• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERNIKAHAN PATTONGKO SIRI’ DI DESA JE’NEMADINGING KECAMATAN PATTALLASSANG KABUPATEN GOWA (Studi Kasus Tahun 2013-2015)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "1 PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERNIKAHAN PATTONGKO SIRI’ DI DESA JE’NEMADINGING KECAMATAN PATTALLASSANG KABUPATEN GOWA (Studi Kasus Tahun 2013-2015)"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

1

PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERNIKAHAN PATTONGKO

SIRI’ DI DESA JE’NEMADINGING KECAMATAN PATTALLASSANG

KABUPATEN GOWA (Studi Kasus Tahun 2013-2015)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Hukum Islam Jurusan Peradilan Agama

pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar

Oleh: HASNAH NIM : 10100112044

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

(2)
(3)
(4)

4

KATA PENGANTAR









Assalamu Alaikum Warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillah, puji syukur yang tak terhingga penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga

penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pandangan

Hukum Islam Terhadap Pernikahan Pattongko Siri‟ di Desa Je‟nemadinging Kecamatan Pattallassang Kabupaten Gowa (Studi Kasus Tahun 2013-2015)” sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SH.I) dengan baik dan benar.

Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad saw. yang sangat berjasa membawa ummat ke jalan Dienul Islam. Beliau adalah hamba Allah swt. yang benar dalam ucapan dan perbuatannya, yang diutus kepada penghuni alam semesta, sebagai pelita dan bulan purnama bagi pencari cahaya penebus kejahilan gelap gulita sehingga atas dasar cinta kepada beliaulah penulis mendapat motivasi yang besar untuk menuntut ilmu.

(5)

5

dalam menafkahi kebutuhanku. Harapan serta doa beliaulah hingga saat ini penulis mampu untuk melewati masa-masa sulit selama menjalani studi di bangku perkuliahan. Dan untuk saudaraku terkasih dan tersayang Hasmah, Hasmira, Hendra, dan Hasrul serta Keluarga besarku, terima kasih penulis haturkan karena telah membimbing, mencintai, memberi semangat, harapan, arahan, motivasi serta memberi dukungan, baik secara materil maupun spiritual sampai terselesaikannya skripsi ini dengan baik. dan tak lupa pula ucapan terima kasih yang sebesar–besarnya saya sampaikan kepada:

1. Ayahanda Prof. Dr. H. Musafir Pababbari, M.Si sebagai Rektor UIN Alauddin Makassar dan Segenap Pembantu Rektor yang memberikan kesempatan mengecap

getirnya kehidupan kampus UIN, sehingga penulis merasa diri sebagai warga kampus

insan akademisi.

2. Ayahanda Prof. Dr. Darusalam, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum.

serta Wakil Dekan I, II dan III Fakultas Syariah dan Hukum.

3. Bapak Dr. Supardin, M.Hi. beserta ibu Dr. Hj. Fatimah, M.Ag. selaku Ketua Jurusan dan Sekertaris Jurusan Peradilan Agama UIN Alauddin Makassar; 4. Bapak Prof. Dr. H. A. Qadir Gassing HT., M.S. dan Drs. Syamsuddin Ranja,

M.HI, selaku pembimbing I dan II yang selalu meluangkan waktunya untuk mengarahkan serta membimbing penulis sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik.

(6)

6

6. Segenap Dosen-dosen Jurusan Peradilan Agama yang telah mendidik, membimbing, mengajar dan mengamalkan ilmu-ilmunya kepada penulis. Semoga ilmu yang telah mereka sampaikan dapat bermanfaat bagi kami di dunia dan di akhirat. Aamiin.

7. Bapak kepala Desa Je‟nemadinging dan jajarannya serta masyarakat

Je‟nemadinging yang telah banyak membantu dan memberi petunjuk dalam

proses penyelesaian skripsi ini.

8. Serta seluruh teman-teman Peradilan Agama angkatan 2012 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang sedikit banyaknya memberikan ide dalam penulisan skripsi ini sehingga dapat berkembang, khususnya kepada sahabat-sahabatku Ririn Angreany, Dita Mardiah Novita. B, A. Absarita, Syamsidar, Nur Khaerati Samad, Sry Irnawati, Haerani, dan Hardianti Haeba, juga tak lupa kepada teman-teman KKNP angkatan VI khususnya posko 1 Desa Parigi Kec. Tinggimoncong Kab. Gowa yang saya cintai dan saya banggakan berkat dukungan penuh dan menjadi inspirator serta inisiator penulis.

9. Kepada adik-adik sepupu Andi ayhu Pratama, Nurfadila Amir yang telah menemani saya menemui orang-orang yang akan saya wawancarai demi kelancaran dan kelengkapan data hingga skripsi ini dapat tercipta.

10.Tak lupa pula saya ucapkan terimakasih banyak kepada Kak Raga yang selalu setia menemani selama proses penulisan skripsi ini.

(7)

7

Amiinn Yaarobbal Alamiiinn…… Akhir kata Billahitaufiqwalhidayah

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Samata , 25 Agustus 2016 Penyusun

(8)

8 DAFTAR ISI

JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... ii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

PEDOMAN TRANSLITERASI ... xi

ABSTRAK ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1-8 A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus ... 6

C. Rumusan Masalah ... 6

D. Kajian Pustaka ... 7

E. Tujuandan Kegunaan Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN TEORETIS ... 9-19 A. Pengertian Pernikahan ... 9

B. Dasar Hukum Pernikahan ... 10

C. Prinsip-Prinsip Pernikahan ... 11

D. Syarat-Syarat dan Rukun Pernikahan... 13

E. Pernikahan Yang Dilarang ... 16

F. Pengertian Pernikahan Pattongko Siri‟ ... 18

G. Dampak Pernikhan Pattongko Siri‟ ... 18

(9)

9

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 20-24

A. Jenis dan Lokasi Penelitian ... 20

B. PendekatanPenelitian ... 20

C. Jenis dan Sumber Data ... 20

D. Metode Pengumpulan Data ... 21

E. Instrumen Penelitian... 23

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 23

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERNIKAHAN PATTONGKO SIRI’ DI DESA JE’NEMADINGING KECAMATAN PATTALLASSANG KABUPATEN GOWA (STUDI KASUS TAHUN 2013-2015) ... 25-62 A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 25

B. Pelaksanaan Pernikahan Pattongko Siri‟ ... 32

C. Akibat Hukum Dari Pernikahan Pattongko Siri‟ di Lihat Dari Pandangan Hukum Islam ... 51

D. Pandangan Tokoh Masyarakat Terhadap Pernikahan Pattongko Siri‟ ... 59

BAB V PENUTUP ... 63-64 A. Kesimpulan ... 63

B. Implikasi Penelitian ... 64 DAFTAR PUSTAKA ... 66-67

LAMPIRAN-LAMPIRAN ...

(10)

10

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pembagian Wilayah Desa Je'nemadinging ... 25

Tabel 2. Luas Tanah Berdasarkan Penggunaannya ... 26

Tabel 3. Jumlah Kepala Keluarga di Desa Je'nemadinging ... 27

Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Umur Dan Jenis Kelamin……...27

Tabel 5. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian………...………..……28

Tabel 6. Kedaaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan………...…29

Tabel 7. Prasarana Pendidikan di Desa Je‟nemadinging……….…….…….30

Tabel 8. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pemeluk Agama………..……….…..30

Tabel 9. Prasarana Peribadatan di Desa Je‟nemadinging………..………31

(11)

11

TRANSLITERASI

A. Transliterasi Arab-Latin

Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf Latin dapat dilihat pada tabel berikut :

1. Konsonan

Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama

ا Alif Tidak

dilambangkan

Tidak dilambangkan

ب Ba B Be

ت Ta T Te

ث ṡa ṡ es (dengan titik diatas)

ج Jim J Je

ح ḥa ḥ ha (dengan titik dibawah)

خ Kha Kh ka dan ha

د Dal D De

ذ Zal Z zet (dengan titik diatas)

ر Ra R Er

ز Zai Z Zet

س Sin S Es

(12)

12

ص ṣad ṣ es (dengan titik dibawah)

ض ḍad ḍ de (dengan titik dibawah)

ط ṭa ṭ te (dengan titik dibawah)

ظ ẓa ẓ zet (dengan titik dibawah)

ع „ain ̒ apostrof terbalik

غ Gain G Ge

ف Fa F Ef

ق Qaf Q Qi

ك Kaf K Ka

ل Lam L El

م Mim M Em

ن Nun N En

و Wau W We

ه Ha H Ha

ء Hamzah ̓̓ Apostrof

ى Ya Y Ye

Hamzah (ء) yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda apa pun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda ( ̓ ).

