• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Kedudukan dan Kewenangan Komisi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sejarah Kedudukan dan Kewenangan Komisi"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam rangka pembahasan tentang organisasi dan kelembagaan negara, hal pokok dapat dimulai dengan mempersoalkan hakikat kekuasaan yang dilembagakan atau diorganisasikan kedalam bangunan kenegaraan. Kuncinya terletak pada apa dan siapa yang sesungguhnya memegang kekuasaan tertinggi atau yang biasa disebut sebagai pemegang kedaulatan (sovereignty) dalam suatu negara.1

Dalam zaman modern saat ini negara-negara di dunia banyak yang memakai konsep kedaulatan rakyat. Prinsip kedaulatan rakyat selain diwujudkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang akan dihasilkannya, juga tercermin dalam struktur dan mekanisme kelembagaan negara dan pemerintahan yang menjamin tegaknya sistem hukum dan berfungsinya sistem demokrasi. Dari segi kelembagaan, prinsip kedaulatan rakyat itu biasanya diorganisasikan melalui dua pilihan cara, yaitu melalui sistem pemisahan kekuasaan (separation of power) atau pembagian kekuasaan (distribution atau divison of power). Pemisahan kekuasaan bersifat horizontal dalam arti kekuasaan dipisah-pisahkan ke dalam fungsi-fungsi yang tercermin dalam lembaga-lembaga negara yang saling sederajat dan saling mengimbangi.2

(2)

itu, kewenangan menetapkan peraturan itu pertama-tamaharus diberikan kepada lembaga perwakilan rakyat atau parlemen atau lembaga legislatif. Ada tiga hal penting yang harus diatur oleh para wakil rakyat melalui parlemen, yaitu:

 Pengaturan yang dapat mengurangi hak dan kebebasan warga negara

 Pengaturan yang dapat membebani harta kekayaan warga negara

 Pengaturan mengenai pengeluaran-pengeluaran oleh penyelenggara negara.

Pengaturan mengenai ketiga hal tersebut hanya dapat dilakukan atas persetujuan dari warga negara sendiri, yaitu melalui perantaran wakil-wakil mereka di parlemen sebagai lembaga perwakilan rakyat.3

Oleh karena itu, yang biasa disebut sebagai fungsi pertama lembaga perwakilan rakyat adalah fungsi legislasi atau pengaturan. Dalam bentuk konkretnya, fungsi pengaturan (regelende functie) ini terwujud dalam fungsi pembentukan undang-undang (wetgevende functie atau law making function).4

Menurut Denny Indrayana, perpaduan konsep ketatanegaraan adalah jika perpaduan itu dilakukan tanpa maksud yang jelas dan berakibat pada melemahnya sistem ketatanegaraan yang demokratis. Bagaimanapun, transpalasi konsep hukum tetap membutuhkan kajian kecocokan, membutuhkan chemistry perjodohan. Sebagaimana cangkok organ tubuh yang memungkinkan adanya penolakan, pencangkokkan suatu konsep hukum juga belum tentu menghadirkan kesuksesan. Tetap saja ada parameter yang harus dijaga, agar penggabungan merger atau pencangkokkan suatu konsep hukum tetap dapat menghadirkan pemerintahan yang efektif, akuntabel, dan demokratis.5

Jadi, dalam hal ini konsep lembaga perwakilan dengan sistem kamar yang diterapkan negara-negara di dunia adalah sebagai referesentatif dari kedaulatan rakyat dalam negara demokrasi, khususnya negara Iraq dan Korea Selatan.

3 Jimly Asshidiqie, 2009, pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hlm. 299

4 Ibid

(3)

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah konsep sistem kamar lembaga perwakilan di negara Thailand dan Jepang?

