BIOLOGI REPRODUKSI IKAN KETING (Arius oetik)
DI PERAIRAN DELTA CIMANUK INDRAMAYU
PROVINSI JAWA BARAT
ANIS HAERUNNISA
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Biologi Reproduksi Ikan Keting (Arius oetik) di Perairan Delta Cimanuk Indramayu Provinsi Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2014
Anis Haerunnissa
ABSTRAK
ANIS HAERUNNISA. Biologi Reproduksi Ikan Keting (Arius oetik) di Perairan Delta Cimanuk Indramayu Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh YUNIZAR ERNAWATI dan ALI MASHAR.
Delta Cimanuk memiliki peranan yang penting bagi beberapa biota akuatik. Salah satu biota akuatik yang hidup di Delta Cimanuk adalah ikan keting (Arius oetik). Ikan keting merupakan salah satu ikan ekonomis penting karena banyak dimanfaatkan oleh warga sebagai bahan pangan. Kajian mengenai aspek biologi reproduksi ikan keting sebagai landasan dalam pengelolaan masih sangat minim. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi beberapa aspek biologi reproduksi ikan keting di Delta Cimanuk yang mencakup rasio kelamin, tingkat kematangan gonad, indeks kematangan gonad, fekunditas, diameter telur, serta mengetahui waktu pemijahan dan ukuran ikan pertama kali matang gonad sebagai informasi untuk pengelolaan yang sesuai. Penelitian dilakukan selama enam bulan, pada bulan Juli-Desember 2013. Total ikan contoh yang diamati sebanyak 240 ekor ikan, terdiri dari 160 ekor ikan betina dan 80 ekor ikan jantan. Rasio kelamin ikan jantan dan ikan betina tidak seimbang. Pola pertumbuhan ikan keting isometrik dengan nilai b sebesar 2,792. Potensi produksi ikan keting adalah 1.469-34.832 butir telur pada satu siklus pemijahan dan tipe pemijahan
total spawner.
Kata kunci: Arius oetik, Delta Cimanuk, reproduksi.
ABSTRACT
Anis Haerunnisa. Reproduction Biology of Keting (Arius oetik) at Cimanuk Bay Indramayu West Java Province. Supervised by YUNIZAR ERNAWATI and ALI MASHAR.
Cimanuk bay has an important role to aquatic biota. One of the aquatic biota in Cimanuk Bay is keting (Arius oetik). Keting has important economically function for human as food. Study on aspects of the reproductive biology of keting in Cimanuk Bay as the foundation in the resource management is still unknown. The present study of this research are to get information on some aspects of the reproductive biology of keting Cimanuk bay include sex ratio, maturity level of gonads, maturity index of gonads, fecundity, eggs diameter, time of fish spawning, and also the first mature size of gonads as approprite for management. Research was carried out for six months, July-December 2013. The total number of observed fish were 240 fish, they were 160 male and 80 female. The sex ratio of male and female is not balance. The type of growth is isometric with b value is 2,792. The result of potential fish production was 1.469-34.832 eggs in one spawning and spawning type is total spawner.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan
BIOLOGI REPRODUKSI IKAN KETING (Arius oetik)
DI PERAIRAN DELTA CIMANUK INDRAMAYU
PROVINSI JAWA BARAT
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2014
PRAKATA
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi berjudul “Biologi Reproduksi Ikan Keting (Arius oetik) di Perairan Delta Cimanuk Indramayu Provinsi Jawa Barat” dapat diselesaikan. Skripsi disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, terutama kepada: 1. IPB yang telah memberikan kesempatan untuk studi.
2. Beasiswa Bidik Misi yang telah memberikan bantuan finansial selama masa kuliah.
3. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atas biaya penelitian melalui Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN).
4. Bapak Zairion, SPi MSc selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama perkuliahan.
5. Dr Ir Yunizar Ernawati, MS selaku pembimbing I dan Ali Mashar, SPi MSi selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, dan saran selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi.
6. Prof Dr Ir Ridwan Affandi DEA selaku dosen penguji tamu serta Dr Ir Rahmat Kurnia, MSi selaku komisi pendidikan yang telah banyak memberikan saran dalam penyusunan skripsi ini.
7. Keluarga tercinta : Ibu, bapak, teh Nenah, teh Ende, a Cece, Adi, Wina. 8. Tim Indramayu I, Ranitya Nurlita dan Wahyu Susi K, Bang Prawira, bang
Aries, Ashaf, Reza, Yogi, Mada yang telah membantu pelaksanaan penelitian. 9. Keluarga besar MSP IPB.
10. Teman-teman MSP 47 IPB yang telah banyak membantu. Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 1 Tujuan Penelitian 2 METODE 2Waktu dan Lokasi 2
Pengumpulan Data 3
Analisis Data 3
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Hasil 7
Pembahasa 13
KESIMPULAN DAN SARAN 17
Simpulan 17
Saran 17
DAFTR PUSTAKA 17
LAMPIRAN 20
DAFTAR TABEL
1 Penentuan TKG secara visual dengan menggunakan klasifikasi Cessie 6
2 Nisbah kelamin ikan keting (Arius oetik) 9
3 Nisbah kelamin ikan keting (Arius oetik) TKG IV 9
DAFTAR GAMBAR
1 Peta lokasi penelitian biologi reproduksi ikan keting (Arius oetik) di
perairan Delta Cimanuk 3
2 Sebaran selang kelas ukuran panjang ikan keting (Arius oetik) 7
3 Hubungan panjang dan berat ikan keting 8
4 Faktor kondisi ikan keting betina dan jantan 9
5 Tingkat kematangan gonad ikan keting (a) betina dan (b) jantan
berdasarkan waktu pengambilan data 10
6 Indekks kematangan gonad ikan keting betina dan jantan. 11
7 Fekunditas ikan keting (Arius oetik) 12
8 Sebaran diameter telur ikan keting berdasarkan selang kelas diameter
telur. 12
DAFTAR LAMPIRAN
1 Dokumentasi pengambilan sampel 24
2 Data parameter perairan 25
3 Pengujian tipe pertumbuhan 26
4 Nisbah kelamin 27
5 Selang kelas panjang ikan jantan dan betina 27
6 Faktor kondisi ikan keting 27
7 TKG ikan keting 28
8 Sebaran diameter telur ikan keting 28
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Delta merupakan perairan cekungan dan terdapat beberapa sungai yang bermuara, sehingga terjadi pencampuran air tawar dan air laut. Salah satu delta yang memiliki potensi perikanan adalah Delta Cimanuk di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Delta Cimanuk merupakan salah satu perairan yang memiliki peran penting di Indramayu. Daerah Delta Cimanuk merupakan daerah estuari yang selalu mengalami kondisi air yang berfluktuasi, terutama salinitas. Kondisi perairan yang selalu berfluktuasi ini, akan mempengaruhi sistem biologi suatu individu, yaitu berupa pertumbuhan, kebiasaan makan, reproduksi, mortalitas, dan rekrutmen. Daerah estuari merupakan daerah yang produktif untuk mendukung berbagai aspek kehidupan ikan (Kimirei et al. 2011). Delta Cimanuk adalah habitat hidup dari berbagai organisme akuatik, salah satunya adalah ikan keting (Arius oetik).
