• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil hasil Pengujian Beberapa Varietas Kedelai Di LahanRawa Pasang Surut Provinsi Jambi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hasil hasil Pengujian Beberapa Varietas Kedelai Di LahanRawa Pasang Surut Provinsi Jambi"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

ISBN: 979-587-580-9

Hasil – hasil Pengujian Beberapa Varietas Kedelai

Di LahanRawa Pasang Surut Provinsi Jambi

The Results of Tests Several Soybean Varieties

Tidal Swamp Land in Jambi Province

Jumakir*) dan Endrizal

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi Jalan Samarinda Paal Lima Kotabaru Jambi *)

Corresponding author: jumakirvilla@yahoo.co.id ABSTRACT

Soybean plantation in Jambi Province cultivated by farmers in some agro-ecosystem including tidal swamp land. This research aims to inform the results of testing several soybean varieties in tidal swamp land Jambi Province. The average productivity of soybeans in Jambi Province which is 1,3 t/ha, low productivity becaused low soil fertility and sour is also caused by the availability of quality seeds and improved varieties is limited. The test results in some soybean varieties tidal swamp land in Rantau Makmur village, Berbak, Tanjung Jabung Timur District that Grobogan varieties is 1,82 t/ha, Argomulyo 1,98 t/ha, Anjasmoro 2,45 t/ha, Sibayak 1,59 t/ha, Tenggamus 1,94 t/ha, Sinabung 1,94 t/ha, Kaba 2,03 t/ha, and Detam-1 2,37 t/ha. The test results in Marga Mulya village, Rantau Rasau, Tanjung Jabung Timur District that Grobogan varieties is 1,05 t/ha, Argomulyo 2,01 t/ha, Anjasmoro 1,94 t/ha, Sibayak 1,74 t/ha, Tanggamus 2,20 t/ha, Sinabung 2,08 t/ha, Kaba 1,69 t/ha, and Detam-1 1,58 t/ha. The test results in Harapan Makmur village, Rantau Rasau, Tanjung Jabung Timur District that Grobogan varieties is 1,75 t/ha, Argomulyo 1,94 t/ha, Anjasmoro 2,04 t/ha, Sibayak 1,92 t/ha, Tenggamus 2,09 t/ha, Sinabung 2, 22 t/ ha, Kaba 2,08 t/ha, and Detam-1 1,95 t/ha. The test results in Bandar Jaya village, Rantau Rasau, Tanjung Jabung Timur District obtained Willis varieties is 1,85 t/ ha, Kaba 1,91 t/ha, Anjasmoro 1,96 t/ha, and Tanggamus 2,04 t/ha. The results of test that Anjasmoro varieties have a stable yield potential and has an average yield higher than other varieties.

Key words: Soybean, results and tidal swamp land ABSTRAK

Pertanaman kedelai di Provinsi Jambi diusahakan oleh petani di beberapa agroekosistem diantaranya lahan rawa pasang surut. Penulisan ini bertujuan untuk menginformasikan hasil-hasil pengujian beberapa varietas kedelai di lahan rawa pasang surut Provinsi Jambi. Produktivitas rata-rata kedelai di Provinsi Jambi yaitu 1,3 t/ha, rendahnya produktivitas, selain faktor kesuburan lahan rendah dan masam juga disebabkan ketersediaan benih bermutu dan varietas unggul terbatas. Hasil pengujian beberapa varietas kedelai di lahan rawa pasang surut di Desa Rantau Makmur Kec. Berbak Kab Tanjung Jabung Timur diperoleh hasil kedelai Varietas Grobogan 1,82 t/ha, Argomulyo 1,98 t/ha, Anjasmoro 2,45 t/ha, Sibayak 1,59 t/ha, Tanggamus 1,94 t/ha, Sinabung 1,94 t/ha, Kaba 2,03 t/ha, dan Detam1 2,37 t/ha. Hasil pengujian di Desa Marga Mulya Kec Rantau Rasau Kab. Tanjung Jabung Timur diperoleh hasil kedelai varietas Grobogan 1,05 t/ha, Argomulyo 2,01 t/ha, Anjasmoro 1,94 t/ha, Sibayak 1,74 t/ha, Tanggamus 2,20 t/ha, Sinabung 2,08 t/ha, Kaba 1,69 t/ha, dan Detam1 1,58 t/ha. Hasil pengujian di Desa Harapan Makmur Kec. Rantau

(2)

