• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laprak 5 Ikan Jatigede Fixxxx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laprak 5 Ikan Jatigede Fixxxx"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

Disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas laporan praktikum mata kuliah Biologi Perikanan semester genap

Disusun oleh :

Kelompok 23 / Perikanan B

Muhammad Reza Gumanthi 230110150087

Kristin Debora 230110150091

Fitrah Subakti 230110150114

UNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN PROGRAM STUDI PERIKANAN

JATINANGOR

(2)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan praktikum ini dengan judul Analisis

Aspek Biologi (Pertumbuhan, Reproduksi, dan Food and Feeding Habit) Ikan Nila, Ikan Lalawak, Ikan Hampala, Ikan Seren. Tujuan penulisan laporan

praktikum ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas praktikum mata kuliah Biologi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Laporan praktikum ini membahas mengenai aspek-aspek biologi dari Ikan Ikan Nila (Oreochromis niloticus), Ikan Lalawak (Barbodes balleroides), Ikan Hampala (Hampala macrolepdota), Ikan Seren (Cyclocheilichthys repasson) yang meliputi aspek pertumbuhan, reproduksi, dan kebiasaan makan.

Laporan ini dalam penyusunannya masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu , kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat diharapkan demi terciptanya laporan selanjutnya yang lebih baik.

Jatinangor, April 2017

(3)

ii DAFTAR ISI

BAB Halaman

DAFTAR TABEL ... ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Identifikasi Masalah ... 2 1.3 Tujuan ... 2 1.4 Kegunaan ... 2 II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Letak Geografis Habitat Ikan ... 3

2.1.1 Ikan Lalawak ... 3

2.1.2 Ikan Seren ... 3

2.1.3 Ikan Hampala ... 3

2.1.4 Ikan Nila ... 4

2.2 Biologi Ikan Sampel ... 4

2.2.1 Ikan Lalawak ... 4 2.2.2 Ikan Seren ... 5 2.2.3 Ikan Hampala ... 6 2.2.4 Ikan Nila ... 7 2.3 Pertumbuhan Ikan ... 8 2.3.1 Definisi Pertumbuhan ... 8 2.3.2 Tipe Pertumbuhan ... 9

2.3.3 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan ... 9

2.3.4 Hasil Penelitian Sebelumnya ... 10

2.3.4.1 Ikan Lalawak ... 10 2.3.4.2 Ikan Seren ... 11 2.3.4.3 Ikan Hampala ... 12 2.3.4.4 Ikan Nila ... 12 2.4 Reproduksi Ikan ... 13 2.4.1 Definisi Reproduksi ... 13 2.4.2 Tipe Pemijahan ... 13

2.4.3 Faktor yang Mempengaruhi Pemijahan ... 13

2.4.4 Hasil Penelitian Sebelumnya ... 17

2.4.4.1 Ikan Lalawak ... 17

2.4.4.2 Ikan Seren ... 17

2.4.4.3 Ikan Hampala ... 18

2.4.4.4 Ikan Nila ... 18

2.5 Kebiasaan Makan dan Cara Makan Ikan ... 19

2.5.1 Definisi ... 19

(4)

iii

2.5.3 Faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Makan ... 20

2.5.4 Hasil Penelitian Sebelumnya ... 20

2.5.4.1 Ikan Lalawak ... 20

2.5.4.2 Ikan Seren ... 20

2.5.4.3 Ikan Hampala ... 21

2.5.4.4 Ikan Nila ... 21

2.6 Parameter Penunjang Fisik dan Kimiawi Kualitas Air ... 22

2.6.1 Suhu ... 22

2.6.2 Penetrasi Cahaya ... 23

2.6.3 Derajat Keasaman ... 24

2.6.4 Dissolved Oxygen (DO) ... 24

III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat ... 25

3.2 Alat dan Bahan ... 25

3.2.1 Alat-alat Praktikum ... 25

3.2.2 Bahan-bahan Praktikum ... 25

3.3 Metode Praktikum ... 26

3.4 Prosedur Praktikum ... 26

3.4.1 Pertumbuhan dan Ratio Kelamin ... 26

3.4.2 Reproduksi ... 27

3.4.3 Food Habits ... 28

3.5 Parameter Pengamatan ... 29

3.5.1 Aspek Pertumbuhan ... 29

3.5.2 Aspek Reproduksi ... 31

3.5.3 Kebiasaan Makan dan Cara Makan Ikan ... 35

3.6 Analisis Data ... 38

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan dan Pengukuran Morfometrik Ikan ... 39

4.1.1 Identifikasi Morfometrik ... 39

4.1.2 Hasil Pengukuran Morfometrik ... 39

4.2 Pengelompokan Kelas Ukuran Ikan Nila, Ikan Lalawak, Ikan Hampala, Ikan Seren ... 39

4.3 Pola Pertumbuhan Ikan ... 42

4.4 Faktor Kondisi ... 43

4.5 Hasil Pengamatan dan Pembahasan Aspek Reproduksi Ikan ... 44

4.5.1 Hasil dan Pembahasan Rasio Kelamin ... 44

4.5.2 Hasil dan Pembahasan TKG ... 50

4.5.3 Hasil Perhitungan IKG ... 54

4.5.4 Hasil Perhitungan HSI Ikan ... 58

4.5.5 Hasil dan Pembahasan Diameter Telur dan Fekunditas Ikan ... 61

4.5.6 Hasil dan Pembahasan Tingkat Kematangan Telur Ikan ... 64

4.6 Hasil Pengamatan dan Pembahasan Aspek Food Habits Ikan ... 65

4.6.1 Indeks Preponderan ... 65

(5)

iv

4.6.3 Tingkat Trofik ... 70

4.6.4 Luas Relung ... 71

4.6.5 Tumpang Tindih ... 72

V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 74

5.2 Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 76

(6)

v

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Data Hasil Pengukuran Ikan Hampala ... 78

2. Data Hasil Pengukuran Ikan Lalawak ... 79

3. Data Hasil Pengukuran Ikan Seren ... 80

4. Data Hasil PEngukuran Ikan Nila ... 80

5. Data Aspek Reproduksi Ikan Lalawak ... 81

6. Data Aspek Reproduksi Ikan Hampala ... 81

7. Data Aspek Reproduksi Ikan Seren ... 82

8. Data Aspek Reproduksi Ikan Nila ... 82

9. Data Rasio Kelamin Ikan Lalawak ... 82

10. Data Rasio Kelamin Ikan Hampala ... 82

11. Data Rasio Kelamin Ikan Seren ... 83

12. Data Rasio Kelamin Ikan Nila ... 83

13. Data TKG Ikan Lalawak ... 83

14. Data TKG Ikan Hampala ... 84

15. Data TKG Ikan Seren ... 84

16. Data TKG Ikan Nila ... 84

17. Data IKG dan HSI Ikan Lalawak ... 85

18. Data IKG dan HSI Ikan Hampala ... 85

19. Data IKG dan HSI Ikan Seren ... 85

20. Data IKG dan HSI Ikan Nila ... 85

21. Data Aspek Kebiasaan Makanan Ikan Hampala ... 86

22. Data Aspek Kebiasaan Makanan Ikan Lalawak ... 86

23. Data Aspek Kebiasaan Makanan Ikan Seren ... 87

24. Data Aspek Kebiasaan Makanan Ikan Nila ... 87

25. Indeks Preponderan Ikan Hampala ... 87

26. Indeks Preponderan Ikan Lalawak ... 88

27. Indeks Preponderan Ikan Seren ... 89

(7)

vi

29. Indeks Pilihan Ikan Hampala ... 91

30. Indeks Pilihan Ikan Lalawak ... 92

31. Indeks Pilihan Ikan Seren ... 93

32. Indeks Pilihan Ikan Nila ... 94

(8)

vii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Ikan Lalawak ... 4

2. Ikan Seren ... 5

3. Ikan Hampala ... 6

4. Ikan Nila ... 7

5. Bagan Alir Prosedur Pertumbuhan ... 24

6. Bagan Alir Prosedur Perhitungan Rasio Kelamin ... 25

7. Bagan Alir Prosedur Perhitungan Tingkat Kematangan Gonad ... 25

8. Bagan Alir Prosedur Indeks Kematangan Gonad ... 26

9. Bagan Alir Prosedur Food and Feeding Habits ... 26

10. Posisi Inti Telur ... 33

11. Grafik Distribusi Panjang Total Ikan Lalawak ... 38

12. Grafik Distribusi Bobot Ikan Lalawak ... 39

13. Grafik Hubungan Panjang dan Bobot Ikan Lalawak ... 40

14. Grafik Faktor Kondisi Ikan Lalawak ... 42

15. Grafik Rasio Kelamin Ikan Lalawak ... 43

16. Grafik Rasio Kelamin Ikan Hampala ... 44

17. Grafik Rasio Kelamin Ikan Seren ... 45

18. Grafik Rasio Kelamin Ikan Nila ... 46

19. Grafik TKG Ikan Lalawak ... 47

20. Grafik TKG Ikan Hampala ... 48

21. Grafik TKG Ikan Seren ... 49

22. Grafik TKG Ikan Nila ... 50

23. Grafik IKG Ikan Lalawak ... 51

24. Grafik IKG Ikan Hampala ... 52

25. Grafik IKG Ikan Seren ... 53

26. Grafik IKG Ikan Nila ... 54

27. Grafik Hubungan IKG dan HSI Ikan Lalawak ... 55

(9)

viii

29. Grafik Hubungan IKG dan HSI Ikan Seren ... 56

30. Grafik Hubungan IKG dan HSI Ikan Nila ... 57

31. Grafik Diameter Telur Ikan Hampala ... 58

32. Grafik Diameter Telur Ikan Nila ... 59

33. Grafik Indeks Preponderan Ikan Hampal ... 62

34. Grafik Indeks Preponderan Ikan Lalawak ... 63

35. Grafik Indeks Perponderan Ikan Seren ... 64

36. Grafik Indeks Preponderan Ikan Nila ... 64

37. Grafik Tingkat Trofik Berbagai Jenis Ikan ... 67

38. Grafik Luas Relung Berbagai Jenis Ikan ... 68

39. Grafik Kompetisi Berbagai Jenis Ikan berdasarkan Kesamaan Pemanfaatan Pakan Alami ... 69

(10)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Alat-Alat Praktikum ... 95 2. Bahan Praktikum ... 96 3. Kegiatan Praktikum ... 97

(11)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ikan merupakan hewan vertebrata yang hidup di dalam air yang memiliki sifat

poikiloterm atau berdarah dingin yang berarti tubuhnya dapat mengikuti suhu air

dimana ia berada. Ikan termasuk hewan vertebrata, hidup di air, bernafas dengan insang, bergerak dengan sirip dan berlendir. Biologi Perikanan merupakan salah satu cabang ilmu biologi yang mempelajari seluk beluk dan cara pertumbuhan ikan. Pentingnya memahami tentang biologi perikanan merupakan salah satu upaya untuk memberikan kemampuan dalam menganalisis dan menduga pertumbuhan dan perkembang biakan ikan, sehingga dengan demikian dapat melihat jumlah stok yang ada dialam berdasarkan ukuran ikan. (Effendie 2002).

Ikan yang diamati kali ini adalah sampel ikan dari Waduk Jatigede, Sumedang. Spesies yang diamati adalah ikan-ikan konsumsi seperti ikan nila, ikan seren, ikan lalawak, dan ikan hampala. Secara biologis, ikan-ikan tersebut merupakan ikan yang hidup di perairan tawar dan golongan omnivora.

Praktikum kali ini membahas mengenai relasi panjang berat, tingkat kematangan gonad (TKG), indeks kematangan gonad (IKG), analisa morfometri, fekunditas, serta analisa pola kebiasaan makan ikan atau food and feeding habits. Pelaksanaan praktikum Biologi Perikanan ini dilakukan dengan harapan agar dapat lebih memahami dan mengerti segala kegiatan yang dilakukan selama praktikum berlangsung dan dapat memahami hasil yang diperoleh dalam praktikum ini sehingga dapat lebih mendalami mata kuliah Biologi Perikanan (Effendie 1997).

(12)

1.2 Identifikasi Masalah

Masalah yang dapat diidentifikasi dalam praktikum ini adalah sebagai berikut: 1. Pemahaman mengenai aspek pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis

niloticus), Ikan Lalawak (Barbodes balleroides), Ikan Hampala (Hampala macrolepdota), Ikan Seren (Cyclocheilichthys repasson)

2. Pemahaman mengenai aspek reproduksi Ikan Nila (Oreochromis niloticus), Ikan Lalawak (Barbodes balleroides), Ikan Hampala (Hampala

macrolepdota), Ikan Seren (Cyclocheilichthys repasson)

3. Pemahaman mengenai food and feeding habits Ikan Nila (Oreochromis

niloticus), Ikan Lalawak (Barbodes balleroides), Ikan Hampala (Hampala macrolepdota), Ikan Seren (Cyclocheilichthys repasson)

1.3 Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum ini yaitu agar praktikan dapat mengetahui ikan nila, ikan lalawak, ikan hampala dan ikan seren dari aspek pertumbuhan , aspek reproduksi, dan aspek food habits.

1.4 Kegunaan

Manfaat dari praktikum ini yaitu praktikan dapat mengetahui seberapa matang gonad ikan untuk reproduksi, regresi pertumbuhan ikan dan kebiasaan makan ikan di lingkungannya.

(13)

3 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Letak Geografis Habitat Ikan

Terdapat empat sampel dalam praktikum biologi perikanan yaitu ikan lalawak, ikan seren, ikan hampala dan ikan nila.

2.1.1 Ikan Lalawak (Barbodes balleroides)

Ikan Lalawak (Barbodes sp) merupakan salah satu spesies ikan yang terdapat diperairan umum kabupaten Sumedang, namun saat ini keberadaannya sudah sulit didapatkan. Salah satu perairan umum yang menjadi habitat ikan lalawak adalah sungai Cikandung yang terletak di kecamatan Buah Dua kabupaten Sumedang. Menurut masyarakat setempat, di perairan umum kecamatan Buah Dua terdapat dua jenis ikan lalawak, yaitu ikan lalawak biasa dan lalawak jengkol.

2.1.2 Ikan Seren (Cyclocheilichthys repasson)

Ikan seren banyak tertangkap di Bendung Curug oleh nelayan dengan menggunakan alat tangkap anggoh (jaring insang). Di daerah ini, kandungan oksigennya berkisar 6,40-6,85 ppm, menurut Swingle (1968) pada umumnya ikan masih dapat bertahan hidup pada kadar oksigen terlarut 1 ppm, tetapi untuk melangsungkan kegiatan pemijahan dan makan diperlukan sekurang-kurangnya 3 ppm.

2.1.3 Ikan Hampala (Hampala macrolepdota)

Di Indonesia ikan hampala terdapat di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan (Weber & de Beaufort 1916; Vaas, et. al. 1953). Ikan hampala hidup di perairan umum seperti sungai dan danau (Smith 1945) yang berarir jernih (Inger & Chin 1962). Sementara Jubaedah (2004) menyatakan bahwa habitat alami ikan hampala adalah perairan berarus kuat.

(14)

2.1.4 Ikan Nila (Orechromis niloticus)

Situ bekas galian pasir terletak di Desa Cikahuripan, Kecamtan Gekbrong, Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Situ Jamilah merupakan cekungan yang terbuat dari hasil penambangan pasir yang dilakukan oleh PT. Riyadi. Situ Jamilah baru sempurna terbentuk menjadi Situ pada sekitar tahun 2000. Situ bekas galian pasir yang telah tergenangi air ini berpotensi untuk dijadikan lokasi kegiatan perikanan baik usaha penangkapan maupun budidaya

Dalam pemanfaatannya sebagai tempat pemeliharaan ikan perlu mempertimbangkan beberapa aspek, yang paling mendasar yaitu dengan mengetahui atau menganalisis sumberdaya makanan yang akan dimanfaatkan oleh ikan yang ada di situ tersebut. Salah satu jenis ikan yang paling banyak tertangkap di situ bekas galian pasir adalah ikan nila (Oreochromis niloticus). Ikan ini merupakan komoditas perikanan air tawar yang sangat ekonomis. Perkembangan usaha budidaya ikan nila relatif cepat karena ikan nila memiliki banyak keunggulan diantaranya dapat hidup di air tawar, air payau bahkan air laut. Ikan ini juga tahan terhadap perubahan lingkungan, bersifat omnivora, mampu mencerna makanan secara efisien, pertumbuhan cepat dan tahan terhadap hama penyakit (Suyanto 2005).

2.2 Biologi Ikan Sample

Terdapat empat sampel dalam praktikum biologi perikanan yaitu ikan lalawak, ikan seren, ikan hampala dan ikan nila.

2.2.1 Ikan Lalawak (Barbodes balleroides)

Klasifikasi ikan Lalawak menurut Kottelat et al (1993) adalah sebagai berikut :

Phylum : Chordata Kelas : Pisces

Ordo : Cypriniformes Sub Ordo : Cyprinoidei Famili : Cyprinidae Genus : Barbodes

Spesies : Barbodes balleroides

(15)

Ikan lalawak memiliki bentuk badan agak panjang dan pipih dengan punggung meninggi, kepala kecil, moncung meruncing, mulut kecil terletak pada ujung hidung, sungut sangat kecil atau rudimenter. Di bawah garis rusuk terdapat sisik 5½ buah dan 3-3½ buah diantara garis rusuk dan permulaan sirip perut. Garis rusuknya sempurna berjumlah antara 29-31 buah. Badan berwarna keperakan agak gelap di bagian punggung. Pada moncong terdapat tonjolan-tonjolan yang sangat kecil. Sirip punggung dan sirip ekor berwarna abu-abu atau kekuningan, sirip dada berwarna kuning dan sirip dubur berwarna oranye terang.

Di alam, lalawak ditemukan hidup di jaringan sungai dan anak-anak sungai, dataran banjir, hingga ke waduk-waduk. Agaknya ikan ini menyukai air yang diam menggenang. Tercatat pula migrasi ikan ini meski tidak terlampau jauh, yakni dari sungai besar ke anak-anak sungai, saluran, dan dataran banjir, khususnya di awal musim hujan. Penyebaran alaminya tercatat di Sungai Mekong, Chao Phraya, Semenanjung Malaya, Sumatera dan Jawa.

2.2.2 Ikan Seren (Cyclocheilichthys repasson)

Klasifikasi ikan seren (Cyclocheilichtys Apogon) menurut Saanin (1968)

dan Kottelat et al., (1993) sebagai berikut : Filum : Chordata

Sub filum : Vertebrata Kelas : Actinopterygii Sub kelas : Teleostei Ordo : Cyipriniformes Sub ordo : Cyiprinoidae Famili : Cyiprinidae Sub famili : Cyiprininae Genus : Cyclocheilichtys

Spesies : Cyclocheilichthys repasson Nama lokal : Seren, keperes, temperas

Gambar 2. Ikan Seren (sumber : ffish.asia)

Ikan seren merupakan spesies ikan air tawar dari family Cyprinidae. Ikan ini biasa ditemuka di Asia Tenggara. Spesifiknya, ikan ini terdapat di lembah sungai Mekong dan Chao Praya, semenanjung Malaya,Sumatra, Jawa, dan Borneo. Ikan ini dapat tumbuh hingga panjang maksimum 21-28 cm (SL) dan 28 cm (TL). Ikan

(16)

seren merupakan ikan komersial kecil yang hidup di sungai-sungai kanal, kolam dan waduk. Ikan ini memiliki bercak di dasar sirip ekor serta dua pasang sungut (Froese 2014). Gurat sisi 29-31 buah. 3 – 3½ sisik antara gurat sisi dengan sirip perut. Sirip dubur dengan 6½ jari-jari bercabang.

Tinggi tubuh di awal sirip punggung 2,4-2,6 berbanding panjang standar (yakni panjang tanpa sirip ekor). Panjang kepala 4-4,3 berbanding panjang standar. Awal sirip punggung kira-kira sejajar sisik gurat sisi ke-10, di belakang awal sirip perut, dan terpisah dari ubun-ubun oleh 11 sisik. Rumus sirip punggung IV (jari-jari keras, duri), 8 (jari-jari lunak); sirip dubur, 6 sirip dada. Jari-jari keras terakhir (yakni duri terbesar) sirip punggung dengan gerigi kuat di sisi belakangnya. Batang ekor dikelilingi 16 sisik.

2.2.3 Ikan Hampala (Hampala macrolepdota)

Klasifikasi Ikan palung Hampala macrolepidota (C.V.) menurut Weber & Beaufort 1953 adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Pisces Sub kelas : Teleostei Ordo : Oshtaroiphysi Sub ordo : Cyprinoidea Famili : Cyprinidae Sub famili : Cyprininae Genus : Hampala

Spesies : Hampala macrolepidota

Gambar 3. Ikan Hampala (sumber : www.fishbase.org)

Ikan hampal termasuk ke dalam genus Hampala, sub familia Cyprininae, familia Cyprinidae, sub ordo Cyprinoidea, ordo Osthariophysi (Weber dan Beaufort 1916). Mulut di ujung, miring, lebar dan melewati pinggiran muka dari mata. Rahang atas terdapat dua sungut. Warna keperak-perakan dengan punggung lebih gelap. Pinggiran atas dan bawah sirip ekor berwarna hitam. Antara sirip punggung dan sirip perut berbelang hitam melintang (Weber dan Beaufort 1916; Saanin 1968).

(17)

Morfologi ikan palung yaitu ikan dewasa memiliki bercak hitam antara pinae dorsalis dan pinae abdominalis, kemudian akan samar pada ukuran besar. Tubuh memanjang dan pipih. Bagian kepala diantara mata agak menonjol. Bagian pinae dorsalis dipenuhi sisik dan bagian tepinya berwarna gelap. Bagian lain di pinae caudalis berwarna merah tua. Pinna dorsalis, pinae pectoralis, pinna abdominalis, dan pinna analis berwarna merah kekuningan (Pulungan 2009).

2.2.4 Ikan Nila (Orechromis niloticus)

Klasifikasi Ikan Nila (Orechromis niloticus) menurut Suyanto (1993) adalah sebagai berikut :

Filum : Chordata Sub filum : Vertebrata Kelas : Osteichthyes Sub kelas : Acanthoptherigi Ordo : Percomorphi Famili : Cichlidae Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis niloticus

Gambar 4. Ikan Nila (sumber : urbanfishfarmer.com)

Ikan nila memiliki ciri morfologis yaitu berjari-jari keras, sirip perut torasik, letak mulut subterminal dan berbentuk meruncing. Selain itu, tanda lainnya yang dapat dilihat dari ikan nila adalah warna tubuhnya hitam dan agak keputihan. Bagian tutup insang berwarna putih, sedangkan pada nila lokal putih agak kehitaman bahkan kuning. Sisik ikan nila berukuran besar, kasar dan tersusun rapi. Sepertiga sisik belakang menutupi sisi bagian depan. Tubuhnya memiliki garis linea lateralis yang terputus antara bagian atas dan bawahnya. Linea lateralis bagian atas memanjang mulai dari tutup insang hingga belakang sirip punggung sampai pangkal sirip ekor. Ukuran kepala relatif kecil dengan mulut berada di ujung kepala serta mempunyai mata yang besar (Kottelat et al. 1993).

Bentuk badan ikan nila (Oreochromis niloticus) ialah pipih ke samping memanjang. Mempunyai garis vertikal pada badan sebanyak 9–11 buah, sedangkan

(18)

garis-garis pada sirip berwarna merah berjumlah 6–12 buah. Pada sirip punggung terdapat juga garis-garis miring. Mata kelihatan menonjol dan relatif besar dengan bagian tepi mata berwarna putih. Badan relatif lebih tebal dan kekar dibandingkan ikan mujair. Garis lateralis (gurat sisi di tengah tubuh) terputus dan dilanjutkan dengan garis yang terletak lebih bawah (Susanto, 2007).

Perbedaan antara ikan jantan dan betina dapat dilihat pada lubang genitalnya dan juga ciri-ciri kelamin sekundernya. Pada ikan jantan, di samping lubang anus terdapat lubang genital yang berupa tonjolan kecil meruncing sebagai saluran pengeluaran kencing dan sperma. Tubuh ikan jantan juga berwarna lebih gelap, dengan tulang rahang melebar ke belakang yang memberi kesan kokoh, sedangkan yang betina biasanya pada bagian perutnya besar (Suyanto, 2003).

2.3 Pertumbuhan Ikan 2.3.1 Definisi Pertumbuhan

Pertumbuhan merupakan proses utama dalam hidup ikan, selain reproduksi. Pertumbuhan adalah perubahan ukuran ikan dalam jangka waktu tertentu, ukuran ini bisa dinyatakan dalam satuan panjang, bobot maupun volume. Ikan bertumbuh terus sepanjang hidupnya, sehingga dikatakan bahwa ikan mempunyai sifat pertumbuhan tidak terbatas (Rahardjo dkk 2011).

Pertumbuhan sebagai salah satu aspek biologi ikan adalah suatu indikator yang baik untuk melihat kesehatan individu, populasi, dan lingkungan. Pertumbuhan yang cepat mengindikasikan kelimpahan makanan dan kondisi lingkungan yang sesuai (Moyle & Cech 2004). Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran, baik panjang maupun berat. Pertumbuhan dipengaruhi faktor genetik, hormon dan lingkungan. Meskipun secara umum, faktor lingkungan yang memegang peranan sangat penting adalah zat hara dan suhu lingkungan. Akan tetapi, di daerah tropis zat hara lebih penting dibandingkan lingkungan. Tidak semua makanan yang dimakan oleh ikan digunakan untuk pertumbuhan. Sebagian besar energi dari makanan digunakan untuk aktivitas, pertumbuhan dan reproduksi (Fujaya 2004).

(19)

Hubungan panjang dan berat ikan memberikan suatu petunjuk keadaan ikan, baik dari kondisi ikan itu sendiri dan kondisi luar yang berhubungan dengan ikan tersebut. Di antaranya adalah keturunan, seks, umur, parasit, dan penyakit. Pada keturunan yang berasala dari alam sangat sulit di kontrol, untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik. Ikan mempunyai kecepatan pertumbuhan yang berbeda pada tingkatan umur dimana pada waktu muda pertumbuhannya cepat dan ketika tua menjadi lamban, serta parasit dan penyakit sangat berpengaruh bila yang di serang adalah organ-organ pencernaan. Faktor luar yang utama ialah makanan dan suhu perairan. Makanan dengan kandungan nutrisi yang baik akan mendukung pertumbuhan dari ikan tersebut sendangkan suhu akan mempengaruhi proses kimiawi tubuh (Effendie 2002).

Berat dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Hubungan panjang dengan berat hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa berat ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya. Hubungan yang terdapat pada ikan tidak demikian karena bentuk dan panjang ikan berbeda-beda. Pengukuran panjang ikan dalam penelitian biologi perikanan hendaknya mengikuti suatu ketentuan yang sudah lazim digunakan. Dalam hal ini panjang ikan dapat diukur dengan menggunakan sistem metrik ataupun sistem lainnya (Effendie 1979). Lebih lanjut dikatakan bahwa dalam pengukuran tersebut nantinya akan diperoleh nilai b, yang ikut menentukan seimbang tidaknya antara berat dan panjang ikan. Dimana nilai b yang mungkin muncul adalah b<3, b=3, atau b>3.

2.3.3 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan

Pertumbuhan merupakan proses biologis yang kompleks dimana banyak faktor yang mempengaruhinya.Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar sulit dikontrol yang meliputi keturunan, seks, umur, parasit, dan penyakit. Faktor luar utama yang mempengaruhi pertumbuhan adalah makanan dan suhu perairan (Effendi 2002). Apabila terlalu banyak individu yang ada di perairan yang tidak sebanding dengan ketersediaan makanan di perairan, maka akan terjadi kompetisi terhadap makanan tersebut. Adanya keberhasilan

(20)

dalam mendapatkan makanan akan menentukan pertumbuhan dalam satu keturunan akan terdapat perbedaan ukuran.

Secara umum pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan ikan yaitu keturunan (genetik), jenis kelamin, parasit dan penyakit. Faktor dalam umumnya adalah faktor yang sukar dikontrol, diantaranya ialah keturunan, sex, umur, parasit dan penyakit. Dalam suatu kultur, faktor keturunan mungkin dapat dikontrol dengan mengadakan seleksi untuk mencari ikan yang baik pertumbuhannya. Faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan ikan yaitu jumlah dan ukuran makanan yang tersedia, jumlah ikan yang menggunakan sumber makanan yang tersedia, suhu, oksigen terlarut (Weatherley, 1972 yang diacu oleh Tutupoho, 2008). Namun dari kedua faktor itu belum diketahui faktor mana yang memegang peranan lebih besar. Royce (1973) dalam Febriani (2010) menyatakan kombinasi dari kedua faktor ini biasanya sangat berpengaruh di daerah perairan temperate atau wilayah artik yang membeku pada musim dingin. Hal ini dikarenakan ketika suhu mendekati 0°C maka aktivitas metabolisme dan pertumbuhan bersifat minimal.

2.3.4 Hasil Penelitian Sebelumnya

Terdapat empat sampel dalam praktikum biologi perikanan yaitu ikan lalawak, ikan seren, ikan hampala dan ikan nila.

