___________________________________________________________________________________ IATMI 2007-TS-26
TINGKAT KEHANDALAN PIPELINE PADA TRANSPORTASI
MINYAK DAN GAS DENGAN MENGGUNAKAN
METODA PIPELINE INTEGRITY MANAGEMENT SYSTEM (PIMS)
Oleh :
M.Yudi. M. Sholihin
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Jl. Kapten Tendean No. 24Jakarta Selatan, 12720
Email : [email protected]
ABSTRAK
Guna mengidentifikasi tingkat kehandalan pipa penyalur yang merupakan salah satu aset perusahaan yang dinyatakan peralatan kritis ini keberagaman pada plant produksi minyak dan gas, diperlukan metodologi yang terintegrasi dengan kondisi operasional ekonomisnya umur peralatan dan sesuai dengan arah pencapaian tujuan yang handal, aman dan ekonomis sepanjang umur pakai design. Solusi untuk mengurangi resiko penurunan produksi di sektor industri Migas adalah salah satu resiko yang diakibatkan oleh rendahnya tingkat kehandalan pipa penyalur, bahkan tidak teridentifikasi sama sekali, pipeline integrity management system (PIMS) adalah suatu metodologi yang memanfaatkan resiko sebagai metoda dasar untuk merencanakan inspeksi dan strategi pemeliharaan yang komprehensif dan terintegrasi antara metodologi RBI dan metoda lainnya untuk melakukan refurbishment design option, repair/replacement decision support, dengan kondisi operasional sepanjang lama operasi
Kata Kunci : PIM, Loss Production Solution, MIGAS
1.
PENDAHULUANKehandalan peralatan kritikal sangat diperlukan dalam pengoperasian plant, khususnya di dalam produksi minyak dan gas, dimana beroperasi peralatan pada daerah yang secara nyata beresiko tinggi dikarenakan dampak dan kemungkinan kegagalan akan berpengaruh terhadap berlangsungnya proses produksi, K3, dan finansial. Dalam hal ini sangat erat kaitannya dengan kehandalan (reliability), keberadaan (availability), dan profitability. Pipeline Integrity Management System yang lebih dikenal dengan sebutan PIMS adalah salah satu methoda yang terintegrasi dengan methoda-methoda yang lain seperti RBI, RCM dan lain-lain guna membuat solusi dalam pengoperasian plant yang optimum.
2.
LATAR BELAKANG TEKNIS DAN METODOLOGI2.1. Pendekatan Umum Mengenai PIMS Pelaksanaan operasional produksi minyak dan gas, fasilitas-fasilitas yang dinyatakan kritis, selalu dimonitor agar tidak terjadi penurunan produksi karena kebocoran. Kebocoran tersebut selalu dikaitkan dengan isu mengenai korosi dan atau penurunan kualitas peralatan dikarenakan cacat lainnya, terutama pada peralatan-peralatan yang dinyatakan critical atau istilah operational adalah alat produksi utama . Pemahamam umum terhadap methodologi inspeksi dimana, pengetatan kualitas terhadap kegiatan-kegiatan sering dikaitkan terhadap penghambatan terhadap progress produksi didalam hal kegiatan-kegiatan repair ,kontruksi dan lain lain, hal ini karena tidak adanya sosialisasi terhadap korelasi terhadap peningkatan kehandalan yang dihubungkan terhadap peningkatan produksi ang
___________________________________________________________________________________ IATMI 2007-TS-26 berakibat terhadap peningkatan ekonomisnya
plant.
Pipeline Integrity Management System (PIMS) , adalah suatu metoda yang dapat mengitegrasikan terhadap perencanaan inspeksi dan strategi pemeliharaan yang konperhensip dengan berdasarkan kepada Risiko sebagai metoda dasarnya Metodologi PIMS dapat membantu mengembangkan dan mengimplementasikan perencanaan Inspeksi , mengorganisasikan dan menggerakkan bagian-bagian dari management perusahaan sesuai dengan keahlian dan tugasnya untuk membuat rumusan yang strategis terhadap pelaksanaan 3R (Refurbishment, Repair, Replacement) dan decision support dalam hal pencegahan apabila terjadi emergensi shutdown .