(13)

13

Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

Vokal tunggal bahasa Arab yang lambanya berupa tanda atau harakat, transliterasinya sebagai berikut:

Tanda Nama Huruf Latin Nama

اَا fatḥah a A

اِا Kasrah i I

اُا ḍammah u U

Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:

Tanda Nama Huruf Latin Nama

اَ fatḥah dan yā̓̓ ai a dan i

اَو fatḥah dan wau au a dan u

3. Maddah

Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:

Harakat dan Huruf

Nama Huruf dan

tanda

Nama

اَ … / اَا…. Fatḥah dan alif atau

yā̓̓

ā a dan garis di

atas

(14)

14

atas

و ḍammah dan wau Ữ u dan garis di

atas Contoh:

ت ام : māta

ىمر : ramā

ليق : qīla

ت ومي : yamūtu

4. Tā marbūṭah

Tramsliterasi untuk tā’ marbūṭah ada dua yaitu: tā’marbūṭah yang hidup atau mendapat harakat fatḥah, kasrah, dan ḍammah, transliterasinya adalah (t). sedangkan

tā’marbūṭah yang mati atau mendapat harakat sukun, transliterasinya adalah (h).

Kalau pada kata yang berakhir dengan tā’ marbūṭah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka tā’

marbūṭah itu ditransliterasikan dengan ha (h).

5. Syaddah (Tasydīd)

Syaddah atau tasydīd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan

sebuah tanda tasydīd ( ﹼ ), dalam transliterasi ini dilambangkan dengan perulangan

huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah. 6. Kata Sandang

Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf لا (alif

lam ma‟arifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang ditransliterasi seperti

(15)

15

ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan dihubungkan dengan garis mendatar ( - ).

7. Hamzah.

Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof ( „ ) hanya berlaku bagi

hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletah di awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif.

8. Penulisan Kata Arab yang Lazim Digunakan dalam Bahasa Indonesia Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa Indonesia, atau sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, atau lazim digunakan dalam dunia akademik tertentu, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya, kata al-Qur‟an (dari al-Qur‟ān), Alhamdulillah, dan munaqasyah. Namun, bila kata-kata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka harus ditransliterasi secara utuh.

9. Laf al-jalālah ( )

Kata “Allah” yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf lainnya atau

berkedudukan sebagai muḍā ilaih (frasa nominal), ditransliterasi tanpa huruf hamzah.

Contoh:

الله نيد dīnullāh الله اب billāh

Adapun tā’ marbūṭah di akhir kata yang disandarkan kepada lafẓ al-jalālah, ditransliterasi dengan huruf (t). contoh:

(16)

16 10. Huruf Kapital

Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf capital (All caps), dalam transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan huruf capital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf capital, misalnya, digunakan untuk menulis huruf awal nama diri (orang, tempat, bulan) dan huruf pertama permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh kata sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap dengan huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat, maka huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf kapital (Al-). Ketentuan yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul referensi yang didahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks maupun dalam catatan rujukan (CK,

(17)

17 ABSTRAK

Nama : Hasnah

Nim : 10100112044

Judul : Pandangan Hukum Islam Terhadap Pernikahan Pattongko Siri’ di

Desa Je’nemadinging Kecamatan Pattallassang Kabupaten Gowa (Studi

Kasus Tahun 2013-2015)

Pokok masalah penelitian ini adalah Bagaimana Pandangan Hukum Islam

Terhadap Pernikahan Pattongko Siri‟ di Desa Je‟nemadinging Kecamatan

Pattallassang Kabupaten Gowa ? Pokok masalah tersebut selanjutnya di-breakdown kedalam sub masalah atau pertanyaan Penelitian, yaitu : 1) Bagaimana tata cara pelaksanaan perkawinan pattongko siri‟ di Desa Je‟ne Madinging Kecamatan Pattallassang Kabupaten Gowa ? 2) Bagaimana akibat hukum dari perkawinan

pattongko siri‟ dilihat dari pandangan hukum Islam di Desa Je‟ne Madinging

Kecamatan Pattallassang Kabupaten Gowa ? 3) Bagaimana Pandangan Masyarakat

terhadap perkawinan pattongko siri‟ di Desa Je‟ne Madinging Kecamatan

Pattallassang Kabupaten Gowa?

Jenis Penelitian ini tergolong Kualitatif dengan pendekatan penelitian yang digunakan adalah :pendekatan normatif (syar’i) dan yuridis dalam memahami situasi apa adanya. Serta pendekatan sosial-culture yang ada di desa tempat penelitian berlangsung. Adapun sumber data penelitian ini adalah pelaku pernikahan pattongko

siri‟, orang tua pelaku pernikahan pattongko siri‟, kepala Desa, tokoh agama dan masyarakat. Selanjutnya, metode pengumpulan data yang di gunakan adalah Observasi, wawancara, dokumentasi, dan penelusuran referensi. Lalu teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan melalui tiga tahapan, yaitu: reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Hasil yang di capai dari penelitian ini adalah: 1) penyebab masyarakat

melakukan Pernikahan pattongko siri‟ di Desa Je‟nemadinging yaitu dikarenakan

(18)

18

pandangan masyarakat terhadap pernikahan pattongko siri itu sah apabila telah memenuhi syarat dan yang dijadikan pattongko siri‟ itu tidak merasa keberatan. Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan oleh penyusun dengan menimbang dari

sebab dilakukannya pernikahan pattongko siri‟ ini sangat berpengaruh terhadap anak

yang dikandung tersebut sebab resiko cukup bahaya apabila anak yang di kandung tersebut harus lahir tanpa sosok ayah yang akan menafkahinya hingga dewasa kelak. Maka kebijaksanaan yang harus diambil adalah dengan melakukan pernikahan

pattongko siri‟.

Implikasi dari penelitian ini adalah: 1) orang tua harus lebih memperhatikan anak-anaknya agar tidak terjerumus kedalam pergaulan bebas hingga mengakibatkan hamil diluar nikah. 2) kegiatan keagamaan harus dikembangkan agar para remaja bisa memahami apa yang diperintahkan oleh Allah swt. 3) jika memang perlu melakukan

pernikahan pattongko siri‟ semuanya harus berdasarkan aturan yang telah ditetapkan

(19)

19 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pernikahan adalah upacara pengikatan janji nikah yang di rayakan atau di laksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara norma agama, norma hukum, dan norma sosial. Upacara pernikahan memiliki banyak ragam dan variasi menurut tradisi suku bangsa, agama, budaya maupun kelas sosial. Penggunaan adat atau aturan tertentu kadang-kadang berkaitan dengan aturan atau hukum agama tertentu pula.

Pengesahan secara hukum suatu pernikahan biasanya terjadi pada saat dokumen tertulis yang mencatat pernikahan di tandatangani. Upacara pernikahan sendiri biasanya merupakan acara yang di langsungkan untuk melakukan upacara pernikahan berdasarkan adat istiadat yang berlaku di tempat tersebut, dan kesempatan untuk merayakan bersama teman dan keluarga.

