• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2020"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

i

Analisis Perbandingan Pengawetan Rendaman Dingin Ekstrak

Biji Mimba dengan Pengawetan Bahan Kimia Boraks Pada Kayu

Glugu Ditinjau Terhadap Uji Fisis Dan Mekanis

Skripsi

Diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Sipil

Oleh:

Rizky Adi Robiyanto 5113416046

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

JURUSAN TEKNIK SIPIL

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2020

(2)

ii

(3)
(4)
(5)

v

MOTTO

“Hidup adalah pilihan”

“Di dalam setiap pilihan yang kita buat pasti ada baik dan buruknya tetapi jangan pernah menyesali pilihan yang telah diambil karena dalam setiap pilihan pasti selalu ada hikmah

didalamnya”

“Sesuatu akan terlihat tidak mungkin sampai semuanya selesai” (Nelsen Mandela)

PERSEMBAHAN

Dengan rasa syukur kepada Allah SWT., atas segala karunianya skripsi ini saya persembahkan kepada :

• Kudua orang tua saya yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan, motivasi, semangat, serta doa tiada henti sampai saat ini. Terima kasih telah memberikan pengorbanan yang tak ternilai selama ini.

• Teman – teman seperjuangan Jurusan Teknik Sipil Angkatan 2016

yang selalu memberikan motivasi, dukungan, dan tawa canda dalam keadaan suka ataupun duka. Terima kasih telah menjadi kawan seperjuangan selama di Universitas Negeri Semarang.

(6)

vi

ABSTRAK

Robiyanto, Rizky Adi . 2020 . Analisis Perbandingan Pengawetan Rendaman Dingin

Ekstrak Biji Mimba dengan Pengawetan Bahan Kimia Boraks Pada Kayu Glugu Ditinjau Terhadap Uji Fisis Dan Mekanis. Dosen Pembimbing: Arie Taveriyanto,

S.T.,M.T. Program Studi Teknik Sipil. Kayu Glugu merupakan kayu yang banyak ditemui diperkebunan Indonesia. Kayu Glugu

bisa dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi namun kayu Glugu memiliki kelas awet rendah. dari permasalahan seperti itu maka pengawetan kayu Glugu dapat dijadikan salah satu solusi untuk mengatasi ketersediaan kayu dan menambah masa pakai kayu Glugu. Metode penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan eksperimen. Pengawetan ini menggunakan metode rendaman dingin dengan bahan pengawet ekstrak Biji Mimba dan Boraks dengan konsentrasi 5% dan 10%.

Pengawetan kayu biasanya dilakukan secara kimiawi penelitian sebelumnya menggunakan boraks sebagai bahan pengawet yang larut air dengan rumus kimia Na2B4O7.10H2o. Pengawetan kayu menggunakan bahan kimia yang berlebihan akan menimbulkan dampak negative bagi lingkungan sekitar. Maka pengawetan dengan bahan alami adalah salah satu alternative pengganti pengawetan dengan bahan kimia. Penelitian sebelumnya menggunakan ekstrak Biji Mimba sebagai bahan pengawer alami. Biji dan daun mimba mengandung empat senyawa kimia alami yang aktif sebagai pestisida, yaitu azadirakhtin, salanin, meliatriol, dan nimbin.

Dari hasil pengujian diperoleh bahwa kadar air rata-rata nilainya mengalami penurunan dari 17,09% (kontrol), 16,32% (Boraks 5%), 16,27% (Mimba 5%), 15,85% (Boraks 10%), 15,56% (Mimba 10%). Berat jenis rata-rata nilainya mengalami peningkatan dari 0,44 gr/cm3 (kontrol), 0,46 gr/cm3 (Boraks 5%), 0,54 gr/cm3 (Boraks 10%), 0,54 gr/cm3 (Mimba 5%), 0,59 gr/cm3 (Mimba 10%). Sedangkan untuk hasil kuat tekan rata-rata nilainya mengalami peningkatan dari 213,9 kgf/cm2 (kontrol), 232,8 kgf/cm2 (Boraks 5%), 268,6 kgf/cm2 (Boraks 10%), 283,7 kgf/cm2 (Mimba 5%), 291,8 kgf/cm2 (Mimba 10%). Kuat tarik rata-rata nilainya

mengalami peningkatan dari 96,2 kgf/cm2 (kontrol), 97,7 kgf/cm2 (Boraks 5%), 137,2 kgf/cm2

(Boraks 10%), 174,9 kgf/cm2 (Mimba 5%), 255,8 kgf/cm2 (Mimba10%).

