Prinsip-prinsip Pemodelan Matematika untuk Sekolah
Prinsip-prinsip Pemodelan Matematika untuk Sekolah
Penulis: Penulis: Dr.rer.nat. Adi Nur
Dr.rer.nat. Adi Nur Cahyono, S.Pd., M.PdCahyono, S.Pd., M.Pd Prof. Dr. Hardi
Prof. Dr. Hardi Suyitno, M.PdSuyitno, M.Pd Ruang lingkup matematika ada dua,
Ruang lingkup matematika ada dua, yaitu: berhubungan dalam struktur abstrak danyaitu: berhubungan dalam struktur abstrak dan ide, dan menghasilkan model yang berfungsi untuk menggambarkan lingkungan. ide, dan menghasilkan model yang berfungsi untuk menggambarkan lingkungan. Kajian terhadap matematika meliputi kajian untuk perkembangan teori-teori dalam Kajian terhadap matematika meliputi kajian untuk perkembangan teori-teori dalam matematika dan kajian untuk penerapan matematika dalam kaitannya dengan ilmu matematika dan kajian untuk penerapan matematika dalam kaitannya dengan ilmu lainnya.
lainnya.
1.
1. Pembelajaran matematika berorient
Pembelajaran matematika berorientasi terapan
asi terapan
Kajian terapan matematika merupakan kajian yang sangat luas karena Kajian terapan matematika merupakan kajian yang sangat luas karena keterkaitannya dengan berbagai ilmu/kajian lainnya. Terdapat empat definisi dari keterkaitannya dengan berbagai ilmu/kajian lainnya. Terdapat empat definisi dari matematika terapan (Poll
matematika terapan (Pollak 1977):ak 1977):
•• Matematika terapan klasik (cabang Matematika terapan klasik (cabang klasik analisis, bagian analisis yang berlakuklasik analisis, bagian analisis yang berlaku untuk fisika)
untuk fisika)
•• Matematika dengan aplikasi praktis yang signifikan (statistik, aljabar linier,Matematika dengan aplikasi praktis yang signifikan (statistik, aljabar linier, ilmu komputer, analisis).
ilmu komputer, analisis).
•• Pemodelan satu kali (siklus pemodelan hanya dilewati sekali)Pemodelan satu kali (siklus pemodelan hanya dilewati sekali) .. •• Pemodelan (siklus pemodelan diulang beberapa kali).Pemodelan (siklus pemodelan diulang beberapa kali).
Kajian tentang pembelajaran matematika berorientasi terapan dimulai sejak tahun Kajian tentang pembelajaran matematika berorientasi terapan dimulai sejak tahun 1976 saat diselenggarakan ICME-3 di Karlsruhe, Jerman. Proses pengintegrasian 1976 saat diselenggarakan ICME-3 di Karlsruhe, Jerman. Proses pengintegrasian terapan matematika kedalam pembelajaran matematika mengarahkan pada terapan matematika kedalam pembelajaran matematika mengarahkan pada pencapaian
pencapaian kemampuan kemampuan dalam dalam mengidentifikasi mengidentifikasi pertanyaan, pertanyaan, variabel, variabel, hubunganhubungan atau asumsi yang relevan dalam situasi dunia nyata, menerjemahkannya ke dalam atau asumsi yang relevan dalam situasi dunia nyata, menerjemahkannya ke dalam matematika, menafsirkan dan memvalidasi solusi untuk situasi yang diberikan, matematika, menafsirkan dan memvalidasi solusi untuk situasi yang diberikan, serta kemampuan dalam menganalisis at
2. Siklus pemodelan matematika dalam pembelajaran matematika
Blum dan Leiß (2006) mengembangkan metode pemecahan masalah berdasarkan siklus pemodelan matematika (Lihat Gambar 1) dengan tujuh fase yang mengarah pada kompetensi kognitif, yaitu: membangun (1), menyederhanakan (2), mematematisasi (3), mengerjakan secara matematis (4), menafsirkan (5), memvalidasi (6) dan mengekspos (7).Gambar 1. Siklus pemodelan matematika oleh Blum dan Leiß (2005).
Terdapat beberapa model yang bisa digunakan selain model dari Blum dan Leiß (2005) tersebut. Meskipun secara umum, seluruh proses pemodelan sering digambarkan sebagai siklus, tetapi penggunaanya bergantung pada pada kelompok sasaran, topik penelitian, minat penelitian, dan tujuan.Model dari dari Blum dan Leiß (2005) cocok digunakan untuk matematisasi kompleks, sedangkan untuk matematisasi tunggal, misalnya untuk mendukung aktifitas siswa dalam menyelesaikan masalah pemodelan di kelas, model dari Schupp (1988) seperti pada Gambar 2 dapat digunakan sebagai alternatif (Greefrath dan Vorhölter, 2016)
Gambar 2. Siklus pemodelan matematika oleh Schupp (1988).