Wanita dan pria yang sedang melangsungkan pernikahan dinamakan pengantin dan kemudian setelah upacara pernikahannya selesai kemudian mereka di namakan suami dan istri dalam ikatan perkawinan.

(20)

20



















































Terjemahnya :

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki- laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan) mempergunakan (nama- Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan) peliharalah (hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.1

Sebagai realisasi ayat di atas, Allah swt. dan rasul-Nya menetapkan dasar-dasar pelaksanaan perkawinan dengan berbagai nilai dan syarat serta tatacara sesuai dengan ajaran agama Islam. Namun dalam pelaksanaannya bentuk dan tatacara pelaksanaan perkawinan tersebut sangat dipengaruhi oleh hukum adat masing-masing daerah termasuk lingkungan hukum adat daerah Sulawesi Selatan secara umum dan khususnya adat daerah Bugis Makassar.

Sistem hukum perkawinan adat Bugis Makassar mengenal upaya-upaya hukum adat untuk memperbaiki hal-hal yang di anggap bertentangan dengan hukum perkawinan berdasarkan nilai-nilai hukum.

Anak di luar nikah menurut hukum adat, apabila lelaki yang menghamili perempuan tersebut tidak di ketahui identitasnya ataupun lelaki tersebut tidak mau bertanggung jawab maka upaya yang dapat di lakukan menurut hukum adat setempat yaitu :

1

(21)

21

a. Mencari keluarga dari laki-laki tersebut untuk menikahi perempuan itu. b. Menyuruh orang lain untuk menikahinya (bukan keluarga).2

Kalau upaya pertama di atas gagal maka upaya kedua dilakukan untuk menikahkan perempuan tersebut. Perkawinan seperti ini menurut istilah daerah setempat di sebut perkawinan Pattongko siri’, yaitu suatu tindakan pemuliahn harkat dan martabat atau harga diri dengan jalan melaksanakan pernikahan Pattongko siri‟.

Upaya pattongko siri‟, biasanya dilakukan oleh para pemangku Adat, Tokoh

agama setempat yang menyuruh untuk menikahkannya.

Pernikahan Pattongko siri‟ di laksanakan sebelum anak yang di kandung

perempuan itu lahir, tujuannya agar anak tersebut kelak setelah lahir tidak tergolong anak bule (anak yang tidak mempunyai bapak atau anak haram) menurut pandangan hukum adat.

Akan tetapi jika di analisis menurut hukum Islam anak itu tetap di anggap sebagai anak di luar nikah (anak yang lahir dari proses perzinahan), dan lelaki yang

menikahi perempuan itu dengan jalan perkawinan pattongko siri‟ tidak dapat

mengakui anak tersebut sebagai anak kandung menurut hukum Islam, hanya apabila anak itu lahir dari proses biologis antara ayah dan ibunya, dimana ada harus di dahului dengan adanya ikatan perkawinan menurut tata cara yang di atur dalam Hukum Islam.3

Berdasarkan uraian di atas penulis mengambil tiga contoh sebagai data awal

mengenai pernikahan pattongko‟ siri‟:

2

Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat (Bandung: Citra Adya Bakti, 1990), h. 35.

3

(22)

22

Data pertama atas nama Rusmin umur 22 tahun mengungkapkan bahwa ia

mengalami pernikahan pattongko siri‟ karena waktu itu ayahnya menghamili seorang

perempuan yang bernama Rismawati yang berumur 19 tahun akan tetapi ayah dari Rusmin tidak mau mempertanggung jawabkan perbuatannya maka keluarga dari Rismawati mau melaporkan ayah Rusmin ke polisi dengan alasan dia tidak mau mempertanggungjawabkan perbuatannya namun disisi lain keluarga Rismawati masih memiliki rasa kekeluargaan terhadap ayah Rusmin tersebut dan memutuskan menunjuk Rusmin menggantikan posisi ayahnya untuk menikahi Rismawati.

Data kedua atas nama Darmawati 21 tahun mengungkapkan bahwa ia telah

mengalami pernikahan pattongko siri‟ karena pada saat itu kakak kandungnya yang

bernama Rahmi umur 24 tahun di jodohkan dengan laki-laki yang bernama Muhammad Agus yang berumur 26 tahun akan tetapi Rahmi kabur satu hari sebelum pernikahannya dan untuk menutupi rasa malu pada semua orang terutama pada pihak keluarga laki-laki maka di tunjuklah adiknya yang bernama Darmawati untuk menggantikan posisi Rahmi dan menikah dengan Muhammad Agus.

(23)

23

Adapun data awal dalam bentuk wawancara dalam bahasa Makassar, yaitu sebagai berikut :

Maka se‟re arena Rusmin umuru‟ 22 tahun akkana anjari pattongko siri‟ saba‟

anjo wattua bapakna appakatianangi baine imia antu arena Risma umuru 19 tahun mingka anjo manggena Rusmin teai attanggung jawab jari anjo keluargana Risma

erokki a‟lapor mae ri polisia saba‟ teai attanggung jawab tapi anne keluargana i

Risma nia inja pangamaseanna mae ri keluargana i Rusmin jari anne keluargana

Risma takkala Rusmin na jo‟jo untuk ambuntingi Risma.4

Maka rua arena Darmawanti umuru 21 tahun akkana ia le‟ba anjari pattongko

siri‟ saba‟ anjo waktua kakanna iyamiantu arenna Rahmi umuru‟na 24 tahun di

pasialle siagang bura‟ne iami antu arenna Muhammad Agus umuru‟na 26 tahun tapi

anne Rahmi lari a‟lampa siallo sebelumna pesta pa‟buntinganna supaya tena na siri‟

-siri‟ mae ri tawwa terutama mae ri keluargana Muhammad Agus na ri jo‟jo‟mo

Darmawati untuk ansambeangi posisina Rahmi iamiantu ambuntingi Muhammad Agus.5

Maka tallu arenna Hamsar Daeng Kulle umru‟ 34 tahun statusna sebelumna na nikkai Maryam iamiantu duda akkan le‟ba‟mi na bunting Maryam umuru‟ 25

tahun alasanna na kamaseangi Maryam saba‟ tianang 7 bulangi na anjo tau

ampakatianangi Maryam teai attanggung jawab na tena di issengi kana kemai lampanna anjomi Hamsar Daeng Kulle na na bunting Maryam ka na kamaseangi na ia tena tommo bainenna.6

4

Rusmin, hasil wawancara (Je‟ne Madinging, Selasa 15 Desember 2015)

5

Darmawanti, hasil wawancara(Je‟ne Madinging, Kamis 17 Desember 2015)

6

(24)

24

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka perkawinan pattongko siri‟ apabila di liat dari proses terjadinya maksud dan tujuan serta tata cara pelaksanaanya di kabupaten Gowa akan menimbulkan berbagai aspek hukum terutama jika di analisis dari hukum adat dan hukum Islam, karena pada hakikatnya perkawinan tersebut haruslah sejalan dengan maksud Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1974 jo Peraturan Pemerintah No. 9 1975.

B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus

Agar tidak ada kesalah pahaman dalam memenuhi maksud judul skripsi ini, maka ada beberapa kata yang perlu diberi penjelasan sebagai berikut:

1. Hukum Islam adalah sebuah sistem hukum yang di dasarkan atas syariah Islam dengan sumber hukum utamanya adalah Al-Qur‟an dan sunnah.7

2. Hukum perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa.

3. Pattongko siri’, yaitu suatu tindakan pemulihan harkat dan martabat atau harga diri dengan jalan melaksanakan perkawinan.

C. Rumusan Masalah

7

(25)

25

Berdasarkan latar belakang masalah yang di kemukakan tersebut di atas pada

persoalan hukum yang menyangkut perkawinan pattongko siri‟, maka pokok masalah

dari penelitian ini yaitu “bagaimana pandangan hukum Islam terhadap pernikahan

pattongko siri’di Desa Je‟nemadinging Kecamatan Patallassang Kab. Gowa ?”.