Kata Kunci : Kayu Glugu, Rendaman Dingin, Ekstrak Biji Mimba, Boraks, Uji Fisis, Uji

(7)

vii

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi/TA yang berjudul “Analisis Perbandingan Pengawetan Rendaman Dingin Ekstrak Biji Mimba dengan Pengawetan Bahan Kimia Boraks Pada Kayu Glugu Ditinjau Terhadap Uji Fisis Dan Mekanis”. Skripsi/TA ini disusun sebagai salah satu persyaratan meraih gelar Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Sipil S1 Universitas Negeri Semarang. Shalawat dan salam disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, mudah-mudahan kita semua mendapatkan safaat Nya di yaumil akhir nanti, Amin. Penyelesaian karya tulis ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih sertapenghargaan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menempuh studi di Universitas Negeri Semarang.

2. Bapak Dr. Nur Qudus, MT, Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian.

3. Bapak Aris Widodo S.Pd., M.T., Ketua Jurusan Teknik Sipil Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian.

4. Ibu Dr. Rini Kusumawardani S.T., M.T., M.Sc., Koordinator Program Studi Teknik Sipil S1 serta Penguji I yang telah memberikan masukan yang sangat berharga berupa saran, ralat, pertanyaan, komentar,dan tanggapan, menambah bobot dan kualitas karya tulis ini.

5. Bapak Mego Purnomo, S.T.,M.T., Penguji II yang telah memberikan masukan yang sangat berharga berupa saran, ralat, pertanyaan, komentar,dan tanggapan, menambah bobot dan kualitas karya tulis ini.

6. Bapak Arie Taveriyanto S.T., M.T. Dosen pembimbing serta Penguji III yang selalu memberi motivasi yang sangat membangun dan memudahkan segala urusan skripsi ini.

7. Semua dosen Jurusan Teknik Sipil FT. UNNES yang telah memberi bekal pengetahuan yang berharga.

8. Segenap pengurus dan staff administrasi Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang yang membantu dalam proses administrasi.

9. Sahabat-sahabatku keluarga besar Teknik Sipil angkatan 2016 yang membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

(8)

viii

10. Berbagai pihak yang telah memberi bantuan untuk skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca guna kebaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis pada khususnya, dan bagi semua pihak yang berkepentingan pada umumnya.

Semarang, 2020

(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN... iv

HALAMAN MOTTO ... v

ABSTRAK ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TEBEL... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan Penelitian ... 4 1.3 Batasan Masalah ... 4 1.4 Manfaat Penelitian ... 5 1.5 Sistematika Penulisan ... 6

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kayu ... 8 2.2 Kayu Glugu ... 11 2.3 Biji Mimba... 15 2.4 Boraks ... 19 2.5 Keawetan Kayu ... 19 2.6 Pengawetan Kayu ... 21

2.7 Metode Pengawetan Rendaman Dingin ... 22

2.8 Sifat Fisis Kayu ... 23

2.9 Sifat Mekanis Kayu ... 25

2.10 Kajian Pustaka ... 26

2.11 Kerangka Berfikir ... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 31

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 31

3.3 Alat Penelitian ... 31

3.4 Bahan Penelitian ... 35

3.5 Variael Penelitian ... 43

(10)

x

3.7 Teknik Analisis Data ... 49

3.8 Langkah – Langkah dan Alur Penelitian ... 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Data ... 53

4.1.1 Hasil Uji Kadar Air Kayu Glugu ... 53

4.1.2 Hasil Uji Berat Jenis Kayu Glugu ... 54

4.1.3 Hasil Uji Kuat Tekan Sejajar Arah Serat ... 54

4.1.4 Hasil Uji Kuat Tarik Sejajar Arah Serat ... 56

4.2 Analisis Data ... 57

4.2.1 Hubungan Kadar Air dan Berat Jenis Kayu Glugu ... 57

4.2.2 Hubungan Berat Jenis dan Kuat Tekan Kayu Glugu ... 59

4.2.3 Hubungan Berat Jenis dan Kuat Tarik Kayu Glugu ... 61

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 64

5.2 Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagian – bagian kayu ... 9

Gambar 2.2 Biji Mimba ... 17

Gambar 2.3 Bagan Kerangka Berpikir... 30

Gambar 3.1 Meteran ... 32

Gambar 3.2 Timbangan ... 32

Gambar 3.3 Oven ... 32

Gambar 3.4 Gergaji ... 33

Gambar 4.5 Tabung Ukur ... 33

Gambar 3.6 Mesin Gergaji Meja ... 33

Gambar 3.7 Amplas ... 34

Gambar 3.8 Mesin Uji Tekan... 34

Gambar 3.9 Mesin Uji Tarik ... 34

Gambar 3.10 Benda Uji Kadar Air ... 35

Gambar 3.11 Benda Uji Berat Jenis ... 35

Gambar 3.12 Benda Uji Kuat Tarik ... 36

Gambar 3.13 Benda Uji Kuat Tekan ... 36

Gambar 3.14 Bagan Alir Penelitian ... 52

Gambar 4.1 Perbandingan Kadar Air Rata-Rata Kayu Glugu ... 54

Gambar 4.2 Perbandingan Berat Jenis Rata – Rata Kayu Glugu ... 55

Gambar 4.3 Perbandingan Kuat Tekan Rata – Rata Kayu Glugu ... 56

Gambar 4.4 Perbandingan Kuat Tarik Rata – Rata Kayu Glugu ... 57

Gambar 4.5 Hubungan Uji Kadar Air Dan Berat Jenis ... 58

Gambar 4.6 Hubungan Berat Jenis dan Kuat Tekan Kayu Glugu ... 60

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kelas Kuat Kayu ... 10

Tabel 2.1 Kelas Kuat Kayu ... 11

Tabel 2.1 Kelas Awet Kayu ... 20

Tabel 2.2 Kelas Berat Kayu ... 24

Tabel 3.1 Kebutuhan Kayu Glugu untuk benda uji ... 35

Tabel 3.2 Kebutuhan Biji Mimba ... 36

Tabel 3.3 Kebutuhan Boraks ... 40

Tabel 3.4 Kode Benda Uji Kadar Air ... 45

Tabel 3.5 Kode Benda Uji Berat Jenis ... 46

Tabel 3.6 Kode Benda Uji Kuat Tekan ... 48

Tabel 3.7 Kode Benda Uji Kuat Tarik ... 49

Tabel 4.1 Hasil Uji Kadar Air Rata – Rata Kayu Glugu ... 53

Tabel 4.2 Hasil Uji Berat Jenis Rata – Rata Kayu Glugu ... 54

Tabel 4.3 Hasil Uji Kuat Tekan Rata – Rata Kayu Glugu ... 55

Tabel 4.4 Hasil Uji Kuat Tekan Rata – Rata Kayu Glugu ... 56

Tabel 4.5 Hasil Rata-Rata Kadar Air Dan Berat Jenis Kayu Glugu ... 57

Tabel 4.6 Hasil Rara-Rata Berat Jenis dan Kuat Tekan Kayu Glugu ... 59

(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki hamparan hutan yang luas. Menurut data dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2017 luas total kawasan hutan dan kawasan konservasi perairan Indonesia adalah 125,9 juta hektar. Selain dari segi luasan, hutan Indonesia memiliki sumber kekayaan yang melimpah. Salah satu kekayaannya adalah kayu. Kayu sebagai hasil hutan sekaligus hasil sumber kekayaan alam, merupakan bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai kemajuan teknologi (Dumanauw, 2001).

Indonesia memiliki sekitar 4000 jenis kayu, dan dari jumlah tersebut hanya sebagian kecil saja yang telah diketahui sifat dan kegunaannya. Sebagian masyarakat masih cenderung menggunakan jenis kayu tertentu. Misalnya, di Pulau Jawa orang lebih menyukai kayu jati dari pada kayu lainnya. Akibatnya jenis kayu lainnya yang justru memiliki potensi besar tidak mendapat tempat di hati masyarakat pemakai kayu (Dumanauw, 2001). Persoalan ini perlu dipecahkan, agar semua jenis kayu yang telah diketahui sifat – sifatnya dapat dimanfaatkan secara menyeluruh, salah satu diantaranya adalah kayu Glugu. Kayu juga bisa dijadikan bahan konstruksi rumah dan juga konstruksi yang diminati oleh beberapa masyarakat di Indonesia, bengunan tradisional di Indonesia umumnya menggunakan material kayu.

