• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kajian Administrasi mempunyi titik berat sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan adalah ekologi sebagai suatu aspek lingkungan mempunyai beberapa macam faktor dimana faktor tersebut mempunyai relevansi bagi sistem administrasi publik. Bisa dikatakan bahwa aktivitas administratif suatu organisasi menghadapi pola yang berubah karena dibatasi oleh faktor ekologi yang muncul terhadap administrasinya. (Harolds Koontz dan Cyril O'Donnel, 1997). Perlu diperhatikan bahwa masyarakat dimana administrasi publik menjadi suatu bagian integral, akan mengalami suatu proses perubahan secara tetap.

Ekologi memiliki pengaruh atau akibat yang signifikan pada proses administratif. Untuk itu, seorang administratur harus mampu mengembangkan suatu sistem organisasi yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri sesuai dengan karakternya sendiri dengan ekologinya. Meskipun menimbulkan beberapa perubahan dalam tujuan organisasi dan struktur administrasi.

Pentingnya tugas administratur menghubungkan organisasi dengan ekologinya, seperti yang dikatakan oleh Robert A. Gordon dan James E. Howell (1974), sebagai berikut :

“Ekologi membantu menentukan alternatif berdasarkan keputusan yang dibuat dan juga mempengaruhi sistem nilai yang memasok kriteria bagi pemilihan alternatif ini”.

Agar efektif, organisasi seringkali harus mengizinkan dirinya menjalankan keseimbangan secara etos dan keseimbangan ekologis. Dengan mempertimbangkan bahwa administrasi publik merupakan suau organisasi menurut kepentingannya, maka administrasi publik harus dapat mencerminkan

(2)

2 buadaya dan nilai ekologinya. Jika hal ini tidak bisa dilakukan alternatifnya adalah dengan melakukan perubahan terhadap organisasinya.

Faktor ekologi eksternal organisasi dapat diklasifikasikan sebagai pendidikan, hukum, dan poliyik, sosial budaya, ekonomi dan agama. Hambatan pendidikan dijelaskan oleh Arsenio P. (1978) bahwa keahlian teknis menunjukan pemahaman dan keahlian dalam satu jenis aktivitas khususnya yang melibatkan metode, pendekatana, proses, atau teknik yang berkaitan dengan pendidikan debagai batasan eksternal.

Hambatan hukum dan politik biasanya terjadi karena hukum dirancang untuk mengarahkan administratur dalam proses aktivitas organisasi dimana dalam beberpaa hal mereka akan menghadapi tantangan untuk pencapaian efisiensi administratif.

Dalam memahami hambatan ekonomi , kesadaran tentang stabilitas ekonomi adalah merupakan variabel-variabel ekonomi yang signifikan. Semua bisa menerima bahwa uang adalah urat nadi organisasi. Administratur diharuskan memiliki komitmen bukan hanya pada sumber saya keuangan organisasi, namun juga sumber daya yang lainnya. Oleh karena itu, seharusnya mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki oleh neghara, tenaga kerja yang cukup dan berguna, modal yang bisa digunakan untuk produksi secara efisien atau perkembangan dimana modal sosial tersedia.

Agama bisa dianggap sebagai salah satu hambatan bagi efektivitas administrasi publik. Untuk itulah para administratur diharapakan memiliki pengetahuan yang cukup dalam memahami berbagai agama dengan berbagai kepercayaan dan keterkaitan dari berbagai macam faktor ekologinya.

Peran aktor dan studi interface, kedua hal tersebut akan digunakan sebagai pendekatan dalam mengkaji bagaimana keterkaitan dalam faktor-faktor yang terdapat dalam ekologi administrasi publik.

(3)

3 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan diatas maka rumusan masalah dalam penulisan ini adalah:

1. Bagaimanakah kaitan antara ekologi administrasi dengan implementasi kebijakan publik?

1.3 Tujuan

Tujuan penulisan ini adalah untuk mendiskripsikan kaitan antara ekologi administrasi dengan kebijakan publik

1.4 Manfaat

Manfaat dalam penulisan makalah ini ada 2 yaitu: 1. Manfaat teoritis

Sebagai masukan untuk penulis selanjutnya yang relevan sekaligus sebagai perbandingan bagi penulisan selanjutnya dalam hal kaitan antara ekologi administrasi dengan kebijakan publik

2. Manfaat praktis

Diharapkan dapat menjadi sarana sosialisasi dan bahan ajaran terhadap orang lain yang ingin mengetahui kaitan antara ekologi administrasi dengan kebijakan publik.