Dari pokok masalah tersebut, maka submasalah yang akan di bahas dalam proses penulisan di batasi, yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana tata cara pelaksanaan perkawinan pattongko siri‟ di Desa

Je‟nemadinging Kecamatan Pattallassang Kabupaten Gowa?

2. Bagaimana akibat hukum dari perkawinan pattongko siri‟ dilihat dari

pandangan hukum Islam di Desa Je‟nemadinging Kecamatan

Pattallassang Kabupaten Gowa ?

3. Bagaimana Pandangan Masyarakat terhadap perkawinan pattongko siri‟

di Desa Je‟nemadinging Kecamatan Pattallassang Kabupaten Gowa?

D. Kajian Pustaka

Sejak dulu sampai sekarang sudah banyak dibicarakan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknnya hasil karya para ulama dan intelektual tentang perkawinan. Adapun karya tulis dalam bentuk buku yang penulis tinjau :

1. DR. H. Abd. Kadir Ahmad MS.,Ed, 2006, Sistem Perkawinan di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. di dalam buku ini membahas tentang perkawinan adat Makassar sedangkan didalam tulisan ini penulis membahas tentang

(26)

26

2. Prof. Dr. Sabri Samin, M.Ag, 2010, Fikih II. Dalam buku ini membahas tentang dasar dan hukum pernikahan sedangkan dalam tulisan ini penulis bukan hanya membahas dasar dan hukum pernikahan akan tetapi penulis juga membahas bagaimana pandangan hukum Islam serta pandangan masyarakat

terhadap pernikahan Pattongko Siri‟.

3. Prof. Dr. Abdul Rahman Gozali, M.A. Fiqh Munakahat. Dalam buku ini membahas tentang bagaimana Prinsip-prinsip Perkawinan serta rukun dan syarat sah perkawinan sedangkan didalam tulisan ini penulis berfokus kepada

tatacara dan penyelesaian pernikahan pattongko siri‟.

Selain buku diatas penulis juga mengambil referensi lain seperti Kompilasi Hukum Islam dan Undang-undang Perkawinan di Indonesia.

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan yang ingin di capai dalam penulisan ini adalah :

1. Memahami bagaimana pandangan hukum Islam menyikapi pernikahan

Pattongko siri‟.

2. Memahami bagaimana pandangan masyarakat setempat dalam menyikapi

pernikahan Pattongko siri‟.

Kegunaan penelitian:

1. Dapat menambah keilmuan bagi penulis mengenai pandangan hukum Islam

terhadap perkawinan akibat Pattongko siri‟ di Desa Je‟nemadinging Kec.

(27)

27

(28)

28 BAB II

TINJAUAN TEORETIS

A. Pengertian Pernikahan

Perkawinan atau nikah artinya suatu akad yang menghalalkan pergaulan antara seorang laki-laki dan perempuan yang bukan muhrimnya dan menimbulkan hak dan kewajiban antara keduanya.

Kata nikah berasal dari bahasa arab yang di dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan dengan perkawinan. Nikah menurut istilah syariat Islam adalah akad yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang tidak ada hubungan mahram sehingga dengan akad tersebut terjadi hak dan kewajiban antara kedua insan.

Hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan adalah merupakan tuntunan yang telah diciptakan oleh Allah swt. Dan untuk menghalalkan hubungan ini maka di syariatkanlah akad nikah. Pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang di atur dengan pernikahan ini akan membawa keharmonisan, keberkahan dan kesejahteraan baik bagi laki-laki maupun perempuan, bagi keturunan antara keduanya bahkan bagi masyarakat yang ada di sekeliling kedua insan tersebut.

Dalam Undang-undang perkawinan disebutkan bahwa:

Perkawinan ialah lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.8

8

(29)

29 B. Dasar Hukum Pernikahan

Adapun dasar hukum pernikahan terdapat dalam Al-Qur‟an dan Hadis. Dijelaskan dalam firman Allah swt. QS An-Nur/24:32.









































Terjemahnya:

Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan dari hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya, dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi maha mengetahui.9

Dan QS Ar-Ruum /30:21.



















































Terjemahnya:

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikannya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.10

9

Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya (Jakarta: PT. Lentera Jaya Abadi, 2011), h. 355.

10

(30)

30

Dalam hadis Rasulullah SAW. Ditemukan beberapa anjuran untuk melangsungkan pernikahan:

عَلاعَق دٍدبْوعُ بْ عَم عِنبْبا عِنعَ

:

ص عِالله عُلبْوعُسعَر عَلاعَق

:

عِنعَم عِباعَبَّشلا عَرعَشبْ عَم اعَي

عِ بْرعَ بْلعِل عُنعَ بْحعَا عَ عِرعَ عَببْلعِل ضُّ عَ عَا عُ َّ عِاعَف بْ َّ عَ عَ عَيبْلعَف عَ عَااعَبلبْا عُمعُ بْ عِم عَااعَ عَ بْسا

.

عَ

ءٌااعَ عِ عُ عَل عُ َّ عِاعَف عِ بْوَّ لاعِب عِ بْيعَلعَ عَف بْ عِ عَ بْ عَي بْمعَل بْنعَم

.

ة امجلا

Artinya:

Dari Ibnu Mas‟ud, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Hai para pemuda, barangsiapa diantara kamu yang sudah mampu menikah, maka nikahlah, karena sesungguhnya nikah itu lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih dapat menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena berpuasa itu baginya (menjadi) pengekang syahwat”. [HR. Jamaah]11.

C. Prinsip-Prinsip Pernikahan

Kompilasi Hukum Islam menentukan prinsip-prinsip atau asas-asas mengenai perkawinan meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan yang antisipatif terhadap perkembangan dan tuntutan zaman.

Kompilasi Hukum Islam dalam banyak hal merupakan penjelasan Undang-undang perkawinan maka prinsip-prinsip atau asas-asasnya di kemukakan dengan mengacu kepada Undang-undang tersebut.

Ada enam asas yang bersifat prinsipil di dalam Undang-undang perkawinan sebagai berikut:

1. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami isteri perlu saling membantu dan melengkapi agar

11

(31)

31

masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan material.

2. Dalam Undang-undang ini di tegaskan bahwa suatu perkawinan adalah sah apabila di lakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, dan di samping itu tiap-tiap perkawinan “harus

dicatat” menurut peraturan perundang-undangan yang beralaku.

3. Undang-undang ini menganut asas monogami. Hanya apabila di kehendaki oleh yang bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang bersangkutan mengizinkan seorang suami dapat beristeri lebih dari seorang.

4. Undang-undang perkawinan ini menganut prinsip bahwa calon suami isteri harus masak jiwa raganya untuk melangsungkan perkawinan, agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berpikir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat.

5. Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga bahagia kekal dan sejahtera, maka undang-undang ini menganut prinsip-prinsip untuk mempersulit terjadinya perceraian.

6. Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami, baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat, sehingga dengan demikian segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundigkan dan diputuskan bersama oleh suami isteri.12

12

(32)

32 D. Syarat-Syarat dan Rukun Pernikahan

Pernikahan merupakan salah satu perintah agama kepada seorang laki-laki dan perempuan yang mampu, dalam hal ini yang di sapa adalah generasi muda untuk segera melaksanakannya. Karena dengan pernikahan dapat mengurangi maksiat penglihatan, memelihara diri dari perbuatan zina. Oleh karena itu bagi mereka yang berkeinginan untuk menikah sementara pembekalan untuk memasuki perkawinan belum siap di anjurkan berpuasa. Dengan berpuasa di harapkan dapat membentengi diri dari perbuatan tercela yang sangat keji yaitu perzianaan.

