6 2.1. Kajian Teori
Kajian teori membahas tentang kajian teoretis yang relevan dengan
penelitian ini. Landasan teoretis berupa kajian yang memuat hasil penelitian yang
relevan, teori yang digunakan ahli, dan teori yang disusun sendiri. Pada kajian
teori ini membahas tentang hasil belajar, metode discovery, hakikat IPA.
Pembahasan lebih jelasnya mengenai bab kajian teori akan diuraikan dalam
penjelasan di bawah ini.
2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam
IPA merupakan pengetahuan tentang benda dan makhluk hidup tetapi juga
memelurkan cara berfikir dan cara memecahkan masalah. Pada pokok bahasan
IPA ini membahas tentang hakikat IPA, tujuan pembelajaran IPA, dan
pembelajaran IPA SD. Pembahasan lebih lanjut akan dijelaskan dibawah ini.
2.1.1.1Hakikat IPA
Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah,
dan sikap ilmiah. Selain itu, IPA dipandang pula sebagai proses, sebagai produk,
dan sebagai prosedur (Marsetio Donosepoetro. 1990). Sebagai proses diartikan
semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam
maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk diartikan sebagai
hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah atau di luar
sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran atau dissiminasi pengetahuan.
Sebagai prosedur dimaksudkan adalah metodologi atau cara yang dipakai untuk
mengetahui sesuatu (riset pada umumnya) yang lazim disebut metode ilmiah
(scientific method) (Trianto: 2012).
pengetahuan tentang benda atau makhluk hidup, tetapi memerlukan kerja , cara berfikir, dan cara memecahkan masalah”.
Hakikat pembelajaran IPA di sekolah dasar didefinisikan sebagai ilmu
yang mempelajari tentang alam yang dibagi menjadi tiga bagian yaitu ilmu
pengetahuan alam sebagai produk, ilmu pengetahuan alam sebagai proses, dan
sikap. Dari ketiga komponen IPA ini, Sutrisno (dalam susanto, 2013:167)
menambahkan bahwa IPA juga sebagai prosedur dan IPA juga sebagai teknologi.
Akan tetapi, penambahan ini bersifat pengembangan dari ketiga komponen di
atas, yaitu pengembangan prosedur dari proses, sedangkan teknologi dari aplikasi
konsep dan prinsip-prinsip IPA sebagai produk. Sikap dalam pembelajaran IPA
yang dimaksud ialah sikap ilmiah. Jadi, dengan pembelajaran IPA di sekolah
dasar diharapkan dapat menumbuhkan sikap ilmiah seperti seorang ilmuan.
Adapun jenis-jenis sikap yang dimaksud, yaitu: sikap ingin tahu, percaya diri,
jujur, tidak tergesa-gesa, dan objektif terhadap fakta.
Dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA merupakan bagian dari IPA,
dimana konsep-konsepnya diperoleh melalui suatu proses dengan menggunakan
metode ilmiah dan diawali dengan sikap ilmiah kemudian diperoleh hasil
(produk). Proses belajar mengajar IPA meliputi kegiatan yang dilakukan guru
mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program tindak
lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu
yaitu pengajaran IPA.
2.1.1.2Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar.
Pembelajaran sains di SD dikenal dengan pembelajaran ilmu pengetahuan
alam (IPA). Konsep IPA di SD merupakan konsep yang masih terpadu, karena
belum dipisahkan secara tersendiri. Seperti mata pelajaran, kimia, fisika, dan
biologi.
Tujuan pembelajaran IPA di sekolah dasar berdasarkan Badan Nasional
Standar Pendidikan (BSNP, 2006) yaitu:
a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan
masyarakat.
d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah, dan membuat keputusan.
e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga,
dan melestarikan lingkungan alam.
f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya
sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke SMP.
2.1.1.3Pembelajaran IPA Sekolah Dasar
Menurut De Vito, et al (dalam samatoa, 2010:104) pembelajaran IPA yang
baik harus mengaitkan IPA dengan kehidupan sehari-hari. Siswa diberi
kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, membangkitkan ide-ide siswa,
membangun rasa ingin tahu, membangun keterampilan.
Pembelajaran IPA di SD masih banyak masalah yang dihadapi. Masalahnya
yaitu lemahnya pelaksanaan proses pembelajaran yang diterapkan para guru di
sekolah. Proses pembelajaran selama ini kurang mengembangkan kemampuan
peserta didik. Pelaksanaan pembelajaran hanya diarahkan pada kemampuan siswa
untuk menghafal, otak siswa hanya dipaksa untuk mengingat informasi tanpa
dituntut untuk memahami informasi yang diperoleh untuk menghubungkannnya
dalam kehidupan sehari-hari. Kondisi pembelajaran IPA yang demikian,
memperlihatkan bahwa proses pembelajaran sains di sekolah dasar masih
menggunakan metode secara konvensional.
Menurut samatoa (2010:104) pembelajaran melalui Discovery Learning
(penemuan) dapat meningkatkan motivasi belajar IPA siswa. Pembelajaran secara
terlibat aktif, sehingga lebih banyak kesempatan siswa untuk mengembangkan
diri, sikap ilmiah, percaya diri, dan sifat mandiri siswa.
2.1.2 Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan sesuatu yang diperoleh setelah kegiatan proses
pembelajaran berlangsung. Hasil belajar bisa berupa dari segi kognitif,afektif
maupun psikomotorik. Hasil belajar ini membahas tentang pengertian belajar dan
pengertian hasil belajar.untuk lebih jelaskan akan diuraikan dibawah ini.
2.1.2.1Pengertian belajar
Menurut suprihatiningrum (2013:15) belajar merupakan suatu proses
usaha yang dilakukan individu secara sadar untuk memperoleh perubahan tingkah
laku tertentu, baik yang dapat diamati secara langsung maupun yang tidak dapat
diaamati secara langsung sebagai pengalaman(latihan) dalam ibteraksinya dengan
lingkungan. Dapat dikatakan juga bahwa belajar sebagai suatu aktivitas mental
atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan dan
menghasilkan perubahan dalam pengetahuan dan pemahaman, keterampilan, serta
nilai-nilai, dan sikap belajar.
Menurut dimyanti,mudjiono (2013:18) belajar merupakan proses internal
yang kompleks yang terlihat dalam proses internal tersebut adalah seluruh mental
yang meliputi ranah-ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sedangkan
menurut susanto (2013:4) menyimpulkan belajar adalah suatu aktivitas yang
dilakaukan oleh seseorang dengan sengaja dalam keadaan sadar untuk
memperoleh suatu konsep,pemahaman. Atau pengetahuan baru sehingga
memungkinkan seseorang terjadinya perubahan perilaku yang relatif tetap baik
dalam berfikir, merasa, maupun dalam bertindak.
Dari beberapa pengertian belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah suatu proses untuk mengubah kognitif,afektif,dan psikomotor. Perubahan
yang diakibatkan berupa perilaku yang dapat diketahui sejak sebelum dan sesudah
tingkah laku seseorang seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap,
kebiasaan, pemahaman, keterampilan, dan daya pikir di berbagai bidang.
2.1.2.2Pengertian Hasil Belajar
Menurut Susanto (2013:5) hasil belajar adalah yang diperoleh anak setelah
melalui kegiatan belajar. Sedangkan menurut nawawi (dalam susanto, 2013:5)
menyatakan bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa
dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang
diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu.
Menurut Supriyono (2013:7) hasil belajar adalah perubahan perilaku
secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusian saja.artinya,
hasil pembelajaran yang dikategorisasi oleh para pakar pendidikan sebgaimana
tersebut diatas tidak dilihat secara fragmentaris atau terpisah,melain
komprehensif. Hasil belajar memiliki beberapa ranah atau kategori dan secara
umum merujuk kepada aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Hasil belajar
siswa yang tampak dalam sejumlah kemampuan atau kompetensi setelah melewati
kegiatan belajar mengajar sering hanya dinilai dari aspek kognitif saja. Padahal
dalam kenyatannya siswa yang belajar pengetahuan tertentu sebenarnya tidak
hanya memeperoleh keterampilan kognitif saja, tetapi pada saat yang sama juga
memperoleh keterampilan lain seperti keterampilan psikomotorik. Jadi, tampak
bahwa antara ranah kognitif dan ranah psikomotorik sebenarnya saling
melengkapi, bahkan disertai oleh hasil belajar dalam ranah afektif (sikap). Begitu
juga sebaliknya, siswa yang belajar keterampilan.
2.1.2.3Hasil Belajar IPA
Hasil belajar merupakan perolehan dari proses belajar. Menurut iskandar
(2012:12) hasil belajar IPA berupa fakta-fakta, hukum-hukum, prinsip-prinsip
klasifikasi dan struktur. Hasil belajar IPA penting bagi kemajuan hidup manusia,
cara kerja memperoleh itu disebut proses IPA, dan proses IPA terkandung cara
melalui tes pilihan ganda,essay, dan uraian singkat. Setelah diadakan tes terdapat
hasil belajar IPA.
2.1.3 Model Discovery
Model pembelajaran discovery yaitu suatu proses dimana siswa diharapkan
untuk menemukan konsep sendiri, guru disini hanya sebagai fasiltator. Pada bab
ini membahas tentang pengertian model discovery,langkah-langkah pembelajaran
discovery,kelebihan dan kekurangan model discovery dan memberi solusinya.
untuk lebih jelasnya akan dibahas dibawah ini.
2.1.3.1Pengertian
Menurut Illahi (2012:33-34) Discovery merupakan salah satu metode yang
memungkinkan para anak didik terlibat langsung dalam kegiatan belar mengajar,
sehingga mampu menggunakan proses mentalnya untuk menemukan suatu konsep
atau teori yang sedang dipelajari.
Discovery learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses
pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam
bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri discovery
learning masalah yang dihadapkan kepada siswa semacam masalah yang
direkayasa oleh guru. Dalam mengaplikasikan metode discovery learning, guru
berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa
untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing
dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan (Kurniasih,
2014:64)
Sedangkan, menurut Sund (dalam Roestiyah, 2012: 20) menyatakan
bahwa discovery adalah proses mental di mana siswa mampu mengasimilasikan
suatu konsep atau prinsip. Yang dimaksudkan dengan proses mental tersebut
antara lain ialah : mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan,
membuat dugaan, menjelaskan mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya,
sedang yang dimaksud dengan prinsip antara lain ialah : logam apabila
sendiri atau mengalami proses mental itu sendiri, guru hanya membimbing dan
memberikan instruksi.
Model Discovery menuntut siswa untuk menggunakan kemampuannya
mencari jawaban atas suatu masalah atau pertanyaan. Dengan demikian siswa
diharapkan mampu menemukan konsep dan prinsip sendiri, bukan dijejali dengan
pengetahuan. Proses Discovery menuntut guru bertindak sebagai fasilitator, nara
sumber dan penyuluh kelompok. Dari pengertian menurut beberapa para ahli,
dapat disimpulkan discovery adalah suatu model di mana dalam proses belajar
mengajar guru memperkenankan siswa-siswanya menemukan sendiri informasi
yang secara tradisional biasa diberitahukan atau diceramahkan saja.
.
2.1.3.2Langkah-langkah Model Discovery Learning.
Menurut Kurniasih (2014:68) Langkah-langkah dalam metode discovery
learning adalah sebagai berikut:
Langkah persiapan strategi discovery learning:
a. Menentukan tujuan pembelajaran.
b. Melakukan identifikasi karakteristik peserta didik.
c. Memilih materi pelajaran.
d. Menentukan topik-topik yang harus diipelajari peserta didik secara induktif.
e. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi,
tugas dan sebagainya untuk dipelajari peserta didik.
f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang
konkrit ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik.
g. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik.
Prosedur aplikasi strategi discovery learning.
Ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar
mengajar:
a. Stimulation (stimulasi/ pemberian rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang
menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi
tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat
mengembangkan dan membantu peserta didik dalam mengeksplorasi bahan.
b. Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)
Guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi
sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran,
kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban
sementara atas pertanyaan masalah). Memberikan kesempatan peserta didik untuk
mengidentifikasi dan menganalisa permasalahann yang mereka hadapi,
merupakan teknik yang berguna dalam membangun peserta didik agar mereka
terbiasa untuk menemukan suatu masalah.
c. Data collection (pengumpulan data)
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada peserta
didik untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Pada tahap ini berfungsi untuk
menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan
demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection)
berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara
dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi
dari tahap ini adalah peserta didik belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu
yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara
tidak disengaja peserta didik menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang
telah dimiliki.
d. Data processing (pengolahan data)
Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dari informasi yang telah
diperoleh para peserta didik baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya,
lalu ditafsirkan, dan semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan pada tingkat
kepercayaan tertentu. Data processing disebut juga dengan pengkodean coding/
kategori yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari
generalisasi tersebut peserta didik akan mendapatkan pengetahuan baru tentang
alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.
Pada tahap ini peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan
alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing.
f. Generalization (menarik kesimpulan/ generalisasi)
Tahap genelasisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah
kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian
atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi. Setelah menarik
kesimpulan peserta didik harus memperhatikan prosesmatas makna dan kaidah
atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta
pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.
2.1.3.3Sintaks Model Discovery
Dalam pelaksanaan model pembelajaran discovery sintaks yang harus
dilaksanakan oleh guru. Sintaks dari model discovery yaitu sebagai berikut:
1) Identifikasi kebutuhan Siswa
a. Guru memeriksa kesiapan siswa.
b. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
2) Seleksi pendahuluan terhadap konsep yang akan dipelajari
a. Guru melakukan kegiatan apersepsi.
b. Siswa merespon kegiatan apersepsi yang diberikan guru.
3) Seleksi bahan atau masalah yang akan dipelajari
a. Guru menyampaikan rumusan masalah.
b. Siswa merumuskan hipotesis berdasarkan rumusan masalah
4) Mempersiapkan setting kelas
a. Siswa membentuk kelompok. Satu kelompok terdiri dari 3-4 orang.
b. Siswa menerima LKS dari guru.
5) Mengecek pemahaman peserta didik terhadap masalah yang akan diselidiki dan
ditemukan.
a. Guru memberi waktu kepada siswa untuk memahami masalah yang ada dalam
LKS
a. Guru membimbing ketua kelompok untuk menentukan peran yang akan
dilakukan masing-masing anggota kelompok.
7) Mempersiapkan fasilitas yang diperlukan
a. Siswa mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk melakukan
percobaan
8) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan penyelidikan
dan penemuan.
a. Siswa melakukan percobaan dalam kelompok sesuai petunjuk yang ada di LKS
9) Menganalisis sendiri atas data temuan
a. Siswa menganalisa hasil percobaan dengan menjawab pertanyaan yang ada di
LKS
10)Merangsang terjadinya dialog interaktif antar peserta didik
a. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil percobaan.
b. Siswa dan guru membahas hasil diskusi
11) Memberi penguatan kepada peserta didik untuk giat dalam melakukan
penemuan.
a. Guru memberi penghargaan berupa penguatan pada kelompok kinerja baik.
12) Memfasilitasi peserta didik dalam merumuskan prinsip-psinsip dan
generalisasi
a. Guru membuat kesimpulan pelajaran hari ini dengan melibatkan siswa.
b. Guru memberi uji kompetensi untuk mengecek pamahaman siswa sebagai
tindak lanjut.
2.1.3.4Kelebihan Model Discovery
Menurut Roestiyah (2012: 20-21) model Discovery memiliki kelebihan
sebagai berikut :
a. Teknik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan; memperbanyak
kesiapan; serta penguaaan keterampilan dalam proses kognitif/pengenalan
siswa.
b. Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi/individual
c. Dapat membangkitkan kegairahan belajar para siswa.
d. Teknik ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang
dan maju sesuai denan kemampuannya masing-masing.
e. Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi
yang kuat untuk belajar lebih giat.
f. Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri
sendiri dengan proses penemuan sendiri.
g. Strategi itu berpusatpada siswa tidak pada guru. Guru hanya sebagai teman
belajar saja; membantu bila diperlukan.
Keuntungan model discovery learning menurut Kurniasih (2014:66) adalah
sebagai berikut:
a. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan
keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci
dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.
b. Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh
karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
c. Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki
dan berhasil.
d. Metode ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai
dengan kecepatannya sendiri.
e. Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan
melinatkan akalnya dan motivasi sendiri.
f. Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena
memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
g. Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan
gagasan-gagasan.
h. Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah
pada kebenaran yang final dan tentu atau pasti.
i. Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
j. Membantu dan mengembangkan ingatan dan teransfer kepada situasi proses
k. Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.
l. Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.
m. Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik.
n. Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan
manusia seutuhnya.
o. Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa.
p. Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber
belajar.
q. Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
2.1.3.5Kekurangan Model Discovery
Kelemahan model discovery learning menurut Kurniasih (2014:67) adalah
sebagai berikut:
1) Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar.
Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau
berpikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis
atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.
2) Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena
membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori
atau pemecahan masalah lainnya.
3) Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan
dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang
lama.
4) Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan aspek konsep,
keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.
5) Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur
gagasan yang dikemukakan oleh para siswa.
6) Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berpikir yang akan
Solusi untuk kelemahan model discovery yaitu guru harus membagi sama
rata dalam kelompok yang kemampuan lebih dan yang kurang dicampur agar
yang kemampuannya kurang bisa dibimbing oleh yang kemampuannya lebih.
Selain itu jika muridnya banyak model pembelajarannya dibentuk kelompok agar
waktu untuk menemukan tidak lama. Selain itu, guru memberikan beberapa
pertanyaan dan memberi sedikit penjelasan.
2.2 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kristiawan, Yohanes Andri (2012)
dengan judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V Pada Mata
Pelajaran IPA Dengan Metode Discovery Di SDN Tingkir Tengah 02 Salatiga
Semester II Tahun Ajaran 2011/2012”. Peneliti menyimpulkan bahwa hasil
ulangan harian pada bab sifat-sifat cahaya yaitu 58,97% atau sebanyak 23 dari 39
siswa dengan nilai rata-rata 68,59. Sedangkan hasil tes siklus I menunjukkan 30
dari 39 siswa atau 76,92% dengan nilai rata-rata 75,77. Hasil tersebut masih harus
diperbaiki pada siklus II karena belum mencapai indikator keberhasilan. Dari hasil
tes siklus II menunjukkan 94,87% atau sebanyak 37 dari 39 siswa yang telah
memenuhi standar keberhasilan dengan rata-rata nilai 86,28. Hal ini menunjukkan
bahwa Penelitian Tindakan Kelas dengan menerapkan metode discovery dalam
pembelajaran IPA kelas V di SDN Tingkir Tengah ini telah berhasil karena telah
mencapai tujuan indikator keberhasilan yang ditentukan.
Persamaan dari penelitian yang dilakukan oleh Kristiawan, Yohanes Andri
yaitu sama-sama menggunakan model discovery dan mata pelajaran IPA, namun
letak perbedaannya yaitu pada materi pembelajaran dan kelas yang digunakan
sebagai objek penelitian kristiawan menggunakan kelas 5.
Sedangkan menurut Ariyanti, siti (2011) dengan judul “Upaya Peningkatan Prestasi Belajar IPA dengan Pendekatan Pembelajaran Penemuan (Discovery)
Bagi Siswa Kelas VI SDN Tambahmulyo 02 Kecamatan Gabus Kabupaten Pati
Semester I Tahun 2011/2012” Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan
prestasi belajar IPA melalui penggunaan pendekatan penemuan. Hal ini terlihat
77,03, 83,24. Prosentase ketuntasan belajar juga mengalami peningkatan yakni
dari 67,57%, 78,38%, 89,19%.
