• Tidak ada hasil yang ditemukan

DATA DAN ANALISIS Aspek Fisik dan Bio-Fisik Letak, Luas dan Batas Kawasan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DATA DAN ANALISIS Aspek Fisik dan Bio-Fisik Letak, Luas dan Batas Kawasan"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

Aspek Fisik dan Bio-Fisik Letak, Luas dan Batas Kawasan

Kawasan perdesaan yang menjadi lokasi penelitian perencanaan agrowisata berkelanjutan ini berada di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Kawasan yang dikaji untuk perencanaan agrowisata berkelanjutan ini berbatasan langsung dengan Kotamadya Bogor di bagian utara dan Gunung Salak di bagian selatan (Gambar 3). Cakupan kawasan yang akan dikembangkan meliputi Desa Sukaharja dan Desa Tajurhalang. Kawasan ini memiliki batas tapak sebagai berikut:

Sebelah Utara : Kelurahan Mulyaharja, Kotamadya Bogor Sebelah Selatan : Desa Cipelang dan Gunung Salak

Sebelah Timur : Desa Tanjungsari, Kecamatan Cijeruk Sebelah Barat : Kecamatan Tamansari

Gambar 3. Peta lokasi penelitian (Sumber: diolah dari google dan Dinas Tata Ruang dan

(2)

Berdasarkan Laporan Tahunan Desa tahun 2008, luas Desa Sukaharja adalah ± 534,7 Ha sedangkan Desa Tajurhalang adalah ± 390,5 Ha, sehingga luas total kawasan perencanaan lanskap agrowisata adalah ± 925,2 Ha. Berbeda dengan data luas desa pada tahun 2005 menurut sumber Dinas Tata Ruang dan Pertanahan Kabupaten Bogor, yaitu Desa Sukaharja ± 839,1 Ha dan Desa Tajurhalang ± 480,4 Ha. Perubahan luas desa tersebut disebabkan karena adanya pemekaran wilayah, serta penentuan kembali batas administratif desa.

Kawasan penelitian memiliki sumber daya pertanian dan pemandangan berupa pegunungan yang sangat berpotensi untuk dikembangan sebagai objek dan daya tarik agrowisata. Desa yang akan dikembangkan merupakan salah satu sentra tanaman hias di Bogor yang telah memasok ke berbagai daerah di luar pulau Jawa bahkan di luar negeri, serta memiliki potensi buah-buahan dan beberapa sayuran serta potensi peternakan yang dapat dikembangkan menjadi objek dan atraksi agrowisata. Desa Sukaharja menjadi fokus perencanaan lanskap agrowisata karena berfungsi sebagai tindak lanjut dari penelitian sebelumnya mengenai studi potensi agrowisata, sedangkan Desa Tajurhalang dijadikan sebagai salah satu desa yang turut dikembangkan karena dinilai berpotensi untuk mendukung keberlanjutan pengembangan agrowisata perdesaan di Kabupaten Bogor. Selain itu, kawasan ini memiliki lokasi yang cukup strategis dengan dilalui dua jalur jalan yang cukup ramai yakni jalan kabupaten serta jalan alternatif Bogor-Sukabumi.

Ketinggian, Topografi dan Kemiringan Kawasan

Kawasan perencanaan lanskap agrowisata berada pada ketinggian ± 412,5 – 1737,5 mdpl dengan kondisi topografi berbukit dan kemiringan lahan yang cukup bervariasi (Gambar 4). Kawasan ini semakin tinggi ke arah selatan dan barat daya dengan kelas kemiringan 3 - > 45 %. Gambar 5 memperlihatkan peta kelas kelerengan atau kemiringan lahan.

Ketinggian yang bervariasi memberikan view yang bagus ke arah Gunung Salak serta nilai visual yang menarik bagi pengunjung ketika dapat melihat kota Bogor dan beberapa gedung tinggi di Jakarta dari kaki Gunung Salak ketika hari cerah. Pertanian lahan basah atau persawahan di kawasan ini berada pada kemiringan lahan 3 - 8% dengan topografi datar hingga berbukit. Metode sawah

(3)

terasering telah dilakukan pada sistem persawahan di kawasan, hal tersebut dapat memperlambat aliran permukaan dan memberikan daya tarik visual bagi pengunjung, hanya saja masih perlu penataan yang baik untuk menunjang estetika lanskap.

Pertanian lahan kering seperti perkebunan nanas berada pada kemiringan 8-15% dengan topografi yang curam dan lahan yang terbuka, dengan sebagian besar masyarakatnya masih melakukan pengolahan lahan yang mengikuti kemiringan. Hal ini dapat mengakibatkan erosi tanah saat curah hujan tinggi. Namun, dampak tersebut dapat diatasi dengan metode pembuatan teras dan atau teknik penanaman yang tepat, sehingga aliran permukaan (run off) dapat diperlambat dan memberikan potensi visual yang menarik. Menurut Kusumayanti (2001) ada beberapa teknik penanaman pada kemiringan, yakni : 1) Teknik penanaman kantung, untuk memperbaiki sistem drainase dengan membuat semacam kantung penanaman pada lahan dengan kemiringan tertentu; 2) Teknik teras bertingkat, untuk menurunkan resiko terjadinya erosi sekaligus agar lahan dapat ditanami; 3) Penggunaan ikatan rumpun, telah terbukti dapat menstabilkan kondisi permukaan tanah yang terletak pada kemiringan, mengurangi resiko erosi, dan membantu tanaman untuk dapat tumbuh dengan baik pada kondisi lahan yang cukup sulit.

Daerah miring pada kawasan menjadi kendala bagi penempatan aktivitas ataupun fasilitas wisata. Aktivitas yang sebaiknya diadakan pada daerah ini adalah yang berorientasi alam seperti penelitian, pengamatan, pendakian gunung, pemotretan (photohunting), perkemahan, sepeda gunung, ataupun rekreasi pendidikan, dengan struktur fasilitas seminimal mungkin. Sedangkan untuk daerah curam dan berbahaya sangat penting untuk di konservasi (Koppelman 1994). Karakter lanskap perdesaan yang masih alami perlu dijaga keberlanjutannya, salah satunya dengan membatasi penggunaan lahan pada kemiringan yang curam. Berdasarkan survey pada kawasan terdapat beberapa villa ataupun emplasemen yang dibangun pada daerah curam yang seharusnya di konservasi demi kelestarian ekosistem dan perlindungan sistem penyangga kehidupan. Menurut Peraturan Bupati Bogor tentang Pedoman Operasional Pemanfaatan Ruang, di dalam kawasan konservasi dengan pemanfaatan di luar

(4)

kawasan, jenis kegiatan dan sarana prasarana yang boleh dibangun memiliki standar teknis tertentu (Lampiran 1).

Tata Guna Lahan

Berdasarkan Peta Tata Guna Lahan tahun 2005 pada skala 1 : 40.000 yang bersumber dari Dinas Tata Ruang dan Pertanahan Kabupaten Bogor, tata guna lahan kawasan umumnya berupa hutan, kebun campuran, perkampungan, sawah, taman, dan tegalan (Gambar 6). Pola pemanfaatan terbesar adalah kawasan budidaya tanaman berupa kebun campuran sebesar 43,7%. Pada umumnya kawasan ini tersebar diantara pemukiman. Sedangkan kawasan lahan pertanian kering dan sawah sebesar 32,4% tersebar di Barat, Utara, dan Timur. 14,7% kawasan merupakan hutan yang terdiri dari hutan belukar 0,1% dan hutan sejenis buatan 14,6% yang berada di sebelah Barat hingga Selatan kawasan dan berfungsi sebagai kawasan konservasi. Sedangkan 8,9% kawasan ini berupa pemukiman dengan beberapa diantaranya berpola linier mengikuti pola jalan, dan yang lainnya berkelompok menyebar di dalam kawasan. Di daerah yang agak curam dengan topografi berbukit terdapat penginapan atau villa yang dibangun menyebar mengikuti lereng dengan tujuan mendapatkan pemandangan yang baik ke arah lembah. Tabel 3 merupakan proporsi serta analisis pengembangan pemanfaatan lahan pada kawasan penelitian.

Keragaman pola pemanfaatan lahan pertanian sebagai objek utama merupakan potensi bagi kawasan dalam menunjang view atau pemandangan berupa nuansa alami perdesaan yang bernafaskan pertanian. Pola ruang yang sudah ada saat ini belum terencana dengan baik dan kurang sesuai dengan tujuan agrowisata yang diharapkan. Di beberapa titik di dalam kawasan seperti di daerah Cijulang hingga ke Tajurhalang muncul konversi lahan besar-besaran dan kurang tertata yang menyebabkan berkurangnya kualitas visual kawasan. Pada tahap perencanaan akan dilakukan penataan ruang pada kawasan yang disesuaikan dengan konsep pengembangan agrowisata berkelanjutan yang tetap menjaga nuansa asli perdesaan sebagai tujuan utama dari obyek dan atraksi agrowisata yang akan dikembangkan.

(5)
(6)
(7)

Pola pemanfaatan lahan kawasan budidaya yang berupa kebun dan sawah memiliki proporsi terbesar dalam luas keseluruhan kawasan. Hal tersebut merupakan potensi dasar bagi pengembangan konsep agrowisata berkelanjutan yang mengandalkan lanskap perdesaan dengan kegiatan pertanian yang mendominasi. Pada tahap perencanaan, potensi pertanian ini dimasukkan ke dalam ruang utama agrowisata dengan pembagian ruang didasarkan pada jenis komoditi yang dihasilkan. Kawasan hutan dan sebagian kebun campuran di dalam kawasan berfungsi sebagai ruang penyangga yang dapat mempertahankan fungsi kawasan sebagai daerah pelestarian alam, perlindungan, dan daerah resapan air.

Pemukiman penduduk di dalam kawasan dapat dimasukan ke dalam ruang pendukung agrowisata. Berdasarkan survey terlihat pemukiman di kawasan didominasi oleh jenis bangunan modern dengan bahan dasar bata dan beton, sehingga sangat jarang sekali menemukan pemukiman dengan bangunan yang menggunakan unsur alami perdesaan seperti batu dan kayu atau bambu. Rencana strategis untuk masalah ini ialah dengan menambah elemen organik (soft material) pada bangunan rumah yakni dengan memasukan elemen tanaman ke dalamnya, karena tanaman memiliki unsur garis dengan bentuk lengkung organik yang melembutkan (Hakim 2003). Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengoptimalkan lahan pekarangan sebagai display tanaman khas perdesaan, sehingga dapat menjadi potensi untuk menarik pengunjung dan menunjang estetika dari pola pemukiman. Permukiman petani dapat menjadi lokasi penginapan (home stay) bagi pengunjung yang ingin bermalam dan menikmati suasana alami perdesaan di pagi dan malam hari. Selain itu kunjungan ke rumah petani serta mengamati ataupun turut melakukan aktivitas pertanian dapat menjadi salah satu pilihan dari aktivitas agrowisata. Laju pertumbuhan permukiman dan villa yang tidak terkendali di dalam kawasan dapat merusak karakteristik alam pegunungan dan pertanian yang ada, serta menyebabkan alih fungsi lahan pertanian dan tentu saja berlanjut kepada menurunnya kualitas visual kawasan. Penertiban serta pengkajian ulang mengenai pemanfaatan ruang dalam kawasan sangat perlu dilakukan sehingga dapat menjaga keberlangsungan potensi kawasan dalam hal konservasi maupun pertanian.

(8)

Tabel 3. Proporsi, fungsi, serta pengembangan pola pemanfaatan lahan pada kawasan penelitian

Jenis Pemanfaatan Lahan

Luas Fungsi Pengembangan pola pemanfaatan lahan Ha % 1 Hutan - Hutan belukar - Hutan sejenis buatan

136,2 14,7 Pelestarian alam ekosistem asli untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, dan pendidikan. Perlindungan sistem penyangga kehidupan, perlindungan ekologi, geomorfologi dan estetika. Daerah resapan air, habitat flora dan fauna, pengendali iklim makro, dan penghasil karbon.

Ruang Penyangga

2 Talun/ kebun campuran (Bambu, melinjo, pala, cengkeh, durian) 404,4 43,7 Perkebunan/tanaman tahunan, usaha perkebunan Ruang Penyangga, dan Pendukung Agrowisata 3 Pertanian lahan kering

(tanaman hias, sayuran, dan buah) dan

Lahan basah (sawah)

299,3 32,4 Jalur hijau, budidaya tanaman, horti, pertanian, perkebunan, peternakan, pengawetan keanekaragaman tumbuhan. Budidaya padi, perikanan

Ruang Utama, dan Pendukung Agrowisata 4 Permukiman - Ruang sosial masyarakat/ umum - Ruang penunjang aktivitas pertanian masyarakat - Ruang jasa dan perdagangan

82,3 8,9 - aktivitas sosial dan kehidupan masyarakat, pendidikan, puskesmas, pemakaman, utilitas umum, fasilitas peribadatan, fasilitas olah raga, fasilitas pemerintahan.

- pembuatan kompos, pemasaran, koperasi, membungkus, gudang hasil pertanian.

- villa, rumah makan, pasar tradisional, penginapan desa, perbengkelan. Ruang Pendukung Agrowisata 5 Lain-lain -Taman -Tegalan

3 0,3 Mendukung keragaman visual dan kenyamanan di kawasan

Ruang Pendukung Agrowisata

(9)
(10)

Iklim dan Kenyamanan

Data iklim kawasan diperoleh dari Stasiun Klimatologi Klas I Darmaga Bogor (1999-2008) dan Stasiun Citeko Bogor disajikan pada Lampiran 2. Suhu rata-rata kawasan mencapai 22,9°C, dengan suhu terendah 17°C terjadi pada bulan Agustus dan tertinggi 27,2°C pada bulan September. Bulan basah terjadi maksimal 10 bulan yakni pada bulan Oktober-Juli dan minimal 7 bulan yakni pada bulan Oktober-April, sedangkan bulan kering terjadi pada bulan Mei-September. Curah hujan rata-rata bulanan sebesar 310,2 mm dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Februari (463,3 mm) dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus (90,2 mm). Sedangkan kelembaban rata-rata di dalam kawasan mencapai 83,4%.

Kawasan perencanaan lanskap agrowisata yang ingin dijadikan pusat produksi tanaman harus memiliki kondisi iklim yang cocok untuk suatu tanaman serta dapat mendorong tercapainya persyaratan kuantitas dan kualitas hasil panen sehingga dapat memenuhi keuntungan ekonomi dan sosial dalam jangka panjang serta mempertahankan keberlanjutan sumberdaya secara lestari. Suatu daerah pusat produksi harus memenuhi persyaratan kesesuaian iklim pada wilayah yang cukup luas dengan produktivitas tinggi (ton/ha/musim panen) dalam jangka waktu lama (Laimeheriwa 2002). Dalam menganalisis kesesuaian iklim untuk tanaman metode klasifikasi Koppen paling banyak digunakan. Metode ini menggunakan sebaran rata-rata tahunan dan bulanan dari suhu udara dan curah hujan. Unsur suhu udara dianggap mewakili faktor pengendali fotosintesis dan respirasi, sedangkan unsur curah hujan dianggap sebagai parameter ketersediaan air yaitu suatu bahan yang sangat esensial bagi tanaman.

Di Indonesia, selain metode klasifikasi iklim menurut Koppen (1931), metode Schmidt dan Fergusson (1951) yang semula dimaksudkan untuk keperluan kehutanan pun turut digunakan, karena ternyata metode mereka juga cocok untuk kepentingan tanaman perkebunan perenial. Dasar klasifikasi menggunakan distribusi curah hujan bulanan dalam penentuan bulan basah (>100 mm) dan bulan kering (<60 mm). Untuk menentukan kesesuaian iklim pada kawasan berikut ini disajikan kriteria kesesuaian iklim untuk berbagai jenis tanaman yang diproduksi di dalam kawasan pada Tabel 4.

(11)

Tabel 4. Kriteria kesesuaian iklim untuk beberapa tanaman di kawasan Tanaman/ komoditas Kesesuaian Iklim Ketinggian dpl (m) Faktor Iklim

Suhu (ºC) Curah hujan (mm) Tanaman Pangan Padi sawah 400 - 500 24-29 175-500 Jagung 400 - 500 20-26 500-1200 Pala 400 - 600 25-30 1800-2000 Ubi Kayu 400 - 500 22-28 1000-2000 Talas 500 - 700 22-25 >1000 Sayuran Caisim 100-500 16-22 250-400 Kacang panjang 500 - 600 12-24 350-600 Cabe 500 - 600 21-27 600-1200 Tanaman buah Durian 400 – 500 22-28 1750-3000 Jambu biji 400 – 600 22-28 1000-2000 Sawo 400 – 500 18-25 1000-2000 Lengkeng 400 – 500 18-25 1000-2000 Mangga 400 – 500 22-28 1250-1750 Labu > 700 22-30 400-700 Pisang 400 – 500 25-27 1200-1500 Jeruk 400 – 500 19-33 1200-3000 Nanas > 700 20-26 1000-16000 Rambutan - 25-28 2000-3000 Tanaman hias Agloenema - 20-30 - Suplir 800-1750 12-25 - Krisan 400 - 500 18-25 1000-2000 Sumber: Deptan, 2009  

(12)

  Angin adalah udara yang bergerak dari daerah bertekanan udara tinggi ke daerah bertekanan udara rendah. Angin bertiup kencang pada daerah yang reliefnya rata dan tidak ada rintangan. Sebaliknya bila bertiup pada daerah yang reliefnya besar dan rintangannya banyak, maka angin akan berkurang kecepatannya. Banyaknya pohon-pohonan akan menghambat kecepatan angin dan sebaliknya, bila pohon-pohonannya jarang maka sedikit sekali memberi hambatan pada kecepatan angin. Data rata-rata kecepatan angin tahun 2008 yang diperoleh dari Stasiun Klimatologi Klas I Darmaga Bogor adalah 2,5 km/jam, dengan kecepatan angin terkecil terjadi pada bulan Juni (2 km/jam) dan terbesar pada bulan Februari (3,2 km/jam). Menurut Beaufort (1804) seorang Laksamana Inggris yang telah membuat daftar kekuatan dan kecepatan angin yang digunakannya untuk pelayaran, kecepatan angin tersebut tergolong angin sepoi-sepoi. Daftar tersebut kini masih tetap digunakan secara internasional, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 3.

Kelembaban relatif yang nyaman bagi manusia adalah 40-75% (Laurie 1986). Kelembaban rata-rata dalam kawasan mencapai 83,4%, ini berarti kawasan berada dalam kondisi kelembaban yang cukup tinggi dan di luar kenyamanan. Namun, hal ini bisa diatasi dengan pemberian ruang terbuka dengan penyinaran matahari cukup, sehingga kelembaban dapat dikurangi. Suhu pada kawasan perencanaan lanskap agrowisata ini merupakan potensi dalam menawarkan suasana iklim pegunungan, terutama pada pengunjung atau masyarakat yang berasal dari daerah perkotaan yang bersuhu panas. Curah hujan yang tinggi dapat mengakibatkan longsor dan terkikisnya permukaan jalan sehingga menjadikan jalanan rusak dan berlubang. Tanaman juga dapat digunakan untuk mengantisipasi curah hujan yang tinggi tersebut. Penggunaan sistem perkerasan yang aman dan nyaman serta penyediaan saluran drainase yang baik juga dapat menjadi solusi untuk mencegah aliran permukaan yang cenderung tinggi serta mencegah kerusakan pada jalan. Terik sinar matahari di persawahan atau kebun sayuran yang cenderung terbuka dapat diatasi dengan penyediaan shelter atau saung petani, dengan pepohonan sebagai penyerap panas dan penaung dari sinar matahari.

(13)

Jenis Tanah

Berdasarkan peta tanah semi detail yang bersumber dari Dinas Tata Ruang dan Pertanahan Kabupaten Bogor skala 1: 40.000 tahun 2005, jenis tanah pada kawasan terdiri dari Andosol, Podsolik Merah Kekuningan, Regosol, dan asso Latosol clk Regosol. Gambar 7 memperlihatkan peta jenis tanah di kawasan. Kawasan perencanaan lanskap agrowisata ini didominasi oleh tanah Podsolik Merah Kekuningan, yakni tanah dengan vegetasi alamnya berupa hutan sembarang (coniferous or deciduous) dengan iklim panas sedang (warm temperate) sampai basah tropika (tropical humid) dan drainase alam yang baik, tanah ini memiliki pH rendah antara 4,2 hingga 4,8. Jenis tanah Andosol terdapat di puncak hingga lereng Gunung Salak atau pada ketinggian 1000-2000 mdpl. Jenis tanah Andosol memiliki pH 4,5-6,0 dan mempunyai sifat fisik yang baik berupa: 1) daya pengikatan air sangat tinggi; 2) selalu jenuh air jika tertutup vegetasi; 3) sangat gembur tetapi mempunyai derajat ketahanan struktur yang tinggi sehingga mudah diolah; dan 5) permeabilitas sangat tinggi karena mengandung banyak makropori. Sedangkan tanah Regosol terdapat pada bagian barat kawasan menyebar dari utara hingga daerah atas di selatan dengan ketinggian yang bervariasi, yaitu 400-2000 mdpl. Tekstur tanah Regosol kasar dengan pH 6-7, umumnya jenis tanah ini belum membentuk agregat, sehingga peka terhadap erosi. Regosol akibat erosi umumnya dangkal dan kurang subur, karena lapisan tanah yang banyak mengandung bahan organik dan unsur hara tererosi, terdapat lahan miring atau curam pada kebun-kebun yang terlantar (Darmawijaya 1990).

Pertanian lahan kering pada kawasan perencanaan lanskap agrowisata ini umumnya terdapat pada tanah Podsolik Merah Kekuningan yang lebih banyak mengandung lempung serta sebagian kecil tanah Regosol yang umumnya memiliki struktur tanah lemah dan lepas. Jenis tanah Regosol pada kemiringan datar hingga sedang cukup stabil dan dapat dikembangkan menjadi daerah wisata. Sedangkan pada daerah miring dan peka erosi dijadikan daerah konservasi dengan aktivitas yang terbatas. Tabel 5 merupakan hasil analisis jenis tanah terhadap pola pemanfaatan lahan di kawasan serta solusi yang ditawarkan.

(14)

Tabel 5. Jenis tanah serta pola dan solusi pemanfaatan lahan Jenis Tanah Keterangan Pola Pemanfaatan Lahan Solusi

1 Andosol Dijumpai di daerah lereng

hingga puncak Gunung Salak. Merupakan daerah dengan bentuk topografi berbukit dan bergelombang, dengan kelas kemiringan 15- >40%. Daya ikat air tinggi, struktur gembur, dan mudah di olah.

Permeabilitas tinggi

Hutan sejenis buatan, dan tegalan

Cocok bagi daerah

konservasi, terrutama sebagai daerah resapan air di bagian hulu.

2 Podsolik merah kekuningan

Berada tersebar di sebelah timur kawasan hingga hampir ke barat. Bentuk wilayah datar hingga berbukit dengan kelas kemiringan 3-15%. Drainase baik, bahan organik rendah, tekstur lempung, struktur pejal, konsistensi teguh.

kebun campuran, permukiman, dan persawahan

Mendukung bagi kegiatan pertanian seperti

perladangan. Berfungsi sebagai kawasan utama dan pendukung agrowisata.

3 Regosol Berada di sebelah barat

kawasan memanjang dari utara hingga ke selatan. Bentuk wilayah datar, berbukit dan bergelombang, dengan kemiringan 3->40%. Tekstur kasar, struktur lemah dan lepas. Mudah tererosi, kurang subur.

Hutan sejenis buatan, kebun campuran, permukiman, dan persawahan

Pada daerah miring dijadikan kawasan

konservasi, sedangkan pada daerah yang cukup datar dan stabil dikembangkan sebagai bagian dari kawasan utama dan pendukung agrowisata

4 Asso latosol clk regosol

Berada di bagian utara kawasan. Bentuk wilayah cenderung datar dengan kemiringan 3-8%.

Kebun campuran, dan persawahan

Dikembangkan sebagai kawasan utama agrowisata

Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pertanahan Kabupaten Bogor, 2005

(15)
(16)

Hidrologi

Hidrologi adalah ilmu tentang air yang ada di bumi, yaitu keterdapatannya, sifat-sifat fisis dan kimiawinya, sirkulasi dan penyebarannya, serta reaksinya terhadap lingkungan, termasuk hubungannya dengan kehidupan. Penerapan hidrologi mencakup berbagai bidang pekerjaan, antara lain pengairan, pengendalian banjir, penyediaan air minum, dan pembangkit tenaga listrik (Sianawati 2009). Sumber air kawasan berasal dari curah hujan, mata air Ciburial, sungai Cipinanggading, saluran isrigasi, air rembesan yang berasal dari daerah persawahan serta air limpasan permukaan yang mengalir dari daerah sekitar perairan (persawahan, pemukiman dan kebun) dan juga dari PAM. Berdasarkan hasil dari FGD (Focus Group Discussion) bersama masyarakat beserta staf-staf pemerintah desa, diketahui bahwa sejak tahun 2000 hingga sekarang debit air sungai Cipinanggading mengalami penurunan, hal ini sebagian besar dikarenakan oleh adanya alih fungsi lahan, seperti daerah persawahan yang telah banyak dijadikan pemukiman. Selain itu, sumber air yang penting bagi pertanian, yakni saluran irigasi, terutama yang berupa perkerasan, banyak yang telah mengalami kerusakan bocor karena tidak adanya pemeliharaan dari masyarakat ataupun bimbingan dari pemerintah tentang cara pemeliharaan saluran irigasi yang baik.

Berdasarkan data survey mengenai pola penggunaan air oleh masyarakat, sebagian besar masyarakat belum menerapkan metode penyimpanan air secara sadar, namun, sebagian kecil masyarakat masih ada yang menggunakan sumur untuk penggunaan air sehari-hari yang dapat menjaga keberlanjutan tersedianya air tanah. Selain itu, masyarakat juga belum mengetahui bagaimana cara pengelolaan limbah cair demi terjaganya kebersihan air dan kesehatan masyarakat itu sendiri. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa sistem pembuangan limbah cair masih bersifat langsung menuju saluran air seperti selokan, sungai ataupun saluran irigasi ke lahan-lahan pertanian. Hal ini dapat merusak kandungan air tanah apabila limbah cair yang mengandung tinja, deterjen, oli ataupun cat tersebut meresap kedalam tanah, bahkan dapat membunuh mikroorganisme di dalam tanah sehingga tanaman sulit tumbuh bahkan mati, dan jika menumpuk akan menimbulkan polusi udara serta view yang buruk. Gambar 8 menunjukan arah aliran air di kawasan.

(17)
(18)

Vegetasi dan Satwa

Vegetasi atau tumbuhan dan tanaman merupakan salah satu elemen lanskap yang menjadi faktor penting dalam perencanaan lanskap. Tumbuhan dan tanaman tidak mempunyai bentuk yang tetap dan selalu berkembang sesuai masa pertumbuhannya sehingga menyebabkan bentuk dan ukuran yang selalu berubah. Perubahan ini dikarenakan tanaman adalah makhluk yang selalu tumbuh dan dipengaruhi pula oleh faktor alam dan tempat tumbuhnya (Hakim 2003).

Berdasarkan survey, jenis vegetasi di dalam kawasan mencakup rerumputan, penutup tanah, semak, perdu, hingga pohon dataran rendah dan dataran tinggi (Gambar 9). Vegetasi yang ada di dalam kawasan terdapat pada ruang luar berupa pekarangan, lahan pertanian, tegalan, hingga hutan. Pada pekarangan di kawasan pemukiman di bagian utara kawasan, penduduk menanaminya dengan tanaman yang menghasilkan buah, seperti jeruk (Citrus reticulata), jambu biji (Psidium guajava), mangga (Mangifera indica) dan rambutan (Nephelium lappaceum), sebagian masyarakat juga menggunakan pekarangannya sebagai tempat pembibitan ataupun display penjualan tanaman hias, seperti aglaonema (Aglaonema sp.), suplir (Adiatum sp.), dan sirih merah (Piper crocatum). Pada lahan pertanian sebelah utara hingga sedikit ke selatan, penduduk sekitar menanaminya dengan tanaman padi, jagung, talas, ubi kayu, nanas, dan sayuran. Pada tegalan umumnya didominasi oleh rerumputan dan semak, sedangkan di dalam hutan terdapat vegetasi beragam mulai dari semak, perdu, hingga pohon tinggi seperti jati, dan sengon.

(a) pohon pinus (b) pohon, semak, dan penutup tanah 

(19)

Jenis satwa yang ada dalam kawasan sangat beragam, seperti burung, tupai, kucing, kadal, dan serangga serta sedikit satwa liar seperti elang jawa dan trenggiling yang terdapat di Kawasan Taman Nasionala Gunung Halimun-Salak (Susanto 2007). Sedangkan jenis hewan ternak yang ada mencakup sapi, kambing, dan ayam (Gambar 10).

(a) berbagai jenis unggas (a) mamalia

Gambar 10. Satwa di dalam kawasan

Aksesibilitas dan Sistem Transportasi

Kawasan ini dilalui oleh jalur yang menghubungkan kota Bogor dengan kota Sukabumi, serta jalur kabupaten Bogor. Lokasi kawasan terletak 16 km dari pintu tol Jagorawi Bogor dan memiliki jarak tempuh ± 13 km dari ibu kota Bogor, ± 120 km dari ibu kota Propinsi Jawa Barat yaitu kota Bandung serta ± 60 km dari ibu kota Negara yaitu kota Jakarta. Desa Sukaharja dapat ditempuh melalui jalur kabupaten Bogor, jalur ini biasa dilalui oleh angkutan umum maupun kendaraan pribadi, dan merupakan jalur terdekat menuju kawasan. Angkutan umum yang biasa melewati jalur ini ialah angkutan umum 03 jurusan Pasar Bogor-Ciapus, angkutan umum ini hanya mengangkut penumpang sampai Kampung Pondok Bitung yang berbatasan langsung dengan jalan lokal di Desa Sukaharja. Alat transportasi desa yang ada di dalam kawasan sendiri berupa jasa ojeg motor yang berasal dari penduduk setempat, walaupun jalan yang tersedia dapat dilalui oleh dua kendaraan roda empat, dengan lebar jalan 3-4 meter. Hal ini baik diterapkan karena dapat menjaga suasana asli perdesaan di dalam kawasan. Jalan lokal ini menghubungkan Desa Sukaharja dan Desa Tajurhalang yang kemudian berujung di jalan alternatif Bogor-Sukabumi (Gambar 11).

(20)
(21)

Jalan di dalam dan menuju kawasan merupakan jalan beraspal, namun kondisi jalan telah rusak di beberapa titik (Gambar 12). Akses masuk pertama merupakan akses masuk yang berada dekat sebelum lahan kelompok tani Bunga Desa yang sebelumnya melalui kelurahan Mulyaharja dan kecamatan Ciomas. Pencapaian lokasi melalui akses masuk ini cukup mudah karena selain dilalui oleh angkutan umum dari kota Bogor menuju terminal Pondok Bitung, kondisi jalan dari kota Bogor juga cukup baik, kondisi jalan agak menanjak setelah melewati kecamatan Ciomas dan rusak di beberapa titik. Akses masuk kedua adalah akses masuk yang dilalui oleh angkutan umum 04 jurusan Pasar Bogor-Cihideung, angkutan ini melalui kecamatan Pamoyanan, jalan alternatif Bogor-Sukabumi, dan beberapa desa di kecamatan Cijeruk, seperti Desa Palasari dan Desa Tanjungsari. Kondisi jalan di Pamoyanan rusak berat yang menyebabkan jalan penuh debu pasir jika panas terik, serta timbul genangan air jika hari hujan. Sedangkan kondisi jalan di Palasari, kecamatan Cijeruk sudah baik dengan aspal beton dan drainase yang cukup. Akses menuju kawasan dapat ditempuh melalui pertigaan sebelum Terminal Cihideung dan Warso Farm Durian, yang salah satu jalurnya menuju Desa Tajurhalang dan Lembah Salak, jalur ini ditandai dengan papan penunjuk arah. Jalur ini hanya dilalui oleh ojeg dan kendaraan pribadi, dengan kondisi beraspal cukup baik dan berkelok-kelok mengikuti kontur dengan lebar jalan ± 4-5 meter. Beberapa alternatif akses masuk menuju kawasan ini merupakan potensi dalam memberikan kemudahan pengaturan keluar-masuk arus pengunjung maupun masyarakat sehingga dapat memberikan keamanan dan kenyamanan dalam menikmati agrowisata perdesaan.

(22)

Kondisi jalan, serta terbatasnya ketersediaan alat transportasi menjadi kendala dalam hal jarak tempuh menuju kawasan. Analisis kondisi jalan dan solusinya terdapat pada Tabel 6. Jenis alat transportasi yang dapat digunakan pada jalur masuk menuju dan di dalam kawasan adalah kendaraan pribadi roda empat, alat transportasi perdesaan, dan ojeg (Gambar 13). Peranan ojeg lebih terlihat karena selain masih jarang angkutan umum yang mengakses kawasan ini juga karena kondisi jalan di beberapa titik dalam kawasan yang masih berbatu dan menanjak, seperti jalur menuju Kampung Tapos dan Kampung Tajurhalang atas.

Gambar 13. Jenis kendaraan di dalam kawasan

Posisi badan jalan umumnya langsung berbatasan dengan pemukiman, tanpa adanya jarak atau pemisah yang sekaligus dapat berfungsi sebagai jalur bagi pejalan kaki (Gambar 14). Penyediaan pedestrian (jalur pejalan kaki) dari hijauan, pemberhentian sementara untuk mengakomodasi kebutuhan pejalan kaki, meningkatkan kualitas berupa perbaikan kondisi jalan serta peningkatan kuantitas berupa pelebaran jalan perlu dilakukan untuk memberikan kenyamanan dan keamanan bagi pengguna jalan.

(23)

Kondisi jalan yang sesuai untuk wisata disesuaikan untuk kebutuhan yaitu memiliki lebar jalan 5,5–6,5 meter, sedangkan untuk kegiatan produksi minimum 7,5 meter (Harris and Dines 1988). Penggunaan tanaman pada sisi jalan di dalam kawasan agrowisata tidak hanya dapat memberikan nilai keindahan, namun juga dapat meningkatkan kualitas lingkungan (Gambar 15). Penggunaan tanaman yang khas perdesaan mampu memberikan karakteristik pada kawasan (Susanto 2007) sehingga memberi kesan tertentu bagi pengunjung dalam melakukan kegiatan agrowisata.

Gambar 15. Penggunaan elemen tanaman pada sisi jalan

Tanaman sebagai elemen lunak (soft material) lanskap tidak hanya memberikan nilai estetis bagi lingkungan, namun memiliki beberapa fungsi untuk meningkatkan kualitas lingkungan yang dapat dikategorikan seperti berikut: kontrol pandangan, pembatas fisik, pengendali iklim, nilai estetis, habitat satwa serta pencegah erosi. Penggunaan tanaman pada sisi jalan dapat berfungsi sebagai penahan silau yang ditimbulkan oleh sinar matahari, lampu jalan dan sinar lampu kendaraan. Dengan peletakan tanaman di sisi jalan sebaiknya dipilih pohon atau perdu yang padat, selain dapat menyaring polusi juga dapat meredam bising yang ditimbulkan oleh kendaraan (Hakim 2003).

Perencanaan yang akan dilakukan terkait aksesibilitas dan sistem transportasi adalah mengatur jalur pengunjung dan masyarakat. Akses pertama difungsikan sebagai pintu masuk utama kawasan karena dapat langsung menuju desa yang difokuskan sebagai kawasan perencanaan agrowisata, yaitu Desa Sukaharja. Akses kedua dapat dijadikan jalur alternatif bagi pengunjung yang ingin menuju kawasan sambil menikmati pemandangan bernuansa perdesaan.

(24)

Tabel 6. Kondisi jalan dan solusi pemanfaatannya di dalam kawasan

Kondisi Jalan Potensi dan Kendala Solusi

1 Akses masuk dan

jalur pengunjung

* Terdapat dua akses masuk berbeda ke dalam kawasan * Jalur pengunjung dan

masyarakat memiliki jalur yang sama

* Memanfaatkan akses pertama sebagai pintu masuk utama kawasan, akses kedua sebagai jalur alternatif bagi pengunjung

* Menetapkan jalur terpisah antara pengunjung dan masyarakat untuk meningkatkan keamanan dan kenyamanan

2 Badan Jalan * Lebar jalan relatif sempit bagi

kendaraan dengan dua jalur penggunaan

* Kondisi jalan rusak di beberapa titik menuju dan di dalam kawasan

* Kondisi pemukiman yang memakan badan jalan

* Tidak adanya pedestrian bagi pejalan kaki

* Potensi jalan yang berkelok di beberapa tempat memberikan suasana pegunungan

* Melakukan pelebaran jalan * Melakukan perbaikan kondisi jalan yang rusak

* Kepedulian dari masyarakat setempat untuk menyisakan sedikit pekarangannya untuk jalur hijau, keamanan dan kenyamanan. Salah satunya dengan menanaman tanaman/ pohon di sisi jalan * Menyediakan jalur pejalan kaki * Penggunaan rambu jalan pada beberapa titik jalan untuk keamanan

4 Fasilitas Jalan * Belum adanya fasilitas

pemberhentian sementara bagi kendaraan ataupun pejalan kaki * Kurangnya rambu dan tanda pengarah jalan

* Tidak adanya tempat pembuangan sampah sehingga terdapat pemandangan buruk dari sampah yang dibuang di

sembarang tempat

* Kurangnya lampu penerangan, sehingga kegiatan lebih banyak dilakukan pada pagi dan siang hari

* Menyediakan fasilitas pemberhentian sementara, serta rambu dan tanda pengarah jalan * Pengadaan tempat pembuangan sampah untuk kebersihan dan kenyamanan kawasan

* Pengadaan lampu penerangan untuk keamanan pengguna jalan saat malam hari

Penanaman tanaman pinggir jalan yang khas perdesaan, agar memperkuat dan mempertahankan nuansa asri perdesaan yang menjadi dasar konsep perencanaan. Pembedaan jalur produksi masyarakat yang membutuhkan kecepatan dan pertimbangan ekonomi dengan jalur pengunjung yang membutuhkan kenyamanan dan kesenangan, dimana jalur produksi masyarakat dibuat singkat, langsung dan praktis, sedangkan jalur pengunjung dibuat memberikan pengalaman tentang kegiatan pertanian di kawasan dengan fasilitas yang memadai, seperti adanya tempat melepas lelah.

(25)

Obyek dan Daya Tarik Agrowisata

Kawasan penelitian perencanaan agrowisata berkelanjutan ini merupakan kawasan yang memiliki potensi pengembangan obyek dan daya tarik agrowisata. Berdasarkan survey kawasan ini memiliki kekhasan pada masih dominannya lahan pertanian dan elemen alami lainnya, sehingga suasana lanskap perdesaan dengan kegiatan bertani masyarakatnya dapat terlihat jelas. Penyebaran vegetasi pada lahan-lahan masyarakat cukup bervariasi. Pada umumnya masyarakat memilih tanaman hias untuk ditanam di pekarangannya. Pemandangan dalam perjalanan menyusuri desa merupakan sumberdaya visual yang potensial. Beberapa pemandangan menonjol yang dapat ditangkap antara lain berupa hutan, persawahan, talun atau kebun, serta perkampungan. Potensi good view pada kawasan sekitar perkampungan masih kurang mendukung karena rumah-rumah penduduk belum tertata dengan baik, hal ini dapat terlihat dari tidak adanya orientasi khusus saat membangun.

Sebagai salah satu aspek penting dalam perencanaan pariwisata, menurut Yoeti (1997) daerah tujuan agrowisata harus memiliki obyek atau atraksi yang mampu dijual kepada wisatawan. Syarat yang harus dimiliki adalah sebagai berikut: 1) something to see sebagai sesuatu yang dapat di lihat, 2) something to do sebagai sesuatu yang dapat dilakukan, dan 3) something to buy sebagai sesuatu yang dapat dibeli. Berdasarkan hasil survey lapang dan hasil wawancara kepada masyarakat setempat dan ketua bidang hortikultura di Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, kawasan ini memiliki komoditas tanaman hortikultura, khususnya tanaman hias, yang potensial dan dapat dikembangkan sebagai obyek agrowisata serta memiliki view yang menarik ke arah pegunungan. Kegiatan masyarakat dalam melakuan aktivitas pertanian juga dapat menjadi atraksi agrowisata untuk pengunjung amati dan pelajari. Gambar 16 memperlihatkan persebaran lokasi potensi obyek agrowisata dan rekreasi yang terdapat di dalam kawasan. Berikut ini merupakan jenis dan beberapa obyek dan daya tarik agrowisata yang dapat dijumpai di kawasan berdasarkan komoditas pertanian yang ada dan diringkas pada Tabel 7.

(26)
(27)

Obyek dan daya tarik agrowisata tanaman hias

Pada umumnya, kawasan memiliki potensi tanaman hias yang telah dikenal oleh masyarakat. Masyarakat memilih tanaman hias untuk mengapresiasikan rasa seni dan hobi mereka dalam menata pekarangan dan memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga (Susanto 2007). Akan tetapi, hasil apresiasi masyarakat tersebut masih terbatas dan belum memadai, oleh karena itu dibutuhkan adanya pelatihan atau bimbingan yang dapat mengembangkan apresiasi masyrakat terhadap tanaman hias. Saat ini pengusahaan tanaman hias sudah berkembang dengan adanya berbagai kelompok usaha tani di kawasan, seperti kelompok tani Bunga Desa di Kampung Pondok Bitung, Desa Sukaharja, dan Violces di Kampung Tajurhalang atas, Desa Tajurhalang. Tanaman yang siap jual ditanam di dalam pot atau polybag. Pada beberapa rumah di pinggir jalan utama di dalam kawasan dapat dijumpai deretan tanaman hias di dalam saung (lath house) dengan tujuan menarik pembeli dan pengguna jalan yang melaluinya. Saung ini terbuat dari rangka bangunan berbahan dasar bambu yang ditutupi oleh atap plastik dan berfungsi sebagai tempat menyimpan berbagai bibit tanaman dan tempat untuk melakukan perbanyakan tanaman disamping juga berfungsi sebagai display

(pamer) tanaman. Selain di pinggir jalan, lokasi saung menyebar dan mengelompok sesuai kelompok usaha tani yang ada di kawasan. Gambar 17 memperlihatkan saung sebagai tempat perbanyakan tanaman atau display serta pekarangan rumah yang menjadi tempat display tanaman.

(a) saung dalam kelompok usaha tani

untuk budidaya tanaman hias

(b) halaman rumah sebagai display

tanaman hias

(28)

Potensi tanaman hias ini belum dimanfaatkan secara optimal serta belum ada pembagian ruang-ruang khusus didalamnya sehingga belum dapat memberikan pengalaman agrowisata yang diharapkan. Pengunjung yang datang selama ini hanya sekedar memesan atau membeli tanaman hias, beberapa pengunjung villa bahkan belum mengetahui keberadaan penjualan tanaman hias di kawasan ini. Kondisi politik serta perekonomian yang menurun pada tahun ini juga mempengaruhi pembelian tanaman hias pada masyarakat. Oleh karena itu, dibutuhkan informasi dan promosi yang optimal untuk menunjang keberlanjutan produksi tanaman hias di kawasan ini.

Tanaman hias yang tersusun rapi sepanjang jalan dapat memberikan nilai tambah bagi keindahan kawasan serta menunjang konsep perencanaan agrowisata berkelanjutan (Susanto 2007). Perencanaan lokasi penjualan tanaman hias dibuat mengelompok mengikuti pola linear jalan yang ada sehingga dapat memberikan orientasi wisata tanaman hias serta kemudahan memperoleh tanaman bagi pengunjung. Selain itu, pola ini akan memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam memasarkan tanamannya, memberikan kenyamanan dan pengalaman visual yang menarik di dalam kawasan agrowisata. Tanaman hias merupakan obyek agrowisata yang sangat menarik dan menguntungkan. Aktivitas agrowisata yang ditawarkan dapat beragam dan tidak hanya terbatas pada aktivitas berbelanja. Paket pengenalan berbagai jenis tanaman hias lengkap dengan tata cara budidaya dan pemeliharaannya dapat dikembangkan sebagai aktivitas agrowisata (Tirtawinata 1996).

Obyek dan daya tarik agrowisata tanaman sayuran, palawija dan padi

Kawasan memiliki potensi obyek agrowisata komoditi tanaman sayuran dari lahan seluas ± 5 ha, hasil garapan kelompok usaha tani SALUYU di Kampung Cijulang, Desa Sukaharja. Sedangkan potensi obyek agrowisata komoditi padi berada di lahan garapan milik kelompok tani Mekar Tani seluas ± 25 ha (Gambar 18). Lahan sawah di Desa Sukaharja ± 150 ha, akan tetapi banyak yang status kepemilikannya sudah dipegang oleh swasta, sehingga status petani hanya sebagai petani penggarap atau buruh. Kelompok tani SALUYU (2000) telah mengembangkan komoditi tanaman sayuran organik sejak tahun 2003 dengan komoditas sayuran yang dijumpai diantaranya tomat, buncis, pakcoi, caisim,

(29)

bayam, kacang panjang dan selada. Kelompok usaha tani SALUYU menjual produk secara rutin seminggu sekali di Regina Pacis Bogor.

Obyek dan atraksi agrowisata yang dapat dikembangkan di lokasi berupa aktivitas mempelajari metode pembuatan kompos yang diterapkan oleh kelompok tani untuk menghasilkan pertanian organik. Selain itu, wisatawan dapat serta melakukan aktivitas belanja sayuran dan hasil olahannya. Pada perencanaan selanjutnya dilakukan pengembangan aktivitas seperti aktivitas jalan santai menyusuri jalan setapak dengan lebar ± 1,5 m untuk menikmati pemandangan berupa pegunungan dan hamparan kebun sayuran dan sawah, serta pengembangan fasilitas agrowisata yang lebih beragam dengan memperhatikan penggunaan fasilitas penunjang dengan bentuk dan bahan yang bernuansa perdesaan sehingga dapat meningkatkan keindahan dan mendukung konsep agrowisata berkelanjutan.

Gambar 18. Kondisi eksisting kebun sayuran palawija dan padi Objek dan daya tarik agrowisata tanaman buah

Berbeda dengan penelitian sebelumnya, beberapa tanaman buah potensial yang dapat dijumpai di kawasan selain jeruk, pala, durian, sawo, kelapa, mangga, lengkeng dan jambu biji, terdapat juga nanas. Lahan produksi komoditi nanas, berada di ketinggian > 700mdpl, dengan total luas lahan produksi ± 70ha. Kelompok tani yang memproduksi nanas ialah kelompok tani Lindung Harapan di Kampung Tapos yang berdiri sejak tahun 2000, dengan luas lahan ± 20ha. Saat ini, mereka sudah bekerja sama dengan LSM dalam menghasilkan produk olahan seperti selai nanas, namun jangkauan pasar yang masih sangat terbatas. Komoditi lain yang sudah memiliki hasil olahan adalah komoditi pala yang diambil bijinya dan diolah menjadi minyak pala ataupun sirup pala dari dagingnya, akan tetapi produk olahan ini masih terbatas dan jangkauan pasarnya masih kecil. Oleh

(30)

karena itu, dibutuhkan kerjasama dengan pihak pemerintah atau LSM untuk membina para petani sehingga dapat memudahkan produksi hasil olahan dan pemasaran. Sedangkan untuk usaha produksi bibit durian dibawah kepemilikan Bapak Agus yang berdiri sejak 1998 ini memiliki luas lahan ± 800 m² dan letaknya tidak jauh dari kantor Desa Sukaharja. Konsumen dapat membeli bibit durian baik eceran maupun partai besar. Bibit yang disediakan berasal dari penangkar bibit lainnya dan perbanyakan sendiri. Pengunjung sebagian besar berasal dari golongan instansi pemerintah, penangkar dan pedagang bibit serta perorangan (masyarakat umum dan petani). Gambar 19 memperlihatkan kondisi tempat pembibitan tanaman buah durian.

(a) display bibit tabulampot durian (b) jalan setapak di dalam kebun buah

Gambar 19. Kondisi eksisting tempat pembibitan tanaman buah durian

Pusat produksi tanaman buah di dalam kawasan ini belum dikembangkan menjadi aktivitas agrowisata yang melibatkan pengunjung secara langsung, sehingga pengembangan aktivitas agrowisata masih sangat diperlukan untuk memberi daya tarik bagi pengunjung. Aktivitas agrowisata yang dapat dikembangkan pada lahan produksi tanaman buah berupa pengamatan, mempelajari teknik budidaya tanaman buah, memilih dan memetik sendiri buah yang hendak dikonsumsi pada saat musim panen tiba dengan terlebih dahulu diberi petunjuk bagaimana ciri-ciri buah yang layak petik dan cara memetik buah yang benar. Aktivitas ini memberikan kesenangan pada pengunjung karena memperoleh buah-buahan dari tempat asalnya dengan kondisi yang masih segar dan harga yang relatif murah. Selain itu, aktivitas ini memberikan kemudahan kepada pihak pemilik dan pengelola dalam memasarkan hasil tanpa harus terbebani biaya pemanenan dan pengangkutan (Tirtawinata 1996).

(31)

Obyek dan daya tarik agrowisata peternakan

Peternakan sapi skala kecil yang diusahakan oleh kelompok tani ternak sapi perah KANIA (Gambar 20) di Kampung Tajurhalang atas, Desa Tajurhalang merupakan jenis peternakan yang dapat dijumpai di dalam kawasan perencanaan agrowisata. Kelompok tani KANIA pada awal tahun 2008 menjadi juara I tingkat provinsi dalam lomba agribisnis pertanian untuk komoditi sapi perah.

(a) kondisi ternak dalam kandang (b) pengolahan kotoran sapi menjadi biogas

Gambar 20. Kondisi eksisting peternakan sapi

Aktivitas yang telah ada tidak melibatkan pengunjung secara langsung dan terbatas kepada aktivitas belanja produk peternakan. Potensi peternakan ini dapat dimanfaatkan serta dikembangkan sebagai bagian dari obyek dan atraksi agrowisata. Kendalanya adalah skala pengusahaan yang masih relatif kecil serta sarana yang belum memadai. Kondisi peternakan yang kurang memberikan pemandangan menarik serta bau yang ditimbulkan oleh kotoran ternak menjadikan perlu adanya sisi lain yang ditonjolkan untuk menarik orang datang berkunjung, seperti lebih menonjolkan unsur pengetahuan dalam menawarkan paket-paket pendidikan di lokasi peternakan. Contoh paket tersebut ialah merancang tata letak dan bangunan peternakan, pemeliharaan hewan ternak, pembuatan pakan, dan inseminasi buatan (pembuahan buatan untuk tujuan reproduksi) pada ternak, pola beternak, cara tradisional dalam peternakan, serta budidaya hewan ternak (Tirtawinata dan Fachruddin 1996). Pengunjung yang memiliki minat khusus pada bidang peternakan dapat melakukan pengamatan terhadap perilaku hewan ternak, memberi pakan ataupun memerah susu serta proses pasca produksi ternak.

(32)

Tabel 7. Potensi eksisting obyek dan daya tarik di kawasan Ruang Atraksi

Utama Komoditas

Obyek atau Aktivitas Wisata Something to do Something to see Something to buy

1 Tanaman Hias Agloenema, suplir,

sirih merah, anthurium, begonia, dsb Pengamatan, budidaya Keragaman dan keindahan tanaman hias Aneka tanaman hias 2 Tanaman Sayuran

Palawija dan Padi Tomat, buncis,

pakcoi, caisim, bayam, kacang panjang, selada, padi,

dll pembuatan kompos, rekreasi, kuliner, mengolah lahan Pemandangan hamparan kebun sayuran dan sawah Beras, beragam jenis sayuran dan palawija serta hasil olahannya

3 Tanaman Buah Nanas, durian, pala,

jeruk, jambu biji

Pengamatan, memetik buah

Kebun buah Tabulampot

4 Peternakan Sapi Pengamatan, pendidikan Aktivitas peternakan Produk peternakan

Sumber: Hasil Pengamatan

Pada analisis data obyek dan daya tarik agrowisata di dalam kawasan tersebut di atas, diketahui bahwa pada kawasan terdapat potensi pertanian yang dapat dikembangkan sebagai kawasan agrowisata. Menurut Arifin (2004) dalam Susanto (2007), agrowisata di daerah pertanian hortikultura dapat dikembangkan di kawasan yang memang sejak semula telah menjadi sentra produksi tanaman hortikultura. Nurisjah (2001) menjelaskan bahwa sajian yang diberikan pada wisatawan tidak hanya pemandangan kawasan pertanian yang panoramik dan kenyamanan di alam pertanian, tetapi juga aktivitas petani beserta teknologi khas yang digunakan dan dilakukan dalam lahan pertanian dimana wisatawan juga dapat mengikuti aktivitas ini, ketersediaan produk segar pertanian yang dapat dinikmati wisatawan, nilai historik lokasi, arsitektur, atau kegiatan tertentu, budaya pertanian yang khas, dan kombinasi dari berbagai ciri tersebut. Aktivitas pertanian ini mencakup persiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan hasil, dan juga pasar hasil pertanian. Melalui pengembangan agrowisata yang menonjolkan budaya lokal dalam memanfaatkan

(33)

lahan diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani dengan tetap melestarikan sumberdaya lahan, serta memelihara budaya maupun teknologi lokal. Tabel 8 merupakan analisis objek dan daya tarik wisata pada kawasan perencanaan agrowisata.

Tabel 8. Potensi obyek dan daya tarik wisata serta solusi pemanfaatannya

Obyek dan

Atraksi Wisata

Potensi dan Kendala Solusi

1 Tanaman Hias

* Lokasi menyebar dan penataan kurang

* Jenis dan jumlah beragam, namun belum ada pembagian ruang wisata

* Kegiatan wisata yang ada masih terbatas

* Menata ruang khusus agrowisata tanaman hias serta mengembangkan kegiatan agrowisata tanaman hias dengan fasilitas penunjang. Lokasi budidaya dibuat berkelompok dengan pembagian area berdasarkan kegiatan budidaya,

lokasi display dialokasikan di sisi jalan

atau pemukiman sisi jalan dalam kawasan. 2 Tanaman

Sayuran Palawija dan Padi

* Hamparan kebun sayuran masih terbatas, dan sawah terbentang * Belum tercipta ruang wisata * Pemandangan hamparan kebun sayuran dan sawah yang menarik

* Menciptakan ruang serta

mengembangkan kegiatan agrowisata sayuran palawija dan padi dengan fasilitas penunjang dan memanfaatkan potensi pemandangan kebun dan sawah 3 Tanaman

Buah

* Belum tercipta ruang wisata * Beragam buah tropis dapat

tumbuh

* Lokasi dipusatkan tergantung jenis tanaman buah

* Menciptakan ruang agrowisata buah serta mengembangkan kegiatan agrowisata tanaman buah

4 Peternakan * Kegiatan beternak dan

pembuatan biogas

* Polusi udara dari kotoran ternak

* Menciptakan ruang agrowisata peternakan serta mengembangkan kegiatan dan fasilitas yang sesuai. * Menciptakan sarana dan prasarana pendukung untuk kebersihan kandang

(34)

Perencanaan dalam menata lanskap agrowisata serta mengatur sirkulasi penting diperhatikan untuk menciptakan perjalanan wisata yang menyenangkan dengan nuansa perdesaan. Obyek agrowisata direncanakan menjadi kegiatan menerus sepanjang tahun, atraktif (menarik), serta dapat memberikan pengalaman atau proses dengan cara pengunjung terlibat kegiatan atau melalui program interpretasi. Aktivitas agrowisata pada kawasan ini masih sangat terbatas sehingga perlu dilakukan pengembangan aktivitas berdasarkan potensi pertanian yang telah ada. Tabel 9 merupakan analisis pengembangan aktivitas yang dapat dilakukan di dalam masing-masing area obyek dan atraksi agrowisata pada ruang utama agrowisata.

Pariwisata Sekitar Kawasan

Kegiatan wisata disekitar kawasan perencanaan agrowisata pada umumnya didominasi oleh jenis wisata alam (Susanto 2007) karena menonjolkan sifat dan karakteristik sumberdaya alam pegunungan yang masih alami, hutan, dan kawasan pertanian. Berdasarkan UU No.9 tahun 1990, pengusahaan obyek dan daya tarik wisata secara garis besar dapat dikelompokkan kedalam 3 (tiga) jenis yaitu: 1) obyek dan daya tarik wisata alam, 2) obyek dan daya tarik wisata budaya, dan 3) obyek dan daya tarik wisata minat khusus. Obyek dan daya tarik wisata alam, menonjolkan sifat dan karakteristik sumberdaya alam daratan atau hutan dan perairan yang mampu menimbulkan kepuasan bagi wisatawan seperti keindahan bentang alam, keunikan dan keanekaragaman flora dan fauna. Dalam pengembangan suatu obyek wisata perlu memperhatikan adanya obyek wisata lainnya yang dapat menjadi rangkaian dalam paket wisata, sehingga dapat menunjang kunjungan (Depbudpar 2001). Di dalam kawasan terdapat terdapat tempat wisata untuk umum yaitu Taman Gajah di puncak Cijulang dengan obyek berupa pemandangan kota Bogor. Taman Gajah merupakan sebuah taman yang digunakan untuk melihat pemandangan dari puncak Cijulang, dan ramai dikunjungi pada hari libur dan akhir pekan, selain penduduk sekitar, tempat ini juga dikunjungi oleh para pengendara sepeda gunung untuk beristirahat sejenak sebelum kembali melanjutkan perjalanan.

(35)

Tabel 9. Pengembangan aktivitas agrowisata di dalam ruang utama agrowisata Area (Tujuan) Fungsi didalam Area Aktivitas Tanaman Hias (Mengenal keragaman jenis tanaman hias serta mengetahui teknik budidayanya)

Penerimaan penyambutan, pemberian kuntum bunga

Pelayanan pemberhentian andong, registrasi ulang,

menerima informasi, membeli tanaman hias, membeli media tanam

Budidaya mengamati jenis tanaman hias,

mempelajari teknik budidaya, mempersiapkan media tanam

Display mengamati rangkaian tanaman hias,

mengamati jenis tanaman hias,

mempelajari cara merangkai tanaman hias,

Pasca Panen mempelajari proses pembuatan pupuk kompos,

mempelajari cara pengemasan tanaman hias Sayuran Palawija dan Padi

(Mengamati pengolahan lahan hingga pasca panen, mengenal ragam sayuran, mengetahui teknologi pertanian setempat serta teknik budidaya sayuran dan padi)

Penerimaan penyambutan

Pelayanan registrasi ulang,

menerima informasi,

menikmati makan siang di saung

Budidaya mengamati jenis sayuran dan palawija,

mengamati teknik membajak sawah, mengikuti proses penanaman padi

Display jalan santai di persawahan,

mengamati pola tanam padi-palawija

Pasca Panen mempelajari proses penggilingan padi,

mempelajari cara pengemasan beras, palawija, dan sayuran

Tanaman Buah (Mengenal keragaman jenis tanaman buah, serta mempelajari teknik budidaya dan pasca panennya)

Penerimaan penyambutan

Pelayanan registrasi ulang, menerima informasi,

membeli buah nanas, membeli tabulampot, membeli bibit pohon durian,

menikmati rujak buah nanas

Budidaya mengamati tanaman buah,

mengamati pola tanam, memetik buah sendiri, mempelajari teknik budidaya

Display mengamati pola tanam, jalan santai,

mengamati tanaman buah

Pasca Panen mempelajari teknik pengemasan tanaman buah

mempelajari cara mengupas nanas Peternakan

(Mengamati dan mempelajari kegiatan dalam beternak)

Penerimaan penyambutan

Pelayanan registrasi ulang, menerima informasi,

membeli susu murni, membeli pupuk kandang

Budidaya mengamati jenis sapi perah,

mengamati tipe kandang,

mempelajari teknik memerah sapi

Pasca Panen mempelajari teknik pengemasan susu

mempelajari teknik pembuatan produk fermentasi susu

(36)

Taman Gajah, disebut demikian karena di pintu gerbang terdapat patung gajah (Gambar 21) setinggi ± 3 m yang menjadi ciri khas dari taman tersebut.

(a) gerbang di Taman Gajah (b) view dari Taman Gajah

Gambar 21. Kondisi eksisting Taman Gajah di Cijulang

Kepariwisataan saat ini cenderung mengalami perkembangan pesat. Pemerintah telah berusaha meningkatkan pariwisata dengan mengoptimalkan potensi daerah serta memberi perhatian serius terhadap usaha kecil. Desa Sukaharja dapat menjadi alternatif tujuan bagi pengunjung yang datang ke kecamatan Cijeruk. Selain Warso Farm Durian, terdapat wisata Kampung Budaya Sindangbarang di kecamatan Tamansari dan Wana Wisata Curug Nangka yang sering dikunjungi oleh banyak wisatawan. Obyek wisata tersebut dapat menjadi alternatif bagi pengembangan program paket wisata di kecamatan Cijeruk dan sekitarnya. Tabel 10 merupakan data beberapa obyek wisata yang terletak dekat dengan kawasan. Gambar 22 menunjukkan peta pariwisata kabupaten Bogor. Tabel 10. Obyek wisata di sekitar kawasan

No Nama Obyek Wisata Potensi Wisata Lokasi

1 Kampung Budaya Sindang Barang

Wisata Budaya Tamansari

2 Bumi Perkemahan Sukamantri Perkemahan Tamansari

3 Wana Wisata Curug Nangka Hutan lindung, wisata curug Tamansari

4 Warso Farm Agrowisata durian Desa Cipelang

5 Wisata Desa Kampung Bambu Kebun wisata, playground Cigombong

6 Wisata Agro Kapol Kebun wisata Cigombong

7 Taman Rekreasi Lido Rekreasi danau Cigombong

8 Taman Safari Indonesia Wisata safari Cisarua

(37)
(38)

Kawasan perencanaan lanskap agrowisata ini dapat menjadi obyek wisata yang mendukung pengembangan sektor pariwisata kabupaten Bogor serta menjadi alternatif tujuan bagi pengunjung yang datang atau melalui kabupaten Bogor. Kedekatan kawasan penelitian dengan obyek wisata yang telah berkembang dan sudah dikenal masyarakat secara luas menjadi potensi bagi kawasan untuk diterima sebagai bagian dari obyek dan daya tarik wisata alam berbasis pertanian. Kerjasama dengan lembaga pariwisata untuk menciptakan paket-paket wisata yang menarik dapat menjadi upaya dalam perencanaan lanskap agrowisata dan pengembangannya.

 

Sarana dan Fasilitas Pendukung Agrowisata

Sarana dan prasarana penunjang cukup berperan dalam menunjang kemudahan dan kenyamanan wisatawan. Unsur-unsur yang terkandung dalam penilaian kriteria ini, antara lain: 1) ketersediaan prasarana dalam radius tertentu; 2) ketersediaan sarana penunjang lainnya; 3) ketersediaan fasilitas khusus; dan 4) ketersediaan fasilitas umum (Disbudpar 2001). Fasilitas pendukung pada masing-masing obyek dan daya tarik agrowisata di dalam kawasan masih sangat terbatas, bahkan belum ada sama sekali, karena orientasi kelompok usaha tani saat ini hanya terbatas pada produksi dan memenuhi pesanan konsumen, bukan kepada produk agrowisata. Langkah yang diperlukan yakni membangun sarana, prasarana, dan fasilitas yang dianggap kurang. Penyediaan fasilitas pendukung yang tepat dan sesuai aktivitas, jumlah memadai, peletakan yang tepat serta menggunakan arsitektur yang mendukung konsep sangat diperlukan. Penggunaan bahan serta bentuk bangunan fasilitas wisata yang akrab dengan alam dan bernuansa perdesaan dapat memperkuat karakter serta konsep agrowisata berkelanjutan. Sarana dan fasilitas yang dibutuhkan seperti jalan menuju lokasi, pintu gerbang, tempat parkir, kantor informasi, papan informasi, jalan dalam kawasan agrowisata, shelter, area pandang, penginapan, sarana penelitian, toilet, tempat ibadah, dan tempat sampah. Perlu adanya pengembangan fasilitas berdasarkan aktivitas atau kegiatan yang dikembangkan. Pada Tabel 11 terdapat analisis fasilitas dan pengembangannya berdasarkan pengembangan aktivitas.

(39)

Tabel 11. Fasilitas wisata berdasarkan aktivitas

Area Aktivitas Fasilitas

Tanaman Hias

penyambutan,

pemberian kuntum bunga,

papan penanda,

sambutan kuntum bunga, lampu gerbang, jalan pemberhentian andong, registrasi ulang,

menerima informasi, membeli tanaman hias, membeli media tanam,

area parkir berumput, kantor loket, papan informasi, ruang pelatihan, gerai tanaman hias, aula terbuka, warung, toilet, tempat duduk, tempat sampah mengamati jenis tanaman hias,

mempelajari teknik budidaya, mempersiapkan media tanam,

saung bambu tanaman hias, jalan setapak, irigasi, lahan pembibitan, tempat membuat media tanam mengamati rangkaian tanaman hias,

mengamati jenis tanaman hias,

mempelajari merangkai tanaman hias,

lampu taman, jalan

mempelajari proses pembuatan pupuk kompos, mempelajari cara pengemasan tanaman hias,

tempat pembuatan pupuk kompos, tempat pengemasan tanaman hias Tanaman

Sayuran Palawija dan Padi

penyambutan, papan penanda

registrasi ulang, menerima informasi,

menikmati makan siang di saung

kantor kelompok tani,

papan informasi, saung, jalan setapak, tempat sampah

mengamati jenis sayuran dan palawija, mengamati teknik membajak sawah, mengikuti proses penanaman padi,

lahan sayuran dan palawija, lahan membajak sawah, lahan percobaan, jalan setapak jalan santai di persawahan,

mengamati pola tanam padi-palawija,

jalan setapak mempelajari proses penggilingan padi,

mempelajari cara pengemasan beras, palawija, dan sayuran

bangunan penggilingan padi bangunan pengemasan TPS

Tanaman Buah

penyambutan papan penanda, pos jaga

registrasi ulang, menerima informasi, membeli buah nanas, membeli

tabulampot, membeli bibit pohon durian, menikmati rujak buah nanas,

kantor kelompok tani, papan informasi, saung

mengamati tanaman buah, mengamati pola tanam, memetik buah sendiri, mempelajari teknik budidaya,

lahan perkebunan nanas, lahan pembibitan, jalan setapak, tempat penyediaan media tanam

mengamati pola tanam, jalan santai, mengamati tanaman buah,

jalan setapak mempelajari teknik pengemasan

tanaman buah, mempelajari cara mengupas nanas

bangunan tempat pengemasan tanaman buah

Peternakan

penyambutan papan penanda, pos jaga

registrasi ulang, menerima informasi, membeli susu murni, membeli pupuk kandang,

kantor kelompok tani, papan informasi, bangunan produksi, rumah pekerja, toilet

mengamati jenis sapi perah, mengamati tipe kandang,

mempelajari teknik memerah sapi

kandang ternak, tempat duduk, jalan, gudang peralatan

mempelajari teknik pengemasan susu mempelajari teknik pembuatan produk fermentasi susu

bangunan produksi,

(40)

Aspek Sosial dan Ekonomi Penduduk

Berdasarkan data Jumlah penduduk yang bersumber dari Gambaran Umum Desa pada Laporan Tahunan Desa, jumlah penduduk dalam kawasan perencanaan agrowisata mencapai 18.383 jiwa, yang terdiri dari masyarakat lokal dan WNI yang bermukim di kawasan, dengan rincian masing-masing desa berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 12. Mata pencaharian penduduk di kawasan ini sebagian besar adalah bertani dan berdagang, baik petani pemilik lahan atau sawah maupun petani penggarap. Tingkat pendidikan di kedua desa tersebut umumnya hanya tamat hingga SD (Sekolah Dasar), dan hanya sebagian kecil saja yang menyelesaikan studinya hingga ke tingkat akademi atau perguruan tinggi. Ditinjau dari jumlah penduduk bekerja menurut pekerjaan utama, mereka dikategorikan sebagai PNS, karyawan, POLRI, pedagang, jasa, peternak, petani, dan buruh.

Tabel 12. Jumlah penduduk di kawasan

No Desa Jenis Kelamin Jumlah

Laki-laki Wanita

1 Sukaharja 6.492 5.806 12.298

2 Tajurhalang 3.190 2.895 6.085

Sumber : Laporan Tahunan Desa Sukaharja dan Desa Tajurhalang tahun 2008

Masyarakat lokal menjadi salah satu pemain kunci dalam agrowisata perdesaan, karena merekalah yang akan menyediakan sebagian besar atraksi sekaligus menentukan kualitas produk agrowisata (Damanik 2006).  Jumlah penduduk angkatan kerja yang berusia 15-64 tahun di dalam kawasan, terutama di Desa Sukaharja cukup banyak, yakni mencapai 7.875 jiwa, sedangkan Desa Tajurhalang mencapai 3.924 jiwa. Masyarakat umumnya lebih banyak yang memiliki pekerjaan di dalam kawasan sendiri, seperti bekerja sebagai buruh di pabrik produsen sepatu, tetapi memang 60-70% penduduknya, terutama Desa Sukaharja, bekerja sebagai petani bunga.

(41)

Kelembagaan

Tujuan kelembagaan adalah untuk pemantapan dan peningkatan kapasitas institusi, sebagai mekanisme yang dapat mengatur berbagai kepentingan, secara operasional merupakan organisasi dengan sumberdaya manusia dan peraturan perundangan yang sesuai dan memiliki efisiensi tinggi (Disbudpar 2001). Menurut sumber Rencana Kerja Penyuluh Pertanian tahun 2009, kelembagaan petani di kawasan terdiri dari kelompok tani dan Gapoktan, dan masih didominasi oleh kelompok pemula. Gapoktan baru dibentuk di Desa Sukaharja tahun 2009, pembentukan koperasi di kawasan masih diusahakan, sedangkan kegiatan karang taruna sudah tidak aktif. Desa Tajurhalang memiliki beberapa kelembagaan meliputi BPD dan PKK dengan masing-masing memiliki sekretariat. Turut serta masyarakat dalam kegiatan serta koordinasi antar kelembagaan masih perlu ditingkatkan dan lebih disinergikan. Lembaga pemerintah yang memiliki peranan dalam pengembangan kawasan ini ialah UPTD (Unit Penyuluhan Pertanian Daerah) wilayah Caringin dibawah Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor sebagai lembaga pemerintah yang menyalurkan penyuluh pertanian di Desa Sukaharja dan Desa Tajurhalang. Sedangkan LSM yang melakukan kegiatan di kawasan ialah ELSPPAT (organisasi non pemerintah berbadan hukum yang bergerak dalam upaya penguatan masyarakat perdesaan dan pertanian berkelanjutan, berbasis masyarakat di kabupaten Bogor) yang bekerjasama dengan kelompok tani SALUYU dalam memproduksi sayuran organik.

Lembaga pemerintah perlu menjalankan fungsi pengawasan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan agrowisata. Lembaga pemerintahan yang terkait dalam penataan dan perencanaan agrowisata antara lain Bappeda, dinas pariwisata, dinas pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perindustrian (Tirtawinata 1996). Kerja sama lembaga masyarakat dengan lembaga pemerintahan masih perlu ditingkatkan, karena perencanaan agrowisata tidak dapat berdiri sendiri. Kurangnya koordinasi antar lembaga atau instansi terkait seringkali mengakibatkan perencanaan agrowisata berjalan tidak sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Hal ini dapat menyulitkan pemantauan dan pengawasan terhadap tahap pengembangan selanjutnya. Masyarakat setempat yang sudah memiliki usaha juga dapat turut memajukan perencanaan agrowisata

(42)

di kawasan, sehingga tidak hanya terlibat secara teori tapi juga dalam kegiatan sehari-hari masyarakat. Tugas lembaga ekonomi seperti bank, secara aktif membantu pemerintah di dalam penanaman modal dan masyarakat dalam mengelola obyek agrowisata di wilayah mereka. Peran lembaga pendidikan, khususnya perguruan tinggi juga sangat diharapkan, salah satunya untuk memberikan masukan kepada pemerintah di dalam menentukan kebijakan.

Obyek dan Atraksi Pendukung Agrowisata

Masyarakat Desa Sukaharja dan Desa Tajurhalang masih menyimpan beberapa tradisi dan kebiasaan pendahulunya, seperti kesenian dongdang atau arak-arakan hasil pertanian di hari kemerdekaan serta gamelan dan rebana (Gambar 23). Pada acara memperingati hari kemerdekaan juga ditampilkan beberapa atraksi dari murid-murid sekolah dasar di perdesaan, seperti kesenian bela diri dan angklung. Hal ini merupakan salah satu cara melestarikan adat-budaya secara turun-temurun yakni dengan cara menjadikannya sebagai salah satu mata ajaran atau kegiatan ekstrakurikuler di sekolah-sekolah perdesaan. Aktivitas masyarakat seperti ini masih perlu mendapatkan pembinaan lebih lanjut agar tetap dapat dipertahankan keberadaannya, selain untuk melestarikan adat-budaya setempat juga dapat mendukung pengembangan aktivitas agrowisata yang berkelanjutan. Semua aspek kehidupan yang ada dan hidup di suatu lingkungan masyarakat, bisa dijadikan atraksi wisata (Setiawinata 2007) yang dapat dikunjungi dan dikonsumsi pengunjung sehingga dapat mendukung aktivitas agrowisata.

(a) arak-arakan hasil pertanian (b) kesenian bela diri

(43)

Pengunjung

Kawasan perencanaan agrowisata yang letaknya tidak jauh dari pusat kota Bogor cukup diminati oleh pengunjung yang berasal dari penduduk sekitar maupun warga kota Bogor sebagai kawasan rekreasi, khususnya pada akhir minggu dan hari libur. Suasana asri perdesaan yang jauh dari hiruk-pikuk perkotaan menjadi daya tarik bagi pengunjung untuk singgah ataupun hanya sekedar berkendara melewati desa sambil menikmati pemandangan sekitar. Namun, karena kawasan ini belum menjadi daerah tujuan wisata secara resmi dan belum memiliki sistem pengelolaan yang terkoordinasi, maka pencatatan jumlah pengunjung secara resmi belum tersedia. Karakteristik pengunjung berdasarkan hasil kuesioner dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Karakteristik pengunjung

Parameter (a) Jenis yang dominan (b) Frekuensi (c) Persentase (d)

Jenis Kelamin Laki-laki

Perempuan 12 8 60% 40% Usia 15-20 21-26 >26 10 4 6 50% 20% 30% Kota asal kedatangan Kec. Cijeruk Kota Bogor Luar Kota Bogor

2 10 8 10% 50% 40% Pekerjaan Mahasiswa/pelajar Pegawai swasta Wiraswasta PNS 13 1 5 1 65% 5% 25% 5%

Frekuensi kunjungan Sebulan sekali

Lebih dari sebulan sekali

5 15

25% 75%

Bentuk kunjungan Berkelompok

Rombongan besar 13 7 65% 35% Kelompok kunjungan Komunitas sepeda Sekolah/ perguruan tinggi Teman-teman 5 13 2 25% 65% 10%

Cara berkunjung Berjalan kaki/sepeda

Mobil/angkot

15 5

75% 25%

(44)

Tabel 13. Lanjutan

(a) (b) (c) (d)

Lama Kunjungan 1-3 jam

> 3 jam 15 5 75% 25% Pengeluaran wisata < 10.000 / bulan 10.000 – 50.000/ bulan > 50.000/ bulan 6 4 10 30% 20% 50% Aktifitas yang diinginkan Menanam

Mengikuti kegiatan produksi Belanja hasil pertanian Menikmati hasil olahan Memanen Piknik Bermain Menikmati pemandangan Berolah raga Foto-foto OutBond Belanja Belajar Penelitian Makan-makan Jalan-jalan Bersepeda 8 8 8 8 8 3 6 9 9 8 2 4 6 3 5 8 5 40% 40% 40% 40% 40% 15% 30% 45% 45% 40% 10% 20% 30% 15% 25% 40% 25%

Sumber : Kuesioner dengan 20 responden pengunjung

Jika dilihat secara keseluruhan pada Tabel 13, pengunjung yang datang didominasi oleh laki-laki dari remaja hingga bapak-bapak. Pengunjung umumnya berasal dari kota Bogor yang tidak jauh dari kawasan, hal ini dikarenakan belum adanya promosi yang dilakukan sehingga hanya terbatas orang yang mengetahui keberadaan potensi rekreasi dan wisata didalam kawasan. Lama waktu pengunjung yang datang umumnya satu sampai tiga jam, kawasan ini sering dijadikan tujuan oleh komunitas sepeda gunung sebagai bagian dari jalur yang mereka lalui dalam melakukan aktivitas bersepeda, hal ini dapat menjadi acuan bagi rencana kawasan untuk menetapkan jalur khusus untuk track sepeda yang nyaman dan aman. Pengunjung biasanya juga menginap di sebuah villa di dalam

(45)

kawasan dalam jumlah rombongan, seperti rombongan keluarga ataupun sekolah untuk melakukan kegiatan rekreasi yang berorientasikan alam, umumnya pengunjung bermalam tiga sampai lima hari. Sedangkan aktivitas rekreasi atau wisata umum yang biasa dilakukan oleh pengunjung mencangkup menikmati pemandangan, berolahraga, photohunting, dan jalan-jalan. Perlu pengembangan lebih lanjut terkait aktivitas yang dapat dilakukan oleh pengunjung dalam agrowisata, sehingga tidak terkesan monoton.

Preferensi pengunjung mengenai langkah-langkah agar kawasan agrowisata lebih menarik untuk dikunjungi adalah penyediaan papan penunjuk dari pusat kota Bogor ke lokasi, promosi dengan penyebaran brosur atau leaflet, jalan diperbaiki atau diperlebar, transportasi lebih mudah, mempertahankan suasana perdesaan serta kebersihan dan kenyamanan, pelatihan bagi masyarakat tentang pengelolaan agrowisata sehingga dapat meningkatkan kualitas SDM di perdesaan, membangun fasilitas dan infrastruktur, serta pembuatan jalur wisata khusus.

Pengelolaan Kawasan Agrowisata Potensi obyek dan daya tarik agrowisata

Potensi agrowisata yang ada di dalam kawasan belum dikembangkan sepenuhnya, karena terbatasnya jangkauan dan kemampuan pengelolaan terhadap obyek dan atraksi agrowisata yang ada. Selama ini, pengelola atau pemilik dari lahan pertanian yang ada di dalam kawasan hanya memfokuskan usahanya pada hasil produksi komoditas pertanian saja.

Informasi dan promosi agrowisata

Beberapa kelompok usaha tani sudah menggunakan papan penanda atau penunjuk arah menuju lokasi pembibitan komoditas mereka yang diletakkan di depan jalan masuk, seperti kelompok tani Bunga Desa (Gambar 24). Kegiatan KKP mahasiswa IPB tahun 2009 di kawasan ini juga telah memberikan sarana informasi dan promosi untuk kelompok tani Bunga Desa berupa pembuatan desain logo dan leaflet dalam program yang mereka susun di kegiatan KKP, contoh logo dari kelompok tani Bunga Desa dapat dilihat pada Gambar 25. Sedangkan usaha promosi kelompok tani SALUYU dilakukan dengan

(46)

memasarkan produknya melalui sistem pemasaran alternatif dalam bentuk Warung Organik LESTARI. 

Gambar 24. Papan penanda Bunga Desa

Pembuatan leaflet yang digerakkan dalam program KKP mahasiswa tersebut sangat membantu kelompok tani, khususnya Bunga Desa, dalam memasarkan komoditas yang dihasilkannya. Selain itu penyebaran leaflet juga dapat memberitahukan kepada masyarakat luas atau pengunjung akan keberadaan kawasan dan potensi yang ada di dalamnya. Sarana informasi lainnya dalam kawasan wisata dapat berupa tanda-tanda pengarah jalan, peta, leaflet, pusat informasi, pusat interpretasi pengunjung serta pemandu wisata.

(a) leaflet kelompok tani Bunga Desa dari program KKP mahasiswa IPB 2009

(c) logo kelompok tani Bunga Desa dari

program KKP mahasiswa IPB 2009

Gambar 25. Sarana informasi dan promosi dalam kawasan

Penyediaan fasilitas informasi dan sarana promosi bagi kawasan ini masih sangat perlu ditingkatkan sehingga dapat memberikan informasi agrowisata dan menarik minat pengunjung untuk datang ke kawasan agrowisata. Pengembangan

Gambar

Gambar 3. Peta lokasi penelitian (Sumber: diolah dari google dan Dinas Tata Ruang dan  Pertanahan)
Tabel 3. Proporsi, fungsi, serta pengembangan  pola pemanfaatan lahan pada  kawasan penelitian
Tabel 4. Kriteria kesesuaian iklim untuk beberapa tanaman di kawasan   Tanaman/ komoditas  Kesesuaian Iklim  Ketinggian dpl  (m)  Faktor Iklim
Tabel 5. Jenis tanah serta  pola dan solusi pemanfaatan lahan   Jenis  Tanah  Keterangan Pola Pemanfaatan  Lahan  Solusi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Pengumuman Pelelangan Umum Dengan Pascakualifikasi Nomor : 01/UMUM/PLU/UM- B/2012 tanggal 6 Juli 2012, setelah dilakukan evaluasi terhadap Dokumen Penawaran

Pada variabel sirosis hepatis hanya ditemukan 1 responden yang memiliki riwayat penyakit tersebut, hal inilah yang menyebabkan hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa

Modal yang diperlukan dalam usaha perikanan dengan menggunakan jaring payang dan cantrang di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tawang adalah kapal, mesin,

jarak titik fokus dan direktris pada parabola y2=12x

Maraknya sms fiktif yang seringkali diterima oleh para pengguna telepon seluler/ nampaknya sudah mulai meresahkan masyarakat// Dengan mencantumkan nama perusahaan terkenal atau

Subjek yang digunakan dalam penelitian iniadalah ibu yang mengajarkan kegiatan toileting pada anak yang memasuki usia pra sekolah (tiga sampai lima tahun) dan

Berdasarkan nilai kriteria ketuntasan minimal, maka distribusi frekuensi dan persentase ketuntasan hasil belajar matematika Kelas IX SMP Negeri 5 Campalagian

Kualitas tidur yang tidak baik akan memudahkan lansia mengalami kekambuhan penyakit hipertensi, hal tersebut dikarenakan kualitas tidur yang buruk akan berdampak