Riwayat dari Abdullah ibn Mas‟ud, Rasulullah saw. bersabda:

Wahai kaum muda barang siapa yang mampu menyiapkan bekal, nikahlah, karena sesungguhnya nikah dapat menjaga penglihatan dan memelihara farji. Barang siapa yang tidak mampu maka hendaknya iya berpuasa, karena puasa

dapat menjadi benteng.”(Muttafaq „Alaih)13

Islam melarang keras membujang, karena pilihan membujang adalah pilihan yang tidak sejalan dengan kodrat dan naluriah manusia yang normal. Allah menciptakan manusia berpasang-pasangan, dan melanjutkan keturunan merupakan kebutuhan esensial manusia. Karena itulah perkawinan yang sarat nilai dan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan berumah tangga yang sakinah mawaddah dan warahmah, Islam mengaturnya dengan baik dan detail, dengan syarat dan rukun tertentu, agar tujuan disyariatkannya perkawinan untuk membina rumah tangga dan melanjutkan keturunan tercapai.

Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai syarat yang di ikuti dengan rukun-rukun perkawinan menurut hukum Islam akan di jelaskan sebagai berikut:

13

(33)

33 1. Calon mempelai pria, syarat-syaratnya:

a. Beragama Islam b. Laki-laki

c. Jelas orangnya

d. Dapat memberikan persetujuan e. Tidak terdapat halangan perkawinan 2. Calon mempelai wanita, syarat-syaratnya:

a. Beragama Islam b. Perempuan c. Jelas orangnya

d. Dapat dimintai persetujuan

e. Tidak terdapat halangan perkawinan 3. Wali nikah, syarat-syaratnya:

a. Laki-laki b. Dewasa

c. Mempunyai hak perwalian

d. Tidak terdapat halangan perwalian 4. Saksi nikah, syarat-syaratnya:

a. Minimal dua orang laki-laki b. Hadir dalam ijab qabul c. Dapat mengerti maksud akad d. Islam

(34)

34 5. Ijab Qabul, syarat-syaratnya:

a. Adanya pernyataan mengawinkan dari wali

b. Adanya pernyataan penerimaan dari calon mempelai pria

c. Memakai kata-kata nikah, tazwij atau terjemahan dari kata nikah atau tazwij.

d. Antara ijab dan qabul bersambungan. e. Antara ijab dan qabul jelas maksudnya.

f. Orang yang terkait dengan ijab qabul tidak sedang dalam ihram haji atau umrah.

g. Majelis ijab dan qabul itu harus di hadiri minimum empat orang, yaitu: calon mempelai pria atau wakilnya, wali dari mempelai wanita atau wakilnya, dan dua orang saksi.14

Rukun dan syarat-syarat perkawinan tersebut di atas wajib dipenuhi apabila tidak terpenuhi maka perkawinan yang di langsungkan tidak sah. Disebutkan dalam Kitab al-fiqh ‘ala al-Madzahib al Arba’ah: “Nikah fasid yaitu nikah yang tidak memenuhi syarat-syaratnya, sedangkan nikah batil adalah nikah yang tidak memenuhi rukun-rukunnya. Dan hukum nikah fasid dan nikah batil adalah sama yaitu

tidak sah”.15

Undang-undang perkawinan mengatur syarat-syarat perkawinan dalam Bab II Pasal 6 sebagai berikut:

14

Kholil Rahman, Hukum Perkawinan Islam, (Semarang: IAIN Walisongo,tt.), hlm. 31-32

15

(35)

35

1. Perkawinan harus di dasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai. 2. Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21

(dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.

3. Dalam hal salah seorang adari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya maka izin yang di maksud ayat (2) pasal ini cukup di peroleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.

4. Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin di peroleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya.

5. Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang di sebut dalam ayat (2), (3), dan (4) pasal ini, atau salah seorang atau lebih di antara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat memberi izin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang tersebut dalam ayat (2), (3), dan (4) pasal ini.

6. Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaanya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.16

16

(36)

36 E. Pernikahan Yang di Larang

Macam-macam nikah yang dengan tegas dilarang oleh syara‟ (Agama Islam) ada empat yaitu:

1. Nikah Syighar

Nikah syighar, yaitu seseorang menikahkan anak perempuannya dengan syarat, orang yang menikahi anaknya itu juga menikahkan putri yang ia miliki dengannya. Baik itu dengan memberikan mas kawin bagi keduanya maupun salah satu darinya saja atau tidak memberikan maskawin sama sekali. Kesemuanya itu tidak dibenarkan menurut syari‟at Islam. Dalam pernikahan semacam ini tidak ada kewajiban atas nafkah, waris dan juga maskawin. Tidak berlaku pula segala macam bentuk hukum yang berlaku pada kehidupan suami isteri pada umumnya.

2. Nikah Mut’ah

Ibnu Hazm mengatakan “nikah mut’ah” adalah nikah dengan batasan waktu tertentu dan hal ini dilarang dalam Islam.

3. Menikahi wanita yang sedang menjalani masa iddah

(37)

37

berjalan lama maupun belum. Di samping itu, tidak ada waris di antara keduanya dan tidak ada kewajiban memberi nafkah serta mahar bagi wanita tersebut darinya.

4. Nikah Muhallil

Nikah muhallil, yaitu wanita muslimah yang sudah dithalak tiga kali oleh suaminya dan sang suami diharamkan untuk kembali lagi kepadanya.17

F. Pengertian Pernikahan Pattongko Siri’

Pernikahan Pattongko siri‟ secara bahasa adalah menutupi kekurangan cacat

atau malu dalam sebuah pernikahan.

Sedangkan secara istilah adalah suatu tindakan pemulihan harkat dan martabat atau harga diri seseorang atau keluarga dengan jalan melaksanakan perkawinan dimana seorang menikahi perempuan atau laki-laki bukan karena kemauannya akan tetapi untuk menutupi aib atau rasa malu terhadap orang lain.18

G. Dampak Pernikahan Pattongko Siri’

Adapun dampak perkawinan pattongko siri yaitu:

1. Tidak adanya cinta yang terjalin antara laki-laki dan perempuan

Jika dari awal tidak ada cinta, bisa jadi setelah menikah tetap tidak ada cinta antara kedua orang tersebut.

17

Sabri Samin, Fikih II ( Makassar, Berkah Utami, 2010).h. 74

18Baharuddin Daeng Taba, Imam Dusun Bangkala Desa Je‟nemadinging,

(38)

38

2. Kehilangan gairah hidup, jika sudah tidak ada cinta dalam hidup bisa membuat orang malas menjalani sisa hidup apalagi jika di tambah pasangan punya banyak keburukan yang tidak mau diperbaiki.

3. Kurang perduli dengan keluarganya

Suami atau isteri bisa di acuhkan dan bahkan anak-anakpun bisa juga tidak di perdulikan karena tidak adanya rasa cinta dari awal pernikahan.

4. Memicu perselingkuhan

Yang berbahaya adalah jika setelah menikah satu atau kedua belah pihak mencari cinta yang lain yang lebih sejati tanpa kepura-puraan. Bisa jadi akan ada jalinan kasih kembali dengan mantan pacar atau pria atau wanita lain yang baru di cintainya.

5. Bisa menimbulkan konflik dan berujung pada perceraian.19

H. Dasar Hukum Pernikahan Pattongko Siri’

Al-Qur‟an memberikan petunjuk bahwa laki-laki yang berzina tidak pantas mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik, dan perempuan yang berzina tidak pantas dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki yang musyrik.

QS An-Nur /24:3.

19

(39)

39













































Terjemahnya:

laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin.20

Maksud dari ayat diatas adalah tidak pantas orang yang beriman kawin dengan orang yang berzina, demikian pula sebaliknya.

20

(40)

40 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi Penilitian

1. Jenis penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan secara kualitatif mengenai objek yang akan di bahas sesuai dengan kenyataan yang terjadi di lapangan.

