MODUL PERKULIAHAN
PSIKOLOGI
SOSIAL 1
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
Psikologi Psikologi
13
MK10230 Irfan Aulia, M.Psi. PsiAbstract
Kompetensi
Tingkah Laku Pro Sosial Dasar tingkah pro-sosial; Tahap-tahap perilaku menolong; Respons terhadap keadaan darurat; Pengaruh internal dan eksternal dalam menolong; Komitmen jangka panjang terhadap tingkah laku pro-sosial.
Tingkah Laku Prososial
Seringkali kita tertegun dan terpukau dengan keberanian orang-orang yang menolong orang lain. Semisal keberania relawan yang menolong orang di tsunami Aceh atau keberanian orang yang menolong di gempa. Hal-hal seperti ini sering menggugah manusia. Atau uluran tangan yang begitu besar saat mendengar ada pesantren yang terbakar dan dengan cepat kita mengulurkan tangan untuk membantu. Hal ini bertolak belakang misal dengan kejadian saat ada yang dicopet di bus dan memilih untuk diam dan tak mau membantu.
Dua kejadian ini terjadi di lingkungan sosial kita, untuk menjawab kenapa hal ini terjadi. Modul ini mencoba mengungkapkan tingkah laku pro sosial yang terjadi di lingkungan sosial kita. Ada beberapa tingkah laku prososial yang sering disebut yaitu altruisme. Altruisme mempunyai definisi sebagai tindakan sukarela yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang tanpat mengharapkan imbalan (Sears, Freedman, dan Peplau, 1985). Definisi ini bisa kita lihat di kehidupan sehari-hari saat orang menolong orang lain yang tak ia kenal di jalan raya. Sebagai contoh saat motor mogok ada yang menolong dengan mendorong hingga ke pom bensin terdekat dan tidak meminta imbalan apapun.
Perilaku prososial mencakup kategori yang lebih luas, meliputi segala bentuk tindakan yang dilakukan atau direncanakan untuk menolong orang lain, tanpa memperdulikan motif-motif penolong. Oleh karena itu Rushton (1980, dalam Sears, Freedman, dan Peplau, 1985) menjelaskan tingkah laku prososial mulai dari tindakan altruisme yang tidak mementingkan diri sendiri atau tanpa pamrih sampai tindakan menolong yang sepenuhnya dimotivasi oleh kepentingan diri sendiri.
Ada tiga pandangan yang menjelaskan tingkah laku prososial yaitu:
1. Tingkah laku prososial dipengaruhi oleh gen. Hal ini menjelaskan bahwa tingkah laku prososial adalah bagian dari warisan genetik kita. Tabel 1 menjelaskan beberapa pendapat ahli mengenai tingkah laku prososial sebagai warisan genetik
Ahli Pendapatnya
Darwin (1871) Kelinci akan memperingatkan kelinci lain dengan kaki belakang ketika datang predator
Wilson (1971) Rayap penjaga akan menempatkan diri di
sarangnya.
Hall (1960) Babon akan akan melindungi sarangnya saat
terjadi serangan atau ada pengacau terhadap sarangnya.
Siebnaler dan Caldwell (1956) Lumba-lumba dewasa akan datang menolong kawannya ketika terjadi ledakan di air.
Amstrong (1965) Gramza (1967) Perlindungan elang betina kepada anaknya Tabel 1
Walaupun hal ini terjadi tetapi pandangan evolusionis dan sosiobiologis masih sangat kontroversial dikarenakan penelitian yang dilakukan ada di hewan dan bukan manusia.
2. Evolusi sosial
Pada perspektif ini berpendapat bahwa faktor sosial jauh lebih penting daripada faktor biologis. Evolusi sosial adalah perkembangan historis dari kebudayaan atau peradaban manusia. Menurut perspektif ini perilaku genetik memang bisa menjawab pada perilaku prososial dasar tetapi kurang menjawab pada perilaku yang lebih tinggi seperti menolong orang yang tidak dikenal.
Ada tiga norma penting dalam tingkah laku prososial dalam perspektif evolusi sosial: a. Norma tanggung jawab sosial
b. Norma timbal balik c. Norma keadilan sosial
Tabel 2 akan menjelaskan beberapa pendapat ahli dan penelitian mengenai norma dalam tingkah laku prososial.
Ahli Penelitan atau pendapat
Berkowitz (1968), Wilke dan Lanzeta (1970) Menunjukkan bahwa orang lebih suka menolong orang yang pernah menolong dirinya. Hal ini dinyatakan sebagai keharusan bahwa kita harus menolong orang yang menolong kita.
Regan (1968) Penelitian ini menggambarkan bahwa pemberian bantuan bersifat timbal balik.
Gergen (1975) Di sebagian besar kebudayaan norma timbal
balik sangat kuat.
Greenberg dan Fisch (1972) Bantuan lebih besar lebih sering dibalas dibandingkan bantuan kecil.
Tabel 2
Dari penelitian di tabel 2 terlihat bahw terjadi norma timbal ballik dalam perilaku pro sosia individu. Dari ketiga norma tersebut ada norma keadilan. Prinsip norma keadilan adalah orang yang melakukan hal yang sama akan mendapat ganjaran yang sama. Di dalam penelitian terjadi bahwa orang yang mendapatkan lebih dari tingkah laku yang sama seringkali memberikan bagiannya kepada yang lebih kurang beruntung, sedangkan orang ketiga yang melihat seringkali menolong orang yang kurang beruntung tersebut. Hal ini dilandasai bahwa orang senang menolong dikarenakan ada norma keadillan di dalam dirinya.
Bystander dan Menolong
Di dalam tingkah laku menolong, sering terjadi orang hadir, melihat, menyaksikan tetapi tidak melakukan tindakan untuk menolong. Di dalam pikiran psikologi sosial tertarik untuk melihat apa yang terjadi di benak pikiran mereka sehingga kecepatan untuk menolong menjadi berkurang.
Untuk memahami hal ini perlu mendadah definisi dari bystander. Bystander adalah orang yang menyaksikan orang yang butuh pertolongan. Orang ini bisa sedang berada di jalan menyaksikan orang terjatuh atau orang yang sedang berada di bangunan menyaksikan adanya orang yang tercopet di jalan.
Latane dan Darley (1970) melakukan eksperimen terhadap bystander dan menolong terhadap orang asing. Hasil dari eskperimen mereka menemukan bahwa dalam proses menolong terjadi efek bystander. Efek ini menunjukkan bahwa kecenderungan orang untuk menolong atau melakukan respon prososial pada keadaan darurat dipengaruhi jumlah bystander yang ada. Sejalan dengan meningkatnya jumlah bystander, probabilitas bystander menolong menurun dan lama waktu sebelum pertolongan meningkat. Dari penelitian ini timbullah apa yang disebut penyebaran tanggung jawab. Bahwa semakin orang merasa
banyak yang melihat semakin merasa orang lain yang akan menolong menyebabkan orang jadi tidak menolong atau lama dalam melakukan pertolongan.
Dari peneltiian ini Latene dan Darley (1970) menemukan bahwa ada lima langkah atau respon yang menentukan apakah orang akan menolong atau berdiam diri saja. Lima langkah ini dijelaskan dalam bagan 1.
Bagan 1
Dari lima langkah tersebut, langkah ketiga adalah langkah yang krusial, karena ketika individu tidak mengasumsikan bahwa adalah tanggung jawabnya untuk menolong, maka tidak terjadi tindakan menolong. Namun keseluruhan langkah ini memberikan gambaran mengenai apa yang terjadi ketika orang memutuskan untuk menolong atau tidak.
Sebagai tambahan, akan diperlihatkan beberapa penelitian pada tabel 3 untuk menggambarkan perilaku menolong.
Ahli Kajian
Darley dan Batson (1973) Ketika seseorang dipenuhi oleh kekhawatiran pribadi, tingkah laku prososial cenderung tidak terjadi.
Mcrae dan Milne (1992) Orang lebih cenderung melihat tindakan yang aneh sebagai tindakan yang rutin dan
menyadari adanya keadaan darurat
mengintepretasikan keadaan sebagai
keadaan darurat
mengasumsikan bahwa adalah tanggung
jawabnya untuk menolong
mengetahui apa yang harus dilakukan
tidak mencurigakan. Sehingga mempersepsi kejadian sebagai kejadian non darurat menghambat kecenderungan untuk menolong.
Wilson dan Petruska (1984) Menghadapi informasi ambigu mengenai keadaan darurat atau non darurat, orang cenderung mencari aman dan menerima interpretasi yang menyenangkan.
Rutkowski, Gruder dan Romer (1983) Ketakutan akan salah mengiterpretasikan akan berkurang ketika ada faktor-faktor tertentu. Misalnya bila bystander atau yang akan ditolong adalah teman, maka mereka kan menjadi lebih berkomunikasi terhadap hal-hal yang terjadi.
Levine (1994) Orang-orang dalam kota kecil lebih
cenderung menolong orang lain daripada orang di kota. Karena mereka lebih mudah berkomunikasi, sehingga lebih mudah memahami.
Braumister (1998) Ketika tanggung jawab tidak jelas, orang cenderung mengasumsikan bahwa siapapun dengan peran pemimpin seharusnya bertanggung jawab.
Shotlan dan Strau (1976) Orang penolong atau bystander jarang menawarkan pertolongan ketika mereka mempercayai bahwa seorang wanita dianiaya oleh suami atau pacarnya.
Tabel 3
Faktor Situasional dalam Menolong
Ada faktor-faktor tambahan yang memiliki pengaruh pada kemungkinan bystander untuk menolong atau tidak. Faktor – faktor ini terbagi menjadi (1) sejauh mana bystander mengevaluasi korban secara positif, (2) atribusi yang dibuat oleh bystander mengenai
apakah korban bertanggung jawab atau tidak terhadap hal yang menimpanya, dan (3) pengalaman bystander terhadap model-model prososial di masa sekarang atau masa lampau.
Untuk melihat hal ini, penelitian di tabel 4 akan menjelaskan faktor situasional yang turut menentukan proses pertolongan.
Ahli Kajian
Clark dkk (1987) Penolong akan lebih mudah menolong ketika ia tertarik terhadap orang yang akan ia tolong.
Benson, Karabenick, dan Lerner (1976) Korban yang menarik secara fisik mendapat lebih banyak pertolongan dibandingkan yang tidak menarik.
Dovidio dan Morris (1975)
Hayden, Jackson, dan Guydish (1984)
Orang akan lebih mudah menolong orang yang mirip dengan dirinya sendiri dibandingkan korban yang tidak mirip.
Tabel 4
Di dalam tabel 5 akan disajikan penelitian mengenai orang akan menolong berdasarkan apakah kejadian ini memang tanggung jawab korban atau memang dilluar tanggung jawab korban.
Ahli Kajian
Weiner (1980) Orang tidak akan otomatis menolong orang bisa ia mengasumsikan kejadian tersebut adalah kesalahan orang tersebut.
Campbel (1975) Orang dengan nilai religius yang tinggi akan menahan menolong orang jika kejadian tersebut diatribusikan sebagai kesalahan korban.
Esses (1975) Orang cenderung tidak menolong jika sang korban memiliki nilai nilai yang berlawanan
dengan nilai dasar orang tersebut. Tabel 5
Penelitian di tabel 6 akan memperlihatkan faktor-faktor yang dapat mendorong atau menghambat tingkah laku prososial berdasarkan pengalaman dan contoh dari lingkungan.
Ahli Kajian
Macauley (1970) Orang akan cenderung mudah memberikan
sumbangan ketika melihat orang lain memberikan sumbangan.
Sprafkin, Lieber, dan Poulus (1975) Anak-anak akan cenderung melakukan respons sosial sebagai fungsi dari apa yang mereka lihat di televisi.
Forge dan Phemister (1970) Anak-anak yang menonton program prososial lebih cenderung berespon secara prososial daripada anak-anak yang tidak menonton acara semacam itu.
Anderson dan Bushman (2001) Bermain video game yang sarat permainan kekerasan seperti “mortal kombat” dan street fighter” menyebabkan penurunan tingkah laku prososial.
Tabel 6 Emosi dan tingkah laku prososial
Emosi mempunyai efek terhadap tingkah laku prososial. Untuk memperlihatkan hal ini tabel 7 akan memperlihatkan efek emosi positif dan emosi negatif dengan tingkah laku prososial.
Ahli Kajian
Emosi Positif Wilson (1981)
Isen dan Ilven (1972)
Orang yang baru mendengarkan rekaman komedi atau mendapatkan hari yang menyenangkan akan lebih mungkin terlibat dalam tindakan prososial.
Baron dan Thompley (1994) Bau yang menyenangkan membuat kita merasa lebih baik dan membuat kita lebih mudah melakukan tindakan prososial.
Isen (1984) Jika tingkah laku prososial dapat merusak suasana hati yang baik akan menyebabkan berkurangnya kemungkinan melakukan perilaku menolong.
Emosi Negatif
Amato (1986); Rogers dkk., (1982); Thompson, Cowan, dan Rosenhan (1980)
Ketika berada di dalam suasana hati yang buruk dan sedang memusatkan perhatian pada diri sendiri, anda akan lebih cenderung tika menolong seseorang yang membutuhkan.
Cialdini, Kenrick, dan Bauman (1982) Jika suatu tindakan menolong merupakan suatu interaksi prososial atau menolong membuat anda merasa lebih baik, emosi negatif meningkatkan kemungkinan terjadinya tingkah laku prososial.
Tabel 7
Daftar Pustaka
Aronson, Elliot., Timothy D. Wilson, Robin M. Akert. (2010). Social Psychology 7th edition. Prentice Hall
Baron, Robert A., Nyla R. Branscombe. (2012). Social Psychology. New Jersey: Pearson Education Bronfenbrenner, U. (1994). Ecological Models of Human Development. In international Encyclopedia
of Education, Vol. 3, 2nd. Ed. Oxford: Elseveir. Reprintedi in: Gauvain, M.& Cole, M (Eds.), Readings on the development of childern, 2nd Ed. (1993, hal. 37-43). NY : Freeman
Myers, David. 2012. Psikologi Sosial. Jakarta: Penerbit Humanika Salemba
Shaffer, David R. (2009). Social and Personality Development 6th edition. Wadhsworth: Cangage Learning.