Kayu yang memiliki keawetan alami tinggi sudah jarang ditemukan dibeberapa daerah di Indonesia. Dari sekitar 4000 jenis kayu di Indonesia sebagian

(14)

2

besar (85,7%) tergolong kayu yang memiliki kelas awet rendah atau tidak awet (Tim Elsspat, 2007). Salah satu kayu yang memiliki kelas awet rendah yaitu kayu Glugu. Kayu Glugu atau pohon kelapa dengan nama ilmiah Cocos nucifera L. adalah salah satu jenis pohon di daerah tropis yang termasuk keluarga

palmaceaedan golongan monocotyledoneae. Berat jenis kayu glugu adalah 0,40

gr/cm3dan memiliki kelas awet III. Kayu glugu banyak tersebar dibeberapa daerah di Indonesia, antara lainSulawesi dan Kalimantan (Kusyanto, 2015).

Kayu Glugu merupakan kayu perkebunan yang banyak ditanam di Sulawesi dan Kalimantan Berdasarkan Badan Pusat Statistik tahun 2018 Luas areal perkebunan kelapa sawit di Sulawesi Tengah dan Kalimantan Tengah yaitu 196 hektar dan 1512 hektar dengan produksi tahun 2018 yaitu 584 ton dan 6040 ton. Dari data tersebut perkebunan kelapa sawit memiliki potensi yang melimpah. Pemanfaatan kelapa sawit selama ini hanya terbatas pada buah untuk pembuatan minyak serta beberapa dari serabut, tandan dan pelepah yang dimanfaatkan untuk produk tertentu seperti briket, sedangkan bagian batang dari kelapa sawit belum dimanfaatkan secara komersial. Pohon kelapa sawit yang sudah tidak produktif lagi akan ditebang dan batangnya selama ini hanya dibiarkan saja di lahan perkebunan dan dapat menjadi sarang hama kelapa sawit (Andika et al., 2019)

Kayu Glugu dapat dijadikan alternative bahan bangunan karena ketersediaan akan batang kelapa untuk waktu dekat ini dan beberapa waktu yang akan datang sangatlah baik (Kusyanto, 2015).Kayu Glugu memiliki kelas awet rendah sehingga perlu pengembangan teknologi pengawetan kayu. Dengan adanya pengawetan, kayu akan bertambah keawetannya dan mengalami perubahan beberapa sisi, dari

(15)

3

segi kandungan kayu, keawetan kayu, ketahanan terhadap perusak kayu, dan kekuatan kayu.

Pengawetan kayu adalah salah satu cara agar masa pakai kayu bertambah dan meningkatkan daya tahan suatu jenis kayu tertentu terhadap berbagai faktor perusak kayu. Faktor perusak kayu yang dimaksud adalah faktor perusak biologisBeberapa metode yang banyak digunakan dalam pengawetan diantaranyarendaman dingin, pencelupan, metode rendaman panas dingin metode vakum(Tim Elsspat, 2007). Metode yang paling mudah dilakukan adalah metode perendaman, bisa dilakukan perendaman dengan bahan pengawet kimia seperti boraks dan beberapa bahan yang mengandung senyawa aktif bersifat insectisida.

Bahan pengawet yang umumnya digunakan untukpengawetan kayu adalah bahan kimia sejenis boraks. Jarang masyarakat yang mengawetkan dengan bahan pengawetan alami, maka penelitian kali ini akan membandingkan pengawetan kimia menggunakan boraksdengan pengawetan alami menggunakan buah Mimba dengan cara diekstrak.

Mimba (Azadirachta indica A. Juss) adalah salah satu jenis tanaman yang berasal dari Asia Selatan dan Tenggara. Biji Mimba banyak ditemukan di Indonesia seperti di Bali, Lombok, Jawa Barat khususnya Subang, dan di daerah pantai utara Jawa Timur. Namun, dalam jumlah kecil pohon mimba sudah tersebar di seluruh wilayah Indonesia.(Sukrasno, 2003). Biji dan daun mimba mengandung empat senyawa kimia alami yang aktif sebagai pestisida, yaitu azadirakhtin, salanin, meliatriol, dan nimbin. Kandungan pestisida Biji Mimba berguna sebagai insektisida bagi tanaman dan mencegah serengga perusak kayu (Subiyakto, 2015).