2. Lokasi penelitian

Penelitian ini di lakukan di Desa Je‟nemadinging Kecamatan Pattallassang

Kabupaten Gowa.

B. Pendekatan Penelitian

Dalam hal ini penulis berusaha membahas objek penelitian dengan menggunakan pendekatan normative (syar’i), yuridis dan hasil penelitian ini bersifat komperehensif, suatunaratif, deskriptif yang bersifat menyeluruh. Serta pendekatan sosial-kultur yang ada di desa tempat penelitian berlangsung.21

C. Jenis dan Sumber Data

Penulisan skripsi ini menggunakan sumber data sebagai berikut:

1. Jenis Data

21

(41)

41

a. Data primer adalah sumber data yang di peroleh langsung dari masyarakat selaku Narasumber

b. Data sekunder adalah sumber data penelitian yang di peroleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan di catat oleh pihak lain) seperti buku, majalah, internet, media cetak lainnya yang dianggap relevan dengan sasaran penelitian.22

2. Sumber Data

Sumber data yang penulis gunakan dalam penulisan ini adalah :

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah berupa studi data secara langsung yang dimana sejumlah responden yang di sebut sebagai narasumber penelitian. Narasumber ini ada karena menggunakan cara tertentu dengan para pihak yang karena kedudukan dan kemampuannya yang dapat mempresentasikan masalah yang dijadikan objek penelitian.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber data penunjang berupa studikepustakaan yang bersumberkan kepada buku-buku, jurnal-jurnal ilmiah serta naskah-naskah serta literatur lainnya yang dapat menunjang upaya penulis dalam memecahkan persoalan yang penulis angkat ini.

22

(42)

42 D. Metode Pengumpulan Data

Penelitian dengan menggunakan metode pengumpulan data primer dan sekunder. Data primer berarti data yang di peroleh melalui field atau penelitian dengan cara seperti interview.23

Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh melalui library research atau penelitian kepustakaan dengan ini peneliti berusaha menelusuri dan mengumpulkan data sebagai bahan tersebut dari peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian ini, adapun tekhnik pengumpulan data adalah :

1. Pengamatan (Observasi)

Observasi atau pengamatan merupakan tekhnik pengumpulan data yang memperoleh hasil pengamatan yaitu ruang (tempat), pelaku, kegiatan objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu tentang penelitian yang sedang diteliti.

2. Wawancara

Wawancara atau interview adalah cara mendalam (indepth interview) yang digunakan untuk memperoleh keterangan secara lisan guna mecapai tujuan tertentu guna untuk mengumpulkan data keterangan atau informasi tentang kehidupan manusia serta pendapat-pendapat mereka mengenai penelitian yang sedang dijalankan.24

3. Dokumentasi

23

Herdiansyah, Haris, Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam Bidang Hukum ( Yogyakarta: NuheMedika. 2010).

24

(43)

43

Dokumentasi atau pengumpulan adalah salahsatu metode pengumpulan data yang melihat atau menganalisis dokumen-dokumen yang di buat oleh subjek sendiri atau orang lain tentang objek. Serta data yang tersedia berbentuk surat-surat, catatan harian, cinderamata, laporan, artefak, foto dan sebagainya yang berhubungan dengan penelitian ini.25

E. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrument atau alat penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah peneliti sendiri. Penelitian sebagai human instrument berfungsi menetapkan fokus penelitian yang dimana peneliti akan mengambil data berupa observasi, dokumentasi, dan wawancara. Didalam penelitian nantinya agar validitas hasil penelitian bisa bergantung pada kualitas instrument pada pengumpulan data, analisis variable penelitian menetapkan jenis instrument, menyusun kisi-kisi instrument dan layout instrument, menyusun item instrument, mengujicoba instrument, dan membuat kesimpulan atas temuan nantinya.

Ada beberapa jenis instrument yang digunakan peneliti yaitu:

1. Panduan observasi adalah suatu proses yang kompleks sebagai pengamatan dan pencatatan secara teliti dan sistematis atas gejala-gejala (fenomena) yang sedang di teliti atau alat bantu yang di pakai sebagai pedoman pengumpulan data pada proses penelitian.

2. Pedoman wawancara adalah alat bantu berupa beberapa pertanyaan yang digunakan untuk mendapatkan data (fact-finding) atau informasi.

25

(44)

44

3. Data dokumentasi adalah suatu catatan peristiwa yang sudah berlalu dalam bentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dar seseorang pada saat penelitian.

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Teknik pengolahan dan analisis dalam penelitian ini adalah dengan mengumpulkan data (koleksi data) melalui sumber-sumber referensi (buku, dokumentasi, wawancara) dari pepustakaan dan masyarakat yang bersangkutan kemudian mereduksi data, merangkup, memilih hal-hal pokok, dan memfokuskan pada hal-hal yang penting agar tidak terjadi pemborosan sebelum verifikasi/kesimpulan peneliti dapatkan ditempat penelitian.26

Reduksi data adalah proses pengubahan rekaman data kedalam pola, fokus, kategori atau pokok permasalahan tertentu. Penyajian data adalah menampilkan data penelitian dengan cara memasukkan data dalam sejumlah matriks yang diinginkan. Pengambilan kesimpulan adalah mencari kesimpulan atas data yang direduksi dan disajikan yang menjadi pokok atas semua pembahasan mengenai penelitian yang di jalankan.

26

(45)

45 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Desa Je’nemadinging

1. Letak dan luas wilayah.

Desa Je‟nemadinging merupakan salah satu Desa dari 8 Desa diwilayah

Kecamatan Pattallassang yang terletak ± 7 Km kearah Utara dari Ibukota Kecamatan Pattallassang, ± 15 Km dari Ibukota Kabupaten dan ± 5 km dari Ibukota Propinsi.

Desa Je‟nemadinging mempunyai luas wilayah seluas ± 12.70 Km². Desa

Je‟nemadinging mempunyai batas - batas sebagai berikut :

Sebelah Utara : Desa Moncongloe Lappara Kec.Moncongloe Kab.Maros Sebelah Timur : Desa Paccellekang Kecamatan Pattallassang

Sebelah Selatan : Desa Sunggumanai Kecamatan Pattallassang

Sebelah Barat : Desa Kel.Manggala Kecamatan Manggala Kota Makassar

Desa Je‟nemadinging mempunyai 4 Dusun yaitu :

a. Dusun Bangkala b. Dusun Baddo – Baddo c. Dusun Macinna d. Dusun Embung

Pembagian wilayah Desa Je‟nemadinging terdiri dari Dusun,RW/RT

Wilayah Desa Je‟nemadinging

Table 1

(46)

46

Rw Rt (Km2)

1. 2 3 4 Bangkala Baddo-Baddo Macinna Embung 2 2 2 2 4 4 4 4 3,90 3,42 2,58 2,80

J u m l a h 8 16 12,70

Luas Tanah Berdasarkan Penggunaannya di Desa Je‟nemadinging Tabel 2

No Jenis Tanah Luas ( Ha )

(47)

47

J u m l a h 12,70

2. Keadaan Demografi

Salah satu faktor penting dalam kegiatan pembangunan adalah faktor penduduk atau sumber daya manusianya, karena pada hakekatnya tujuan dari pembangunan adalah untuk mencapai kesejahteraan masyarakat karena itu penduduk sebagai subjek maupun objek pembangunan harus benar-benar dapat difungsikan dan didayagunakan sehingga pelaksanaan pembangunan bukan hanya dilaksanakan oleh pemerintah tetapi juga memerlukan partisipasi masyarakat didalamnya.