Persamaan dari penelitian yang dilakukan oleh siti ariyanti yaitu sama-sama
menggunakan model discovery dan mata pelajaran IPA, namun letak
perbedaannya yaitu pada materi dan kelas yang digunakan sebagai objek
penelitian siti menggunakan kelas 6.
Selain itu dari hasil Penelitian lain yang berjudul”Peningkatan Hasil Belajar
IPA Melalui Penerapan Metode Discovery pada Siswa Kelas VI SD Negeri 1
Sugihan Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan Semester 1 Tahun Pelajaran
2011/2012 (Pratiknjo:2012) menyimpulkan bahwa Hasil belajar pada siklus I
yang diperoleh dari tes yang dilaksanakan pada akhir pertemuan siklus I dengan
ketuntasan klasikal 68%. Siklus II dilaksaanakan pada minggu ketiga bulan
November 2011. Hasil belajar pada siklus II diperoleh dari tes yang dilaksanakan
pada akhir pertemuan siklus II dengan ketuntasan klasikal 95%. Saran yang dapat
diambil dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini adalah dapat pengetahuan
atau teori yang baru tentang pembelajaran IPA dengan penerapan metode
discovery yang dapat meningkatkan hasil belajar IPA.
Persamaan dari penelitian yang dilakukan oleh pratiknjo yaitu sama-sama
menggunakan model discovery dan mata pelajaran IPA, namun letak
perbedaannya yaitu pada materi pembelajaran dan kelas yang digunakan sebagai
objek penelitian pratiknjo menggunakan kelas 6.
2.3 Kerangka Pikir
Siswa beranggapan bahwa IPA merupakan mata pelajaran yang sulit karena
menekankan pada penguasaan konsep. Sedangkan Guru melaksanakan
pembelajaran dengan bersifat teoretis, sumber yang digunakan oleh guru masih
buku saja, jadi membuat suasana pembelajaran antara guru dan siswa sama-sama
pasif. Guru masih menggunakan model pembelajaran konvensional masih banyak
guru yang hanya menggunakan metode ceramah hal itu disebabkan karena guru
beranggapan bahwa dengan ceramah anak pasti akan mendengarkan dan akan
itu pada pembelajaran IPA peneliti menggunakan discovery sehingga, siswa akan
lebih tertarik dengan mata pelajaran IPA karena siswa dapat terlibat secara
langsung dalam Proses Belajar Mengajar (PBM) sedangkan guru hanya sebagai
fasilitator. Selain itu, dengan model discovery, siswa dimungkinkan untuk
mengalami sendiri bagaimana caranya menemukan pengetahuan baru dan
bagaimana cara meraih pengetahuan melalui kegiatan mandiri.
Kegiatan pembelajaran IPA dengan model discovery pada dasarnya untuk
meningkatkan hasil belajar IPA melalui model Discovery terhadap siswa kelas 4
SD Negeri 1 Banjardowo. Adapun skema kerangka berpikir sebagai berikut:
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan dari rumusan masalah yang telah diuraikan maka hipotesis
penelitian ini yaitu :
1) Penerapan model discovery learning dalam pembelajaran IPA pokok bahasa
energi panas dan bunyi dapat meningkatkan proses pembelajaran meliputi
aktivitas guru dan aktivitas siswa pada siswa kelas 4 SD Negeri 1 Banjardowo
Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan Semester Genap Tahun Ajaran
2014/2015 secara signifikan minimal 10 skor dengan langkah-langkah sebagai
berikut penyampaian apersepsi dan tujuan, pembagian kelompok dan alat
peraga, penyampaian rumusan masalah, pengumpulan data proses penemuan,
pengolahan data hasil penemuan, membuktikan hasil penemuan, dan membuat
kesimpulan hasil penemuan.
2) Peningkatan proses pembelajaran melalui model discovery learning dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas 4 SD Negeri 1 Banjardowo kecamatan
Kradenan kabupaten Grobogan Semester Genap Tahun Ajaran 2014/2015.