Rasau Kab. Tanjung Jabung Timur diperoleh hasil Varietas Grobogan 1,75 t/ha, Argomulyo 1,94 t/ha, Anjasmoro 2,04 t/ha, Sibayak 1,92 t/ha, Tenggamus 2,09 t/ha, Sinabung 2,22 t/ha, Kaba 2,08 t/ha, dan Detam1 1,95 t/ha. Hasil pengujian di Desa Bandar Jaya Kec Rantau Rasau Kab. Tanjung Jabung Timur diperoleh hasil kedelai Varietas Willis 1,85 t/ha, Kaba 1,91 t/ha, Anjasmoro 1,96 t/ha, dan Tanggamus 2,04 t/ha. Hasil pengujiaan beberapa varietas kedelai di beberapa lokasi menunjukkan bahwa varietas Anjasmoro memiliki potensi hasil yang stabil dan memiliki hasil rata-rata lebih tinggi dibanding varietas lainnya.

Kata kunci: Kedelai, hasil dan lahan rawa pasang surut PENDAHULUAN

Kedelai (Glycine max L.) merupakan sumber bahan makanan yang mengandung protein tinggi, rendah kolesterol dan harga terjangkau (Departemen Pertanian, 2007). Perhatian pemerintah terhadap kedelai semakin meningkat dengan terus meningkatnya konsumsi kedelai nasional dari tahun ke tahun sebagai bahan pangan, bahan baku industri maupun sebagai pakan ternak. Berdasarkan proyeksi pertumbuhan penduduk dan rata-rata konsumsi per kapita per tahun, kebutuhan kedelai pada tahun 2010 mencapai 2,088 juta ton dan tahun 2014 menjadi 2,302 juta ton (Harsono et al. 2012). Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya meningkatkan produksi kedelai di dalam negeri dan bertekad akan meningkatkan produksi kedelai nasional untuk menuju swasembada kedelai pada tahun 2015 (Balitkabi, 2006).

Provinsi Jambi dengan luas wilayah 5,1 juta hektar terdiri dari lahan kering seluas 2,65 juta ha dan lahan pertanian tanaman pangan seluas 352.410 ha. Berdasarkan identifikasi dan karakterisasi AEZ terdapat kurang lebih 1.380.700 ha lahan kering untuk lahan pertanian yang sesuai untuk pengembangan tanaman padi gogo, jagung dan palawija, sedangkan lahan yang sesuai untuk tanaman padi sawah 246.482 ha. Tanaman padi dan palawija merupakan komoditas penting di Provinsi Jambi sehingga menjadi prioritas dalam menunjang program pertanian (Busyra et al., 2000). Sedangkan lahan rawa luasnya diperkirakan mencapai 684.000 ha, dari areal total tersebut yang cocok untuk usaha pertanian kurang lebih 246.481 ha terdiri dari lahan pasang surut 206.832 ha dan lahan non pasang surut 40.521 ha (Bappeda, 2000).

Pertanaman kedelai di Provinsi Jambi diusahakan dibeberapa agroekosistem diantaranya lahan rawa pasang surut. Produktivitas kedelai di tingkat petani masih rendah, di daerah sentra produksi kedelai Provinsi Jambi baru mencapai 1,3 ton/ha (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2013). Rendahnya produktivitas kedelai di lahan pasang surut di Jambi, selain disebabkan oleh faktor kesuburan lahan rendah dan masam juga disebabkan oleh ketersediaan benih bermutu dan varietas unggul terbatas (Jumakir dan Endrizal, 2003; Taufiq et al., 2007).

Peluang peningkatan produksi kedelai masih cukup besar, dengan penggunanan varietas unggul baru yang adaptif dan teknologi yang tepat diantaranya pemupukan, ameliorasi, dan penggunaan pupuk kandang hasil kedelai di lahan rawa pasang surut dapat mencapai lebih dari 2,0 ton/ha (Balitkabi, 2007). Selanjutnya hasil penelitian Jumakir dan Taufiq (2010), bahwa dengan menggunakan varietas Anjasmoro pada lahan rawa pasang surut diperoleh produksi sebesar 2,11 /ha (teknologi PTT mampu meningkatkan produksi 1,31 t/ha atau sekitar 0,8 menjadi 2,11 t/ha).

Pengembangan varietas kedelai berdaya hasil tinggi pada cakupan lingkungan yang luas merupakan faktor kunci dalam peningkatan produksi (Krisnawati dan Adie, 2012). Peningkatan produksi dan produktivitas kedelai sangat penting dalam rangka meningkatkan pendapatan petani dan mendorong pertumbuhan ekonomi dipedesaan.

(3)

ISBN: 979-587-580-9

Upaya tersebut memerlukan sentuhan inovasi teknologi yang sesuai dengan kondisi setempat yaitu secara teknis dapat diterapkan, secara sosial budaya dapat diterima dan secara ekonomis menguntungkan. Penulisan ini bertujuan untuk menginformasikan hasil-hasil pengujian beberapa varietas kedelai di lahan rawa pasang surut Provinsi Jambi.

KARAKTERISTIK LAHAN RAWA PASANG SURUT

Lahan rawa umumnya dinilai sebagai ekosistem yang marjinal dan rapuh, namun lahan tersebut memiliki potensi untuk dimanfaatkan bagi pengembangan komoditas tanaman pangan, perkebunan dan perikanan. Menurut Widjaya Adhi et al. (1992) bahwa lahan rawa dibedakan berdasarkan sampainya pengaruh air pasang surut di musim hujan dan pengaruh air laut di musim kemarau, terbagi atas tiga zone yaitu : 1) pasang surut payau/salin (zone I), 2) pasang surut air tawar (zone II) dan non pasang surut/lebak (zone III). Selanjutnya Djafar (1992) mengatakan bahwa lahan pasang surut adalah daerah rawa yang dalam proses pembentukannya dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut, terletak dibagian muara sungai atau sepanjang pantai. Lahan lebak adalah daerah rawa yang dalam proses pembentukannya tidak dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut, namun dipengaruhi oleh banjir air sungai atau genangan air hujan yang terlambat keluar terletak dibagian tengah dan hulu sungai.

Lahan pasang surut berdasarkan agroekosistem dapat dibedakan ke dalam 4 tipologi utama yaitu lahan potensial, lahan sulfat masam, lahan gambut dan lahan salin. 1) Lahan potensial adalah lahan yang lapisan atasnya 0-50 cm, mempunyai kadar pirit rendah 2 persen dan belum mengalami proses oksidasi. 2) Lahan sulfat masam adalah lahan yang mempunyai lapisan pirit atau sulfidik pada kedalaman < 50 cm dan semua tanah yang memiliki lapisan sulfirik, walaupun kedalaman lapisan piritnya > 50 cm. Lapisan pirit atau lapisan sulfidik adalah lapisan tanah yang kadar piritnya > 2 persen. Horison sulfirik adalah lapisan yang menunjukkan adanya jerosite (brown layer) atau proses oksidasi pirit

pH (H2O) < 3,5. Lahan sulfat masam dibedakan dalam (i) lahan sulfat masam aktual dan

(ii) lahan sulfat masam potensial yang tidak atau belum mengalami proses oksidasi pirit. 3) Lahan gambut adalah lahan rawa yang mempunyai lapisan gambut dan digolongkan berdasarkan ketebalan gambut yaitu gambut dangkal (ketebalan 50-100 cm), gambut sedang (ketebalan 100-200 cm), gambut dalam (200-300 cm) dan gambut sangat dalam (> 300 cm). Muktamar dan Adiprasetyo (1993) mengatakan bahwa lahan gambut mempuntai prospek yang besar untuk budidaya tanaman. Untuk budidaya kelapa dan kelapa sawit dapat dilakukan pada gambut sedang dan dalam. 4) Lahan salin adalah lahan yang mendapat pengaruh air asin, apabila mendapat pengaruh air laut/asin lebih dari 4 bulan dalam setahun dan kandungan Na dalam larutan tanah 8 persen sampai 15 persen.

Lahan pasang surut berdasarkan hidrotopografi dibedakan menjadi empat tipe yang membutuhkan manajemen yang berbeda. Tipe A merupakan daerah rawa yang selalu terluapai air pasang besar maupun pasang kecil. Tipe B adalah lahan yang hanya terluapi oleh pasang besar. Tipe C merupakan lahan yang tidak terluapi air pasang, baik pasang besar maupun pasang kecil tetapi kedalaman air tanah kurang dari 50 cm dari permukaan tanah. Tipe D adalah lahan tidak terluapi air pasang baik pasang besar maupun pasang kecil tetapi kedalaman air tanah lebih dari 50 cm dari permukaan tanah.

KARAKTERISTIK WILAYAH

Lahan pasang surut di Propinsi Jambi sebagian besar terdapat di Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur sedangkan areal pasang surut yang merupakan sentra produksi tanaman pangan diantaranya kedelai termasuk dalam Kabupaten Tanjung

(4)

Jabung Timur. Luas wilayah admistratif Kabupaten Tanjung Jabung Timur 5.445 km2 meliputi enam wilayah Kecamatan yaitu Muara Sabak, Mendahara, Dendang, Rantau Rasau, Nipah Panjang dan Sadu. Batas wilayah sebelah utara dengan Laut Cina Selatan, sebelah selatan dengan Kabupaten Muaro Jambi dan Provinsi Sumatera Selatan, sebelah barat dengan Kabupaten Tanjabbar dan Kabupaten Muaro Jambi, sebelah timur dengan laut Cina Selatan. Luas areal potensial untuk pengembangan komoditas pertanian diperkirakan 200.000 ha dari luas tersebut potensi untuk tanaman pangan 90.000 ha. Kabupaten Tanjung Jabung Timur merupakan Kabupaten yang memberikan kontribusi terbesar beras dan kedelai di Propinsi Jambi. Wilayah Rantau Rasau secara geografis

terletak antara 01 o 06’20”-01o13’33” dan 104o01’22”-104o09’06” BT. Iklimnya type B

berdasarkan klasifikasi iklim Schmit dan Ferguson dengan bulan basah antara 8-10 bulan dan bulan kering 2-4 bulan. Secara administratif letak wilayah Kecamatan Rantau Rasau berbatasan dengan : sebelah utara dengan Taman Nasional Berbak, sebelah Timur dengan Kecamatan Dendang, sebelah Selatan dengan Kecamatan Muara Sabak dan sebelah barat dengan Kecamatan Nipah Panjang. Areal pasang surut yang sesuai untuk pengembangan tanaman padi adalah wilayah yang memiliki tipe genangan air A,B, dan C dengan sistem surjan dan hamparan.

Lahan rawa Provinsi Jambi seluas 684.000 ha, berpotensi untuk pengembangan pertanian 246.481 ha terdiri dari lahan lahan rawa pasang surut dan lahan lebak. Potensi pengembangan dan peningkatan produksi tanaman pangan cukup besar dan bisa dilakukan melalui peningkatan intensitas tanam dan perbaikan pengelolaan atau pemanfaatan areal yang belum tergarap melalui penerapan inovasi teknologi dengan pendekatan pengelolaan tanaman terpadu.

Lokasi pengkajian merupakan areal pasang surut termasuk dalam wilayah Rantau Rasau dan Berbak yang terdapat di Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Luas wilayah Kecamatan Rantau Rasau 18.199 ha, dari luasan tersebut yang berpotensi untuk tanaman pangan seluas 14.867 ha. Luas desa Bandar Jaya 1.502 ha, memiliki topografi datar dengan ketinggian dari permukaan laut 2,5 m. Areal yang sesuai untuk pengembangan tanaman kedelai yang memiliki genangan air tipe B, C dan D. Sebagian besar wilayah ini kondisi lahannya kurang subur.

Kondisi lahan termasuk tipologi sulfat masam potensial, pada lapisan atas (sekitar 50 cm) berwarna abu-abu dan bertekstur liat sedangkan pada lapisan di bawah 50 cm berwarna lebih cerah dan sudah keluar air. Kemungkinan tanah di lokasi pengujian terbentuk dari hasil pengendapan sungai dan pada kedalaman >50 cm terdapat lapisan pirit. Pada kedalaman 0-20 cm tanah termasuk gembur, namun pada kedalaman >20 cm lapisan tanah keras. Pola tanam yang umum di lahan sawah adalah padi-palawija. Palawija yang diusahakan adalah kedelai, jagung, kacang tanah, dan kacang hijau. Di antara palawija tersebut, kedelai yang paling banyak ditanam, diikuti jagung, kacang hijau, dan kacang tanah.

Di Kecamatan Rantau Rasau dan Berbak sepanjang tahun terus terjadi hujan meskipun dengan intensitas dan sebaran yang beragam antar bulan. Jika bulan basah adalah bulan dengan curah hujan >200 mm, maka setidaknya terdapat 5-6 bulan basah dan 6 bulan kering atau menurut Oldeman (1975) masuk klasifikasi agroklimat C3. Pada zone agroklimat C3, pola tanam yang sesuai adalah padi – kedelai. Curah hujan 200 mm/bulan adalah batas curah hujan terendah untuk padi sawah, dan curah hujan 100 mm/bulan adalah batas terendah untuk palawija. Ditinjau dari pola curah hujan tersebut, maka pilihan petani untuk menerapkan pola tanam padi–kedelai di Kec. Rantau Rasau adalah pilihan yang sudah sesuai dengan zona agro-klimat.

