• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perpustakaan Soediman Kartohadiprodjo FHUI Buku ini hams dikembahkanpada: (Keterlarabatan pengembalian pada tanggal dibawah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perpustakaan Soediman Kartohadiprodjo FHUI Buku ini hams dikembahkanpada: (Keterlarabatan pengembalian pada tanggal dibawah"

Copied!
232
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Perpustakaan Soediman Kartohadiprodjo FHUI Buku ini hams dikembaHkanpada:

(3)

P E N G A N T A R T E N T A N G K R I M I N O L O G I

(4)

P U S T A K A S A R D J A N A No. 16

(5)

Mr W. A. B O N G E R (Sewaktu hidupnja mendjabat gurubesar

di Universitas Amsterdam)

P E N G A N T A R temang K R I M I N 0 L 0 GI

Diperbaharui oleh D r G . T h . K E M P E

gurubesar di Universitas Negeri Utrecht

( Terdjemahan

R.A. KOESNOEN

Tjetakan kedua

diperbaiki oleh Mr B.M. Reksodipoetro

dibawah penilikan Mr Paul Moedikdo Moeliono

H u q

1962

(6)

Titel a s li:

I N L E I D I N G T O T D E C R I M I N O L O G I E

Volksunivsrsiteits Bibliotheek de Erven F. Bohn N. V., Haarlem

(7)

„Le vice aussi est une misere” E. Brieux. „Les Bienjaiteurs”, Acte.

(8)
(9)

P E N G A N T A R

Atas permintaan dari P.T. Pembangunan, kami mulai usaha perbaikan terdjemahan Mr R. A. Ko e s n o e n daripada buku Mr W. A. Bo n g e r ini. Usaha kami ini tentu lebih mudah daripada apa jang dikerdjakan oleh Mr R. A. Ko e s n o e n,

lebih dari 5 tahun jang lalu, ketika bahasa kita masili kurang kaja dibandingkan daripada sekarang, misalnja banjak istilah2 ilmijah jang sekarang sudah lazim belum terdapat pada waktu itu. Akan tetapi perbaikan jang di- adakan, kami rasakan masih djauh daripada sempum a, djuga a.i. disebabkan karena waktu jang tersedia untuk melakukannja adalah sangat terbatas.

Meskipun demikian, besar harapan kami bahwa per­ baikan2 jang telah diadakan akan mempermudah para pembatja untuk memahami buah pikiran P r o f . M r W. A .

Bo n g e r, jang sampai kini masih tetap mempunjai nam a jang terkemuka dalam dunia ilmu pengetahuan kriminologi.

Achiraja perlu kami utjapkan terima kasih kami kepada

Mr Pa u l Mo e d ik d o Mo e l i o n o, Dosen dalam matapela- djaran Kriminologi, pada Universitas Indonesia dan Kepala Bagian Kriminologi, Lembaga Kriminologi, Universitas Indonesia, jang telah membantu banjak dalam menjelesai- kan usaha perbaikan ini.

B . M . Re k s o d i p o e t r o

asisten Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia.

(10)
(11)

Bab I. Pengantar ... 7 § 1. Definisi- ... 7 -§ 2. Kerugian masjarakat karena

ke-djahatan ... 1 2

§ 3. Ilmu pengetahuan bagian dari kriminologi ... 14 § 4. Tjara2 dan alat2 dalam krimino­

logi ... 16 § 5. Tentang determinisme ... 31 Bab II. Sedjarah pendahuluan mengenai krimi­

nologi ... 34 § 6. Zaman k u n o ... 34 § 7. Zaman abad pertengahan ... 36

8 8. Permulaan sedjarah barn (abad

ke- 16) ... 37 § 9. Abad 18 hingga revolusi

Pran-tjis ... 39 I. Penentangan terhadap hu-

kum pidana dan atjara

pi-dana jang berlaku ... 39 II. Sebab2 sosial

(kemasjara-katan) dari kedjahatan ... 43 III. Sebab2 anthropologi dari

pada k ed jah atan ... 47 § 10. Dari revolusi Perantjis hingga

tahun 30 abad ke-19 ... 48 I. Perobahan dalam hukum

pidana, atjara pidana dan

hukuman ... 48 II. Sebab2 sosial dari kedjahat­

an ... 54 III. Sebab2 psychiatri dan an­

thropologi dari kedjahatan 57 I S I

(12)

Bab III. Ahli ilmu sosiologi jang menjelenggara-kan statistik ... 61

§ 11. Pengantar ... 61 § 12. Statistik kriminil sebagai

me-thode statis ... 64 § 13. Statistik kriminil sebagai

me-thode dynamis ... 6 8

Bab IV. Mashab Italia atau mashab anthropologi 72 § 14. Pengantar ... 72

I. Sedjarah pendahuluan an- tara permulaan tahun 30 dan tahun 70 abad ke-19 ... 72

©

II. TokohA djaran L o m b ro so ... 2 dan hasil karjanja .. 7875 I. Pengantar ... 78 II. Anthropologi dari

pendja-hat ... 84 III. Hypothese atavisme ... 85 IV. Hypothese pathologi ... 8 8

V. Type pendjahat ... 92

VI. Kesimpulan. Pengaruh

Lombroso terhadap peradil-an pidperadil-ana ... 9 5

§ 16. Adjaran Ferri ... 9 7

Bab V. M ashab Perantjis atau mashab

lingkung-an ... 9 9

§ 17. M ashab Perantjis ... 9 9

§ 18. Mashab lingkungan-ekonomi ... 103 § 19. Beberapa hasil aetiologi dari

pada sosiologi kriminil ... 105 I. Terlantarnja anak2 dsb. ... 105 II. Kesengsaraan ... 110 III. Nafsu ingin memiliki .. 113 IV. Demoralisasi seksuil ... 116 V. Alkoholisme ... 117 VI. Kurangnja peradaban .. 122

(13)

V II. P e r a n g ... 122

§ 20. Lingkungan physik (alam) ... 132

I. K edjahatan ekonom i ... 135

II. K edjahatan seksuil ... 136

III. K edjahatan agresif ... 139

IV . K edjahatan p o li tik ... 143

B ab V I. M ashab bio-sosiologi ... 146

§ 21. K upasan ... ... 146

§ 22. H ukum tentang perbedaan (va-riasi) individu ... 150

B ab V II. M ashab Spiritualis ... 158

§ 23. U raian ... 158

§ 24. K r iti k ... 160

§ 25. Sebab2 dari lebih ketjilnja djum - lah kedjahatan golongan jang tak term asuk suatu geredja tertentu 167 B ab V III. Psychologi k rim in il... 175

§ 26. Sedjarah psychologi krim inil ... 175

§ 27. Psychologi tentang pendjahat pada um um nja ... 183

§ 28. A rti psychologi tentang pen­ djahat untuk krim inologi ... 186

B ab IX . Kriminologi sebagai ilm u pengetahuan jang diam alkan ... 192

§ 29. Hygiene k rim in il... 192

§ 30. Politik k r im in il... 194

D aftar nam a orang2 ... 201

(14)

D A F T A R D I A G R A M

I. Pentjurian dan harga gandum di Bayern 1835 — 1861, m enurut G. v. M ayr, ‘Statistik der gericht- lichen Polizei im Konigreiche Bayern und in einigen

andem L andern’.

Reproduksi diambil dari E. Ro e s n e r, ‘D er Einfluss von Wirtschaftslage, Alkohol und Jahreszeit auf die Kriminalitat’ (1930), halam an 15 (halaman 71).

II. Pentjurian, harga bahan m akanan dan hasil pe- rusahaan dalam perdagangan besar. Diambil dari E. Ro e s n e r, o.c., 71 (halaman 111).

III. Djalannja kedjahatan ekonomi di D jerm an dan Pe- rantjis sebulan-bulannja. Diambil dari E. Ro e s n e r,

o.c., halam an 71 (halaman 137).

IV. D jalannja kedjahatan terhadap k e^m in dan penje- rangan di Perantjis dan Inggeris sebulan-bulannja. Diambil dari E. Ro e s n e r, o.c., halam an 71 (hala­

m an 138).

V. D jalannja kedjahatan penjerangan di D jerman se­ bulan-bulannja. Diambil dari E. Ro e s n e r, o.c., h a­ lam an 70 (halaman 142).

VI. H ukum perbedaan individu (tinggi badan dari ten- tara di Belgia). Diambil dari Qu e t e l e t, ‘Physique Sociale’ II (1869), halaman 71 (halaman 153).

V II. Pertum buhan kedjahatan, dibandingkan m enurut go- longan igama, di Nederland selama 1931 sampai dengan 1947. Diambil dari statistik kedjahatan me- ngenai tahun 1946 dan 1947, halam an 46 (halaman 163).

(15)

K A T A P E N D A H U L U A N

Kata pendahuluan ini dimaksudkan pertama untuk mem- beri pendjelasan singkat mengapa diadakan pembaharuan. Dorongan untuk mempergunakan kesempatan ini sebagai peringatan atas dirinja pengarang sangat besar ; sekarang, kira2 sepuluh tahun sesudahnja raeninggal, masih sangat kita rasakan kehilangannja seperti pada hari ketika kita mendengar dengan tjemas atas meninggalnja jang dihen- dakinja sendiri, tapi djustru ketika pembaharuan ini boleh dikata selesai, diterbitkan ‘Verspreide Geschriften’ dari

Bo n g e r, sebagai peringatan atas dirinja seorang ahli kriminologi jang terpenting di Nederland oleh putranja, Drs H. Bo n g e r, serta murid dan temannja, Prof. D r H.

Va l k i i o f f, dengan tjara jang oleh pcnulis kata pendahulu­ an ini tentu tak dapat dibandingi.