Banyaknya Kepala Keluarga Penduduk dan Kepadatan Penduduk dirinci Desa ke Dusun

Tabel 3

No Dusun Kepala

Keluarga

Penduduk (Jiwa)

Luas (Km2)

Kepadatan Per Km2

1 2 3 4 5 6

(48)

48

J u m l a h 661 2.512 12,70 0

Sumber: Hasil Registrasi Penduduk 2015

Jumlah Penduduk Menurut Umur Dan Jenis Kelamin di Desa Je‟nemadinging

Tabel 4

Umur (Tahun)

Jenis Kelamin

Laki-Laki (Jiwa) Wanita (Jiwa)

Jumlah (Jiwa)

0-1

1-3

3-5

5-12

12-21

21-54

56 ke-atas

27

47

30

205

501

210

142

30

50

30

230

460

300

150

57

97

60

535

961

510

(49)

49

Jumlah 1.262 1.250 2.512

Sumber : Profil Desa Je‟nemadinging

Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Je‟nemadinging

Tahun 2015

Tabel 5

No Mata Pencaharian Jumlah ( Jiwa )

1

2

3

4

5

6

7

8

Petani& Buruh Tani

Tni / Polri

P N S

Wiraswsta

Pensiunan Tni, Polri

Tukang Batu & Buruh

Pedagang

Dll

1.058

6

16

512

2

500

218

200

(50)

50

Kondisi penduduk Desa Je‟nemadinging sesuai dengan jenis mata pencaharian

mayoritasnya sebagai petani mencapai 1.058 jiwa dan yang terendah adalah sebagai TNI/POLRI yaitu 6 jiwa.

3. Keadaan Budaya

Keadaan sosial budaya di Desa Je‟nemadinging akan ditinjau dari beberapa

segi antara lain pendidikan, agama, dan kesehatan.

a. Pendidikan

Pendidikan adalah salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pembangunan. Faktor pendidikan dan keterampilan masyarakat sangat berpengaruh terhadap pembangunan, apabila tingkat pendidikan rendah maka program pembangunan yang diberikan oleh pemerintah akan mengalami banyak hambatan. Sebaliknya, jika tingkat pendidikan semakin baik dan berkembang akan membawa kelancaran kegiatan pembangunan.

Kedaaan Penduduk Desa Je‟nemadinging Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tabel 6

No Tingkat Pendidikan Jumlah ( Jiwa )

1

2

3

4

Belum sekolah

Belum tamat sekolah

Tamat SD/Sederajat

Tamat SMP/Sederajat

60

336

535

(51)

51

5

6

7

Tamat SMU/Sederajat

Tamat akademi

Tamat Perguruan Tinggi

470

22

83

J u m l a h 2.512

Sumber : Profil Desa Je‟nemadinging,

Prasarana Pendidikan di Desa Je‟nemadinging

Tabel 7

No Lembaga Pendidikan Jumlah ( Unit )

1

2

3

4

5

6

TK/Paud SPAS

SD / Sederajat

SMP / Sederajat

SMU / Sederajat

Pondok Pesantren

Akademi / Perguruan Tinggi

2

1

-

1

-

-

b. Agama

Penduduk Desa Je‟nemadinging mayoritas beragama Islam, sehingga ajaran

(52)

52

ini terlihat dari seringnya kegiatan keagamaan dan Jum‟at ibadah, kerukunan antar

umat beragama tetap dijaga dengan baik serta saling manghargai dan saling tolong-menolong satu dengan yang lainnya.

Jumlah Penduduk Berdasarkan Pemeluk Agama di Desa Je‟nemadinging

Tabel 8

No Agama Jumlah ( Jiwa )

1

2

3

4

5

Islam

Katolik

Protestan

Hindu

Budha

2.509

-

3

-

-

J u m l a h 2.512

Sumber : Kecamatan Pattallassang dalam angka

Dalam kegiatan keagamaan perlu ditunjang oleh sarana dan prasarana peribadatan, sehingga masyarakat lebih mudah dalam melaksanakan kegiatan keagamaan dalam rangka meningkatkan ketakwaan kepada tuhan yang maha esa.

Pembangunan prasarana peribadatan yang ada di Desa Je‟nemadinging tersebar di

(53)

53

Prasarana Peribadatan di Desa Je‟nemadinging

Tabel 9

No Jenis Jumlah Keadaan

1

2

3

4

5

Masjid

Mushollah

Gereja

Pura

Wihara

6

-

-

-

-

Baik

-

-

-

-

c. Kesehatan

Usaha peningkatan kesehatan mendapat perhatian dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang cara hidup sehat dan mengatasi masalah kesehatan dasar yang dilaksanakan melalui penyuluhan yang dilakukan oleh aparat kesehatan dan petugas posyandu yang berada di Desa Je‟nemadinging. Penyuluhan-penyuluhan yang dilakukan tersebut terutama tentang air bersih, sanitasi lingkungan, keluarga berencana, makanan bergizi, pemberantasan nyamuk malaria dan demam berdarah.

Dari uraian tersebut diatas dapat kita lihat batapa besar perhatian pemerintah

Desa Je‟nemadinging terhadap peningkatan kesehatan masyarakat. Hal ini

(54)

54

masyarakat yang tidak sehat fisik maupun mental sudah pasti tidak dapat mengikutsertakan diri dalam kegiatan pembangunan.27

Jumlah Sarana Kesehatan di Desa Je‟nemadinging Tahun 2015

Tabel 10

No Prasarana Kesehatan Jumlah Tenaga Medis

1 Rumah Sakit - -

2 Poskesdes 1 - Bidan 2 orang

3 Posyandu 4 - Bidan 2 orang

- Kader kes, 20 orang

B. Pelaksanaan Pernikahan Pattongko Siri’

Sebelum penulis mengemukakan tata cara perkawinan Pattongko siri‟ bagi masyarakat Desa Je‟nemadinging, terlebih dahulu penulis kemukakan secara singkat

tentang tata cara perkawinan secara umum menurut perundang-undangan yang berlaku.

1. Pemeriksaan kehendak nikah

Setiap orang yang melangsungkan perkawinan harus memberitahukan kehendaknya itu kepada pengawai pencatat nikah di tempat perkawinan yang akan dilangsungkan. Pemberitahuan tersebut dilakukan sekurang-kurangnya 10 hari kerja sebelum perkawinan dilangsungkan. Pengecualian terhadap jangka waktu tersebut

(55)

55

disebabkan sesuatu alasan yang penting dapat diberikan oleh camat atas nama bupati kepala daerah.

Pemberitahuan dapat dilakukan secara lisan atau tertulis oleh calon mempelai atau oleh orang tua atau walinya. Pemberitahuan tersebut memuat nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan, tempat kediaman calon mempelai dan apabila salah seorang dan keduanya pernah kawin disebutkan juga nama isteri atau suami terdahulu (pasal 3,4 dan 5 PP No. 9 tahun 1975) dan surat persetujuan dan keterangan asal usul.

Pengawai pencatat nikah yang menerimah pemberitahuan kehendak nikah memeriksa calon suami, calon isteri dan wali nikah tentang ada atau tidaknya halangan pernikahan itu dilangsungkan baik karena halangan melanggar hukum munakahat atau karena melanggar peraturan karena perkawinan. Selain surat keterangan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) Peraturan Mentri Agama No. 3 tahun 1975 tentang kewajiban PPN dan tata cara kerja Pengadilan Agama dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan perkawinan bagi yang beragama atau disingkat PMA No. 3 tahun 1975 yang berbunyi:

 Orang yang hendak menikah, talak, cerai dan rujuk harus membawa surat

keterangan dari kepala desa masing-masing.