Berdasarkan hasil analisis contoh tanah yang diambil pada kedalaman 0-20 cm bahwa pH tanah rata-rata 4,8 (tergolong masam), kandungan bahan organik rendah hingga

(5)

ISBN: 979-587-580-9

sedang yang ditunjukkan oleh kandungan C-organik 1,67-5,14%. Kandungan Kalium (K) sangat rendah (0,06-0,15 me/100 g), fosfor (P) sangat rendah hingga sedang (4,3-41,4 ppm P2O5), Kalsium (Ca) rendah (1,2-3,7 me/100 g), Magnesium (Mg) rendah hingga sedang (0,4-2,3 me/100 g). Kandungan Al-dd berkisar antara 1,4-5,0 me/100 g, namun H-dd sangat rendah.

Ditinjau dari segi aksesibilitas wilayah, lokasi kegiatan cukup baik dengan tersedianya dukungan sarana dan prasarana transportasi yang memadai, jarak lokasi dengan ibukota kecamatan 10 km, ibukota kabupaten 100 km dan ibukota provinsi 200 km. Transportasi dalam wilayah kecamatan dapat dilakukan dengan kendaraan roda dua dan kendaraan roda empat. Untuk menjangkau ibukota kabupaten transportasi dapat dilakukan dengan kendaraan roda dua dan roda empat. Untuk menjangkau ibukota provinsi, sekarang telah dibuat jembatan sehingga dapat diakses melalui jalan darat baik dengan roda dua maupun roda empat. Desa Bandar Jaya sebagian besar penduduknya berasal dari Jawa, Bugis dan Medan dengan mata pencaharian utama penduduk adalah berusahatani tanaman pangan, ternak dan perkebunan. Tanaman pangan yang diusahakan adalah padi, kedelai, jagung dan sayuran sedangkan tanaman perkebunan adalah kelapa, kelapa sawit dan karet.

Petani peserta dalam pengkajian ini cukup beragam dari segi umur, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan serta pengalaman dalam berusahatani. Umur petani berkisar antara 35-55 tahun dan masih berada dalam kelompok produktif. Anggota keluarga petani terdiri dari ayah, ibu dan anak merupakan aset tenaga kerja dalam kegiatan usahatani.

HASIL

Hasil uji adaptasi beberapa varietas kedelai di lahan pasang surut Jambi memberikan hasil yang cukup baik yaitu produksi tertinggi Varietas Tenggamus 1,75 t/ha sedangkan hasil kedelai terendah 1,38 t/ha (Varietas Lawit dan Sibayak) (Tabel 1).

Tabel 1. Pengujian beberapa varietas kedelai di lahan pasang surut Desa Bandar Jaya- Rantau Rasau Provinsi Jambi

Varietas Vigor Tinggi

tanaman (cm) Jumlah polong isi (%) Jumlah polong hampa (%) Berat 100 biji (gr) Hasil (t/ha) Lawit 1 65,71 93,92 6,08 9,87 1,38 Menyapa 1 73,40 93,92 6,08 8,80 1,55 Tenggamus 1 58,40 95,47 4,53 9,23 1,75 Sibayak 2 55,13 95,83 4,17 8,97 1,38

Sumber : Bobihoe et al. (2004)

Sedangkan dari hasil pemuliaan partisipatif tanaman kedelai dilahan pasang surut Jambi (Tabel 2), menunjukkan beberapa varietas kedelai pertumbuhan dan hasilnya cukup tinggi yaitu varietas Tenggamus 2,04 t/ha dan diikuti oleh varietas Anjasmoro 1,96 t/ha, Kaba 1,91 t/ha dan Wilis 1,85 t/ha.

Tabel 2. Pertumbuhan dan hasil kedelai dilahan pasang surut Jambi

Varietas Tinggi tanaman(cm) Jumlah cabang Jumlah polong isi Berat 100 biji (gr) Hasil (t/ha) Wilis 76,53 2,53 51,93 11,2 1,85 Kaba 75,13 2,73 45,60 11,3 1,91

(6)

Anjasmoro 70,67 2,33 49,73 15,6 1,96

Tenggamus 77,47 2,90 75,07 9,9 2,04

Sumber: Yardha et al. 2008

Keragaan beberapa varietas kedelai di Desa Rantau Makmur menujukkan pertumbuhan dan hasil yang beragam sesuai karakter masing-masing varietas yang ditanam. Dari beberapa varietas kedelai yang diuji terlihat varietas Anjasmoro, Kaba dan Detam-1 diperoleh hasil > 2,0 t/ha, sedangkan hasi yang terendah 1,59 t/ha yaitu varietas Sibayak (Tabel 3). Beberapa varietas yang mempunyai potensi hasil cukup tinggi adalah Argomulyo, Tenggamus, dan Sinabung.

