• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata kunci: kendi, bekal kubur, atribut, pengaruh budaya, makna.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kata kunci: kendi, bekal kubur, atribut, pengaruh budaya, makna."

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

x ABSTRAK

Gerabah merupakan benda yang terbuat dengan bahan utama tanah liat dan dibakar supaya kuat, serta terdiri atas jenis wadah dan non wadah. Kendi merupakan gerabah jenis wadah yang mempunyai fungsi sebagai tempat menampung air. Kendi sebagai tempat menampung air digunakan oleh manusia untuk menunjang kehidupan sehari-harinya dan sebagai keperluan upacara atau kegiatan penguburan sebagai bekal kubur. Penggunaan kendi pada aktifitas sakral seperti penguburan, menjadikan kendi mempunyai sifat sakral. Nilai sakral pada kendi sebagai bekal kubur memberikan gambaran karakter kebudayaan masyarakat pendukungnya. Mempelajari kendi sebagai bekal kubur memberikan pengetahuan mengenai variasi kendi sebagai hasil budaya dan sistem relegi masyarakat pendukungnya. Pentingnya memperhatikan kendi sebagai bekal kubur, maka penelitian berjudul “Kendi Sebagai Bekal Kubur di Lambanapu, Koleksi Balai Arkeologi Bali” bertujuan untuk memperoleh data atribut, pengaruh kebudayaan gerabah, dan latarbelakang pemakaian kendi sebagai bekal kubur temuan Balai Arkeologi Bali di Situs Lambanapu.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dan berlokasi di Balai Arkeologi Bali. Data yang dikumpulkan berupa bentuk, ukuran, hiasan, bahan baku, teknologi pembuatan, pengaruh kebudayaan gerabah, serta makna pada kendi. Data primer berupa fragmen kendi dari hasil ekskavasi di Situs Lambanapu, sementara data sekunder berupa pustaka yang berkaitan dengan objek penelitian. Pengambilan data menggunakan teknik studi pustaka, observasi, dokumentasi, dan wawancara. Analisis komparatif untuk merekontruksi kendi dan membandingkan atribut-atribut lain dan mengetahui karakter budaya gerabah. Analisis kontekstual untuk mengetahui makna pada kendi sebagai bekal kubur, karena makna merupakan latarbelakang pemakaian kendi sebagai bekal kubur.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kendi sebagai bekal kubur di Situs Lambanapu berdasarkan hasil rekontruksi mempunyai bentuk kendi seperti kendi masa prasejarah dengan ciri khas berleher panjang. Kendi Lambanapu tepatnya memiliki bentuk mirip dengan kendi di Melolo dengan ciri-ciri berleher susun dan terdapat hiasan kedok wajah. Kendi Lambanapu memiliki dua tipe badan (badan bulat dan badan berpundak) serta dua tipe leher (leher susun dan leher panjang). Hasil observasi menunjukkan kendi terdapat dua pola hias, yaitu pola hias pita dan pola hias antropomorfik dengan motif kedok wajah. Hasil observasi juga menunjukkan teknologi pembuatan kendi, pembentukan kendi dengan menggunkan tangan dan alat sederhana seperti tatap dan landas, pembakaran kurang sempurna, dan menggosok permukaan pada proses finishing, sementara bahan baku terbuat dari tanah liat dengan campuran pasir. Komparasi atribut-atribut kendi terutama pada atribut gaya, kendi Lambanapu menunjukkan adanya pengaruh dari kebudayaan gerabah Lapita, terlihat pada penggunaan kedok wajah yang mana merupakan ciri khas gerabah Lapita. Makna kendi sebagai latar belakang pemakaian kendi sebagai bekal kubur, karena kendi dimaknai sebagai sumber energi untuk kelahiran kembali.

(2)

xi ABSTRACK

Pottery is an object made with the main ingredient of clay and burnt so strong, and consists of the type of container and non container. An earthenware flask type container that has a function as a place to store the water. Flask as a place to accommodate the water used by humans to support their daily life and as ceremonial purposes or activities as a preparation burial tomb. Use of a pitcher on the activity of such sacred burial, make a pitcher has a sacred character. A sacred value in the flask as stock tomb illustrate the cultural character of supporters. Studying jug as stock tomb will provide knowledge about the variation flask as a result of cultural and community supporters relegi system. The importance of considering the flask as stock tomb, the study entitled " Flask as Stock Tomb in Lambanapu, Nusa Tenggara Timur, Collection of the Archaeological Institute of Bali" aims to acquire attribute data, the influence of pottery culture, and background use of a pitcher as stock tomb findings of the Archaeological Institute of Bali on the Site Lambanapu.

This research is descriptive qualitative and located at the Archaeological Institute of Bali. Data collected in the form of shape, size, decoration, raw material, manufacturing technologies, the cultural influence of pottery, as well as the meaning of the flask. The primary data of the jug fragments from the excavation site Lambanapu, while secondary data from literature related to the object of research. Retrieving data using techniques literature study, observation, documentation, and interviews. Comparative analysis to reconstruct a pitcher and compare other attributes and knowing the character of the pottery culture. Contextual analysis to determine the meaning of the flask as stock tomb, because the meaning is the use of background flask as stock tomb.

The results showed that the flask as stock tomb in the largest Lambanapu based on the results of reconstruction has the shape of flask, flask as the prehistoric period, characterized by a long neck. Lambanapu jug exactly have a shape similar to a pitcher in Melolo with traits necked stacking and there are ornate face mask. Lambanapu flask has two body types (round body and body with the shoulder) and two types of neck (neck stacking and long neck). Observations show flask there are two ornamental patterns, ie patterns of ornamental ribbons and decorative patterns with motifs guise anthropomorphic face. The results of observations also showed manufacturing technology flask, flask formation by using simple tools such as hand and face and landing, incomplete combustion, and rub the surface of the finishing process, while raw materials made of clay with sand mixture. Comparison attributes mainly on the attributes style flask, flask Lambanapu shows the influence from Kalumpang pottery culture, looks at the use of the face mask mena are characteristic of Kalumpang pottery. Meaning as background jug flask use as stock tomb, because a pitcher is defined as the energy source for rebirth.

(3)

xii DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN JUDUL………. i

LEMBAR PENGESAHAN ………... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ………... iii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ……….… iv

KATA PENGANTAR………... v

ABSTRAK ……… viii

ABSTRACK……….…….…... ix

DAFTAR ISI ………... xii

DAFTAR GAMBAR……….… xvi

DAFTAR TABEL……….………. xviii

DAFTAR LAMPIRAN………. xiv

BAB I PENDAHULUAN ……….……… 1

1.1 Latar Belakang ………...….….…… 1

1.2 Rumusan Masalah ……… 8

1.3 Tujuan Penelitian ………...……….. 8

1.4 Manfaat Penelitian ………... 10

1.5 Ruang Lingkup Penelitian……….……... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN ………..…….... 14

2.1 Tinjauan Pustaka……….…...….. 14

2.2 Konsep ……….…….... 19

(4)

xiii

2.2.2 Fungsi Kendi ……….……… 20

2.2.3 Atribut Kendi……….…… 20

2.2.4 Bekal Kubur………..………. 21

2.2.5 Tradisi Gerabah Masa Prasejarah ………...…….. 22

2.3 Landasan Teori ……….…… 23

2.3.1 Teori Tipologi ………...……… 23

2.3.2 Teori Fungsional Struktural………... 24

2.4 Model Penelitian ……….….……… 28

BAB III METODE PENELITIAN ……….……….. 33

3.1 Jenis Penelitian ……….…….……….. 33

3.2 Lokasi Penelitian ……….…….………... 34

3.3 Jenis Dan Sumber Data ……….…….. 34

3.3.1 Jenis Data …………..……….…….. 34

3.3.2 Sumber Data ………..……… 35

3.4 Instrumen Penelitian ………..….. 35

3.5 Penentuan Informan ………. 37

3.6 Teknik Pengumpulan Data ………...……… 37

3.7 Teknik Analisis Data ………..…. 39

3.8 Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ……….…… 41

BAB IV SITUS LAMBANAPU, PENGARUH KEBUDAYAAN GERABAH DI INDONESIA, TEMUAN KENDI, DAN ANTROPOMORFIK MASA PRASEJARAH ……….……. 44

4.1 Situs Lambanapu ………..…… 44

4.1.1 Lokasi Situs Lambanapu ………..…. 44

4.1.2 Riwayat Penelitian di Situs Lambanapu ……… 46

(5)

xiv

4.2.1Sa Huynh-Kalanay ………. 52

4.2.2 Bau Melayu ……….. 57

4.2.3 Lapita ………..….. 58

4.3 Temuan Kendi Masa Prasejarah ………..… 60

4.4 Antropomorfik Masa Prasejarah ………..… 73

BAB V ANALISIS KENDI SEBAGAI BEKAL KUBUR DARI SITUS LAMBANAPU……….…..… 78

5.1 Temuan Kendi Sebagai Bekal Kubur Situs Lambanapu ….…… 78

5.2 Bentuk dan Atribut Kendi Sebagai Bekal Kubur Situs Lambanapu ………... 81

5.2.1 Bentuk Kendi Sebagai Bekal Kubur Situs Lambanapu ………..………… 82

5.2.1.1 Dasar Analisis Bentuk Kendi ……….. 82

5.2.1.2 Analisis Bentuk Kendi Lambanapu ……..….. 85

5.2.2 Motif Hias Kendi Sebagai Bekal Kubur Situs Lambanapu ……….… 111

5.2.3 Bahan Baku dan Teknologi Pembuatan Kendi Sebagai Bekal Kubur Situs Lambanapu ……… 120

5.2.3.1Bahan Baku Kendi Sebagai Bekal Kubur Situs Lambanapu ………... 120

5.2.3.2 Teknologi Pembuatan Kendi Sebagai Bekal Kubur Situs Lambanapu ………….…. 122

5.3 Pengaruh Kebudayaan Gerabah Pada Kendi Lambanapu .…….. 131

5.4 Latarbelakang Pemakaian Kendi Sebagai Bekal Kubur .………. 150

BAB VI PENUTUP ………..……… 153

6.1 Simpulan ……….…....……. 163

(6)

xv

DAFTAR PUSTAKA ……….……...……… 158 LAMPIRAN-LAMPIRAN………..……….. 174

(7)

xvi

DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar 2,1 Model Penelitian ……….... 29

Gambar 4.1 Peta Pulau Sumba………...…… 45

Gambar 4.2 Kendi Buni……….……. 62

Gambar 4.3 Kendi Anyer………..……….. 63

Gambar 4.4 Kendi Gilimanuk………..……….. 64

Gambar 4.5 Sketsa bentuk badan dan leher kendi Sembiran……….. 65

Gambar 4.6 Kendi Gunung Piring………..……… 66

Gambar 4.7 Kendi Liang Bua………..………….. 70

Gambar 4.8 Sketsa Kendi Ruteng………..… 72

Gambar 4. 9 Sketsa kendi Leang Buidane………. 73

Gambar 5.1 Peristilahan bagian kendi………...…. 83

Gambar 5.2 Sketsa tipe kendi Melolo……….……… 89

Gambar 5.3 Sketsa rekontruksi fragmen bagian leher 1………….………… 91

Gambar 5.4 Sketsa rekontruksi fragmen bagian leher 2………...………….. 92

Gambar 5.5 Sketsa rekontruksi fragmen bagian leher 3……….……… 93

Gambar 5.6 Sketsa rekontruksi fragmen bagian leher 4……….……… 94

Gambar 5.7 Sketsa rekontruksi fragmen bagian leher 5…………...……….. 95

Gambar 5.8 Sketsa rekontruksi fragmen bagian leher 6………. 96

Gambar 5.9 Sketsa rekontruksi fragmen bagian leher 7………. 97

(8)

xvii

Gambar 5.11 Sketsa fragmen bagian dasar………..…….. 101

Gambar 5.12 Perbandingan bagian tubuh manusia dan bagian kendi……... 107

Gambar 5.13 Pola hias pita pertama………..………....… 114

Gambar 5.14 Pola hias pita kedua………..………...….…. 114

Gambar 5.15 Pola hias pita ketiga………..………..….…… 115

Gambar 5.16 Motif kedok wajah Pertama……….…..…….. 116

Gamabar 5.17 Motif kedok wajah kedua………..……..…...……… 117

Gamabar 5.18 Motif Kedok wajah ketiga………..….…..….…… 177

Gambar 5.19 Pola hias pita pada kendi Melolo………... 118

Gambar 5.20 Motif hias kedok wajah pada kendi Melolo…….………. 119

Gambar 5.21 Permukaan sisi belakang bagian leher kendi Lambanapu…… 129

Gambar 5.22 Jenis-jenis motif kedok wajah gerabah Lapita……….. 141

Gambar 5.23 Bejana Lapita berleher tinggi……… 142

Gambar 5.24 Sketsa motif kedok wajah fragmen gerabah Kalumpang……. 146

Gambar 5.25 Motif hias pada gerabah Melolo……….…….. 148

Gambar 5.26 Motif hias pada gerabah Lewoleba……….………..… 148

Gambar 5.27 Motif hias periuk dan Tempayan di Lambanapu………. 149

Gambar 5.28 Motif hias pada gerabah Kalumpang……….…..………. 149

Gambar 5.29 Sketsa penguburan dalam tempayan dengan bekal kuburnya di Anyer ………. 156

(9)

xviii

DAFTAR TABEL

halaman Tabel 4.1 Klasifikasi kendi Melolo berdasarkan bentuk……… 68 Tabel 5.1 Tipe kendi Lambanapu berdasarkan bentuk…………...………… 104

(10)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

halaman Lampiran I Lembar Observasi……….……….…………. 174 Lampiran II Rambu-rambu Pertanyaan Wawancara……….………. 175 Lampiran III Daftar Narasumber………..……….. 177 Lampiran IV Tabel Data Temuan Fragmen Kendi Lambanapu……...…….. 179 Lampiran V Foto Temuan Fragmen Kendi Lambanapu…………..……….. 185 Lampiran VI Foto Lingkungan Situs dan Kotak Ekskavasi………...……… 187 Lampiran VII Peta Lokasi Penelitian Balar Bali dan

(11)

1 BAB I PEDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia prasejarah Indonesia umumnya mulai mengenal kepercayaan terhadap kekuatan alam yang berada di luar jangkauan kekuatan akal manusia pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya lukisan-lukisan atau cap tangan pada dinding dinding gua yang dibuat selama mereka tinggal di gua-gua tersebut. Lukisan-lukisan atau cap tangan tersebut dibuat dengan cara menggambar objek-objek pada dinding karang atau gua, salah satunya dengan menggunakan bahan cat yang berwarna merah. Cap tangan dengan latar belakang cat merah, kemungkinan mengandung arti kekuatan atau simbol kekuatan pelindung untuk mencegah roh jahat dan cap-cap tangan yang jarinya tidak lengkap, dianggap sebagai tanda berkabung (Poesponegoro dan Notosusanto, 2008: 157-159).

Lukisan lain, menegenai penggambarkan jenis binatang yang menjadi sasaran buruannya yang dinyatakan dalam bentuk mata panah, tombak, luka dan lain sebagainya, yang dilukiskan melekat pada bagian tubuh misalnya sekitar leher, jantung serta bagian perut. Maksud dari lukisan tersebut terletak pada konsep kontak-magis, yakni suatu keyakinan akan memperoleh hasil yang banyak, apabila mereka menggambarkan jenis binatang yang diburu sebelumnya (Kosasih, 1985: 158 – 159).

(12)

2

Kepercayaan masyarakat pada masa itu, selain tampak pada lukisan-lukisan dinding pada gua atau karang terlihat juga pada upacara-upacara penguburan bagi seseorang yang telah meninggal dunia. Mayat tersebut dikubur serta ditaburi butiran butiran cat merah. Oker atau cat merah yang ditaburkan pada mayat berhubungan dengan upacara penguburan, dengan maksud memberikan kehidupan baru bagi yang meninggal di alam baka (Poesponegoro dan Notosusanto, 2008: 161).

Keyakinan bahwa roh orang yang meninggal tetap akan mempengaruhi kehidupan manusia mengakibatkan upacara penguburan menjadi hal yang sangat menonjol pada masa-masa selanjutnya. Masyarakat beranggapan bahwa arwah nenek moyang berada pada suatu tempat tertentu di puncak-puncak gunung atau seberang lautan, sehingga di sanalah nanti orang-orang yang meninggal akan dikuburkan. Jika tempat tersebut terlalu jauh untuk dijangkau, mayat akan dikuburkan di suatu tempat dengan mengatur arah hadapnya sehingga tetap mengarah pada tempat yang dimaksudkan (Simanjuntak, 1982/1983: 75 – 76).

Penguburan merupakan salah satu bentuk budaya manusia yang berhubungan dengan religi, sedangkan penyertaan benda-benda di sekitar mayat dengan sengaja diletakkan dalam kubur-kubur tersebut menunjukkan adanya suatu kepercayaan akan kehidupan di alam baka. Bertolak dari konsepsi bahwa orang mati akan menempati alam arwah maka kepada si mati dalam perjalanannya haruslah disertai bekal kubur antara lain berupa hewan peliharaan, misalnya babi, anjing atau jenis unggas dan benda-benda si mati ketika semasa hidup (Aziz, 1983: 6).

(13)

3

Masyarakat prasejarah meyakini bahwa roh orang yang meninggal melakukan perjalanan ke dunia arwah dan sangat jauh. Dengan demikian makam yang bersangkutan perlu dilengkapi dengan perbekalan. Bukti-bukti adanya bekal bagi orang yang meninggal dapat dilihat dengan adanya temuan kubur prasejarah yang disertai bekal kubur seperti situs-situs prasejarah yang ada di Indonesia (Sukendar, 1982: 25).

Di Indonesia pemberian benda-benda bekal kubur pada zaman prasejarah banyak ditemukan pada penguburan dengan menggunakan wadah maupun tanpa wadah. Penguburan seperti di atas dapat dilihat di daerah Minahasa yang terdapat penguburan dengan wadah yang disebut waruga, yang mana disertai dengan benda bekal kubur berupa benda berbahan perunggu (gelang, kalung, tajak dan lain sebagainya), besi serta manik-manik. Daerah Sulawesi lainnya yakni Lembah Bada pemberian benda bekal kubur terdapat dalam wadah kubur kalamba. Bekal kubur dalam penguburan dengan kalamba antara lain batu giling, pemukul kulit kayu dan gerabah (Bintarti, 1985: 87 – 88).

Benda bekal kubur yang paling lazim ditemukan pada situs-situs penguburan di Indonesia adalah gerabah. Gerabah sebagai benda bekal kubur banyak ditemukan hampir di semua situs-situs penguburan pada masa prasejarah, terutama pada masa neolitik dan pada masa-masa selanjutnya. Jenis gerabah yang digunakan sebagai benda bekal kubur bermacam-macam bentuknya, seperti periuk, cawan, kendi, dan tempayan.

Gerabah merupakan artefak yang terbuat dari tanah liat, yang sangat berpengaruh dalam keberlangsungan hidup manusia masa lampau, karena

(14)

4

fungsinya selain menunjang kebutuhan sehari-hari juga merupakan penanda status sosial. Tanah dan kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan, karena tanah merupakan unsur yang dekat dengan manusia sejak lahir di dunia. Dalam alam pikiran manusia tanah juga dipandang sebagai unsur suci, selain api, udara, dan air. Pengolahan tanah liat menjadi gerabah merupakan tradisi yang cukup tua dalam perkembangan kebudayaan manusia. Berdasarkan beberapa kajian terdahulu, terungkap bahwa manusia mulai mengenal gerabah sejak masa bercocok tanam, sekitar 10.000 tahun yang lalu (Sugondho, 1995: 1).

Di Asia Tenggara termasuk Indonesia, gerabah mulai dikenal sejak masa bercocok tanam (2000 SM-400 M). Hasil penelitian menunjukkan, bahwa penggunaan gerabah di Indonesia menyebar di berbagai daerah, seperti Kendenglembu, Kelapadua, Buni, Kulumpang, Anyer, Melolo, Gilimanuk, Pejaten serta Plawangan. Tradisi gerabah di Asia Tenggara pada masa-masa awal nampaknya mendapat pengaruh dari tradisi gerabah Mesopotamia, India, dan Amerika (Sugondho, 1995: 6). Perkembangan selanjutnya pada masa palaeometalik, penggunaan gerabah di Asia Tenggara semakin berkembang, terbukti dengan munculnya beberapa kompleks atau sentra pembuatan gerabah yang mencirikan tradisi atau tekhnologi khusus, seperti Sa Huynh-Kalanai dan Bau Melayu. Beberapa sentra pembuatan gerabah di Indonesia yang mendapat pengaruh tradisi Sa Huynh-Kalanai dan Bau Melayu, antara lain: Buni, Kalumpang dan Gilimanuk (Hakim, 1996: 1).

Pemakaian gerabah jenis kendi sudah lama dikenal oleh manusia, yaitu sejak masa prasejarah. Bentuknya pun berbeda-beda di setiap daerah yang

(15)

5

kemungkinan mencerminkan cita rasa yang khas atau mendapat pengaruh dari berbagai kebudayaan yang memasuki suatu daerah daerah sepanjang sejarahnya. Di Indonesia kehadiran kendi pada suatu pemukiman kuno telah memberikan gambaran penting mengenai pola perdagangan dan hubungan budaya yang ditemukan pada kurun waktu tertentu, misalnya hubungan dengan India, Cina, Timur Tengah atau daerah lain di kawasan Asia Tenggara (Adiyatman, 1987: 5).

Secara umum kendi memiliki fungsi sebagai wadah air, baik dalam kebutuhan sehari-hari maupun sebagai sarana upacara. Di Asia Tenggara kendi selalu dihubungkan dengan wadah air minum yang bercerat, akan tetapi pada dasarnya tidak semua kendi memiliki cerat. Adapun awal mula dari pembuatan kendi diduga telah dipahami dari penggunaan kulit labu sebagai wadah air. Penafsiran para ahli tersebut dihubungkan dengan penggunaan kulit-kulit labu di beberapa tempat di dunia, seperti Timur Tengah, Mesopotamia, India, Cina, dan Asia Tenggara (Adiyatman, 1987: 11).

Asal usul sebutan kendi yang telah dikenal di Asia Tenggara oleh para ahli dihubungkan dengan kata kundi yang berasal dari bahasa Sansekerta, yakni kundika yang berarti wadah air. Dalam ikonografi India kundika merupakan atribut dewa, misal Dewa Brahma dan Siwa sedang dalam ajaran Budha kundika sebagai atribut Avalokitesvara, serta kundika merupakan satu dari 18 wadah suci yang harus dibawa oleh Rahib Budha (Adiyatman, 1987: 5).

Persebaran gerabah berbentuk kendi pada masa prasejarah meliputi daerah Buni, Liang Bua (Flores), Leang Buidane (Talaud), Agop Atas dan Hagop Bilo (Sabah), Gunung Piring (Lombok), Leang Bua (Flores), Batu Ejaya (Sulawesi

(16)

6

Selatan), Gilimanuk dan Sembiran (Bali) serta Anyer (Banten), serta Lambanapu dan Melolo (Sumba). Kendi-kendi daerah tersebut umumya memiliki hiasan gores, berleher tinggi serta tidak memiliki cerat. Sekian banyak temuan kendi masa prasejarah hanya ada satu-satunya temuan kendi dari Melolo yang berjenis atau mempunyai cerat (Adiyatman, 1987: 29). Kendi berleher tinggi, umumnya dengan badan membulat dan kadang-kadang dengan poles merah yang diupam, mungkin bisa dianggap sebagai penciri yang jelas dari tahap logam awal. Kendi-kendi dari daerah tersebut memiliki bentuk yang mirip, dan tidak hanya sebagai hasil budaya setempat (Bellwood, 2000: 438).

Situs Lambanapu merupakan salah satu situs yang mempunyai temuan kendi sebagai bekal kubur. Temuan kendi di Lambanapu di temukan dengan gerabah jenis lain, yakni tempayan dan periuk. Tempayan di Lambanapu digunakan sebagai wadah kubur, sementara periuk digunakan sebagai bekal kubur. Temuan kendi di Lambanapu belum bisa diketahui jumlahnya, karena temuannya berbentuk fragmentaris.

Situs Lambanapu mulai dikenal pada tahun 1978 oleh tim dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dipimpin oleh R.P. Soejono yang melakukan survai di Pulau Sumba. Tim peneliti tersebut menemukan pecahan gerabah di tepi Sungai Kambaniru yang termasuk Desa Lambanapu. Pada tahun 1980 tim dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional melakukan survai di Sumba terutama di Sumba Timur dan pada tahun 1982 Lambanapu di kunjungi tim yang dipimpin oleh Santoso Soegondho serta 1988 dikunjungi oleh tim yang di pimpin Made Suastika. Begitu banyak tim yang mengunjungi Lambanapu dan pada tahun 1989

(17)

7

baru diadakan testpit oleh tim yang dipimpin oleh D.D. Bintarti. Balai Arkeologi Denpasar sebagai instansi yang mempunyai wilayah penelitian baru melakukan penelitian pada tahun 1998 samapai 2005, dan tim penelitian dipimpin oleh Citha Yuliati. Hasil ekskavasi tersebut sebagian besar merupakan tulang-tulang manusia dan tempayan sebagai wadah kubur. Temuan kendi sebagai bekal kubur sepanjang dilakukannya ekskavasi, ditemukan dalam jumlah relatif sedikit, hanya beberapa fragmen yang tidak terlalu besar.

Temuan fragmen kendi sebagai bekal kubur di Lambanapu menunjukkan keunikan. Keunikan yang terdapat pada fragmen kendi sebagai bekal kubur di Lambanapu salah satunya terdapat pola antropomorfik berbentuk kedok wajah manusia. Kedok wajah manusia masa prasejarah banyak dijumpai pada benda yang memiliki konteks dengan penguburan atau benda yang mempunyai arti religi. Kedok wajah pada gerabah, jarang dijumpai pada temuan-temuan gerabah masa prasejarah di Indonesia. Temuan gerabah yang mempunyai hiasan kedok wajah di Indonesia dapat dijumpai di Situs Melolo dan Kalumpang. Temuan kedok wajah di Kalumpang belum dapat diketahuai jenis gerabahnya, sementara kedok wajah di Melolo terdapat pada gerabah jenis kendi.

Berdasarkan uraian di atas, penelitian terhadap gerabah, dalam hal ini kendi yang digunakan manusia masa prasejarah sebagai benda bekal kubur perlu dilakukan. Mengingat pembahasan khusus mengenai kendi sebagai bekal kubur belum pernah dibahas. Pembahasan di Lambanapu sendiri, juga sebatas laporan ekskavasi dan pembahasannya lebih mengarah ke sistem kubur. Penelitian ini nantinya akan memanfaatkan temuan-temuan kendi sebagai bekal kubur di Situs

(18)

8

Lambanapu yang menjadi koleksi Balai Arkeologi Bali (dulu Balai Arkeologi Denpasar). Balai Arkeologi Bali merupakan tempat menyimpan hasil-hasil temuan ekskavasi di Lambanapu.

1.2 Rumusan Masalah

Bedasarkan uraian pada latar belakang di atas, masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

A. Bagaimanakah bentuk utuh dan atribut lain fragmen kendi sebagai bekal kubur di Lambanapu koleksi Balai Arkeologi Bali?

B. Pengaruh dari kebudayaan gerabah manakah atribut pada kendi sebagai bekal kubur di Lambanapu koleksi Balai Arkeologi Bali?

C. Apakah yang melatarbelakangi pemakaian kendi sebagai bekal kubur masyarakat Lambanapu masa prasejarah?

1.3 Tujuan Penelitian

Binford (dalam Suantika, 2012: 186) mengatakan bahwa tujuan penelitian arkeologi harus diarahkan pada tiga hal pokok, yaitu berusaha untuk mengadakan rekontruksi sejarah kebudayaan masa lampau, berusaha mengetahui cara hidup manusia masa lampu, dan mempelajari proses budaya yang pernah terjadi pada masa lampau, sehingga dapat menjelaskan cara dan alasan kebudayaan masa lampau mengalami perubahan bentuk, arah, dan percepatan perkembangannya. Sehubungan dengan pendapat Binford, Mundarjito (2002: 16) mengatakan bahwa dalam memenuhi tujuan pertama, para arkeolog memusatkan perhatian pada aspek

(19)

9

bentuk, ruang, dan waktu. Tujuan kedua dapat dipenuhi dengan cara para arkeolog memusatkan perhatian pada aspek fungsi tinggalan arkeologi dengan mengamati konteks. Tujuan ketiga dipenuhi dengan cara para arkeolog harus memahami proses budaya yang terjadi agar diperoleh penjelasan bagaimana dan mengapa kebudayaan serta masyarakat masa lalu mengalami perubahan perubahan bentuk, arah dan perkembangannya. Jika dikaitkan dengan pendapat di atas, penelitian ini bertujuan menyusun kembali cara cara hidup masyarakat masa lalu. Secara lebih rinci tujuan penelitian dibedakan menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.

A. Tujuan Umum

Secara umum tujuan penelitian ini untuk merekayasa bentuk utuh kendi dan atributnya selanjutnya guna mencari tahu pengaruh budaya gerabahnya, serta latar belakang pemakaian kendi sebagai benda bekal kubur di Lambanapu yang merupakan hasil budaya masyarakat masa prasejarah koleksi Balai Arkeologi Bali. Hal demikian dilakukan guna memperoleh gambaran tentang pola prilaku, religi, dan persebaran kebudayaan masa prasejarah di Indonesia.

B. Tujuan Khusus

Tujuan Khusus penelitian ini yang didasarkan pada tujuan umum di atas, dapat di paparkan sebagai berikut.

a. Merekontruksi di atas kertas temuan fragmen kendi sebagai bekal kubur di Lambanapu koleksi Balai Arkeologi Bali dan mendeskripsikan atributnya b. Membandingkan hasil rekontruksi di atas kertas dan deskripsi atribut kendi

(20)

10

hasil deskripsi kendi-kendi serupa sebagai bekal kubur jaman prasejarah di tempat lain, selanjutnya melihat karakter atribut untuk menunjukkan pengaruh kebudayaan gerabah.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang jelas dan nyata bagi kehidupan masyarakat secara umum dan bagi bidang disiplin ilmu arkeologi secara khusus. Manfaat yang diharapkan pada penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis. Adapun manfaat penelitian ini sebagai berikut.

A. Manfaat Teoretis

Manfaat teoritis yang diharapkan pada penelitian ini dapat dipaparkan seperti berikut ini.

a. Sebagai informasi atau pengetahuan mengenai kendi sebagai benda bekal kubur di Lambanapu, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui sistem religi serta struktural masyarakat pada masa prasejarah di Lambanapu. b. Pengetahuan tentang atribut yang ada pada kendi sebagai benda bekal

kubur di Lambanapu memberikan informasi mengenai tingkat berfikir dan prilaku manusia pada masa prasejarah.

c. Memberikan informasi mengenai persamaan serta perbedaan kendi sebagai benda bekal kubur di Lambanapu dengan kendi di situs yang lain.

d. Memberikan informasi asal budaya gerabah sehingga memberikan gambaran persebaran budaya gerabah yang ada di Indonesia masa lampau.

(21)

11

e. Memberi informasi lanjutan dari penelitian-penelitian situs penguburan dan benda-benda bekal kubur pada masa prasejarah.

B. Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang diharapkan dalam penelitian ini dapat dipaparkan sebagai berikut.

a. Nilai-nilai yang terkandung dalam artefak kendi sebagai benda bekal kubur dapat membantu menumbuhkan penghargaan terhadap budaya masa lampau, sehingga membutuhkan kesadaran untuk ikut berperan dalam upaya pemeliharaan warisan budaya bangsa.

b. Memberikan kontribusi nyata dalam pengambilan keputusan pengelolaan warisan budaya.

1.5 Ruang Lingkup

Penelitian yang berjudul “Kendi Sebagai Bekal Kubur dari Lambanapu, Nusa Tenggara Timur Koleksi Balai Arkeologi Bali” ini meneliti artefak yang berupa kendi yang dipergunakan sebagai bekal kubur pada masa prasejarah di Lambanapu. Penelitian ini memerlukan batasan dalam lingkup, agar analisis dan pembahasan hasil penelitian lebih cermat dan teliti serta lebih terfokus pada tujuan yang jelas. Adapun ruang lingkup penelitian ini dijelaskan sebagai berikut ini.

A. Ruang Lingkup Objek

Penelitian ini tentunya memiliki objek untuk diteliti atau dikaji, objek yang dapat diteliti dari Situs Lambanapu sangatlah banyak tergantung peneliti melihat dari sudut apa yang mau diteliti. Situs Lambanapu merupakan situs penguburan

(22)

12

dengan memakai tempayan sebagai wadah kubur. Penggunaan gerabah di Situs Lambanapu selain jenis tempayan sebagai wadah kubur, terdapat jenis periuk dan kendi sebagai bekal kubur. Penggunaan gerabah jenis kendi sebagai bekal kubur ditemukan di beberapa situs prasejarah. Temuan kendi sebagai bekal kubur pada masa prasejarah antara lain ditemukan di Situs Buni, Anyer, Leang Buidane, Liang Bua, Gunung Piring, Gilimanuk, Sembiran, Melolo, dan Lambanapu sendiri. Penelitian khusus terkait kendi-kendi sebagai bekal kubur masa prasejarah belum pernah dilakukan, oleh karena itu Situs Lambanapu salah satu situs yang mempunyai temuan kendi sebagai bekal kubur akan digunakan sebagai objek penelitian.

Situs Lambanapu merupakan situs dalam wilayah penelitian Balai Arkeologi Denpasar, karena itu kendi sebagai bekal kubur di Lambanapu yang dipakai sebagai objek dalam penelitian ini merupakan koleksi Balai Arkeologi Bali. Kendi koleksi Balai Arkeologi Bali merupakan temuan dari hasil ekskavasi. Pemberian ruang lingkup objek dilakukan pada penelitian ini, karena penelitian ini mempunyai batasan ruang lingkup objek untuk diteliti atau dikaji. Batasan ruang lingkup objek ini berguna untuk mempermudah dan mefokuskan pada penelitian ini.

B. Ruang Lingkup Permasalahan

Cakupan ruang lingkup permasalahan ini tidak lepas dari ruang lingkup objek yang telah dipilih. Pengkajian terhadap kendi dapat dikaji dari berbagai sudut pandang. Pengkajian kendi pada penelitian ini difokuskan pada merekontruksi bentuk dan pendeskripsian atribut kendi berdasarkan bentuk,

(23)

13

hiasan dan teknologi. Setelah dilakukan merekontruksi bentuk dan mendeskripsian atribut, penelitian dilanjutkan dengan menganalisis atribut kendi untuk melihat karakter budaya gerabah dan latar belakang pemakaian kendi sebagai bekal kubur.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Dalam melaksanakan pekerjaannya pegawai diharuskan menaati semua standar kerja yang telah ditetapkan sesuai dengan aturan dan pedoman kerja agar kecelakaan kerja

Hasil analisis ragam yang ditunjukkan pada tabel 3 menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi yang nyata antara perlakuan konsentrasi dan frekuensi pemberian pupuk

sebagai antibakteri. Mekanisme yang diduga adalah dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk

Menurut Sarwono (2006) komunikasi orang tua dan anak dapat menentukan seberapa besar kemungkinan anak tersebut melakukan tindakan seksual, semakin rendah komunikasi

Fransiska, Slamat Fitriyadi, dan Iip Istirahayu (2017), melakukan penelitian dengan judul Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Diskusi untuk Meningkatkan Kemampuan

Dalam satu tahun terakhir, Komnas Perempuan juga mencatat ada 23 perda yang telah dimintai klarifikasi oleh Menteri Dalam Negeri paska Komnas Perempuan menyampaikan hasil

Dalam tulisan ini diperkenalkan penggunaan Parametric Linear Programming untuk mengatasi masalah program linier yang memiliki nilai koefisien input yang tidak