Tentunya fungsi management yang lainnya yang terkait dengan PIMS ini adalah fungsi Control yang diaplikasikan sebagai technical audit yang sangat diperlukan untuk mencegah ketidak logik-kan dari seluruh hasil kegiatan yang dlakukan secara Qualitatif, Semi Quantitatif dan Quantitatif didalam memutuskan untuk menentukan strategy pemeliharaan dan rencana inspeksi yang sesuai dengan tingkat kekritisan pada produksi minyak dan gas.
Tujuan dari beberapa kegiatan projek untuk mengembangkan secara formal sistem management yang terintegrasi ini (PIMS) guna mendapatkan hasil yang obyektif yang handal, ekonomis, dan aman pada produksi migas, perlu dilakukan dengan beberapa tahapan sebagai berikut.
a. Melaksanakan fungsi-fungsi management yang terintegritasi terhadap kegiatan bisnis perusahaaan dan HSE sebagai objective dari perusahaan
b. Mengembangkan proses bisnis tersebut untuk memastikan bahwa semua bagian-bagian dari organisasi memiliki kontribusi yang efektif terhadap sasaran, hasil aset manajemen yang terintegrasi tersebut .
c. Menyediakan prosedur teknis guna memastikan bahwa asset integrity adalah aset yang diatur secara eksplisit, hal ini sering disebut Work Pack.
d. Menciptakan suatu sistem pelaporan pada seluruh level management yang akan mereka menentukan level
integritas yang mudah dipahami dan dilaksanakan dengan pemahaman yang lebih baik untuk merencanakan.
e. Pelaporan yang simpel dan mudah dipahami sangat efektif untuk diimplementasikan oleh pihak lain di dalam suatu kelompok di perusahaan. f. Sistem yang ada dan telah
dilaksanakan adalah sistem yang perlu direkomendasikan untuk dilakukan optimisasi dan diharmonisasikan sesuai dengan kondisi yang praktis yang telah dilaksanakan.
g. Pelaksanaan/implementasi PIM secara khusus dilakukan menjadi 4 (empat) tahapan yang berbeda, ditambah tahapan ahir sebagai rekomendasi seperti yang terlihat dalam gambar flowchart PIMS
h. Sistem audit terhadap kelompok manajemen, yang dilakukan fokus terhadap aktivitas proses operational yang terkait dengan peralatan critical dan non kritikal yang terlebih dahulu dilakukan taskforce serta mengevaluasi efektifitas mereka dalam menentukan sasaran terhadap Asset Management yang terintegritasi.
Technical Audit
Technical Audit ini adalah suatu sistem pengawasan dan evaluasi yang terperinci dari mulai tahapan umum sampai kepada tahapan yang spesifik yang sedang dan telah berjalan sesuai dengan praktek dan prosedur terhadap sistem yang tersedia. Prosedur yang praktis ini diimplementasikan sesuai dengan tingkatan work instruction yang tepat, spesifik dalam menentukan sasaran asset management yang terintegritasi. Jangka waktu audit bervariasi sesuai dengan ruang lingkup dari PIM dan kapasitas client.
Mengembangkan dan mengimplementasikan perencanaan.
Action plan PIM adalah dikembangkan untuk guideline dari implementasi sistem managemant asset yang logik dan prioritasnya terarah. Perencanaan ini termasuk di dalamnya aktivitas yang spesifik dan detail, yang bertanggung jawab terhadap bagian-bagian dari kegiatan yang dituangkan ke dalam milestone untuk memonitor progress yang berkelanjutan.
___________________________________________________________________________________ IATMI 2007-TS-26 Implementasi dan Training
Implementasi dari sistem PIM ini termasuk di dalamnya training terhadap tingkatan-tingkatan personal yang sesuai dengan pemahaman PIM secara umum dan memiliki spesifik skill yang berhubungan dengan job descripton pekerjaan. Secara khusus mereka mempersyaratkan 2 atau 3 bulan periode untuk pelaksanaan. Utilisasi tim yang memiliki skill dan pengalaman yang cukup tinggi. Implementasi perencanaan pengembangan dikhususkan terhadap persyaratan yang dibutuhkan dilakukan dari mulai 6 bulan sampai dengan 3 tahun.
Untuk level Management sebagai pemrakarsa project dilakukan dengan training level management dengan kompetensi pemahaman teknis secara umum dan pengetahuan tingkatan otorisasi dalam prosedur serta pendelegasian Workpack .
Level facilitator sebagai penentu dalam kegiatan PIMS ini diperlukan untuk mengguide dari seluruh level di bawahnya dalam mengimplementasikan seluruh kegiatan yang telah diprioritaskan dalam Workpack, level ini adalah engineer level 1 yang telah bepengalaman di dalam pelaksanaan RBI atau RCM minimal 2 (dua) proyek dan telah mengikuti training level 2 (faciltator) dan lulus uji kompetensi yang dilakukan oleh level 3 trainer dari badan atau perusahaan yang memiliki lisensi dari vendor yang memiliki kapability tersebut.
Level engineer (level 1) ini diperlukan untuk sebagai pelaksana dalam pekerjaan PIMS ini dimana di samping telah memiliki kompetensi dan sertifikat RBI atau RCM level satu dari lembaga/individu penguji yang memiliki wewenang dan lisensi dari vendor pemilik program tersebut dan yang telah berpengalaman dalam implementasi di bidangnya . Level basic adalah diperlukan untuk membantu level 1 dalam pelaksanaan pekerjaannya, dimana level ini juga telah memiliki kompetensi dan sertifikat minimum level Basic.
2.2. Risk Based Inspection (RBI)
Sistem RBI merupakan metoda semi-kuantitatif atas penilaian resiko yang menggunakan matriks resiko 3 x 3, 4 x 4 atau 5
x 5 untuk merepresentasikan tingkat-tingkat resiko yang berbeda-beda.
2.2.1. Pengembangan Rencana RBI
Secara ringkas pengembangan rencana RBI yang terdiri dari:
• Interval inspeksi: interval ini ditentukan berdasarkan tingkat kekritisan dan peringkat inspeksi; • Metoda inspeksi: metoda ini
ditentukan dengan mempertimbangkan peluang
terjadinya kegagalan; dan
• Ruang lingkup inspeksi: aspek ini
ditetapkan setelah mempertimbangkan
konsekuensi-konsekuensi kegagalan.
Pada intinya, seluruh proses pengembangan perencanaan RBI mengarah pada usaha-usaha meminimalkan (minimize) biaya yang meliputi: Biaya operasi Secara umum, metoda-metoda penilaian atas resiko dilukiskan sebagai berikut:
1. Kuantitatif (pemodelan probability
/ peluang, statistik, dan
matematik);
2. Semi-Kuantitatif (analisis didasarkan atas aturan); dan
• Kualitatif (putusan para ahli).langsung (biaya penanganan korosi dan managemen inspeksi serta biaya inspeksi); dan
• Biaya operasi tidak langsung (biaya pemeliharaan, biaya terhentinya operasi, dan biaya kehilangan produksi).
2.2.2. Penilaian Atas Pemeringkatan RBI Pemeringkatan RBI merupakan suatu ikhtisar gambaran menyeluruh tentang resiko yang didasarkan atas konsekuensi-konsekuensi kegagalan dan peluang terjadinya kegagalan yang secara ringkas disusun dalam tabel II.1 2.2.3. Penilaian Konsekuensi Kegagalan
(Probability of Failure)
Ada 8 kriteria untuk menghitung nilai rating konsekuensi-konsekuensi kegagalan.
___________________________________________________________________________________ IATMI 2007-TS-26 Adapun ikhtisarnya sebagPIMana ada dalam
tabel II.2.
2.2.4. Penilaian Peluang Terjadinya Kegagalan (Consequences of Failure) Rating peluang terjadinya kegagalan merupakan peluang tertinggi dihitung dari model-model dan aturan-aturan yang mengevaluasi peluang terjadinya kegagalan melalui mekanisme-mekanisme yang bersesuaian dengan tipe peralatan instalasi kerja pipa dan peralatan statik-produksi minyak dan gas.
Korosi internal; Korosi pengelasan (Weld Corrosion); Korosi eksternal termasuk korosi di bawah insulasi; dan Erosi. Dalam sistem RBI, model-model peluang terjadinya kegagalan dilaksanakan pada 3 tingkatan:
1. Mengukur tingkat deteriorasi dari hasil-hasil inspeksi yang diberlakukan sebagai aturan melalui review integritas plant; 2. Memprediksi tingkat deteriorasi
didasarkan atas standar industri atau metoda perhitungan spesifik plant, seperti metoda de Waard & Milliams untuk korosi karbon dioksida pada material baja karbon atau aturan API 14E untuk erosi 2.2.5. Pengembangan Rencana Inspeksi
Proses RBI memberikan tiga tingkat kebebasan dalam mengembangkan rencana inspeksi, yaitu :
• Rating kekritisan, dalam kombinasi dengan indeks keyakinan digunakan untuk menentukan interval mayoritas inspeksi; • Konsekuensi kegagalan digunakan untuk
menurunkan ruang lingkup inspeksi; dan
• Peluang terjadinya kegagalan
mengidentifikasi mekanisme kegagalan yang diharapkan dan dipakai untuk pengujian dengan menggunakan metoda NDT(11,12,13).
2.2.6. Penentuan Metoda Inspeksi
Pilihan atas metoda inspeksi NDT didasarkan atas peluang kegagalan. Tabel II.4 disusun sebagai petunjuk. Seleksi terakhir atas metoda yang harus dibuat pada saat inspeksi direncanakan dapat didasarkan atas aspek
teknologi yang tersedia dengan aspek pilihan ekonomis.
2.2.7. Kriteria Penerimaan Hasil Pengujian dan Implementasi Sistem PIMS pada Produksi Minyak dan Gas
Semua komponen peralatan di produksi minyak dan Gas (MIGAS), dalam hal cara membuat, dan memasangnya diatur oleh suatu standar. Standar biasanya menerangkan persyaratan-persyaratan minimum untuk desain bahan, fabrikasi, konstruksi, tes/pengujian, dan inspeksi dari komponen atau sistim pemipaan. Dengan cara yang sama, lingkup penggunaan untuk setiap standar didefinisikan dalam standar. Salah satu Standar ASME yang berkaitan dengan sistim pemipaan. Minyak dan Gas secara langsung adalah ASME B 31. 8 untuk pipa gas dan ASME B 31. 4 untuk minyak, ASME B 31. 3 untuk rekayasa pemipaan, ASME B31.8S untuk PIM, API 750 untuk managemen keselamatan, API 1104 untuk standar Sistim pemipaan ,API 570 untuk sistim pemipaan, API 653 untuk perbaikan dan inspeksi tangki penimbun, API BRD 581 hasil penelitian API sebagai referensi pelaksanaan RBI, API RP 580 rancangan untuk patokan pelaksanaan RBI, API 14 E standar untuk perhitungan tingkat erosi pada sistim pemipaan, dan modifikasi API 14E Salama Venkatesh untuk perhitungan tingkat erosi dalam pengujian RBI.
2.2.8. Inspection Test Plant (ITP) Pada Pipeline dan Bejana Tekan
Format ini diperlukan untuk persetujuan dari yang berwenang terhadap pelaksanaan sertifikasi peralatan yang dilakukan oleh pihak ketiga PJIT. Isian format ini secara terperinci dan harus dilakukan sesuai dengan standar dan peraturan yang berlaku.
Contoh format dilampirkan dalam makalah ini
3. CASE STUDY DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Analisis Hasil Uji Risk Based
Inspection (RBI)
Guna mendapatkan hasil tingkat kekritisan pipa dari suatu System pemipaan
___________________________________________________________________________________ IATMI 2007-TS-26 yang ada di lapangan eksplorasi dan produksi
minyak dan gas yang jaringannya rumit (complicated) digunakan metoda RBI seperti yang telah dijelaskan diatas dan hasil akhirnya ditunjukkan dalam Tabel III.1,
3.2. Pembahasan
Analisis Hasil Uji Risk Based Inspection (RBI) Guna mendapatkan hasil tingkat kekritisan pipa dari suatu System pemipaan yang ada di lapangan eksplorasi dan produksi minyak dan gas yang jaringannya rumit (complicated) digunakan metoda RBI seperti yang telah dijelaskan diatas dan hasil akhirnya ditunjukkan dalam Tabel III.1.
3.3. Implementasi PIM pada plant produksi Minyak dan Gas
Metoda RBI telah diterapkan terhadap beberapa perusahaan minyak, petrokimia, dan industri di luar sektor MIGAS di dunia. Termasuk di Indonesia. Salah satu contoh hasil terahir dari perusahaan Minyak sebagPIMana dapat dilihat dalam gambar 3.1 berikut ini
4. KESIMPULAN DAN SARAN DARI HASIL CASE STUDY
4.1. Kesimpulan
Dari hasil analisis secara keseluruhan, Untuk menentukan perencanaan inspeksi dengan pemeringkatan kekritisan dari table III.1, maka disimpulkan sebagai berikut :
1.
Untuk yang mempunyai peluang terjadinya kegagalan korosi di luar, pada pipa dengan diameter 24 inchi dengan kelompok sistem fluida gas.Karakteristik kandungan fluida gas memungkinkan terjadinya peluang penipisan akibat erosi dan korosi internal. Pengelupasan lapisan cat yang semula dimaksudkan untuk memproteksi pipa tersebut justru dapat berakibat timbulnya korosi eksternal. Maka dapat disimpulkan metoda inspeksinya adalah pengujian ultrasonik dan uji visual menggunakan mata telanjang dengan selang waktu setiap 12 bulan di area lokasi dimana peluang terjadinya kegagalan tersebut berada dansepenuhnya harus dilakukan metoda pengujian tersebut.
2.
Dengan fluida gas disimpulkan bahwa pipa tersebut tingkat kekritisannya tinggi (1). Sehingga uji MFL (Magnetic Flux Leakage) Intelligent Pig digunakan untuk mengetahui kegagalan yang ada dalam material. Dari hasil uji MFL (Magnetic Flux Leakage) Intelligent Pig tersebut ditemukan adanya kegagalan berupa laminasi, hal ini merupakan cacat bawaan dari pabrik.3.
Implementasi Metoda PIMS dan RBIdapat menentukan perencanaan inspeksi dan strategi pemeliharaan 4.2. Saran-Saran
Dari kesimpulan tersebut di atas kami dapat menyarankan bahwa melakukan terus menerus pengkajian terhadap data-data yang pada segmen tertentu harus mengalami perlakuan pengujian dan monitoring yang lebih detail diperlukan untuk mendapatkan data yang lebih akurat misalnya simulasi erosi secara kuantitatif dapat menghindari adanya erosi-erosi pada daerah elbow.
DAFTAR ACUAN
1 T-OCA 2000. Technical Manual:
Calculated of Consequences and Probability of Failure. Version 1.1: March, 2001.
2 API Recommended Practice 580. Risk Based Inspection. First Edition. American Petroleum Institute: Washington DC, 2002.
3 API 570-Piping Inspection Code.
Inspection, Repair, Alteration and Rerating Of In-Service, Piping System. Second Edition. API Publishing Service: Washington DC, 1998.
4 Masduky S., Yudi. T-REX – an
Alternative Approach To Risk Based Inspection And Maintenance, Makalah Seminar International Refinery Technical
___________________________________________________________________________________ IATMI 2007-TS-26
Conference, Artc Reliability. Kuala Lumpur, 2001.
5 Greenfield P. Stress Corrosion Failure. First Edition. Mills and Boon Ltd.: London, 1971.
6 API Recommended Practice 14E.
Recommended Practice for Design and Installation of Offshore Production Platforms Piping System. Fifth Edition. Washington DC, OCT. 1998.
7 Salama and Venkatesh. Evaluation of API RP 14E Erosional Velocity Limitations for Offshore Gas Wells. Kertas Kerja Dalam Offshore Technology Conference Ke-15, Houston, Texas, May-1983.
8 Masduky S., Yudi. Aplikasi Atas Inspeksi Berdasarkan Resiko (RBI) Terhadap Suatu Plant. Makalah Seminar Temu Ilmiah Dirjen Migas, Bandung, Oktober-2001.
9 ASME B31.3 - Code for Pressure Piping, Process Piping. USA, 1999 Edition. 10 ASME B31 G. Code for Pressure Piping
Manual For Determining The Remaining Strength Of Corroded Piping System, New York, USA, 1999.
11 ASME B31.4- Code for Pressure Piping, Piping System, Transportation Systems for Liquid Hydrocarbons and Other Liquids. USA, 1998.
12 API Recommended Practice 579. Fitness for Service. First Edition, Washington DC, January – 2000.
13 ASME Vol. VIII. Rules for Construction for Pressure Vessels, USA, 2001.
14 Masduky S,Yudi; Johny Wahyuadi, Implementasi RBI Di Dalam Peningkatan Operational Plant Yang Handal, Aman, dan Ekonomis, Makalah Seminar Nasional UPT LUK BPPT, Jakarta, Agustus – 2003
15 Masduky S,Yudi; Johny Wahyuadi, Corrosion Rate Analysis and Criticality Ranking of The Gas Piping System In Hye Gas Production Plant Using Risk Based Inspection Method, Paper Work of The International Seminar of Corrosion and NDT Conference, Kuala Lumpur, September – 2004
Tabel II – 1 dan Tabel II – 2
Salah Satu Contoh Matriks Tingkat Kekritisan Konsekuensi Kegagalan
Peluang Kegagalan Rendah Menengah Tinggi
Tinggi 3 2 1
Menengah 4 3 2
Rendah 5 4 3
Impact Komersial Impact Safety Impact Lingkungan Kesiapan Keuangan Lokasi Fluida Persediaan Tekanan Populasi Lingkungan
___________________________________________________________________________________ IATMI 2007-TS-26
Tabel II - 3
Syarat-syarat Minimal Ruang Lingkup Terbatas, Umum, dan Detil Pada Penilaian Internal
Konsekuensi Kegagalan Rendah
– Penilaian Terbatas Menengah – Penilaian Umum Konsekuensi Kegagalan Konsekuensi Kegagalan Tinggi – Penilaian Detil
Borescope Borescope dan NDT eksternal NDT eksternal dan pemantauan
korosi dan review proses
Atau Atau Atau
NDT eksternal Entry internal entry internal
Atau Atau Review Proses Review Proses & NDT eksternal
Tabel II – 4 Metoda Inspeksi NDT
Jenis Kegagalan Mekanisme Metoda NDT
Penipisan bagian dinding sebelah dalam Korosi internal Erosi Kavitasi Korosi pengelasan Ultrasonic Radiography Penipisan bagian dinding
sebelah luar
Korosi ekternal
Korosi di bawah isolasi
Inspeksi visual Radiography Thermography
Retak (cracking) - Kelelahan (fatigue) - Retak akibat korosi tegangan (SCC) - Retak akibat
penggetasan hidrogen (wet hydrogen cracking)
Ultrasonic Radiography
Magnetic Particle Liquid Penetrant
Yang lain Creep
Hot hydrogen Damage (Penggetasan suhu tinggi)
Ultrasonic Radiography Magnetic Particle
___________________________________________________________________________________ IATMI 2007-TS-26
Tabel III – 1
Hasil Uji Tingkat Kekritisan Untuk Tipe Kegagalan Korosi Internal dan Erosi Kemungkinan Kegagalan Konsekuensi Kegagalan Ranking Kekritisan Pipa Tingkat
Inspeksi Metoda Inspeksi
Frekuensi Inspeksi
Luas Area Inspeksi
Tinggi (1) Tinggi (1) 1 0 MFL Intelligent
Pig
12 Bulan Penuh
Tinggi (1) Sedang (2) 2 0 U.T 24 Bulan Parsial
Tinggi (1) Rendah (3) 3 0 U.T 48 Bulan Spot Kecil
Sedang (2) Tinggi (1) 2 1 MFL Intelligent
Pig 48 Bulan Penuh
Sedang (2) Sedang (2) 3 1 U.T 72 Bulan Parsial
Sedang (2) Rendah (3) 4 1 U.T 96 Bulan Spot Kecil
Sedang (2) Tinggi (1) 2 2 MFL Intelligent
Pig
48 Bulan Penuh
Sedang (2) Sedang (2) 3 2 U.T 108 Bulan Parsial
Sedang (2) Rendah (3) 4 2 U.T 108 Bulan Spot Kecil
Gambar 2.1. Flow chart PIMS
Step 1 – Identifikasi
konsekuensi potensial dampak yang berbahaya
Step 2 – Mengumpulkan, Mereview, dan menganalisis data Step 3 – RBI Assessment Step 4 – Integrity Assessment
Step 5 – Rekomendasi dan Tanggapan terhadap Integrity
Assessment &Mitigation
Evaluasi Dampak
___________________________________________________________________________________ IATMI 2007-TS-26
Gambar - 3.1.