Tabel 3. Keragaan beberapa varietas kedelai di lahan rawa pasang surut desa Rantau Makmur-Berbak Provinsi Jambi

Varietas Tinggi tanaman (cm) Jumlah polong isi/tanaman Bobot 100 biji (gr)

Hasil biji k.a 12% (t/ha) Grobogan 47,0 39 21,1 1,82 Argomulyo 49,2 27 14,0 1,98 Anjasmoro 68,7 64 14,7 2,45 Sibayak 99,3 70 8,7 1,59 Tenggamus 73,3 88 7,9 1,94 Sinabung 71,8 54 10,6 1,94 Kaba 62,1 38 9,9 2,03 Detam-1 62,0 44 12,2 2,37 Sumber : Balitkabi (2010)

Keragaan beberapa varietas kedelai yang diuji di Desa Marga Mulya menunjukkan pertumbuhan dan hasil yang beragam. Beberapa varietas kedelai yang memiliki hasil > 2,0 t/ha adalah Argomulyo, Tenggamus dan Sinabung sedangkan varietas kedelai hasilnya rendah 1,05 t/ha (Grobogan) (Tabel 4).

Tabel 4 . Keragaan beberapa varietas kedelai di lahan rawa pasang surut desa Marga Mulya-Rantau Rasau Provinsi Jambi

Varietas Tinggi tanaman (cm) Jumlah polong isi/tanaman Bobot 100 biji (gr)

Hasil biji k.a 12% (t/ha) Grobogan 37,9 45 21,0 1,05 Argomulyo 42,0 37 14,8 2,01 Anjasmoro 53,5 53 15,0 1,94 Sibayak 71,6 61 10,0 1,74 Tenggamus 57,5 67 9,5 2,20 Sinabung 52,4 61 11,1 2,08 Kaba 47,8 48 11,0 1,69 Detam-1 45,4 47 12,9 1,58 Sumber : Balitkabi (2010)

Keragaan beberapa varietas di Desa Harapan Makmur menunjukkan beragamnya pertumbuhan dan hasil kedelai dari masing-masing varietas yang diuji. Tinggi tanaman tertinggi 81,5 cm (Sibayak), jumlah polong isi/tanaman 51 (Tenggamus), bobot 100 biji

(7)

ISBN: 979-587-580-9

tertinggi 19,5 gr (Grobogan). Hasil kedelai > 2,0 t/ha dieroleh dari varietas Anjasmoro, Tenggamus, Sinabung dan Kaba (Tabel 5).

Tabel 5 . Keragaan beberapa varietas kedelai di lahan rawa pasang surut desa Harapan Makmur-Rantau Rasau Provinsi Jambi

Varietas Tinggi tanaman (cm) Jumlah polong isi/tanaman Bobot 100 biji (gr)

Hasil biji k.a 12% (t/ha) Grobogan 43,6 26 19,5 1,75 Argomulyo 48,7 25 15,3 1,94 Anjasmoro 58,4 37 14,6 2,04 Sibayak 81,5 48 10,1 1,92 Tenggamus 59,0 51 9,7 2,09 Sinabung 59,2 43 11,5 2,22 Kaba 57,9 38 11,2 2,08 Detam-1 52,7 39 13,3 1,95 Sumber : Balitkabi (2010)

Dari pengujian beberapa varietas kedelai bahwa lokasi dan varietas serta interaksinya berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasi kedelai (Tabel 1,2,3,4 dan 5). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat ragam antar vareitas dan lokasi serta hasil dari masing-masing varietas yang diuji. Varietas kedelai memilki respon yang berbeda terhadap lingkungan/lokasi pengujian, berarti varietas kedelai yang mempunyai potensi hasil tinggi pada suatu lokasi belum tentu tetap tinggi hasilnya pada lahan/lokasi pengujian yang lain. Interaksi yang nyata pada lokasi menunjukkan kuatnya pengaruh lingkungan terhadap penampilan varietas kedelai (Krisnawati dan Adie, 2012). Beberapa penelitian lainnya menunjukkan bahwa interaksi antara galur/varietas dengan lokasi memberikan arti penting terhadap penentuan rata-rata hasil biji (Comstock dan Moll, 1963, Subhan dan Edwards, 2001).