2.3.4.1 Ikan Lalawak (Barbodes balleroides)

Ketinggian tempat akan mempengaruhi kondisi ekologi perairan kolam baik secara fisika, kimia dan biologi. Perbedaan kondisi tersebut akan mempengaruhi pula kondisi biologi ikan lalawak, termasuk laju pertumbuhannya. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan penebaran benih ikan lalawak di kolam-kolam pemeliharaan pada ketinggian tempat yang berbeda. Pertumbuhan di masing-masing kolam bersifat allometrik negatif karena nilai b < 3, artinya pertumbuhan panjang lebih dominan daripada pertumbuhan berat. Nilai laju pertumbuhan dapat menggambarkan adanya daya dukung media atau lingkungan terhadap pertumbuhan ikan lalawak. Semakin tinggi laju pertumbuhan, maka semakin baik

(21)

pula daya dukung lingkungan terhadap pertumbuhan ikan lalawak di kolam pemeliharaan (Fajarwati 2006).

Sriati (1987) dan Sanusi (1977) menyatakan bahwa faktor kondisi ikan lalawak jantan lebih kecil daripada faktor kondisi ikan lalawak betina. Hal tersebut dikarenakan pertumbuhan panjang ikan jantan lebih cepat daripada ikan betina. Faktor kondisi yang lebih besar menunjukkan bahwa ikan betina memiliki kondisi lebih baik untuk bertahan hidup dan proses produksinya dibandingkan ikan jantan. Berdasarkan hasil pengamatan kondisi ikan dengan rata-rata panjang dan berat bahwa setiap pertambahan panjang dan berat ikan akan disertai dengan meningkatnya kondisi fisik untuk reproduksi. makanan adalah salah satu faktor yang dapat menunjang pertumbuhan. Ketika masih ikan masih muda, makanan yang dimakan lebih banyak untuk proses pertumbuhan panjang, sehingga tubuh ikan di ketiga kolam terlihat pipih atau kurus (Fajarwati 2006).

Faktor kondisi ikan betina di kolam II yang memiliki nilai paling tinggi dapat disebabkan oleh Tingkat Kematangan Gonad (TKG) mulai mencapai kematangan. Harga satuan faktor kondisi (K) pada dasarnya tidak bernilai apa-apa, tetapi akan terlihat kegunaaannya apabila dibandingkan dengan kelompok yang lain. Nilai K yang berkisar antara 1 – 2 menunjukkan bahwa tubuh ikan berbentuk kurang pipih dan apabila nilai K berkisar antara 2 – 4, maka tubuh ikan berbentuk agak pipih (Effendi 1979).

Menurut Pescod (1973), suhu mempengaruhi sifat fisika, kimia dan biologi perairan. Perubahan suhu dapat mempengaruhi kehadiran spesies akuatik, pemijahan, penetasan dan aktivasi pertumbuhan. Hasil pengukuran aspek ekologis perairan pada berbagai ketinggian tempat memberikan pengaruh yang cukup signifikan bagi aspek biologis ikan lalawak.

2.3.4.2 Ikan Seren (Cyclocheilichthys repasson )

Berdasarkan hasil pemetaan kertas peluang, pada kelas panjang total diperoleh rata-rata panjang tubuh ikan seren jantan dan betina. Pada ikan seren jantang yang memiliki matang gonad berkisar 157 – 197 mm, sementara ikan seren betina matang gonad panjang tubuh berkisar 131 – 190 mm. secara keseluruhan,

(22)

baik ikan seren jantan maupun ikan seren betina memiliki nilai b kuran dari 3, yaitu tipe pertumbuhan allometrik negatif.(Satria 1985).

2.3.4.3 Ikan Hampala (Hampala macrolepdota)

Hasil penelitian Hardjasasmita et. al (1973) di danau Cangkuang, didapati ikan hampal betina dan jantan masing-masing berukuran antara 23 – 36 cm dan 13,5 – 24 cm bergonad matang. Hasil penelitian Rahardjo (1977) di waduk Jatiluhur, kisaran panjang total dan berat masing-masing antara 185-507 mm dan 90-1.420 gram yang diteliti dari bulan Juli sampai bulan November 1976. Pertumbuhan ikan hampal dan betina termasuk pertumbuhan isometrik. Pada panjang yang sama, ikan betina lebih berat daripada ikan jantan.

2.3.4.4 Ikan Nila (Orechromis niloticus)

Pertumbuhan yang cepat pada ikan nila diperoleh dari ikan yang berkelamin jantan, ikan nila jantan tumbuh lebih cepat dengan pertumbuhan rata-rata 2,1 gr/hari dibanding dengan, ikan nila betina yang hanya rata-rata tumbuh 1,8 gr/hari, maka lebih ekonomis, jika di dalam tambak hanya ditebar benih ikan nila berkelamin jantan (Thomas 2005).

Pertumbuhan yang pesat, selain ditentukan oleh kerja osmotik ikan yang rendah juga bergantung kepada efisiensi pemanfaatan pakan. Pada saat curah hujan yang tinggi misalnya pertumbuhan berbagai tanaman air akan berkurang sehingga mengganggu pertumbuhan air dan secara tidak langsung mengganggu pertumbuhan ikan nila. Ikan nila juga akan lebih cepat tumbuhnya jika dipelihara di kolam yang dangkal airnya, karena di kolam dangkal pertumbuhan tanaman dan ganggang lebih cepat dibandingkan di kolam yang dalam. Ada yang lain yaitu kolam yang pada saat pembuatannya menggunakan pupuk organik atau pupuk kandang juga akan membuat pertumbuhan tanaman air lebih baik dan ikan nila juga akan lebih pesat pertumbuhannya (Ferraris et al. 1986).

(23)

2.4 Reproduksi Ikan 2.4.1 Definisi Reproduksi

Menurut Fujaya (2004), reproduksi adalah kemampuan individu untuk menghasilkan keturunan sebagai upaya untuk melestarikan jenisnya atau kelompoknya. Reproduksi merupakan cara dasar mempertahankan hidup yang dilakukan oleh semua bentuk kehidupan oleh pendahulu setiap individu organisme untuk menghasilkan suatu generasi selanjutnya. Siklus reproduksi ikan bersifat teratur dan berkala, ada yang terjadi satu kali memijah dalam hidupnya (contohnya : salmon, lamprey) dan ada yang lebih dari satu kali dalam setahun (contohnya : ikan mas dan ikan nila).

2.4.2 Tipe Pemijahan

Berdasarkan habitat ikan memijah, ikan dibedakan menjadi lithophil (memijah di dasar perairan berbatu), psamophil (memijah di pasir), pelagophil (memijah di perairan terbuka) dan ostracophil (memijah pada cangkang hewan mati). Berdasarkan tempat embrio berkembang dan tempat terjadinya pembuahan ikan dibedakan menjadi ovipar (ikan mengeluarkan telur saat memijah), Vivipar (ikan yang melahirkan anak-anaknya) dan ovovivipar (ikan bertelur dan melahirkan anaknya).

Menurut Effendie (1997), pola pemijahan dapat dibedakan menjadi empat macam pola yakni:

a. Pemijahan yang berlangsung satu kali dalam satu tahun dalam waktu yang pendek.

b. Pemijahan berlangsung satu kali satu tahun tetapi dalam waktu yang lama, lebih lama dari tipe pemijahan A.

c. Pemijahan berlangsung dua kali dalam setahun d. Pemijahan sepanjang tahun, tetapi terputus-putus.

2.4.3 Faktor yang Mempengaruhi Pemijahan

Pemijahan ikan dipengaruhi oleh faktor eksternal (eksogenous) dan internal (endogenous).Kedua faktor tersebut berpengaruh terhadap pematangan gonad akhir dan ovulasi oosit. Faktor eksternal yang mempengaruhi reproduksi yaitu pendorong

(24)

dan penghambat hormon gonadotropin, gonadotropin pra ovulasi dan respon ovarium terhadap GtH. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi pemijahani adalah photo periode, suhu, substrat untuk pemijahan dan hubungan dengan individu lain (faktor sosial) (Stacey 1984).

Pada sebagian besar ikan teleostei, adanya perbedaan antara faktor eksternal dan internal akan mendorong ikan melakukan strategi reproduksi tertentu. Fuktuasi kondisi lingkungan dapat mempengaruhi aktifitas neuroendokrin dan endokrin. Sementara itu neuroendokrin dan endokrin berperan penting dalam merangsang pematangan akhir oosit dirangsang oleh (Jalabert, 1976 dalam Stacey 1984).

Pada banyak kasus reproduksi ikan, sering ditemukan bahwa proses ovulasi ikan tidak dapat berlangsung, meskipun proses vitellogenesis sudah sempurna. Keberhasilan proses ovulasi ditentukan oleh mekanisme fisiologi, proses metabolisme dan kesesuaian dengan faktor eksternal (kehadiran pejantan, substrat untuk pemijahan, rendahnya ancaman predator dan sebagainya). Namun demikian informasi tentang peran faktor eksternal dalam proses reproduksi masih sangat terbatas.

Menurut Stacey (1984), beberapa faktor eksternal yang berperan penting bagi keberhasilan proses reproduksi adalah:

1. Photo periode

Proses ovulasi pada beberapa ikan teleostei menunjukkan hubungan yang erat dengan photoperiod. Ikan Oryzias latipes, perbedaan perlakuan photoperiod menunjukkan tingkat GtH yang berbeda, kadar GtH dalam darah meningkat pada photoperiod yang berubah-ubah (dari terang ke gelap dan sebaliknya). Tetapi pada penerangan yang konstan (selalu terang atau gelap selalu) kadar GtH dalam darah cenderung berfluktuasi (Iwamatsu 1978 dalam Stacey 1984). Photoperiod diduga berpengaruh secara langsung terhadap mekanisme saraf yang menentukan waktu pemijahan bagi ikan laut.

Ikan cyprinidae yang hidup di daerah subtropik seperti Notemigonus

crysoleucas, Carassius auratus, Gila cypha dan Couesius plumbeus biasanya

(25)

disesuaikan dengan suhu dan photo periode. Pada musim dingin gametogenesis berlangsung lambat, kemudian semakin meningkat pada musim panas dan mencapai tahap perkembangan sempurna pada musim semi (Helfman et al., 1997). Jourdan et al. (2000) menyatakan bahwa ikan Perca fluviatilis yang dipelihara pada laboratorium dengan photo periode 24 jam menunjukkan kematian yang lebih tinggi 7,4% dibandingkan dengan photo periode 12 jam dan 18 jam (masing-masing 3,2% dan 3,3%). Selanjutnya pada photo periode yang lebih lama perkembangan gonad akan terhambat (terutama ikan jantan).

2. Suhu

Suhu berpengaruh terhadap berbagai fungsi sistem reproduksi ikan teleostei, termasuk laju sekresi dan pembersihan GnRH, pengikatan GtH oleh gonad, siklus harian GtH, sintesis dan katabolisme steroid, serta stimulasi GtH (Stacey 1984). Perubahan suhu yang terlalu tinggi dapat menjadi trigger tingkah laku pemijahan ikan. Suhu juga berpengaruh langsung dalam menstimulasi endokrin yang mendorong terjadinya ovulasi.

Siklus reproduksi musiman pada ikan tropis cenderung dipengaruhi oleh adanya hujan, bukan oleh suhu. Pada musim hujan akan banyak ditemukan daerah genangan air seperti rawa banjiran yang berfungsi sebagai tempat pemijahan dan daerah asuhan larva. Beberapa ikan tropis (mormyridae, cyprinidae), pada musim hujan akan melakukan migrasi ke hulu sungai dan rawa banjiran untuk memijah (Munro 1990 dalam Helfman et al 1997).

3. Substrat pemijahan

Mekanisme pengaturan ovulasi dipengaruhi oleh kebutuhan ikan terhadap jenis substrat tertentu. Jika substrat yang sesuai belum ditemukan, maka ovulasi tidak akan terjadi. Fenomena ini dapat dilihat pada ikan-ikan yang tempat pemijahannya memerlukan jenis substrat tertentu.

4. Ketersediaan makanan

Komposisi protein merupakan faktor esensial yang dibutuhkan ikan untuk pematangan gonad. Lemak adalah komponen pakan kedua setelah protein, pakan induk yang kekurangan asam lemak esensial akan menghasilkan laju pematangan gonad yang rendah. Tetapi proporsi lemak yang relatif rendah dengan Ω3-HUFA

(26)

tinggi dapat meningkatkan kematangan gonad. Mineral yang penting bagi pematangan gonad adalah phospor (P), seng (Zn), dan mangan (Mn) (NRC, 1993 dalam Tang dan Affandi, 2001). Sedangkan vitamin E berperan penting dalam pematangan gonad. Kandungan vitamin E dalam pakan sebesar 24,5 IU/g pakan menunjukkan hasil terbaik bagi pematangan gonad ikan ekor kuning (Verankupiya et al. 1995 dalam Tang dan Affandi 2001).

5. Faktor interaksi antar individu

Interaksi antar individu dapat mempengaruhi tingkah lau reproduksi dan fertilitas. Salah satu spesies chichlid Haplochromisburtoni, interaksi antara ikan

jantan mempengaruhi fungsi gonad. Mekanisme ini diatur oleh otak melalui saraf yang mengatur pelepasan GnRH sesuai dengan status sosial ikan jantan (White et

al., 2002).GnRH dikirim oleh saraf hyphotalamus ke pituitary yang mengatur

proses reproduksi melalui pelepasan pituitary gonadotropin yang mengatur fungsi gonad (Sherwood,1987 dalam White et al. 2002).

Stimuli yang bersifat visual dan kimia dari individu lain dapat meningkatkan frekuensi pemijahan. Stimuli ini mendorong perkembangan ovarium tetapi tidak mempengaruhi ovulasi secara langsung. Pada ikan sepat (Trichogaster pectoralis), aktifitas ikan jantan yang sedang membuat sarang dapat mempercepat ovulasi. Pada beberapa spesies ikan, ovulasi akan terhambat jika kepadatan ikan pada suatu perairan sangat tinggi.

6. Salinitas

Pada ikan Black Bream (Acanthopagrus butcheri) salinitas tidak berpengaruh terhadap pematangan gonad ikan jantan maupun betina. Tingkat plasma steroid ikan betina tidak terpengaruh oleh salinitas, tetapi pada ikan jantan yang dipelihara salinitas 35‰ daripada salinitas 5‰ pada bulan September, plasma 17,20b-dihydroxy-4-progestero-3-one 17,20bP dan 11-ketotestosterone menunjukkan peningkatan (Haddy dan Pankhurst 2000).

(27)

2.4.4 Hasil Penelitian Sebelumnya

Terdapat empat sampel dalam praktikum biologi perikanan yaitu ikan lalawak, ikan seren, ikan hampala dan ikan nila.

2.4.4.1 Ikan Lalawak (Barbodes balleroides)

Penelitian potensi reproduksi ikan lalawak merupakan penelitian eksploratif, dan dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan Ikan lalawak jengkol mempunyai kemampuan reproduksi yang cukup baik dibandingkan dengan ikan lalawak sungai dan kolam (indek kematangan gonad ikan jantan 1.07 ± 0.62 dan betina 14.90 ± 1.05, fekunditasnya 12 936 ± 870.03, bobot telur 113.69 ± 5.52 μg/butir dan diameter telur 0.71 ± 0.01 mm) (Anonim 2013).

Menurut Kusmini dkk (2016) hasil penelitian menunjukkan bahwa kisaran fekunditas ikan lalawak adalah 1.90 – 2.236 butir / gram bobot gonad, dan 83-352 butir / gram bobot badan induk dengan rata-rata diameter telur 0,87-1,10 mm. IKG berkisar 3,73%-18,36% dari kisaran bobot induk 85,32-264,8 g. Hubungan antara bobot badan dengan bobot gonad ikan lalawak digambarkan dengan persamaan linear y= 5,829ln (x) + 0,691 (r= 0,874); sedangkan hubungan panjang badan terhadap bobot gonad digambarkan dengan persamaan y= 28,52ln (x) - 38,10 (r= 0,7487). Pada ikan lalawak, hubungan bobot badan dengan fekunditas lebih erat dibandingkan dengan hubungan panjang badan terhadap fekunditas. Hasil pengamatan juga menyimpulkan bahwa ikan lalawak tergolong ikan yang memijah secara parsial.

2.4.4.2 Ikan Seren (Cyclocheilichthys repasson )

Studi mengenai potensi reproduksi ikan seren ini adalah untuk mengetahui potensi reproduksi ikan seren. Rata-rata diameter telur dan tingkat kematangan gonad yang hampir masak adalah berkisar 0,4096 – 0,6245 mm dengan rata-rata panjang tubuh 131 mm; tingkat kematangan gonad masak berkisar diameter 0,5532 – 0,7881 mm dengan rata-rata panjang tubuh 163 mm; tingkat kematangan gonad masak sekali berkisar diameter telur 0,7269 – 1,0452 mm dengan rata-rata panjang tubuh 190 mm (Satria 1985).

(28)

2.4.4.3 Ikan Hampala (Hampala macrolepdota)

Hasil penelitian Uslichah dan Syandri (2003) di danau Singkarak diperoleh ikan betina pertama kali matang gonad pada ukuran 310 – 330 mm dan ikan jantan pada ukuran panjang 200,84 – 231,67 mm. Indeks Somatik Gonad (IKG) ikan sasau betina pada TKG IV berkisar 2,95 % - 7,74 % dan ikan jantan berkisar dari 2,21 % - 3,07 %. Fekunditas mutlak ikan sasau betina yang berada pada TKG IV berkisar dari 88.442 – 143.617 butir dan fekunditas nisbi adalah 4.057 butir / gram bobot gonad.

Hasil penelitian Rukayah dan Sulistyo (2013) yang dilakukan pada bulan Juni-Juli 2013 di waduk PB. Soedirman Banjarnegara, Jawa Tengah, nisbah kelamiin ikan tidak seimbang, ikan palung jantan belum matang gonad dan ikan palung betina matang gonad berukuran panjang 40 cm dan berat 917 gram. Fekunditas sangat rendah, yaitu berkisar 1.040 – 2.517 butir. Rata-rata diameter telur oada ujab berukuran panjang 28 cm, berat tubuh 265,5 gram, dan berat gonad 0,81 gram adalah 47,46 µm. Pola pemijahan ikan saasau adalah partial spawning.

Hasil penelitian Rahardjo (1977) di waduk Jatiluhur perbandingan jumlah ikan jantan dan betina tidak berbeda pada tiap bulan. Ikan hampal diduga memijah antara bulan Agustus sampai Oktober. Ikan betina memijah setahun sekali dengan periode pemijahan yang relative singkat. Fekunditas total ikan hampal pada panjang total antara 206-507 mm dan berat 100 – 1.420 gram berkisar antara 5.398 – 56.109 butir.

2.4.4.4 Ikan Nila (Orechromis niloticus)

Hasil penelitian Subiyanto dkk (2013) di perairan Rawa Pening Kabupaten Semarang nilai IKG berkisar 0,03-2,5. Pada bulan Mei rata – rata fekunditasnya berjumlah 123 butir, bulan Juni berjumlah 398 butir, dan Juli berjumlah 587 butir. Presentase ikan Nila di perairan sebesar 56,89% ikan jantan, dan 43,10% ikan betina.

(29)

2.5.1 Definisi Kebiasaan Makan dan Cara Makan Ikan

Kebiasaan makan ikan (food habits) adalah kuantitas dan kualitas makanan yang dimakan oleh ikan, sedangkan kebiasaan cara makan (feeding habits) adalah waktu, tempat dan caranya makanan tersebut didapatkan oleh ikan. Ikan mas tergolong jenis omnivora, yakni ikan yang dapat memangsa berbagai jenis makanan, baik yang berasal dari tumbuhan maupun binatang renik. Namun, makanan utamanya adalah tumbuhan dan binatang yang terdapat di dasar dan tepi perairan. Ikan mas tersebut mempunyai kebiasaan mengaduk-aduk dasar perairan atau dasar kolam untuk mencari makanan.

Makanan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan bagi reproduksi, dinamika populasi dan kondisi ikan di suatu perairan (Nilolsky 1963 dalam Rahayu 2009). Keberadaan suatu jenis ikan di perairan memiliki hubungan yang erat dengan keberadaan makanannya (Larger 1972 dalam Rahayu 2009).

Kebiasaan makan ikan secara alami tergantung kepada lingkungan tempat ikan itu hidup (Effendie 2002). Kebiasaan makan ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain habitat, kesukaan terhadap jenis makanan tertentu, musim, periode harian mencari makanan, spesies kompetitor, ukuran dan umur ikan (Ricker 1970 dalam Rahayu 2009). Nikolsky 1963 dalam Rahayu 2009, menyatakan bahwa urutan kebiasaan makanan ikan terdiri dari:

1) Makanan utama, yaitu makanan yang biasa dimakan dalam jumlah yang banyak.

2) Makanan tambahan, yaitu makanan yang biasa dimakan dan ditemukan di dalam usus dalam jumlah yang lebih sesikit.

3) Makanan pelengkap, yaitu makanan yang terdapat dalam saluran pencernaan dengan jumlah yang sangat sedikit.

4) Makanan pengganti, yaitu makanan yang hanya dikonsumsi jika makanan utama tidak tersedia.

(30)

2.5.2 Tipe-tipe Kebiasaan Makan dan Cara Makan Ikan

Berdasarkan jumlah variasi dari macam-macam makanan dapat dibagi menjadi euryphagic yaitu ikan pemakan macam-macam makanan, stenophagic yakni ikan pemakan makan yang macamnya sedikit atau sempit dan monophagic ikan yang makannya terdiri dari satu macam makanan saja (Effendie 1997).

2.5.3 Faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Makan

Tidak keseluruhan makanan yang ada dalam suatu perairan dimakan oleh ikan. beberapa faktor yang mempengaruhi dimakan atau tidaknya suatu zat makanan oleh ikan diantaranya yaitu ukuran makanan ikan, warna makanan dan sselera makan ikan terhadap makanan tersebut. Sedangkan jumlah makanan yang dibutuhkan oleh ikan tergantung pada kebiasaan makan, kelimpahan makanan, nilai konversi makanan serta kondisi makanan ikan tersebut (Yasidi dkk 2005).

2.5.4 Hasil Penelitian Sebelumnya

Terdapat empat sampel dalam praktikum biologi perikanan yaitu ikan lalawak, ikan seren, ikan hampala dan ikan nila.

2.5.4.1 Ikan Lalawak (Barbodes balleroides)

Berdasarkan hasil penelitian Sriati (2008) jenis makanan ikan lalawak adalah berupa fitoplakton, zooplankton, invertebrata air dan detritus. Dari analisis isi perut, ikan lalawak tergolong ian karnivora karena ditemkan jenis organsme hewani dan nabati,

2.5.4.2 Ikan Seren (Cyclocheilichthys repasson )

Berdasarkan penelitian Hedianto dkk. (2010), ikan keperas bersifat omnivora, dengan sumber pakan utama dari tumbuh-tumbuhan (54,98%), ditambah dengan detritus (19,05%), cacing (9,3%), fitoplankton (8,22%), serangga (4,89%), dan sesekali juga zooplankton (3,57%).

(31)

2.5.4.3 Ikan Hampala (Hampala macrolepdota)

Ikan Hampala bersifat predator. Pakan utama ikan hampala di Waduk Jatiluhur adalah ikan. Crustacea dan serangga merupakan pakan pelengkap (Rahardjo 1977). Menurut Jubaedah (2004), hasil identifikasi organisme yang terdapat pada lambung ikan hampala adalah ikan, Crustacea, Insecta, larva Insecta,

Cladocera, Copepoda, Ostracoda, Annelida, Rotifera, serasah dan telur ikan.

Dengan demikian, makanan utama ikan hampala ialah ikan. Crustacea dan serangga masing-masing merupakan makanan pelengkap dan makanan tambahan. Inger & Chin (1962) menyatakan bahwa ikan hampala yang berukuran lebih dari 100 mm, terutama memakan ikan, sedangkan yang berukuran 31,8-60,5 mm, mengandung potongan-potongan serangga.

2.5.4.4 Ikan Nila (Orechromis niloticus)

Berdasarkan penelitian Satia dkk (2009) di danau bekas galian pasir Gekbrong Cianjur, Jawa Barat, ikan nila tergolong ikan herbivora cenderung karnivor yang dapat diketahui dari hasil analisis makanan dalam lambung yang terdiri dari fitoplankton, zooplankton dan serasah. Fitoplankton didominasi oleh kelompok Cholorophyceace, Myxophyceace, dan Desmid. Sedangkan zooplankton didominasi oleh Rotifera, Crustacea dan Protozoa

Sample ikan uji yang digunakan untuk menganalisis Indeks bagian terbesar (IP) berjumlah 53 ekor. Terdiri dari ikan jantan 34 ekor, diantaranya 26 ekor lambungnya berisi dan ikan betina yang berjumlah 19 ekor dengan jumlah lambung yang berisi 18 ekor. Nilai IP dari ikan nila jantan dan betina untuk Chlorophyceace masingmasing 93.62% dan 91.37% (IP>40%). Hal ini menunjukan bahwa Chlorophyceace (alga hijau) merupakan makanan utama ikan nila (Gambar 2). Makanan pelengkap ikan nila terdiri dari Myxophyceace (alga biru), Nilai IP untuk masing-masing makanan pada ikan jantan sebesar 6,32% (IP = 4-40%), sedangkan untuk ikan nila betina sebesar 8,31%. Protozoa, Rotifera, Desmid dan serasah merupakan makanan tambahannya.

(32)

2.6 Parameter Penunjang Fisik dan Kimiawi Kualitas Air

Air adalah kehidupan, boleh dikatakan semua kehidupan dijagad raya ini bergantung pada ketersediaan air. Oleh karena itu air menjadi indikasi utama adanya kehidupan di suatu tempat di jagat raya.Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh manusia dan makhluk hidup yang lain.

Beberapa parameter fisik yang digunakan untuk menentukan kualitas air meliputi suhu, penetrasi cahaya, derajat keasaman (pH) dan Dissolved Oxygen (DO).

2.6.1 Suhu

Pola temperatur ekosistem air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya, ketinggihan geografis dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh di tepi. Di samping itu pola temperatur perairan dapat di pengaruhi oleh faktor-faktor anthropogen (faktor yang di akibatkan oleh aktivitas manusia) seperti limbah panas yang berasal dari air pendingin pabrik, penggundulan DAS yang menyebabkan hilangnya perlindungan, sehingga badan air terkena cahaya matahari secara langsung (Effendi 2003).

Suhu tinggi tidak selalu berakibat mematikan tetapi dapat menyebabkan gangguan kesehatan untuk jangka panjang, misalnya stres yang ditandai dengan tubuh lemah, kurus, dan tingkah laku abnormal. Pada suhu rendah, akibat yang ditimbulkan antara lain ikan menjadi lebih rentan terhadap infeksi fungi dan bakteri patogen akibat melemahnya sistem imun. Pada dasarnya suhu rendah memungkinkan air mengandung oksigen lebih tinggi, tetapi suhu rendah menyebabkan menurunnya laju pernafasan dan denyut jantung sehingga dapat berlanjut dengan pingsannya ikan-ikan akibat kekurangan oksigen (Effendi 2002).

(33)

Kecerahan dan kekeruhan air dalam suatu perairan dipengaruhi oleh jumlah cahaya matahari yang masuk ke dalam perairan atau disebut juga dengan intensitas cahaya matahari. Cahaya matahari di dalam air berfungsi terutama untuk kegiatan asimilasi fito/tanaman di dalam air. Daya tembus cahaya ke dalam air sangat menentukan tingkat kesuburan air. Dengan diketahuinya intensitas cahaya pada berbagai kedalaman tertentu, kita dapat mengetahui sampai dimanakah masih ada kemungkinan terjadinya proses asimilasi di dalam air.

Kecerahan air merupakan ukuran transparansi perairan dan pengukuran cahaya sinar matahari di dalam air dapat dilakukan dengan menggunakan lempengan/kepingan secchi disk. Satuan untuk nilai kecerahan dari suatu perairan dengan alat tersebut adalah satuan meter. Jumlah cahaya yang diterima oleh phytoplankton diperairan asli bergantung pada intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam permukaan air dan daya perambatan cahayadi dalam air.

Masuknya cahaya matahari ke dalam air dipengaruhi jugaoleh kekeruhan air (turbidity). Sedangkan kekeruhan air menggambarkan tentang sifat optik yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam perairan. Definisi yang sangat mudah adalah kekeruhan merupakan banyaknya zat yang tersuspensi pada suatu perairan. Hal ini menyebabkan hamburan dan absorbsi cahaya yang datang sehingga kekeruhan menyebabkan terhalangnya cahaya yang menembus air.

Faktor-faktor kekeruhan air ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu: a. Benda – benda halus yang disuspensikan (seperti lumpur, dsb) b. Jasad-jasad renik yang merupakan plankton.

c. Warna air (yang antara lain ditimbulkan oleh zat-zat koloid berasal dari daun-daun tumbuhan yang terekstrak).

Air yang dapat digunakan untuk budidaya ikan selain harus jernih tetapi tetap terdapat plankton. Air yang sangat keruh tidak dapat digunakan untuk kegiatan budidaya ikan, karena air yang keruh dapat menyebabkan beberapa hal, diantaranya:

a. Rendahnya kemampuan daya ikat oksigen. b. Berkurangnya batas pandang ikan.

(34)

c. Seleramakan ikan berkurang, sehingga efisiensi pakan rendah.

d. Ikan sulit bernafas karena insangnya tertutup oleh partikel - partikel lumpur.

2.6.3 Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasamaan (pH) adalah suatu ukuran keasaman dan kadar alkali dari sebuah contoh cairan. Kadar pH dinilai dengan ukuran antara 0-14. Sebagian besar persediaan air memiliki pH antara 7,0-8,2 namun beberapa air memiliki pH di bawah 6,5 atau diatas 9,5. Air dengan kadar pH yang tinggi pada umumnya mempunyai konsentrasi alkali karbonat yang lebih tinggi. Alkali karbonat menimbulkan noda alkali dan meningkatkan farmasi pengapuran pada permukaan yang keras.Batas toleransi organisme air terhadap pH bervariasi tergantung pada suhu, kandungan Oksigen terlarut, alkalinitas, adanya ion dan kation dan siklus hidup organisme tersebut (Pescod 1973).

2.6.4 Dissolved Oxygen (DO)

Oksigen adalah unsur vital yang di perlukan oleh semua organisme untuk respirasi dan sebagai zat pembakar dalm proses metabolisme. Sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah penyerapan oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan air dengan udara, dan dari proses fotosintesis. Selanjutnya daur kehilangan oksigen melalui pelepasan dari permukaan ke atmosfer dan melalui kegiatan respirasi dari semua organisme (Effendi 2003). Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musiman, tergantung pada pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah (effluent) yang masuk ke dalam air (Effendi 2003.

(35)

25 BAB III

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Biologi Perikanan mengenai Ikan Nila, Ikan Lalawak, Ikan Hampala, Ikan Seren ini dilaksanakan pada hari Senin, 3 April 2017 pukul 13.00-15.00 WIB, bertempat di laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat - alat Praktikum

Alat yang digunakan pada praktikum ini ialah sebagai berikut: 1. Pisau sebagai alat untuk membedah ikan.

2. Gunting sebagai alat untuk memudahkan dalam membedah ikan. 3. Pinset sebagai alat untuk mengambil sampel yang akan diamati. 4. Cawan petri sebagai wadah untuk menempatkan sampel.

5. Milimeter Block sebagai alat untuk mengukur panjang ikan.

6. Timbangan sebagai alat untuk mengukur bobot ikan.

7. Mikroskop sebagai alat untuk mengamati telur dan sisa metabolisme. 8. Gelas ukur sebagai alat untuk mengukur perubahan volume gonad 9. Tali , untuk mengukur lingkar badan dan lingkar kepala

10. Sterofoam, sebagai alas

11. Counter glass dan cover glass, sebagai alat untuk mengamati sampel menggunakan mikroskop.

3.2.2 Bahan – bahan Praktikum

Bahan yang digunakan pada praktikum ini ialah sebagai berikut:

1. Ikan Nila, Ikan Lalawak, Ikan Hampala, Ikan Seren, sebagai ikan yang dijadikan sampel

2. Aquades, 10 ml untuk mengencerkan isi usus

(36)

3.3 Metode Praktikum

Metode yang digunakan pada praktikum ini ialah metode pendekatan analisis kuantitatif. Pendekatan analisis kuantitatif terdiri atas perumusan masalah, menyusun model, mendapatkan data, mencari solusi, menguji solusi, menganalisis hasil, dan menginterprestasikan hasil.

Metode dipilih sesuai dengan tujuan praktikum, setiap praktikan perlu mengidenitifikasi apakah data yang dimiliki memenuhi asumsi dasar yang harus dipenuhi setiap teknik, tahapan awal adalah metakukan seleksi (screening) data, yakni mengenali prilaku data,ada atau tidaknya nilai ekstrem (outliers), lengkap tidaknya data, dan desknpsi secara statistik dari data yang dimiliki.

Menurut Sugiono (2008), metode kuantitatif adalah pendekatan ilmiah yang memandang suatu realitas itu dapat diklasifikasikan,konkrit,teramati dan terukur,hubungan variabelnya bersifat sebab akibat dimana data penelitiannya berupa angka-angka dan analisisnya menggunakan statistik.

3.3 Prosedur Praktikum

3.3.1 Pertumbuhan dan Ratio Kelamin

Adapun prosedur kerja yang digunakan pada praktikum ini ialah sebagai berikut:

1. Pertumbuhan

Gambar 5. Bagan Alir Prosedur Pertumbuhan

Diambil Ikan Nila, Ikan Lalawak, Ikan Hampala, Ikan Seren perempuan sebagai sampel

Diukur panjang ikan, baik TL (Total Lenght), SL (Standart Lenght) dengan menggunakan penggaris, satuan yang digunakan

adalah milimeter.

Diukur bobot ikan menggunakan timbangan, satuan yang digunakan adalah gram.

(37)

2. Rasio Kelamin

Gambar 6. Bagan Alir Prosedur Perhitungan Rasio Kelamin

3.3.2 Reproduksi

1. Tingkat Kematangan Gonad (TKG)

Gambar 7. Bagan Alir Prosedur Perhitungan Tingkat Kematangan Gonad

Diambil ikan, kemudian diamati ciri-ciri seksual sekunder menurut literatur yang tersedia.

Dibedah ikan, lalu dicari organ gonad yang terletak pada rongga perut.

Diamati gonad dan diamati ciri-ciri seksual primernya, bila terdapat testis artinya ikan tersebut jantan dan bila terdapat ovarium artinya ikan tersebut betina.

Diplot data pada tabel yang telah disediakan.

Dilakukan penyajian data dalam bentuk persentase dan perbandingan.

Diambil ikan, kemudian dibedah dengan menggunakan gunting dimulai dari bagian urogenital melingkar menuju bagian rongga perut depan hingga isi

perut dapat terlihat.

Diambil gonad yang ada di dalam perut, hingga terpisah dari organ lain.

(38)

2. Indeks Kematangan Gonad (IKG)

Gambar 8. Bagan Alir Prosedur Indeks Kematangan Gonad

2.4.1. Food Habits

Ditimbang bobot ikan dengan menggunakan timbangan.

Dibedah ikan dengan menggunakan gunting dimulai dari operculum melingkar menuju bagian rongga perut belakang

sebelum pangkal ekor hingga isi perut dapat terlihat.

Diambil gonad dan ditimbang menggunakan timbangan.

Dicatat dalam tabel pengamatan (terlampir).

Dihitung IKG dengan rumus perhitungan IKG.

Dibedah ikan dengan menggunakan gunting dimulai dari operculum melingkar menuju bagian rongga perut belakang sebelum pangkal ekor

hingga isi perut dapat terlihat.

Disiapkan cawan petri, kemudian usus diletakkan pada cawan petri.

Diurut usus hingga keluar isinya dari perut ke cawan petri, kemudian ditambahkan air secukupnya.

Diambil sampel secukupnya.

Diamati sampel dibawah mikroskop.

(39)

Gambar 9. Bagan Alir Prosedur Food Habits 3.5. Parameter Pengamatan

3.5.1 Aspek Pertumbuhan

a. Hubungan Panjang dan Berat pada Ikan

Pengukuran yang dilakukan pada ikan ini adalah pengukuran sistem metrik dengan satuan panjang millimeter. Ada tiga ukuran panjang yang diukur, yaitu sebagai berikut:

1) Total Length/TL (Panjang Total)

Adalah panjang ikan yang diukur dari mulai ujung terdepan bagian kepala hingga ujung terakhir bagian ekornya.

2) Standard Length/SL (Panjang Standar)

Adalah panjang ikan yang diukur dari mulai ujung terdepan bagian kepala hingga ujung terakhir tulang ekornya.

3) Fork Length/ FL

Adalah panjang ikan yang diukur mulai dari ujung depan hingga bagian ujung belahan ekor.

Berat dapat diangggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Pengukuran berat dari berbagai penimbangan ikan yang paling tepat adalah dengan menggunakan timbangan duduk dan timbangan gantung, adapun keuntungan yang dimiliki dari kedua timbangan ini adalah bekerjanya lebih teliti, pengaruh dari luar seperti angin dapat dikurangi, serta pendugaan pertama terhadap berat ikan yang ditimbang tidak perlu dilakukan, karena secara langsung dapat menunjukkan beratnya (Abdul 1985).

Hubungan panjang dengan berat hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa berat ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya. Tetapi hubungan yang terdapat pada ikan tidak demikian karena bentuk dan panjang ikan berbeda–beda. Maka, hubungan tadi tidak selamanya mengikuti hukum kubik tetapi dalam suatu bentuk rumus yang umum yaitu (Effendi 1997) :

(40)

Keterangan : W = berat, L = panjang, c = konstanta, dan b = konstanta yang menunjukan berat jenis ikan.

Menurut Carlander (1969), harga eksponen telah diketahui dari 398 populasi ikan berkisar 1,2 - 4 namun dari kebanyakan harga b tadi berkisar dari 2,4 - 3,5. Bila harga b = 3 menunjukkan bahwa pertumbuhan ikan tidak berubah bentuknya. Pertambahan panjang ikan seimbang dengan pertambahan beratnya. Pertumbuhan demikian dinamakan pertumbuhan isometrik, sedangkan apabila b > atau b < dinamakan pertumbuhan alometrik. Jika harga b < 3 menunjukkan keadaan ikan yang kurus. Keadaan ikan yang kurus dimana pertambahan panjang lebih cepat daripada pertambahan berat. Keadaan tersebut dinamakan alometrik negatif. Jika harga b > 3 menunjukkan ikan tersebut montok yang menandakan bahwa pertambahan berat lebih cepat daripada pertambahan panjangnya. Keadaan tersebut dinamakan alometrik positif.

b. Faktor Kondisi

Faktor kondisi adalah derivat penting dari pertumbuhan. Faktor kondisi atau Indeks Ponderal sering disebut faktor K. Faktor kondisi ini menunjukkan keadaan baik dari ikan dilihat dari segi kapasitas fisik untuk survival dan reproduksi (Effendie 2002). Di dalam penggunaan secara komersil, kondisi ini mempunyai arti kualitas dan kuantitas daging yang tersedia. Jadi kondisi ini dapat memberikan keterangan baik secara biologis maupun secara komersil.

Faktor kondisi dihitung dengan menggunakan persamaan Ponderal Index, untuk pertumbuhan isometrik (b=3) faktor kondisi (KTL) dengan menggunakan

rumus (Effendie 1979):

KTL =10

5 W

L3

Keterangan : W = berat tubuh ikan (gram) L = panjang ikan (mm)

(41)

3.5.2 Aspek Reproduksi

Siklus reproduksi ikan bersifat endogenous dan ketika disinkronisasikan dengan musim akan memberi isyarat pada otak untuk merespon kondisi lingkungan tersebut. Cahaya dan suhu merupakan faktor lingkungan penting yang menginisiasi dan mengatur kecepatan perkembangan gonad. Faktor tersebut bekerja sebagai isyarat yang memperantarai perbedaan setiap fase dari siklus reproduksi ikan.

a. Rasio Kelamin

Rasio kelamin merupakan salah satu metoda yang dapat diterapkan untuk pengembangan secara ex-situ pada jenis-jenis ikan yang hidup bergerombol. Dengan rasio kelamin dapat diketahui kemampuan induk ikan jantan untuk membuahi induk betina sehingga diperoleh larva yang optimal. Rasio seks sering berpengaruh terhadap jenis ikan yang hidup berkelompok seperti halnya ikan bada. Komposisi jantan dan betina dapat memberikan perilaku pemijahan yang berbeda (Said 2010). Rasio kelamin dihiung ddengan cara membandingkan jumlah ikan jantan dan betina yang diperoleh sesuai dengan Haryani (1998), adalah sebagai berikut:

Rasio Kelamin = 𝐽

𝐵

Keterangan: J= Jantan B= Betina

b. Tingkat Kematangan Gonad

Menurut Effendie (2002), Tingkat Kematangan Gonad adalah tahap-tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan memijah. Dalam proses reproduksi, sebelum terjadi pemijahan, sebagian hasil metabolisme tertuju untuk perkembangan gonad. Gonad akan bertambah besar dengan semakin bertambah besar ukurannya. Ukuran panjang ikan saat pertama kali matang gonad berhubungan dengan pertumbuhan ikan dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya terutama ketersediaan makanan, oleh karena itu ukuran ikan pada saat pertama kali matang gonad tidak selalu sama (Effendi 2002).

Menurut Nikolsky (1969), akibat adanya kecepatan tumbuh ikan muda berasal dari telur yang menetas pada waktu yang bersamaan akan mencapai matang

(42)

gonad pada umur yang berlainan. Pada umumnya ikan jantan mencapai matang gonad lebih awal daripada betina, baik selama hidupnya maupun satu kali musim peminjahan. Menurut Lagler et al. (1977), faktor yang mempengaruhi ikan pertama kali matang gonad adalah spesies, umur, ukuran dan sifat fisiologis ikan dalam hal kemampuan adaptasi. TKG dapat ditentukan melalui 2 cara, yaitu secara morfologi dan histologi. Secara morfologi, yaitu dilihat dari bentuk, panjang, berat, warna dan perkembangan isi gonad. Secara histologi, yaitu dengan melihat anatomi perkembangan gonadnya.

c. Indeks Kematangan Gonad

Dalam proses reproduksi terjadi pertambahan berat gonad yang sejalan dengan bertambah besarnya ukuran diameter telur. Perkembangan berat gonad akan mempengaruhi berat tubuhnya. Tahapan perkembangan tingkat kematangan gonad dapat dinyatakan dengan indeks kematangan gonad (IKG), yaitu sebagai hasil perbandingan antara berat gonad dengan berat tubuhnya dikalikan 100%. Nilai indeks kematangan gonad (IKG) akan mencapai kisaran maksimum ketika akan memijah kemudian akan menurun dengan cepat selama pemijahan sedang berlangsung sampai selesai. Perbandingan nilai IKG ini lebih besar nilainya pada ikan betina dibandingkan dengan ikan jantan (Effendie 1997). Indeks Kematangan Gonad dapat dihitung dengan rumus, sebagai berikut :

Keterangan :

IKG = Indeks Kematangan Gonad (%) BG = Berat Gonad (gram)

BT = Berat Tubuh (gram)

Ikan yang memiliki IKG mulai dari 19% ke atas sudah sanggup mengeluarkan telurnya dan dianggap matang. Indeks tersebut akan menurun menjadi 3 – 4 % sesudah ikan tersebut memijah. Pada ikan betina nilai IKG lebih besar dibandingkan dengan ikan jantan. Nilai IKG ini memiliki hubungan dengan TKG yang pengamatannya berdasarkan ciri-ciri morfologi kematangan gonad.

IKG = 𝐵𝐺

(43)

Semakin tinggi tahapan TKG maka nilai IKG pun akan semakin besar (Effendie 1979).

d. Hepatosomatic Index

Selain gonad yang ditimbang beratnya, hati ikan pun turut ditimbang. Hal tersebut dikarenakan pada hati terjadi proses vitelogenesis, yaitu proses pembentukan kuning telur. Perhitungan Hepatosomatic Index (HSI) pada hati menggunakan rumus (Titin 2014) :

Keterangan :

HSI = Hepatosomatic Index (%) BH = Berat Hati (gram)

BT = Berat Tubuh (gram)

e. Fekunditas

Fekunditas adalah salah satu faktor yang berpengaruh terhadap tingkat produktivitas ikan. Fekunditas adalah jumlah telur matang yang akan dikeluarkan oleh induk betina atau jumlah telur yang akan dikeluarkan pada waktu pemijahan (Nikolsky 1969 dalam Ali 2005). Jumlah fekunditas pada spesies yang sama dapat dipengaruhi oleh ukuran tubuh, umur, lingkungan, dan ukuran diameter telur. Semakin kecil ukuran diameter telur, kemungkinan jumlah fekunditasnya lebih besar. Jumlah telur yang dihasilkan oleh ikan selama musim pemijahan bergantung pada jumlah fekunditas dan frekuensi pemijahannya.

Fekunditas ikan cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya ukuran badan, yang dipengaruhi oleh jumlah makanan dan faktor-faktor lingkungan lainnya seperti suhu. Bentuk dan ukuran ikan bervariasi, baik antara spesies maupun antara individu dalam spesies yang sama. Secara umum, diameter telur ikan berkisar antara 0,25 mm sampai 7 mm, dimana ikan yang memiliki diameter telur lebih kecil biasanya mempunyai fekunditas yang banyak, sedangkan yang memiliki diameter yang besar cenderung berfekunditas rendah. Meningkatnya ukuran

HSI = 𝐵𝐻

(44)

panjang tubuh ikan diikuti dengan peningkatan jumlah frekuensi hingga mencapai ukuran tertentu dan kemudian akan menurun (Wotton 1990).

Cara menghitung telur dalam penelitian fekunditas ialah : a) Cara menjumlah langsung

b) Cara volumetrik

Keterangan :

X = jumlah terlur di dalam gonad yang akan dicari (fekunditas) x = jumlah telur dari sebagian kecil gonad

V = isi volume seluruh gonad v = isi volume sebagian gonad

c) Cara gavimetrik, sama dengan volumetrik hanya cara mengukurnya dengan berat

d) Gabungan

f. Diameter Telur

Diameter telur ikan bervariasi, baik antara spesies maupun antara individu dalam spesies yang sama. Ukuran diameter telur untuk setiap spesies ikan beragam antar individu. Hal tersebut antara lain dipengaruhi oleh faktor genetis, lingkungan dan makanan yang dikonsumsi oleh individu (Scoot 1978 dalam Andy Omar 2011). Diameter telur ada hubungannya dengan fekunditas. Makin banyak telur yang dipijahkan (fekunditas), maka ukuran diameter telurnya makin kecil, demikian pula sebaliknya (Tang dan Affandi 2001). Hal ini juga dikemukakan oleh Wootton (1998) bahwa ikan yang memiliki diameter telur lebih kecil biasanya mempunyai fekunditas yang lebih banyak, sedangkan yang memiliki diameter telur yang besar cenderung memiliki fekunditas rendah. Semakin berkembangnya gonad, maka diameter telurnya akan semakin membesar, secara proporsional sebagai hasil dari pengendapan kuning telur (vitellogenesis). Semakin meningkat kematangan gonad maka diameter telur semakin besar dan sebaran diameternya pada setiap TKG mencerminkan pola pemijahan ikan tersebut (Effendie 2002).

Gambar

Gambar 3. Ikan Hampala (sumber : www.fishbase.org)  Ikan  hampal  termasuk  ke  dalam  genus  Hampala,  sub  familia Cyprininae,  familia Cyprinidae, sub ordo Cyprinoidea, ordo Osthariophysi (Weber dan Beaufort  1916)
Gambar 5. Bagan Alir Prosedur Pertumbuhan Diambil Ikan Nila, Ikan Lalawak,  Ikan Hampala, Ikan Seren
Gambar 8. Bagan Alir Prosedur Indeks Kematangan Gonad
Gambar 11. Grafik Distribusi Panjang Total Ikan Lalawak
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi beberapa aspek biologi reproduksi ikan keting di Delta Cimanuk yang mencakup rasio kelamin,

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aspek pertumbuhan dan biologi reproduksi ikan Tembakang (Helostoma temminckii) yaitu faktor kondisi, nisbah kelamin, tingkat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beberapa aspek biologi reproduksi ikan sikuda (Lethrinus ornatus) yang meliputi pola pertumbuhan, faktor kondisi, nisbah kelamin,

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji aspek kebiasaan makanan dan reproduksi ikan lundu (Macrones gulio) yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan, rasio

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aspek reproduksi ikan Keli lokal yang berasal dari perairan Bangka meliputi: rasio kelamin, tingkat kematangan gonad, indeks kematangan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beberapa aspek biologi reproduksi ikan layang meliputi nisbah kelamin, Indeks Kematangan Gonad (IKG), Tingkat Kematangan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi beberapa aspek biologi reproduksi ikan keting di Delta Cimanuk yang mencakup rasio kelamin,

Studi mengenai biologi reproduksi ikan pelagis kecil yang meliputi rasio jenis kelamin, perkembangan kematangan gonad, dan panjang ikan pertama kali matang gonad, telah