perusahaan. Return On Assets
dipakai untuk mengevaluasi apakah manajemen telah mendapat imbalan
yang memadai (reasobable return) dari aset yang dikuasainya. Rasio ini
merupakan ukuran yang berfaedah jika seseorang ingin mengevaluasi
seberapa baik perusahaan telah memakai dananya. Oleh karena itu,
Return On Assets kerap kali dipakai oleh manajemen puncak untuk
mengevaluasi unit-unit bisnis di dalam suatu perusahaan multinasional
(Henry Simamora, 2000:530).
2.1.3.2Tobin’s Q
Tobin’s Q merupakan ukuran penilaian yang paling banyak digunakan
dalam data keuangan perusahaan. Nama Tobin’s Q berasal dari James
Tobin dari Yale University setelah dia memperoleh hadiah nobel. Teori Q
Tobin (Tobin’s Q Theory), bahwa kebijakan moneter mempengaruhi
perekonomian melalui pengaruhnya pada penilaian ekuitas. Tobin
mendefinisikan Q sebagai nilai pasar perusahaan dibagi dengan biaya
penggantian modal: Q tinggi, maka nilai pasar perumahan relatif tinggi
terhadap biaya penggantian modal, dan modal bangunan dan peralatan
akan relatif murah terhadap nilai pasar perusahaan. Perusahaan dapat
biaya fasilitas dan perlengkapan yang mereka beli. Pengeluaran investasi
akan meningkat karena perusahaan dapat membeli lebih banyak barang
investasi baru dengan hanya mengeluarkan sedikit ekuitasnya, begitupun
sebaliknya ketika q rendah.
2.2Penelitian Terdahulu
2.2.1 Nastiti Rizky Shiyammurti (2015)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
struktur kepemilikan dan praktik Good Corporate Governance terhadap
manajemen laba. Manajemen laba merupakan rekayasa pelaporan keuangan
dalam batas–batas tertentu yang tidak melanggar standar pelaporan keuangan.
Hal ini dilakukan oleh manajemen dengan memanfaatkan wewenangnya
dalam memilih metode akuntansi yang diizinkan oleh standar. Manajer
memiliki fleksibilitas dalam memilih metode maupun kebijakan akuntansi dari
berbagai alternatif metode dan kebijakan yang ada.
2.2.2 Restie Ningsaptiti (2010)
Penelitian ini mereplikasi penelitian yang dilakukan oleh Nuryaman
(2008), dengan objek penelitian perusahaan-perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Penelitian ini berusaha menyelidiki
adanya praktik manajemen laba serta menguji kembali faktor-faktor yang
mempengaruhinya seperti konsentrasi kepemilikan, ukuran perusahaan, dan
mekanisme corporate governance. Selain itu, penelitian ini juga
governance karena dalam penelitian Wilopo (2004) variabel ini ditemukan
berhubungan secara signifikan dengan manajemen laba.
2.2.3 Septian Marwanto (2013)
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh mekanisme corporate
governance terhadap kinerja perusahaan pada perusahaan yang terdaftar pada
Indonesian Institute For Corporate Governance pada tahun 2012-2015.
Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling dalam menentukan
jumlah sampel yang digunakan dan diperoleh 59 perusahaan yang digunakan
sebagai sampel. Rasio yang digunakan adalah rasio likuiditas, rasio
solvabilitas, rasio aktivitas, rasio profitabilitas, rasio nilai pasar, dan altman
z-score
2.2.4 Tegar Rahardi (2013)
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh corporate governance
terhadap manajemen laba. Variabel independen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah proporsi dewan komisaris independen, komite audit,
struktur kepemilikan manajerial dan struktur kepemilikan institusional.
Komite audit dalam penelitian ini diukur dengan menjumlah komite audit
yang ada dalam perusahaan. Manajemen laba sebagai variabel dependen
diproksi dengan discretionary accruals dan dihitung dengan model Jones yang
2.2.5 Rahmita Wulandari (2013)
Penelitian ini bertujuan untuk menguji mekanisme corporate
governance, yang meliputi ; kepemilikan institusional, komisaris independen,
dewan direksi, ukuran perusahaan, dan leverage terhadap manajemen laba.
Penelitian ini juga menguji konsekuensi manajemen laba terhadap kinerja
keuangan. Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan non-keuangan yang
terdaftar di BEI (Bursa Efek Indonesia) dalam periode 2008-2011. Jumlah
sampel yang digunakan sebanyak 103 perusahaan yang diambil melalui
purposive sampling.
2.2.6 Alesia Heni Selviani (2017)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh profitabilitas,
leverage dan ukuran perusahaan terhadap manajemen laba yang diukur
dengan discretionary accruals. Jenis penelitian ini adalah studi empiris.
Penelitian ini hanya mengamati periode relatif pendek yaitu 3 tahun,
dikarenakan ketersediaan waktu dan dana. Penelitian ini hanya menggunakan
perusahaan yang secara konsisten terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia yang
menerbitkan laporan keuangan dalam mata uang rupiah.