Suatu genotipe disebut stabil apabila memiliki ragam perubahan fenotifik yang relatif sama dan konsisten hasilnya tinggi pada berbagai lingkugan yang berbeda (Allard RW and AD Bradshaw, 1964). Hasil kedelai dipengaruhi oleh genotipe/varietas, lingkungan/lokasi dan interaksi genotipe dan lingkungan. Hasil biji merupakan karakter kompleks yang terkait dengan beberapa komponen hasil dan dipengaruhi oleh fluktuasi lingkungn. Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menyediakan varietas yang berdaya hasil relatif sama pada lingkungan yang berbeda (Adie et al., 2004). Ketersediaan varietas kedelai yang berdaya hasil tinggi dan stabil diberbagai lokasi dinilai penting untuk dapat dikembangkan diberbagai sentra produksi kedelai. Selanjutnya Krisnawati dan Adie (2007) mengatakan bahwa dibeberapa daerah sentra produksi kedelai, varietas umur genjah dan memiliki ukuran biji besar menjadi pilihan petani. Varietas kedelai berumur genjah dengan potensi hasil 2,0 t/ha penting untuk digunakan pada daerah-daerah berpengairan terbatas.

KESIMPULAN

Dari hasil pengujiaan beberapa varietas kedelai di beberapa lokasi lahan rawa pasang surut, varietas Anjasmoro memiliki potensi hasil yang stabil dan memiliki hasil rata-rata lebih tinggi dibanding varietas lainnya. Tiga varietas kedelai yang memiliki hasil > 2,0 t/ha yaitu Anjasmoro, Tenggamus dan Sinabung. Potensi hasil kedelai yang mendekati 2,0 t/ha adalah Argomulyo, Detam-1 dan Kaba.

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Adie MM, GWA Susanto dan Suyamto. 2004. Stabilitas hasil beberapa galur harapan kedelai di lahan sawah. Penelitian Pertanian 23 (1):44-48

Allard RW and AD Bradshaw. 1964. Implications of genotype enviromental interaction in applied plant breeding. Crop Sci. (4). 503-508

Balitkabi. 2006. Hasil utama penelitian kacang-kacangan dan umbi-umbian tahun 2006. Badan Litbang Pertanian. Puslitbangtan. Balitkabi. Malang

Balitkabi. 2007. Panduan umum pengelolaan tanaman terpadu kedelai. Badan litbang. Puslitbangtan. Balitkabi. Malang

Balitkabi. 2010. Laporan verifikasiefektifitas teknologi produksi kedelai melalui pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) di lahan pasang surut Provinsi Jambi. Balitkabi. Malang

Bappeda. 2000. Potensi, prospek dan pengembangan usahatani lahan pasang surut. Dalam Seminar Penelitian dan Pengembangan Pertanian Lahan Pasang Surut Kuala Tungkal , 27-28 Maret 2000. ISDP-Jambi

Bobihoe J, Jumakir dan S Handoko. 2004. Penampilan galur harapan kedelai di lahan Pasang surut Provinsi Jambi. Seminar Nasional Pengelolaan Lahan dan Tanaman Terpadu (PLTT) dan Hasil-hasil Penelitian/Pengkajian Teknologi Pertanian Spesefik Lokasi. BPTP Jambi, Balittra, Badan Litbang Pertanian, Deptan.

Busyra BS, N Izhar, Mugiyanto, Lindawati dan Suharyon 2000. Karakterisasi zona agro ekologi (AEZ). Pedoman Pengembangan Pertanian di Provinsi Jambi. Instansi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.

Comstock RE and RH Moll. 1963. Genotype x environment interactions. Symposium on statistical genetics and plant breeding. Natl.Acad.Sci.Natl.Res.Council, Washington DC.p.164-196

Departemen Pertanian. 2007. Percepatan bangkit kedelai. Deptan. Direktorat Jenderal Tanaman pangan. Jakarta

Dinas Pertanian Tanaman Pangan. 2013. Data Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jambi.

Djafar ZR. 1992. Potensi lahan rawa lebak untuk pencapaian dan pelestarian swasembada pangan. Makalah Seminar Nasional Teknologi Pemanfaatan Lahan Rawa untuk Pencapaian dan Pelestarian Swasembada Pangan. UNSRI Palembang

Harsono A, MJ Mejaya dan Subandi. 2012. Potensi Jawa Timur dalam mendukung pencapaian swasembada kedelai. Prosiding Seminar Nasional Tanaman Inovasi Teknologi Berbasis Ketahanan Pangan Berkelanjutan. Buku 3. Puslibangtan. Badan Litbang Pertanian. Bogor

