A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan dalam bidang perekonomian yang berkembang dengan pesat sehingga memaksa perusahaan-perusahaan untuk dapat mengubah cara mereka dalam menjalankan bisnisnya, kini intellectual capital
menjadi aspek yang sangat penting didalam keberlangsungan hidup perusahaan. Perusahaan dituntut untuk dapat memaksimalkan operasional perusahaan. Selain membuat inovasi dan strategi baru, kini perusahaan harus memperhatikan teknologi dan ilmu pengetahuan dari sumber daya manusia yang dimilikinya sebagai pemicu pertumbuhan organisasi yang berbasis knowledge sebagai senjata untuk memenangkan persaingan bisnis.
Sawarjuono dan Kadir (2003) dalam Yusuf dan Sawitri (2009) menyatakan bahwa melalui penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi secara efisien dan ekonomis dapat memicu pertumbuhan organisasi berbasis knowledge yang dapat memberikan keunggulan kompetitif perusahaan serta menjadi senjata untuk memenangkan persaingan bisnis. Perusahaan yang
mampu menggunakan dengan efisien intangible asset nya akan memiliki
kekayaannya sehingga modal intelektual akan memberikan peluang bagi perusahaan untuk meningkatkan daya saing (Santosus dalam Sangkala, 2006).
Untuk memenangkan persaingan bisnis tersebut, perusahaan harus dengan cepat mengubah pila industri dari productivity based industries yang bermoto
made and move menjadi knowledge based industries yang bermoto knowledge and services (Drucker, 2004 dalam Astuti, 2005). Knowledge based industries
ditandai dengan adanya pola investasi yang tinggi pada research and development, teknologi informasi, pelatihan karyawan, dan perekrutan pelanggan.
Identifikasi intellectual capital sendiri telah dilakukan oleh banyak peneliti sehingga dapat ditemukan beberapa pendapat mengenai komponen atau kategori dari intellectual capital. Suwarjuwono (dalam Widjanarko, 2006) menyatakan bahwa intellectual capital terdiri dari tiga elemen utama, yaitu human capital, structural capital, dan customer capital. Setyawan dan Drucker (dalam Ivada, 2004) mengidentikkan intellectual capital termasuk salah satu elemen dari
intangible assets. Adapun elemen dari sumber daya yang tidak berwujud adalah ilmu pengetahuan dan teknologi, desain dan implementasi sistem atau proses baru, lisensi, hak kekayaan intelektual, pengetahuan mengenai pasar serta merk dagang.
Menilai kinerja intellectual capital digunakan sebagai alat ukur efisiensi aktifitas penciptaan nilai perusahaan tidak digambarkan dalam laporan keuangan (Saleh et al, 2008). Intellectual capital seringkali menjadi faktor penentu utama perolehan laba suatu perusahaan dan dianggap sebagai suatu kekuatan dalam mencapai kesuksesan dalam dunia bisnis. Oleh karena itu, penting bagi setiap
organisasi untuk dapat menilai kinerja intellectual capital dan juga meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dari intellectual capital yang dipastikan akan memberikan kontribusi jangka panjang dan keunggulan kompetitif perusahaan.
Struktur kepemilikan juga menjadi aspek yang menentukan kinerja
intellectual capital. Pengaruh struktur kepemikikan terhadap kinerja intellectual capital bersifat tidak langsung, yaitu melalui perwakilan dewan direksi. Struktur kepemilikan mencerminkan pihak-pihak yang mempunyai kekuasaan untuk menentukan kebijakan sebagai pedoman dewan direksi dalam menjalankan perusahaan. Kebijakan tersebut salah satunya berupa keputusan pengelolaan
intellectual capital yang dimiliki oleh perusahaan sehingga pada akhirnya pengelolaan tersebut juga akan menghasilkan kinerja intellectual capital yang berbeda pula dan akan berpengaruh terhadap tujuan akhir perusahaan, yaitu profit motive yang tercermin dengan adanya kinerja yang bagus.
Seperti yang telah diungkapkan Bonie et al (2005) bahwa faktor utama dalam meningkatkan nilai perusahaan, intellectual capital dipengaruhi oleh beberapa aspek. Faktor sebagai aspek penentu yang mempengaruhi kinerja
intellectual capital adalah: (1) retensi kepemilikan; (2) biaya kepemilikan; (3) tata kelola struktur perusahaan. Saleh et al. (2008) menguji apakah struktur kepemilikan keluarga, manajemen, pemerintah, dan asing secara signifikan dapat menjelaskan variasi kinerja intellectual capital dalam berbagai perusahaan. Hasil peneltian menunjukkan bahwa kepemilikan keluarga memiliki pengaruh negatif
yang signifikan terhadap kinerja intellectual capital, sedangkan kepemilikan manajemen, pemerintah, dan asing tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja intellectual capital.
Purnomosidhi (2005) telah melakukan penelitian untuk melihat bagaimana umur perusahaan dapat mempengaruhi pengungkapan modal intelektual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berhubungan secara signifikan dengan pengungkapan modal intelektual. Ukuran perusahaan digunakan sebagai variabel independen dengan asumsi bahwa perusahaan yang lebih besar melakukan aktivitas yang lebih banyak dan biasanya memiliki banyak unit usaha dan memiliki potensi penciptaan nilai (value creation) jangka panjang. Namun hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Sonnier dan Carson (2009) yang
menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap
pengungkapan modal intelektual.
Krisis ekonomi Asia pada tahun 1997 yang sebagian disebabkan oleh krisis ekonomi panjang yang melanda Jepang pada tahun 1990-an, memberikan dampak negatif terhadap kinerja ekonomi negara-negara di Asia Timur (Marn dan Romuald, 2012). Krisis yang terjadi di Asia Timur dan negara lain terjadi bukan hanya karena faktor ekonomi makro, akan tetapi juga dipengaruhi oleh lemahnya
good corporate governance yang ada di negara tersebut, seperti lemahnya hukum, standar akuntansi dan pemeriksaan keuangan (auditing) yang belum mapan, lemahnya pengawasan komisaris, pasar modal yang masih under-regulated dan terabaikannya hak minoritas (Iskander dan Chamlou, 2000). Hal tersebut
menunjukkan bahwa penerapan good corporate governance tidak hanya berakibat positif bagi pemegang saham, tetapi juga kepada masyarakat.
Tujuan penerapan good corporate governance adalah menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan. Pihak tersebut adalah pihak internal perusahaan seperti dewan direksi, dewan komisrais, karyawan, dan pihak eksternal perusahaan yang meliputi investor kreditur, pemerintah, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan (Arifin, 2005).
Di Indonesia, konsep GCG mulai diperkenalkan pada tahun 1999 setelah pemerintah membentuk Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG).
KNKG mengeluarkan pedoman umum Good Corporate Governance Indonesia
pada tahun 2000 yang kemudian direvisi pada tahun 2006. Isi dari pedoman tersebut adalah setiap perusahaan harus membuat pernyataan tentang kesesuaian penerapan GCG dengan pedoman yang telah dikeluarkan oleh KNKG dalam laporan tahunannya. Hal ini berarti setiap perusahaan telah menerapkan prinsip GCG. Dalam pedoman umum GCG Indonesia, disebutkan ada lima asas GCG, yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, serta kewajaran dan kesetaraan. Kelima asas ini membantu perusahan untuk meminimalisir adanya
agency problem sehingga kinerja perusahaan menjadi lebih baik.
Adapun penelitian mengenai pengaruh mekanisme GCG terhadap kinerja perusahaan sudah banyak dilakukan, diantaranya penelitian Meizaroh dan Jurica Lucyanda yang menemukan bahwa Corporate Governance berpengaruh positif terhadap pengungkapan modal intelektual. Perusahaan yang memiliki corporate
governance yang baik akan memiliki kesadaran yang lebih tinggi terhadap praktik pengungkapan modal intelektual, yang berarti semakin baik penerapan GCG suatu perusahaan, maka pengungkapan modal intelektual yang dilakukan oleh perusahaan akan semakin luas.
Penelitian ini merupakan duplikasi dari penelitian sebelumnya oleh Mahardika, et. al (2014), dengan mengikuti saran dari peneliti sebelumnya. Maka bertitik tolak dari hasil penelitian dan saran dari peneliti tersebut, maka peneliti bermaksud untuk melengkapi dan menanggapi saran yang dikemukakan, yakni menambahkan umur atau periode tahun penelitian yang digunakan agar sampel yang diteliti lebih banyak, hasil yang lebih akurat dan bisa lebih mencerminkan kondisi sesungguhnya dilapangan. Untuk membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, peneliti mengganti variabel umur perusahaan dengan salah satu variabel corporate governance, yaitu variabel Rapat Dewan Komisaris dan Proporsi Dewan Komisaris sebagai variabel independen untuk melihat bagaimana pengaruh variabel tersebut terhadap kinerja perusahaan.
Sampel perusahaan yang digunakan adalah perusahaan Manufaktur dengan rentang waktu tahun penelitian 2010-2013. Berdasarkan penjelasan diatas, maka peneliti akan melakukan penelitian kembali dengan judul “Pengaruh Struktur
Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, Rapat Dewan Komisaris, dan Proporsi Dewan Komisaris terhadap Kinerja Intellectual Capital pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2013”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah yang akan dikaji didalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap kinerja IC? 2. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kinerja IC? 3. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kinerja IC?
4. Apakah proporsi dewan komisaris berpengaruh positif terhadap kinerja IC? 5. Apakah rapat dewan komisaris berpengaruh positif terhadap kinerja IC?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah struktur kepemilikan, ukuran perusaaan, proporsi dewan komisaris, dan rapat dewan komisaris perusahaan berpengaruh terhadap kinerja intellectual capital.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan dan referensi tambahan untuk peneliti lainnya yang melakukan penelitian dalam bidang yang sama. Penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai salah satu sumber informasi dalam melihat pentingnya IC didalam organisasi.