 Orang yang tidak mampu harus pula membawah SKTM (surat keterangan tidak

(56)

56

a. Kutipan akta kelahiran atau surat kenal lahir calon mempelai, dalam hal tidak ada akta kelahiran atau surat kenal lahir, dapat dipergunakan surat keterangan asal usul calon mempelai yang diberikan oleh kepala desa.

b. Persetujuan calon mempelai sebagaimana dimaksud pasal 6 ayat (1) Undang-Undang RI No. 1 tahun 1974.

c. Surat keterangan tentang orang tua (ibu-bapak) dari kepala desanya.

d. Surat izin dari Pengadilan Agama sebagaimana yang dimaksud pasal 6 ayat 5 Undang-Undang RI No. 1 tahun 1974. Bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun.

e. Surat dispensasi dari Pengadilan Agama, bagi calon suami yang belum mencapai umur 19 tahun dan bagi calon isteri yang belum mencapai umur 16 tahun.

f. Surat izin dari pejabat menurut peraturan yang berlaku baginya, jika salah seorang calon mempelai atau keduanya anggota angkatan bersenjata.

g. Surat keterangan pejabat yang berwenang mencatat perkawinan tentang ada atau tidaknya halangan menikah bagi calon isteri karena perbedaan hukum atau kewarganegaraan.

(57)

57

6 tahun 1975. Keadaan ini segera diberi tahukan kepada calon suami dan wali nikah atau wali pengawai pencatat nikah menurut pasal 7 PP No. 9 tahun 1975, pasal 9 dan 10 PMA No. 3 tahun 1975.28

2. Pelaksanaan akad nikah

Perkawinan dilangsungkan setelah hari ke 10 sejak pengumuman kehendak melakukan perkawinan oleh pengawai pencatat nikah seperti yang dimaksud dalam pasal 8 PP No. 9 tahun 1975. Tata cara melakukan perkawinan menurut masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Pengecualian terhadap jangka waktu 10 hari tersebut disebabkan sesuatu alasan yang penting diberikan oleh Camat atas nama Bupati Kepala Daerah.

Akad nikah dilangsungkan dihadapan pencatat nikah yang mewilayahi tempat tinggal calon isteri dan dihadiri oleh dua orang saksi dihadapan wali nikah. Apabila akad nikah dilangsungkan diluar ketentuan ayat (1) pasal 23 PMA No. 3 tahun 1975 maka calon mempelai atau walinya harus memberitahukan kepada kepala pegawai pencatat nikah yang mewilayahi tempat tinggal calon isteri. Akad nikah dilakukan oleh wali nikah sendiri atau diwakilkan kepada pegawai pencatat nikah yang dianggap memenuhi syarat-syaratnya.

Akad nikah dilakukan dibalai nikah atau mesjid yang ditentukan oleh pegawai pencatat nikah atas permintaan yang bersangkutan dan mendapat persetujuan pegawai pencatat nikah, akad nikah dapat dilakukan di tempat lain di dalam wilayahnya. Akad nikah dilakukan di luar balai nikah di dalam wilayahnya, halaman terakhir dari masing-masing yang bersangkutan.

28

(58)

58

Pada waktu akad nikah, calon suami dari wali nikah wajib datang menghadap sendiri kepada pegawai pencatat nikah apabila calon suami dan wali nikah tidak hadir pada waktu akad nikah disebabkan keadaan memaksa maka dia dapat diwakili oleh orang lain (pasal 25 PMA No. 3 tahun 1975).29

Setelah menjelaskan tata cara perkawinan secara umum menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku maka selanjutnya penulis mengemukakan tata cara melangsungkan perkawinan Pattongko siri’ dalam masyarakat Desa Je‟nemadinging.

Menurut data yang penulis temukan dari hasil wawancara oleh salah satu Imam di Desa Je‟nemadinging bahwa tata cara pelaksanaan perkawinan Pattongko

siri‟ yaitu:

1. Keluarga dari laki-laki atau perempuan melapor ke pak imam untuk menikahkan anaknya.

2. Pemeriksaan, kalau yang bersangkutan telah memenuhi syarat untuk menikah, maka proses pernikahannya baru bisa di urus.

3. Persetujuan dari pihak laki-laki, menanyakan kepada pihak laki-laki yang akan

menjadi pattongko siri‟ apakah dia betul-betul ingin menikahi perempuan

tersebut dengan ikhlas dan menerima segala kekurangan calon isterinya tanpa ada paksaan dari pihak manapun.

4. Harus ada persetujuan dari keluarga pihak laki-laki yang akan menjadi pattongko

siri‟ jangan sampai hanya pihak laki-laki yang mau menikahi namun tidak ada

persetujuan dari orang tua dan keluarga yang lain.

29

(59)

59

5. Ketika semua berkas persyaratan untuk menikah yang diminta oleh imam maka barulah mereka bisa dinikahkan.30

Menurut data yang penulis temukan adapun tata cara pelaksanaan pernikahan

Pattongko siri’ yang dilakukan dalam masyarakat Desa Je‟nemadinging ialah sama

saja dengan proses pernikahan pada umumnya dalam syari‟at dan perudang-undangan yang berlaku yaitu harus melengkapi semua syarat dan rukunnya sebagaimana perkawinan pada umumnya.

Namun pada persoalan pernikahan seperti ini ada banyak pertimbangan

sehingga pernikahan Pattongko siri‟ ini di lakasanakan menurut masyarakat Desa

Je‟nemadinging. Salah satu tokoh masyarakat mengungkapkan bahwa pernikahan

Pattongko siri‟ itu tidak semerta-merta dilakukan ada banyak pertimbangan dimana

pernikahan ini dilakukan tidak untuk merugikan pihak yang dijadikan sebagai

Pattongko siri‟.

Didalam Islam sendiri ada beberapa ayat yang menjelaskan bahwa seorang perempuan yang hamil diluar nikah dalam artian dia berzina maka tidak di perbolehkan untuk menikah dengan orang yang tidak berzina, akan tetapi masyarakat

di Desa Je‟nemadinging ini banyak mempertimbangkan hal-hal yang akan terjadi

kepada perempuan ini bahkan akan berdampak buruk kepada anaknya nanti setelah ia dilahirkan karena tidak mempunyai bapak.

Dalam hal ini penulis mewawancarai beberapa tokoh agama maupun tokoh

adat di Desa Je‟nemadinging bahwa kenapa pernikahan pattongko siri‟ dilaksanakan

30Baharuddin Daeng Taba, Imam Dusun Bangkala Desa Je‟nemadinging, Wawancara,

(60)

60

yaitu dikarenakan ada beberapa pertimbangan yang ditinjau dari kemaslahatannya

sehingga pernikahan pattongko siri‟ ini dilakasanakan:

1. Keluarga tidak menginginkan ada anak yang lahir sebelum ada proses pernikahan.

2. Ketika anak tersebut lahir bagaimana statusnya ketika tidak mempunyai bapak.

Gambar

Table 1
No Tabel 2 Jenis Tanah
No Tabel 3 Dusun Kepala Penduduk
No Tabel 5 Mata Pencaharian
+6

Referensi

Dokumen terkait

1) Jawaban untuk pertanyaan nomor satu ini berhubungan dengan dasar- dasar mikroekonomi yang diketahui memiliki fokus pembelajarn pada perilaku individu termasuk

Untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan terhadap Belanja daerah yang dilakukan secara empiris Pemerintah Kota Semarang, serta

Filler dan binder yang digunakan dalam pembuatan sosis sebesar 3.75% dari berat daging yang umumnya adalah susu skim Beberapa penelitian yang telah dilakukan dan

Kesimpulan, tingkat pengetahuan dan sikap ibu tentang MP-ASI berkorelasi dengan ketepatan pemberian MP-ASI pada bayi usia 6-12 bulan di Kelurahan Lubang Buaya,

Hasil perhitungan uji secara parsial diketahui nilai t hitung sebesar 1,021 dan nilai signifikan sebesar 0,309 , maka hipotesis H1b tidak dapat diterima ini

Hasil penelitian tentang tingkat pengetahuan wanita usia 20-45 tahun tentang pap smear di wilayah Puskesmas Purwodiningratan Jebres Surakarta dengan hasil sebagian besar

Dari pemahaman para pemuka desa dapat dikolaborasikan dengan pengetahuan sarjana desa untuk dapat menghasilkan sebuah dokumen historical Desa Panji bermuatan nilai-nilai