Dalam penyelesaian permasalahan berdasarkan siklus pemodelan matematika dibutuhkan keahlian dan ketelitian dalam mengubah kalimat-kalimat yang menjadi informasi tentang suatu kejadian atau suatu obyek di dunia nyata menjadi sebuah model nyata. Dari model nyata tersebut, dilakukan proses identifikasi terhadap variabel dan besaran yang terlibat, hal-hal yang diketahui, dan tujuan untuk didefinisikan secara matematis sehingga terbentuk persamaan-persamaan matematika yang dapat diselesaikan secara matematis. Hasilnya kemudian diinterpretasikan sebagai solusi dari permasalahan nyata dalam soal tersebut. Ilustrasi proses penyelesaian soal pemodelan matematika sederhana disajikan dalam Gambar 3.
Gambar 3. Proses penyelesaian masalah dengan siklus pemodelan matematika (Greefrath dan Vorhölter, 2016).
Dalam proses pengidentifikasian variabel dan besaran yang terlibat, hal yang harus diperhatikan adalah satuan harus disamakan sehingga dalam proses perhitungan matematika dalam penyelesaian modelnya tidak terjadi salah perhitungan. Dalam proses penyelesaian model matematikanya juga diusahakan mencari cara yang
lebih cepat dan lebih sedikit proses perhitungan untuk meminimalkan kesalahan perhitungan karena semakin banyak perhitungan yang dilakukan maka
kemungkinan terjadinya kesalahan perhitungan akan semakin besar.
Secara umum, kompetensi pemodelan dapat dideskripsikan secara rinci dengan beberapa sub-kompetensi yang dikembangkan melalui siklus pemodelan, yaitu:
• kompetensi untuk memecahkan masalah matematika dalam model matematika; • kompetensi untuk menafsirkan hasil matematika ke dalam model dunia nyata
atau situasi nyata;
• kompetensi untuk menguji solusi dan, jika perlu, untuk melakukan proses pemodelan lainnya. (Kaiser, 2007)
"#$%#& '()%#*#
Blum, W. (2006). Die Bildungsstandards Mathematik, Einführung. In W. Blum, R. Drüke-Noe, & O. Köller (Eds.), Bildungsstandards Mathematik: konkret, Sekundarstufe 1: Aufgaben- beispiele, Unterrichtsanregungen, Fortbildungsideen (pp. 14–32). Berlin: Cornelsen Verlag Sciptor GmbH &
Co. KG.
Pollak, H. O. (1977). The interaction between mathematics and other school subjects (including integrated courses). In H. Athen & H. Kunle (Eds.), Proceedings of the Third International Congress on Mathematical Education
(pp. 255–264). Karlsruhe: Zentralblatt für Didaktik der Mathematik.
Niss, M., Blum, W., & Galbraith, P. (2007). Introduction. In W. Blum, P.L. Galbraith, H.-W. Henn & M. Niss (Eds.), Modelling and applications in mathematics education. The 14th ICMI Study (pp. 3–32). New York: Springer.
Cahyono, A.N. (2018). Learning mathematics in a mobile app-supported math trail environment . New York: Springer.
Cahyono, A. N. & Ludwig, M (2017). MathCityMap: Motivating students to engage in mathematics through a mobile app-supported math trail program. In Institut für Mathematik der Universität Potsdam (Hrsg.), Beiträge zum Mathematikunterricht 2017 (pp.155–158). Münster: WTM-Verlag
Greefrath, G & Vorhölter, K. 2016. Teaching and Learning Mathematical Modelling . Switzerland: Springer.
Kaiser, G. (2007). Modelling and modelling competencies in school. In C. Haines, P. Galbraith, W. Blum & S. Khan (Eds.), Mathematical modelling (ICTMA 12). Education, engineering and economics (pp. 110–119). Chichester: Horwood.
Maaß, K. (2007). Mathematisches Modellieren – Aufgaben fu! r die Sekundarstufe.
Berlin: Cornelsen Verlag Scriptor.
Müller, M., Leiß, D., Schukajlow, S., Blum, W., & Messner, R. (2007). Auswendiggelernt – Abgehackt – Abgefragt? In Beiträge zum Mathematikunterricht (pp. 723–726). Hildesheim: Franzbecker.
Reit, X.-R & Ludwig, M. (2013) An Approach to Theory Based Modelling Tasks. In G.A. Stillman et al. (eds.), Mathematical Modelling in Education Research and Practice, International Perspectives on the Teaching and Learningof Mathematical Modelling (pp. 81-91).
Reit, X.-R. (2016). Denkstrukturen in Lösungsansätzen von Modellierungsaufgaben. Eine kognitionspsychologische Analyse schwierigkeitsgenerierender Aspekte. Heidelberg: Springer.
Schupp, H. (1988). Anwendungsorientierter Mathematikunterricht in der Sekundarstufe I zwischen Tradition und neuen Impulsen. Der Mathematikunterricht , 34(6), 5–16.