• Tidak ada hasil yang ditemukan

FORMULASI PASTA GIGI KITOSAN DARI LIMBAH KULIT UDANG DAN UJI AKTIVITAS TERHADAP BAKTERI Streptococcus mutans

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "FORMULASI PASTA GIGI KITOSAN DARI LIMBAH KULIT UDANG DAN UJI AKTIVITAS TERHADAP BAKTERI Streptococcus mutans"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

i Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Farmasi Jurusan Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan

UIN Alauddin Makassar

Oleh NUR SHAIMAH NIM. 70100108056

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

(2)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan penuh kesadaran, yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya sendiri. Jika di kemudian hari terbukti bahwa merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau

seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.

Makassar, Agustus 2012 Penyusun,

(3)

iii

mutans”, yang disusun oleh Nur Shaimah, NIM: 70100108056, mahasiswa Jurusan Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar, telah diuji dan dipertahankan dalam sidang ujian tutup yang diselenggarakan pada hari ….., tanggal ………2012 M, bertepatan………..1433 Hijriah, dinyatakan telah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dalam Ilmu Kesehatan, Jurusan Farmasi.

Makassar, Agustus 2012 M Ramadhan 1433 H

DEWAN PENGUJI:

Ketua : Isriany Ismail, S.Si.,M.Si., Apt (………..)

Sekretaris : Gemy Nastity Handayani, S.Si., M.Si., Apt (………..)

Penguji I : Surya Ningsih, S.Si., Apt (………..)

Penguji II : Drs. H. Muh. Saleh Ridwan, M. Ag (………..)

Diketahui oleh:

Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar,

(4)

iv

KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah swt atas segala

rahmat dan hidayah-Nya yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian hingga sampai skripsi ini sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Kesehatan Jurusan Farmasi Universitas Islam Negeri Alauddin

Makassar.

Penghargaan setinggi-tingginya dan rasa terima kasih yang tiada tara penulis

persembahkan kepada kedua orang tua khususnya Ibunda Hj. Nursani dan Ayahanda H. Ahmad Yani yang telah membesarkan, menyekolahkan hingga perguruan tinggi

dan memberikan kasih sayang yang tiada batas kepada penulis hingga sekarang. Adinda Nur Alfi Syahar ku tercinta, dan tak lupa pula kepada jagoanku Ghali, Wizam, Iwa serta keluarga besar penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu, terima kasih atas doa, kasih sayang dan bimbingannya kepada penulis, tiada kata yang pantas untuk mengungkapkan betapa besar cinta dan kasih sayang yang

telah kalian berikan terutama saat penulis mendapatkan cobaan yang berat dari Allah swt. Semoga Allah swt senantiasa memberikan rahmat dan perlindungan-Nya kepada kalian.

(5)

v

bimbingan, motivasi serta meluangkan waktu, tenaga, pikiran kepada penulis sejak

rencana penelitian sampai tersusunnya skripsi ini, semoga bantuan dan bimbingannya selama penulis menempuh pendidikan dan melakukan penelitian mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah swt.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. A. Qadir Gassing HT, MS selaku Rektor Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

2. Bapak Dr. dr. H. Rasjidin Abdullah, MPH.,MH.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

3. Ibu Fatmawaty Mallapiang, S.KM.,M.Kes selaku Wakil Dekan I Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

4. Ibu Dra. Hj. Faridha Yenny Nonci, M.Si,Apt selaku Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar .

5. Ibu Surya Ningsi, S.Si.,Apt selaku Penguji Kompetensi yang senantiasa memberikan saran dan arahan pada penyelesaiaan skripsi ini.

(6)

vi

7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Farmasi yang dengan ikhlas membagi ilmunya, semoga jasanya mendapatkan balasan dari Allah swt. Baik yang berada di luar

maupun di dalam lingkup Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islan Negeri Alauddin Makassar.

8. Kepada saudara- saudaraku BARSA Community ( Ilham Rasyid, Sufyan, Asriadi, Rizal, Nurfiddin, Yanzi, Andri, Dode, Ammank, Fajri, Tamzil, Ernhi, Ica, Megawati, Ilmi, Rhea, Dila Idris yang tak hentinya memberikan tenaga,

pikiran, motivasi dan dorongan dalam penyelesaian skripsi ini

9. Teman-teman Emulsi Angkatan 2008 yang selalu memberikan motivasi kepada

penulis serta seluruh mahasiswa jurusan farmasi yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini.

10.Kepada kakak senior 2005, 2006 dan 2007 dan adik junior yang selalu

memberikan dukungan dan motivasi

Penulis akan selalu berdoa semoga bantuan yang telah diberikan dapat dinilai

disisi Allah swt, sebagai amal saleh dan diberikan pahala yang berlipat ganda. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan, Namun besar harapan kiranya penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan khususnya dalam bidang Farmasi.

Makassar, 99 Agustus 2012

(7)

vii

Judul Skripsi : Formulasi pasta gigi kitosan dari limbah kulit udang dan uji aktivitas terhadap bakteri Streptococcus mutans.

(8)

viii ABSTRACT

Name : Nur Shaimah

NIM : 70100108056

Title of scrift : Toothpaste formulations of chitosan from shrimp shell waste and the test activity against Streptococcus mutans.

(9)

ix

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5

A. Anatomi Gigi ... 5

B. Bentuk-bentuk sediaan pembersih rongga mulut ... 12

C. Uraian Crustacea ... 15

D. Uraian tentang Kitin dan Kitosan ... 17

E. Pengujian Aktivitas Antimikroba ... 28

(10)

x

BAB III METODE PENELITIAN 39

A. Alat dan Bahan ... 39

B. Metode Kerja ... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 45

A. Hasil Penelitian ... 45

B. Pembahasan ... 46

BAB V PENUTUP 50

A. Kesimpulan ... 50

B. Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 53

(11)

xi

2. Rancangan Formula Pasta Gigi Kitosan ... 42

3. Hasil Uji Daya Hambat Sediaan Pasta Gigi Kitosan ... 45 4. Analisis Statistik Daerah Hambat Pasta Gigi Kitosan terhadap

Bakteri Streptococcus mutans ... 56 5. Analisis Varians Daerah Hambat Pasta Gigi Kitosan terhadap Bakteri

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Anatomi Gigi ... 5

2. Struktur Kitin ... 18

3. Struktur Kitosan ... 20

4. Sediaan Pasta Gigi Kitosan ... 58

(13)

xiii

1. Pembuatan Kitosan... 53 2. Pembuatan Sediaan Pasta Gigi ... 54

3. Pengujian Daya Hambat Sediaan Pasta Gigi terhadap Bakteri

Streptococcus mutans…….. ... 55

4. Analisis aktivitas antibakteri sediaan pasta gigi kitosan dengan

menggunakan Rancangan Acak Lengkap ... 57 5. Sediaan Pasta Gigi Kitosan ... 59

6. Zona Hambat Sediaan Pasta Gigi ... 60

(14)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan gigi merupakan hal yang sangat penting, bahkan sejak

zaman dahulu perhatian terhadap kesehatan gigi sudah berlangsung di Mesir 1500 SM. Untuk menjaga kesehatan gigi, kebersihan mulut harus dijaga karena pada daerah mulut terdapat berbagai macam bakteri yang bersifat flora normal, namun jika berlebih, flora normal tersebut dapat menyebabkan kerusakan pada gigi. Salah satu kerusakan gigi yang sering terjadi adalah timbulnya karies gigi (Zaenab, 2004).

Penyebab utama penyakit gigi dan kerusakan gigi adalah plak, yang menyebabkan karies maupun radang periodonsium. Akibat dari penyakit gigi ini tidak hanya kehilangan gigi, namun bakteri dapat menyebar melalui aliran darah ke organ- organ tubuh yang penting lainnya. Karies dan penyakit pada periodonsium merupakan penyakit gigi dengan prevalensi tinggi, bahkan di negara–negara maju sampai mencapai 50% (Zaenab, 2004).

(15)

penambahan jenis bahan aktif yang mengandung bahan dasar alami ataupun bahan sintetik sebagai bahan anti kuman (Pratiwi, 2005).

Senyawa-senyawa anti kuman dapat berasal dari bahan alam dan sintetik. Sediaan pembersih rongga mulut dari bahan sintetik telah banyak beredar dipasaran, seperti mouthwash yang mengandung antiseptik, pasta gigi yang mengandung bahan abrasive yang dapat mengabrasif plak seperti kalsium karbonat, natrium fluoride dan mengandung bahan yang dapat menurunkan tegangan permukaan sehingga dapat membersihkan kotoran pada rongga mulut seperti natrium lauril sulfat. Pasta gigi dari bahan alam yang mengandung ekstrak gambir (Uncaria gambir) telah dibuat dan dilaporkan dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans (Lamungintyas, 2009).