(4)

4 BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ekologi Administrasi

Ekologi Administrasi terdiri dua terminology yaitu “Ekologi” dan “Administrasi” kedua terminology ini dapat ditelusuri dari berbagai sudut.Setiap sudut pandang tersebut memberikan pengertian yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh latar belakang pengalaman, pendidikan dan cara pandang dari para ahli yang bersangkutan. Meskipun demikian dari masing – masing cara pandang yang berbeda itu dapat ditelusuri beberapa hal yang merupakan persamaannya. Dengan persamaan – persamaan tersebut maka dapat di rumumuskan berbagai kriteria yang merupakan karakteristik dari Ekologi Administrasi itu sendiri, sehingga dapat diambil batasan mendekati arti yang sebenarnya, bahkan tidak menutup kemungkinan diperoleh pengertian yang sesungguhnya.

Kata ekologi pertama kali di perkenalkan oleh Ernest Hackel, seorang biologis Jerman pada tahun 1869. Kata Ekologi terdiri dari kata Oikos dan Logos, Oikos = Rumah atau tempat tinggal, sedangkan Logos = telaah atau studi. Jadi Ekologi adalah ilmu tentang rumah atau tempat tinggal mahluk, biasanya ekologi didefinisikan sebagai berikut : “Ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara mahluk hidup dengan lingkungan”(Soejiran Dkk-Pengantar Ekologi)

Ekologi adalah cabang dari biologi yang berkenaan dengan hubungan antara kehidupan mahluk hidup dengan lingkungan sekitar mereka, yang dalam ilmu kemasyarakatan perhubungan antara penyaluran kelompok – kelompok manusia tersebut dengan penerangan sumberdaya alam berakibat terhadap pola kemasyarakatan dan budaya.

Ekologi adalah tata hubungan total (menyeluruh) dan mutual (timbal balik yang berguna) antara suatu organisme dan lingkungan sekelilingnya (Prajudi Atmosudirjo, 1970)

(5)

5 Ilmu Ekologi adalah suatu ilmu yang mempelajari hubungan antara suatu organisme dengan yang lainnya dan diantara organisme-organisme tersebut dengan lingkungannya.(Fuad Amsyari11)

Ekologi adalah suatu kajian yang berhubungan dengan inter-relasi antara organisme dengan lingkungan.Dasar empirisnya terletak dalam hasil penelitian bahwa organisme-organisme yang hidup ini berfariasi menurut lingkungan.(Komarudin, Ensiklopedia Manajemen, 239)

Dengan demikian dapat dikatakan juga bahwa ekologi melihat alam sebagai pola jaringan kehidupan yang tersusun oleh energi dan arus materi, dimana terkait semua mahkluk hidup.Sehubungan dengan hal di atas maka kita ketahui bahwa pada mulanya ekologi ditetapkan terbatas pada hewan dan tumbuh-tumbuhan sehingga di kenal ekologi hewan dan ekologi tumbuh-tumbuhan, kemudian diterapkan juga pada manusia sehingga dikenal pula ekologi manusia atau ekologi sosial.

Dari pengertian - pengertian di atas maka dapatlah ditarik kesimpulan bahwa lingkungan mempunyai batas tertentu dan ísi tertentu.Secara praktis ruang lingkungan itu dapat ditentukan oleh faktor alam, faktor sosial dan sebagainya.Sedangkan secara teoritis batas lingkungan sulit untuk ditentukan.Adapun isi dari suatu lingkungan meliputi semua benda baik hidup ataupun mati serta kondisi-kondisi ada di dalamnya yang saling kait mengkait (berinteraksi) antara satu dengan yang lainnya.

Manusia sebagai mahkluk hidup merupakan salah satu komponen yang terpenting dalam proses saling pengaruh mempengaruhi antar manusia dan antara manusia dengan lingkungan. Agar mudah di pahami, maka untuk selanjutnya lingkungan ini dapat dibagi dalam tiga kelompok dasar yang sangat menonjol, yakni :

1. Lingkungan fisik (physical environment); 2. Lingkungan biologi (biological environment): 3. Lingkungan sosial (social environment).

Kemudian lebih lanjut dikatakan bahwa “Ekologi merupakan suatu synthesa, suatu penilai paduan kembali daripada hasil-hasil studi yang telah dilakukan terhadap

(6)

6 unsur-unsur masing-masing dan satu persatu yang diperoleh dengan analisa” ( S. Prajudi Atmosudirdjo : 1978 : hal.14).

2.2 Kebijakan Publik

Carl J Federick sebagaimana dikutip Leo Agustino (2008: 7) mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan/ kegiatan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Pendapat ini juga menunjukan bahwa ide kebijakan melibatkan perilaku yang memiliki maksud dan tujuan merupakan bagian yang penting dari definisi kebijakan, karena bagaimanapun kebijakan harus menunjukan apa yang sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang diusulkan dalam beberapa kegiatan pada suatu masalah.

Easton dalam Santosa: 2012, mendefinisikan kebijakan publik sebagai “ the autorative allocation of values for the whole society”. Definisi ini menegaskan bahwa hanya pemilik otoritas dalam sistem politik (pemerintah) yang secara syah dapat berbuat sesuatu pada masyarakatnya dan pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu diwujudkan dalam bentuk pengalokasian nilai-nilai. Hal ini disebabkan karena pemerintah termasuk ke dalam “authorities in a political system” yaitu para penguasa dalam sistem politik yang terlibat dalam urusan sistem politik sehari-hari dan mempunyai tanggungjawab dalam suatu maslaha tertentu dimana pada suatu titik mereka diminta untuk mengambil keputusan di kemudian hari kelak diterima serta mengikat sebagian besar anggota masyarakat selama waktu tertentu.

Kepentingan publik menjadi sumber satu-satunya dalam menentukan kebijakan publik. Tetapi, untuk memutuskan apakah dan manakah kepentingan publik itu, sesungguhnya sangant sukar. Kesukaran tersebut, dikarenakan faktor-faktor berikut:

(7)

7 1. Dilihat dari administrasi pemerintahan luas dan liputan kebijakan publik amatlah beraneka ragam. Kebijakan publik dapat bergerak mulai dari skala nasional sampai dengan skala desa.

2. Berjenis- jenis kebijakan publik, mulai dari hubungan luar negeri sampai dengan soal penempatan seorang pejabat, mulai dari soal transmigrasi sampai pada pengaturan pedagang kaki lima.

3. Perumusan kebijakan publik yang tidak hanya apa yang dilakukan pemerintah, tetapi juga apa yang tidak dilakukan pemerintah (Santoso, 2012: 29).

2.3 Domain Kebijakan Publik

Konsep kebijakan publik mempunyai beberapa identifikasi seperti yang dikatakan oleh Anderson (1975), yakni :

1. Titik perhatian dalam membicarakan kebijakan publik berorientasi pada maksud atau tujuan dan bukan perilaku secara serampangan

2. Kebijakan merupakan arah attau pola tindakan yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah dan bukan merupakan keputusan tersendiri

3. Kebijakan adalah apa yang sevenarnya dilakukan oleh pemerintah dalam mengatur perdagangan, pengendalian inflasi atau mempromosikan perumahan rakyat dan bukan apa yang diinginkan oleh pemerintah

4. Kebijakan publik mungkin dalam bentuknya bersifat positif atau negatif Carlson (1980) mengemukakan ada empat teori utama yang membahas tentang bebgai aktor dan pihak yang terlibat dalam proses administrasi publik, yakni teori elit (kelompok), teori pluralisme (atur-diatur), teori sistem (gabungan teori elit-plural), teori demokrasi representatif (kepentingan dan perwakilan). 2.4 Ekologi Administrasi dalam Ruang Lingkup Implementasi Kebijakan

Suatu produk kebijakan publik yang dalam implementasinya masih banyak perlu pertanyaan. Dalm pengertian acapkali justru hanya berupa sekedar slogan yang dapat dibaca dalam visi dan misi dari para aktor administrasi publik. Tujuan

(8)

8 dan pertimbangn yang ingin dicapai administrasi secara klasik adalah manajemen pelayanan yang efisien, ekonomis, dan terorganisir, namun dalam hal ini sesuai dengan perkembangan publik administrasi yngbegitu cepat sehingga dikenal adanya New Public Service maupun Governance.

Dalam kaitanny dengan kebijakan publik, maka wajar bila walikota selaku manajer administrasi kota bisa bertindak lebih fokus kepada bagaimana kebijakan tsb bisa terimplementasi. Jangan sampai terjebak dalam dikotomi dan dualisme antara politik dan administrasi, disini berarti bahwa walikota selaku manajer administrator harus melakukan reinterpretasi, dikotomi politik dan administrasi sebagai standar profesional dalam pemkot.

Permasalahan internal berhubungan dengan kemampuan manajer kota untuk memotivasi sektor pegawai publik, agar bisa bekerja lebih efisien. Permasalahan eksternal dijelaskan dengan batasan dan kesempatan yang teradapat dalam perubahan ekologi komunitas yang dihadapi oleh kebutuhan manajer dapat berinteraksi dengan perubahan ekologinya, apakah itu politisi lokal (anggota DPRD, PARPOL), kelompok penekan (LSM), aktor pada tingkat peerintahan yang lebih tinggi (Bupati, Gubernur), media yang menciptkan opini (press), maupun konstituen (masyarakat) yang mendukung maupun yang menolak kebijakan baru.

2.5 Implementasi kebijakan Publik

Ada beberapa tahapan dalam siklus kebijakan publik dan salah satu tahapan penting dalam siklus kebijakan publik adalah implementasi kebijakan. Implementasi sering dianggap hanya sebagai pelaksanaan dari apa yang telah diputuskan oleh legislatif atau para pengambil keputusan, terkadang tahapan ini kurang berpengaruh. Akan tetapi dalam kenyataannya, tahapan implementasi menjadi begitu penting karena suatu kebijakan tidak akan berarti apa-apa jika tidak dapat dilaksanakan dengan baik dan benar. Dengan kata lain implementasi merupakan tahap dimana

(9)

9 suatu kebijakan dilaksanakan secara maksimal dan dapat mencapai tujuan kebijakan itu sendiri.

Terdapat beberapa konsep mengenai implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh beberapa ahli adalah sebagai berikut:

Van Meter dan Van Horn dalam Budi Winarno (2005:102) mendefinisikan implementasi kebijakan publik sebagai: ”Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh organisasi publik yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usah-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan”.

Tahapan implementasi suatu kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan dan sasaran direncanakan terlebih dahulu yang dilakukan dalam tahap formulasi kebijakan. Dengan demikian, tahap implementasi kebijakan terjadi hanya setelah undang-undang tentang suatu kebijakan dikeluarkan dan dana yang disediakan untuk membiayai implementasi kebijakan tersebut telah tersedia.

Implementasi kebijakan merupakan tahap yang bersifat praktis dan berbeda dengan formulasi kebijakan sebagai tahap yang bersifat teoritis. Anderson (1978:25) mengemukakan bahwa: ”Policy implementation is the application by government`s administrative machinery to the problems.Kemudian Edward III (1980:1) menjelaskan bahwa: “policy implementation,… is the stage of policy making between establishment of a policy…And the consequences of the policy for the people whom it affects”.

Berdasakan penjelasan di atas, Tachjan (2006i:25) menyimpulkan bahwa implementasi kebijakan publik merupakan proses kegiatan adminsitratif yang dilakukan setelah kebijakan ditetapkan dan disetujui. Kegiatan ini terletak di antara perumusan kebijakan dan evaluasi kebijakan. Implementasi kebijakan mengandung

(10)

10 logika top-down, maksudnya menurunkan atau menafsirkan alternatif-alternatif yang masih abstrak atau makro menjadi alternatif yang bersifat konkrit atau mikro.

Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam proses kebijakan. Artinya implementasi kebijakan menentukan keberhasilan suatu proses kebijakan dimana tujuan serta dampak kebijakan dapat dihasilkan. Pentingnya implementasi kebijakan ditegaskan oleh pendapat Udoji dalam Agustino (2006:154) bahwa: “The execution of policies is as important if not more important than policy making. Policy will remain dreams or blue prints jackets unless they are implemented”.

Agustino (2006:155) menerangkan bahwa implementasi kebijakan dikenal dua pendekatan yaitu: “Pendekatan top down yang serupa dengan pendekatan command and control (Lester Stewart, 2000:108) dan pendekatan bottom up yang serupa dengan pendekatan the market approach (Lester Stewart, 2000:108). Pendekatan top down atau command and control dilakukan secara tersentralisasi dimulai dari aktor di tingkat pusat dan keputusan-keputusan diambil di tingkat pusat. Pendekatan top down bertolak dari perspektif bahwa keputusan-keputusan politik (kebijakan) yang telah ditetapkan oleh pembuat kebijakan harus dilaksanakan oleh administratur atau birokrat yang berada pada level bawah (street level bureaucrat)”.

Bertolak belakang dengan pendekatan top down, pendekatan bottom up lebih menyoroti implementasi kebijakan yang terformulasi dari inisiasi warga masyarakat. Argumentasi yang diberikan adalah masalah dan persoalan yang terjadi pada level daerah hanya dapat dimengerti secara baik oleh warga setempat. Sehingga pada tahap implementasinya pun suatu kebijakan selalu melibatkan masyarakat secara partisipastif.

Tachjan (2006i:26) menjelaskan tentang unsur-unsur dari implementasi kebijakan yang mutlak harus ada yaitu:

(11)

11 Unsur pelaksana adalah implementor kebijakan yang diterangkan Dimock & Dimock dalam Tachjan (2006i:28) sebagai berikut: ”Pelaksana kebijakan merupakan pihak-pihak yang menjalankan kebijakan yang terdiri dari penentuan tujuan dan sasaran organisasional, analisis serta perumusan kebijakan dan strategi organisasi, pengambilan keputusan, perencanaan, penyusunan program, pengorganisasian, penggerakkan manusia, pelaksanaan operasional, pengawasan serta penilaian”.

Pihak yang terlibat penuh dalam implementasi kebijakan publik adalah birokrasi seperti yang dijelaskan oleh Ripley dan Franklin dalam Tachjan (2006i:27): ”Bureaucracies are dominant in the implementation of programs and policies and have varying degrees of importance in other stages of the policy process. In policy and program formulation and legitimation activities, bureaucratic units play a large role, although they are not dominant”. Dengan begitu, unit-unit birokrasi menempati posisi dominan dalam implementasi kebijakan yang berbeda dengan tahap fomulasi dan penetapan kebijakan publik dimana birokrasi mempunyai peranan besar namun tidak dominan.

2. Adanya program yang dilaksanakan serta

Suatu kebijakan publik tidak mempunyai arti penting tanpa tindakan-tindakan riil yang dilakukan dengan program, kegiatan atau proyek. Hal ini dikemukakan oleh Grindle dalam Tachjan (2006i:31) bahwa ”Implementation is that set of activities directed toward putting out a program into effect”. Menurut Terry dalam Tachjan (2006:31) program merupakan;

“A program can be defined as a comprehensive plan that includes future use of different resources in an integrated pattern and establish a sequence of required actions and time schedules for each in order to achieve stated objective. The make up of a program can include objectives, policies, procedures, methods, standards and budgets”.

Maksudnya, program merupakan rencana yang bersifat komprehensif yang sudah menggambarkan sumber daya yang akan digunakan dan terpadu dalam satu kesatuan.

(12)

12 Program tersebut menggambarkan sasaran, kebijakan, prosedur, metode, standar dan budjet. Pikiran yang serupa dikemukakan oleh Siagiaan, program harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Sasaran yang dikehendaki ,

2. Jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu, 3. Besarnya biaya yang diperlukan beserta sumbernya,

4. Jenis-jenis kegiatan yang dilaksanakan dan

5. Tenaga kerja yang dibutuhkan baik ditinjau dari segi jumlahnya maupun dilihat dari sudut kualifikasi serta keahlian dan keterampilan yang diperlukan (Siagiaan, 1985:85).

Program dalam konteks implementasi kebijakan publik terdiri dari beberapa tahap yaitu:

1. Merancang bangun (design) program beserta perincian tugas dan perumusan tujuan yang jelas, penentuan ukuran prestasi yang jelas serta biaya dan waktu. 2. Melaksanakan (aplication) program dengan mendayagunakan struktur-struktur dan personalia, dana serta sumber-sumber lainnya, prosedur dan metode yang tepat.

3. Membangun sistem penjadwalan, monitoring dan sarana-sarana pengawasan yang tepat guna serta evaluasi (hasil) pelaksanaan kebijakan ( Tachjan, 2006:35 )

(13)

13 BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ekologi melihat alam sebagai pola jaringan kehidupan yang tersusun oleh energi dan arus materi, dimana terkait semua mahkluk hidup. Sehubungan dengan hal maka itu kita ketahui bahwa pada mulanya ekologi ditetapkan terbatas pada hewan dan tumbuh-tumbuhan sehingga di kenal ekologi hewan dan ekologi tumbuh-tumbuhan, kemudian diterapkan juga pada manusia sehingga dikenal pula ekologi manusia atau ekologi sosial.

Ide kebijakan melibatkan perilaku yang memiliki maksud dan tujuan merupakan bagian yang penting dari definisi kebijakan, karena bagaimanapun kebijakan harus menunjukan apa yang sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang diusulkan dalam beberapa kegiatan pada suatu masalah.

Dalam kaitannya dengan kebijakan publik, maka wajar bila walikota selaku manajer administrasi kota bisa bertindak lebih fokus kepada bagaimana kebijakan tsb bisa terimplementasi. Jangan sampai terjebak dalam dikotomi dan dualisme antara politik dan administrasi, disini berarti bahwa walikota selaku manajer administrator harus melakukan reinterpretasi, dikotomi politik dan administrasi sebagai standar profesional dalam pemerintahan.

Tahapan implementasi suatu kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan dan sasaran direncanakan terlebih dahulu yang dilakukan dalam tahap formulasi kebijakan. Dengan demikian, tahap implementasi kebijakan terjadi hanya setelah undang-undang tentang suatu kebijakan dikeluarkan dan dana yang disediakan untuk membiayai implementasi kebijakan tersebut telah tersedia.

(14)

14 3.2 Saran

Disini saya akan memberikan saran terkait kaitan antara ekologi administrasi dengan implementasi kebijakan publik :

Pemerintah harus membangun jaringan dan jalur komunikasi online untuk mempermudah informasi kepada para pelaksana kebijakan maupun masyarakat. Usaha ini sebaiknya juga bersamaan dengan menghilangkan sekat – sekat struktur / birokrasi dalam penyampaian informasi sehingga meminimalisir terjadinya distorsi.

Meningkatkan kemampuan personel fisik dan wawasan, serta etika para pelaksanaan kebijakan melalui pelatihan – pelatihan ketrampulan baik di tingkat nasional maupun internasional dan atau mendukung peningkatan pendidikan formal pelaksana kebijakan

Tidak menambah jumlah personel pendukung pelaksana kebijakan. Jumlah staf yang ada saat ini sangatlah besar atau bisa dikatakan gendut sekali. Staf staf tersebut seperti pernyataan sebelumnya, harus diberikan pelatihan agar mempunyai nilai dan ditempatkan sesuai dengan kemampuannya.

Pertimbangan ekologi administrasi dalam implementasi kebijakan publik harusnya harus di ikut sertakan dalam system pemerintahan, agar dapat mengetahui hubungan timbal balik yang terjadi di administrasi dalam merumuskan kebijakan yang benar – benar tepat sasaran. Implementasi dapat berjalan efektif jika kelompok berhasil menjalankan suatu kebijakan dengan terarah dan tidak ada pihak yang dirugikan.

(15)

15 DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Makmur, Mochammad. 2009. Ekologi Administrasi Publik dalam Perspektif Implementasi Kebijakan Publik. Edisi Pertama. Malang : PascaSarjana Universitas Brawijaya.

Santoso, P. 2012. Administrasi Publik Teori dan Aplikasi Good Governance . Bandung: Refika Aditama.

Internet :

Novita, Alsya. 2012. Implementasi Kebijakan. Melalui http://alsyanovita.blogspot.com/ (14/04/2014)

Didik, Nugroho. 2012. Implementasi Kebijakan Publik. Melalui http://nugrohodidik.blogspot.com/ ( 05/04/2014 )

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: (a) nilai rata-rata postes keterampilan komu- nikasi siswa pada kelas yang diterap- kan model pembelajaran berbasis

Bagaimana model peramalan yang sesuai dengan metode ARIMA Box ‐ jenkins untuk data Bagaimana model peramalan yang sesuai dengan metode ARIMA Box ‐ jenkins untuk data ekspor non ‐

informasi tentang jenis dan berbagai motif batik store nusantara, dapat melakukan pemesanan batik secara online dengan mendaftarkan data diri pelanggan dan mengisi form

Sebagian besar perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah menggunakan teknologi yang memadai dalam melakukan distribusi panen kelapa sawit.Diantara teknologi ini dengan

Untuk menentukan adanya perbedaan antar perlakuan digunakan uji F, selanjutnya beda nyata antar sampel ditentukan dengan Duncan’s Multiples Range Test (DMRT).

kali ini adalah efisiensi removal rata-rata optimum untuk ammonia terdapat pada reaktor 0,5 mg/l dengan sistem pengadukan menggunakan aerasi yaitu sebesar 84%.. Reaktor dengan

Dr Muzamuil Qomar dalam bukunya manajamen Pendidikan Islam, dikatakan bahwa suatu proses pengelolaan lembaga pendidikan Islam secara Islami dengan cara menyiasati

Analisis stilistika pada ayat tersebut adalah Allah memberikan perintah kepada manusia untuk tetap menjaga dirinya dari orang-orang yang akan mencelakainya dengan jalan