Pembaharuan ‘De kleine Bonger’ ini (untuk membedakan dengan dissertasinja 1905 jang luas) jang sangat berdjasa terhadap mahasiswa dan bukan mahasiswa dari berdjumlah- djumlah keturunan, merupakan persoalan bagi saja, jang tidak semua dapat saja petjahkan dengan memuaskan. Buku pengantar ini diterbitkan pada 1932, dan sedjak itu beberapa lapangan ilmu pengetahuan jang berhubungan dengan kriminologi, mengalami perobahan jang besar, se- hingga pembaharuan buku ini tak mungkin hanja dibatasi dengan menambah hal2 jang penting2 sadja berhubung dengan adanja karangan2 baru dan bahan2 lain.

Suatu hal, jang saja pakai sebagai sjarat, jang tak boleh dik urang i: Buku ini harus tetap ‘Bo n g e r’, dengan demi- kian penghormatan kita terhadap pengarang tetap term uat didalamnja. Mengenai pengarang jang kejakinannja tak begitu tegas dan tak begitu mempunjai tjorak dalam tjara menjusunnja barangkali tak begitu menjulitkan. 'Tapi

Bo n g e r tidak demikian adanja J Kita tjukup membatja penentangannja jang terkenal lagi kuat dan berdjiwa dalam Pengantarnja 1932 terhadap indeterminisme untuk

(16)

meng-insjafi bahwa Bo n g e r adalah salah seorang besar dalam lapangan ilmu pengetahuan di Nederland. Saja sendiri dalam menambah dan merobah susunan kalimat selalu ber- p ik ir : ‘bagaimana Bo n g e r akan menganggapnja, djika ia sendiri dapat membaharui tjetakan barn ini ?’, tapi saja djuga tidak akan mentjoba, dalam menjusun uraian saja, meniru tjara Bo n g e r menjusun kalimatnja jang mempu- njai tjorak chusus. Oleh karenanja akibatnja bahwa oleh pembatja akan dirasakan adanja dua matjam tjorak pe- njusunan kalimat, tak dapat dihindarkan.

Mengenai 4 bagian dari buku ini, sesudah saja pikirkan dengan masak2 saja berpendapat harus diperbaharui sama sekali. Pandangan Bo n g e r tentang determinisme dan in-

dglerminisme dalam menguraikan knminologi (tjetakan lama, halaman 28 s /d 36), sebagai akibat dari pertumbuh- an baru dalam lapangan filsafat memberikan gambaran lain sama sekali daripada apa jang dimaksud dalam 1932. Tapi saja beranggapan bahwa Bo n g e r, biarpun bagaimana akan mempertahankan pendapatnja mengenai determinis­ me, oleh karena itu saja hanja menambah sekedar dan mengurangi kerasnja serangan dalam paragraaf tersebut dengan tidak merobah sedikitpun tentang maksudnja.

Bahwa uraian mengenai hal ‘Perang’ (tjetakan la m a ,, halaman 146 s /d 148) harus diperbaharui sama sekali, sudah barang tentu. Banjaknja pengalaman, jang didapat selama waktu pendudukan, memaksa untuk memperluas bagian ini. Mengenai kedjahatan politik, chusus tidak di- uraikan oleh Bo n g e r (hanja dihalartian 161 tjetakan lama sekedar disiriggung). Pada waktu sekarang sudah selajak- nja hal ini diuraikan tersendiri. Mengapa tidak saja urai- kan, berhubung dengan belum adanja tjukup bahan jang diterbitkan. Bo n g e r sendiripun, dengan bbhan jang sedikit itu djuga tidak akan menguraikannja dengan lebih men- dalam.

M enurut anggapan saja djuga perlu diadakan pem- baharuan terhadap uraian Bo n g e r mengenai ketcigihan

(17)

minuman keras (tjetakan lama, halaman 136 s /d 145). Dalam penerbitannja 1932 hal ini dipandangnja hanja chusus sebagai soal sosiologis-kriminil suatu pendapat, jang memang tepat dipandang dari sudut kedudukan ketagihan minuman keras dalam sedjarah pertumbuhan masjarakat kita. Sedjak itu pemilaian tentang hal2 itu mendjadi lain. Biarpun sekarang lebih banjak minuman keras jang di- pakai, tapi tidak lagi merupakan ‘bentjana’ bagi rakjat. Malahan menundjukkan pada kita akan sifatnja psycho-' pathologis dari keadaan tersebut. Tentang hal ini pendapat

Bo n g e r dari 1932 agaknja sudah ketinggalan.

Achirnja Bab V I I I : Psychologi kriminil. Kurangnja perhatian dari Bo n g e r terhadap psychologi, barangkali agak. dibesar-besarkan, (terbukti dari proefschrift tentang psychologi oleh Fe b e r, penggantinja, disusun dibawah pimpinannja !), tapi jang tentu ialah bahwa dalam per- hatiannja ini tidak mendapat tempat jang terpenting. Jang mengherankan ialah bahwa ia dalam Pengantamja sama sekali tidak menjinggung tentang psychologi social sebagai hal jang penting bagi seorang ahli sosiologi. Dalam pe- nerbitan lama, bab VIII sebagian besar merupakan uraian tentang sedjarah, sehingga tidak sesuai dengan kepalanja. Karena sedjak itu, dengan adanja kemadjuan dalam ‘lap.or- an untuk penerangan’, psych.ologi-kriminil di Nederland agaknja akan menempuh djalan kemadjuan, saja anggap perlu, dengan sedikit memperpendek bagian sedjarah, se- kedar menguraikan tentang beberapa lapangan dari psy­ chologi kriminil. Azas2 dari aliran2 psychologi jang penting masih selalu dapat dipeladjari lebih luas dalam bukunja

Fe b e r ; aliran phaenomenologi sebagai aliran jang sedang mulai bertumbuh dalam psychologi baru, hanja disinggung sedikit.

Uraian mengenai aliran2 kriminologi hanja saja robah sedikit sekali. Bo n g e r menguasai sedjarah kriminologi, dengan keahlian jang tidak ada bandingannja ; banjak buku

(18)

jang dibatjanja mengenai hal ini tidak ada jang menjamai. Oleh karena itu uraiannja mengenai sedjarah, hingga se- karang masih belum ada jang mengalahkan. Hanja Bab V II : tentang Aliran igama, agak banjak jang saja robah. Pandangan Bo n g e r terhadap soal ini sebagian besar di- dasarkan atas penjelidikannja ‘Geloof en Misdaad’, salah satu karangan terpenting tentang kriminologi jang pernah diterbitkan di Nederland (djuga diluar negeri) tapi terbit pada tahun 1910 ketika soal kedjahatan dari pada ‘bukan pemeluk igama’ mendjadi pusat perdebatan. Pada 1932 pokok pembitjaraannja sudah beralih ; sedjak itu perhatian ditudjukan kepada soal, bagaimana kita dapat menerang- kan tentang adanja perbedaan kedjahatan dari antara bermatjam-matjam golongan berigama dan mulai terlihat dengan djelas adanja aliran neo-keigamaan. Karena

Bo n g e r tidak begitu banjak memperhatikan hal ini dalam Pengantar 1932 bab ini sudah tidak sesuai lagi dengan. ke- adaan, sehingga sewaktu memperbaharui harus diperhati- kan.

Lama saja ragu-ragukan apakah tidak perlu ditambah dengan bab baru tentang pertumbuhan psychopatologi kri­ minil, jang djustru dalam 2 0 tahun jang belakangan ini

bertumbuh dengan pesat. Dua matjam pertimbangan men- tjegah saja berbuat demikian : Pertama kejakinan saja, bahwa saja sebagai bukan ahli psychiatri tidak berhak me- nulis bab sematjam itu ; kedua, ketakutan saja bahwa pe- r.ambahan satu bab dalam buku, jang disusun oleh Bo n g e r berdasarkan suatu pertimbangan tertentu, olehnja barang- kali tidak akan disetudjui. Bo n g e r — biarpun selama hidup dan selama beladjar teman dari almarhum Pr o f. D r K. H. Bo u m a n seorang ahli psychiatri, tidak menjetudjui sedikit djuga akan hasil pertumbuhan dalam lapangan psy­ chiatri jang baru, terutama bagian psychoanalysenja (dalam Pengantar hanja satu kali terdapat pengertian ‘onder- bewust’ !). Tentang apa jang beliau sebut ‘kedjahatan pathologis’ hanja sedikit sekali perhatiannja. Dalam

(19)

me-njusun Pengantarnja, psychiatri kriminil sama sekali tidak dimuat dan saja tidak berhak untuk beranggapan dalam hal ini lebih mengctahui daripada sang guru sendiri. Denman mentjantumkan beberapa buku penting dalam tjatatan, slija mentjoba memberikan petundjuk kepada mereka jang ingin mcngetahui lebih dalam tentang hal ini.

Soal ‘Lingkungan physik dan kedjahatan’, (tjetakan lama, halaman 149 s /d 162) sangat mendapat perhatian dari

Bo n g e r. Ketika kcadaan perang pada bulan Mei 1940 me- nimpa padanja dan kita, ia sudah hampir menjelesaikan penerbitannja chusus tentang hal ini. Atas kemurahan putranja saja mendapat kesempatan untuk dapat menge- tahui bahwa pendapat Bo n g e r tentang hal ini sedjak 1932 tidak berobah ; penerbitan tersebut hanja dimaksudkan untuk memperluas pandangannja tentang apa jang sudah diuraikan dalam Pengantarnja.

D aftar buku jang luas, dibagi menurut isinja, djuga daftar kongres kriminologi, perkumpulan dan madjallah jang tertjantum dalam tjetakan jang'lam a, saja hapuskan, karena dalam uraian dan tjatatan2 sudah ditjantumkan banjak buku, dan diganti dengan daftar nama orang dan istilah jang menurut anggapan saja lebih dibutuhkan.