Sebenarnya penggunaan alat-alat kebersihan gigi dan mulut berabad-abad lalu, manusia menggunakan alat-alat kebersihan bermacam-macam mengikuti perkembangan sosial, teknologi dan budaya. Beraneka ragam peralatan sederhana digunakan untuk membersihkan mulut dan sisa-sisa makanan, mulai dari batang kayu, ranting pohon, tulang hewan hingga duri landak. Salah satu diantara peralatan sintetik yang digunakan untuk membersihkan gigi dan mulut adalah pemanfaatan limbah kulit udang yang dapat dijadikan kitosan sebagai bahan aktif dalam pembuatan sediaan untuk kebersihan gigi dan mulut (Sihotang, 2007).

(16)

3

untuk kebutuhan filtrasi dan separasi serta sebagai koagulan pada proses pengolahan limbah (Synowiecki, 2003).

Kitosan dan turunannya dapat digunakan sebagai kosmetik, pasta gigi, krim badan dan produk perawatan rambut. Sifat antiseptik kitosan dapat mempengaruhi kulit dari mikroba. Kitosan yang dimasukkan dalam pasta gigi dapat membentuk hidrogel yang dapat memperkuat gigi dan infeksi dari mikroba (Kaban, 2009).

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, maka akan dilakukan penelitian tentang formulasi pasta gigi dari kitosan limbah kulit udang yang kemungkinan efektif menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah kitosan yang diformulasi dalam bentuk sediaan pasta gigi dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans ? 2. Berapa konsentrasi kitosan yang optimum menghambat pertumbuhan

bakteri Streptococcus mutans?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui kemampuan pasta gigi kitosan dalam menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans.

(17)

D. Manfaat Penelitian

(18)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gigi

1. Anatomi Gigi

Gambar 1. Anatomi Gigi (Julianti,2008)

Gigi tersusun dari dua macam jaringan yaitu jaringan keras (email dan dentin), jaringan lunak (pulpa), mahkota dan akar gigi (Itjingningsih, 1995: 31-35):

a. Mahkota gigi

Mahkota gigi merupakan bagian gigi yang dilapisi jaringan email dan normal terletak di luar jaringan gusi / gingival.

b. Akar/radix

(19)

b. Email

Email gigi berasal dari jaringan ectoderm dan merupakan lapisan terluar pada mahkota gigi. Kandungan saraf dengan garam kalsium. Bila dibandingkan dengan jaringan – jaringan gigi yang lain, email adalah jaringan yang paling kuat, paling keras, oleh karena itu email merupakan pelindung gigi yang paling kuat terhadap rangsangan

– rangsangan pada waktu pengunyahan.

c. Dentin

Bagian gigi berasal dari jaringan mesoderm yaitu mempunyai susunan dan asal yang sama dengan jaringan tulang. Dentin memiliki kemampuan untuk melakukan regenerasi bila dihubungkan dengan jaringan pendukung gigi. Dentin lebih keras karena banyak mengandung bahan kimia anorganik 69%. Dentin terletak di bawah email pada mahkota gigi, dan di bawah sementum pada akar gigi. Di dalam dentin terdapat pembuluh – pembuluh yang sangat halus. Mulai dari batas rongga pulpa sampai ke batas email dan semen. Pembuluh ini berjalan menyebar ke seluruh permukaan dentin yang disebut tubula dentin.

d. Sementum

(20)

7

e. Pulpa

Pulpa gigi merupakan bagian gigi yang paling dalam, berupa rongga yang berisi jaringan pulpa. Dimana jaringan pulpa penuh dengan sel saraf yang sensitif terhadap rangsangan mekanis-termis-kimia, jaringa limfa (cairan getah bening), jaringan ikat, pembuluh darah arteri dan vena.

2. Fisiologi Gigi

Semua bagian tubuh mempunyai fungsinya masing-masing, termasuk juga gigi. Gigi memiliki beberapa fungsi, di antaranya adalah (Ramadhan, 2010):

a. Pengunyahan

Gigi berperan penting untuk menghaluskan makanan agar lebih mudah ditelan serta meringankan kerja proses pencernaan.

b. Berbicara

Gigi sangat diperlukan untuk mengeluarkan bunyi ataupun huruf-huruf tertentu seperti huruf T, V, F, D dan S. Tanpa gigi, bunyi huruf-huruf ini tidak akan terdengar dengan sempurna.

c. Estetik

Sebuah senyum tidak akan lengkap tanpa hadirnya sederetan gigi yang rapi dan bersih.

d. Menjaga kesehatan rongga mulut dan rahang

(21)

e. Untuk mempertahankan jaringan penyangga, supaya tetap dalam kondisi yang baik, dan terikat erat dalam lengkung gigi serta membantu dalam perkembangan dan perlindungan dari jaringan- jaringan yang menyanggahnya.

f. Untuk melindungi jaringan-jaringan penanamnya.

3. Kerusakan Pada Gigi a. Gigi berlubang

Gigi berlubang disebut juga karies. Karies akan mengakibatkan kerusakan struktur gigi sehingga terbentuk lubang (Pratiwi, 2007: 23-27).

Gejala-gejala dari gigi berlubang umumnya adalah:

1) Sakit gigi, gigi menjadi sensitif setelah makan atau minum manis, asam, panas atau dingin.

2) Terlihat atau terasa ada lubang pada gigi 3) Bau mulut (halitosis)

Penyebab karies karena adanya bakteri Streptococcus mutans dan Lactobacilli. Bakteri spesifik inilah yang mengubah glukosa dan karbohidrat pada makanan menjadi asam melalui proses fermentasi. Asam terus diproduksi oleh bakteri dan akhirnya merusak struktur gigi sedikit demi sedikit. Kemudian plak dan bakteri mulai bekerja 20 menit setelah makan (Ford, 1993).

(22)

9

Karies gigi biasanya belum menimbulkan keluhan sakit kecuali telah mencapai bagian dentin dan pulpa gigi. Karena pulpa penuh sel saraf dan pembuluh darah akibat terinfeksi, maka akan timbul rasa sakit terus-menerus. Komplikasi kemudian terjadi dengan matinya sel saraf sehingga rasa sakit juga berhenti (Ford, 1993).

b. Karang gigi

Karang gigi adalah plak yang telah mengalami pengerasan, klasifikasi atau remineralisasi (Pratiwi, 2007: 28-30):

Karang gigi yang melekat di permukaan mahkota gigi biasanya berwarna kekuningan sampai kecoklatan sehingga dapat terlihat mata. Permukaannya keras seperti gigi dan tidak dapat dibersihkan dengan sikat gigi atau tusuk gigi. Karang gigi yang tidak terlihat biasanya tumbuh di bawah gusi, mengakibatkan gusi infeksi dan mudah berdarah. Karang gigi biasanya dapat menyebabkan bau mulut.

Penyebab karang gigi adalah bakteri golongan Streptococcus dan anaerob. Bakteri tersebut mengubah glukosa dan karbohidrat pada makanan menjadi asam melalui proses fermentasi. Asam akan terus diproduksi oleh bakteri tersebut. Kombinasi bakteri, asam, sisa makanan dan air liur dalam mulut membentuk suatu substansi berwarna kekuningan yang melekat pada permukaan gigi yang disebut plak.

(23)

c. Gusi berdarah

Beberapa gejala gusi berdarah adalah (Pratiwi, 2007):

1) Saat dan setelah menyikat gigi, ada noda darah yang tertinggal pada bulu sikat gigi

2) Saat meludah, ada darah didalam air liur,

3) Warna gusi mengkilap dan bengkak, kadang-kadang berdarah saat disentuh

4) Tidak selalu disertai rasa sakit

5) Terdapat akumulasi karang gigi disekitar leher gigi.

Karies dan plak merupakan penyebab utama. Banyaknya jumlah karang gigi, plak dan sisa makanan yang melekat di leher gigi menunjukkan tingkat kebersihan mulut yang buruk. Hal ini disebabkan posisi gigi yang menyulitkan untuk dibersihkan. Menyikat gigi yang tidak benar akan membuat gigi kurang bersih atau bahkan melukai gusi. Selain itu, ada beberapa kebiasaan yang akan memperburuk kesehatan gigi, seperti bulu sikat gigi yang kasar dan kebiasaan merokok dan minum alkohol.

d. Bau mulut

(24)

11

Beberapa gejala bau mulut yaitu: 1) Sering merasa tidak enak dalam mulut

2) Orang lain berkomentar mengenai bau nafas anda, kemudian menawarkan sejenis permen atau obat penyedap bau nafas.

3) Tanpa sadar, anda sering menggunakan produk penghilang bau mulut, penyegar nafas atau semacamnya.

4) Orang lain tidak mau berdekatan saat berbicara dengan anda. 5) Anda merasakan mulut kering atau kondisi air liur lebih kental dari

pada biasanya.

Ada beberapa hal yang menjadi penyebab bau mulut diantaranya infeksi atau bengkak dalam mulut, gangguan paru-paru, menstruasi, kanker dalam mulut, alergi, perkembangan kuman anaerob dan makanan tertentu.

4. Cara Mencegah Kerusakan Gigi Yaitu: a. Sikat Gigi

(25)

b. Pasta Gigi

Pasta gigi merupakan sediaan berupa pasta yang digunakan untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut dengan cara mengangkat plak dan sisa makanan. Termasuk menghilangkan atau mengurangi bau mulut. Pasta gigi juga membantu menguatkan struktur gigi dengan kandungan fluornya. Bahan-bahan yang terkandung dalam pasta gigi antara lain sodium fluoride yang merupakan bahan aktif yang paling utama dan popular untuk mencegah gigi berlubang, sodium lauril sulfat sebagai pembusa, bahan (baking soda, enzim, vitamin, herbal, kalsium hidrogen peroksida) yang biasanya dikombinasi untuk menyempurnakan fungsi pasta gigi dan bahan mint seperti peppermint, regular mint dan spearmint (Pratiwi, 2007: 55-57).

c. Flossing

Flossing adalah tindakan pembersihan gigi dengan menggunakan dental floss atau yang lebih dikenal dengan benang gigi. Flossing bertujuan untuk mengangkat sisa makanan di antara gigi yang tidak tercapai dengan sikat gigi (Pratiwi, 2007).

B. Bentuk Bentuk Sediaan Pembersih Rongga Mulut 1. Cairan

(26)

13

tersebut. Beberapa produk dalam bentuk padatan atau cairan pekat yang harus diencerkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Kini, banyak tersedia produk dengan zat aktif untuk terapi yang juga dimaksudkan untuk membersihkan, sekaligus menyegarkan.

Obat kumur golongan ini tergolong obat dan kosmetik. Hal yang perlu diingat adalah bahwa obat kumur merupakan pelengkap, bukan pengganti gosok gigi.

Secara umum, obat kumur dapat berupa kosmetik, astringen, konsentrat, buffer, dan deodoran. Selain itu juga terdapat obat kumur yang didesain untuk membunuh mikroba normal yang ditemukan dalam jumlah banyak di mulut dan tenggorok, serta yang didesain untuk terapi. Produk obat kumur dapat berupa kombinasi dari klasifikasi tersebut.

Komposisi obat kumur secara umum adalah zat aktif, air (pelarut), dan pemanis (perasa). Sebagai pemanis sering digunakan sorbitol, sucralose, sakarin Na, atau xylitol (yang juga memberikan aktivitas penghambatan pertumbuhan mikroba) (Ermawati, 2009).

2. Pasta

(27)

Pasta gigi merupakan sistem dispersi. Mengandung air dan cairan yang larut air, minyak dan juga padatan yang larut atau tidak larut. Pasta gigi merupakan dispersi padatan dalam pembawa cair. (Lieberman, 1996: 423).

Pasta gigi terdiri atas bahan yang kompleks yang mengandung beberapa bahan penting untuk dapat membersihkan dan polis gigi, misalnya (Boylan, 1996: 423):

a. Bahan abrasif, adalah bahan pembersih gigi padat yang berfungsi untuk menghilangkan kotoran dan sisa makanan dari permukaan gigi, mengkilapkan permukaan gigi dan juga memberikan rasa yang enak untuk pemakai. Beberapa bahan abrasif yang terdapat dalam krim gigi termasuk anhidrat, natrium metafosfat di basa terhidrat, kalsium karbonat, alumina terhidrat, natrium metafosfat dan silika.

b. Humektan yang dipakai dalam pasta gigi supaya tetap dalam konsistensi lunak (krim) ialah diantaranya gliserol, sorbitol, dan propilen glikol. Konsentrasi humektan hingga 20%.

c. Ditambahkan juga dalam pasta gigi bahan aktif permukaan yang membuat buih untuk menambah proses pembersih, misalnya: Natrium lauril sulfat, monogliserida sulfonat dan laurel sulfat. Natrium lauril sulfat yang biasa digunakan adalah 2% atau kurang.

d. Konsistensi yang baik pada pasta gigi, memerlukan thickening agent, seperti karboksi metil selulosa dalam pasta gigi sebagai pengikat adalah 1-6%.

(28)

15

pemanis dan bahan pengawet. Secara umum natrium sakarin ditambahkan sebagai pemanis dalam pasta gigi atau produk pembersih mulut lainnya dengan konsentrasi 0,02 – 5%. Selain daripada itu pH dari pasta gigi sangat penting, yang diukur dengan menggunakan pH meter standar.

Saat ini telah dikembangkan sediaan pembersih mulut dan gigi dengan memodifikasi pasta gigi dalam bentuk gel.

C. Uraian Crustacea 1. Udang

Jenis udang yang sering dibudidayakan adalah jenis Udang Windu (Penaeus monodon), termasuk dalam klasifikasi (Gusti, 2007) :

Phylum : Arthropoda Kelas : Crustaceae Sub-kelas : Malacostraca

Ordo : Decapoda

Sub-ordo : Natantia Family : Penaeidae Sub-famili : Penainae Genus : Panaeus

Spesies : Penaeus monodon

Secara garis besar, tubuh udang dibagi menjadi tiga bagian (Gusti, 2007).

a) Chepolotorax, adalah gabungan dari kepala dan dada.

(29)

c) Ekor, merupakan kaki renang yang telah berubah bentuk menjadi ekor kipas atau sirip ekor.

Pada cangkang (kulit badan) dan kepala udang terkandung beberapa komponen, yaitu (Rizal, 2001: 82):

6) MgCO3 (dalam jumlah kecil) dan pigmen astaxnthin (jumlah kecil). 2. Rajungan

Rajungan termasuk hewan dasar laut yang dapat berenang ke permukaan pada malam hari untuk mencari makan. Klasifikasi hewan tersebut adalah:

(30)

17

lingkungan, dan pertanian. Selain itu juga dapat dihasilkan produk turunan dari kitin dan kitosan, yaitu kitooligosakarida yang memiliki aktivitas antimikroba, antijamur, antitumor, penurunan kolesterol, penurunan tekanan darah tinggi dan kemampuan dalam meningkatkan daya imunologi (Ermawati, 2009).

D. Uraian Tentang Kitin dan Kitosan 1. Pengertian

Kata “kitin” berasal dari bahasa Yunani, yaitu “chiton” yang

berarti baju besi. Kata ini menggambarkan fungsi dari material kitin sebagai jaket pelindung pada invertebrata. Kitin pertama kali diteliti oleh Bracanot pada tahun 1811 dalam residu ekstrak jamur yang dinamakan

“fugine”. Pada tahun 1823, Odier mengisolasi suatu zat dari kutikula serangga jenis eliytra dan mengusulkan nama “Chitin”. Pada umumnya

kitin di alam tidak berada dalam keadaan bebas, akan tetapi berikatan dengan protein, mineral, dan berbagai macam pigmen (Marganof, 2006 dalam Gusti, 2007).

(31)

tua dan menggantikan dengan yang baru melalui proses yang cepat (Mustari, 2002).

Kitin adalah suatu polimer rantai panjang yang tidak bercabang dan mempunyai bobot molekul besar. Nama lain untuk kitin adalah 2-asetamida 2-dioksi D-glukopiranosa. Senyawa kitin ini sama seperti halnya selulosa terbentuk oleh unit-unit penyusunnya (monomer) yang bergabung satu sama lain melalui ikatan β 1-4 (Simunek, 2006: 306-308).

Kitin tidak digunakan dalam bentuk murni tapi dalam bentuk turunannya misal kitosan, kitin berwarna putih dan berbentuk kristal, kitin tidak larut dalam air, asam-asam organik encer, asam-asam organik, dan larutan alkali. Kitin memiliki rumus molekul [(C8H13NO5)n]. Kitin tidak bersifat toksik dan mempunyai berat molekul 1,2 x 106, merupakan salah satu polimer alami konvensional (Green polymer atau Biopolymer) yang jumlahnya cukup banyak di alam. Senyawa ini larut dalam asam mineral pekat, seperti asam klorida, asam sulfat, asam nitrat dan asam fosfat. Namun, asam sulfat, asam nitrat dan asam fosfat dapat merusak kitin yang menyebabkan kitin terdegradasi menjadi monomer-monomer sederhana (Bastaman, 1989: 216).

Sistem pelarut yang efektif dalam melarutkan kitin adalah campuran N,N-dimetil asetamida dan LiCl 5% terlarut (Austin, 1988,749).

(32)

19

Salah satu cara untuk mengidentifikasi adanya kitin adalah melalui tes warna Van Wisseligh. Pada tes ini kalium iodide akan mengubah warna kitin menjadi coklat dan dalam suasana asam dengan penambahan sulfat, warnanya akan berubah menjadi merah violet (Bastaman, 1990: 250).

Kitosan adalah biopolymer dan merupakan hasil konversi (pengubahan) senyawa kitin, yaitu diperoleh melalui deasetilasi kitin dengan alkali kuat atau deasetilasi dengan menggunakan enzim kitin deasetilase. Kitosan biodegradabilitasnya tinggi, tidak toksik bagi hewan, larut dalam asam, tersedia dalam berbagai bentuk dan mudah diperoleh, makanya kitosan lebih menawarkan sifat yang sangat potensial untuk diaplikasikan dalam bidang industri (Rhoades, 2000: 80-86).

(33)

Gambar 3. Struktur kitosan (Savitri, 2010)

Menurut Hinarno, (1980) kitosan tidak beracun, mudah mengalami biodegradable dan polielektrik kationik karena mempunyai gugus fungsional yaitu gugus amino. Selain gugus amino, terdapat juga gugus hidroksil primer dan sekunder. Adanya gugus fungsi tersebut mengakibatkan kitosan mempunyai kereaktifitasan kimia yang tinggi.

Menurut Rismana (2001) multiguna kitosan tidak terlepas dari sifat alaminya, sifat alami tersebut dapat dibagi menjadi dua sifat besar, yaitu sifat kimia dan sifat biologis. Sifat kimia kitosan sama dengan kitin tetapi yang khas antara lain :

a. Merupakan polimer poliamin berbentuk linear b. Mempunyai gugus amino aktif

c. Mempunyai kemampuan mengikat beberapa logam Sifat biologi kitosan, antara lain :

a. Bersifat kompatibel, artinya sebagai polimer alami sifatnya tidak mempunyai efek samping, tidak beracun, tidak dapat dicerna, mudah diuraikan oleh mikrob (biodegradable).

b. Mampu meningkatkan pembentukan tulang.

(34)

21

d. Berdasarkan kedua sifat tersebut maka kitosan mempunyai sifat fisik khas, yaitu mudah dibentuk menjadi spons, larutan, gel, pasta, membran, dan serta yang bermanfaat dalam aplikasinya.

Salah satu cara untuk mengidentifikasi adanya kitosan ialah melalui tes warna Wisseligh. Pada tes ini kalium diodida akan dapat merubah warna kitosan menjadi merah kecoklatan dan dalam suasana asam sulfat, warnanya akan berubah menjadi hitam (Bastman, 1990: 325).

2. Sumber-Sumber

Tabel 1. Sumber-sumber kitosan (Murniati, 2007):

Jamur/ cendawan 5-20%

Tulang cumi-cumi 3-20%

Kalajengking 30%

Laba-laba 38%

Kecoa 35%

Kumbang 37%

Ulat sutra 44%

Kepiting 69%

Udang 70%

Dari data tersebut menunjukkan bahwa sumber kitin dan kitosan yang terbanyak adalah terdapat pada jenis udang-udangan (70%).

3. Penggunaan Kitin dan Kitosan

(35)

1983 dan 1.270 ton tahun 1986. Pada saat itu, aplikasi utama dari kitosan diutamakan pada sludge dewatering, food processing, dan pengkelatan ion logam. Trend setelah itu diarahkan dalam aplikasi industri untuk menghasikan produk yang bernilai tinggi seperti kosmetik, drug carrier, feed additive, membran semi permeabel dan farmasi.

Sekarang ini, bioteknologi mencoba melakukan produksi skala besar dari bioproduct bernilai tinggi seperti antibodi monoklonal. Teknik immobilisasi telah dibuktikan merupakan cara yang efektif meningkatkan densitas sel, konsentrasi produk dan bahkan produktivitas dalam culturing system. Membran kitosan dan gel mempunyai potensi yang

besar untuk digunakan dalam immobilized cell culture system. (Kaban, 2009: 12-14)

a. Obat – Obat dan Kesehatan

(36)

23

Kitin dan kitosan menunjukkan aktivitas antibakteri, antimetastatik, antiurikemik, antiosteoporotik dan immunoadjuvant (stimulator non spesifik respons imun), menunjukkan potensi yang besar dalam meredakan dan mencegah penyakit atau memberi kontribusi terhadap kesehatan yang baik. Material yang dapat terurai dan nontoksik dapat mengaktifkan pasien menahan mencegah infeksi dan mempercepat penyembuhan luka. Biokompatibilitas in vitro dari pembalut luka dalam term toksisitas untuk fibroblast telah dinilai dan dibandingkan dengan tiga pembalut luka komersial yang dibuat dari collagen, alginat dan gelatin. Kitosan metil pirrolidin dan collagen adalah bahan yang paling kompatibel.

Penyembuhan luka terdiri dari suatu seri kompleks pengaturan proses biokimia oleh faktor humoral dan mediator anti inflamatori, dihasilkan dalam membangun kembali jaringan dan proteksi terhadap infeksi. Faktor pengatur meliputi zat-zat biokimia, faktor pertumbuhan dan mediator immunologi, yang pengaruhnya dapat ditentukan terutama selama phase awal dari pembangunan kembali jaringan.

(37)

Suatu pembalut luka harus meliputi suatu lapisan kontak (karboksimetil kitosan atau garam Ag nya) yang membantu penyembuhan, dan suatu external layer (garam-garam alginat, Ca, Zn, Ag dan pektin) yang menjamin bahwa Exucade dihilangkan dari contact layer sebelum menjadi jenuh.

a. Kosmetik

Kitosan dan turunannya dapat digunakan sebagai bahan kosmetik, pasta gigi, krim badan dan tangan serta produk perawatan rambut. Biopolimer ini juga telah diteliti sebagai bahan formulasi kosmetik khususnya untuk kulit yang sensitif. Kitosan dapat mempengaruhi kelembaban kulit serta memberi perlindungan terhadap kerusakan mekanik serta efek anti elektrostatik pada rambut, tergantung pada berat molekul dan derajat deasetilasinya. Kitosan dengan berat molekul tinggi akan meningkatkan resistensi air terhadap emulsi, sehingga memberi perlindungan terhadap irradiasi dan meningkatkan kemampuan membentuk film. Krim kosmetik yang ditambahkan 1,0% kitosan akan meningkatkan bioaktifasi unsur-unsur lipofilik seperti vitamin, sehingga dapat meresap lebih baik pada permukaan kulit. Kapasitas pembentukan film dan sifat antiseptik kitosan melindungi kulit dari kemungkinan infeksi mikroba. Lagi pula, glukosamin dari kitosan, mempengaruhi perkembangan struktur glikosaminoglikan dan glukoprotein yang menguntungkan dalam matriks ekstraselular kulit.

(38)

25

melindunginya dari infeksi mikroba sambil tetap mempertahankan difusi dari ion-ion dan air. Efek ini ditingkatkan dengan adanya kemampuan buffer dari kitosan.

b. Pertanian dan Pengawetan Makanan

(39)

Aktivitas antimikroba dari kitosan dan N-sulfobenzoylkitosan terhadap beberapa penyakit dan mikroorganisme perusak makanan, telah diteliti penggunaannya pada pengolahan dan pengawetan makanan. Sulfobenzoyl kitosan digunakan sebagai bahan pengawet alami pada tiram, sehingga dapat memperpanjang masa penyimpanannya pada temperatur 50C melalui penghambatan Pseudomonas, Salmonella, Aeromonas, dan Vibrio. Pemberian kitosan,

melindungi kentang dari kontaminasi penyakit yang menyebabkan kerusakan jaringan dan pembusukan. Kitosan juga menonaktifkan poligalakturonase, pectase lyase dan pectin-metilester yang dikeluarkan oleh patogen kentang. Lebih jauh lagi, kitosan membentuk membran semipermeabel pada permukaan produk.

Penambahan ion Ca2+ mengubah laju penyerapan CO2 dan O2 melalui membran kitosan sehingga memperpanjang secara signifikan penyimpanan strawbery dan buah tidak stabil lainnya. Pelapisan dengan film kitosan melalui pencelupan dalam larutan polisakarida 1% yang mengandung 0,1% ion Ca2+ akan menghambat perubahan sensorik dari tomat dan mentimun serta buah lain yang disimpan. Aplikasi lain yang bermanfaat ialah pembuatan pembungkus makanan dari kitosan yang secara nyata dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme.

c. Industri Tekstil

(40)

27

penghilangan bau dan pakaian dalam antimikroba, pakaian olahraga serta kaus kaki.

Penambahan kitosan sebagai coating pada tekstil meningkatkan permeabilitas terhadap uap air. Serat wool yang mengandung kitosan/ turunannya meningkatkan daya celup.

4. Pembuatan Kitin dan Kitosan

Ekstraksi kitin umumnya melalui tahapan penggilingan, deproteinasi, demineralisasi, pengeringan dan pembubukan, sedangkan kitosan diperoleh dengan penambahan alkali kuat terhadap kitin pada suhu tinggi. Adapun teknologi pengolahan kitin dan kitosan dilkukan melalui beberapa tahap, yaitu :

a. Deproteinasi

Limbah cangkang udang dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan di bawah sinar matahari sampai kering. Bahan yang sudah kering lalu digiling, kemudian dicampur dengan natrium hidroksida 3,5% dengan perbandingan antara pelarut dan cangkang udang 1:10. Aduk sampai merata, lalu dibiarkan sebentar. Selanjutnya dipanaskan pada suhu 650C selama 2 jam. Larutan lalu didinginkan dan disaring sehingga diperoleh residu padatan yang kemudian dicuci dengan air sampai pH netral dan dikeringkan pada sinar matahari.

b. Demineralisasi

(41)

didinginkan dan disaring. Residu berupa padatan dicuci dengan air sampai pH netral dan dikeringkan sinar matahari.

c. Deasetilasi kitin menjadi kitosan

Kitosan dibuat dengan menambahkan natrium hidroksida (NaOH 60%) dengan perbandingan 1:10 (pelarut disbanding kitin). Aduk sampai merata dan dibiarkan sebentar. Kemudian dipanaskan selama 180 menit pada suhu 1250C. Larutan kemudian disaring, residu berupa padatan dicuci dengan air sampai pH netral, kemudian dikeringkan pada sinar matahari. Bentuk akhir kitosan bisa berbentuk serbuk putih maupun serpihan.

E. Pengujian Aktivitas Anti Mikroba

1. Mikroba Uji

a. Klasifikasi (Garrity, Bell, and Lilburn, 2004 : 24-203) Domain : Bacteria

Filum : Firmicutes Kelas : Bacilli

Bangsa : Lactobacillales Suku : Streptococcaceae Marga : Streptococcus

Jenis : Streptococcus mutans b. Sifat dan Morfologi (Buchanon, 1974)

(42)

29

terang, bersifat fakultatif anaerob, dapat tumbuh pada suhu 45° C dan suhu optimumnya 30oC-37oC, terdapat dalam bentuk hingga membentuk kelompok yang tidak beraturan. Dinding sel terdiri dari 4 komponen antigenik yaitu peptidoglikan, polisakarida, protein dan asam lipotekoat.

Streptococcus mutans menghasilkan gabungan antara glukosiltransferase dan fruktosiltransferase baik intraseluler maupun ekstraseluler. Enzim ini spesifik untuk substansinya, sukrosa yang digunakan untuk mensintesis glukan dan fruktan bermolekul tinggi.

Dengan enzim tersebut Streptococcus mutans mengubah semua makanan (terutama gula dan karbohidrat) menjadi asam, sisa makanan dan ludah bergabung membentuk bahan lengket yang disebut plak yang merupakan awal terjadinya karies gigi.

Streptococcus mutans merupakan spesies yang mendominasi komposisi bakteri dalam plak gigi. Bakteri ini merupakan mikroflora normal dalam rongga mulut yang harus mendapatkan perhatian khusus karena kemampuannya membentuk plak dari sukrosa melebihi jenis bakteri yang lainnya. Morfologi koloni Streptococcus mutans divergen, Bergantung media yang digunakan. Walaupun pada media padat paling sering ditemukan koloni kasar koloni halus dan mukoid.

(43)

2. Uji Aktivitas Mikroba (Pratiwi, 2008: 188-191) a. Metode difusi

1) Metode disc diffusion

Untuk menentukan aktivitas antimikroba. Piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar.

2) E-test

Digunakan untuk mengestimasi MIC (minimum inhibitory concentration) atau KHM (kadar hambat minimum), yaitu

kinsentrasi minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme.

3) Ditch-plate technique

Pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba yang diletakkan pada parit yang dibuat dengan cara memotong media Agar dalam cawan Petri pada bagian tengah secara membujur dan mikroba uji digoreskan kearah parit yang berisi agen antimikroba. 4) Cup-plate technique

Dimana dibuat sumur pada media Agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji.

5) Gradient-plate technique

(44)

31

Agar dicairkan dan laritan uji ditambahkan. Campuran medium dituang ke dalam cawan Petri dan diletakkan dalam posisi miring. Nutrisi kedua selanjutnya dituang diatasnya.

Plate diinkubasi selama 24 jam untuk memungkinkan agen antimikroba berdifusi dan permukaan media mongering. Mikroba uji digoreskan pada arah mulai dari konsentrasi tinggi ke rendah. Hasil diperhitungkan sebagai panjang total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan. Yang perlu diperhatikan adalah hasil perbandingan yang didapat dari lingkungan padat dan cair, faktor difusi agen antimikroba dapat mempengaruhi

b. Metode dilusi

1) Metode dilusi cair

(45)

2)

Metode dilusi padat

Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan media padat (solid). Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji.

F. Tinjauan Islam Tentang Pasta Gigi Kitosan Dari Limbah Kulit Udang 1. Pentingnya Kebersihan Lingkungan

Kesehatan adalah nikmat terbesar yang diberikan Allah SWT untuk manusia. Bentuk rasa syukur kita atas nikmat tersebut adalah dengan menjaga dan memeliharanya. Salah satu caranya adalah dengan mengikuti pola hidup bersih dan sehat.

Hidup bersih ialah segala sesuatu yang mencakup jasmaniah dan rohaniah, fisik dan mental yang sehat, keimanan dan ketaqwaan yang mantap, perilaku terpuji serta lingkungan yang nyaman dan menyenangkan. Adapun yang termasuk dalam bersih jasmaniah antara lain; bersih anggota badan, pakaian, tempat tinggal, lingkungan dan peralatan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan bersih rohaniah antara lain; bersih hati, pikiran, perasaan, sikap, ucapan dan segala perbuatan tercela atau dosa, baik dosa kecil maupun dosa besar. Sebagaimana diriwayatkan dalam hadits bahwa Rasulullah SAW bersabda:

(46)

33

Artinya :

“Diriwayatkan dari Malik Al Asy’ari dia berkata, Rasulullah saw.

bersabda : Kebersihan adalah sebagian dari iman dan bacaan hamdalah dapat memenuhi mizan (timbangan), dan bacaan subhanallahi walhamdulillah memenuhi kolong langit dan bumi, dan shalat adalah cahaya dan shadaqah adalah pelita, dan sabar adalah sinar, dan Al Quran adalah pedoman bagimu.” (HR. Muslim) (Nawawi, 2005; 254).

Dari hadits tersebut telah ditegaskan bahwa keimanan seseorang akan berdampak pada kebersihan rohaniah maupun jasmaniah. Oleh karena itu, manusia senantiasa menjaga kebersihan baik diri sendiri menyangkut jiwa dan raganya. Allah menyukai manusia yang senantiasa bertaubat, membersihkan jiwanya termasuk hati dan pikirannya. Penegasan Allah SWT. mengenai orang-orang yang membersihkan jiwanya (taubat) dan dirinya (membersihkan jasmani) dituliskan dalam firman-Nya dalam Q.S. Al baqaraah (2): 222

َهيِرِّهَطَتُمْلا ُّبِحُيَو َهيِباَّىَّتلا ُّبِحُي َ َّاللَّ َّنِإ

Terjemahnya:

“ sesungguhnya allah menyukai orang-orang yang taubat dan

membersihkan diri” (Departemen Agama, 2005).

(47)

2. Ciptaan Allah SWT dan Manfaatnya

Sekarang ini, manusia mulai berinisiatif untuk memanfaatkan limbah agar tidak menimbulkan masalah. Salah satu limbah yang diteliti adalah limbah kulit udang. Allah swt berfirman Q.S. Ali-Imran (3):191

duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci

Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka” (Departemen Agama, 2005).

Ayat tersebut menggambarkan bahwa Allah SWT tidak menciptakan sesuatu dengan sia-sia. Kulit udang yang biasanya dibuang dan dipandang sebelah mata, ternyata memiliki manfaat yang luar bagi

”Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nyalah kamu akan

(48)

35

Karena redaksi ayat yang lalu berbicara tentang perburuan secara umum, tanpa menjelaskan apakah ia menyangkut binatang darat atau laut, melalui ayat ini dijelaskan-Nya bahwa : dihalalkan bagi kamu berburu

binatang buruan laut juga sungai dan danau atau tambak, dan makananya

yang berasal dari laut seperti ikan, udang, atau apapun yang hidup disana

dan tidak dapat hidup di darat walau telah mati dan mengapung, adalah makanan yang lezat bagi kamu, baik bagi yang bertempat tingggal tetap di

satu tempat tertentu, dan juga bagi orang-orang yang dalam perjalanan;

dan diharamkan atas kamu menangkap atau membunuh binatang buruan

darat, selama kamu dalam keadaan berihram, dan atau berada di tanah

haram walaupun berulang-ulang ihram itu kamu lakukan. Dan bertaqwalah kepada Allah yang kepadanyalah kamu dikumpulkan

(Shihab, 2009; 250).

Sementara ulama memahami kata-kata binatang buruan laut dalam arti apa yang diperoleh dengan upaya dan yang dimaksud dengan

makanannya adalah apa yang mengapung atau yang terdampar. Karena yang nengapung dan terdampar tidak lagi diperoleh dengan memburunya. Ada juga yang memahami kata makanannya dalam arti yang diasinkan dan

dikeringkan (Shihab, 2009; 250).

Mazhab Abu Hanafih berpendapat bahwa yang halal dari binatang

(49)

Ulama lain mengecualikan dari larangan memakan bangkai, bangkai ikan

dan belalang, berdasarkan sabda Nabi saw. tentang air laut bahwa: “ Ia

adalah yang suci airnya dan halal bangkainya. “ di kali lain, beliau

bersabda: “ dihalalkan untuk kita dua macam bangkai dan darah: ikan dan

belalang, serta hati dan limpa.”

Firman-nya: hurrima alaykum shayd al-barri/ diharamkan aras kamu binatang buruan darat ada yang memahaminya terbatas pada

menangkapnya, ada juga yang memperluas maknanya sehingga mencakup segala aktivitas yang berkaitan dengan buruan dan perburuan itu sehingga

tidak dibenarkan bagi yang dalam keadaan yang berihram, di samping membunuhnya, juga menerima hadiah, menjual atau membelinya. Adapun

memakannya, Imam Malik, Syafi’i, dan Ahmad membolehkan selama

binatang buruan itu tidak ditangkap secara khusus untuknya. Sedang, Abu Hanifah membenarkan seorang yang sedang berihram untuk memakan

buruan darat, baik ia ditangkap untuknya maupun untuk orang lain (Shihab, 2009; 251).

Ayat diatas menegaskan sekali lagi larangan berburu binatang darat

dalam keadaan berihram disandang oleh seseorang, wlaupun telah berulang dia dalam keadaan berihram (Shihab, 2009; 251).

Agaknya, larangan berburu di atas, di samping untuk menghindarkan sedapat mungkin yang berihram dari mengganggu

(50)

37

Haram, juga karena daerah Haram adalah tandus, sedang penduduknya sangat mengandalkan perburuan untuk jaminan hidup mereka. Jika

dibenarkan bagi semua yang dating dari segala penjuru- dan yang pada umumnya berihram itu – melakukan perburuan, dikhawatirkan akan punah

atau sangat berkurang binatang-binatang itu yang merupakan sumber hidup penduduk Tanah Haram. Agaknya, berdasar hal ini dapat dibenarkan menempuh kebijaksanaan perlindungan terhadap jenis-jenis binatang

tertentu guna memeliharanya dari kepunahan (Shihab, 2009; 251).

Bahwa tidak ada larangan untuk berburu binatang laut atau sungai,

bukan saja karena binatang laut sangat melimpah tetapi juga karena di Mekkah dan sekitar daerah Tanah Haram tidak terdapat laut atau sungai

(Shihab, 2009; 252).

Binatang yang hidup di dua alam (air dan darat), tidak termasuk dalam pengertian Binatang laut/sungai. Karena itu kodok dan kura-kura

merupakan binatang yang tidak boleh dibunuh ataupun diburu oleh siapa yang berihram. Bahwa ia terlarang diburu, bukan berarti terlarang dimakan bagi yang berpendapat bahwa ada jenis kodok yang dapat dimakan

(Shihab, 2009; 252).

Ayat ini ditutup dengan firman-nya: Dan bertaqwalah kepada

Allah yang kepada-nyalah kamu akan dikumpulkan untuk mengisyaratkan

(51)

guna menuju kepada Alllah, serupa dengan keadaan pada Hari Kiamat nanti saat seseorang menanggalkan segala sesuatu dan hanya

menghadapkan diri kepada Allah semata (Shihab, 2009; 252).

Dijelaskan bahwa yang dimaksud berburu binatang laut dan dihalalkan bagi manusia untuk memakannya adalah ikan, udang dan

semua yang hidup di laut dan di darat yang mengapung dan terdampar. Oleh karena itu, peneliti menggunakan limbah kulit udang sebagai bahan

utama dalam pembuatan produk farmasi.

Selama ini limbah tersebut dikeringkan dan dimanfaatkan sebagai pakan ternak atau pupuk dengan nilai yang rendah. Melalaui pendekatan

teknologi yang tepat, potensi limbah ini dapat diolah lebih lanjut sehingga nilai gunanya akan semakin bertambah jika diolah menjadi suatu produk,

salah satunya adalah untuk pembersih mulut dan gigi (pasta gigi).

(52)

39 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Alat dan Bahan

1. Alat yang digunakan

Alat-alat gelas, ayakan, blender (Miyako), timbangan analitik

(Mettler toledo), cawan petri, autokaf (Memmert), oven (Memmert), vial,

spoit, lumpang, inkubator (Memmert), laminar Air Flow (LAF) (Esco),

lampu spiritus, gelas kimia (Iwaki Pyrex) dan pinset.

2. Bahan yang digunakan

Air suling, aluminium foil, biakan murni Streptococcus mutans, gliserin, indikator pH, kulit udang, kalsium karbonat, karboksi metil selulosa, medium nutrient agar, minyak permen, natrium lauril sulfat, natrium sakarin.

B. Metode Kerja

1. Penyiapan Kitosan a. Pengambilan Sampel

Limbah kulit udang diperoleh dari pabrik PT. Kawasan Industri Makassar (KIMA).

b. Pembuatan Kitosan (Safitri, 2010) 1) Penyisihan protein (deproteinasi)

(53)

kemudian dicuci dengan air sampai pH netral dan dikeringkan pada sinar matahari.

2) Penghilangan garam mineral (demineralisasi)

Limbah udang yang telah melalui deproteinasi dicampur dengan asam klorida 1 N dengan perbandingan 1:15, lalu diaduk merata dan dibiarkan sebentar. Kemudian dipanaskan pada suhu kamar selama 30 menit. Larutan lalu didinginkan dan disaring. Residu berupa padatan dicuci dengan air sampai pH netral dan dikeringkan pada sinar matahari.

3) Deasetilasi kitin menjadi kitosan

(54)

41

2. Pembuatan Sediaan Pasta Gigi a. Rancangan Formula

Tabel 2. Rancangan formula pasta gigi kitosan

(55)

ditambahkan larutan natrium sakarin, dan ditambahkan larutan natrium lauril sulfat, kemudian di gerus dalam lumpang, hingga homogen. Dilarutkan kitosan dengan gliserin, digerus dan dimasukkan dalam campuran pasta, kemudian ditambahkan sisa air dan minyak permen lalu dihomogenkan.

3. Uji Aktivitas Penghambatan Sediaan pasta Gigi Terhadap Streptococcus mutans

a. Sterilisasi Alat

(56)

43

b. Pembuatan Medium

Glukosa Nutrient Agar (GNA) Glukosa 10 gram

Ekstrak daging 5 gram Agar 15 gram

Pepton 10 gram

Natrium Klorida 2,5 gram Air suling hingga 1000 ml Cara pembuatan :

Semua bahan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Kemudian dilarutkan dengan air suling hingga 800 ml, lalu dipanaskan sampai larut. Kemudian dicukupkan volumenya dengan air suling hingga 1000 ml, kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.

c. Peremajaan Bakteri

Bakteri Streptococcus mutans, diambil satu ose dari biakan murni kemudian diinokulasikan pada medium NA miring, lalu diinkubasi pada suhu 37o C selama 24 jam.

d. Pembuatan Suspensi Mikroba Uji

(57)

e. Uji Aktivitas Anti Mikroba Pasta Gigi

Dibuat medium GNA steril kemudian didinginkan hingga suhu 40-45°C. Sebanyak 10 ml medium GNA yang telah bercampur dengan 0,02 ml suspensi biakan bakteri dituangkan kedalam cawan petri. Dihomogenkan dan dibiarkan hingga memadat. Kemudian dibuat sumuran pada medium yang memadat. Selanjutnya diisikan pasta gigi sebanyak 0,03 g yang mengandung kitosan dari limbah kulit udang pada sumuran tersebut. Kemudian cawan tersebut ditutup dan diinkubasi selama 1x24 jam pada suhu 37° C. Zona hambatan yang terbentuk diukur diameternya.

(58)

45 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kitosan dari limbah kulit

udang pada formulasi pasta gigi mampu menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans pada pengujian daya hambat. Hal ini dapat dilihat

hasilnya sebagai berikut:

Tabel 3. Diameter zona hambat pasta gigi terhadap Streptococcus mutans

Formula pasta

Formula I : Pasta gigi dengan konsentrasi kitosan 0,25%

Formula II : Pasta gigi dengan konsentrasi kitosan 0,5% Formula III: Pasta gigi dengan konsentrasi kitosan 1%

(59)

B. Pembahasan

Kitosan adalah suatu bahan yang dapat diperoleh dari cangkang eksoskeleton. Kitosan telah terbukti bersifat natural, tidak toksik, dapat

diuraikan (biodegradable) dan dimanfaatkan secara luas dalam industri pangan sebagai food additive (Ermawati, 2009; 20).

Kitosan yang diperoleh dari isolasi cangkang udang belum biasa

diaplikasikan untuk keperluan manusia sehari-hari, sehingga masih diperlukan pengolahan lebih lanjut. Dari sini, muncul inovasi untuk mengolah kitosan

menjadi salah satu zat aktif di dalam sediaan farmasi yakni pasta gigi. Salah satu tujuan penggunaan pasta gigi adalah sebagai pembunuh bakteri yang secara berlebihan terdapat di dalam rongga mulut. Untuk itu harus ada zat

antibakteri di dalam pasta gigi tersebut. Kitosan yang mempunyai aktivitas antibakteri dapat menjadi salah satu alternatif zat aktif.

Kitosan memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan tipe antiseptik lainnya, karena memiliki aktivitas antibakteri yang lebih tinggi, spektrum yang lebih luas, dan toksisitasnya yang lebih rendah terhadap sel

mamalia. Sedangkan kelemahan kitosan adalah ketidaklarutannya dalam air, viskositasnya yang tinggi, dan kecenderungannya untuk berkoagulasi dengan

protein pada pH tinggi.

Formulasi pasta gigi ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas kitosan setelah dibuat sediaan dan bercampur dengan bahan-bahan kimia lainnya.

(60)

47

0,5%, formula III 1% dan formula IV 0% dengan metil paraben 0,2%, untuk mengetahui apakah kitosan tersebut efektif menghambat bakteri tanpa adanya

pengaruh dari bahan lain seperti pengawet yang biasanya terdapat dalam sediaan.

Aktivitas pasta gigi kitosan diuji dengan pengujian mikrobiologi dengan menggunakan bakteri Streptococcus mutans. Sebagaimana diketahui bahwa bakteri tersebut merupakan salah satu bakteri penyebab kerusakan gigi.

Streptococcus mutans dalam rongga mulut akan memanfaatkan sisa-sisa makanan dan menghasilkan senyawa asam yang akan menyebabkan caries

gigi serta sejumlah sel bakteri yang mati dan menumpuk pada permukaan gigi membentuk plak. Pengurangan aktivitas Streptococcus mutans dengan penurunan jumlah koloninya akan membantu mengurangi kerusakan gigi.

Pengujian daya hambat bakteri terhadap formula pasta gigi kitosan dilakukan dengan metode dilusi padat. Keuntungan metode tersebut adalah satu

konsentrasi agen antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji. selain itu pula sangat cocok dengan formula yang telah dibuat yakni bersifat semi padat sehingga tidak bercampur dengan medium

dan bakteri yang digunakan serta lebih mudah mengukur luas zona hambat yang terbentuk karena isolat beraktivitas tidak hanya di permukaan atas

nutrien agar tetapi juga sampai ke bawah (Pratiwi.2008; 191).

(61)

untuk formula I 1,456 cm, formula II 1,466 cm, formula III 1,956 cm dan formula IV 1,893 cm. Terlihat bahwa aktivitas penghambatan terhadap

Streptococcus mutans meningkat dengan meningkatnya konsentrasi kitosan.

Hasil analisis statistik dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)

menunjukkan bahwa aktivitas penghambatan setiap formula terhadap Streptococcus mutans adalah sama. Hal ini dapat dilihat pada tabel ANOVA (tabel 5) dimana Fhitung < F tabel 5% dan 1% berarti pasta gigi yang

mengandung kitosan 0,25-1% memiliki aktivitas penghambatan terhadap Streptococcus mutans yang sama dengan pasta gigi yang mengandung

pengawet metil paraben 0,2%.

Potensi kitosan sebagai antibakteri didasarkan pada interaksi awal antara kitosan dan bakteri yang bersifat elektrostatik. Kitosan memiliki gugus

fungsional amina (–NH2) yang bermuatan positif sangat kuat, sehingga dapat berikatan dengan dinding sel bakteri yang relatif bermuatan negatif. Ikatan ini

mungkin terjadi pada situs elektronegatif di permukaan dinding sel bakteri. Selain itu, karena –NH2 juga memiliki pasangan elektron bebas, maka gugus ini dapat menarik mineral Ca2+ yang terdapat pada dinding sel bakteri dengan

membentuk ikatan kovalen koordinasi. Interaksi inilah yang menyebabkan perubahan permeabilitas dinding sel bakteri, sehingga terjadi

(62)

49

mengalami lisis. Dengan demikian, kitosan dapat digolongkan sebagai antibakteri yang bersifat bakterisid berdasarkan mekanisme kerja mengubah

permeabilitas dinding sel atau transport aktif sepanjang dinding sel bakteri. Aktivitas sediaan pasta gigi tanpa kitosan tetapi dengan pengawet

metil paraben 0,2% terhadap Streptococcus mutans setara dengan sediaan pasta gigi yang menggunakan kitosan. Metil paraben konsentrasi 0,2% dalam formula pasta gigi umumnya digunakan untuk menjamin stabilitas sediaan

terhadap kerusakan akibat kontaminasi mikroorganisme, sehingga jika pengawet harus pula bersifat sebagai penghambat mikroorganisme ditempat

penggunaan, maka kemungkinan efeknya untuk keduanya akan menurun. Sehingga dari hasil penelitian ini yang dapat dijelaskan bahwa dibutuhkan pengawet dalam formula pasta gigi ini untuk menjamin aktivitas kitosan tidak

berkurang selama penyimpanan.

(63)

50 A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan daya hambat pasta gigi kitosan dapat disimpulkan bahwa:

1. Formula pasta gigi yang mengandung kitosan dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans

2. Kitosan dalam pasta gigi dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan konsentrasi optimum 0,25%

B. Saran

(64)

51

Bastaman,S., Aprianita,N. 1990. Penelitian Limbah Udang Sebagai Bahan Industri Kitin dan Kitosan. Balai Besar Industri Hasil Pertanian. Bogor.

Ermawati, yunita. 2009. Pemanfaatan kitosan dari limbah rajungan sebagai antibakteri pada obat kumur. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Diakses 18 oktober 2011.

Garrity GM, Bell JA, Lilburn TG. 2003, Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology, Eight Edition The Williams.

Gusti Putu Agung. 2007. Pembuatan Kitosan dari Kulit Udang Windu. Laporan Kerja Praktek. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Itjingningsih W.H, 1995. Anatomi Gigi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Julianti , Riri, dkk. 2008. Gigi dan Mulut. Faculty of Medicine-University of Riau.

http://yayanakhyar.wordpress.com. Diakses 17 desember 2011.

Kaban, Jamaran. 2009. Modifikasi Kimia Dari Kitosan Dan Aplikasi Produk Yang Dihasilkan. Universitas Sumatra Utara. Medan. Diakses 1 agustus 2011.

Kibbe, Arthur. 2000. Handbook of Pharmaceutical exciipient third edition. Amarica pharmaceutical Association Washington. London.

Lieberman, H.A, Rieger, M.M, Barkei G.S.1996. Pharmaseutical Dosage Form Disperse Systems 2th. Marcel Dekkerlnc. New York.

Mardiyah, Aisyatul. 2011. Formulasi pasta gigi kombinasi Ekstrak Kayu Siwak (Salvadora persica) dan Ektraksi daun Jarak Merah (Jatropha Gossypifolia) serta uji efektifitasnya terhadap bakteri Streptococcus mutans. Makassar: UIN.

(65)

Murniati, Dewi. 2007. Pemanfaatan kitosan sebagai koagulasi untuk memperoleh kembali protein yang dihasilkan dari limbah cair industry pemindangan ikan. Universitas Sumatra utara. Medan. Diakses 28 januari 2012.

Pratiwi . Donna drg, 2007. Gigi sehat. Kompas Buku:. Jakarta

Pratiwi, Sylvia T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Pratiwi, Rini. 2005. Perbedaan daya hambat terhadap Streptococcus mutans dari beberapa pasta gigi yang mengandung herbal. Universitas Hasanuddin. Diakses 18 oktober 2011.

Ramadhan Ardyan. 2010. Kesehatan Gigi dan Mulut. Bukune. Jakarta.

Rizal Alamsyah. 2008. Jurnal Riset dan Teknologi : Kitin dan Kitosan Pengolahan, Aplikasi, dan Tekno Ekonomi. Balai Besar Industri Agro. Jakarta.

Savitri, Emma. 2010. Sintesis Kitosan, Poli (2-amino-2-deoksi-D-Glukosa), Skala Pilot Project dari limbah kulit udang sebagai bahan baku alternative pembuatan Biopolimer. Universitas Surabaya. 24 oktober 2011.

Shihab, M.Quraish. 2009. Tafsir Al-Mishbah Jilid 3, Lentera Hati. Jakarta,

Simunek, J.G. Tishchenko. 2006. Effect of Chitosan of Human Colonic Bacteria. Jurnal Folia Microbiology. Vol 51. http://biomed.cas.cz/mbu/folia/. Diakses 18 Januari 2010.

Sihotang, Eka. 2007. Efektivitas Antimikrobial Ekstrak Kayu siwak terhadap Pertumbuhan Streptococcus mutans pada karies gigi. Universitas Sumatra Utara. Medan . diakses 20 oktober 2011.

Synowiecki, J., and Al-Khateeb, N.A., 2003,Production, Properties, and Some New Applications of Chitin and its Derivatives, Critical Reviews in Food Science and Nutrition, 43, no. 2, 145-171

(66)

53

Lampiran 1. Pembuatan kitosan

Dipanaskan pada suhu 650C selama 2 jam Kemudian disaring

Dicuci dengan air suling sampai pH Netral Kemudian disaring dan dikeringkan

Dipanaskan pada suhu 370C 30 menit Kemudian disaring

Dicuci dengan air suling sampai pH netral Kemudian disaring dan dikeringkan

Dipanaskan pada suhu 1250C selama 2 jam Kemudian disaring

Dicuci dengan air suling sampai pH netral Kemudian disaring dan dikeringkan

500 g Limbah kulit udang (Kering) + NaOH 3,5%

Filtrat Residu

Sampel + HCl 1 N

Residu Filtrat

Sampel +NaOH 60%

Filtrat Residu

(67)

Lampiran 2. Pembuatan sediaan pasta gigi

Dilarutkan dengan air suling

Dicampur hingga homogen

Tambahkan sisa air lalu masukkan dalam wadah

Na CMC Na Sakarin Na Lauril Sulfat

Larutan koloidal Na CMC

CaCO3

Massa pasta

Kitosan 0,25%

Kitosan 0,5%

Kitosan 1%

Metil paraben 0,2%

Gliserin

Minyak permen

(68)

55

Lampiran 3. Pengujian daya hambat sediaan pasta gigi terhadap bakteri Streptococcus mutans

dibiarkan memadat

diinkubasi pada suhu 37 selama 1 24 jam

diamati dan diukur Pasta Gigi

Kitosan

Medium GNA + Suspensi bakteri

Dibuat Sumuran

Zona Hambatan

(69)

Lampiran 4 : analisis aktivitas antibakteri sediaan pasta gigi kitosan dengan menggunakan Rancangan acak Lengkap

Tabel 4. Analisis statistik aktivitas antibakteri sediaan pasta gigi kitosan

Konsentrasi

kitosan (%)

Perlakuan

jumlah Rata-rata

I II III

0,25 1,45 1,46 1,46 4,37 1,456

0,5 1,53 1,79 1,08 4,4 1,466

1 1,75 1,83 2,29 5,87 1,956

0 1,79 2,22 1,67 5,68 1,893

Jumlah 6,25 7,3 6,5 20,32

a. Faktor koreksi

= 34,408

b. Jumlah kuadrat total

JKT

=

={(1,452)+ (1,462)+ (1,462)+ (1,532)+ (1,792)+ (1,082)+ (1,752)+

=(1,832)+ (2,292)+ (1,792)+ (2,222)+ (1,672) 34,408

= 1,222

c. Jumlah kuadrat perlakuan

(70)

57

e. Tabel 5. Analisis ragam beserta nilai F-tabelnya

Sumber

F hitung < F tabel pada taraf kepercayaan 99%, artinya semua perlakuan tidak

(71)

Lampiran 5. Sediaan pasta gigi kitosan

II

Gambar 4. Foto sediaan pasta gigi kitosan Keterangan:

I : Pasta gigi dengan konsentrasi kitosan 0,25% II : Pasta gigi dengan konsentrasi kitosan 0,5% III: Pasta gigi dengan konsentrasi kitosan 1% IV : Pasta gigi dengan konsentrasi kitosan 0%

I

IV III

(72)

59

Lampiran 6. Diameter daerah hambat sediaan pasta gigi

A B

C

Gambar 5. Foto daerah hambat sediaan pasta gigi kitosan terhadap bakteri Streptococcus mutans.

Keterangan:

1. Pasta gigi dengan konsentrasi kitosan 0,25% 2. Pasta gigi dengan konsentrasi kitosan 0,5%

3. Pasta gigi dengan konsentrasi kitosan 1 % 4. Pasta gigi dengan konsentrasi kitosan 0 %

4 3

2

1

3 2

1

4

4

3

(73)
(74)

BIOGRAFI PENULIS

NUR SHAIMAH, lahir di Takalar tepatnya tanggal 22 maret 1990. Putri pertama dari pasangan H. Ahmad Yani dan Hj. Nursani S.Pd memulai jenjang kariernya di TK “ Yustikarini ” di kota

Bantaeng. Kemudian melanjutkan sekolahnya di

tingkat dasar tepatnya di SD “Teladan Merpati” pada tahun 1996.

Hidup dalam lingkungan Islami merupakan

kebutuhan primer baginya, akhirnya pada tahun 2002-2008 dia memutuskan untuk menuntut ilmu di Pondok Pesantren “Ummul Mukminin”

Makassar. Akhirnya setelah enam tahun menuntut ilmu di Pondok Pesantren, penulis melanjutkan pendidikannya di “Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar” di jurusan

Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan tepatnya pada tahun 2008. Alhamdulillah pada tahun 2012 penulis mendapatkan gelar sarjana Farmasi.

penulis berharap skripsi ini dapat dijadikan pedoman dalam menuntut ilmu khususnya

dalam bidang Farmasi.

Gambar

Tabel                                                                                                                  Halaman
Gambar                                                                                                              Halaman
Gambar 1. Anatomi  Gigi (Julianti,2008)
Gambar 2. struktur kitin (Savitri, 2010)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sapi Aceh yang memiliki genotype BE pada lokus BM1824, AE pada lokus SPS115, dan BG pada lokus ILSTS028 memiliki bobot badan yang

Tujuan penelitian ini adalah (i) membuat nanopartikel kitosan dengan tautan silang, (ii) mempelajari pengaruh pH kitosan dan nanopartikel kitosan terhadap efisiensi pemisahan

Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara berkenaan dengan pengelolaan sumber daya manusia secara mandiri dari sekolah tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa

Daripada pernyataan masalah di atas, terdapat beberapa persoalan yang menjadi asas kajian ini, iaitu: Bagaimanakah sistem organisasi pengurusan Badan Zakat di Kabupaten Bengkalis

Proses pengumpulan data untuk kajian ini dalam mendapatkan data premier adalah melibatkan soal selidik yang diedarkan kepada Saudara kita di sekitar negeri Johor dan telah

maksimal terjadi pada waktu elektrolisis selama 4 jam dan beda potensial 8 V dengan kadar besi dalam endapan 2,27%.  Perolehan kembali titanium dan besi dalam endapan kecil,

Awal : Direktur Jenderal Pengelolaan Utang menetapkan Rencana Pembiayaan Tahunan APBN melalui utang dan melakukan koordinasi dalam rangka penerbitan/penjualan Surat Berharga

Sistem pengelolaan Sensus Harian Rawat Inap (SHRI) berbasis komputer mempunyai beberapa database sistem yaitu pasien masuk untuk menyimpan identitas pasien yang