(16)

4

Menurut Febriana Tri Wulandari (2012) menyatakan Kandugan racun azadirachtin pada Biji Mimba adalah 2 – 9 mg/g. Berdasarkan latar belakang diatas dengan berbagai studi kasus yang telah ada peneliti merumuskan penelitian dengan judul “Analisis Perbandingan Pengawetan Rendaman Dingin Ekstrak Biji Mimba

dengan Pengawetan Bahan Kimia Boraks Pada Kayu Glugu”

1.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah pengaruh pengawetan rendaman dingin ekstrak Biji Mimba dan bahan Kimia Boraks dengan konsentrasi 5% dan 10% terhadap sifat fisis pada kayu Glugu ?

2. Bagaimanakah pengaruh pengawetan rendaman dingin ekstrak Biji Mimba dan bahan Kimia Boraks dengan konsentrasi 5% dan 10% terhadap sifat mekanis pada kayu Glugu ?

3. Bagaimankah perbedaan hasil uji fisis dan mekanis pada kayu Glugu yang diberikan pengawet kimia Boraks dan pengawetan ekstrak Biji Mimba dengan konsentrasi 5% dan 10%.

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah ini bertujuan untukmenghindari perkembangan permasalahan yang terlalu luas. Adapun Batasan masalah pada penelitian ini meliputi :

1. Kayu yang diawetkan adalah kayu Glugu atau pohon kelapa dengan nama ilmiah Cocos nucifera L. yang berasal dari Sulawesi.

(17)

5

2. Bahan pengawet yang digunakan adalah pengawet ekstrak Biji Mimba dan kimia Boraks dengan konsentrasi sebesar 5% dan 10%.

3. Pengujian ini menggunakan metoderendaman dingin selama 5 hari mengacu pada (SNI 03-3233-1998).

4. Pengujian sifat fisis meliputi uji kadar air yangmengacu pada (SNI 03-6850-2002) dan beratjenis yang mengacu pada (SNI 03-6847-03-6850-2002).

5. Pengujian sifat mekanik meliputi uji kuat tekan yang mengacu pada (SNI 03-3958-1995) dan uji kuat tekan yang mengacu pada (SNI 03-3399-1994). 6. Penelitian ini dilakukan menggunakan peralatan yang tersediadi laboratorium

Teknik Sipil Universitas Negeri Semarang.

1.4 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian inidiharapkan menghasilkan wawasan baru bagi kemajuan produksi kayu di Indonesia. Adapun manfaat dari penelitian ini meliputi 2 hal yaitu :

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang manfaat bahan pengawet kayu Glugu dan pengaruh pengawetan kayu terhadap sifat fisis dan mekanis.

b. Dari hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai acuan untuk kegiatan penelitian yang sejenis.

2. Manfaat Praktis

a. Meningkatkan cara pemanfaatan kayu agar bahan konstruksi maupun bahan sejenisnya tidak berlebihan dalam menggunakan.

(18)

6

b. Memberikanpengetahuan bagi masyarakat tentang bahan pengawet alami dan kimia.

1.5 Sistematika Skripsi

Dalam penulisan skripsi diperlukan sistematika penulisan untuk mempermudah pembaca memahami isi skripsi ini. Adapun sistematika penyusunan skripsi ini terdiri dari tiga bagian yaitu awal, isi, dan akhir. Adapun bagian - bagian penjelasanya sebagai berikut:

1. Bagian awal

Sistematika bagian awal dari skripsi iniberisi sampul, lembar berlogo, judul dalam, lembar persetuhuan pembimbing, lembar pengesahan kelulusan, lembar pernyataan keaslian karya ilmiah, motto, abstrak atau ringkasan, parakata, daftar isi, daftar singkatan teknis dan lambang, daftar tabel, daftar gambar, dan daftar lampiran.