D apat dipersoalkan, apakah sekarang, dengan sudah adanja buku dari J. M. v a n Be m m e l e n ‘Criminologie, handboek der misdaadkunde’ (1941, tjetakan ke-2 1948) masih dibutuhkan adanja Pengantar seperti ini. Saja ber­ anggapan, bahwa pembaharuan buku ini pada waktu se­ karang masih ada artinja, tidak hanja sebagai penghargaan terhadap pengarangnja jang sudah meninggal. Karangan

Bo n g e r memungkinkan adanja penjelidikan dalam kri­ minologi di Nederland, barangkali pertam a tidak karena peladjarannja — biarpun djuga banjak — , tapi terutam a karena penentangan jang dapat dibangkitkannja, sebagai podjoang jang ulet dan selalu bersikap kesatria. Sebagian dari pendapatnja menurut pandangan saja tidak sesuai lagi dengan pendapat2 jang lebih baru, jang sekarang bertum buh

(20)

dengan kuat. Tidak semua pendirian jang dalam Pengantar dipertahankan oleh Bo n g e r, dan jang djuga terdapat dalam penerbitan jang kedua ini, saja setudjui. Lain bagian (pan- dangan tentang poenologi dan penitentie ; dan tjelaannja terhadap pendapat aliran ‘igama-kolot’ jang tak mempunjai dasar kuat, jang mempersoalkan kedjahatan dan keigama- an) dapat bertahan terus menerus dan hingga sekarang masih berlaku. Tapi jang mendjadi alasan pokok mengapa saja membaharui penerbitan ini ialah kejakinan saja, bahwa

Bo n g e r dalam tjaranja memadjukan persoalan, merigupas dan menerangkan, mempunjai sifat jang memaksa, mem- beri djiwa dan mendorong untuk berpikir sendiri dan begitu chusus, djustru untuk beliau, hingga suaranja untuk ke- turunan dikemudian hari harus tetap tinggal.

Dalam membaharui buku ini, saja mendapat banjak bantuan dan pertolongan dari teman2 dan pembantu2 dari Lembaga Kriminologi di Universitet Negeri Utrecht. Kc- pada mereka semua saja mengutjapkan terima kasih. Ter- utama kepada Dr Mr P. A. H. Ba a n, saja sampaikan terima kasih saja atas peringatan2 mengenai soal2 psycho­ logi dan psychopathologi (jaitu sepandjang hal tersebut di- bitjarakan, seperti umpamanja dalam menguraikan tentang ketagihan minuman keras) dan teman sedjawat Kr u y t atas petundjuknja mengenai aliran2 jang terbaru dalam lapangan, sosiologi. Mr P. J. Co f f r i e, kepala Bagian Statistik Kri­ minil dari C.B.S. jang seperti djuga kerap kali sebelumnja, membantu saja dengan memberikan keterangan2.

G. Th. Ke m p e

Utrecht, musim rontok 1950.

(21)

P E N G A N T A R

§ 1. Definisi*. Kriminologi adalah ilmu pengetahuan jang bertudiuan^menjelidiki gediala kedjahatan ssliing- luasnja (kriminologi teoretis atau murni). 1 Berdasarkan kesimpulan2 dari padanja disamping itu disusun krimino­ logi praktis. Kriminologi teoretis adalah ilmu penge­ tahuan jang berdasarkan pengalaman jang seperti ilmu pengetahuan lainnja jang sedjenis, memperhatikan gedjala2

dan mentjoba menjelidiki sebab2 dari gedjala tersebut (aetiologi) dengan tjara2 jang ada padanja. Ba c o n sudah mengadjarkan : „Vere scire est per causas scire” 2

Kedjahatan adalah pokok penjeM kannja, artinja, kedja­ hatan jang dilakukan dan orang2 jang melakukannja ; segi juridis dari persoalan tersebut j.i. perumusan dari pada berbagai-bagai kedjahatan itu, tidak menarik perhatiannja atau hanja dengan tidak langsung.

Lebih dulu akan diierangkan tentang arti kedjahatan. Dipandang dari sudj^form il^m enurut hukum) kedjahatan adalah "suatu perbuatan, jarig oleh masjarakat (dalam hal ini Negara) diberi pidana, suatu uraian jang tidak memberi pendjetasan lebih landjut seperti djuga definisi2 jang formil pada umumnja. Ditindjau lebih dalam sampai pada intinja, suatu kedjahatan merupakan sebagian dari perbuatan2 jang

BAB I

1 D jika diartikan setjara luas, djuga lain2 gedjala dari patholo- gi sosial seperti kemiskinan, anak djadah, pelatjuran, alkoholis- m e dan bunuh diri, jang satu sam a lain ada hubungannja, kebaniakan mempunjai sebab jang sam a atau jang bergandengan dan djuga sebagian terdapat dalam satu etiologi term asuk dalam krim inologi. D alam buku pengantar ini hal tersebut diatas t.dak dibitjarakan. N am a kriminologi mi berasal d a n ahli anthropologi

P erantjis P. Topinard (1830-1911). _ , . .

2. M engetahui sesuatu dengan sebenarnja, adalah m engetahui sebab m usababnja.

(22)

bertentangan dengan kesusilaan. Pertanjaan jang kerapkali diadjukan apakah suatu kedjahatan harus termasuk dida- lamnja, menurut pendapat saja memanglah demikian, biar- pun tak dapat disangkal bahwa djuga ada perbuatan — dalam zaman pendudukan dengan kekedjamannja sudah banjak kila kenal — jang ditjap sebagai kedjahatan tapi tidak dirasakan sebagai melanggar kesusilaan. Jang dimak- sud disini ialah perbuatan jang hanja dipandang djahat menurut bentuknja. Hukum pidana sematjam itu tidak bertudjuan melindungi masjarakat, malahan memperkuat alasan untuk menentang perbuatan sewenang-wenang dari penguasa. Djanganlah dikirakan bahwa dalam hal jang demikian, djika kedua unsur dari definisi sudah dipenuhi, lalu dengan sendijrinja seluruh masjarakat menganggap bahwa perbuatan tersebut melanggar kesusilaan atau per- nilaiannja tentang pelanggaran itu, sama. Dalam tiap masjarakat jang bertjampur, jang terdiri dari bermatjain- matjam golongan (tingkatan dan lain-) — dan tiap orang termasuk dalam lebih dari satu golongan — mengenai hal ini akan terlihat banjak perbedaan. Tapi dapat dikatakan bahwa dinegara-negara jang modern hampir tiap perbuatan jang ditjap sebagai kedjahatan, oleh hampir semua pendu- duknja dirasakan sebagai melanggar kesusilaaq, biarpun pernilaiannja tidak sama. Seorang pendjahat pentjaharian (pendjahat jang melakukan kedjahatan sebagai mata pen­ tjaharian), beranggapan bahwa pentjurian adalah perbuat­ an jang melanggar kesusilaan — djika dilakukan terhadap dirinja sendiri atau salah seorang dari golongannja. Agaknja tidak perlu dinjatakan, lepas dari perbedaan tersebut diatas, bahwa ada perbedaan besar dalam. memberi peni- laian mengenai perbuatan2 jang dilarang ; dari jang ringan seperti pemburuan hewan dengan tidak minta izin atau penjelundupan barang gelap, hingga jang paling berat se­ perti pembunuhan biasa atau pembunuhan dengan diren- tjanakan jang mendapat tjelaan sangat keras.

(23)

iyimoril terlihat bahwa ada dua sudut pandangan. Sub- jeKtif, djika dipandang dafi sudut orangnja, adalah"perbu­ atan jang bertentangan dengan kesusilaan ; objektif, djika dlpandang darF sudut masjarakat, adalah merugikan ma- siarakat._ Penjelidikan mengenai hal ini oleh sosiologi chususnja ethnologi membuktikan, bahwa immoril berarti: anti-sosial dipandang dari sudut masjaralcat] Golongan utilitaris jang mengira bahwa kesusilaan dapat diterangkan berdasarkan kegunaannja bagi perseorangan, adalah salah, tapi pendapatnja mendjadi betul, djika perkataan ’per­ seorangan’ diganti dengan ’masjarakat’ ; kegunaan bagi masjarakat inilah jang ditudju oleh peraturan2 kesusilaan. Biarpun dalam beberapa hal manusia mempunjai perasaan jang tadjam .terhadap apa jang merugikan masjarakat, masa lampau baru2 ini (seperti djuga masa jang telah lebih lama lampau) mengadjarkan pada kita dengan tegas sekali bahwa rasa ini, karena pengaruh dari para ’pemimpin’ jang tidak mempunjai kesusilaan, dalam suatu bangsa dapat hilang untuk sementara (atau selama-lamanja ?) dengan tjara jang menjedihkan. K.arena besarnja kekuasa- an masjarakat atas perseorangan jang sedang bertumbuh, maka biasanja diterimalah olehnja aturan- kesusilaan jang berlaku.1

Perbuatan immoril oleh sebab itu adalah perbuatan anti- sosial, jang dirasakan demikian pula. Tidak ada suatu per­ buatan jang a priori dapat dianggap per se immoril atau dianggap sebagai kedjahatan - djadi t1dak_ada_Ee rb ^ ta n ia n g menurut ’kodratnja’. djahat in ^ an tu n g _ d a n _ k e_

-P enting sekali dipandang dari

tadap tukang Si h » t o a S b a ,

m et de duivel 1949 r e n ta n ^ n J ^ A lexander, dalam Jour-m erJour-m tah nas.onal-sosial.Sd d ^ M ljnoiogy> ^ X X X I X , nr. 3, 1948, halam an^ 298-327^ Vol. X X XIX nr 5. 1949, halam an 553-565 ; V ol. X I, nr. 1, 1949, halam an 3--S.

(24)

adaan masjarakat. Tetapi beberapa perbuatan begitu ber- fentangan dengan tiap masjarakat, hingga hampir selalu dilarang (seperti mentjuri, karena sifatnja jang merugikan). Masjarakat selalu berobah dan dalam taraf sekarang ma- lahan tjepat sekali. Karena itu terdjadi perobahan2 besar dalam kesusilaan, perobahan2 mana djuga terasa dalam hukum pidanar. Hal ini baru terdjadi lama kelamaan — ketegangan — antara kesusilaan jang berobah dengan tjepat dan hukum pidana jang agak tetap dapat djadi besar sekali.

Kedjahatan termasuk perbuatan immoril, tapi hanja merupakan sebagian daripadanja sadja. Pada umumnja dapat dikatakan bahwa kedjahatan adalah perbuatan jang paling immo’-il. Kedjahatan merupakan intinja, bagian jang lebih kasar, tapi — jang pokok. Peraturan kesusilaan dan peraturan hukum pidana dapat disamakan dengan dua lingkaran jang konsentris dan jang pertama adalah jang terbesar. Perbedaan besar ketjilnja dua lingkaran tadi sangat berlainan menurut tempat dan waktu ; pada suatu waktu dua lingkaran tadi saling menutup, pada lain waktu berbeda djauh lagi. Dalam keadaan jang pertama ini ber- arti suatu tanda jang tidak baik : tiap masjarakat jang terhadap hampir semua pelanggaran mengantjam dengan hukuman, adalah lemah dari dalam.

Untuk sementara kesimpulan kita karena itu ialah, bahwa kedjahatan adalah perbuatan jang sangat anti-sosial, jang oleh negara ditentang dengan sadar. Dari definisi jang fofmil sudah terlihat bahwa tentangan tersebut berupa hukuman.

Achirnja tinggal persoalan te n tan g : apakah hukum an itiL? 1 Menghukum adalah mengenakan penderitaan. Tni tak dapat dibedakan dengan tjelaan kesusilaan jang"timbul

1 Poenologi, pejadjaran tentang pidana, djuga term asuk d alam krim inologi. B erhubung dengan terbatasnja ruangan dalam buku ini, hal tersebut tidak d ite p n g k a n lebih landjut. H a n ja disini d an dibab jang paling achir diuraikan sedikit.

(25)

terhadap tindak pidana itu, jarig djuga merupakan pende- ritaan. Bahwa penderitaan jang dirasakan oleh jang kena, berbeda-beda dan sering tidak begitu dirasakan, tidak mendjadi soal. Perbedaan jang sebenarnja ialah bahwa tjelaan kesusilaan timbul dari satu atau beberapa orang dengan sendirinja. sedangkan hukuman m erupakan per­ b uatan iang dilakukan oleh masjarakat dengan sadar

(dalam hal ini Nepara'l. Isi dari suatu teguran tidak lain daripada pendapat kesusilaan, tapi djika dimasukkan da­ lam hukum pidana dan dinjatakan oleh hakim, mendjadi suatu hukuman.

Pembatasan sematjam ini djuga perlu ke pihak lainnja. Djuga pembalasan merupakan suatu penderitaan jang sengadja dikenakan, tapi merupakan tentangan dari perasa- an jang tidak teratur, biasanja dengan sekonjong-konjong, dilakukan oleh seorang atau lebih, karena merasa dirugi- kan. Hukuman tidak keluar dari satu atau beberapa orang, tapi dari suatu kelompok, suatu kollektivitet jang berbuat dengan sadar dan menurut perhitungan akal. Djuga biar- pun jang dimaksud tidak lain daripada memenuhi rasa dendam, tapi didalamnja terdapat unsur pokok baru, ialah tentangan jang dinjatakan oleh kollektivitet dengan sadar.

A kan tetapi memang hukuman berasal dari pembalasan dendam, jang selama belum ada hukuman, merupakan alat untuk mendjaga keamanan masjarakat, biarpun belum sem- purna dan banjak kerugiannja. Dalam m asjarakat iang masih sederhana peradabannja, pembalasan dendam kare- n anja mendjadi kewadjiban kesusilaan.

Semakin banjak masjarakat mengambil alih kewadjiban tersebut, timbullah perubahan dan terdjadi kebalikannja . pembalasan dari jang dirugikan dilarang baik oleh ke­ susilaan maupun oleh hukum pidana.

Pada waktu sekarang hukuman m e n g a n d u n g _ d u a _i m s u r . Ialah, seperti sedfak~ dahulu, untuk^-memuaskan_ ^ g sa dendam dan bentji para anggauta suatu kelompok. Tidak ada suatu teori pembalasan atau teori lainnja, biarpun di­

(26)

gambarkan dengan muluk2, dapat merobah kenjataan ini. Unsur ini, jang pada zaman dahulu sangat berkuasa, sudah sangat terd;sak oleh jang kedua.

y_y. Melindungi masjarakat (’la defense sociale”) merupakan unsur jang lain, jang selalu ada, biarpun tidak diinsjafi. Tapi sekarang sudah diinsjafi dan mempunjai arti besar. M asjarakat mengambil tindakan terhadap anggauta-ang- gautanja jang berbahaja dan~iang terpenting, ialah meriHidik mereka agar dapat berguna lagi bagi masjarakat. SalalTsatu sendjatanja ialah hukuman jaitu penderitaan jang dikena- kan dengan sengadja, perbedaan antara tindakan dan hukuman tidaklah begitu besar seperti apa jang didengung- dengungkan oleh beberapa ahli hukum pidana. Penderitaan jang ditambahkan pada tindakan, biasanja djuga berat — seperti perampasan kemerdekaan — dan tidak banjak ber- beda dengan hukuman.

Mengingat hal itu semuanja kesimpulannja ialah : kedja­ hatan adalah perbuatan iang sangat antisosial iang memper- oleh tentangan dengan sadar dari negara berupa pemberian penderitaan (hukuman atau tindakan).

2. Kerugian masjarakat karena kedjahatan adalah besar sekali. Kita berhadapan dengan suatu gedjala jang luas dan , mendalam, jang bersarang sebagai penjakit dalam tubuh masjarakat, sehingga sering membahajakan hidupnja, se- dikitnja sangat merugikannja. Kedjahatan jang diperbuat saban tahunnja tak terhitung banjaknja dan djutaan pen- djahat dihukum. Dipandang dari sudut perekonomian. ke- rugian masjarakat sangat besar. Di Am'erika "Serikat diadakan beberapa taksiran. Vo n He n t i g d a la m : ’Crime Causes and Conditions’ 1947, menerangkan adanja keru- gian 13.000.000 dollar, jang diderita oleh 28.500.000 penduduk dari 231 kota di Amerika, baru dalam tahun 1941 sadja, hanja sebagai akibat dari hanja 3 matjam ke­ djahatan, ialah : perampokan, pentjurian dengan merusak dan pentjurian biasa. Djika diperhitungkan terhadap

(27)

seJuruh penduduk Amerika Serikat dalam setahun kerugi- annja akan berdjumlah kira2 60.000.000 dollar. Belum termasuk biaja, jang dikeluarkan untuk Kepolisian. Keha- kiman, dan pekerdjaan bantuan jang dibutuhkan, jang semuanja makan braja sampai ratusan djuta. Disamping kerugian ekonomis lebih penting lagi kerugian kesusilaan. Memang kedjahatan adalah erat dengan tingkat kesusilaan penduduk, tapi sebaliknja djuga memberi pengaruh djelek kepada penduduk biasa. Djika ditambah dengan kerugian dan kesusahan, jang diderita oleh para korban kedjahatan, djuga antiaman terhadap masjarakat jang selalu datang dari kedjahatan, maka semuanja ini merupakan djumlah jang tak, terhitung besarnja. Tidak boleh dilupakan pen- deritaan pendjahat sendiri — kita boleh mentjela mereka sekeras-kerasnja — tetapi bagaimanapun, mereka merupa­ kan bagian dari umat manusia. Pembahas2 jang sepintas lalu sadja, menggambarkan seakan-akan para pendjahat dalam per’gulatannja melawan masjarakat selalu menang dan hidup mewah dengan hasil _ kedjahatannja. Mungkin satu dua kali demikian keadaannja, tapi pada suatu waktu biasanja denffan tjepat, mereka kalah dalam perdjoangannja dan mereka Inerasa pukulan masjarakat dengan hebatnja. Dan baru bila kita meneropong kedjahatan seluas-luasnja 1, “tepatlah digunakan perkataan^ Go e t h e ’Der Menschheit

ganzer Jammer fasst mich an. - _

4V,vr,., nfononnn kita mempeladjarijmnimolqsi, sudah d a p a T & H i ^ H d ^ i ^ dfelas. Seperti tiap2 pengetahuan lainnja ia dipeladjari pula untuk ilmu pengetahuannja_ sen­ diri, kedjahatan2 dan pendjahat- adalah past, tidak kalah menariknja daripada bintang- atau kuman-. Tiap- orang jang berilmu pengetahuan harus bersikap la science pour la

i M nller-Lver dalam bukunja jang tak begitu dikenal ’Sozio- Iogie der Leiden’ (1914) memandang p endentaan in. sebaga.

(28)

science’, 1 djika tidak, ia tidak berlaku sebagai seorang ahli, dan ini djuga berlaku untuk ahli kriminologi. Tapi pendirian ini terdesak oleh kepentingan praktek, seperti djuga halnja dengan ilmu pengetahuan kedokteran per- samaan dengan ilmu pengetahuan ini sering tampil di- sini. Kriminologi terutama digunakan untuk memberi petundiuk bagaimana masiarakat dapat membrantas kedja- hatan dengan hasil jang baik dan lebih2 menghindarinja. ’Savoir pour prevoir’2(c o m t e). PengetaKuan ialah jang ter- penting dalam hal ini, djustru dalam lapangan ini, dimana pikiran2 jang berdasarkan dogma dan tidak berdasarkan fakta masih meradjalela. Siapa sadja jang bersangkut paut dengan gedjala2 dalam lapangan pathologi sosial, harus benar2 insjaf akan hal tersebut diatas, chususnja para ahli hukum pidana, harus melengkapi pengetahuannja tentang hukum dengan bahan2 pokok, jang diatur hukum itu. § 3. Ilmu pengetahuan bagian dari kriminologi. Krjmino- logi merupakan kumpulan dari banjak ilmu pengetahuan jang terdm dar i :

~T. Anthropologi kriminil, ialah ilmu pengetahuan ten­ tang manusia jang djahat (somatis) suatu bagian dari ilmu alam — anthropologi djuga dinamai bab jang terachir dari ilmu hewan. Ilmu pengetahuan tersebut memberi dja- waban atas pertanjaan seperti: seorang djahat mempunjai tanda2 chas apa dibadannja ? Apakah ada hubungan antara suku bangsa dengan kedjahatan ? d.s.l. 3

1 Ilm u Pengetahuan untuk Ilm u Pengetahuan.

2 M engetahui untuk dapat m elihat kem uka.

s T eru ta m a dalam tahun2 belakangan pengertian ’A n th ro p o ­ logi’ djuga dipergunakan untuk m enguraikan suatu tja ra pende-katan keseluruhan persoalan jang bertalian dengan m anusia sebagai m achluk jang mem punjai kehidupan rochani. T ja ra pen- dekatan ini sangat dipengaruhi oleh aliran tertentu dalam fil- safat jang terbaru, dan oleh karenanja djuga sering dinam akan anthropologi ’phaenom enologis’ atau ’existensieel'. Disini kita sam pai pada pengertian anthropologi jang lain sam a sekali, d a ri­ pada an a jang dim aksud dalam uraian ! Perbandingkanlah djuga bab V III, § 27 h alam an 185/186.

(29)

2. Sosiologi K rim inil, ialah ilmu pengetahuan tentang kedjahatan sebagai suatu gedjala masjarakat. Djadi pokok- nja te n ta n g : sampai dimana letak sebab2 kedjahatan dalam m asjarakat (etiologi sosial). Dalam arti luas djuga term asuk pcnjelidikan mengenai keadaan keliling phisiknja (geografis, klimatologis dan meteorologis).

3. Psychologi kriminil, ialah ilmu pengetahuan tentang kedjahatan dipandang dari sudut ilmu djiwa. Penjelidikan m engenai djiwa dari pendjahat dapat sem ata-m ata ditu- djukan kepada kepribadian perseorangan (umpam a djika dibutuhkan untuk memberi penerangan pada hakim, lihat halam an 2 8 /2 9 ), tapi dapat djuga untuk menjusun tipologi (golongan-) pendjahat. Penjelidikan mengenai gedjala2 jang nam pak pada kedjahatan jang dilakukan oleh suatu kelom­ pok atau massa (orang banjak) sebagian djuga term asuk dalam psychologi (sosial) kriminil, dimana penjelidikan psychologi sosial mengenai repercussie, jang disebabkan oleh perbuatan tersebut dalam pergaulan hidup, tak boleh dilupakan. A chirnja ilmu djiwa dari orang2 lain dipeng- adilan (saksi, hakim, pembela dan lain2), dan tentang peng- akuan.

4. Psycho- dan neuro-vatholosi krim inil. ialah ilmu pengetahuan tentang pendjahat jang sakit djiwa atau u rat sjarafnja.

5. Poenologi, ialah ilmu pengetahuan teoiang timbul dan pertum buhannja hukuman, arti dan faedahnja.

Lim a bagian ini semuanja m erupakan kriminologi jang teoretis atau murni (’reine Wissenschaft’)- B erdasarkan atas itu kem udian :

6. Kriminologi jang dilaksanakan, ialah hygiene

krimi-nil dan politik krim ikrimi-nil. •

D jika kriminologi diartikan setjara luas, djuga termasuk: 7. Kriminalistik (police scientifique), ilmu pengetahuan untuk dilaksanakan, jang menjelidiki tehnik kedjahatan dan pengusutan kedjahatan. M erupakan gabungan dari ilmu

(30)

djiwa tentang kedjahatan dan pendjahat, ilmu kimia, penge­ tahuan tentang barang2, graphologi dll.

Daiam buku ini akan diuraikan terutama sedjarah kri­ minologi dan diterangkan tentang aliran-alirannja (ajat 1

dan 2) ; tentang psychologi kriminil (ajat 3) hanja akan se- kedar disinggung, dan ditutup dengan beberapa kesimpulan tentang kriminologi jang dilaksanakan. 1 Dengan ini ruang- an dalam buku jang sesempit ini dapat terisi. Tambahan pula tentang psycho- dan neuropathologi 2 djuga tentang kriminalist'k 3, jang dua-duanja termasuk lapangannja para ahli, — saja — tak berwenang untuk menguraikannja.

§ 4. Seperti dalam ilmu pengetahuan lainnja jang terpen- ting dalam kriminologi ialah mengumpulkan bahan2. Sjarat2

1 T en tan g hal ini lebih Iengkap lagi lihat a.i. D. Sim ons ’P roblem en van het strafrec h t’ (1929) § III.

2 D ari banjak buku2 tentang psychiatri-krim inil dari tah u n bela- k an g an akan disebutkan beberapa sadja. Penting dan tetap m asih san eat berfaedah ialah karangan H. van der H oeven : ’Psychiatric, eeh handleiding voor juristen en m aatschappelijke w erkers’ (tjetakan ke 3, 1936). Selandjutnja penerbitan dari E .A .D .E . C arp dengan p e m b a n tu -p c m b a n tu n ja : ’Patho-psychologische bijdragen tot de kennis van het m oordprobleem ’ (1948) dan : 'Sexuele m isdadigheid’ (1950). Buku2 lu ar negeri D. A braham sen, ’C rim e and the h um an m ind’ (1945), H . Binswanger, 'L eitfaden der forensischen Psychi­ a tric ’ (1943) dan ’Z u r forensischen Psychiatrie d er nicht geisteskran- ken P ersonen’ (1 9 4 1 ); W. B rom berg, ’C rim e an d the m ind’ (1 9 4 8 ); B. K arp m a n , 'T h e individual C rim inal’ (1935), diland ju tk an dengan nam a : ’C ase studies in the Psychopathology o f C rim e’, (1944 dan 194 8 ): N orw ood East, ’Society and the crim in al’ (1 9 4 9 ): F. W er- th a n , ’T he show o f violence’ (1 9 4 9 ); J. W yrsch, ’G erichtliche Psy­ ch ia trie ’ (1946).

3 A hli dan penielidik p ertam a dalam krim inalistik ialah : H an s G ross, ’H andbuch fu r U ntersuchungsrichter als System der K rim i­ nalistik ’ (tjetakan ke-1, 1893, dengan banjak pem baharuan dan tjetakan ulangan jang diperbaiki sesudah itu). Selnnrliutnia Schreu- d c r c.s. ’W etenschappelijk opsporingsonderzoek’ (1946) ; ’In tro d u c­ tion to crim inalistics’ d ari C .E. O ’H ara and J. VV. O sterburg (1950) d an beberapa karan g an dari penulis -Europa seperti L o ca rd dan Schneickert.

(31)

jang harus dipenuhi oleh para penjelidik sama dengan dalam lain ilmu pengetahuan (kedjudjuran, tidak berat se- belah, teliti dan lain-) ; seperti dalam semua hal, jang ber- hubungan dengan homosapiens 1, djuga disini kita harus menaruh perhatian dan simpati kepada m anusia dan mau mengabdikan pengetahuannja untuk kepentingan um at m a­ nusia. Seorang ahli kriminologi jang tidak berperikem anu- siaan sama halnja dengan seorang dokter jang demikian tak w adjar dan patut ditjemooh.

SosiologL kriminil sangat m em butuhkan b ah an2 jang dapat diperoleh dar'{Statistik kriminil. Dengan m engadakan pentjatatan daripada kedjahatan, kita dapat menindjau setjara keseluruhan gedjala ini dalam angka2. Perantjis ber- djasa dengan mulai mengadakan pentjatatan ini (1826) — lepas dari beberapa usaha permulaan jang lebih dahulu um pam a : Inggris (1805) — jang diikuti oleh lain2 negara seperti Baden (1834), Belgia (1835), Bayern (1835), Aus­ tria (1852), Prusia (1854), Inggris (1857), Djerman (1882), Nederland (1896). M enurut pengetahuan saja semua negara m odern — ketjuali Amerika Serikat — m empunjai alat

pem bantu tersebut. 2 '

Statistik kriminil tumbuh dari statistik pengadilan jang memuat djumlah perkara jang diadili, perlepasan, pembe- basan dari tuntutan, permohonan apel dan lain2. D ua-dua- nja sekarang berdiri sendiri dan dipergunakan untuk keperluan lain. Jang mendjadi kesatuan pentjatatan dari statistik kriminil bukan terdakwa atau kedjahatan lagi, tapi siterhukum. Beberapa negara sekarang djuga

mengumum-1 m anusia.

2 D i A m erika Serikat K em enterian K eh ak im an sedjak b eb e rap a ta h u n dalam 3 bulan sekaii m em berikan b a h a n - statistik, m engenai pengaduan jang diterim a oleh polisi dari k ira 2 2.000 k o ta p ra d ja. Ini- jang disebut U niform C rim e R eports. B andingkanlah den g an E.H . S utherland, ’C rim inology’ (tjetakan ke-4, 1947), h a la m a n 31.

(32)

kan angka2 perkara jang diadukan dan diusut oleh polisi (Inggris, Finlandia, sebelum 1940; sedjak 1948 djuga Ne­ derland dalam penerbitan bulanan jang chusus, ’Criminele Politiele Statistik’).

Di Nederland disamping Statistik kriminil djuga diadakan statistik kependjaraan dan statistik mengenai pelaksanaan U ndang2 anak2. Sedjak 1930 itu diterbitkan dalam satu buku.

Luasnja statistik kriminil pada umumnja agak berbeda. P ada umumnja diberikan angka2 tentang: 1. .Kedjahatan ja n g dilakukan ; dikartu statistik, Jang diadakan' untuk tiap2

penghukunfrarr, tentu djuga disebutkan fasal dari undang2

jang dilanggar. Kadang2 dalam statistik jang diumumkan fasal2 ini ditjatat tersendiri. Tapi kerapkali (Nederland) ini semuanja dikumpulkan dalam beberapa golongan, jang tidak selalu dapat dipertanggungdjawabkan sctjara krimi- nologis.

Disamping kedjahatan ditjatat 2. locus delicti, di Ne­ derland biasanja menurut provinsV sedangkan Imengenai kotapradja dibagi-bagi lagi menurut djumlahnja penduduk.

Bahan2 ’ainnja ialah : iiiJcelam in, 4- um ur, _5. status _perdata, 6. lahir didalam atau diluar nikah, 7. pekexdja- Qn, 8. trngkat kekajaan, 9. agama7~1t)r~^nd?H Tkl)n7lT. alkohottsme^ 12. ■ irrigrasi,^ ~1~3. REcidfve, 14. hulcunfan. ~StatisTik~ kriminil tidak membefikan keterangan "tentang semua pokok2. 1 Seperti di N ederland mengenai ajat 8 tidak

1 ’K rim in alstatistik fu r das J a h r 1927’, dari R eim ar H ob b in g di D jerm a n (Berlin 1930) m enggam barkan keadaan dari 33 neg ara d an dengan sekedjap m a ta sadja d ap a t dilihat b a h a n 2 ap a jang di­ b erik a n o leh statistik krim inil. L ih a t djuga B o n g e r: ’O ver crim i­ nele statistiek, een bijdrage to t h a a r geschiedenis en h a a r th eo rie’, T ijd sc rh rift vo o r S trafrech t, 1938, djilid X L V III, h alam a n 417-476, d en g a n d a fta r b u k u 2 ten tan g h al tersebut. K aran g a n ini djuga di- m u a t d a la m ’V erspreide geschriften’ d ari B onger djilid 1 (1950), h a la m a n 134-186.

(33)

ada 1 sedangkan dinegara-negara lain pada um um nja lebih banjak lagi.

Statistik ini adalah mengenai pendjahat jang mendapat hukuman jang tak dapat dirubah lagi pada tahun jang ber- sangkutan. Akan tetapi sebagian dari mereka melakukan kedjahatannja dalam tahun sebelumnja, sehingga keadaan statistik tidak sesuai dengan keadaan kedjahatan jang se- benarnja dalam tahun jang bersangkutan itu. Seperti biasa dinjatakan statistik selalu terlambat, hal mana harus diper- hatikan, djika kita ingin mengadakan bandingan antara ke­ djahatan dengan lain2 kedjadian dalam masjarakat. Kekurangan ini tidak terdapat pada pentjatatan kedjahatan jang dilakukan oleh polisi.

Statistik kriminil kadang2 mendapat banjak tjelaan. Se­ bagian dari tjelaan ini sama dengan apa jang ditudjukan terhadap statistik pada umumnja. Memang selamanja ada orang jang alat pemikirannja terlalu samar, sehingga tak

1 U ntuk m endjaga salah fa h a m perlu diterangkan b ah w a tid ak sem ua bahan diterbitkan. Sedjak ta h u n 1911 keadaan pegaw ai tid ak tentu dim uat dalam statistik, p ad a ta h u n 1911-1915 d iu m u m k an dalam buku sendiri. djuga dalam ta h u n 1919. P ad a ta h u n 1929 d i­ um um kan lagi tentang kelam in, u m u r dan keadaan kew argaan. M engenai tahun 1913, 1914, 1915, 1920, 1921 dan 1922 tid ak di­ um um kan dalam bentuk d a f t a r ; p ad a ta h u n 1923 d an 1924 tid ak terbit sam a sekali. P ad a ta h u n 1925 h a n ja d iterbitkan suatu pe­ ng an tar dengan beberapa b ah a n 2 dari ta h u n 1923 dan 1924. Sedjak tahun 1926 terbit suatu pengantar, dengan d a fta r2 tapi dengan singkat. Sesudah 1934 d iterbitkan p en g a n ta r jang lebih luas dan sebagian dari b ahan2 dalam d a fta r dim asukkan (daftar jang lengkap dapat dilihat di C entraal B ureau voor de S tatistiek bagian : G erech- telijke en A rm enzorgstatistiek). P ad a 1942 te rb it p en tjatata n m engenai 1940 dan sesudahnja k are n a kesulitari selam a penduduk- an dan kekurangan kertas jang berlangsung sam pai 1947 sebelum penerbitan berikuti ja keluar, p en tjatatan m engenai 1941 sam pai dengan 1943. K arena, dalam 1944 dan 1945 sebagian besar dari N ederland langsung tersangkut dalam perang, tidak m ungkin dalam ta h u n 2 tersebut m engadakan pentjatatan statistik. S tatistik m engenai

1946 dan 1947, d iterbitkan p ad a 1950 b ia rp u n dalam b en tu k stensil, tapi lengkap.

(34)

dapat memahami makna angka2, jang lain lagi berkctjil hati karena statistik merupakan metode jang suiit, jang tidak mudah memberikan kebenaran jang paling besar pada tiap orang jang bukan ahli tentang kenjataan jang dikan- dungnja. Memang tak dapat disangkal bahwa statistik sering disalah-gunakan — hal mana hanja dapat dipersalah- kan terhadap jang berbuat. Pengeritik2 inilah jang mcntjip- takan utjapan : ada kebohongan, ada kebohongan jang lebih besar, sesudah itu menjusul statistik. Pernjataan ini dapat didjawab djuga : ada orang jang bodoh, ada orang jang lebih bodoh, sesudah ini menjusul orang jang tidak dapat memahami angka2. Go e t h e lebih mengetahuinja : ’Man sagt oft, Zahlen rcgieren die Welt. Das aber ist gewiss: Zahlen zeigen wie sie regiert wird’. 1

Tjelaan jang chusus diadjukan terhadap statistik kriminil jalah : kurang lengkap. Tidak ada seorangpun jang dapat meniangkal kebenaran dari tjelaan tersebut. Baf'kan statistik kriminil dibeberapa negara jang diselenggarakan sedemikian lengkapnja hingga mendekati keadaan sebenarnja, masih kurang lengkap djuga. Banjak pelanggaran ketjil oleh jang dirugikan malah tidak diketahui, dan dari jang diketahui kerap kali tidak diadukan. Ini disebabkan karena ber- matiam -mrfjam hal : karena jang dirugikan mcnganggapnja tidak penting (pentjurian ketjil, penghinaan, penganiajaan ringan, dll.), karena tidak suka bersangkut paut dengan pengadilan, atau karena merasa kasihan dengan orang jang diadukan atau keluarganja dll. Dari perkara2 jang diadukan oleh kedjaksaan banjak jang tidak dituntut, karena kurang pentingnja, atau untuk sementara waktu tidak dituntut, sedangkan ada kemungkinan tak dapat menuntutnja karena terdakwa tak tertangkap. Dari orang2 jang dituntut hanja sebagian jang dapat ditjatat dalam statistik kriminil,

se-1 O rang sering berkata, bahw a angka2 m enguasai dunia. T etapi satu hal adalah p a s ti: angka2 m engadjar kita, bagaim ana dunia dikuasai.

(35)

bagian lainnja ada jang dilepaskan ada pula jang dibebas- kan dari penuntutan dll. Biarpun perbedaan antara djumlah kedjahatan jang dilakukan dan djumlah orang jang di- hukum karenanja sangat besar, tapi dapat diragu-ragukan apakah dengan adanja alat kepolisian jang lengkap, jang bekerdja dalam daerah jang teratur dan dalam keadaan biasa, djumlah pendjahat, jang pada achirnja tidak ter- tangkap, berdjumlah sangat besar. M ereka kerap kali meng- ulangi kedjahatannja, dan pada suatu saat, biasanja dengan lekas, karena salah satu perbuatannja, tertangkap djuga. Hingga pendjahat pentjaharian, golongan jang paling tjerdik dan paling berani, biasanja tidak lama mengenjam suasana merdeka ; djumlah kedjahatan jang sudah mereka lakukan lalu terbukti banjak.

A kan tetapi gedjala white-collar-criminalitv. 1 jang pada tahun2 belakangan makin m endapat perhatian, 2 tidak boleh dianggap ketjil.

Apakah karena adanja pengakuan tentang tidak lengkap- nja statistik kriminil, tidak lengkap terutam a mengenai per­ buatan jang dilakukan dalam suatu tahun, m erupakan alasan untuk menjatakan bahwa statistik kriminil tidak dapat dipergunakan untuk penjelidikan ilmu pengetahuan ? Sama sekali tidak. Statistik, djuga kerap kali mempunjai bahan2 jang lengkap, seperti dalam demografi dan dalam beberapa bagian dari statistik ekonomi dan hal jang demi­ kian untuk lapangan2 tersebut sangat diperlukan, malahan merupakan keharusan. Djika kita memakai statistik untuk

1 M a k s u d n ja : K ed jah atan , ja n g dilak u k an oleh o ra n g 2 te rh o r- m a t d an ja n g m em punjai k ed u d u k a n sosial jang tinggi, d a la m m elak san ak an p ek e rd jaa n (djabat- an) m e re k a (Sutherland).

* L ih a t te n ta n g h al ini H . E . B arnes & N . K . T eeters, ’New horizons in crim inology’ (1946), h a la m a n 41-77 ; E. H . S u th erla n d ’W hite C o llar C rim e’ (1 9 4 9 ); H . M an n h eim , ’C rim in al Justice and social rec o n stru ctio n ’ (1946), h a la m a n 136-175 ; W . P. J. P o m p e , ’H e t nieuw e tijd p erk en h e t re c h t’ (1945), h a la m a n 99-108.

(36)

penjelidikan aetiologi, tidak dibutuhkan lengkapnja bahan2, malahan dapat mendjadi beban jang tidak berguna. Dalam hal ini hanja diperlukan apakah bahan2 tersebut tjukup representatif, artinja apakah perbandingan antara jang di­ ketahui dan tidak diketahui dapat dikatakan tetap (pars pro toto). 1

Hal ini sudah lama dilakukan dalam perdagangan (dalam memberikan tjontoh) dan dalam teori statistik dianggap sebagai hal jang benar. Dalam lain lapangan, seperti dalam statistik kesehatan, djuga dilakukan dengan djalan jang sama. Djika dimuat pengumuman tentang umpama 1.000 orang terserang penjakit typhus, tidak ada orang jang me- njangsikan kesimpulan-kesimpulannja, karena tidak semua orang jang berpenjakit typhus diperiksa. Djadi mengenai angka2 dalam statistik kriminil apakah itu umumnja tjukup representatif, tidak ada keragu-raguan lagi. Kebanjakan statistik2 lain jang sifatnja sama mempunjai bahan2 jang lebih kurang lengkap. Jang hanja harus merupakan kepas- tian ialah bahwa angkas itu sendiri menggambarkan hal jang lengkap, dengan lain perkataan, bahwa didalamnja tidak tersimpul soal kebetulan. Ini lebih lekas tertjapai dari­ pada menurut anggapan umum dan malahan anggapan be­ berapa ahli.

Ditindjau setjara kritis dan dipergunakan dengan setjara ahli, statistik kriminil nistjaja merupakan alat jang baik dalam penjelidikan tentang kedjahatan. Tapi dalam meng­ adakan perbandingan setjara internasional kita harus hati2. Perbedaan perundang-undangan, peradilan, susunan ke- hakiman (umpama dipakainja azas opportuniteit atau tidak oleh badan penuntut umum), kepolisian dll. sedemikian besarnja, sehingga tak dapat ditarik kesimpulan begitu sadja, mengenai perbedaan2 njata jang ada dalam kedjahat­ an, apalagi mengenai tingkatan kesusilaan. H anja djika perumusan daripada kedjahatan tidak banjak berbeda,

per-1 Sebagian untuk keseluruhan.

(37)

buatan itu (umpama pembunuhan dengan direntjanakan) dirasakan berat dan terdapat perbedaan besar (umpama pembunuhan dengan direntjanakan di Italia dan Neder­ land), bahan2 seperti itu dapat dipergunakan untuk meng- adakan perbandingan. 1

Statistik kriminil dengan semua statistik pembantunja mempunjai arti penting dalam suatu matjam penjelidikan sosioiogi kriminil jang baru mendapat perhatian dalam

2 0 tahun jang belakangan, ialah jang disebut kriminografi (djuga, dengan kurang tepat, dinamakan geografi kriminil). Dalam penjelidikan tersebut dipilih suatu tempat atau dae- i rah, dimana pertumbuhan kedjahatan didaerah itu. selama ! secflumlah tahun tertentu, diselidiki dengan teliti. Biasanja jang dipergunakan sebagai pangkalan ialah bahan2 dari statistik kriminil, dan ini dibandingkan dengan sebanjak- banjaknja bahan mengenai keadaan dalam lapangan sosial, kebudajaan dan perekonomian, kesusilaan rakjat dll. dari daerah itu. Karangan pcrtama mengenai hal ini di Neder­ land : ’Criminaliteit in Drenthe’ (1938) oleh G. Th. Ke m p e dan J. Ve r m a a t. Karangan lain dalam lapangan ini di Nederland A. F. A. Sc h r e u r s, ’Het kerkdorp St. Wille- brord’ (1947, sebagian socio- sebagian criminografi), W. H. Na g e l, ’De criminaliteit van Oss’ (1949), H. van Ro o y, ’Criminaliteit in stad en land’ (1949) dan J. D. F.

St a c h h o u w e r, ’Criminaliteit, prostitutie en zelfmoord bij immigranten in Amsterdam’ (1950). Karangan lain ke- djurusan ini jang perlu disebut ialah oleh P. A. Ba r e n t s e n,

’Gezinsleven in het Oosten van Noord Brabant’, ’Mens en Maatschappij’, jg. 2, 1926, halaman 45-60.

i U raian tentang statistik kriminil jang tepat dan m endalam oleh H. M annheim : ’Social Aspects o f Crim e in England between th e wars’ 1940, hal. 29-90. E. H acker penerbit dari K rim inal- statistische und Kriminalaetiologische Berichte’ (Djilid I, 1941), ber- djasa dalam memberi bahan2 untuk m engadakan perbandingan setjara internasional.

(38)

I

TOkatiauan selama pcrang dan sesudah perang men- rforona untuk mengadakan penjelidikan besar-besaran se- ““ ra trim inoerafi dan statistik mengenai pertumbuhan lediahatan dan kesusilaan selama dan sesudah penduduk- an iane dilaksanakan dengan kerdja sama antara para ahli kriminologi, sosiologi dan kesusilaan dari beberapa Uni­ versitas. Karangan" memuat knminografi dan 15 kotapra-

n e n i e l i d i k a n statistik berdasarkan bahan- dan polisi di kotapiadia Groningen, Utrecht, Gouda dan Tilburg dan penjelidikan setjara kriminografi dikota seperti Groningen dan Utrecht. Hasil dari penjelidikan jang luas ini belum

^^StaUstfk kriminil, berdasarkan pendjumlahan dari bahan2

f jang elementer, memberikan suatu gambaran pada kita / tentang keadaan kedjahatan sebagai suatu gedjala massa.

Tapi tak dapat memberi keterangan djika ditanjakan ten- ! tang kedjadian, jang tidak dapat ditentukan dengan pen- \ djumlahan tapi hanja dengan penjelidikan sadja. Suatu \ tjon to h : harus diselidiki bagaimana seorang pendjahat dididik, dalam lingkungan apa ia hidup. Oleh karenanja disamping statistik djuga dipergunakan tiara*"mqiiete. En- quete ada jang resmi (jang dilakukan oleh badan kehakiman sendiri), atau tidak resmi (jang dilakukan oleh penjelidik partikelir).

Bahan2 jang diperdapat oleh pihak resmi pada waktu belakangan ini makin baik dan selalu diperbaiki. Hal ini disebabkan karena adanja perubahan jang sedang berlang- sung dalam peradilan. Dulu hakim sedikit atau sama sekali tidak memikirkan keadaan pribadi pendjaliat. Djika sudah terbukti kesalahannja, tinggal kewadjiban para hakim, dengan tidak memandang bagaimana keadaan siterdakwa, mcndjatuhkan hukuman. Dalam hal ini, djuga karena pe- ngaruh kriminologi, timbul perobahan jang b e s a r: pidana tudjuan makin mendapat perhatian. Untuk para hakim sudah disediakan bermatjam-matjam hukuman dan tin­ dakan darimana mereka dapat memilih agar sesuai dengan

(39)

tepat, para hakim harus tahu betul keadaan pribadi sipen- djahat. Kebutuhan ini menjebabkan bertum buhnja apa jang disebut laporan penerangan untuk hakim jang dibagi dalam penerangan sosial dan penerangan psychologisch-psychia- tris. Hal pertama sebagian besar dilakukan oleh pegawai pemerintah, jang dipekerdjakan pada perkum pulan rekla- sering partikelir, atau sebagai bantuan dari pemerintah. Para pegawai tersebut sekarang belum diberi pendidikan pendahuluan, tapi sambil bekerdja diberi kursus, dll. Laporan psychiatrisch-psychologis dilakukan oleh para ahli dalam Japangan ini, terutam a dokter urat sjaraf. Pada bulan Oktober 1949 diadakan suatu pusat observasi untuk para pendjahat jang djiwanja terganggu ; kedudukan- nja di Utrecht. Nederland dengan mengadakan pem eriksa- an sebelum didjatuhi hukuman merupakan perketjualian jang baik, dibandingkan dengan negara2 jang m engadakan penjelidikannja, sesudah didjatuhi hukuman. Di Belgia misalnja, oleh pusat Service d ’Anthropologie Criminelle di­ lakukan pekerdjaan jang berharga dalam lapangan ini, tapi terutam a terhadap para terhukum. Sebaliknja Swedia me- lakukan banjak penjelidikan setjara psychiatris sebelumnja.

Disamping penjelidikan jang dilakukan atau diandjurkan oleh pemerintah untuk kepentingan hakim atau pimpinan pendjara, terdapat penjelidikan jang dilakukan oleh pihak partikelir. Sedjak abad ke-18 sudah dimulai oleh F . G. D e

Pi t a v a l pengumpulan kedjadian2 jang penting, dalam bu~ kunja ’Causes celebres et interessantes’ (1734 dst.), di D jer­ m an dilandjutkan oleh Ha r i n g dan H i t z i g dalam bukunja ’Der Neue Pitaval’ (1842-1891), kem udian dilandjutkan dengan ’Der Pitaval der Gegenwart’ (1903 dst.). Seorang ahli hukum pidana jang tersohor An s e l m Vo n Fe u e r b a c h pada 1808 dan 1811 m enerbitkan bukunja ’Merkwiirdige Kriminalrechtsfalle’, barangkali buku jang paling baik mengenai hal tersebut. Mulai 1881 diterbitkan oleh A . Ba t a i l l e ’Causes criminelles et mondaines’ dan masih

(40)

banjak karangan lainnja sematjam itu. Para pegawai ke- pendjaraan, para pendeta untuk orang terpendjara dan lain- lainnja, jang karena pekerdjaannja berhubungan dengan para pendjahat, dengan penerbitan tjatatan2 mereka m em - berikan bahan untuk k rim in ologi; karangan dari A bbe F a u r e dalam ’Souvenirs de la R oquette’ dan G. M o r e a u dalam ’Souvenirs de la petite et d e la grande R oquette’ djuga demikian, seperti djuga karangan lain jang diterbit- kan dalam waktu jang belum lam a jang lalu, seperti ’Tw enty thousand years in Sing-Sing’ jang terkenal oleh L e w is E. L a w e s (1932) dan b u n d e l: ’Kriminalfalle’ oleh L ieb erm a n n V on S o n n en b erg dan T r e t t i n (1934). Ter­ utam a di Inggris sangat suka orang menerbitkan buku jang m em uat suatu kedjahatan jang menggemparkan dan sudah diputuskan.

Memang tak dapat disangkal bahwa karangan jang demikian — jang tak dapat dinamakan enquete dalam arti sesungguhnja — berguna bagi kriminologi, tapi masih me- ngandung banjak kekurangan. Sudah dapat dilihat dari djudulnja, bahwa buku2 tersebut biasanja bersifat sensasi- onil dan biasanja djuga dibatja demikian tidak setjara ilmu pengetahuan. Ketjuali itu jang diuraikan hanja kedjahatan dan pendjahat jang istimewa, jang djarang terdjadi. Pen­ djahat dan kedjahatan biasa (diantaranja djuga banjak jang berat) tidak atau djarang sekali diuraikan, dan djustru kriminologi pada pokoknja mengenai hal itu.

Djuga dalam hal ini banjak perobahan, djuga di Neder­ land, karena dengan adanja perbaikan dalam pentjatatan oleh para hakim (lihat halaman 2 1), pengetahuan kita tentang kedjadian2 jang ’biasa’ bertambah. Untuk Neder­ land dipelopori oleh N. M u l l e r dengan bukunja jang ber- harga : ’Biografisch aetiologisch onderzoek over recidive blj misdrijven tegen de eigendom’ (1908), kemudian diikuti oleh banjak lainnja, a.i. H . H i l l e s u m dan S. J. M e y e r s

(tentang kedjahatan p em u d i; penjelidikannja dilakukan pada 1918), S. van M e sd a g , ’Ontucht door onderwijzers’,

(41)

(Tijdschrift voor ’strafrecht, XXXII, 1922), W. Sc h e n k,

’Wangedrag van kinderen’ (1935), L. F. Je n s (penjelidik­ an tentang keluarga jang djahat di Utrecht, 1940),

J . Ko e k e b a k k e r, ’Kinderen onder toezicht’, (1941), E. J.

Ve r d e n i u s-d e Jo n g Sa a k e s, ’Wangedrag van debiele min- derjarigen’ (1947).

Statistik kriminil dan enquete merupakan sumber pokok untuk hahan2 bagi sosiologi kriminil. Disampingnja perlu discburautobiografi: jang sangat djarang terdapat, karena para pendjahat pada umumnja bukan pengarang. Suatu tjontoh ialah, tjatatan2 dari Ma n u l e s c u seorang Rumenia penipu berkaliber besar dan J. T. Tr e b i t s c h l i n c o l n,

avonturir jang terkenal. Autobiografi dari M . Be n n y, ’Low Company’ (1936), belum begitu lama diterbitkan sedang- kan Ka r p m a n1 dalam ’The individual criminal’ (1935) memberi uraian jang sangat penting tentang pendjahat ber- nama Br a n d o n, tentang dirinja dan teman-temannja di- dalam dan luar pendjara. R. He s s e, dalam bukunja ’Les criminels peints par eux-memes’ (1912), djuga mengumpul- kan bahan2 sematjam itu.

Mu i.l e r dalam bukunja tersebut diatas djuga mengurai- kan beberapa autobiografi dengan setjara Iuas. Tidak perlu dinjatakan bahwa bahan2 ini harus dibatja setjara kritis sekali. Kebanjakan tjara menguraikannja lebih memberi penerangan tentang diri penulisnja daripada tentang bahan- bahannja sendiri. Djuga roman detektif ~ dengan per- ketjualiannja, dipandang dari sudut kriminologi tidak berharga Tetapi roman sosial dapat berharga untuk kri- t minologi — Fe r r i dalam bukunja ’I delinquent nell’ arte’ '•

1 ~ D ju g a d a la m buku lainnja, diulangi dalam halam an 27, noot 2, K arpm an mem berikan bahan* biografis jang sangat m enarik dari pada pendjahat.

2 P erbandingkan E. D u Perron, H et sprookje van de m isdaad’ (1940)- H v d S t e r r e n ’Een kindheidsfantasie van Sir A rth u r’ C onan D oyle en de he’ldendaden van Sherlock H olm es’ Psychiatri- sche en Neurologische Bladen, 1946, nr. 3 dan 4, G. Th. Kempe. ’Over schrijvers, speurders en schurken. (1947)

(42)

(1896) 1 sudah menundjukkan hal itu dengan pandjang lebar. Dalam pertentangan jang terkenal, apakah hal ini pada umumnja djuga berlaku demikian untuk sosiologi, saja sendiri dengan tidak ragu2 memihak pada pihak jang menjetudjuinja. Tentu sadja hanja dalam arti bahwa ke- susasteraan dapat dipakai sebagai bahan penjelidikan jang tidak langsung, jang akan memberi petundjuk pada para penjelidik untuk mentjapai kenjataan. Seorang seniman mentjari keindahan dan ia tak dapat diharuskan selalu melukiskan fakta2 jang benar, biarpun ia adalah seorang penulis roman jang naturalistis. Seorang ahli ilmu penge­ tahuan tidak boleh mengambil begitu sadja bahan2 jang tertjatat dalam karja seni tapi sebaliknja salah sekali djika tidak mempergunakan apa jang oleh seniman seperti

Ba l z a c dan Zo l a sebagai ahli2 kesusasteraan jang ber- tjorak sosiologis dengan pengetahuannja jang luas dan perasaan jang tadjam 2 telah dianugerahkan kepada umat manusia.

Achirnja perlu saja njatakan bahwa pengamatan sendiri untuk seorang ahli kriminologi sangat pentmg — penje­ lidikan laboratorium jang ’weltfremd tidak berharga. Men- tjatat kedjahatan sehari-hari jang tertulis dalam surat kabar djuga berguna Pr o s p e r De s p i n p jang tersohor, mendapat bahan-bahannja sebagian besar dari surat2 kabar.

Sajang-1 P a d a ta h u n Sajang-1905 terbit terdjem ahan dalam bah asa Belanda, tapi tidak baik.

2 T idak hanja sosiologi krim inil, djuga psychologi krim inil d ap a t m engam bil faedah dengan m em peladjari senim an dan hasil k arjanja. T entang hal ini di N ederland B. V. A. Roling, ’De crim inologische betekenis van Shakespeare’s M ac-Beth’ (1 9 4 8 ); G . T h. K em pe, ’H e t d ram a van O scar W ilde en L o rd A lfred D ouglas’, M ens en M aatschappij, jg. 23, 1948, halam an 65-90 d an 140-156 ; ’D ro o m en O nthulling, V oordrachten over de mis- d aa d in de literatu u r’ (1948) D an P. B. Schneider, ’E tude su r la crim in alite de F rangois V illon’ (1944) dan k arangan jang sangat m enarik dari Jam es H ogg, ’T he private m em oirs and confessions o f a justified sinner’ (1947).

(43)

nja sebagian surat-kabar pada waktu sekarang hanja tfer- utama mengedjar kabar sensasi sadja, dan dengan demilaan isi pemberitaannja pada umumnja mendjadi kurang ber­ harga.

Mengenai tjara penjelidikan dalam anthropologi kriminil disini tidak perlu diuraikan dengan pandjang lebar ; tjara- tjaranja sama dengan anthropologi somati biasa.

Sipendjahat selama dalam pendjara diukur badannja, kekuatan otot-ototnja diperiksa, ketadjaman matanja di- tentukan, dll. dll.

Dalam psychologi kriminil penjelidikan mengenai kepri- badiannja seseorang,.madju dengan pesat, kembali karena sekarang lebih diperhatikannja sipendjahat sebelum dan sesudahnja dihukum. Seperti dalam psychologi umum djuga psychologi kedjahatan dilakukan tidak dimedja tulis dan laboratorium sadja tapi djuga dalam masjarakat. Penjelidik­ an ilmu djiwa dengan test terhadap pendjahat terus men­ dapat kemadjuan (terutama test Rorschach, test Thematic Apperception, apa jang disebut Vier platen-test dari se­ orang Belanda D. J. v a n Le n n e p, dan beberapa test ten­ tang ketjerdasan). Tetapi ilmu djiwa jang menggunakan test hanja dapat merupakan salah satu alat penjelidikan dalam psychologi jang mendalam.

Dalam lapangan tersebut diatas kita berpokok-pangkal pada suatu penjelidikan, sebaliknja daripada statistik kri­ minil jang berpokok-pangkal pada angka2. Djika hasil pe- njelidikannja sudah banjak dan bersifat massaal, hasil2

tersebut dikerdjakan lagi setjara statistik.

Djika bahan2 jang dikumpulkan sudah tjukup dan telah tjukup diudji, maka mulailah pekerdjaan sebenamja setjara ilmu pengetahuan. Biarpun pengumpulan2 bahan tadi mempunjai sifat ilmu pengetahuan, bahan2 itu sendiri adalah buta dan bisu. Ini semua harus diolah dulu : unsur- unsum ja dipisahkan dan disendirikan, dan kemudian di- golongkan menurut sifatnja jang sama. Barulah penjelidik­ an aetiologis dapat dim ulai: sebab2 gedjala — apa jang

Gambar

TABEL  IV T ah u n Pelan^garan  kehorniaian  d'  m uka'um um L-iink*  I'ah-ii- an  irrhadapkesusilaan P enijurian/bia^a
TABEL  V III  *
TABEL  IX
TABEL  X <
+2

Referensi

Dokumen terkait

Adapun sektor yang dipengaruhi oleh investasi ini adalah sektor bangunan sebesar Rp 483,29 triliun, pada sektor pengangkutan Rp 205,91 triliun, dan di sektor industri pengolahan Rp

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksana Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan – keten Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 60,

Seminar yang dilakukan di kantor Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (P3GL) 6irebon, dilakukan dalam a6ara peringatan hari %usantara yang ke & pada tanggal

Santai kan diri anda pejamkan mata minta ijin pada Tuhan, lepaskan eterik anda perlahan-lahan cukup niatkan saja di hati mulai dari ujung mata kaki eterik anda naik

 Acute mountain sickness adalah kelainan yang sangat umum di ketinggian. Pada lebih adalah kelainan yang sangat umum di ketinggian. Pada lebih dari 3.000 meter 75% orang akan

Jumlah alel rata-rata per lokus SSR pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan de- ngan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh pe- neliti lain seperti Lu dan Bernardo

Mask dilakukan dengan mengubah beberapa bit terakhir pada citra cover yang akan disisipi menjadi netral (bernilai 0). Hal ini bertujuan agar dalam proses

Jawab: Pada ujung akar bawang banyak sel yang mengalami aktivitas dengan rentang 5 menit sebelum dan sesudah pukul 00.00 sehingga dalam pemotongan akar dari