Ikan keting (Arius sp.) adalah ikan demersal (Burhanuddin 1987), termasuk pada kelompok catfish (Marceniuk et al. 2014). Ikan keting merupakan organisme yang memiliki daya tahan yang baik terhadap perubahan salinitas dan merupakan salah satu ikan ekonomis yang dapat hidup di perairan estuari (Sjafei
et al. 2004). Pemanfaatan yang tinggi terhadap ikan keting oleh warga seharusnya didasari oleh pengelolaan yang sesuai dan didasari oleh informasi mengenai aspek biologi, terutama aspek reproduksi.
Reproduksi ikan merupakan salah satu aspek penting dari biologi ikan. Aspek reproduksi ikan meliputi nisbah kelamin, faktor kondisi, tingkat kematangan gonad, indeks kematangan gonad, fekunditas, diameter telur, dan ukuran ikan pertama kali matang gonad (Hoar 1988 in Suryaningsih 2012). Reproduksi adalah salah satu kunci keberlanjutan dari suatu populasi spesies untuk tetap ada sehingga tidak terjadi kepunahan dan diperlukan informasi mengenai aspek reproduksi ikan dalam upaya pengelolaannya.
Upaya pengelolaan harus didasari dengan informasi yang benar. Namun, hingga saat ini informasi mengenai aspek biologi ikan keting masih sangat minim. Oleh karena itu, diperlukan suatu kajian mengenai aspek reproduksi ikan keting, sehingga informasi yang didapatkan dapat digunakan sebagai landasan dalam pengelolaan.
Perumusan Masalah
Ikan keting (Arius oetik) di Delta Cimanuk merupakan salah satu sumber daya ikan dominan yang memiliki nilai ekonomis cukup penting, karena banyak dimanfaatkan oleh warga sekitar sebagai bahan pangan baik berupa ikan segar maupun hasil olahan. Tingginya pemanfaatan ikan keting oleh warga mengakibatkan penangkapan yang tidak terkendali dan mengakibatkan kepunahan. Pemanfaatan ikan keting di alam seharusnya dikelola dengang baik dan didasari oleh informasi mengenai aspek biologi reproduksi. Informasi mengenai aspek reproduksi hingga saat ini masih sangat minim, sehingga
Song Pabean
dibutuhkan suatu kajian mengenai aspek reproduksi ikan keting. Informasi aspek reproduksi selanjutnya digunakan sebagai dasar pengelolaan sumber daya ikan keting.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi beberapa aspek biologi reproduksi ikan keting di Delta Cimanuk yang mencakup rasio kelamin, tingkat kematangan gonad, indeks kematangan gonad, fekunditas, diameter telur, serta mengetahui waktu pemijahan dan ukuran ikan pertama kali matang gonad. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar untuk pengelolaan dan pemanfaatan secara berkelanjutan sumber daya ikan keting di Delta Cimanuk.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi
Pengambilan contoh ikan keting dilakukan selama enam bulan pada bulan Juli 2013 hingga Desember 2013 di perairan Delta Cimanuk Indramayu, Provinsi Jawa Barat.
Gambar 1 Peta lokasi penelitian biologi reproduksi ikan keting (Arius oetik) di perairan Delta Cimanuk
108020’0”E 108025’0”E 108030’0”E
Lokasi penelitian terbagi menjadi empat stasiun, yaitu dua stasiun di daerah Pabean dan dua stasiun di Song (Gambar 1). Analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium Biologi Makro, Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Pengumpulan Data Pengambilan contoh ikan
Pengambilan contoh ikan dilakukan dengan metode pengambilan contoh acak sederhana. Contoh ikan diambil dari empat titik sampling yaitu dua titik di Pabean dan dua titik di Song (Gambar 1). Penangkapan ikan menggunakan jaring insang dan sero. Jaring insang dipasang selama 40 menit. Kemudian dilakukan pengamatan parameter kualitas air berupa suhu, salinitas, kedalaman, substrat dasar, warna perairan, kecerahan, dan pH pada setiap stasiun pengamatan.
Pengamatan ikan contoh di lapang
Contoh ikan hasil tangkapan dipisahkan berdasarkan spesies, kemudian dilakukan identifikasi yang mengacu pada buku identifikasi ikan Allen (1991) dan Kottelat et al. (1993). Selanjutnya dilakukan pengukuran panjang menggunakan papan ukur dan bobot menggunakan timbangan digital. Setelah itu, ikan dibedah dan diambil bagian gonadnya untuk dilakukan pengamatan jenis kelamin dan tingkat kematangan gonad berdasarkan tanda-tanda umum yang dibandingkan dengan klasifikasi tingkat kematangan gonad berdasarkan Cassie (Effendie 1979). Gonad dimasukkan ke botol contoh dan diawetkan menggunakan formalin dengan konsentrasi 4%.
Pengamatan ikan contoh di laboratorium
Pengamatan ikan contoh di laboratorium adalah penimbangan bobot gonad, penghitungan jumlah telur, dan pengamatan diameter telur ikan. Penghitungan jumlah telur dilakukan dengan metode gravimetri. Diameter telur diamati menggunakan mikroskop. Telur yang diamati sebanyak 300 butir dari setiap ikan betina TKG IV.
Analisis Data Pola Pertumbuhan
Pola pertumbuhan dapat dilihat dengan menghubungkan pertumbuhan panjang dan pertumbuhan bobot. Rumus yang dapat digunakan untuk mengetahui hubungan parameter panjang dan bobot mengacu pada Effendie (1979).
W = aLb (1)
Keterangan :
W = berat
Distribusi Frekuensi Panjang dan Berat
Rumus yang digunakan untuk menentukan banyaknya kelas mengacu pada Stargess in Walpole (1995).
Σ kelas = 1+ 3,32 log N (2)
Keterangan :
N = Jumlah keseluruhan data
Rumus yang digunakan untuk menentukan selang kelas Walpole (1995).
kelas min x max x SK (3)Rumus untuk menentukan frekuensi relatif ikan jantan dan betina (Walpole 1995).
Fr = (Fi/total frekuensi)x100 (4)
Keterangan:
Fr = frekuensi relatif Fi = frekuansi kelas Faktor Kondisi
Faktor kondisi adalah keadaan atau kemontokan ikan untuk mengetahui kapasitas fisik ikan dalam bertahan hidup dan bereproduksi. Jika pertumbuhan ikan yang ditemukan isometrik (b=3) atau setelah dilakukan uji t diketahui bahwa hipotesis nol adalah 3, maka model yang dipakai menurut Effendie (1979) adalah sebagai berikut. 3 L 5 W.10 K (6) Keterangan:
K = Faktor kondisi yang diamati berdasarkan panjang total.
W = Bobot
L = Panjang
a dan b = konstanta Reproduksi
Proporsi Rasio Kelamin
Analisis rasio kelamin dilakukan untuk melihat perbandingan dari jantan dan betina pada suatu perairan. Dalam hal ini, yang dihitung adalah proporsi jenis, standar deviasi, dan selang kepercayaan 95%.
x100 B A
Pj
Keterangan:
Pj = Proporsi jenis (jantan/betina)
A = Jumlah jenis ikan tertentu (jantan/betina)
B = Jumlah total individu ikan yang ada (jantan+betina) Standar deviasi dari rasio kelamin (Walpole 1995).
Sd =
n p q
(8) Sebaran kelamin ikan pada selang kepercayaan 95% (Walpole 1995).
p – 1.64 x n p q <p< p + 1.64 x n p q (9) Keterangan: p = peluang terima q = peluang sisa (1-p) n = jumlah ikan
1,64 = nilai tabel Z pada selang kepercayaan 95%
Nilai 1,64 merupakan nilai tabel dari tabel z (Walpole 1995) pada selang kepercayaan 95%.
Ukuran pertama kali matang gonad
Metode yang digunakan untuk menduga ukuran rata-rata ikan keting yang pertama kali matang gonad adalah metode Spearman-Karber. Ukuran ikan pertama kali matang gonad dapat diketahui dengan rumus sebagai berikut (Udupa 1986 in Musbir et al. 2006):
(10)
(11) m = Log panjang ikan pada kematangan gonad pertama
xk = Log nilai tengah kelas panjang yang terakhir ikan telah matang gonad x = Log pertambahan panjang pada nilai tengah
pi = Proporsi ikan matang gonad pada kelas panjang ke-i dengan jumlah ikan pada selang panjang ke-i
qi = 1 – pi
Tingkat Kematangan Gonad
Penentuan TKG pada ikan dilakukan secara visual dengan menggunakan klasifikasi Cessie (Effendie 1979). Klasifikasi Cessie yang digunakan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Klasifikasi Cessie (Effendie 1979).
No TK
G
Betina
Jantan
1 I
Ovari seperti benang, panjang sampai ke depan tubuh, warna jernih, permukaan licin
Testes seperti benang, lebih pendek, ujungnya di ringga tubuh, warna jernih
2 II
Ukuran lebih besar,
pewarnaan gelap
kekuning-kuningan, telur belum terlihat jelas
Ukuran testes lebih besar, pewarnaan putih susu, bentuk lebih jelas dari TKG I
3 III
Ovari berwarna kuning, secara morfologi telur sudah kelihatan butirnya dengan mata
Permukaan testes nampak bergerigi, warna makin putih, dalam keadaan diawetkan mudah putus
4 IV
Ovari makin besar, telur berwarna kuning, mudah dipisahkan, butir minyak tak tampak, mengisi ½ - 2/3 rongga tubuh, usus terdesak
Seperti TKG III tampak lebih jelas testes makin pejal dan rongga tubuh mulai penuh, warna putih susu
5 V
Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur sisa terdapat di dekat pelepasan
Testes bagian belakang kempis dan bagian dekat pelepasan masih terisi
Indeks Kematangan Gonad
IKG adalah perbandingan antara berat gonad terhadap tubuh ikan. Peningkatan IKG akan seiring dengan meningkatnya tingkat kematangan gonad ikan tersebut. Rumus untuk mengetahui IKG (Effendie 1979) adalah sebagai berikut. x100 (g) tubuh total Berat (g) gonad Berat IKG (12) Fekunditas
Fekunditas adalah jumlah telur matang sebelum dikeluarkan pada saat ikan memijah. Fekunditas dianalisis dengan metode gravimetri. Perhitungan fekunditas ikan dapat dilakukan dengan rumus berikut ini (Effendie 1979).
v
:
V
x
:
X
(13) Keterangan :X = Fekunditas yang dicari x = Jumlah telur sampel V = Bobot gonad total v = bobot gonad sampel Diameter Telur
Diameter telur adalah garis tengah atau ukuran panjang dari suatu telur dengan mikrometer yang berskala dengan perbesaran 10x10. Pengukuran diameter telur ikan keting dapat dilakukan dengan rumus berikut ini (Effendie 1979).
Diameter telur = diameter x skala mikrometer (14)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Jumlah keseluruhan contoh ikan keting yang diamati selama enam bulan pengambilan data adalah 240 ekor, didominasi oleh ikan keting betina dengan jumlah 160 ekor, sedangkan ikan keting jantan dengan jumlah 80 ekor. Sebaran frekuensi ikan keting disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Sebaran selang kelas ukuran panjang ikan keting (Arius oetik) Gambar 2 menunjukkan bahwa ada sembilan selang kelas ukuran panjang ikan keting. Ikan keting betina yang dominan tertangkap memiliki ukuran 128-141 mm, sedangkan jantan pada ukuran 142-155 mm (Lampiran 3 ). Jumlah ikan
0 5 7 20 30 11 4 1 2 1 4 16 52 45 32 8 2 0 0 10 20 30 40 50 60 F re kue n si
Selang Kelas Panjang (mm)
Jantan Betina
keting betina terendah terdapat pada selang kelas 198-211 mm sedangkan ikan keting jantan pada selang kelas 89-99 mm. Selang kelas ikan keting tertinggi adalah 198-211 mm dan selang kelas terendah adalah 86-99 mm. Ikan keting pada setiap selang kelas didominasi oleh ikan keting betina.
Hubungan Panjang dan Bobot
Hubungan panjang-bobot ikan keting di perairan Delta Cimanuk dapat diketahui dengan menggunakan analisis hubungan panjang-bobot. Hubungan panjang dan bobot digunakan untuk mengetahui pola pertumbuhan. Hubungan panjang dan bobot ikan keting disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3 Hubungan panjang dan bobot ikan keting (Arius oetik).
Model pertumbuhan ikan keting W= 3,54L2,792. Koefisien determinasi yang didapatkan sebesar 83,3%. Hal ini menunjukkan bahwa keterwakilan contoh terhadap lingkungan cukup baik sehingga data dapat diyakini mendekati kenyataan yang sebenarnya di alam. Nilai koefisien pertumbuhan ikan keting sebesar 2,792. Setelah dilakukan uji-t, ikan keting memiliki pola pertumbuhan isometrik yang berarti pertumbuhan panjang dan bobot ikan seimbang dan pertumbuhan panjang diikuti dengan pertambahan bobot.
Faktor Kondisi
Faktor kondisi adalah keadaan yang menyatakan kemontokan ikan dengan angka (Lagler 1961 in Effendie 1979). Faktor kondisi menunjukkan keadaan baik dari ikan yang dilihat dari segi kapasitas fisik untuk mempertahankan diri dan reproduksi. Faktor kondisi ikan keting jantan dan betina disajikan pada Gambar 4.
Faktor kondisi ikan keting betina dan jantan selama penelitian berkisar antara 0.1007-0.1475 dan 0.0768-0.1673. Faktor kondisi ikan keting betina dan ikan keting jantan berbeda pada setiap bulan pengamatan. Nilai faktor kondisi ikan keting betina lebih stabil dibandingkan dengan faktor kondisi ikan jantan.
W = 3,54L2,792 R² = 83,3% N=240 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 50 100 150 200 250 B o b o t (gr am ) Panjang (mm)
Gambar 4 Faktor kondisi ikan keting betina dan jantan Nisbah Kelamin
Nisbah kelamin adalah perbandingan antara ikan jantan dan ikan betina dalam suatu populasi. Nisbah kelamin ikan keting selama enam bulan disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel 2 Nisbah kelamin ikan keting (Arius oetik) secara keseluruhan.
Bulan Jantan Betina Jumlah Nisbah (J:B)
Juli 31 26 57 1,9:1 Agustus 12 16 28 1:1,3 September 12 25 37 1:2 Oktober 5 35 40 1:7 November 10 47 57 1:4,7 Desember 10 11 21 1:1,1 Jumlah 80 160 240 1:2
Tabel 3 Nisbah kelamin ikan keting (Arius oetik) pada TKG IV
Bulan Jantan Betina Jumlah Nisbah (J:B)
Juli 6 9 15 1:1.2 Agustus 0 5 5 0:5 September 5 8 13 1:1.6 Oktober 1 16 17 1:16 November 10 30 40 1:3 Desember 3 6 9 1:2 Jumlah 25 74 99 1:2.9
Nisbah kelamin secara keseluruhan antara ikan keting jantan dan ikan keting betina di perairan Delta Cimanuk yang diperoleh adalah tidak seimbang, yaitu 33% : 67% atau 1 : 2 (Tabel 2). Demikian juga, nisbah ikan yang memiliki TKG IV juga tidak seimbang. Ikan yang banyak tertangkap pada enam bulan pengamatan adalah ikan keting betina hingga mencapai dua kali lipat ikan keting
jantan. Ikan keting pada bulan pertama didominasi oleh ikan keting jantan, pada bulan-bulan berikutnya didominasi oleh ikan keting betina. Ikan jantan cenderung mengalami penurunan jumlah penangkapan pada lima bulan pengamatan dari bulan Agustus hingga Desember.
Tingkat Kematangan Gonad
Tingkat Kematangan Gonad (TKG) merupakan tahap-tahap tertentu dari perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan memijah (Effendie 1979). Tingkat kematangan gonad dapat diamati secara morfologi dan histologi. Tingkat Kematangan Gonad (TKG) ikan keting jantan dan betina untuk setiap waktu pengambilan disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5 Tingkat kematangan gonad ikan keting (a) betina dan (b) jantan berdasarkan waktu pengambilan data
Berdasarkan Gambar 5 terlihat bahwa ikan keting betina memiliki TKG I, TKG II, TKG III, TKG IV, dan TKG V yang ditemukan hampir pada setiap bulan.
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% T K G
Waktu pengambilan data (a) TKG 5 TKG 4 TKG 3 TKG 2 TKG 1 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% T K G
Waktu pengambilan data (b) TKG 5 TKG 4 TKG 3 TKG 2 TKG 1
Jumlah TKG IV tertinggi pada bulan November dan terendah pada bulan Agustus. Ikan jantan memiliki TKG IV paling tinggi terdapat pada bulan November, sedangkan pada bulan Agustus tidak ditemukan ikan keting jantan dengan TKG IV. Musim pemijahan terjadi pada bulan Oktober-Desember, namun puncak pemijahan pada bulan November didominasi oleh TKG III dan TKG IV.
Indeks kematangan gonad
Indeks kematangan gonad (IKG) adalah nilai dalam persen sebagai hasil perbandingan berat gonad dengan berat tubuh ikan. IKG ikan keting disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6 Indeks kematangan gonad ikan keting betina dan jantan TKG IV Indeks kematangan gonad ikan keting bervariasi pada setiap waktu. Ikan keting betina dan jantan pada bulan November memiliki nilai IKG tertinggi. Nilai IKG dapat digunakan untuk mengetahui musim pemijahan. Musim pemijahan dapat ditandai dengan gonad yang sudah siap memijah dan berukuran besar, sehingga nilai IKG akan besar.
Ukuran pertama kali matang gonad
Ukuran pertama kali matang gonad dapat diketahui dengan metode penghitungan Spermen-Karber. Ukuran pertama kali matang gonad ikan keting betina dan jantan berbeda. Ukuran ikan betina pertama kali matang gonad adalah 98-111 mm, sedangkan ikan jantan adalah 138-159 mm. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran pertama kali matang gonad ikan betina lebih kecil dibandingkan dengan ikan jantan.
Fekunditas
Fekunditas adalah jumlah telur dalam ovari ikan betina (Rosita 2007). Fekunditas digunakan untuk mengetahui potensi produksi ikan pada satu siklus pemijahan. Fekunditas ikan keting selama enam bulan pengamatan disajikan pada Gambar 7. 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 IK G
Waktu pengambilan data
Betina Jantan
Gambar 7 Fekunditas ikan keting (Arius oetik)
Potensi produksi ikan keting berkisar 1.469-34.832 butir telur pada satu siklus pemijahan (Lampiran 9). Nilai fekunditas merupakan potensi telur yang akan dikeluarkan pada masa pemijahan dari ikan betina. Metode yang digunakan merupakan metode gravimetrik. Fekunditas dianalisis pada ikan betina yang telah memiliki gonad TKG IV.
Diameter Telur
Pengamatan diameter telur dilakukan pada ikan keting betina yang memiliki TKG IV dari setiap bulan. Pengukuran diameter telur digunakan untuk mengetahui pola pemijahan. Diameter telur yang diamati sebanyak 15000 butir telur yang bervariasi antara 0,44-0,89 mm. Sebaran diameter telur ikan keting berdasarkan selang kelas dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Sebaran diameter telur ikan keting TKG IV berdasarkan selang kelas diameter telur y = 10421x0,118 R² = 23,8% n = 71 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 108 116 121 124 128 132 136 144 150 159 F ekun di ta s (b ut ir ) Panjang rata-rata (mm) 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 F re kue n si ( b ut ir )
Pengamatan diameter telur dilakukan pada 50 ekor ikan betina TKG IV. Berdasarkan hasil pengukuran didapatkan bahwa selang diameter telur tertinggi adalah 0,75-0,78 mm. Diameter telur terjadi penurunan hingga selang kelas 0,86-0,89 mm. Diameter telur ikan keting TKG IV memiliki satu modus yang menunjukan bahwa tipe pemijahannya total spawner.
Pembahasan
Perairan Delta Cimanuk terletak pada 06o17,167’ Lintang Selatan (LS) dan 108o20,894’ Lintang Utara (LU). Secara umum, perairan Delta Cimanuk memiliki perairan yang masih alami. Ekosistem perairan dikelilingi hutan mangrove yang masih lebat. Menurut Pramudji (2002) sebagai daerah peralihan antara laut dan daratan hutan mangrove memiliki gradien sifat lingkungan yang sangat ekstrim terutama suhu dan salinitas, sehingga hanya beberapa spesies yang mampu beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Ikan keting (Arius oetik) merupakan salah satu sumber daya ikan yang hidup di Delta Cimanuk.
Ikan keting adalah ikan dominan di Delta Cimanuk. Jumlah ikan keting tertangkap bervariasi setiap bulan pengamatan. Jumlah ikan betina lebih banyak dibandingkan dengan ikan jantan. Jumlah keseluruhan ikan tertangkap selama enam bulan, yaitu 240 ekor ikan keting, dengan proporsi ikan betina sebanyak 160 ekor dan ikan jantan sebanyak 80 ekor. Rasio kelamin betina dan jantan adalah 2:1 atau 67 % ikan betina dan 33% ikan jantan.
Berdasarkan uji Chi-square pada setiap bulan pengamatan didapatkan hasil bahwa rasio kelamin jantan dan betina ikan keting di Delta Cimanuk tidak seimbang. Rasio kelamin tidak seimbang sesuai dengan penelitian Cem (1990) di Malaysia. Rasio kelamin tidak seimbang pada suatu lokasi dapat berkaitan dengan pola tingkah laku ruaya ikan untuk memijah maupun mencari makan, perbedaan laju mortalitas dan pertumbuhan (Effendie 1979).
Ikan betina dominan diduga dipengaruhi oleh faktor kondisi ikan betina yang lebih stabil jika dibandingkan dengan ikan jantan (Gambar 4). Rahardjo (2006) menyatakan bahwa di daerah tropis seperti di Indonesia rasio kelamin bersifat variatif dan menyimpang dari 1:1. Nikolsky (1963) menyatakan bahwa ketidakseimbangan jenis kelamin dapat diakibatkan karena adanya perbedaan pola pertumbuhan, perbedaan umur pertama kali matang gonad, dan pertambahan ikan baru pada populasi yang sudah ada. Rasio kelamin dapat berubah pada waktu musim pemijahan. Sulistiono et al. (2001) menyatakan bahwa waktu melakukan ruaya pemijahan, populasi ikan didominasi ikan jantan, kemudian menjelang pemijahan populasi ikan jantan dan betina dalam keadaan seimbang, lalu didominasi oleh ikan betina.
Ukuran panjang ikan keting yang berkisar antara 86-211 mm. Ukuran ikan didominasi dengan panjang 128-141 mm pada ikan betina dan jantan pada ukuran 142-155 mm. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Denadai et al. (2013) di Brazil bahwa tinggi standar ikan Arius sp. yaitu 155 mm. Ikan betina selalu mendominasi pada setiap selang kelas panjang (Gambar 2).
Nilai koefisien pertumbuhan sebesar 2,792 selanjutnya diuji menggunakan uji-t (Lampiran 4). Nilai koefisien pertumbuhan sama dengan tiga menunjukan bahwa pola pertumbuhan ikan keting adalah isometrik, yaitu pertumbuhan
panjang dan bobotnya seimbang dan pertumbuhan panjang diikuti dengan pertambahan bobot (Effendie 2002).
Hasil penelitian ikan keting di Delta Cimanuk memiliki pola pertumbuhan yang bersifat isometrik, berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Triajie (2007) di Perairan Selat Madura, hasil penelitian dari Sjafei (2004) di Pantai Mayangan dan hasil penelitian Betancur (2014) di Brazil yang menyatakan bahwa Arius sp. memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif. Ikan yang memiliki pola pertumbuhan isometrik (b=3) memiliki pertumbuhan panjang dan bobot yang seimbang, sehingga pertambahan panjang diikuti dengan pertambahan bobot. Perbedaan pola pertumbuhan tersebut dapat terjadi karena ada perbedaan faktor internal berupa perbedaan spesies atau genetik, dan faktor ekternal berupa kondisi lingkungan, baik suhu, salinitas, waktu penangkapan, dan ketersediaan makanan (Effendie 2002).
Pendugaan faktor kondisi digunakan untuk mendeteksi perubahan yang terjadi secara mendadak pada suatu perairan. Faktor kondisi dapat mempengaruhi pertumbuhan, reproduksi, dan kondisi ikan. Faktor kondisi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pola makan, perbedaan umur, ketersediaan makanan, keadaan lingkungan, dan tingkat kematangan gonad terutama pada ikan betina (Girsang 2008).
Faktor kondisi ikan keting betina dan jantan selama penelitian berkisar 0,1007-0,1475 dan 0,0768-0,1673. Faktor kondisi yang rendah diduga karena kurangnya persediaan makanan atau ikan telah mengalami masa pemijahan. Ketersediaan makanan yang kurang, ikan akan cenderung menggunakan cadangan lemaknya sebagai sumber energi selama proses pematangan gonad dan pemijahan sehingga faktor kondisi ikan menurun (Effendie 2002). Faktor kondisi ikan jantan dan betina berbeda.
Faktor kondisi ikan betina lebih stabil dibandingkan dengan ikan jantan karena ikan betina memiliki kondisi yang lebih baik untuk memanfaatkan makanan dan bertahan hidup dibandingkan dengan ikan jantan. Ikan dengan spesies yang sama di musim yang berbeda dapat terjadi perbedaan faktor kondisi dari ikan keting jantan dan ikan keting betina. Hal demikian diduga faktor kondisi dipengaruhi oleh jenis kelamin. Menurut Effendie (1979) bahwa hal-hal yang mempengaruhi faktor kondisi selain kematangan gonad adalah jenis kelamin, ketersediaan makanan, morfologi ikan tersebut, dan musim.
Penentuan tingkat kematangan gonad antara lain dengan mengamati perkembangan gonad. Tingkat kematangan gonad dapat dipergunakan sebagai penduga status reproduksi ikan, ukuran dan umur pada saat pertama kali matang gonad, proporsi jumlah stok yang secara produktif matang dengan penambahan tentang siklus reproduksi bagi suatu populasi atau spesies (Nielson 1983 in
Sulistiono et al. 2001). Perkembangan gonad yang semakin matang merupakan bagian dari proses produksi ikan sebelum pemijahan. Waktu pemijahan sebagian besar hasil metabolisme tubuh ikan tertuju pada perkembangan gonad ikan. Berat gonad akan maksimal pada waktu ikan akan memijah, kemudian akan menurun secara cepat dengan berlangsungnya musim pemijahan hingga selesai (Effendie 2002).
Nilai TKG dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi spesies, umur, ukuran, genetik, dan kemampuan adaptasi terhadap lingkungan. Sedangkan faktor eksternal meliputi ketersediaan makanan yang
dikonsumsi, suhu, arus, salinitas, pH, dan lingkungan hidup (Syandri 1996 in
Yustina dan Arnentis2002). Effendie (1979) menyatakan bahwa sejalan dengan perkembangan gonad yang dihasilkan akan semakin besar dan mencapai maksimum ketika akan melakukan pemijahan. Pendugaan musim dari ikan keting melalui analisa tingkat kematangan gonad ikan keting betina dapat dilakukan melalui presentase masing-masing tingkat kematangan gonad.
Tingkat kematangan gonad ikan keting di Delta Cimanuk bervariasi pada setiap bulan penangkapan. Ikan keting memiliki TKG 1, TKG II, TKG III, TKG IV, dan TKG V ditemukan hampir di setiap bulan. Pada bulan November ikan keting betina yang tertangkap didominasi oleh TKG IV dan TKG III. Ikan keting jantan yang tertangkap pada bulan November seluruhnya memiliki TKG IV. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Burhanuddin et al.(1987) bahwa ikan Arius sp. memijah secara musiman yaitu pada kisaran bulan Mei-Juli, dan November-Februari sedangkan penelitian Cem (1990) di Malaysia puncak pemijahan terjadi pada bulan Desember hingga Januari.
Waktu pemijahan akan dipengaruhi oleh sumber daya makanan dan kondisi lingkungan. Sumber daya makanan yang melimpah akan mengakibatkan ikan keting berkumpul dan memungkinkan adanya proses pemijahan. Kondisi lingkungan akan mempengaruhi mortalitas alami pada ikan keting. Effendie (1979) menyatakan bahwa pendugaan musim pemijahan dilakukan dengan pengamatan tingkat kematangan gonad tertinggi dengan satu bulan berikutnya. Perbedaan musim pemijahan dapat disebabkan karena adanya fluktuasi musim hujan tahunan, letak geografis, dan kondisi ikan (Mayumar dan Ahmad 1994 in
Sulistiono et al. 2001).
Indeks kematangan gonad (IKG) adalah nilai dalam % sebagai hasil perbandingan berat gonad dengan berat tubuh ikan. Pertumbuhan IKG akan proposional dengan TKG sehingga IKG akan maksimal ketika ikan akan memijah. Nilai IKG merupakan indikator untuk mengukur kematangan seksual ikan betina (Effendie 1979). Indeks kematangan gonad akan semakin meningkat nilainya dan mencapai batas maksimum pada saat akan terjadi pemijahan kemudian menurun dengan cepat sampai selesai pemijahan (Effendie 2002).
IKG ikan keting di Delta Cimanuk bervariasi pada setiap waktu. IKG ikan keting betina di bulan Agustus paling tinggi yaitu dari TKG II, sedangkan pada lima bulan yang lain IKG paling tinggi yaitu pada TKG III dan TKg IV. IKG ikan jantan lebih stabil dibandingkan dengan IKG ikan betina. Kisaran IKG ikan betina umumnya lebih besar dibandingkan dengan ikan keting jantan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendie (2002), bahwa pertambahan berat gonad ikan betina berkisar 10-25% dari berat tubuhnya, sedangkan ikan jantan berkisar antara 5-10 % dari berat tubuhnya.
Pendugaan ukuran pertama kali ikan matang gonad merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui perkembangan populasi suatu jenis ikan di perairan. Ukuran pertama kali matang gonad (Lm) ikan keting betina adalah pada panjang 98-111 mm dan ikan keting jantan adalah pada panjang 138-159 mm. Ikan keting betina lebih cepat mengalami kematangan gonad dibandingkan dengan ikan keting jantan. Hal demikian didukung dengan jumlah nisbah kelamin ikan keting betina lebih besar dibandingkan dengan ikan keting jantan (2:1), sehingga ikan betina lebih cepat mengalami matang gonad untuk menjamin kelangsungan reproduksinya.
Spesies ikan memiliki ukuran panjang pertama kali matang gonadnya tidak sama walaupun ikan tersebut merupakan suatu spesies yang sama. Hal tersebut karena adanya perbedaan kondisi ekologi perairan yang menyebabkan ikan muda akan mengalami kematangan gonad pada ukuran yang berlainan (Blay dan Egeson
in Pellokila 2009). Menurut Nikolsky (1963), ukuran pertama kali ikan matang gonad dipengaruhi oleh kelimpahan, ketersediaan makanan, suhu, periode, arus, ukuran, dan sifat fisiologi dari ikan itu sendiri.
Potensi reproduksi pada ikan dapat diduga dengan fekunditas ikan tersebut. Menurut Effendie (2002), fekunditas adalah jumlah telur masak sebelum dikeluarkan pada waktu memijah. Peningkatan fekunditas berhubungan dengan peningkatan berat gonad. Fekunditas berbeda-beda tiap spesies dan kondisi lingkungan berbeda. Spesies ikan yang mempunyai fekunditas besar, pada umumnya memijah di daerah permukaan perairan sedangkan spesies yang mempunyai fekunditas kecil melindungi telurnya pada tanaman atau substrat lainnya (Nikolsky 1963).
Fekunditas ikan keting di Delta Cimanuk cukup besar. Nilai fekunditas berkisar dari 1.469-34.832 butir telur (Lampiran 9). Nilai fekunditas menunjukan potensi telur yang dihasilkan pada saat pemijahan. Hasil perhitungan fekunditas diperoleh jumlah telur yang bervariasi. Patriono et al. (2010) menyatakan bahwa ikan yang memiliki ukuran yang sama belum tentu memiliki fekunditas yang sama pula. Hal ini diduga disebabkan oleh faktor ikan dalam pengambilan makanannya berbeda.
Nikolsky (1963) menyatakan bahwa fekunditas pada ikan disesuaikan dengan kondisi lingkungannya. Jika ikan hidup di lingkungan yang banyak ancaman predator, maka jumlah telur yang dihasilkan akan besar atau fekunditas akan semakin tinggi, sedangkan ikan yang hidup di lingkungan yang memiliki predator sedikit akan memiliki jumlah telur yang lebih sedikit. Fekunditas pada suatu spesies akan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain frekuensi pemijahan, kondisi lingkungan, kepadatan populasi, diameter telur, dan ketersediaan makanan (Tagart 2006 in Gonzales et al. 2000).
Frekuensi pemijahan ikan keting dapat diketahui dengan pengukuran diameter telur pada gonad yang sudah matang dan siap untuk memijah (TKG IV) dengan mengamati modus penyebarannya. Diameter telur merupakan garis tengah atau ukuran panjang sebuah telur yang diukur dengan mikrometer berskala yang sudah ditera. Diameter telur semakin besar pada tingkat kematangan gonad lebih tinggi terutama saat mendekati waktu memijah. Telur yang berukuran besar akan menghasilkan larva yang besar, hal ini berkaitan dengan nutrisi. Diameter telur juga dapat digunakan untuk menilai perkembangan gonad ikan betina (Effendie 2002).
Sebaran diameter telur ikan keting di Delta Cimanuk bervariasi pada TKG IV (Gambar 8), namun hanya memiliki satu modus dominansi, sehingga memiliki tipe pemijahan total spawner yang berarti ikan keting tersebut hanya satu kali melakukan pemijahan pada musim pemijahan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Cem (1990) di Malaysia bahwa Arius memiliki tipe pemijahan total spawner. Diameter telur akan semakin kecil jika jumlah telur (fekunditas) semakin banyak. Semakin besar diameter telur maka akan semakin baik karena dalam telur tersebut tersedia cadangan makanan (Unus dan Omar 2010). Ukuran telur yang besar akan berkaitan dengan nutrisi pada kuning telur (Bagenal 1969 in Tamamdusturi 2012).
Ikan yang bertipe pemijahan total spawner umumnya memiliki diameter telur kecil, fekunditas yang besar, dan musim pemijahan yang tetap (Connell 1987 in
Pellokila 2009).
Pengelolaan sumber daya ikan keting yang dapat dilakukan adalah pengkajian beberapa aspek biologi yaitu pertumbuhan, reproduksi dan kebiasaan makan yang dapat digunakan sebagai informasi dasar dalam melakukan pengaturan penangkapan yang sesuai dan dapat menjaga kelestarian ikan keting di perairan Delta Cimanuk. Pengaturan waktu penangkapan dengan open close system penangkapan. Ikan keting, baik betina maupun jantan memiliki TKG IV pada bulan Oktober-Desember namun terjadi puncak pemijahan pada bulan November, sehingga pada bulan November sebaiknya tidak dilakukan penangkapan terhadap ikan keting dan harus ada pengaturan ukuran ikan keting yang dapat ditangkap. Ukuran ikan keting yang diperbolehkan ditangkap seharusnya sudah melebihi ukuran pertama kali matang gonad.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Nisbah kelamin ikan keting betina dan jantan yang diperoleh selama penelitian tidak seimbang. Ukuran pertama kali matang gonad ikan betina lebih kecil dibandingkan dengan ikan jantan. Musim pemijahan ikan keting terjadi pada bulan November. Potensi reproduksi ikan keting cukup tinggi dengan tipe pemijahan total spawner. Pengelolaan yang disarankan adalah pengaturan waktu penangkapan dan ukuran penangkapan harus melebihi ukuran pertama kali matang gonad yaitu 138 mm.
Saran
Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai biologi reproduksi ikan keting selama satu tahun sehingga didapatkan informasi musim pemijahan dalam satu tahun. Penangkapan ikan keting harus dengan pengelolaan yang didasari oleh informasi beberapa aspek reproduksi, sehingga sumber daya ikan keting di Delta Cimanuk dapat stabil dan berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Allen GR. 1991. Field Guide to the Freshwater Fishes of New Guinea. Publication no. 9, Christensen Research Institute, Madang, Papua, New Guinea, 268pp.
Betancur R, Ricardo, Marceniuk, Alexander P, Beares, Philippe. 2014. Taxonomic status and redescription of the Gillbacker sea catfish (Siluriformes: Ariidae: Sciades parkeri). ProQuest Biology Journal. 4(8): 827-834.
Burhanuddin, Aji D, Santoso. 1987. Sumberdaya ikan manyung di Indonesia.
Jurnal LIPI Jakarta.
Cem SP. 1990. Some aspect of the biology of Arius tracatus (C.&V.) and Arius caelatus (Val.) (Oesteichtyes, Tachysuridae) in the Sungai Salak mangrove estuary, Sarawak, Malaysia. Fisheries Buletin. 63.
Denadai M, Maira P, Flavia BS. 2013. Population dynamics and diet of the Madamango Sea catfish Cathorops spixii (Agassiz, 1829) (Siluriformes: Ariidae) in a tropical bight in Southern Brazil. Plos One Journal. 8(11). Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan. Jakarta (ID): Yayasan Pustaka Nusantara. Effendie MI. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Pustaka
Nusantara.
Girsang HS. 2008. Studi penentuan daerah penangkapan ikan tongkol melalui pemetaan penyebaran klorofil-a dan hasil tangkapan di Pelabuhan Ratu, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Gonzales BJ, Palla HP, Mishina H. 2000. Lenght Weight Relationship of Five Serranids From Palawan Island, Philippines.
Kimirei IA, Nagelkerken I, Griffioen B, Wagner C, Mgaya YD. 2011. Ontogenetic habitat use by mangrove seagrass-associated coral reef fishes shows flexibility in time and space. Estuarine, Coastal, and Shelf Science
92: 47-58.
Kottelat M, Whitten AJ, Kartikasari SN, Wirjoatmodjo S. 1993. Freshwater fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Edisi Dwi Bahasa. Periplus Edition LTD. Hongkong.
Marceniuk, Alexandre P, Betancur R, Ricardo, Acero. 2014. Review of the genus cathorops (Siluriformes: Ariidae) from the caribbean and Atlantic South America, with description of a new species. ProQuest Biology Journals. 21(1): 77-97.
Nikolsky GV. 1963. The Ecology of Fishes. London and New York: Academic Press.
Patriono E, Junaidi E, Sastra F. 2010. Fekunditas ikan bilih (Mystacoleucus padangengsis Blkr.) di muara sungai sekitar Danau Singkarak. Jurnal Penelitian Sains. 13 (ID).
Pellokila NAY. 2009. Biologi reproduksi ikan betok (Anabas testudineus Bloch, 1792) di rawa banjiran daerah aliran Sungai Mahakam, Kalimantan Timur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Pramudji. 2002. Ekosistem hutan mangrove dan peranannya sebagai habitat berbagai fauna aquatik. JurnalOseana. 25(4) : 13-23.
Rahardjo MF. 2006. Biologi Reproduksi Ikan Blama (Nibea soldado, Lac) Sciaenidae di Perairan Pantai Mayangan, Jawa Barat. Jurnal Iktiologi Indonesia. 5(2) : 63-68.
Rosita R. 2007. Studi kebiasaan makan ikan tembang (Clupea fimbriata) pada bulan Januari-Juni 2006 di Perairan Ujung Pangkah [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sjafei S, Afandi R, Fauziah R. 2004. Studi makanan ikan lundu (Arius maculatus
Thunberg, 1792) di Pantai Mayangan, Jawa Barat. Jurnal Iktiologi Indonesia. 4(1).
Sulistiono, Kurniati TH, Riani E, Watanabae S. 2001. Kematangan gonad beberapa jenis ikan buntal (Tetraodon lunaris, T. fluviatilis, T. reticularis) di perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur. Jurnal Iktiologi Indonesia. 1(2): 25-30.
Suryaningsih S. 2012. Karakter morfometri dan karakter reproduksi ikan brek,
Puntinus orphoides (Valenciannes, 1842) dan tawes, P. javanicus (Bleeker, 1863) di Sungai Klawing Purbalingga, Jawa Tengah [disertasi]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada.
Tamamdusturi R, Basuki F. 2012. Analisis karakter reproduksi ikan nila kunti (Oreocromis niloticus). Journal Of Aquaculture Management and Technology. 1(1): 180-192.
Triajie H, Haryono A. 2007. Studi aspek biologi ikan manyung (Arius venosus) di Perairan Selat Madura Kabupaten Bangkalan. Jurnal Kelautan. 1(1): 50-59. Unus F, Omar SBA. 2010. Analisis fekunditas dan diameter telur ikan malalugis biru (Decapterus macarellus Cuvier, 1833) di perairan Kabupaten Banggai Kepulauan, Provinsi Sulawesi Tengah. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan. 20(1): 37-43.
Walpole RE. 1995. Pengantar Statistika, edisi ke-3 [Terjemahan dari Introduction to statistic 3rd edition]. Sumantri B, penerjemah. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. 515 hlm.
Yustina, Arnentis. 2002. Aspek reproduksi ikan kapier (Puntinus schwanefeldi
Bleeker) di Sungai Ranggau, Riau, Sumatra. Jurnal Matematika dan Sains. 7(1): 5-14.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Bahan dan alat yang digunakanStasiun 3 Stasiun 4
Penangkapan ikan Pengangkatan jarring
Lampiran 2 Data parameter perairan di lokasi sampling
Bulan Parameter Satuan Stasiun
1 II III IV
Juli Kecerahan cm 17,5 25,0 85 11
Kedalaman cm 70 60 95 85
Suhu oC 27,5 27,5 28 29
Warna air - Coklat Hijau
kecoklatan
Hijau kecoklatan
Coklat
Substrat - Lumpur Lumpur Lumpur Lumpur
Salinitas psu 19 20 30 29,5
pH - 7,1 7,1 7,4 7,1
Kordinat - 06 o 15’00,8” 06 o 15’32,4” 0617’26,6” 0617’24,0” - 108 o 20’24,6” 108 o 20’17,1” 108 o 22’10,7” 10822’06,9” Alat tangkap - Jarring insang Jarring insang Jarring insang Jarring insang
Agustus Kecerahan cm 17,5 16,5 25,0 20,0
Kedalaman cm 90 110 90 55
Suhu oC 26,5 30 29 31,5
Warna air - Cokelat cokelat Hijau
kecoklatan
Coklat
Substrat - Lumpur Lumpur Lumpur Lumpur
Salinitas psu 30 26 8,5 12
pH - 7,4 7,2 7,1 7,2
Kordinat - - - - -
Bulan Parameter Satuan Stasiun
1 II III IV
September Kecerahan cm 18 22 30 17,5
Kedalaman cm 85 73 170 45
Suhu oC 29 25 29 28
Warna air - Cokelat Cokelat Hijau
kecoklatan
Hijau kecoklatan
Substrat - Lumpur Lumpur Lumpur Lumpur
Salinitas psu 17 20 20 32
pH - 7,1 7,4 7,7 7,4
Kordinat - - - 06o17,167’ 06o17,383’
- - - 108o20.894 108o22.025
Alat tangkap - Jaring insang Jaring insang Jaring insang Jaring insang
Oktober Kecerahan cm 15 20 15 17
Kedalaman cm 80 95 50 40
Suhu oC 26 28 34 34
Warna air - cokelat Cokelat Coklat Coklat
kehijauan
Substrat - Lumpur Lumur Lumpur Lumpur
Salinitas psu 23 18 15 21
pH - 7,2 7,4 7,4 7,7
Kordinat - - -
Bulan Parameter Satuan Stasiun
1 II III IV
November Kecerahan cm 15 28 30 20
Kedalaman cm 65 73 80 30
Suhu oC 30 30 30 32
Warna air - Coklat Coklat Coklat
kehijauan
Coklat kehijauan
Substrat - Lumpur Lumpur Lumpur Lumpur
Salinitas psu 30 28
pH - 6,8 6,8 7,7 7,4
Kordinat - - - - -
- - - - -
Alat tangkap - Jaring insang Jaring insang Jaring insang Jaring insang
Desember Kecerahan cm 70 54 30 20
Kedalaman cm 90 120 60 70
Suhu oC 32 29 30 29
Warna air - Coklat Cokelat Cokelat Cokelat
Substrat - Lumpur Lumpur Lumpur Lumpur
Salinitas psu 28 30 29 24
pH - 7,4 7,0 6,8 7,1
Kordinat - - - - -
- - - - -
Lampiran 3 Pengujian tipe pertumbuhan SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics T tabet = 1,9699
Multiple R 0,90524223 T hitung = 0,0529 H0: b=3
R Square 0,81946349 H1: b≠3
Adjusted R
Square 0,81870811 KESIMPULAN
Standard Error 4,41205384 T hitung < T tabel maka TERIMA HO, tolak H1
Observations 241 Jadi hubungan pertumbuhan panjang dan berat bersifat issometrik ANOVA df SS MS F Significance F Regression 1 21117,5768 21117,577 1084,83197 8,21576E-91 Residual 239 4652,42636 19,466219 Total 240 25770,0031 Coefficients Standard
Error t Stat P-value Lower 95%
Upper 95% Lower 95,0% Upper 95,0% Intercept -42,67925 2,10494707 -20,275688 7,5492E-54 -46,8258679 -38,53263 -46,8258679 --38,532632 X Variable 1 0,52263722 0,01586789 32,936787 8,2158E-91 0,491378445 0,553896 0,491378445 0,55389599
Lampiran 4 Nisbah kelamin
Bulan jantan betina Jumlah ei
1 31 26 57 28,5 2 12 16 28 14 3 12 25 37 18,5 4 5 35 40 20 5 10 47 57 28,5 6 10 11 21 10,5 Jumlah 80 160 Xhit 52,1428 X tab 3,18245
Lampiran 5 Selang kelas panjang ikan jantan dan betina
Lampiran 6 Faktor kondisi ikan keting
Bulan Betina Jantan
Juli 1,1366 1,1631 Agustus 1,1345 0,9858 September 1,1958 1,1616 Oktober 1,1121 0,9021 November 1,0975 0,9747 Desember 1,1656 0,955 SK B SK A SK Fi F tot Jantan Betina 86 99 86-99 0 1 1 100 113 100-133 5 4 9 114 127 114-127 7 16 23 128 141 128-141 20 52 72 142 155 142-155 30 45 75 156 169 156-169 11 32 43 170 183 170-183 4 8 12 184 197 184-197 1 2 3 198 211 198-211 2 0 2 Jumlah 80 160 240
Lampiran 7 TKG Ikan keting Betina
TKG Juli Agustus September Oktober November Desember
1 6 4 1 1 0 0 2 4 1 2 3 0 0 3 4 0 12 12 16 5 4 9 5 8 16 30 6 5 3 6 2 3 1 0 Jumlah 26 16 25 35 47 11 Jantan
TKG Juli Agustus September Oktober November Desember
1 7 4 2 2 0 0 2 10 3 4 2 0 4 3 7 5 1 0 0 3 4 6 0 5 1 10 3 5 1 0 0 0 0 0 Jumlah 31 12 12 5 10 10
Lampiran 8 Sebaran diameter telur ikan keting
skb ska Bkb Bka xi fi 0,40 0,43 0,395 0,435 0,40-0,43 1 0,44 0,46 0,430 0,465 0,44-0,46 0 0,47 0,50 0,465 0,505 0,47-0,50 24 0,51 0,53 0,500 0,535 0,51-0,53 58 0,54 0,57 0,535 0,575 0,54-0,57 335 0,58 0,60 0,570 0,605 0,58-0,60 371 0,61 0,64 0,605 0,645 0,61-0,64 695 0,65 0,67 0,640 0,675 0,65-0,67 785 0,68 0,71 0,675 0,715 0,68-0,71 2572 0,72 0,74 0,710 0,745 0,72-0,74 3170 0,75 0,78 0,745 0,785 0,75-0,78 4191 0,79 0,81 0,780 0,815 0,79-0,81 1063 0,82 0,85 0,815 0,855 0,82-0,85 1263 0,86 0,89 0,850 0,895 0,86-0,89 446 0,90 0,92 0,890 0,925 0,90-0,92 26
Lampiran 9 Fekunditas ikan keting
No Panjang (mm) bobot (gram) bobot gonad (gram) Fekunditas
1 151 37 4,0873 9841 2 134 28 0,6004 3636 3 120 24 0,9157 2807 4 159 58 5,2695 16377 5 131 30 3,5207 13273 6 150 44 5,0702 14040 7 150 40 2,8123 8158 8 145 36 0,8120 3278 9 119 18,91 0,7992 1848 10 125 21,96 0,9054 2319 11 161 49,44 1,4177 3857 12 114 24,57 0,9264 2923 13 147 33,92 1,5634 4889 14 120 34,38 0,5131 1469 15 125 23,45 2,5655 8692 16 102 16,77 3,3210 9250 17 122 22,22 2,6763 7252 18 119 16,9 0,6553 1872 19 128 25,29 1,4523 2710 20 135 33,04 4,0177 12478 21 155 53,99 1,1218 3163 22 141 37,83 5,5279 16779 23 123 24,07 4,0784 12125 24 121 21,5 3,9808 13303 25 130 26,93 0,9297 3216 26 135 26,92 1,4862 7719 27 134 27,78 5,9801 19764 28 115 18,67 2,5121 9692 29 160 34,19 4,4120 10349 30 141 34,62 2,6361 11033 31 130 25,96 1,4353 7586 32 140 26,07 2,7292 12252 33 159 52,67 5,2170 13098 34 148 39,84 3,3048 10529 35 155 43,71 1,9914 10651 36 135 27,04 0,9974 2859 37 160 50,18 2,9472 10234 38 120 17,9 4,3304 13503 39 146 36,74 11,1272 26802
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 23 November 1990 dari ayah Jarkasih dan ibu Pathonah. Penulis adalah putri keempat dari enam bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMAN 1 Jasinga dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Penulis mendapatkan beasiswa pendidikan selama empat tahun melalui program Bidik Misi pada tahun 2010-2014.
Selama perkuliahan penulis aktif di beberapa organisai yaitu sebagai anggota di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Gentra Kaheman 2011-2013, sebagai sekretaris komisi di Komisi II DPM FPIK tahun 2011-2012, sebagai sekretaris komisi di Komisi I DPM FPIK tahun 2012-2013, dan aktif mengikuti beberapa kepanitiaan di tingkat fakultas maupun tingkat IPB. Selain itu penulis juga aktif mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) tahun 2012 pada program PKM Penelitian dan pada tahun 2013 pada program PKM Kewirausahaan yang lolos didanai.