Ismail IG, T Alihamsyah, IPG Widjaja Adhi, Suwarno, T Herawati, R Taher dan DE Sianturi. 1993. Sewindu penelitian pertanian di lahan rawa (1985-1993) Kontribusi dan prospek pengembangan. Swamps II. Badan Litbang Pertanian. Jakarta

Jumakir dan Endrizal. 2003. Potensi produksi kedelai di lahan pasang surut wilayah Rantau Rasau Provinsi Jambi. Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian dan Pengkajian Teknologi Spesifik Lokasi. Jambi, 18-19 Desember 2003. BPTP dan Badan Litbang Daerah Provinsi Jambi

Jumakir dan Abdullah Taufiq. 2010. Kajian teknologi budidaya dan kelayakan ekonomi usahatani kedelai dengan pendekatan pengelolaan tanaman terpadu di lahan pasang surut. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Volume 13 Nomor 1, Maret 2010. BBP2TP Badan Litbang Kementan. Bogor

(9)

ISBN: 979-587-580-9

Krisnawati A dan MM Adie. 2012. Stabilitas hasil galur haraan kedelai dilintas lokasi Prosiding Seminar Nasional Tanaman Pangan Inovasi Teknologi Berbasis Ketahanan Pangan Berkelanjutan. Buku 3. Puslibangtan. Badan Litbang Pertanian. Bogor

Muktamar Z dan T Adiprasetyo. 1993. Studi potensi lahan gambut di Provinsi Bengkulu untuk tanaman semusim. Prosiding Seminar Nasional Gambut II. Bengkulu.

Oldeman LR. 1975. An agro-climate map of java. Cont.cent.Rest.Inst. No 17. Bogor Subhan F and LH Edwards. 2001. Genotype x environment interaction in soybeans grown

in Oklahoma (USA) and in NWFP (Pakistan). Online J.of Biol.Sci.1(8):785-787. Taufiq A, Andi W, Marwoto, T Adisarwanto dan Cipto Prahoro. 2007. Verifikasi

efektifitas teknologi produksi kedelai melalui pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) di lahan pasang surut Provinsi Jambi. Balitkabi. Malang

Yardha, Jumakir dan M Adhie. 2008. Pemuliaan partisipatif tanaman kedelai. Laporan Akhir. BPTP Jambi.

Widjaya Adhi IPG, K Nugroho, D Ardi dan AS Karama. 1992. Sumber daya lahan rawa : Potensi, keterbatasan dan pemanfaatan. Prosiding: Pengembangan Terpadu Pertanian Lahan Rawa Pasang Surut dan Lebak. Bogor

Gambar

Tabel  2.  Pertumbuhan dan hasil kedelai dilahan pasang surut Jambi   Varietas  Tinggi  tanaman(cm)  Jumlah  cabang  Jumlah   polong isi  Berat 100  biji (gr)  Hasil  (t/ha)  Wilis  76,53  2,53  51,93  11,2  1,85  Kaba  75,13  2,73  45,60  11,3  1,91
Tabel  4 . Keragaan beberapa varietas kedelai di lahan rawa pasang surut desa Marga   Mulya-Rantau Rasau Provinsi Jambi
Tabel  5 . Keragaan beberapa varietas kedelai di lahan rawa pasang surut desa Harapan   Makmur-Rantau Rasau Provinsi Jambi

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan kedua teori tersebut yaitu Teori Interaksi Simbolik dan Teori Pengurangan Ketidakpastian, maka diperoleh hasil bahwa tindakan yang diambil atau

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian dan pengembangan (Recearch and development) yaitu mengembangkan produk yang dihasilkan dari penelitian ini adalah tes

Pada skenario kedua, sebelum melakukan simulasi perubahan garis pantai, model di kalibrasi dengan menggunakan bantuan tool DSAS (Digital Shoreline Analisis

3 Denah pembangunan Perumahan Puri Kintamani tahap 1 13 4 Hasil permodelan jaringan drainase perumahan Puri Kintamani 16 5 Limpasan pada tiap subcatchment di cluster Tampak

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi logistik (logistic regression), yaitu dengan melihat pengaruh pergantian manajemen, opini audit,

Guru diharapkan memetuhi peraturan serta melaksanakan tugas-tugasnya, baik suka rela maupun karena terpaksa hal itu sudah menjadi tanggung jawab guru

NPSH atau Net pressure suction head adalah head yang tersedia di mata impeller yang nilainya harus lebih besar dari NPSH minimum yang dibutuhkan oleh pompa pada suatu laju

analisis ini berguna untuk melakukan pengujian terhadap dua sampel yang berhubungan atau berpasangan dengan desain &#34; pre post &#34;, dimana dilakukan dua