2.2.7 Alipia Dwi Ambar Arimurti (2014)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh good corporate
governance, profitabilitas, dan leverage terhadap manajemen laba. Penelitian
ini menggunakan data sekunder yaitu perusahaan pada kategori manufaktur
perusahaan pada kategori manufaktur dengan periode tahun 2007-2011
melalui purpose sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel
komite audit,ukuran dewan direksi, proporsi komisaris independen,
kepemilikan institusional, profitabilitas, dan leverage terbukti berpengaruh
terhadap manajemen laba.
2.3Kerangka Pemikiran Penelitian
Berdasarkan pada tinjauan pustaka dan beberapa penelitian terdahulu, maka
peneliti mengindikasikan faktor-faktor corporate governance dalam hal ini dapat
dilihat dari persentase dewan komisaris, dewan direksi, dan komite audit. Dalam
memahami dinamika variabel-variabel tersebut, maka diperlukan suatu kerangka
pemikiran. Adanya landasan teori yang telah diungkapkan, dan disusun hipotesis
penelitian, kemudian dapat digambarkan dalam kerangka pemikiran sebagai
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Penelitian
Variabel Independen: Variabel Dependen:
Good Corporate Governance Kinerja Perusahaan
H1+
H2+
H3+
H5+ H4+
H6+
Sumber: Dikembangkan untuk penelitian ini, 2018
Keterangan :
= Pengaruh individual masing-masing variabel independen terhadap Kinerja Perusahaan
2.4Pengembangan Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran yang telah di bahas
sebelumnya dalam penelitian ini, maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai
berikut:
Dewan Komisaris (X1)
Dewan Direksi (X2)
Komite Audit (X3)
Tobin’s Q (Y1)
Penelitian terdahulu dari Barnhart dan Rosenstein (1998) membuktikan bahwa
semakin tinggi perwakilan komisaris independen maka semakin tinggi kinerja
perusahaan yang dapat dilihat dari firm value-nya. Komisaris independen
berhubungan dengan kinerja perusahaan ketika didukung oleh perspektif bahwa
adanya komisaris independen diharapkan akan dapat memberikan fungsi
pengawasan terhadap perusahaan secara lebih objektif dan independen, serta
menjamin pengelolaan yang bersih dan operasi perusahaan yang sehat sehingga
dapat mendukung kinerja perusahaan.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan sebuah hipotesis sebagai
berikut:
H1: Dewan Komisaris berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan
(Tobin’s Q).
Keberadaan komisaris independen dalam perusahaan akan dapat membantu
merencanakan strategi jangka panjang perusahaan, serta secara berkala
melakukan review atas implementasi strategi tersebut. Komisaris independen
merupakan sebuah posisi yang baik untuk melaksanakan fungsi pengawasan
terhadap pengelolaan perusahaan supaya tercipta suatu perusahaan yang good
corporate governance.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan sebuah hipotesis sebagai
H2: Dewan Komisaris berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan
(ROA).
Kepemilikan manajerial dalam suatu perusahaan akan mendorong manajemen
untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Hal tersebut dikarenakan kepentingan
para manajer yang juga memiliki perusahaan. Kinerja manjerial merupakan suatu
persentase suara yang berkaitan dengan saham dan option yang dimiliki oleh
manajer dan direksi perusahaan. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa
untuk mengurangi konflik kepentingan antara agent dan principal dapat
dilakukan dengan meningkatkan kepemilikan manjerial dalam suatu perusahaan.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan sebuah hipotesis sebagai
berikut:
H3: Direksi berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan (Tobin’s Q).
Kepemilikan manajerial dalam suatu perusahaan akan mendorong manajemen
untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Hal tersebut dikarenakan kepentingan
para manajer yang juga memiliki perusahaan. Kinerja manjerial merupakan suatu
persentase suara yang berkaitan dengan saham dan option yang dimiliki oleh
manajer dan direksi perusahaan. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa
untuk mengurangi konflik kepentingan antara agent dan principal dapat
dilakukan dengan meningkatkan kepemilikan manjerial dalam suatu perusahaan.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan sebuah hipotesis sebagai
berikut:
Semakin banyak komite audit yang independen yang dimiliki oleh
perusahaan, maka akan memberikan perlindungan para stakeholder dan semakin
optimalnya fungsi pengawasan terhadap proses akuntansi serta keuangan,
sehingga akan memberikan peningkatkan pada kinerja perusahaan. Hal tersebut
sesuai dengan penelitian Siallagan dan Machfoedz (2006) membuktikan bahwa
keberadaan komite audit memiliki pengaruh positif terhadap kualitas laba dan
nilai perusahaan yang dihitung dengan Tobin’s Q.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan sebuah hipotesis sebagai
berikut:
H5: Komite audit berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan
(Tobin’s Q).
Audit merupakan sebuah elemen penting dari pasar modal yang efisien. Hal
tersebut dikarenakan audit dapat meningkatkan kredibilitas informasi keuangan
baik secara langsung yang dapat mendukung praktik corporate governance
melalui pelaporan keuangan yang disajikan secara transparan (Francis et al, 2003
dan Sloan, 2001 dalam Haat, 2008). Oleh karena itu, pelaporan keuangan yang
transparan akan mempengaruhi alokasi sumber daya perusahaan (SEC, 2000
dalam Haat, 2008).
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan sebuah hipotesis sebagai
berikut: