• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUPATI BINTAN PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN BINTAN TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BUPATI BINTAN PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN BINTAN TAHUN"

Copied!
263
0
0

Teks penuh

(1)

BUPATI BINTAN

PERATURAN BUPATI BINTAN

NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA

MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN BINTAN TAHUN 2010-2015

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BINTAN,

Menimbang : a. bahwa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dalam

bentuk Peraturan Daerah dalam proses pengajuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bintan, sebagaimana pelaksanaan Pasal 150 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah;

b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 19 ayat (3) Undang-Undang

Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan untuk Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2010-2015.

c. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 54 tahun 2010 tentang pelaksanaan peraturan pemerintah nomor 8 tahun 2008 tentang tahapan, tata cara penyusunan, pengendalaian, dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan daerah.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah

Otonom Kabupaten dalam lingkungan Daerah Provinsi Sumatera Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3896);

(2)

3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4287);

4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan

dan Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);

6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanan

Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);

8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2004 Tentang

Rencana Kerja Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4405); 10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2004 Tentang

Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian Negara/Lembaga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4406);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2008 tentang tahapan, tata cara

penyusunan, pengendalaian, dan evaluaasi pelaksanaan rencana

pembangunan daerah

12. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014.

13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 tahun 2010 tentang pelaksanaan peraturan pemerintah nomor 8 tahun 2008 tentang tahapan, tata cara

penyusunan, pengendalaian, dan evaluaasi pelaksanaan rencana

pembangunan daerah.

14. Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Nomor 3 Tahun 2011 tentang RPJMD 2010-2015;

(3)

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN BUPATI BINTAN TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA

MENENGAH DAERAH TAHUN 2010-2015

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan:

1. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2010-2015, yang

selanjutnya disingkat RPJMD 2010-2015, adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk periode 5 (lima) tahun terhitung sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2015;

2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Satuan Kerja Perangkat

Daerah Tahun 2010-2015, yang selanjutnya disebut Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Renstra SKPD, adalah dokumen perencanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk periode 5 (lima) tahun terhitung sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2015;

3. Rencana Kerja Pemerintah Daerah yang selanjutnya disingkat dengan RKPD

adalah dokumen Perencanaan Daerah untuk periode 1 (satu) tahun yang memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat;

4. Kepala Bappeda adalah Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Kabupaten Bintan

BAB II

MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2

1. RPJM Daerah dimaksudkan sebagai penjabaran dari visi, misi, dan program Bupati;

2. RPJM Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi pedoman bagi: a. Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam menyusun Renstra SKPD;

b. Pemerintah Daerah dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).

BAB III RENSTRA SKPD

Pasal 3

Satuan Kerja Perangkat Daerah melaksanakan program dalam RPJM Daerah yang dituangkan dalam Renstra SKPD.

(4)

Pasal 6

RPJM Daerah adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Bupati ini, merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan Bupati ini.

Pasal 7

Peraturan Bupati ini berlaku sampai dengan ditetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2010-2015 menjadi Peraturan Daerah tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2010-2015.

Pasal 8

Pada saat Peraturan Bupati ini mulai berlaku, Peraturan Bupati Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bintan Tahun 2011-2015 (Berita Daerah Tahun 2011 Nomor 13) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

BAB IV

KETENTUAN PENUTUP Pasal 9

Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Bintan.

Ditetapkan di Kijang

pada tanggal 01 November 2011

BUPATI BINTAN,

ANSAR AHMAD, SE, MM

Diundangkan di Kijang

pada tanggal 01 November 2011

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BINTAN,

Ir. LAMIDI, MM

Pembina Utama Muda (IV/c) NIP. 19620626 199003 1 008

(5)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR ... vii BAB I PENDAHULUAN... I-1

1.1 LATAR BELAKANG... I-1 2.1 MAKSUD DAN TUJUAN... I-2 1.2.1 MAKSUD... I-2 1.2.2 TUJUAN ... I-2 1.3 LANDASAN PENYUSUNAN... I-2 1.4 HUBUNGAN RPJMD KABUPATEN BINTAN DENGAN DOKUMEN

PERENCANAAN LAINNYA... I-6 1.5 SISTEMATIKA PENULISAN... I-7 1.6 PROSES PENYUSUNAN ... I-8 1.7 ASUMSI... I-9

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH DAN ISU STRATEGIS ... II-1

2.1 ASPEK GEOGRAFIS DAERAH DAN DEMOGRAFI... II-1 2.1.1 Karakteristik Lokasi dan Wilayah ... II-1 2.1.1.1 Letak Geografis dan Luas Wilayah... II-1 2.1.1.2 Batas Administrasi... II-1 2.1.1.3 Topografi ... II-2 2.1.1.4 Geologi... II-2 2.1.1.5 Hidrologi ... II-2 2.1.1.6 Klimatologi... II-4 2.1.1.7 Penggunaan Lahan ... II-4 2.1.2 Potensi Pengembangan Wilayah ... II-9 2.1.2.1 Kawasan Perikanan... II-9 2.1.2.2 Kawasan Pertanian ... II-13 2.1.2.3 Energi dan Sumber Daya Mineral... II-15 2.1.2.4 Sektor Perindustrian... II-16 2.1.2.5 Sektor Perdagangan ... II-17 2.1.2.6 Sektor Pariwisata... II-17 2.1.3 Wilayah Rawan Bencana... II-20 2.1.4 Demografi ... II-21 2.1.4.1 Penduduk Menurut Kelompok Umur ... II-21 2.1.4.2 Sebaran Penduduk... II-22 2.1.4.3 Penduduk Menurut Jenis Kelamin... II-22 2.2 ASPEK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT... II-23 2.2.1 Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi ... II-23

(6)

2.2.2.3.1 Angka Partisipasi Murni dan Angka

Partisipasi Kasar... II-32 2.2.2.3.2 Angka Pendidikan yang

Ditamatkan (APT)... II-40 2.2.2.4 Kesehatan ... II-40

2.2.2.4.1 Angka Angka Kelangsungan Hidup

Bayi (AKHB)... II-40 2.2.2.4.2 Angka Usia Harapan Hidup... II-41 2.2.2.4.3 Persentase Balita Gizi Buruk... II-42 2.2.2.5 Kemiskinan ... II-42

2.2.2.5.1 Persentase Penduduk di Atas Garis

Kemiskinan... II-42 2.2.2.6 Kesempatan Kerja (Rasio Penduduk yang

bekerja)... II-44 2.2.2.7 Kriminalitas (Angka Kriminalitas yang

Tertangani) ... II-44 2.2.3 Seni Budaya dan Olahraga... II-46 2.3 ASPEK PELAYANAN UMUM ... II-47 2.3.1 Fokus Layanan Urusan Wajib... II-47 2.3.1.1 Pendidikan... II-48 2.3.1.1.1 Pendidikan Dasar... II-48

2.3.1.1.1.1 Angka Partisipasi

Sekolah (APS) ... II-48 2.3.1.1.1.2 Rasio Ketersediaan

Sekolah Terhadap Penduduk Usia

Sekolah)... II-48 2.3.1.1.1.3 Rasio Guru Murid ... II-49 2.3.1.1.2 Pendidikan Menengah... II-49

2.3.1.1.2.1 Angka Partisipasi

Sekolah (APS)... II-49 2.3.1.1.2.2 Rasio Ketersediaan

Sekolah terhadap penduduk usia

sekolah ... II-50 2.3.1.2 Kesehatan ... II-51

2.3.1.2.1 Rasio Pos Pelayanan Terpadu

(Posyandu) Per Satuan Balita ... II-51 2.3.1.2.2 Rasio Puskesmas, Poliklinik dan

Puskesmas Pembantu (Pustu) ... II-52 2.3.1.2.3 Rasio Rumah Sakit per Satuan

Penduduk... II-53 2.3.1.2.4 Rasio Dokter/Tenaga Medis per

Satuan Penduduk... II-53 2.3.1.3 Lingkungan Hidup... II-54 2.3.1.3.1 Persentase Penanganan Sampah ... II-54 2.3.1.3.2 Persentase Penduduk Berakses Air

Minum ... II-55 2.3.1.4 Sarana dan Prasarana Umum... II-56

(7)

2.3.1.4.1 Kinerja Jaringan Jalan Berdasarkan

Kondisi dan Kemantapan... II-56 2.3.1.4.2 Kinerja Jaringan Jalan Berdasarkan

Aspek Pemanfaatan... II-57 2.3.1.4.3 Rasio Tempat Ibadah per Satuan

Penduduk... II-57 2.3.1.4.4 Rasio Tempat Pemakaman Umum

per Satuan Penduduk ... II-57 2.3.1.5 Penataan Ruang... II-58

2.3.1.5.1 Rasio Ruang Terbuka Hijau per

Satuan Luas Wilayah... II-58 2.3.1.6 Perhubungan ... II-58

2.3.1.6.1 Jumlah Arus Penumpang Angkutan

Umum ... II-58 2.3.1.6.2 Rasio Izin Trayek ... II-59 2.3.1.6.3 Jumlah Uji KIR Angkutan Umum... II-60 2.3.1.6.4 Jumlah Pelabuhan

Laut/Udara/Terminal Bis ... II-61 2.3.2 Fokus Layanan Urusan Pilihan ... II-61 2.3.2.1 Penanaman Modal ... II-62

2.3.2.1.1 Jumlah Nilai Investasi Berskala

Nasional (PMDN/PMA)... II-62 2.3.2.1.2 Rasio Daya Serap Tenaga Kerja... II-63 2.3.2.1.3 Jumlah Koperasi dan UKM... II-63 2.3.2.1.4 Jumlah UKM... II-64 2.3.2.2 Kependudukan... II-64 2.3.2.2.1 Pertumbuhan Penduduk ... II-64 2.3.2.2.2 Pengelompokan Penduduk

Berdasarkan Jenis Kelamin dan

Umur... II-65 2.3.2.2.3 Pengelompokan Pendudukan

Berdasarkan Persebaran

Penduduk/ Geografis... II-66 2.3.2.3 Ketenagakerjaan... II-67

2.3.2.3.1 Angkatan Kerja, Produktivitas Kerja dan Kesempatan Kerja dan

Tingkat Pengangguran Terbuka... II-67 2.3.2.4 Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan

Anak... II-70 2.3.2.4.1 Persentase Perempuan di

Lembaga Pemerintah... II-70 2.3.2.4.2 Rasio KDRT... II-70 2.3.2.5 Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera

(8)

2.3.2.7.1 Jumlah PKK Aktif... II-73 2.3.2.7.2 Jumlah LSM yang Aktif... II-73 2.3.2.8 Perpustakaan... II-73 2.3.2.8.1 Jumlah Perpustakaan... II-73 2.3.2.7.2 Jumlah Pengunjung Perpustakaan

per Tahun... II-74 2.3.2.9 Penyelenggaraan Keamanan dan Ketertiban

Masyarakat... II-74 2.3.2.9.1 Rasio Jumlah Polisi Pamong Praja

per 10.000 Penduduk ... II-74 2.3.2.9.2 Rasio Jumlah Linmas per 10.000

Penduduk... II-75 2.3.2.9.3 Rasio Pos Siskamling per Jumlah

Desa/Kelurahan ... II-75 2.3.2.10 Pemuda dan Olahraga ... II-76

2.3.2.10.1 Jumlah Organisasi Pemuda dan

Olahraga ... II-76 2.3.3 Aspek Daya Saing Daerah ... II-78 2.3.3.1 Kemampuan Ekonomi Daerah... II-78

2.3.3.1.1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (Angka Konsumsi Rumah Tangga Perkapita dan Pengeluaran

Konsumsi Non Pangan)... II-79 2.3.3.1.2 Nilai Tukar Petani... II-80 2.3.3.1.3 Produktivitas Total Daerah... II-81 2.3.4. Fasilitas Wilayah / Infrastruktur... II-83 2.3.4.1. Aksesibilitas Daerah... II-83 2.3.4.1.1 Sarana Trasportasi... II-83 2.3.4.1.2 Sarana Telekomunikasi... II-83 2.3.4.1.3 Sarana Ekonomi... II-83 2.3.4.1.4 Sarana Peribadatan ... II-84 2.3.4.1.5 Sarana Ruang Terbuka Hijau Dan

Pemakaman Umum ... II-85 2.3.4.1.6 Prasarana Air Bersih ... II-85 2.3.4.1.7 Prasarana Persampahan... II-86 2.3.4.1.8 Prasarana Drainase... II-87 2.3.4.1.9 Prasarana Listrik ... II-87 2.3.4.1.10 Sarana Kesehatan ... II-89 2.4 IKLIM BERINVESTASI... II-90 2.4.1. Keamanan dan Ketertiban ... II-90 2.4.1.1 Angka Kriminalitas... II-90 2.4.1.2 Jumlah Demonstrasi ... II-91 2.4.2 Kemudahan Perizinan... II-92 2.4.3 Sumber Daya Manusia... II-94 2.4.4 Tingkat Ketergantungan (Rasio Ketergantungan)... II-94

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN SERTA KERANGKA

PENDANAAN ... III-1

3.1 KINERJA KEUANGAN MASA LALU... III-1 3.1.1 Kenerja Pelaksanaan APBD... III-1

(9)

3.1.1.1 Pendapatan Daerah... III-1 3.1.1.2 Belanja Daerah ... III-9 3.1.2 Neraca Daerah ... III-14 3.2 KEBIJAKAN PENGELOLAAN KEUANGAN MASA LALU ... III-20 3.2.1 Proporsi Penggunaan Anggaran ... III-20 3.2.2 Analisis Pembiayaan ... III-21 3.3 KERANGKA PENDANAAN... III-24 3.3.1 Proyeksi Penerimaan Daerah... III-24 3.3.2 Proyeksi Belanja Daerah ... III-29 3.3.3 Proyeksi Pembiayaan Daerah ... III-30

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS ... IV-1

4.1 PERMASALAHAN PEMBANGUNAN ... IV-1 4.2 ISU STRATEGIS... IV-5

BAB V ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS ... V-1

5.1 VISI... V-1 5.2 MISI ... V-1 5.3 TUJUAN ... V-2 5.4 SASARAN ... V-5

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH... VI-1

6.1 STATEGI ... VI-1 6.2 ARAH KEBIJAKAN... VI-9

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH... VII-1 BAB VIII INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS SERTA KEBUTUHAN

PENDANAAN ... VIII-1

8.1 PROGRAM PRIORITAS ... VIII-1 8.2 KERANGKA PENDANAAN... VIII-4

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH... IX-1

9.1 INDIKATOR KINERJA DAERAH... IX-1

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jenis dan Luas Penggunaan Lahan di Kabupaten Bintan, Tahun

2011 ... II-8 Tabel 2.2 Volume Produksi Perikanan di Kabupaten Bintan, Tahun

2005-2010 (Ton)... II-10 Tabel 2.3 Jumlah Sarana Penunjang Perikanan Menurut Jenis di Kabupaten

Bintan, Tahun 2005-2010 ... II-11 Tabel 2.4 Jumlah Alat Produksi Perikanan Menurut Jenisnya di Kabupaten

Bintan, Tahun 2005-2010 ... II-11 Tabel 2.5 Jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) Menurut Kecamatan di

Kabupaten Bintan, Tahun 2005-2010... II-12 Tabel 2.6 Nilai Produksi Perikanan Menurut Jenis Produksi di Kabupaten

Bintan, Tahun 2005-2010 (Rp.)... II-13 Tabel 2.7 Jumlah Izin yang dikeluarkan Menurut Jenis di Kabupaten Bintan,

Tahun 2005-2010... II-13 Tabel 2.8 Potensi lahan pertanian untuk komoditas Padi, Palawija,

Sayur-sayuran dan Buah-buahan di Kabupaten Bintan Tahun 2010 ... II-14 Tabel 2.9 Produktivitas Padi dan Tanaman Palawija Menurut Kecamatan di

Kabupaten Bintan Tahun 2006-2009... II-15 Tabel 2.10 Jumlah Kegiatan Pertambangan yang ada di Kabupaten Bintan

Tahun 2010 ... II-16 Tabel 2.11 Volume Penjualan Granit Kabupaten Bintan Tahun 2010... II-16 Tabel 2.12 Potensi Wisata di Kabupaten Bintan Sampai Tahun 2008... II-18 Tabel 2.13 Potensi Objek Wisata di Kabupaten Bintan 2003-2007... II-19 Tabel 2.14 Sarana Wisata di Kabupaten Bintan 2003-2007 ... II-20 Tabel 2.15 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kabupaten Bintan,

Tahun 2005-2010... II-21 Tabel 2.16 Jumlah Penduduk Kabupaten Bintan dirinci per Kecamatan Tahun

(11)

Tabel 2.17 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bintan Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Lapangan Usaha,

Tahun 2005-2010... II-24 Tabel 2.18 Laju Pertumbuhan Per Sektor Kabupaten Bintan Menurut

Lapangan Usaha, Tahun 2005-2010 ... II-25 Tabel 2.19 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bintan Atas

Dasar Harga Berlaku Tahun 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun

2005-2010... II-25 Tabel 2.20 Distribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten

Bintan Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2000 Menurut Lapangan

Usaha, Tahun 2005-2010... II-26 Tabel 2.21 Pendapatan Regional dan Angka Perkapita Kabupaten Bintan Atas

Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha, Tahun 2005-2010. II-29 Tabel 2.22 Pendapatan Regional dan Angka Perkapita Kabupaten Bintan Atas

Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, Tahun 2005-2010 . II-30 Tabel 2.23 Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah dan Indeks Pendidikan

Kabupaten Bintan Tahun 2005-2010... II-31 Tabel 2.24 Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisapsi Murni (APM).... II-32 Tabel 2.25 Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM)

SD Tahun 2010... II-33 Tabel 2.26 Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM)

SMP Tahun 2010... II-33 Tabel 2.27 Banyaknya Sekolah Dasar, Murid dan Guru Menurut Kecamatan

dan Status di Kabupaten Bintan, Tahun 2005-2010 ... II-34 Tabel 2.28 Jumlah Rombongan Belajar SD se Kabupaten Bintan, Tahun

2005-2010 ... II-35 Tabel 2.29 Jumlah Rombongan Belajar MI se Kabupaten Bintan, Tahun

2005-2010 ... II-35 Tabel 2.30 Banyaknya Sekolah Menengah Pertama (SMP), Murid dan Guru

(12)

Tabel 2.32 Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni

(APM)SMA Tahun 2010... II-37 Tabel 2.33 Banyaknya Sekolah Menengah Atas (SMA), Murid dan Guru

Menurut Kecamatan dan Status di Kabupaten Bintan, Tahun

2005-2010 ... II-38 Tabel 2.34 Banyaknya Madrasah Aliyah (MA), Murid dan Guru Menurut

Kecamatan dan Status di Kabupaten Bintan, Tahun 2005-2010 ... II-39 Tabel 2.35 Banyaknya Sekolah Menengah kejuruan (SMK), Murid dan Guru

Menurut Kecamatan dan Status di Kabupaten Bintan, Tahun

2005-2010 ... II-39 Tabel 2.36 Perkembangan Angka Pendidikan Yang Ditamatkan(APT) Tahun

2006 s.d 2010 Kabupaten Bintan... II-40 Tabel 2.37 Jumlah Kelahiran dan Kematian Bayi dan Balita di Kabupaten

Bintan, Tahun 2005-2010... II-41 Tabel 2.38 Perkembangan Angka Harapan Hidup dan Indeks Kesehatan

Kabupaten Bintan Tahun 2005-2010... II-42 Tabel 2.39 Proporsi Penduduk Miskin Terhadap Jumlah Penduduk di

Kabupaten Bintan, Tahun 2005-2010... II-43 Tabel 2.40 Rasio Penduduk Yang Bekerja Kabupaten Bintan, Tahun

2005-2010 ... II-44 Tabel 2.41 Banyaknya Gangguan Kamtibmas Menurut Kejadian di Kabupaten

Bintan, Tahun 2005-2009 ... II-46 Tabel 2.42 Jumlah Sarana Seni, Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Bintan

Tahun 2010 ... II-47 Tabel 2.43 Perkembangan Angka Partisipasi Sekolah (APS) Tahun 2011

Kabupaten Bintan ... II-48 Tabel 2.44 Ketersediaan sekolah dan penduduk usia sekolah Tahun 2011

Kabupaten Bintan ... II-49 Tabel 2.45 Jumlah Guru dan Murid Jenjang Pendidikan Dasar Tahun 2011

Kabupaten Bintan ... II-49 Tabel 2.46 Perkembangan Angka Partisipasi Sekolah (APS) Tahun 2011

(13)

Tabel 2.47 Ketersediaan Sekolah dan Penduduk Usia Sekolah Tahun 2011

Kabupaten Bintan ... II-50 Tabel 2.48 Jumlah Guru dan Murid Jenjang Pendidikan Menengah Tahun

2011 Kabupaten Bintan ... II-50 Tabel 2.49 Rasio Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Per Satuan Balita... II-51 Tabel 2.50 Jumlah Posyandu Aktif Menurut Kecamatan Tahun 2010

Kabupaten Bintan ... II-52 Tabel 2.51 Rasio Puskesmas, Poliklinik dan Puskesmas Pembantu (Pustu)

Kabupaten Bintan ... II-53 Tabel 2.52 Rasio Rumah Sakit per Satuan Penduduk... II-53 Tabel 2.53 Rasio Dokter per Satuan Penduduk Kabupaten Bintan ... II-54 Tabel 2.54 Jumlah Volume Sampah dan Produksi Sampah Tahun Kabupaten

Baupaten Bintan ... II-55 Tabel 2.55 Proporsi Jumlah Penduduk yang Mendapatkan Akses Air Minum

dan Jumlah Penduduk Tahun 2006-2009 Kabupaten Bintan ... II-56 Tabel 2.56 Tingkat Kemantapan Jalan Kabupaten (Km) Kabupaten Bintan

Tahun 2009-2010... II-56 Tabel 2.57 Panjang Jalan Dirinci Menurut Jenis Permukaan dan Status Jalan

(Km) Kabupaten Bintan, Tahun 2010... II-56 Tabel 2.58 Panjang Jaringan Jalan Berdasarkan Kondisi Tahun 2009-2010

Kabupaten Bintan ... II-57 Tabel 2.59 Rasio Tempat Ibadah Tahun 2008 Kabupaten Bintan ... II-57 Tabel 2.60 Rasio Tempat Pemakaman Umum per Satuan Penduduk di

Kabupaten Bintan Tahun 2010 ... II-58 Tabel 2.61 Jumlah Penumpang Angkutan Umum Tahun 2006-2010... II-59 Tabel 2.62 Jumlah Penumpang Angkutan Umum per Kecamatan Tahun

(14)

Tabel 2.65 Jumlah Uji KIR Angkutan Umum Tahun 2006-2010 Kabupaten

Bintan... II-61 Tabel 2.66 Jumlah Pelabuhan Laut/Udara/Terminal Bis Tahun 2006-2010

Kabupaten Bintan ... II-61 Tabel 2.67 Perkembangan Investasi PMA dan PMDN di Kabupaten Bintan,

Tahun 2005-2010... II-62 Tabel 2.68 Perkembangan Investasi di Kawasan Berikat Lobam dan Lagoi di

Kabupaten Bintan, Tahun 2005-2009... II-62 Tabel 2.69 Rasio Daya Serap Tenaga Kerja Tahun 2006 s.d 2010 Kabupaten

Bintan... II-63 Tabel 2.70 %tase Koperasi Aktif Tahun 2006 s.d 2010 Kabupaten Bintan... II-63 Tabel 2.71 Jumlah UKM non BPR/LKM Tahun 2006 s.d 2010 Kabupaten

Bintan... II-64 Tabel 2.72 Proyeksi Penduduk Menurut Umur Kabupaten Bintan Tahun 2011

s.d 2015... II-65 Tabel 2.73 Persebaran Penduduk Per Kecamatan di Kabupaten Bintan Tahun

2011-2015... II-66 Tabel 2.74 Persentase Penduduk Kabupaten Bintan Berumur 10 Tahun keatas

Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, Tahun 2005-2010 II-67 Tabel 2.75 Kondisi Ketenagakerjaan di Kabupaten Bintan, Tahun 2005-2010 ... II-68 Tabel 2.76 Persentase Penduduk Kabupaten Bintan Berusia 15 Tahun Ke Atas

yang Bekerja Seminggu yang lalu Menurut Lapangan Pekerjaan,

Tahun 2005-2010... II-69 Tabel 2.77 Produktivitas Tenaga Kerja Kabupaten Bintan Menurut Mata

Pencaharian Tahun 2005-2010... II-69 Tabel 2.78 Persentase Anggota legislative perempuan di Kabupaten Bintan... II-70 Tabel 2.79 Rasio Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Kabupaten Bintan Tahun

2010-2011... II-70 Tabel 2.80 Rasio Aseptor KB Kabupaten Bintan Tahun 2006-2010... II-71 Tabel 2.81 Jaringan Komunikasi Tahun 2001-2010 Kabupaten Bintan ... II-71 Tabel 2.82 Jumlah Surat Kabar Nasional/Lokal Tahun Kabupaten... II-72

(15)

Tabel 2.83 Jumlah Penyiaran Radio/TV Lokal Tahun 2010 Kabupaten ... II-72 Tabel 2.84 Jumlah PKK Aktif Kabupaten BintanTahun 2006-2010... II-73 Tabel 2.85 Jumlah LSM aktif Tahun 2007-20011 Kabupaten Bintan... II-73 Tabel 2.86 Jumlah Perpustakaan Kabupaten Bintan Tahun 206-2007... II-74 Tabel 2.87 Jumlah Pengunjung Perpustakaan di Kabupaten Bintan Tahun

2008-2010... II-74 Tabel 2.88 Rasio Polisi Pamong Praja Per 10.000 Penduduk Tahun 2006-2010

Kabupaten Bintan ... II-75 Tabel 2.89 Rasio Linmas Per 10.000 Penduduk Tahun 2006-2010 Kabupaten

Bintan... II-75 Tabel 2.90 Rasio Jumlah Pos Siskamling Per Kecamatan Tahun 2007-2010

Kabupaten Bintan ... II-76 Tabel 2.91 Jumlah Organisasi Olah Raga Kabupaten Bintan Tahun 2010 ... II-77 Tabel 2.92 Jumlah Organisasi Pemuda Kabupaten Bintan Tahun 2010 ... II-77 Tabel 2.93 Jumlah Sarana Ekonomi Kabupaten Bintan Tahun 2010... II-78 Tabel 2.94 Jumlah Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Kepulauan

Riau ... II-78 Tabel 2.95 Perkembangan Pengeluaran Penduduk Kabupaten Bintan Tahun

2007-2008... II-80 Tabel 2.96 Produktivitas Total Daerah Kabupaten Bintan tahun 2005-2010... II-82 Tabel 2.97 Jumlah Sarana Ekonomi Kabupaten Bintan Tahun 2010... II-84 Tabel 2.98 Jumlah Sarana Peribadatan Kabupaten Bintan Tahun 2010 ... II-85 Tabel 2.99 Jumlah Daya Tampung dan Daya Angkut Sampah di Kabupaten

Bintan Tahun 2010... II-86 Tabel 2.100 Jumlah Sarana Persampahan di Kabupaten Bintan Tahun 2010... II-87 Tabel 2.101 Rekapitulasi Konsumsi Listrik Kabupaten Bintan Berdasarkan

(16)

Tabel 2.103 Rekapitulasi Kebutuhan Listrik Kabupaten Bintan Berdasarkan

Darftar Tunggu Tahun 2010... II-88 Tabel 2.104 Jumlah Listrik Desa Yang Terpasang Tahun 2006 - 2010 ... II-89 Tabel 2.105 Jumlah Rumah Sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu,

Puskesmas Keliling, Balai Pengobatan dan Posyandu Menurut

Kecamatan di Kabupaten Bintan, Tahun 2005-2010 ... II-90 Tabel 2.106 Angka Kriminalitas Kabupaten Bintan Tahun 2005-2009 ... II-91 Tabel 2.107 Jumlah dan Jenis izin yang dikeluarkan melalui kantor one stop

services Kabupaten Bintan, Tahun 2010... II-92 Tabel 2.108 Rasio Ketergantungan Penduduk Kabupaten Bintan Tahun

2005-2010 ... II-95 Tabel 3.1 Rencana dan Realisasi Pendapatan Daerah Per Tahun Kabupaten

Bintan 2005-2010... III-4 Tabel 3.2 Total Rencana dan Realisasi Pendapatan Daerah Kabupaten Bintan

2005-2010... III-5 Tabel 3.3 Total Rencana dan Realisasi PAD Berdasarkan Jenis PAD

Kabupaten Bintan 2005-2010... III-5 Tabel 3.4 Total Rencana dan Realisasi Dana Perimbangan Berdasarkan Jenis

Dana 2005-2010... III-6 Tabel 3.5 Rencana Pendapatan APBD Kabupaten Bintan Tahun Anggaran

2005-2010... III-7 Tabel 3.6 Realisasi Pendapatan APBD Kabupaten Bintan Tahun Anggaran

2005-2010... III-8 Tabel 3.7 Rencana dan Realisasi Belanja Daerah 2005-2010... III-10 Tabel 3.8 Komposisi Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung

2007-2010 ... III-11 Tabel 3.9 Rincian Rencana dan Realisasi Belanja Tidak Langsung dan Belanja

Langsung Kabupaten Bintan 2007-2010... III-12 Tabel 3.10 Rician Anggaran Belanja Menurut Jenis Belanja di Kabupaten

Bintan 2005-2010... III-13 Tabel 3.11 Rician Realisasi Belanja Menurut Jenis Belanja di Kabupaten

(17)

Tabel 3.12 Rasio Likuiditas Kabupaten Bintan Tahun 2008-2010 ... III-14 Tabel 3.13 Rasio Solvabilitas Kabupaten Bintan Tahun 2007-2010 ... III-15 Tabel 3.14 Neraca Pemerintah Kabupaten Bintan Tahun 2007-2010... III-16 Tabel 3.15 Proporsi Penggunaan Anggaran Belanja Kabupaten Bintan

2007-2010 ... III-20 Tabel 3.16 Proporsi Belanja Pegawai Terhadap Total Pengeluaran Tahun

2005-2010... III-21 Tabel 3.17 Rencana Defisit Anggaran dan Pembiayaan Netto 2005-2010... III-22 Tabel 3.18 Realisasi Surplus dan Defisit Riil 2005-2010 ... III-22 Tabel 3.19 Struktur Pembiayaan Kabupaten Bintan Tahun 2005-2010 ... III-23 Tabel 3.20 Kapasitas Riil Kemampuan Keuangan Daerah Untuk Mendanai

Pembangunan Daerah Kabupaten Bintan ... III-24 Tabel 3.21 Proyeksi dan Pertumbuhan PAD Kabupaten Bintan Tahun

2011-2015 ... III-25 Tabel 3.22 Proyeksi Pendapatan Daerah Kabupaten Bintan Tahun 2011-2015 . III-28 Tabel 3.23 Proyeksi Belanja Langsung dan Tidak Langsung Kabupaten Bintan

Tahun 2011-2015... III-30 Tabel 3.24 Proyeksi Pembiayaan Daerah Kabupaten Bintan Tahun 2011-2015 . III-31 Tabel 9.1 Indikator Kinerja Pembangunan Daerah... IX-2

(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Hubungan RPJMD dengan Dokumen Perencanaan Lainnya ... I-6 Gambar 2.1 Struktur Penduduk Menurut Kelompok Umur Tahun 2010 ... II-22

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan bahwa Pemerintahan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota dalam rangka menyelenggarakan pemerintahannya harus menyusun perencanaan pembangunan. Perencanaan pembangunan daerah sebagaimana dimaksud, disusun secara berjangka meliputi: Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).

RPJM Daerah Kabupaten Bintan Tahun 2010-2015 merupakan penjabaran visi, misi dan program Bupati Bintan yang akan dilaksanakan dan diwujudkan dalam suatu periode masa jabatan. Penyusunan RPJM Daerah Kabupaten Bintan Tahun 2010-2015 berpedoman pada RPJP Daerah Kabupaten Bintan 2005-2025 serta memperhatikan RPJM Nasional dan RPJM Provinsi, memperhatikan sumber daya dan potensi yang dimiliki, faktor-faktor keberhasilan, evaluasi pembangunan serta isu-isu strategis yang berkembang.

RPJMD akan digunakan sebagai rujukan dalam penyusunan Rencana Strategis (Renstra) SKPD, Rencana Kerja (Renja) SKPD, Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), RAPBD, penyusunan LKPJ (Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban) Kepala Daerah, dan tolok ukur kinerja Kepala Daerah. Oleh karena itu, RPJMD ini akan memuat arah kebijakan, program dan kegiatan yang akan dilaksanakan di Kabupaten Bintan, dimana program-program yang diusulkan diharapkan akan dibiayai oleh APBD dan sumber dana lain dapat diperoleh misalnya dari APBD Provinsi, APBN maupun sektor swasta.

RPJMD Kabupaten Bintan digunakan sebagai pedoman, landasan, dan referensi dalam menetapkan skala prioritas Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Dimana penjabaran dari RKPD akan dituangkan lebih lanjut dalam Kebijakan Umum (KU) serta Prioritas dan Plafon Anggaran (PPA) APBD.

(20)

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN 1.2.1 MAKSUD

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bintan Tahun 2010-2015 dimaksudkan sebagai pedoman dalam melaksanakan pembangunan guna mewujudkan visi dan misi Kepala Daerah terpilih dalam kurun 5 (lima) tahun ke depan.

1.2.2 TUJUAN

Tujuan penyusunan RPJMD Kabupaten Bintan adalah :

1. Sebagai pedoman bagi seluruh SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bintan dalam menyusun Renstra SKPD periode 2010-2015;

2. Sebagai pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan dalam merumuskan program pembangunan periode 2010-2015;

3. Sebagai pedoman bagi Pemeritah Kabupaten Bintan dalam penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) periode 2010-2015;

4. Sebagai tolok ukur dalam penyusunan Laporan Keterangan Pertanggung-jawaban Bupati pada akhir tahun dan pada akhir masa jabatan.

1.3 LANDASAN PENYUSUNAN

Landasan penyusunan RPJMD Kabupaten Bintan adalah :

1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2002 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4237);

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008

(21)

tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

7. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);

8. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

9. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4739);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4585);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);

(22)

15. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4663);

16. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4664);

17. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Pedoman Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kepada Masyarakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4693); 18. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

19. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741);

20. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2008 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4816);

21. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817);

22. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);

23. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan;

(23)

24. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014;

25. Keputusan Presiden Nomor 83/P/2010 tanggal 30 Juli 2010 tentang Pengesahan Pengangkatan Drs. H. Muhammad Sani dan DR. H.M. Soerya Respationo, SH, MH sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Kepulauan Riau, masa jabatan 2011-2015;

26. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;

27. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Menteri Keuangan Nomor: 28 Tahun 2010; Nomor: 0199/M PPN/04/2010; Nomor: PMK 95/PMK 07/2010 tentang Penyelarasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 229);

28. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;

29. Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Nomor 6 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Provinsi Kepulauan Riau (Lembaran Daerah Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2008 Nomor 6);

30. Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Nomor 2 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2005-2025 (Lembaran Daerah Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2009 Nomor 2).

31. Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau Nomor 3 Tahun 2011 tentang RPJMD 2010-2015;

32. Peraturan Daerah Kabupaten Bintan No. 14 tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bintan (Lembaran Daerah Kabupaten Bintan Tahun 2007 Nomor 14).

(24)

1.4 HUBUNGAN RPJMD KABUPATEN BINTAN DENGAN DOKUMEN PERENCANAAN LAINNYA

Pemerintah daerah dalam membuat perencanaan pembangunan mengeluarkan 6 (enam) jenis dokumen perencanaan dan penganggaran yaitu RPJP Daerah, RPJM Daerah, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Strategis (Renstra) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), dan Rencana Kerja SKPD (Renja-SKPD).

Dari segi waktu dokumen tersebut dapat dibagi menjadi empat, yaitu dokumen perencanaan jangka panjang (20 tahun) yaitu RPJPD, perencananaan tata ruang wilayah (20 tahun) yaitu RTRW, perencanaan jangka menengah (5 tahun) yaitu RPJMD dan Renstra-SKPD, serta jangka pendek (1 tahun) yaitu RKPD dan Renja-SKPD.

RPJM Daerah merupakan penjabaran dari visi, misi dan program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Daerah dengan memperhatikan RPJM Nasional. RPJM Daerah dijabarkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan menjadi pedoman Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam menyusun Rencana Strategis (Renstra) SKPD, Rencana Kerja (Renja) SKPD dan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD. Dari RKPD dan RKA–SKPD inilah selanjutnya disusun RAPBD.

Dokumen-dokumen perencanaan dan penganggaran bersifat hierarkis, artinya dokumen yang jangka waktunya lebih panjang menjadi rujukan bagi dokumen yang jangka waktunya lebih pendek dan dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah yang lebih tinggi menjadi rujukan bagi dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah di bawahnya. Skema kedudukan RPJMD dengan dokumen perencanaan lainnya disajikan dalam

(25)

Gambar 1.1. Hubungan RPJMD dengan Dokumen Perencanaan Lainnya RPJP NASIONAL RPJM NASIONAL PEDOMAN RKP DIJABARKAN RPJP DAERAH RPJM DAERAH DIPERHATIKAN PEDOMAN RKP DAERAH DIJABARKAN PEDOMAN PENYUSUNAN RAPBD 20 TAHUN 5 TAHUN PEDOMAN RENSTRA SKPD 5 TAHUN RENJA SKPD PEDOMAN 1 TAHUN 1 TAHUN DIACU RPJP NASIONAL RPJM NASIONAL PEDOMAN RKP DIJABARKAN RPJP DAERAH RPJM DAERAH DIPERHATIKAN PEDOMAN RKP DAERAH DIJABARKAN PEDOMAN PENYUSUNAN RAPBD 20 TAHUN 5 TAHUN PEDOMAN RENSTRA SKPD 5 TAHUN RENJA SKPD PEDOMAN 1 TAHUN 1 TAHUN DIACU

(26)

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan laporan Rencana Pembangunan Jangka Manengah Daerah Kabupaten Bintan, meliputi :

- BAB I PENDAHULUAN

Menjelaskan tentang latar belakang, maksud dan tujuan, landasan hukum, hubungan RPJM Daerah dengan dokumen perencanaan lainnya, sistematika penulisan, serta proses penyusunan dan asumsi.

- BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

Menjelaskan tentang gambaran umum kondisi daerah yang meliputi aspek geografi dan demografi, kesejahteraan masyarkat, pelayanan umum, dan daya saing daerah.

- BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA

PENDANAAN

Menjelaskan tentang gambaran pengelolaan keuangan daerah serta kerangka pendanaan.

- BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

Menjelaskan tentang isu-isu strategis pembangunan daerah yang terkait dengan pencapaian sasaran pembangunan nasional dan daerah.

- BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN

Menjelaskan tentang visi dan misi, tujuan dan sasaran pembangunan Kabupaten Bintan.

- BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH

Menjelaskan tentang strategi dan arah kebijakan pembangunan daerah selama 5 tahun ke depan.

- BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

Menjelaskan tentang kebijakan umum dan program pembangunan daerah selama 5 tahun ke depan..

- BAB VIII INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS SERTA KEBUTUHAN

PENDANAAN

Memuat indikasi rencana program prioritas yang disertai kebutuhan pendanaan.

- BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

Menjelaskan tentang indikator kinerja daerah yang akan dicapai selama 5 tahun ke depan dalam bentuk matriks.

(27)

- BAB X PENUTUP

Menjelaskan tentang pedoman transisi dan kaidah pelaksanaan.

1.6 PROSES PENYUSUNAN

Dokumen RPJMD pada dasarnya disusun berdasarkan beberapa pendekatan berikut :

- Pendekatan Politik, pendekatan ini memandang bahwa pemilihan Kepala

Daerah sebagai proses penyusunan rencana program, karena rakyat pemilih menentukan pilihannya berdasarkan program-program pembangunan yang ditawarkan oleh para calon Kepala Daerah. Untuk itu, rencana pembangunan adalah penjabaran agenda pembangunan yang ditawarkan Kepala Daerah saat kampanye ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah.

- Pendekatan Teknokratik, pendekatan ini dilaksanakan dengan menggunakan

metode dan kerangka berpikir ilmiah oleh lembaga yang secara fungsional bertugas untuk hal tersebut.

- Pendekatan Partisipatif, pendekatan ini dilaksanakan dengan melibatkan

pemangku kepentingan (stakeholders) pembangunan. Pendekatan ini

bertujuan untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki.

- Pendekatan Atas-Bawah (top-down) dan Bawah-Atas (bottom-up),

pendekatan ini dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan. Hasil proses tersebut kemudian diselaraskan melalui musyawarah pembangunan.

Penyusunan RPJMD Kabupaten Bintan Tahun 2010-2015 melalui

berbagai tahapan analisis sektoral, penjaringan aspirasi masyarakat serta dialog yang melibatkan stakeholders kunci. Adapun proses penyusunan secara rinci dapat dilihat pada gambar berikut ini :

RPJPD Kabupaten Bintan 2005-2025 Analisa Kondisi Eksisting RPJM Nasional dan Provinsi Rancangan Awal RPJMD (oleh Bappeda)

Visi, Misi, Program (Kepala Daerah Terpilih)

(28)

1.7 ASUMSI

Asumsi yang digunakan untuk capaian sampai dengan tahun 2015 adalah situasi di luar kendali pemerintah Kabupaten Bintan atau keadaan yang lebih tepat disediakan pihak lain selama proses pembangunan. Namun, situasi tersebut berpengaruh pada pencapaian tujuan pembangunan di Kabupaten Bintan. Asumsi-asumsi tersebut adalah:

1. Situasi Politik Dalam Negeri

Situasi politik dalam negeri diasumsikan kondusif dan tidak menimbulkan gejolak yang berarti, termasuk dalam penyelenggaraan pemilihan umum, pemilihan presiden, dan pemilihan kepala daerah.

2. Situasi Keamanan dan Ketertiban

Mantapnya peran dan fungsi keamanan dan ketertiban dalam menghadapi ancaman yang datang dari dalam maupun dari luar, termasuk menurunnya kriminalitas di Kabupaten Bintan.

3. Situasi Ekonomi Makro

- Tidak ada gejolak moneter yang tinggi yang dapat mengganggu

perekonomian, yang tercermin pada besarnya kurs rupiah terhadap mata uang asing yang berada pada kisaran Rp. 9.000,00 per 1 USD;

- Besaran tingkat inflasi berada pada kisaran 4% - 6% per tahun;

- Tingkat suku bunga yang realistis untuk mendorong investasi, yakni pada kisaran 9% per tahun.

(29)

BAB II

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

2.1 ASPEK GEOGRAFIS DAERAH DAN DEMOGRAFI

Bab ini disusun dengan maksud menguraikan mengenai Aspek Geografis dan Demografi berisikan tentang kondisi umum geografis daerah, potensi pengembangan wilayah dan wilayah rawan bencana, serta statistik kondisi umum daerah.

2.1.1 Karakteristik Lokasi dan Wilayah 2.1.1.1 Letak Geografis dan Luas Wilayah

Secara geografis, wilayah Kabupaten Bintan terletak antara 006’17” - 1

34’52” Lintang Utara dan 10412’47” Bujur Timur di sebelah Barat - 10802’27” Bujur Timur di sebelah Timur. Secara keseluruhan luas wilayah Kabupaten Bintan adalah 87.717,84 km2 terdiri atas wilayah daratan seluas 1.319,51 km2 (1,50%) dan wilayah laut seluas 86.398,33 km2 (98,50%).

2.1.1.2 Batas Administrasi

Secara administrasi kewilayahan, Kabupaten Bintan berbatasan dengan daerah-daerah lain sebagai berikut :

 Sebelah Utara : Kabupaten Anambas

 Sebelah Selatan : Kabupaten Lingga

 Sebelah Barat : Kota Batam dan Kota Tanjungpinang

 Sebelah Timur : Provinsi Kalimantan Barat

Kabupaten Bintan memiliki 240 buah pulau besar dan kecil. Dari jumlah tersebut hanya 49 buah diantaranya yang berpenghuni, sedangkan sisanya walau pun belum berpenghuni namun sudah dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian, khususnya usaha perkebunan. Secara administrasi, Kabupaten Bintan terdiri dari 10 kecamatan, 36 desa, dan 15 kelurahan. 3 kecamatan terletak di luar Pulau Bintan yaitu Kecamatan Bintan Pesisir, Kecamatan Mantang dan Kecamatan Tambelan sedangkan sisanya terletak di Pulau Bintan.

(30)

Tanjung di Kecamatan Bintan Teluk Bintan, Desa Kukup dan Desa Pengikik di Kecamatan Tambelan dan Kelurahan Kota Baru di Kecamatan Teluk Sebong.

Selain itu juga dilakukan Pemekaran Kecamatan melalui Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan Toapaya, Kecamatan Mantang, Kecamatan Bintan Pesisir dan Kecamatan Seri Kuala Lobam. Dengan terjadinya pemekaran wilayah maka jumlah Kecamatan yang terdapat di wilayah Kabupaten Bintan bertambah dari 6 (enam) Kecamatan menjadi 10 (sepuluh) kecamatan, yaitu Kecamatan Teluk Bintan, Sri Kuala Lobam, Bintan Utara, Teluk Sebong, Bintan Timur, Bintan Pesisir, Mantang, Gunung Kijang, Toapaya, dan Tambelan.

2.1.1.3 Topografi

Pulau Bintan tidak memiliki perbedaan ketinggian yang menyolok yaitu antara 0-350 meter dari permukaan laut. Penonjolan puncak-puncak bukit antara lain Gunung Bintan 348 meter, Gunung Bintan Kecil 196 meter. Bukit-bukit lainnya merupakan bukit-bukit dengan ketinggian di bawah 100 meter. Bukit-bukit tersebut merupakan daerah hulu-hulu sungai yang sebagian besar mengalir ke arah Utara dan Selatan dengan pola sub paralel, sedangkan pola anak-anak sungainya berpola sub radial. Sungai-sungai itu umumnya pendek-pendek, dangkal dan tidak lebar.

2.1.1.4 Geologi

Berdasarkan kondisi Geomorfologi, Kabupaten Bintan merupakan

bagian kontingental yang terkenal dengan nama paparan sunda atau bagian kerak dari Benua Asia. Kondisi Bebatuan di Kabupaten Bintan terdiri dari batu ubahan seperti mika, geneis, metal batu lanau, batuan pasir taupan, granis muskofit, dan batuan lainnya. Juga terdapat batuan aluvium tua terdiri dari batu lempung, pasir krikil, batu alvium muda seperti lumpur, lanau, dan kerakal.

2.1.1.5 Hidrologi

Sungai-sungai di Kabupaten Bintan kebanyakan kecil-kecil dan dangkal, hampir semua tidak berarti untuk lalu lintas pelayaran. Pada umumnya hanya digunakan untuk saluran pembuangan air dari daerah rawa-rawa tertentu. Sungai yang agak besar terdapat di Pulau Bintan terdiri dari beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS), dua diantaranya DAS besar yaitu DAS Jago seluas 135,8 km² dan DAS Kawal seluas 93,0 km² dan hanya digunakan sebagai sumber air minum. Pasang surut di perairan Pulau Bintan bertipe campuran cenderung semidiurnal atau mixed tide prevailing semidiurnal (Wyrtki, 1961). Dimana saat air pasang/surut penuh dan tidak penuh terjadinya dua kali dalam sehari, tetapi terjadi perbedaan waktu pada antar puncak air tingginya. Hasil prediksi pasut

(31)

menggunakan Oritide-Global Tide Model di sekitar perairan pantai Trikora (Kecamatan Gunung Kijang) pada bulan Juli memperlihatkan bahwa tinggi rata-rata air pasang tertinggi +73,48 cm, air surut terendah -121,31 cm, dengan tunggang maksimum sekitar 194,79 cm dan pada bulan September, tinggi rata-rata air pasang tertinggi +75,69 cm, air surut terendah -101,06 cm dengan tunggang maksimum sekitar 176,75 cm.

Secara umum tatanan air bawah tanah dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok berdasarkan keterdapatannya. Air bawah tanah tersebut terdapat dalam berbagai sistem akuifer dengan litologi yang berbeda-beda. Adapun air bawah tanah tersebut terdiri dari :

A. Air Bawah Tanah Dangkal

Air bawah tanah dangkal pada umumnya tersusun atas endapan aluvium dan kedudukan muka air bawah tanah mengikuti bentuk topografi setempat. Lapisan akuifer ini pada umumnya tersusun atas pasir, pasir lempungan, dan lempung pasiran yang bersifat lepas sampai kurang padu dari endapan aluvium dan hasil pelapukan granit. Kedudukan muka air bawah tanah akan menjadi semakin dalam di daerah yang topografinya tinggi dengan daerah sekitarnya. Kedalaman muka air bawah tanah pada umumnya sekitar 2 m-3 m. Air bawah tanah dangkal ini tersusun atas lapisan akuifer bebas (unconfined aquifer) yang di beberapa tempat bagian bawahnya dibatasi oleh lapisan kedap air yang berupa lapisan lempung dan lempung pasiran. Ketebalan rata-rata lapisan akuifer air bawah tanah dangkal sekitar 13 m dan pada umumnya akan menipis ke arah perbukitan.

B. Air Bawah Tanah Dalam

Air bawah tanah dalam di wilayah Kabupaten Bintan tersusun atas litologi berupa pasir kompak, pasir, dan pasir lempungan dan tersusun atas sistem akuifer bebas (unconfined aquifer), walaupun di beberapa tempat terdapat lapisan kedap air yang berupa lempung dan lempung pasiran yang tidak menerus atau hanya membentuk lensa-lensa, sehingga di beberapa tempat terbentuk sistem akuifer tertekan (confined aquifer) atau semi tertekan (semi confined aquifer), sehingga secara umum sistem akuifer yang berkembang di wilayah Pulau Bintan, Kabupaten Bintan tergolong multi-layer dimana antara satu lokasi

(32)

C. Mata Air

Keterdapatan mata air muncul pada batuan sedimen yang terdapat dalam mata air bawah tanah perbukitan bergelombang. Tipe pemunculannya umumnya diakibatkan oleh pemotongan topografi pada lekuk lereng dengan dataran. Mata air tersebut dapat dimanfaatkan untuk air minum pedesaan.

2.1.1.6 Klimatologi

Pada umumnya wilayah Kabupaten Bintan beriklim tropis. Selama periode Tahun 2005-2010 temperatur rata-rata terendah mencapai 23,9o C dan tertinggi rata-rata 31,8oC dengan kelembaban udara sekitar 85%.

Kabupaten Bintan mempunyai 4 macam perubahan arah angin yaitu :

 Bulan Desember-Pebruari : Angin Utara

 Bulan Maret-Mei : Angin Timur

 Bulan Juni-Agustus : Angin Selatan

 Bulan September-November : Angin Barat

Kecepatan angin tertinggi adalah 9 knot dan terjadi pada bulan Desember-Januari, sedangkan kecepatan angin terendah pada bulan Maret-Mei.

2.1.1.7 Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan merupakan pencerminan dari hubungan antara alam/lahan dengan manusia dalam kegiatannya. Apabila jumlah manusia sangat kecil dibandingkan dengan luas wilayah/kawasan, maka dapat diartikan bahwa penggunaan lahan belum banyak bervariasi sesuai dengan jenis kegiatan yang dilakukan. Pola pemanfaatan ruang merupakan suatu bentuk dari segala aktifitas yang saat ini dilakukan oleh masyarakat di atas suatu lahan. Aktifitas tersebut selanjutnya dikelompokkan dalam suatu guna lahan yang merupakan dominasi dari pemanfaatan ruang yang ada. Adapun penggunaan lahan yang ada di Kabupaten Bintan diantaranya adalah :

A. Kawasan Permukiman

Berupa kawasan yang didominasi oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal yang dilengkapi dengan prasarana sarana lingkungan dan tempat kerja yang memberikan pelayanan dan kesempatan kerja terbatas untuk mendukung fungsi perumahan tersebut. Lahan permukiman ini menyebar di tiap desa dengan pola linier mengikuti jaringan jalan atau di daerah pantai dengan tingkat kepadatan yang rendah. Beberapa permukiman yang mempunyai kepadatan tinggi berada di pusat ibukota Kecamatan Bintan Timur (Kijang) dan Ibukota Kecamatan Bintan Utara (Tanjunguban).

(33)

B. Kawasan Perkebunan

Pemanfaatan lahan untuk perkebunan berupa tanaman kelapa dan karet. Jenis perkebunan dengan luasan penggunaan cukup besar tersebar di wilayah Kecamatan Toapaya, Gunung Kijang, Bintan Timur dan Bintan Pesisir.

C. Kawasan Pertanian

Kawasan pertanian yang ada di Kabupaten Bintan meliputi : Kawasan Tanaman Pangan Lahan Kering, yaitu kawasan yang diperuntukkan bagi tanaman pangan lahan kering untuk tanaman palawija, holtikultura, atau tanaman pangan; Kawasan Perikanan Darat, yaitu kawasan yang diperuntukkan bagi perikanan, baik berupa pertambakan/kolam maupun perairan darat lainnya; serta Kawasan Perikanan Air Payau dan Laut, yaitu kawasan yang diperuntukkan untuk kegiatan perikanan air payau dan laut baik dalam bentuk budidaya maupun penangkapan.

Jenis pemanfaatan lahan untuk kegiatan pertanian di Kabupaten Bintan didominasi kawasan pertanian berupa pertanian lahan kering untuk tanaman palawija, holtikultura dan tanaman pangan. Lahan pertanian ini tersebar hampir di seluruh Kecamatan yang ada di Kabupaten Bintan.

D. Kawasan Hutan

Jenis pemanfaatan untuk hutan di Kabupaten Bintan dapat dibedakan menjadi pemanfaatan untuk hutan lebat/belukar, hutan lindung dan hutan mangrove (bakau). Di Kabupaten Bintan terdapat hutan lindung yaitu Kawasan Hutan Jago di Kecamatan Bintan Utara, Kawasan Hutan Gunung Bintan Kecil di Kecamatan Teluk Sebong, Kawasan Hutan Gunung Bintan di Kecamatan Teluk Bintan, Kawasan Hutan Sei Pulai dan Gunung Lengkuas di Kecamatan Bintan Timur, dan Kawasan Hutan Gunung Kijang di Kecamatan Gunung Kijang.

E. Kawasan Pariwisata

Jenis pemanfaatan pariwisata adalah kawasan yang diperuntukkan bagi kegiatan pariwisata. Beberapa kawasan pariwisata yang ada saat ini tersebar di Kecamatan Teluk Sebong, yaitu Kawasan Wisata Terpadu Lagoi dan Kecamatan Gunung Kijang, yaitu Kawasan Wisata Pantai Trikora.

(34)

pertambangan ini terbagi dua, yaitu lahan tambang yang masih aktif dan lahan pasca tambang. Dominasi sebaran lahan tambang dan pasca tambang bauksit berada di Kijang (Kecamatan Bintan Timur), sedangkan tambang pasir darat berada di Busung (Kecamatan Seri Kuala Lobam), Kecamatan Teluk Bintan, serta Kecamatan Gunung Kijang.

G. Kawasan Industri

Jenis pemanfaatan industri adalah Kawasan yang diperuntukkan bagi industri, berupa tempat pemusatan kegiatan industri. Dominasi sebaran kawasan industri ini berada di Lobam (Kecamatan Seri Kuala Lobam), Galang Batang (Kecamatan Gunung Kijang), dan Industri Maritim (Kecamatan Bintan Timur).

H. Kawasan Pemerintahan

Kawasan pemerintahan adalah kawasan yang diperuntukkan sebagai pusat pemerintahan. Kawasan pemerintahan sementara Kabupaten Bintan saat ini terletak di Kijang dan merupakan kawasan milik PT. Aneka Tambang. Saat ini sudah disiapkan satu kawasan yang berfungsi sebagai ibukota baru Kabupaten Bintan serta pusat pemerintahan, yaitu Bandar Seri Bentan yang terletak di Kecamatan Teluk Bintan. Sejak tahun 2008, pusat pemerintahan ini telah mulai dibangun secara bertahap, karena dengan keluarnya Undang Undang Nomor 5 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Tanjungpinang maka Kabupaten Bintan harus memindahkan kawasan ibukota kabupaten dan pusat pemerintahan.

I. Pemanfaatan Lahan di Gugusan Pulau Tambelan

Perkebunan adalah salah satu potensi yang terdapat di Kecamatan Tambelan, beberapa jenis hasil perkebunan merupakan hasil khas dari Kecamatan Tambelan. Kebiasaan berkebun di ladang pulau-pulau ini telah dilakukan oleh warga Tambelan sejak kurun waktu yang lama. Pada tahun 60-an, hasil perkebunan Tambelan mampu menembus pasar ekspor ke Singapura. Komoditi kopra dan karet merupakan komoditi unggulan yang dihasilkan oleh Kecamatan Tambelan waktu itu. Kegiatan ekspor ini tidak berlangsung lama, hanya dalam kurun waktu kurang lebih 10 tahun, pasar ekspor kopra dan karet mulai melemah.

Proses eksploitasi pada waktu 10 tahun tersebut tanpa adanya peremajaan lahan dan tanaman adalah pemicu lemahnya pasar. Kualitas komoditi pun mulai menurun dan harganya pun turun drastis. Selain itu, pembukaan lahan baru untuk perkebunan juga kurang memperhatikan lingkungan, penebangan liar dan pembakaran adalah cara tercepat untuk membuka lahan baru. Kurangnya pengetahuan dalam hal berkebun dan bercocok tanam juga sangat berpengaruh

(35)

terhadap menurunnya kualitas komoditi kopra dan karet. Penduduk Tambelan awalnya merupakan nelayan, sehingga perubahan dari nelayan menjadi petani ini membawa dampak terhadap pengolahan lahan.

Kebiasaan nelayan yang langsung memanen ikan tanpa harus menyebar benih di laut (tanpa harus menunggu waktu yang lama) sangat berbeda dengan pola petani yang harus menyemai bibit, menanam, merawat dan baru memanen yang membutuhkan waktu yang lama. Perubahan kebiasaan yang drastis ini menyebabkan pengolahan lahan yang salah, dan untuk mendapatkan hasil yang cepat, perusakan kadang dilakukan baik sengaja maupun tidak sengaja.

Karena waktu yang diperlukan dalam proses perkebunan, akhirnya penduduk Tambelan banyak yang kurang melirik sektor ini namun tidak mau meninggalkannya. Akhirnya, lahan yang ada tetap ditanami dengan tanaman seperti cengkih, kopra, karet dan mangga serta tanaman-tanaman buah-buahan yang lain. Kebun-kebun tersebut tidak dirawat dan dibiarkan begitu saja, ketika saat berbuah atau saat tiba waktu panen, pemilik kebun tersebut mendatangi kebun mereka masing-masing untuk memanen hasil perkebunan. Para petani kebun ini memiliki rumah kebun dan mereka biasanya menetap di kebun untuk memanen hasil kebun 3-7 hari bahkan hingga 1 bulan. Setelah proses panen selesai dan hasil panen telah habis, masyarakat kemudian meninggalkan pulau-pulau tersebut dan kembali bekerja sebagai nelayan. Kebiasaan ini menyebabkan hasil yang diperoleh kurang maksimal karena tanaman tidak mendapat perawatan yang benar.

Hutan mangrove banyak ditemui di sepanjang pantai Teluk Tambelan, namun sebagian telah mangalami kerusakan karena keperluan manusia yang menggunakan daerah tersebut untuk keperluan permukiman. Hampir semua kampung (desa) yang ada di pulau Tambelan sebagian besar rumahnya berada di daerah pesisir. Penggunaan lahan di Pulau Tambelan sebagian besar merupakan kawasan lindung laut untuk melindungi terumbu karang, kemudian kawasan hutan produksi konversi, kawasan lindung dan sebagian kecil merupakan kawasan permukiman. Untuk lebih jelas mengenai luasan pemanfaatan ruang yang ada di Kabupaten Bintan Tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel berikut:

(36)

Tabel 2.1

Jenis dan Luas Penggunaan Lahan di Kabupaten Bintan, Tahun 2011

NO. JENIS PENGGUNAAN LAHAN LUAS (Ha) %

Darat Perairan

A. Kawasan Lindung 34.935,06 15.519,42 33,68

1 Hutan Lindung 4.781,97 3,19

2 Kawasan Perlindungan Setempat 21.026,12 14,04

3 Daerah Perlindungan Laut 333,62 0,22

4 Danau 1.083,38 0,72 5 Waduk/Kolong 607,59 0,41 6 Lamun 2.364,85 1,58 7 Terumbu Karang 12.820,95 8,56 8 Mangrove 7.435,99 4,96 B. Kawasan Budidaya 97.910,14 2.951,55 67,33 1 Hutan Produksi 9.236,41 6,17 2 Pertanian 22.237,63 14,84 3 Perkebunan 9.284,78 6,20 4 Pertambangan 7.029,12 4,69 5 Industri 8.831,67 5,90 6 Pariwisata 22.307,22 14,89 7 Permukiman 12.524,04 8,36

8 Zona Bandar Udara 107,06 0,07

9 Kawasan Bandar Seri Bentan 4.843,21 3,23

10 Zona Pelabuhan 2.951,55 1,97

11 TPA 4,70 0,004

Total 131.340,92 18.470,97 100,00

149.811,88 Sumber : Perda Tata Ruang Kab. Bintan 2011-2031, Tahun 2011

(37)

2.1.2 Potensi Pengembangan Wilayah 2.1.2.1 Kawasan Perikanan

Kabupaten Bintan memiliki potensi di bidang kelautan dan perikanan yang cukup besar baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya. Hal ini karena wilayah Kabupaten Bintan sebagian besar adalah wilayah laut dengan luas yang mencapai 57.874,00 km2 dan daratannya terdiri dari pulau-pulau yang secara langsung menciptakan garis pantai yang sangat panjang mencapai 966,54 Km dengan pantai umumnya berpasir, berlumpur dan berkarang. Secara historis, kabupaten ini terkenal akan tebaran pulau-pulau kecil dan wilayah laut yang luas, sehingga mengakibatkan perairannya kaya akan ikan, kerang-kerangan, udang dan biota laut lainnya seperti terumbu karang, padang lamun dan hutan mangrove.

Disamping itu kegiatan pengolahan hasil perikanan telah pula mulai dikembangkan di Kabupaten Bintan, berupa kegiatan pengeringan (pengasinan), pengasapan, pembuatan kerupuk, pembuatan terasi dan lain sebagainya. Melihat kondisi ini perlu pengembangan akses pasar yang lebih luas, baik akses pasar lokal, antar pulau maupun ekspor. Saat ini, negara-negara yang menjadi importir hasil perikanan dari Kabupaten Bintan adalah Malaysia, Singapura dan Hongkong. Kondisi ini juga ditunjang dengan posisi geografis yang berada di pertemuan antara Laut Natuna dengan laut pedalaman Indonesia (Laut Jawa dan Selat Malaka). Selat Malaka merupakan salah satu laut yang mempunyai produktifitas primer yang tinggi.

Dalam Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI), potensi sumberdaya ikan di wilayah perairan laut Natuna dan laut Cina Selatan mencapai 378,2 ribu ton dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan adalah 302,5 ribu ton. Dari potensi tersebut, potensi sumberdaya ikan yang masuk dalam wilayah perairan Kabupaten Bintan adalah 106.018 ton dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan 84.814 ton. Berdasarkan data dari tahun ke tahun produksi perikanan tangkap mengalami peningkatan.

Potensi perikanan dan kelautan Kabupaten Bintan antara lain:

- Perikanan Tangkap

- Perikanan Budidaya Laut

(38)

sebesar 940,18 ton (5,00%). Sedangkan volume produksi perikanan usaha budidaya laut di Kabupaten Bintan, pada tahun 2008 yaitu 182,36 ton dengan nilai produksi Rp 16.589.285.000,-; sedangkan tahun 2009 tercatat sebanyak 191,49 ton dengan nilai Rp 17.418.749.250,-. Kondisi ini menunjukkan adanya peningkatan produksi sebesar 9,13 ton (5,01%), dan nilai produksi mengalami peningkatan sebesar Rp 829.464.250,- (5,00%). Pada tahun 2010, jumlah rumahtangga perikanan di Kabupaten Bintan sebesar 8.460. Tren ini terus naik sejak tahun 2005 untuk lebih jelasnya dapat dilihat di tabel berikut :

Tabel 2.2

Volume Produksi Perikanan di Kabupaten Bintan, Tahun 2005-2010 (Ton) No Kecamatan

Jenis Produksi

%

Perikanan

Tangkap BudidayaAir Laut Air TawarBudidaya BudidayaAir Payau Jumlah(Ton)

1. Teluk Bintan 1.336,52 14,04 5,25 - 1.355,81 6,3

2. Seri Koala Lobam 850,22 3,06 20 - 873,28 4,1

3. Bintan Utara 1.324,93 4,22 7 - 1.336,15 6,2 4. Teluk Sebong 1.638,23 3 6 - 1.647,23 7,7 5. Bintan Timur 6.988,37 18,59 65,75 - 7.072,71 33,0 6. Bintan Pesisir 1.195,12 46,78 1,58 - 1.243,48 5,8 7. Mantang 1.083,12 109,6 - - 1.192,72 5,6 8. Gunung Kijang 2.107,85 1 1 - 2.109,85 9,8 9. Toapaya - - 44,1 - 44,1 0,2 10. Tambelan 4.556,18 11,3 - - 4.567,48 21,3 2010 21.080,54 211,59 150,68 - 21.442,81 100 2009 19.749,28 191,49 142,58 - 20.083,35 2008 18.809,10 182,36 213,65 71,53 19.276,64 2007 18.409,38 168,5 117,33 63 18.758,21 2006 20.932,00 130,44 115,3 11 21.188,74 2005 16.907,38 152,18 99,6 6,29 17.165,45

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2011

Dari tabel di atas terlihat besarnya produksi perikanan didominasi oleh Kecamatan Bintan Timur sebesar 33,0%, dan diikuti olah Kecamatan Tambelan sebesar 21,3%.

Sarana penunjang perikanan tahun 2010 yang terdapat di Kabupaten Bintan terdiri dari Pabrik Es 11 unit, Cold Storage 3 buah, TPI/PPI 1 buah, Galangan Kapal 39 buah, dan Unit Pengolahan 1 buah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

(39)

Demikian juga dengan ketersediaan alat produksi dan armada perikanan, yang pada tahun 2010 terdiri dari 18.733 unit alat penangkapan ikan, 2.329 unit kapal motor, 936 unit motor tempel dan 1.164 unit perahu tanpa motor, 1.659 unit keramba, 77,3 Ha areal kolam, dan 120,8 Ha areal tambak.

Tabel 2.4

Jumlah Alat Produksi Perikanan Menurut Jenisnya di Kabupaten Bintan, Tahun 2005-2010

No. Jenis Alat Produksi Tahun

2005 2006 2007 2008 2009 2010

1. Alat Tangkap 5.837 5.956 6.240 6.436 17.055 18.733

2. Kapal Motor 2.191 2.216 2.263 2.256 2.278 2.329

3. Motor Tempel 173 284 275 631 886 936

4. Perahu Tanpa Motor 1.247 1.389 1.418 1.164 1.164 1.164

5. Keramba (Kantong) 1.042 1.003 1.130 1.607 1.643 1.659

6. Kolam (Ha) 62 52,7 73 77,31 77,31 77,31

7. Tambak (Ha) 56 119,3 87,00 120,80 120,80 120,80

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2011

Untuk mendukung potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Bintan, telah ditetapkan kawasan minapolitan melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 41 tahun 2009. Sebagai tindak lanjutnya, Pemerintah Kabupaten Bintan juga telah menetapkan Keputusan Bupati tentang Kawasan Minapolitan yang meliputi 3 kecamatan yaitu Kecamatan Mantang, Bintan Pesisir dan Bintan Timur. Rencana pengembangan kawasan minapolitan bertujuan untuk

Tabel 2.3

Jumlah Sarana Penunjang Perikanan Menurut Jenis di Kabupaten Bintan, Tahun 2005-2010

No. Infrastruktur

Tahun

2005 2006 2007 2008 2009 2010

1. Pabrik Es 10 10 10 11 11 11

2. UPI (Home Industry) - - - 557 557 1.811

3. Cold Storage 13 13 13 3 3 3

4. TPI/PPI 1 1 1 1 1 1

5. Galangan Kapal 12 12 12 39 39 39

6. Unit Pengolahan - - - 1 1 1

(40)

kerapu, serta sarana dan prasarana lainnya yang mendukung kawasan ini.

Pengembangan minapolitan di 3 kecamatan di atas juga ditunjang oleh besarnya jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) yang terdapat di 3 kecamatan tersebut. Adapun jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) menurut kecamatan di Kabupaten Bintan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.5

Jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) Menurut Kecamatan di Kabupaten Bintan, Tahun 2005-2010

No. Kecamatan

Rumah Tangga Perikanan Perikanan

Tangkap BudidayaAir Laut Air TawarBudidaya Air PayauBudidaya Jumlah(RTP)

1. Teluk Bintan 1.350 95 21 45 1.481

2. Seri Koala Lobam 335 20 20 - 345

3. Bintan Utara 272 8 35 - 263 4. Teluk Sebong 628 8 55 - 635 5. Bintan Timur 1.704 21 35 - 1.725 6. Bintan Pesisir 1.527 35 3 - 1.550 7. Mantang 915 74 - - 975 8. Gunung Kijang 999 78 15 - 980 9. Toapaya - - 100 - 70 10. Tambelan 910 24 - - 925 2010 8.640 363 284 45 9.332 2009 8.466 297 147 45 8.949 2008 8.460 297 147 45 8.949 2007 7.928 231 70 86 8.288 2006 7.936 215 60 32 8.243 2005 7.709 215 43 21 7.988

Sumber :Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2011

Mengingat besarnya potensi dan peluang usaha/pekerjaan pada sektor kelautan dan perikanan di Kabupaten Bintan, menyebabkan terjadinya peningkatan secara signifikan jumlah Rumah Tangga Perikanan yang melakukan usaha perikanan tangkap, budidaya perikanan laut maupun budidaya perikanan air tawar. Kegiatan usaha perikanan di sektor penangkapan maupun budidaya relatif semakin berkembang dari waktu ke waktu, meskipun didominasi oleh usaha-usaha perikanan skala kecil.

(41)

Tabel 2.6

Nilai Produksi Perikanan Menurut Jenis Produksi di Kabupaten Bintan, Tahun 2005-2010 (Rp.)

No. Kecamatan

Jenis Produksi

Penangkapan Ikan Budidaya AirLaut Budidaya AirTawar Budidaya AirPayau Jumlah (Rp)

1. Teluk Bintan 12.696.983.481 1.258.196.221 78.750.000 - 14.033.929.702 2. Seri Koala Lobam 8.077.056.750 273.848.242 300.000.000 - 8.650.904.992 3. Bintan Utara 12.586.798.096 378.305.820 105.000.000 - 13.070.103.916 4. Teluk Sebong 15.563.194.500 268.874.072 90.000.000 - 15.922.068.572 5. Bintan Timur 66.389.510.250 1.666.123.000 986.250.000 - 69.041.883.250 6. Bintan Pesisir 11.353.646.942 4.192.418.970 23.625.000 - 15.569.690.912 7. Mantang 10.289.680.558 9.822.776.478 - - 20.112.457.036 8. Gunung Kijang 20.024.615.192 89.624.691 15.000.000 - 20.129.239.883 9. Toapaya - - 661.500.000 - 661.500.000 10. Tambelan 43.283.682.231 1.012.579.756 - - 44.296.261.987 2010 200.265.168.000 18.962.747.250 2.260.125.000 - 221.488.040.250 2009 138.246.885.000 17.044.200.000 1.796.080.000 - 157.282.165.000 2008 131.663.700.000 16.589.285.000 1.711.080.000 1.643.770.000 151.607.835.000 2007 128.865.560.000 10.008.940.000 1.524.237.000 1.525.000.000 141.923.737.000 2006 144.436.700.000 12.028.487.460 1.506.080.580 77.025.500.000 234.996.768.040 2005 115.901.729.000 12.935.956.010 1.080.948.600 - 129.918.633.610

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2011

Tabel 2.7

Jumlah Izin yang dikeluarkan Menurut Jenis di Kabupaten Bintan, Tahun 2005-2010

No Jenis Izin Tahun

2005 2006 2007 2008 2009 2010

1. Usaha Penangkapan Ikan 125 108 118 206 322 415

2. Usaha Budidaya Ikan 32 9 15 20 16 17

3. Usaha Pengumpulan Ikan 41 51 36 37 53 43

4. Usaha Pengangkutan Ikan 7 3 1 10 8 15

5. Tanda Pencatatan Kegiatan

Perikanan (TPKP) - - 275 - -

-Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan, Tahun 2011

2.1.2.2 Kawasan Pertanian

Kabupaten Bintan mempunyai potensi lahan pertanian yang cukup menjanjikan namun potensi lahan tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Dari potensi lahan yang tersedia pada tahun 2010 yang mencapai 22.237,63 Ha, baru sekitar 3.728 Ha atau 16% yang dimanfaatkan. Besarnya potensi lahan

(42)

dibandingkan tahun 2008 yang hanya berjumlah 43 Ha, telah terjadi kenaikan sekitar 472,09%. Produktivitas talas dan kacang tanah mengalami penurunan masing-masing 2,014% dan 7,37% pada tahun 2009 apabila dibandingkan dengan produktivitas tahun 2008. Sedangkan produktivitas ubi kayu dan ubi jalar mengalami kenaikan sebesar 0,39% dan 1,77%.

Produksi tanaman sayuran pada tahun 2009 mencapai 8.088 ton, sedangkan pada tahun 2008 tercatat 7.901 ton atau naik sekitar 2,36%. Pada tahun 2009 produksi tertinggi didominasi oleh bayam, yakni sebesar 2.471 ton, kemudian diikuti sawi sebesar 1.778 ton. Sedangkan produksi terendah adalah petai yaitu hanya 15 ton. Produksi buah terbanyak pada tahun 2009 adalah pisang yaitu mencapai 1.066 ton, diikuti pepaya sebesar 902 ton.

Tabel 2.8

Potensi lahan pertanian untuk komoditas Padi, Palawija, Sayur-sayuran dan Buah-buahan di Kabupaten Bintan Tahun 2010

No. Kecamatan

Padi

(Ha) Palawija(Ha) Sayur – Sayuran(Ha) Buah – buahan(Ha) Jumlah Potensi Lahan Yang telah diusaha kan Potensi

Lahan diusahakanYang telah PotensiLahan diusahakanYang telah PotensiLahan diusahakanYang telahPotensiLahan diusahakanYang telah

1 Bintan Timur 80 - 1.069 72 2.406 344 1.603 252,5 5.158 668,5

2 Toapaya 40 - 450 100 1.120 200 3.102 582 4.712 882

3 Gunung Kijang 120 - 300 61 660 99 1.670 212 2.750 372 4 Teluk Bintan 450 17 386 12 796 138 530 417,5 2.162 584,5 5 Teluk Sebong 290 29 1.013 112 1.770 206,5 1.457 232,5 4.530 580 6 Seri Kuala Lobam 60 14 304 46 325 56 278 40,5 967 156,5 7 Bintan Utara 10 - 400 118 975 121,5 512 121 1.897 360,5

8 Tambelan - - 72 33 250 - 163 85 485 118

9 Mantang - - - 5 - - - 5

10 Bintan Pesisir - - - 1 - - - 1

Jumlah 1.050 60 3.994 554 8.302 1.165 9.315 1.943 22.661 3.728 Sumber : Laporan Tahunan Bidang Pertanian Dinas Kehutanan dan Pertanian Tahun 2010

Produksi tanaman perkebunan di Kabupaten Bintan didominasi oleh Karet dan Kelapa. Luas areal tanaman kelapa turun 18,067% yaitu dari 6.332 hektar tahun 2008 menjadi 5.188 hektar tahun 2009. Luas tanaman menghasilkan turun sebesar 26,70% menjadi 2.866 Ha pada tahun 2009, tetapi produksinya naik menjadi 8.976,28 ton.

Besarnya potensi pertanian dan perkebunan di Kabupaten Bintan dapat terlihat dari luasnya areal pertanian dan perkebunan. Pada tahun 2009 tercatat luas areal pertanian mencapai 5.044 Ha atau (3,82%) dan luas areal perkebunan

Gambar

Gambar 1.1. Hubungan RPJMD dengan Dokumen Perencanaan LainnyaRPJPNASIONALRPJMNASIONALPEDOMANRKPDIJABARKANRPJPDAERAHRPJMDAERAHDIPERHATIKANPEDOMANRKPDAERAHDIJABARKANPEDOMANPENYUSUNANRAPBD20 TAHUN5 TAHUNPEDOMANRENSTRASKPD5 TAHUNRENJASKPDPEDOMAN1 TAHUN1 TAHUNDIACURPJPNASIONALRPJMNASIONALPEDOMANRKPDIJABARKANRPJPDAERAHRPJMDAERAHDIPERHATIKANPEDOMANRKPDAERAHDIJABARKANPEDOMANPENYUSUNANRAPBD20 TAHUN5 TAHUNPEDOMANRENSTRASKPD5 TAHUNRENJASKPDPEDOMAN1 TAHUN1 TAHUNDIACU
Tabel 2.25 Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) SD Tahun 2010
Tabel 2.39 Proporsi Penduduk Miskin Terhadap Jumlah Penduduk di Kabupaten Bintan, Tahun 2005-2010
Tabel 2.42 Jumlah Sarana Seni, Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Bintan Tahun 2010
+7

Referensi

Dokumen terkait

1824) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 9 Tahun 2020 tentang

Berdasarkan dengan hasil penyebaran kuesioner yang penulis lakukan di lapangan maka penulis menyimpulkan untuk indikator Peserta jawaban terbanyak oleh responden

bahwa Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 9 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penyusunan dan Penelaahan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kualitas layanan yang terdiri bukti fisik, kahandalan, daya tanggap, jaminan dan empati secara serempak berpengaruh

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada pegawai Kantor Pusat PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) Surabaya tentang Pengaruh Disiplin Kerja dan Kemampuan

Tidak ditemukan mortalitas dalam 28 hari pertama, atau komplikasi paru/ekstra paru lain pada penelitian ini.Hasil menunjukkan bahwa pada pasien yang menjalani kraniotomi

bahwa berdasarkan pasal 42 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun