• Tidak ada hasil yang ditemukan

HIPERBILIRUBIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HIPERBILIRUBIN"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

KEPERAWATAN MATERNITAS II

ASKEP BBL DENGAN HIPERBILIRUBIN

OLEH :

AGUSTIN AYU KUSUMA (08060144)

WARTIANI (08060161)

PROGRAM STUDI ILMUM KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2010-2011

(2)

KATA PENGANTAR

Dengan Rahmat Allah SWT serta tidak lupa mengucap syukur ke hadiratNya karena atas restu-Nyalah kami dapat menyelesaikan tugas KEPERAWATAN MATERNITAS II ini yang berjudul ASKEP BBL DENGAN HIPERBILIRUBIN.

Terselesaikannya laporan ini karena adanya bantuan dan kemudahan-kemudahan yang di berikan oleh orang-orang terdekat. Oleh karena itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada :Kedua orang tua kami atas dukungan dan Doa-nya.

kami berharap tugas ini dapat bermanfaat bagi kita semua. kami juga menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan, guna perbaikan untuk masa yang akan datang serta sebagai kelanjutan studi kami nantinya.

Malang, 2 April 2011

(3)

DAFTAR PUSTAKA COVER KATA PENGANTAR...2 DAFTAR ISI...3 BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG...4 TUJUAN ...5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA PENGERTIAN...6 ETIOLOGI...6 MANIFESTASI KLINIS... PATOFISIOLOGI...7 KLASIFIKASI……….. PEMERIKSAAN PENUNJANG... PENCEGAHAN………. KOMPLIKASI……. PENATALAKSANAAN... BAB III TINJAUAN KEPERAWATAN PENGKAJIAN...14 POHON MASALAH...14 DIAGNOSA KEPERAWATAN...14 INTERVENSI...15

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI... 20

BAB IV PENUTUP KESIMPULAN...21

(4)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Ikterus neonatorum merupakan fenomena biologis yang timbul akibat tingginya produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus. Pada neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah eritosit pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek.

Keadaan bayi kuning (ikterus) sangat sering terjadi pada bayi baru lahir, terutama pada BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah). Banyak sekali penyebab bayi kuning ini. Yang sering terjadi adalah karena belum matangnya fungsi hati bayi untuk memproses eritrosit ( sel darah merah). Pada bayi usia sel darah merah kira-kira 90 hari. Hasil pemecahannya, eritrosit harus diproses oleh hati bayi. Saat lahir hati bayi belum cukup baik untuk melakukan tugasnya. Sisa pemecahan eritrosit disebut bilirubin, bilirubin ini yang menyebabkab kuning pada bayi.

Kejadian ikterus pada bayi baru lahir (BBL) sekitar 50% pada bayi cukup bulan dan 75% pada bayi kurang bulan (BBLR). Kejadian ini berbeda-beda untuk beberapa negara tertentu, beberapa klinik tertentu di waktu tertentu. Hal ini disebabkan oleh perbedaan dalam pengelolaan BBL ynag pada akhir-akhir ini mengalami banyak kemajuan.

BBLR menjadi ikterus disebabkan karena sistem enzim hatinya tidak matur dan bilirubin tak terkonjugasi tidak dikonjugasikan secara efisien 4-5 hari berlalu. Ikterus dapat diperberat oleh polisitemia, memar, infeksi, dan hemolisis. BBLR ini merupakan faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas, dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupan di masa depan.

Beberapa kondisi yang dapat beresiko terhadap bayi, antara lain:

• Infeksi yang berat.

• Kekurangan enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G 6 PD).

• Ketidaksesuaian golongan darah antara ibu dan janin

• Beberapa penyakit karena genetik (penyakit bawaan atau keturunan).

B. TUJUAN

• Mengetahui definisi Hyperbilirubin pada anak

• Mengetahui patofisiologi pada BBL dengan Hyperbilirubin

(5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN

Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum. Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus (Dorothy R. Marlon, 1998). Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa dan cairan tubuh (Adi Smith, G, 1988). Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus. (Suzanne C. Smeltzer, 2002) Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek pathologis. (Markum, 1991:314). Hiperbilirubinemia adalah keadaan meningginya kadar bilirubin didalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning. ( Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit, p 197 ).

B. ETIOLOGI

1. Produksi yang berlebihan

Hal ini melebihi kemampuan bayi mengeluarkannya , misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkomptabilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim G–6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup, dan sepsis.

2. Gangguan dalam proses ‘ uptake’ dan konjugasi hepar

Disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase, defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan penting dalam ‘uptake’ bilirubin ke hepar.

3. Gangguan Transportasi

Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.

4. Gangguan Dalam Eksresi

Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain. ( Ilmu Kesehatan Anak, Buku kuliah 3, FKUI, 1985

(6)

C. MANIFESTASI KLINIS

• Kulit berwarna kuning sampe jingga

• Pasien tampak lemah

• Nafsu makan berkurang

• Reflek hisap kurang

• Urine pekat

• Perut buncit

• Pembesaran lien dan hati

• Gangguan neurologik

• Feses seperti dempul

• Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.

• Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.

 Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetik atau infeksi.  Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak pada

hari ke 3-4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan jaundice fisiologi.

D. PATOFISIOLOGI

Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan:

1. terdapatnya penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik

2. gangguan ambilan bilirubin plasma. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein-Y berkurang atau pada keadan protein-Y dan protein-Z terikat oleh anion lain, misalny pada bayi anoksia/hipoksia

Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik (terutama bilirubin indirek yang larut dalam lemak) dan merusak jaringan tubuh. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak.

E. KLASIFIKASI

1. Ikterus Fisiologi

• Timbul pada hari ke 2 atau ke 3, tampak jelas pada hari ke 5-6 dan menghilang pada hari ke 10.

• Bayi tampak biasa, minum baik, berat badan naik biasa

• Kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 12 mg %, pada BBLR 10 mg %, dan akan hilang pada hari ke 14.

• Penyebab ikterus fisiologis diantaranya karena kekurangan protein Y dan Z, enzim Glukoronyl transferase yang belum cukup jumlahnya.

(7)

2. Ikterus Patologis

• Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan, serum bilirubin total > 12 mg %

• Peningkatan kadar bilirubin 5 mg % atau lebih dalam 24 jam

• Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg % pada BBLR dan 12,5 mg % pada bayi cukup bulan.

• Ikterus yang disertai proses hemolisis ( inkomptabilitas darah, defisiensi enzim G-6-PD, dan sepsis )

• Bilirubin direk lebih dari 1 mg % atau kenaikan bilirubin serum 1 mg % /dl/jam atau lebih 5 mg/dl/hari

• Ikterus menetap sesudah bayi umur 10 hari ( bayi cukup bulan ) dan lebih dari 14 hari pada BBLR

Berikut adalah beberapa keadaan yang menimbulkan ikterus patologis :

1. penyakit hemolitik, isoantibodi karena ketidakcocokan golongan darah ibu dan anak seperti Rhesus antagonis, ABO, dsb.

2. kelainan dalam se darah merah seperti pada defisiensi G-6-PD 3. hemolisis, hematoma, polisitemia, perdarahan karena trauma lahir.

4. infeksi : septisemia, meningitis, infeksi saluran kemih, penyakit karena toksoplasmosis, sifilis, rubela, hepatitis

5. kelainan metabolik, hipoglikemia, galaktosemia

6. obat2an yang menggantikan ikatan bilirubin dengan albumin seperti : sulfonamid, salisilat , sodium benzoat, gentamisin.

7. Pirau enteropatik yang meninggi, obstruksi usus letak tinggi, penyakit hirschsprung, stenosis pilorik, mekonium ileus, dsb.

(Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit, p 198)

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG • Pemeriksaan bilirubin serum

- Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.

- Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis.

• Pemeriksaan radiology

Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma

• Ultrasonografi

Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra hepatic.

• Biopsy hati

Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.

(8)

Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.

• Laparatomi

Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.

G. PENCEGAHAN

Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :

• Pengawasan antenatal yang baik

• Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan masa kehamilan dan kelahiran, contoh :sulfaforazol, novobiosin, oksitosin.

• Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.

• Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.

• Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir

• Pemberian makanan yang dini.

• Pencegahan infeksi.

H. KOMPLIKASI

-

Bilirubin Encephalopathy ( komplikasi serius )

-

Retardasi mental - Kerusakan neurologis

-

Gangguan pendengaran dan penglihatan

-

Kematian.

-

Kernikterus.

I. PENATALAKSANAAN

1. Mempercepat proses konjugasi, misalnya dengan pemberian fenobarbital. Pengobatan dengan cara ini tidak begitu efektif dan membutuhkan waktu 48 jam baru terjadi penurunan bilirubin yang berarti. Mungkin lebih bermanfaat bila diberikan pada ibu kira kira 2 hari sebelum melahirkan.

2. Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi. Contohnya : pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang bebas. Albumin dapat diganti dengan plasma dosis 15 – 20 ml/kgbb. Pemebrian glukosa perlu untuk kojugasi hepar sebagai sumber energi.

3. Melakukan dekompensasi bilirubin dengan fototerapi

Terapi sinar diberikan jika kadar bilirubin darah indirek lebih dari 10 mg %. Terapi sinar menimbulkan dekomposisi bilirubin dari suatu senyawa tetrapirol yang sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah larut dalam air dan dikeluarkan melalui urin, tinja, sehingga kadr bilirubin menurun. Selain itu pada terapi sinar ditemukan pula peninggian konsentrasi bilirubin indirek dalam cairan empedu duodenum dan menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu kedalam usus sehingga peristaltik usus meningkat dan bilirubin akan keluar bersama feses.

(9)

Pelaksanaan Terapi Sinar :

1. Baringkan bayi telanjang, hanya genitalia yang ditutup ( maksmal 500 jam ) agar sinar dapat merata ke seluruh tubuh.

2. Kedua mata ditutup dengan penutup yang tidak tembus cahaya. Dapat dengan kain kasa yang dilipat lipat dan dibalut. Sebelumnya katupkan dahulu kelopak matanya. ( untuk mencegah kerusakan retina )

3. Posisi bayi sebaiknya diubah ubah, telentang, tengkurap, setiap 6 jam bila mungkin, agar sinar merata.

4. Pertahankan suhu bayi agar selalu 36,5 37 C, dam observasi suhu tiap 4- 6 jam sekali. Jika terjadi kenaikan suhu matikan sebentar lampunya dan bayi diberikan banyak minum. Setelah 1 jam kontrol kembali suhunya. Jika tetap hubungi dokter.

5. Perhatikan asupan cairan agar tidak terjadi dehidrasi dan meningkatkan suhu tubuh bayi.

6. Pada waktu memberi bayi minum, dikeluarkan, dipangku, penutup mata dibuka. Perhatikan apakah terjadi iritasi atau tidak.

7. Kadar bilirubin diperiksa setiap 8 jam setelah pemberian terapi 24 jam 8. Bila kadar bilirubin telah turun menjadi 7,5 mg % atau kurang, terapi dihentikan walaupun belum 100 jam.

9. Jika setelah terapi selama 100 jam bilirubin tetap tinggi / kadar bilirubin dalam serum terus naik, coba lihat kembali apakah lampu belum melebihi 500 jam digunakan. Selanjutnya hubungi dokter. Mungkin perlu transfusi tukar.

10. Pada kasus ikterus karena hemolisis, kadar Hb diperiksa tiap hari. Komplikasi terapi sinar :

1. Terjadi dehidrasi karena pengaruh sinar lampu dan mengakibatkan peningkatan insesible water loss.

2. Frekuensi defekasi meningkat sebagai akibat meningkatnya bilirubin indirek dalam cairan empedu dan meningkatkan peristaltik usus.

3. Timbul kelainan kulit sementara pada daerah yang terkena sinar ( berupa kulit kemerahan ) tetapi akan hilang jika terapi selesai.

4. Gangguan retina jika mata tidak ditutup.

5. Kenaikan suhu akibat sinar lampu. Jika hal ini terjadi sebagian sinar lampu dimatikan terapi diteruskan. Jika suhu naik terus lampu semua dimatikan sementara, bayi dikompres dingin, dan berikan ektra minum. 6. Komplikasi pada gonad yang menurut dugaan dapat menimbulkan kelainan ( kemandulan ) tetaapi belum ada bukti.

7. Transfusi tukar.

Indikasi untuk melakukan transfusi tukar adalah : 1. kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg %

2. kenaikan kadar bilirubin indirek cepat, yaitu 0,3 – 1 mg % / jam 3. anemia berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung

4. bayi dengan kadar hemoglobin tali pusat kurang 14 mg % dan uji coomb’s positif.

(10)

Tujuan transfusi tukar adalah mengganti eritrosit yang dapat menjadi hemolisis, membuang natibodi yang menyebabkan hemolisis, menurunkan kadar bilirubin indirek, dan memperbaiki anemia.

(11)

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN HIPERBILIRUBIN

A. PENGKAJIAN

Keadaan umum lemah, TTV tidak stabil terutama suhu tubuh (hipertermi). Reflek hisap pada bayi menurun, BB turun, pemeriksaan tonus otot (kejang/tremor). Hidrasi bayi mengalami penurunan. Kulit tampak kuning dan mengelupas (skin resh), sclera mata kuning (kadang-kadang terjadi kerusakan pada retina) perubahan warna urine dan feses. Pemeriksaan fisik. Inspeksi warna : sclera, konjungtiva, membran mukosa mulut, kulit, urine, dan tinja.. Pemeriksaan bilirubin menunjukkan adanya peningkatan Tanyakan berapa lama jaundice muncul dan sejak kapan. Apakah bayi ada demam. Bagaimana kebutuhan pola minum. Riwayat keluarga. Apakah anak sudah mendapat imunisasi hepatitis B

Terdapat gangguan hemolisis darah (ketidaksesuaian golongan Rh atau golongan darah A,B,O). Infeksi, hematoma, gangguan metabolisme hepar obstruksi saluran pencernaan, ibu menderita DM.

Pemeriksaan bilirubin menunjukkan adanya peningkatan. Hasil Laboratorium :

- Kadar bilirubin 12mg/dl pada cukup bulan.

- Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai 15mg/dl.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan jaundice atau radiasi. 2) Gangguan temperature tubuh (Hipertermia) berhubungan dengan terpapar lingkungan panas.

3) Resiko terjadi cidera berhubungan dengan fototerapi atau peningkatan kadar bilirubin.

4) Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

5) Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan 1. 2. DIAGNOSA KEPERAWATAN :

a.risiko injury internal b.d peningkatan serum bilirubin sekunder dari pemecahan sel darah merah dan gangguan eksresi bilirubin

1. risiko kurangnya volume cairan b.d hilangnya air ( insensible water loss ) tanpa disadari sekunder dari fototerapi.

c.risiko gangguan integritas kulit b.d fototerapi

1. kecemasan orantua b.d dengan kondisi bayi dan gangguan bonding e.kurangnya pengetahuan b.d kurangnya pengalaman orangtua

(12)

3. PERENCANAAN

1. Bayi terbebas dari injury yang ditandai dengan bilirubin serum menurun, tidak ada jaundice, refleks moro normal, tidak terdapat sepsis, refleks hisap dan menelan baik.

2. bayi tidak menunjukkan tanda tanda dehidrasi yang ditandai dengan urine output ( pengeluaran urine ) kurang dari 1-3 ml/kg/jam, membran mukosa normal, ubun ubun tidak cekung, temperatur dalam batas normal.

3. bayi tidak menunjukkan adanya iritasi pada kulit yang dtndai dengan tidak terdapat rash, dan tidak ada ruam macular eritematosa.

4. orangtua tidak nampak cemas yang ditandai dengan orangtua

mengekspresikan perasaan dan perhatian pada bayi dan aktif dalam partisipasi perawatan bayi.

5. orangtua memahami kondisi bayi dan alasan pengobatan dan berpartisipasi dalam perawatan bayi : dalam peberian minum dan mengganti popok. 6. bayi tidak mengalami injury pada mata yang ditandai dengan tidak ada

konjungtivitis.

7. 4. IMPLEMENTASI

1. Mencegah adanya injury ( internal ) • ·Kaji hiperbilirubin tiap 1- 4 jam dan catat • ·Berikan fototerapi sesuai program

• ·Monitor kadar bilirubin 4 –8 jam sesuai program • ·Antsipasi kebutuhan transfusi tukar

• ·Monitor Hb dan Ht

1. Mencegah terjadinya kurangnya volume cairan • ·Pertahankan intake cairan

• ·Berikan minum sesuai jadwal • ·Monitor intake dan output

• ·Berikan terapi infus sesuai program bila ada indikasi • ·Kaji dehidrasi, membran mukosa, ubun2, turgor kulit, mata • ·Monitor temperatur tiap 2 jam

1. Mencegah gangguan integritas Kulit • ·Inspeksi kulit tiap 4 jam

• ·Gunakan sabun bayi

• ·Merubah posisi bayi dengan sering • ·Gunakan pelindung daerah genital • ·Gunakan pengalas lembut

1. Mengurangi rasa cemas pada orangtua • Perahankan kontak mata orangtua dan bayi

• Jelaskan kondisi bayi, perawatan dan pengobatannya

• Ajarkan orangtua untuk mengekspresikan perasaanya, dengarkan rasa takutnya, dan perhatian orantua

(13)

1. Orangtua memahami kondisi bayi dan mau berpartisipasi dalam perawatan • Ajak orangtua untuk diskusi dengan menjelaskan tentang fisiologis, alasan

perawatAn, pengobatan

• Libatkan dan ajarkan orangtua dalam perawatan bayi

• Jelaskan komplikasi dengan mengenal tanda dan gejala : letargi, kekauan otot, menangis terus, kejang, tidak mau makan.

1. Mencegah injury pada mata

• Gunakan pelindung mata pada saat fototerapi

• Pastikan mata tertutup, hindarkan penekanan pada mata yang berlebihan.

(14)

Bilirubin

Eritrosit hemolisis intravaskuler

(kelainan autoimun, mikroangiopati atau hemoglobinopati)

Hemoglobin ikterus hemolitik Konjugasi dan transfer bilirubin berlangsung normal

tapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan sel hati

bilirubin tak terkonjugasi meningkat dalam darah

tidak larut dalam air

tidak dapat diekskresikan

tidak terjadi bilirubinuria

tapi pembentukkan urobilinogen ekskresi dalam urine feces (warna gelap)

Penurunan ambilan hepatikPengambilan bilirubin tak terkonjugasi dilakukan dengan memisahkannya dari albumin dan berikatan dengan protein penerima. Beberapa obat-obatan seperti asam flavaspidat, novobiosin dapat mempengaruhi

Over produksi Disebabkan: Hemoglobin abnormal (cickle sel anemia hemoglobin), Kelainan eritrosit (sferositosis heriditer), Antibodi serum (Rh. Inkompatibilitas transfusi), Obat-obatan. Penurunan ambilan hepatik Penur unan konju gasi hepati k Disebabkan: defisiensi enzim glukoronil transferase. Terjadi pada : Sindroma Gilberth, Sindroma Crigler Najjar I, Sindroma Crigler Najjar II penghancuran eritrosit tua (80 - 85 %)+eritrosit muda (15 - 20 %) + hasil metabolisme protein yg mengandung heme + enzim yang mengandung heme

(15)

Referensi

Dokumen terkait

Sebelum usaha kearah pengelolaan yang bertanggung jawab beserta pengembangan perikanannya, khususnya di Provinsi Sulawesi Selatan (rencana ini tertuang pada Lokakarya

Gejala klinis pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin termasuk akibat dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju metabolisme

perlengkapan Jahit.. 1) Bersifat fleksibel sehingga dapat menghasilkan beberapa macam barang. 2) Meskipun barang yang dikerjakan bermacam – macam, arus barang tidak

Pengujian blok IoT dilakukan dengan cara uji koneksi transfer data dari pembacaan pulse sensor yang telah diolah oleh mikrokontroller arduino kemudian data dari

27 Apakah jenis tanih yang mempengaruhi tumbuhan semulajadi di kawasan berlorek dalam Peta 5?. Peta 5: MALAYSIA A Lumpur B Gambut C Laterit D

Setiap anak merupakan individu yang unik dan memiliki kebutuhan yang khas.. Setiap anak memiliki latar belakang sosial dan budaya

8.20 malam - Keberangkatan Duli Yang Maha Mulia Yang di-Pertuan Besar Negeri Sembilan Darul Khusus, Tuanku Muhriz Ibni Almarhum Tuanku Munawir, Canselor UKM dan Duli Yang

Dalam hasil wawancara dengan Benny Subiantoro, hasil karya beliau berupa lukisan dengan objek Tana Toraja, media cat air di koleksi (dibeli) oleh seorang dosen