2. Bagian isi

Bagian isi dari skripsi ini terdiri dari 5 bab yaitu:

BAB I Pendahuluan

Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan penelitian, Batasan penelitian manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II Kajian Pustaka dan Landasan Teori

(19)

7

BAB III Metode Penelitian

Bab ini berisi tentang desain penelitian, waktu dan tempat pelaksanaan, alat dan bahan penelitian, prosedur penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data dan alur penelitian.

BAB IV Hasil dan Pembahasan

Bab ini berisi tentang analisis data, dan pembahasan penelitian.

BAB V Penutup

Bab ini berisi tentang kesimpulan hasil penelitian dan saran.

3. Bagian akhir

(20)

8

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kayu

Kayu merupakan sebuah produk alam yang terbentuk dalam pertumbuhannya dari elemen – elemen (sel) yang mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda – beda yang merupakan bagian dari berbagai macam jaringan atau tidak homogen (Salmani, 2019). Kayu sebagai hasil hutan dari sumber kekayaan alam, merupakan bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai kemajuan teknologi kayu. Kayu memiliki beberapa sifat yang istimewa, karena tidak dapat ditiru oleh bahan – bahan lain (Dumanauw, 2001).

Kayu adalah bahan yang didapatkan dari tumbuh – tumbuhan dalam alam. Tumbuh – tumbuhan ini sebagai sesuatu yang hidup, dipengaruhi oleh kondisi ditempat ia hidup. Pengaruh ini memberikan sifat/keadaan yang berbeda – beda dari tiap jenis kayu yang tumbuh di berbagai tempat dengan kondisi yang berlainan pula (Salmani, 2019).

Perbedaan tercermin pada pola dan ukuran serat, pori – pori, zat pengisi kayu, berat jenis, kekerasan kayu dan sebagainya. Kayu memiliki bagian – bagian(Salmani, 2019) seperti pada gambar 2.1:

(21)

BAB II LANDASAN TEORI 9

Gambar 2.1 Bagian – Bagian Kayu

(Sumber Salmani :2019)

1. Kulit, yaitu bagian yang terluar. Kulit bertugas sebagai pelindung bagian yang dalam pada kayu. Pengaruh – pengaruh tersebut misalnya iklim, serangga dan jamur atau secara mekanis.

2. Kambium, yaitu jaringan yang berupa lapisan tipis dan bening, yang melingkar pohon. Tugas kambium ke arah luar membentuk kulit yang baru dan ke dalam membentuk kayu yang baru.

3. Kayu gubal, ialah bagian kayu yang terdiri dari sel – sel yang masih hidup, masih berfungsi. Oleh karena itu tugas kayu gubal ini ialah menyalurkan bahan makanan dari daun ke bagian – bagian pohon yang lain.

4. Kayu teras, ialah bagian yang terdiri dari sel – sel yang sudah tua atau mati. Kayu teras ini asalnya dari kayu gubal yang makin tua dan mati, sehingga tidak berfungsi lagi.

5. Hati, merupakan bagian kayu yang di pusat. Hati ini asalnya dari kayu awal, yaitu kayu yang pertama–tama dibentuk oleh kambium dan bersifat rapuh. 6. Serat, arah dan ukuran serat ini pada tiap jenis kayu berbeda – beda. Ada kayu

(22)

BAB II LANDASAN TEORI 10

seratnya kecil, sedang atau besar. Serat ini sebetulnya susunan sel – sel kayu yang bentuknya seperti gelendong dan panjang – panjang.

7. Pori – pori, sebetulnya pori – pori menjadi sel – sel pembuluh kayu yang terpotong, sehingga memberi kesan lubang yang kecil (pori – pori). Ukuran besarnya pori – pori ini juga untuk tiap – tiap jenis kayu berbeda – beda. 8. Jari – jari kayu, sebenarnya jaringan kayu yang dibentuk dengan susunan sel

secara radial artinya dari luar menuju ke pusat. Jaringan ini disebut jaringan radial.

9. Lingkaran tumbuh, kondisi pertumbuhan pohon ditentukan oleh lingkaran tumbuh, yaitu iklim. Di daerah – daerah yang mempunyai perbedaan musim yang jelas, pengaruh iklim terhadap pembentukan lingkaran tumbuh lebih jelas dari pada di negara – negara di daerah tropika.

