• Tidak ada hasil yang ditemukan

III METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "III METODE PENELITIAN"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Penelitian dilakukan selama bulan Juli 2007 sampai Maret 2008. Lokasi penelitian adalah DAS Ciliwung hulu yang terletak pada koordinat 1060 50′ 50 ′ ′ sampai 1070 0′ 40 ′ ′ BT dan 60 36′ 10′ ′ sampai 6047′ 0′ ′ LS”. Sebagian besar DAS Ciliwung hulu berada di wilayah Kabupaten Bogor (30 desa) sisanya sebagian kecil berada di wilayah Kota Bogor (1 Kelurahan). Terdapat empat kecamatan di Kabupaten Bogor yang wilayahnya masuk dalam DAS Ciliwung hulu yaitu Kecamatan Sukaraja (2 desa), Kecamatan Ciawi (7 desa), Kecamatan Cisarua(10 desa), dan Kecamatan Megamendung (11 desa) (Gambar 11).

Gambar 11. Batas administrasi DAS Ciliwung Hulu

Luas DAS Ciliwung hulu 14.876,37 ha terdiri dari 6 sub-DAS yaitu : a. Sub DAS Ciesek : terletak di kecamatan Megamendung, dan Cisarua dengan

luas 2.499,76ha (16,80%).

(2)

b. Sub DAS Ciliwung hulu : terletak di Kecamatan Cisarua, Ciawi dan Megamendung dengan luas 5.906,78 ha (39,71%).

c. Sub DAS Cibogo : terletak di Kecamatan Ciawi, Cisarua dan Megamendung dengan luas 1.375,77 ha (9,25%).

d. Sub DAS Cisarua : terletak di Kecamatan Cisarua, luas 2.218,92 ha (14,92%). e. Sub DAS Cisukabirus : terletak di Kecamatan Ciawi dan Megamendung

dengan luas 1.696,91 ha (11,41%).

f. Sub DAS Ciseuseupan: terletak di Kecamatan Ciawi dan Megamendung dengan luas 1.178,23 ha (7,92%) (Gambar 12).

Gambar 12 Sub DAS di DAS Ciliwung Hulu

3.2. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

Wilayah pengamatan difokuskan pada kecamatan Ciawi, Cisarua dan Megamendung Kabupaten Bogor, ketiga kecamatan tersebut merupakan bagian terbesar dari wilayah DAS Ciliwung hulu, sehingga mempunyai pengaruh yang besar terhadap pengelolaan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu. Wilayah

(3)

perencanaan adalah DAS Ciliwung hulu dengan luas 14.876,37 ha. Wilayah perencanaan tersebut menggunakan batas DAS, karena DAS adalah satu kesatuan ekosistem yang secara bio-fisik tidak dapat disekat-sekat oleh batas administrasi. Hal tersebut sesuai dengan UUPPLH No 32/2009 yang menyebutkan bahwa DAS adalah suatu ekoregion.

Batas DAS Ciliwung hulu diperoleh dengan cara mendeliniasi peta kontur dan sungai di wilayah Kecamatan Cisarua, Megamendung, Ciawi, Sukaraja. Deliniasi dilakukan dengan menggunakan software ArcView 3.3. Berdasarkan UU No 7/2004 tentang Sumberdaya Air, DAS didefinisikan sebagai kawasan yang dibatasi secara topografis oleh punggung bukit, yang mana bila air hujan jatuh diatasnya akan dialirkan menuju suatu outlet tertentu. Berdasarkan hal itu, kriteria yang digunakan dalam pendeliniasian DAS adalah topografi berupa punggung bukit, dan arah aliran sungai. Untuk itu digunakan peta kontur dan peta sungai yang berasal dari peta Rupa Bumi Indonesia skala 1 : 10.000. Penentuan koordinat DAS mengacu peta DAS Ciliwung hulu dari BPDAS Citarum-Ciliwung, PPLH-IPB dan Biotrop.

Ruang lingkup kawasan yang diteliti adalah kawasan permukiman yaitu bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (UUPP No 4/1992; UUPR No 26/2007). Kawasan permukiman terdiri dari kawasan perumahan (rumah tinggal, villa, wisma), kawasan non perumahan (perdagangan, jasa, industri kecil/rumah tangga, hotel, restoran) dan sarana prasarana permukiman (fasilitas permukiman, dan jaringan jalan).

Ruang lingkup pengelolaan permukiman pada penelitian ini difokuskan pada perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian. Penurunan fungsi ekologi DAS Ciliwung hulu diakibatkan oleh perkembangan permukiman yang pesat, sehingga untuk mengatur dan mengendalikan perkembangan permukiman diperlukan perencanaan lokasi dan alokasi permukiman, evaluasi terhadap kawasan

(4)

permukiman yang ada (eksisting) dan rencana tata ruang serta kebijakan untuk mengendalikan perkembangan permukiman.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Data sosial, ekonomi, lingkungan, dan kelembagaan yang dipakai dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Sumber data primer adalah pakar, pejabat Pemda Kabupaten Bogor dan lokasi studi. Pakar ditentukan secara purposive sesuai dengan kriteria pakar yaitu bidang ilmu relevan dengan pengelolaan permukiman dan memahami issu yang sedang diteliti, atau praktisi dalam hal pengelolaan permukiman di DAS Ciliwung hulu. Berdasarkan hal tersebut, maka pakar dalam penelitian ini terdiri atas akademisi dan praktisi yang terkait dengan pengelolaan permukiman di DAS Ciliwung hulu yaitu permukiman, penataan ruang, pengelolaan lingkungan, pengelolaan DAS, dan kelembagaan.

Sumber data sekunder terdiri atas Bapeda Kabupaten Bogor, Dinas Tata Ruang dan Pertanahan Kabupaten Bogor, Dinas Cipta karya Kabupaten Bogor, Dinas Kependudukan Kabupaten Bogor, Kantor statistik Kabupaten Bogor, Kecamatan Cisarua, Megamendung dan Ciawi, BP DAS Citarum Ciliwung, UPT B P Sumberdaya Air Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane, PPLH IPB, Biotrop, Bakosurtanal, Direktorat Geologi Tata Lingkungan, perpustakaan , dan media elektronik.

3.4 Teknik Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer terdiri atas pendapat pakar dan observasi lapangan. Pengumpulan data primer untuk menggali pendapat pakar tentang kelembagaan yang relevan dengan pengelolaan permukiman dilakukan dengan wawancara terstruktur menggunakan kuestioner (Lampiran 1). Pengumpulan data primer untuk mengoreksi keakuratan hasil analisis citra dilakukan dengan observasi lapangan untuk mencatat koordinat titik-titik pengecekan yang mewakili 6 klasifikasi tutupan lahan menggunakan GPS. Titik-titik pengecekan berjumlah 49

(5)

titik, ditentukan secara purposive terdiri atas 6 klasifikasi tutupan lahan yang tersebar di Kecamatan Ciawi, Cisarua, Megamendung dan Sukaraja (Lampiran 2).

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder terdiri atas peta digital dan dokumen (hard copy dan soft copy). Peta digital terdiri atas: Rupa Bumi Indonesia (RBI), jenis tanah, curah hujan, batas DAS Ciliwung hulu, tutupan lahan tahun 1992, 1995, 2000, Citra tahun 2006, hidrogeologi, indeks konservasi alami, lahan kritis tahun 2006, kawasan rawan longsor, izin lokasi tahun 2005, serta RTRW Kabupaten Bogor 2000-2010 dan 2005-2025. Dokumen terdiri atas: kependudukan, KB, hidrologi, lingkungan, fasilitas sosial, perizinan, peraturan perundang-undangan, tugas pokok dan fungsi instansi terkait, kebijakan serta dokumen dan literatur yang relevan dengan pengelolaan kawasan permukiman di DAS. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui telaah dokumen dan literatur, serta mengunduh dari media elektronik. Selain itu pengumpulan data sekunder tentang kebijakan permukiman diperdalam dengan cara diskusi dengan pejabat dari Dinas Tata Ruang dan Pertanahan, Bapeda, Dinas Cipta Karya dan Dinas Kependudukan & KB pada Pemda Kabupaten Bogor. Selanjutnya uraian lebih lengkap tentang data sekunder dapat dilihat pada Bab V, VI dan VII.

3.5. Metode Analisis

3.5.1 Analisis Kesesuaian Kawasan Permukiman

Penilaian kesesuaian kawasan permukiman menggunakan kriteria kesesuaian lahan (land suitability) yang digunakan oleh Van der Zee (1990), maupun berdasarkan berbagai peraturan yang berkaitan dengan penataan permukiman yaitu : PP No 26/2008 tentang RTRWN; Perpres No 54/2008 tentang Penataan Ruang kawasan Jabodetabekpunjur; Keppres No 32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; SK Dirjen Reboisasi & Rehabilitasi Lahan No 073/Kpts/1994 tentang Pedoman Penyusunan Pola Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai; SK Menteri Pekerjaan Umum No

(6)

20/KPTS/986 tentang Pedoman Teknik Pembangunan Perumahan Tidak Bersusun; Perda Provinsi Jawa Barat No 2/2006 tentang Kawasan Lindung; Perda Kabupaten Bogor No17/2000 dan No 19/2008 tentang RTRW Kabupaten Bogor. Berdasarkan hal tersebut kriteria kawasan permukiman secara garis besar adalah : a) berlokasi di kawasan budidaya b) aman dari bahaya bencana dan; c) kualitas tapak permukiman.

Parameter yang digunakan untuk mengukur ketiga kriteria adalah :

a) Kriteria permukiman berlokasi di kawasan budidaya : terdiri dari 6 parameter yaitu: kemiringan lereng, curah hujan, jenis tanah, sempadan sungai, status hutan dan ketinggian tempat.

b) Kriteria permukiman aman dari bencana alam terdiri dari 1 parameter yaitu longsor.

c) Kriteria kualitas tapak permukiman terdiri dari 2 parameter yaitu kemiringan lereng dan ketinggian tempat.

Pada penelitian ini dilakukan modifikasi terhadap klasifikasi dari Van der Zee (1991), kesesuaian kawasan permukiman di klasifikasikan menjadi tiga, yaitu: sesuai, agak sesuai, dan tidak sesuai. Dalam hal ini lahan yang sangat sesuai dan sesuai untuk permukiman dijadikan satu klasifikasi dengan nama “sesuai”. Penggabungan dilakukan dengan pertimbangan kedua klasifikasi tersebut tidak membutuhkan persyaratan tambahan untuk dijadikan kawasan permukiman, sedangkan untuk klasifikasi agak sesuai dan tidak sesuai dibutuhkan persyaratan lain (misalnya teknologi) apabila akan dijadikan kawasan permukiman.

Untuk menganalisis kawasan sesuai permukiman digunakan sistem informasi geografis (SIG) (Ligtenberg et al. 2004; Syartinilia et al. 2006; Saroinsong et al. 2006), melalui perangkat lunak Arcview GIS 3.3 dengan fasilitas geoprosesing (Nuarsa 2005). Peta digital dari 7 parameter kesesuaian kawasan permukiman (Lampiran 3,4,5,6,7,8 dan 9) dianalisis secara bertahap (Bab V).

(7)

3.5.2. Analisis Status Keberlanjutan Permukiman

Dimensi keberlanjutan yang dianalisis adalah dimensi ekologi, dimensi sosial, dimensi ekonomi dan prasarana, dimensi kelembagaan dan dimensi teknologi dan informasi. Indikator untuk mengukur keberlanjutan permukiman terdiri atas 45 atribut. Atribut-atribut tersebut adalah: 9 atribut dimensi ekologi; 9 atribut dimensi sosial; 10 atribut dimensi ekonomi dan prasarana; 10 atribut dimensi kelembagaan; dan 7 atribut dimensi teknologi dan informasi.

Analisis status keberlanjutan menggunakan metode penilaian cepat multi disiplin (multi disiplinary rapid appraisal), yaitu Multi Dimensional Scaling (MDS) dengan perangkat lunak Rapfish (Pitcher 1999; Kavanagh dan Pitcher 2004; Fauzy dan Anna 2005). Prosedur analisis keberlanjutan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: a) mereview dan mendefinisikan atribut dari 5 dimensi keberlanjutan; b) membuat skoring sesuai atribut dan acuan yang dipakai; c) menganalisis dengan metode MDS untuk menentukan posisi relatif terhadap ordinasi good dan bad; d) melakukan simulasi Monte Carlo dan Leverage untuk menentukan aspek ketidakpastian dan anomali dari atribut yang dianalisis (Kavanagh dan Pitcher 2004).

3.5.3. Analisis Kelembagaan (Institusi)

Parameter yang dipakai dalam analisis kelembagaan terdiri atas 4 elemen yang dipilih dari 9 elemen yang dikembangkan oleh Saxena (Eryatno 1999). Elemen tersebut adalah : a)Lembaga yang terlibat dalam pengelolaan permukiman; b) Kendala yang dihadapi; c) Aktivitas atau program yang dibutuhkan; d)Perubahan yang diharapkan. Pemilihan ke 4 elemen tersebut didasarkan pada hasil penelusuran terhadap berbagai literatur yang berkaitan dengan penataan ruang dan pengelolaan DAS Ciliwung, wawancara dengan para pakar dan hasil identifikasi terhadap permasalahan di DAS Ciliwung,

Analisis kelembagaan menggunakan metoda Interpretative Structural Modelling (ISM). Metoda ISM dibagi dalam dua bagian, yaitu penyusunan

(8)

hierarki dan klasifikasi sub elemen (Eriyatno dan Sofyar 2006). Secara garis besar tahapan metoda ISM adalah :

a. Penguraian setiap parameter menjadi beberapa elemen. b. Penetapkan hubungan kontekstual antar elemen. c. Penyusunan Structural Self Interaction Matrix (SSIM) d. Pembuatan tabel Reachability Matrix (RM)

e. Penyusunan matriks Driver-Power-Dependence (DPD) untuk setiap elemen

3.5.4. Analisis Kebijakan dengan Model Dinamik Analisis model dinamik terdiri atas: :

(a) Tahap Analisis : analisis kebutuhan dan identifikasi sistem. Identifikasi sistem dimaksudkan untuk mengidentifikasi berbagai variabel yang berpengaruh secara nyata dalam sistem. Penentuan variabel yang berpengaruh dilakukan setelah berdiskusi dengan pakar serta meneliti berbagai literatur yang berkaitan dengan penataan ruang dan permukiman di DAS Ciliwung hulu.

(b) Rekayasa model: membuat diagram input output dan pembuatan model. Diagram input output terdiri dari peubah input, peubah output dan parameter-parameter yang membatasi struktur sistem (Eriyatno 1999). Input lingkungan adalah parameter yang berasal dari luar sistem mempengaruhi sistem secara global. Input tidak terkontrol adalah parameter dari dalam sistem yang tak dapat dikendalikan. Input terkontrol adalah parameter yang berasal dari sistem dan sangat berpengaruh pada sistem. Output yang dikehendaki adalah hasil yang diharapkan dari sistem. Output yang tidak dikehendaki adalah dampak yang tidak diharapkan dari sistem, output ini perlu dikelola agar dapat menjadi input terkontrol untuk masuk kembali kedalam sistem. Causal loop tersebut menggambarkan hubungan antar variabel dalam sistem pengelolaan permukiman di DAS Ciliwung hulu, yang selanjutnya merupakan dasar bagi pembuatan model dinamik.

(9)

(d) Validasi model: untuk mengetahui apakah model yang dikembangkan dapat diterima secara akademik. Untuk itu dilakukan uji validitas kinerja dan uji validitas konstruksi (Muhammadi et al. 2001). Uji validitas kinerja, selain menguji kesesuaian antara perilaku output model dengan perilaku data empirik, juga untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam struktur model yang dibuat. Uji validitas kinerja dilakukan dengan menggunakan uji statistik AME (absolute means error), AVE(absolute variations error), Kalman Filter (KF) dan Durbin Watson.

(e) Verifikasi model : agar diperoleh keyakinan bahwa model yang dibuat sudah mendekati kenyataan, dilakukan uji kestabilan struktur untuk melihat sejauh mana struktur model yang telah dibangun dapat menjelaskan struktur sistem nyata yang berlaku. Untuk itu diukur kekuatan (robutness) struktur sistem dalam dimensi waktu. Selanjutnya dilakukan simulasi terhadap struktur model agregat dan disagregat. Simulasi keduanya harus menghasilkan pola perilaku yang sama (Muhammadi et al. 2001).

(f) Analisis sensitivitas: sensitivitas adalah respon model terhadap stimulus yang ditunjukkan oleh perubahan perilaku/kinerja model yang dalam hal ini diwakili oleh level/stock (Muhammadi et al. 2001). Uji sensitivitas dilakukan melalui intervensi terhadap parameter input (intervensi fungsional) atau struktur sistem (intervensi struktural), tujuannya mencari variabel dan faktor kunci. (g) Simulasi model: salah satu aspek penting dalam analisis kebijakan dengan

menggunakan model dinamik adalah simulasi model (Muhammadi et al. 2001). Simulasi memberikan suatu deskripsi perilaku sistem sejalan dengan bertambahnya waktu (Tasrif 2004). Kondisi inisial (initial condition) diperlukan untuk membuat simulasi pada saat start pertamakali (Guo et al. 2001). Simulasi dilakukan terhadap model dinamis dengan mengkombinasikan parameter hasil uji sensitivitas. Hasil simulasi terhadap kombinasi parameter ditafsirkan dalam kebijakan nyata. Analisis kebijakan menggunakan simulasi: dilakukan melalui beberapa skenario. Skenario dibuat dengan model tetap tetapi parameter dari fungsi-fungsi diubah. Langkah yang digunakan dalam

(10)

simulasi model adalah : i)memilih parameter-parameter yang memiliki sensitivitas tinggi; ii) mengkombinasikan parameter terpilih; iii) melakukan uji sensitivitas kombinasi parameter terpilih; iv) menafsirkan kombinasi parameter terpilih dalam pernyataan kebijakan di dunia nyata.

3.6. Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian adalah sebagai berikut (Gambar 13)

1. Analisis kesesuaian kawasan permukiman meliputi : a) penilaian kesesuaian kawasan untuk permukiman; b) penilaian keselarasan antara kawasan untuk permukiman dengan RTRW; c) penilaian keselarasan antara kawasan untuk permukiman dengan tutupan lahan eksisting 2006, dan; d) penilaian keselarasan antara RTRW dengan tutupan lahan eksisting; e) penilaian keselarasan antara tutupan lahan eksisting dengan RTRW dan kawasan sesuai permukiman hasil analisis. Analisis dilakukan pada Bab V.

2. Analisis status keberlanjutan DAS Ciliwung hulu sebagai kawasan permukiman. Analisis status keberlanjutan terdiri atas : dimensi ekologi, dimensi sosial, dimensi ekonomi dan prasarana, dimensi kelembagaan , serta dimensi teknologi dan informasi. Analisis dilakukan pada Bab VI.

3. Analisis kelembagaan meliputi: kendala yang dihadapi, aktivitas/program yang dibutuhkan, perubahan yang diharapkan, lembaga yang terlibat. Analisis dilakukan pada Bab VII.

4. Perancangan model dinamis pengelolaan kawasan permukiman di DAS Ciliwung hulu, menggunakan input hasil analisis butir 1,2 dan 3. Selanjutnya membuat skenario dan menilai alternatif kebijakan. Analisis dilakukan pada Bab VIII.

3.7. Definisi Operasional

Beberapa istilah yang dipakai dalam penelitian ini mempunyai pengertian sebagai berikut :

(11)

1. Daerah Aliran Sungai (DAS): adalah suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung air yang berasal dari curah hujan, menyimpan dan mengalirkannya melalui sungai dan anak-anak sungai ke danau atau ke laut secara alami. Batas di darat berupa pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan perairan yang yang masih terpengaruh aktivitas daratan (PP 26/2008).

(12)

2. Daya dukung lingkungan hidup: kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan mahluk hidup lain (UU LH No 23/1997; UU PPLH No 32/2009).

3. Daya dukung lingkungan : tingkat konsumsi sumberdaya dan pembuangan limbah maksimum yang masih dapat dipertahankan tanpa batas waktu dan secara progresif tidak mengganggu bioproduktivitas dan integritas ekologi suatu kawasan (Khanna et al. 1999).

4. Daya tampung lingkungan hidup : kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan atau komponen lain yang masuk dan dimasukan ke dalamnya (UU LH No 23/1997; UU PPLH No 32/2009).

5. Disinsentif: Pengaturan yang bertujuan membatasi pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang (UU PR No 26/2007).

6. Free riders adalah pihak-pihak yang mendapatkan manfaat dari penggunaan sumberdaya tetapi tidak berkontribusi pada biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk memelihara dan mengatur pemanfaatan sumberdaya tersebut (Sterner 2003).

7. Hak Guna Bangunan (HGB) : hak untuk mendirikan bangunan di atas tanah yang bukan miliknya. HGB dapat dikenakan pada tanah yang dikuasai langsung oleh negara melalui penetapan pemerintah atau pada tanah hak milik karena perjanjian antar pemilik tanah dengan pihak yang akan memperoleh HGB. Jangka waktu berlakunya HGB paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang dalam jangka waktu 20 tahun. HGB dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain, dapat dicabut untuk kepentingan umum, dan dihentikan sebelum masa berlakunya berakhir karena ada syarat yang tidak dipenuhi(UUPA No 5/1960)

8. Hak Guna Usaha (HGU): hak untuk menguasai tanah yang dikuasai langsung oleh negara, melalui penetapan oleh pemerintah. HGU digunakan untuk perusahaan, pertanian, perikanan, peternakan. Jangka waktu berlakunya HGU paling lama 25 tahun, sedangkan untuk perusahaan jangka waktu paling lama

(13)

35 tahun, dan dapat diperpanjang paling lama 25 tahun. HGU dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain, dapat dicabut untuk kepentingan umum, dapat dihentikan sebelum masa berlakunya berakhir karena ada syarat yang tidak dipenuhi(UUPA No 5/1960).

9. Hak Milik (HM) : hak atas tanah yang bersifat turun-temurun, terkuat dan terpenuh dibandingkan hak-hak atas tanah lainnya. Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain, hanya warganegara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik. Hak milik yang hapus karena hukum kembali menjadi tanah negara (UUPA No 5/1960)

10. Hak Pakai: hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain. Sepanjang mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh negara, pengalihan hak atas izin pejabat berwenang (UUPA No 5/1960).

11. Izin Mendirikan Bangunan (IMB): izin yang diberikan Pemda kepada perorangan atau badan untuk membangun. Mendirikan bangunan adalah suatu kegiatan membangun, memperbaharui, merubah, mengganti seluruh atau sebagian, dan memperluas bangunan (Perda Kabupaten Bogor No 23/2000). 12. Izin lokasi: izin yang diberikan kepada perusahaan untuk memperoleh tanah

yang diperlukan dalam rangka penanaman modal yang berlaku pula sebagai izin pemindahan hak, dan untuk menggunakan tanah tersebut guna keperluan usaha penanaman modalnya (Perda Kab Bogor No 19/2000).

13. Indeks Pembangunan Manusia (IPM): indeks komposit yang digunakan sebagai alat ukur yang menggambarkan pencapaian pembangunan manusia yang dicapai oleh suatu wilayah dengan komponen pendidikan, kesehatan dan daya beli ( BPS).

14. Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) : izin yang diberikan oleh Pemda kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan (Perda Kab Bogor No 19/2000).

(14)

15. Kawasan andalan: bagian dari kawasan budidaya yang pengembangannya diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan di sekitarnya (PP No 26/2008).

16. Kawasan budidaya: wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumberdaya buatan (UU PR No 26/2007; PP No 26/2008)

17. Kawasan lindung: wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan buatan (UU PR No 26/2007; PP No 26/2008).

18. Kawasan permukiman: bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (UUPP No 4/1992; PP No 26/2008).

19. Kawasan strategis nasional: wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan (UUPR No 26/2007; PP No 26/2008).

20. Kebijakan yang diinginkan (desirable): kebijakan yang didukung oleh semua unsur (Muhammadi et al. 2001)

21. Kebijakan yang layak (feasible): kebijakan yang dapat dilaksanakan dalam dunia nyata (Muhammadi et al. 2001).

22. Kelembagaan: diartikan sebagai suatu tatanan dan pola hubungan antara anggota masyarakat atau organisasi yang saling mengikat yang dapat menentukan bentuk hubungan antar manusia atau antara organisasi, diwadahi dalam suatu organisasi atau jaringan, ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan pengikat berupa norma, kode etik aturan formal maupun informal untuk pengendalian prilaku sosial, dan diberikan insentif untuk bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama (Djogo et al. 2003).

(15)

23. Ketentuan amplop ruang: meliputi ketentuan koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien lantai bangunan (KLB), koefisien dasar ruang hijau (KDH) dan garis sempadan bangunan (GSB) (UUPR No 26/2007).

24. Koefisien Dasar Bangunan (KDB): angka koefisien yang menunjukkan perbandingan antara luas bangunan lantai dasar dengan luas lahan kaveling atau lahan peruntukan dalam satuan persen.

25. Lahan kritis adalah tanah-tanah yang tidak produktif, dengan kondisi yang tidak memungkinkan untuk diusahakan sebagai lahan pertanian, tanpa usaha-usaha rehabilitasi lebih dahulu(Ditjen Pengelolan lahan dan air Deptan, 2008) 26. Pengelolaan Lingkungan hidup: upaya terpadu untuk melestarikan fungsi

lingkungan hidup yang meliputi: penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan dan pemulihan; pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup (UU PLH No 23/1997; UU PPLH No 32/2009).

27. Pengendalian permukiman: upaya untuk mewujudkan tertib permukiman (UUPR No 26/2007).

28. Penggunaan lahan: merupakan kegiatan manusia pada sebidang lahan, penggunaan lahan yang terjadi berpengaruh terhadap tutupan lahan (Lillesand dan Kiefer 2000).

29. Peraturan zonasi: ketentuan yang mengatur persyaratan pemanfaatan ruang dan unsur-unsur pengendaliannya yang disusun untuk setiap zona/blok peruntukan sesuai dengan rencana rinci tata ruang(UUPR No 26/2007).

30. Prasarana lingkungan: kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkin kan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya(UU PP No 4/1992).

31. Rencana rinci tata ruang kawasan permukiman : terdiri atas rencana terperinci (detail) tata ruang dan rencana teknik ruang. Rencana terperinci (detail) tata ruang kawasan menggambarkan antara lain zonasi atau blok alokasi pemanfaatan ruang (block plan). Rencana teknik ruang pada setiap blok kawasan menggambarkan antara lain rencana tapak atau tata letak (site plan)

(16)

dan tata bangunan (building lay out) beserta prasarana dan sarana lingkungan serta utilitas umum(PermenPera No 33/2006).

32. Sarana lingkungan: fasilitas penunjang yang berfungsi menyelenggarakan dan mengembangkan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya, seperti fasilitas pemerintahan, pendidikan, pelayanan kesehatan, perbelanjaan, tempat ibadah, rekreasi dan kebudayaan, olah raga dan lapangan terbuka, serta ruang terbuka hijau(UU PP No 4/1992)).

33. Sub DAS: bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama. Setiap DAS terbagi menjadi sub DAS-sub DAS. 34. Tutupan Lahan: merupakan perwujudan fisik obyek-obyek yang menutupi

lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap obyek-obyek tersebut (Lillesand dan Kiefer 2000).

35. Wilayah : ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional (UUPR No 26/2007)

Gambar

Gambar 11. Batas administrasi DAS Ciliwung Hulu Luas DAS Ciliwung hulu 14.876,37 ha  terdiri dari 6 sub-DAS  yaitu : a
Gambar 12  Sub DAS di DAS Ciliwung Hulu
Gambar 13  Bagan Alir Tahapan Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

10 Dalam kehidupan Kraton, nilai-nilai feodal- isme masih dijaga dan dijalankan. Salah satu praktik feodalisme yang ada adalah stratifikasi sosial masyarakat, yang

Pada penelitian ini profil yang digunakan yaitu profil I kompak simetris ganda terhadap sumbu kuat, baja profil I menggunakan produk dari PT Krakatau Wajatama dibawah

Sehingga dapat dihindari terjadinya perbedaan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan seperti yang telah ditetapkan (tidak tepat sasaran). Proses komunikasi dalam

"ingkat diskonto &ang digunakan dalam perhitungan nilai kini dari pemba&aran se,a minimum adalah tingkat bunga impli/it dalam se,a- #amun) *ika tingkat

untuk pemenuhan air baku untuk Irigasi, Industri dan domestik Kab./Kota Bandung. - Sodetan Cibatarua Garut Membangun Waduk Cibatarua

Keberadaan Undang-undang No: 43 Tahun 2007 tentang perpustakaan memicu pertumbuhan perpustakaan yang sangat nyata di Indonesia. Analisis tentang Perpustakaan Umum di

Belum lagi ditambah dengan polusi udara dari emisi gas buang dari kendaraan bermotor yang berlalu-lalang dan terjebak kemacetan akan membuat tingkat urban heat island pada