C. Tujuan

(4)

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Lembaga Perwakilan

Pada abad pertengahan yang berkuasa di Inggris adalah raja-raja atau kaum bangsawan yang sangat feodalis. Dalam bentuk Kerajaan Feodal, kekuasaan berada pada kaum feodal, di mana para kaum feodal ini tidak saja menguasai tanah-tanah dalam satu wilayah, namun juga menguasai orang-orang yang ada di dalam wilayah kekuasaannya dan para feodal ini bergelar Lord. Apabila satu raja, misalnya menginginkan adanya penambahan pajak maka raja akan mengirim utusan atau wakilnya menemui para Lord untuk menyampaikan keinginanan dan maksudnya itu. Praktik semacam ini menurut anggapan raja tidak layak sehingga menimbulkan pemikiran dari raja bahwa lebih baik Lord yang memang sudah berada di pusat/dekat dengan raja membentuk satu lembaga yang terdiri dari para Lord dan pemuka gereja yang pada gilirannya lembaga ini menjadi tempat bagi raja untuk menerima nasehat, petunjuk, dan yang tepenting adalah dalam hal pemungutan pajak. Secara pelan tapi pasti tugas lembaga ini menjadi permanen yang disebu “Curio Regist” dan kemudian menjadi House of Lord.6

Itulah mengapa disebutkan bahwa House of Lord adalah lembaga parlemen atau lembaga perwakilan pertama dalam pengertian modern. Pada masa saat ini Lembaga perwakilan adalah lembaga yang diduduki oleh seseorang yang dipilkih melalui pemilihan umum, maka perwakilannya dissebut perwakilan politik

(political representation). Adapun tugas dan fungsinya dalam masyarakat apabila

(5)

yang bersangkutan menjadi anggota lembaga perwakilan melalui pemilahan umum maka yang bersangkutan tetap disebuit sebagai perwakilan politik.

B. Sistem Kamar (Kameralisme)

Pada umumnya parlemen (sistem kameralisme pada parlemen) dapat terdiri atas kamar atau majelis, dan biasanya berbentuk unikameral atau bikameral, terdapat model-model parlemen dalam suatu negara, ada yang samadan ada yang berbeda, baik bentuk negara, bentuk pemerintahan, dan sistem pemerintahan yang bervariasi berbeda antara negara-negara yang satudengan yang lainnya. Berikut bentuk-bentuk atau model-model sistem parlemen, yaitu:

1. Sistem parlemen satu kamar (unikameral)

Dalam struktur parlemen tipe unikameral atau satu kamar ini, tidak dikenal adanya dua badan yang terpisah seperti adanya Majelis Tinggi dan Majelis Rendah ataupun DPR dan Senat. Sistem unikameral inilah yang sesungguhnya lebih popular karena sebagian besar negara di dunia sekarang ini menganut sistem tersebut.

(6)

kamar parlemen. Adapun kelebihan dan keuntungan sistem parlemen/legiislatif unikameral, yaitu:7

a. Kemungkinan untuk dengan cepat meloloskan Undang-Undang (karena hanya satu badan yang diperlukan untuk mengadopsi Rancangan Undang-Undang sehingga tidak perlu lagi menyesuikan dengan usulan yang berbeda).

b. Tanggung jawab lebih besar (karena anggota legislatif tidak dapat menyalahkan majelis lainnya apabila suatu undang-undang tidak lolos, atau bila kepentingan warga negara terabaikan).

c. Lebih sedikit anggota terpilih sehingga lebih mudah bagi masyarakat untuk memantau mereka.

d. Biaya lebih rendah bagi pemerintah dan pembayar pajak.

2. Sistem parlemen dua kamar (bikameral)

Sistem bikameral adalah sistem dua kamar dalam parlemen suatu negara dimana terdapat dua lembaga dalam badan legislatif yang memiliki kekuasaan untuk membentuk undang-undang, mengawasi pelaksanaan dari undang-undang yang dibentuk dan saling mempengaruhi dalam suatu ‘kebijakan politik’

Bikameral diartikan sebagai sistem yang terdiri atas dua kamar yang berbeda dan biasanya dipergunakan istilah majelis tinggi (upper house) dan majelis rendah (lower house). Masing-masing kamar mencerminkan keterwakilan dari kelompok kepentingan masyarakat yang baik secara politik, territorial ataupun fungsional. Pilihan terhadap konsep keterwakilan pada masing-masing kamar sangat dipengaruhi oleh aspek kesejarahan tiap-tiap negara., dalam rangka untuk menciptakan check and balances dalam parlemen suatu negara. Sistem perwakilan rakyat atau sistem parlemen bikameral merupakan suatu sistem perwakilan dimana ada dua lembaga legislatif, dalam pengajuan rancangan undang-undang memerlukan pembahasan dan persetujuan dua lembaga legislatif.

(7)

Menurut Carl J. Fredrich, Kebijakan adalah konsep serangkaian konsep tindakan yang diusulkan oleh seorang atau sekelompok orang atau pemerintahn dalam satu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan peluang, terhadap usulan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu.

Kebijakan (policy) adalah seperangkat keputusan yang diambil oleh pelaku-pelaku politik dalam rangka memilih tujuan dan bagaimana cara untuk pencapaian tujuan.Politics, Polity, dan Policy adalah kehidupan politik ”political life” yangmengambarkan kekuatan-kekuatan politik yang ada dan bagaimana perhubungannya serta bagaimana pengaruh mereka di dalam perumusan dokumen-dokumen kebijakansanaan politik.

(8)

BAB III PEMBAHASAN

A. Konsep Lembaga Perwakilan di Negara Thailand

Thailand merupakan negara satu-satunya di asia tenggara yang tidak pernah dijajah oleh bangsa barat, sehingga ketika negara lain yang dijajah mendapatkan warisan seperti sistem pemerintahan, Thailand harus membentuk dan membangun sistemnya sendiri.8

Thailand adalah negara monarki konstitusional dengan sistem pemerintahan parlementer. Tetapi, Thailand juga menganut Trias Politika dengan pembagian kewenangan jelas antara legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Sepanjang tahun 1932 sampai dengan tahun 2006, Thailand sekurangnya mempunyai 16 Konstitusi dan dilanda kudeta 20 kali oleh pihak militer. Monarki abosolut Thailand dihapus sejak 10 November 1932. Monarki Thailand menjalankan fungsi legislatif lewat parlemen, eksekutif lewat kabinet, dan yudikatif lewat peradilan. 9

Dalam hal lembaga perwakilan di Thailand, menggunakan sistem dua kamar atau bikameral. Yang dinamakan Majelis Nasional atau Rathasapa yang terdiri dari Dewan Perwakilan (Shapa Phuthaen Ratsadon) yang beranggotakan 480 orang dan Senat (Wuthisapha) yang beranggotakan 150 orang.

Shapa Phuthaen Ratsadon dipilih lewat sistem proporsional dengan varian first past the post (Dari parpol) untuk masa jabatan 4 tahun. Fungsi utamanya adalah menginisiasi dan memberi persetujuan Rancangan Undang-undang (RUU), merancang anggaran, memilih perdana mentri dan anggota parlemen,

8 Huntington, Samuel P, 1991, Gelombang Demokrasi Ketiga, Jakarta: Grafiti, hlm 44

(9)

memberhentikan menteri, memonitor administrasi negara, serta bersama

Wuthisapha memutuskan masalah-masalah substansial negara seperti masalah konstitusi, prosedur pemerintahan yang penting, deklarasi perang dan damai, serta meratifikasi perjanjian internasional. Uniknya, untuk menginisiasi mosi tidak percaya kepada perdana menteri, cukup dilakukan dengan mendapatkan dukungan dari 1/5 Puthaen Ratsadon.10

Di sisi lain, Wuthisapha, dipilih untuk masa jabatan 4 tahun, seluruh anggota

Wuthisapha dipilih lewat pemilu dengan sistem varian single vote dan boleh berasal dari luar partai politik. Fungsi utama Wuthisapha adalah melegalisasi RUU yang sudah diproses oleh Shapa Phuthaen Ratsadon (Wuhisapha tidak mempunyai kewenangan menginisiasi RUU), memonitor administrasi negara, menominasikan pejabat-pejabat yudikatif, memecat politisi negara yang korup.11

Bila kita telaah lebih mendalam Lembaga Perwakilan di Thailand hampir serupa dengan lembaga perwakilan di Indonesia. Shapa Phuthaen Ratsadon seperti DPR di Indonesia, namun dalam hal ini Shapa Phuthaen Ratsadon tidak mempunyai fungsi legislasi dan terlihat aneh ketika yang melegalisasi suatu RUU adalah

Wuthisapha yang bisa juga dikatakan sebagai DPD di Indonesia. Juga kedudukan dari Rathasapa juga seperti MPR yang merupakan anggota-anggota Wuthisapha

dan Shapa Phuthaen Ratsadon.

B. Konsep Lembaga Perwakilan di Negara Jepang

(10)

sepenuhnya berada ditangan rakyat Jepang. Kaisar Jepang bertindak sebagai kepala Negara dalam urusan diplomatic.

Parlemen Jepang adalah parlemen dua kamar yang dibentuk mengikuti sistem britania. Parlemen Jepang terdiri dari Majelis Rendah dan Majelis Tinggi. Majelis Rendah terdiri dari 480 anggota dewan. Anggota majelis rendah dipilih secara langsung oleh rakyat setiap 4 tahun sekali atau setelah majelis rendah di bubarkan. Majelis tinggi Jepang terdiri dari 242 anggota dewan yang memilii masa jabatan 6 tahun dan dipilih langsung oleh rakyat. Warga Negara Jepang berusia 20 tahun ke atas memiliki hak untuk memilih Perdana menteri Jepang adalah kepala pemerintahan.

Perdana menteri di angkat melalui pemilihan di antara anggota parlemen. Bila Majelis Rendah dan Majelis Tinggi masing-masing memiliki calon perdana menteri maka calon dari Majelis Rendah yang diutamakan. Pada praktiknya, perdana menteri berasal dari partai mayoritas di parlemen. Menteri-menteri kabinet diangkat oleh perdana menteri. Kaisar Jepang mengangkat perdana Menteri berdasarkan keputusan Parlemen Jepang dan memberi persetujuan atas pengangkatan menteri-menteri kabinet. Perdana menteri memerlukan dukungan dan kepercayaan dari anggota Majelis Rendah untuk bertahan sebagai Perdana menteri Sistem pemerintahan di atas merupakan sistem pemerintahan modern yang banyak mengadopsi sistem dari barat.

Majelis Rendah (Shugi in) Merupakan majelis yang dianggap lebih kuat dibandingkan lembaga Majelis Tinggi Jepang. Dalam proses legislasi, kedua majelis dapat melakukan cek (double chek) terhadapap RUU. RUU tersebut dapat menjadi suatu Undang-undang apabila telah melewati dua majelis. Anggota Shugi in/DPR dapat membatalkan veto yang ditetapkan oleh Majelis Rendah yang ditetapkan oleh Majelis Tinggi tentang sebuah rancangan undang-undang yang telah disetujui oleh Majelis Rendah. Pembatalan atas veto Majelis Tinggi harus mendapat persetujuan mayoritas sebesar 2/3 dari seluruh anggota Majelis Rendah.

(11)

atau melalui mosi tidak percaya, sehingga para anggotanya sering hanya bertugas sekitar dua atau tiga tahun saja.12

Dalam melaksanakan fungsi pengawasan dan mengukur kinerja pemerintahan, maka masing-masing dewan dapat melakukan investigasi/penyelidikan yang berkaitan dengan pemerintah dan boleh memanggil paksa pihak-pihak yang terkait untuk dihadirkan dalam persidangan di masing-masing dewan. Kehadiran pihak-pihak pemerintah diperlukan untuk memberikan jawaban ataupun penjelasan. Hak tersebut dalam sistem parlementer dikenaln dengan hak interplasi dan hak angket.13

Majelis Tinggi/Sangi In berbeda dengan Majelis rendah yang dapat dibubarkan oleh Perdana Menteri, Majelis Tinggi tidak dapat dibubarkan, sehingga anggotanya dapat menjabat secara penuh selama 6 tahun masa jabatan. Majelis rendah memiliki beberapa kekuasaan yang tidak diberikan kepada Majelis Tinggi. Bila sebuah rancangan undang-undang dilewatkan oleh Majelis Rendah, tetapi di veto oleh Majelis Tinggi, Majelis Rendah dapat melewati keputusan yang dibuat di Majelis tinggi dengan sebuah veto yang menghasilkan persetujuan dua per tiga. Dalam kasus persetujuan, dana, dan pemilihan perdana menteri, Majelis Tinggi hanya dapat menunda pelaksanaan, tetapi tidak memblok legislasi. Sebagai hasilnya majelis rendah dianggap lebih berkuasa.14

(12)

Berdasarkan klasifikasi yang diberikan Arend Lijphart bikameralisme Jepang digolongkan sebagai Medium Strenght Bicameralism dengan bentuk symetrical

dan congruent chambers. Dikatakan symetrical karena kekuasaan yang dibergikan konstitusi sama atau secara moderat tidak samadan mempunyai legitimasi yang cukup demokratisl ebih lanjut Andrew S. Ellis menyatakan bikameralisme Jepang dikategorikan debagai bikameral kuat (Stronmg Bicameral)

karena kedua kamar memiliki kekuasaan yang sama baik dalam fungsi legislasi, budget, dan pengawasan.15

(13)

BAB IV PENUTUP

Kesimpulan

Lembaga perwakilan adalah suatu pranata yang menjadi pemegang kekuasaan sebagai representatif dari rakyat, yang dalam hal ini masuk kedalam kategori lembaga legislatif. Karena lembaga inilah yang langsung dipilih oleh rakyat. Lembaga legislatif khususnya di negara yang menganut sistem pemerintahan parlementer sangat kuat kedudukannya (parlementer heavy). Seperti yang terjadi di negara Thailand dan Jepang. Walaupun bentuk kedua negara tersebut monarki konstitusional, disini raja atau kaisar hanyalah sebagai lambang atau simbol negara saja. Sedangkan yang menjalalankan roda pemerintahan adalah Perdana Menteri yang dipilih langsung oleh parlemen serta bertanggung jawab kepa parlemen pula.

Baik Thailand maupun Jepang sama-sama menggunakan sistem bikameral atau sistem dua kamar dalam parlemennya. Walaupun terdapat persamaan baik bentuk negara maupun sistem kamar dalam lembaga perwakilannya. Namun, masih ada perbedaan dalam lembaga perwakilan kedua negara tersebut, yaitu:

Thailand Jepang Perdana Menteri diantara parlemen. (gabungan Majelis Tinggi dengan Majelis rendah).

(14)

tanpa membahas dengan Dewan Perwakilan

Dipilih secara indivenden (Seperti DPD di Indonesia)

Masa jabatan 4 tahun

penerbitan suatu RUU.

Dapat dibubarkan melalui Perdana Menteri atau melalui mosi tidak dapat dipercaya.

Masa jabatan 6 tahun

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Asshidiqie, Jimly, 2009, pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Asshidiqie, Jimly, 2011, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika.

Huntington, Samuel P, 1991, Gelombang Demokrasi Ketiga, Jakarta: Grafiti.

Isra, Saldi, 2010, Pergeseran Fungsi Legislasi (Menguatnya Legislasi Parlementer Dalam Sistem Presidensial Di Indonesia),Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Simabura, Charles, 2011, Parlemen Indonesia (Lintasan Sejarah dan Sistemnya), Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Subardjo, 2012, DPD (Menurut UUD NRI 1945 Dan Penerapan Sistem Bikameral Dalam Lembaga Perwakilan Indonesia), Yogyakarta: Graha Ilmu.

Thaib, Dhalan, 2008, Menuju Parlemen Bikameral (Studi Konstitusional perubahan ketiga UUD 1945, dalam Abdul Ghofor Anshori dan Sobirin Malian, Membangun Hukum Indonesia (Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Hukum), Yogyakarta: Kreasi Total Meia.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Kyle Hurst, University of Colorado, Denver Ruben Jacob-Rubio, University of Georgia Joyce Jacobsen, Wesleyan University Kenneth Jameson, University of Utah Andres Jauregui,

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa : Konsumsi bubuk dan ekstrak daun cincau hijau dapat menekan volume tumor payudara, dan meningkatkan apoptosis sel

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA INKUIRI TERBIMBING KONTEKS SEL SURYA TERSENSITASI ZAT WARNA (DYE SENSITIZED SOLAR CELL, DSSC) UNTUK MEMBANGUN LITERASI KIMIA SISWA SMA..

Only 44.10% and 31.50% students reported provision of academic related facilities and interactive sessions as up to mark respectively; 83% students reported that

Penelitian ini fokus pada strategi pengembangan ekonomi kreatif dalam lingkungan Pesantren dalam perspektif ekonomi Islam dalam studi kasus di lingkungan Pondok Pesantren

Hal ini membuktikan bahwa semakin besar nilai pasar asset maka semakin besar pula kerelaan investor untuk mengeluarkan pengorbanan yang lebih untuk memiliki perusahaan

dirumuskan sedemikian rupa sehingga meliputi perbuatan-perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi secara “melawan hukum” dalam pengertian formil