Bahan konstruksi kayu bisa dikatakan baik apabila memenuhi persyaratan Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia. Adapun syarat-syarat kayu yang baik mencakup beberapa hal seperti kelas kuat kayu tinggi dan kelas awet kayu tinggi. Kelas kuat kayu ditunjukan pada tabel 2.1 dan tabel 2.2 berikut:

Tabel 2.1 Kelas Kuat Kayu

(23)

BAB II LANDASAN TEORI 11

Tabel 2.2 Kelas Kuat Kayu

Sumber Sudarminto, 1983

2.2 Kayu Glugu

Pohon kelapa atau dikenal dengan nama ilmiahCocos nucifera L. adalah salah satu jenis pohon di daerah tropis yang termasuk keluarga palmaceaedan golongan

monocotyledoneae.Pohon kelapa yang disebut juga dengan pohon nyiur biasanya

mudah ditemukan pada daerah atau Kawasan tepi pantai(Kusyanto, 2015).

Kesulitan bahan baku dalam industri kayu nasional kini sedikit terjawab dengan munculnya beberapa jenis bahan baku kayu yang baru. Ada tiga alasan yang menyebabkan batang kelapa sawit dapat dijadikan alternatif pengganti kayu(Kusyanto, 2015) yaitu :

1. Program peremajaan kebun kelapa akan berhasil dengan baik jika pohon kelapa yang sudah ditebang dikeluarkan dari kebun. Batang kelapa yang tidak dikeluarkan akan menjadikan sarang kumbang gerak.

2. Pengolahan batang kelapa yang benar akan menghasilkan kayu yang bisa bersaing dengan beberapa kayu yang sudah ada di pasaran.

3. Sementara itu komoditi kelapa yang menjadi pendatang baru dalam Pasar Lelang Komoditi Agro ternyata cukup menarik minat pembeli.

(24)

BAB II LANDASAN TEORI 12

Kayu Glugu memiliki beberapa asal tempat budidaya karena tempat budidaya kelapa berpengaruh juga pada kualitas Kayu Glugu yang dihasilkan, hal ini dikarenakan zat – zat yang terkandung dalam tanah dan iklim masing – masing daerah adalah berbeda.berikut penghasil Kayu Glugu berdasarkan asal tempat budidayanya (Kusyanto, 2015 :

1. Kayu Glugu Jawa, merupakan Kayu Glugu yang dibudidayakan atau tumbuh di pulau jawa. Daerah penghasil Kayu Glugu di jawa adalah Wonosobo, tepatnya didaerah Banjar dan Kaliwiro.

2. Kayu Glugu Sumatera, merupakan Kayu Glugu yang dibudidayakan atau tumbuh di pulau Sumatera. Daerah penghasil kayu glugu di Sumatera adalah Lampung.

3. Kayu Glugu Sulawesi, merupakan Kayu Glugu yang dibudidayakan atau tumbuh di Pulau Sulawesi. Daerah penghasil kayu glugu di Sumatera adalah Toliloli. Kayu Glugu Sulawesi juga dikenal dengan kayu Glugu super yang memiliki kualitas A.

4. Kayu Glugu Kalimantan, merupakan Kayu Glugu yang dibudidayakan atau tumbuh di Pulau Kalimantan.

Pohon kelapa memiliki tinggi antara 15– 40 m dengan diameter batang 25 cm–40 cm. karena termasuk ke dalam golonganmonocotyledoneae maka pertumbuhan batang lurus ke atas dan tidak bercabang Pada usia 3 - 4 tahun lingkaran pada batang tidak membesar lagi. Adapun beberapa sifat dan karakteristik Kayu Glugu (Kusyanto, 2015) antara lain:

(25)

BAB II LANDASAN TEORI 13

1. Sifat Fisik Kayu Glugu : a. Berat jenis

Kayu Glugu termasuk ringan dengan spesifikasi masuk kelas kuat III yang mempunyai berat jenis 0,40 gr/cm3 (kuat tekan absolut antara 300 sampai 425 kg/cm2).

b. Keawetan

Kayu Glugu termasuk kedalam kelas awet III, apabila selalu berhubungan dengan tanah lembab akan bertahan selama 3 tahun, sedangkan kalau diletakkan pada tempat yang selalu terbuka terhadap angin dan iklim tetapi dijaga agar tidak terendam air dan tidak kekurangan udara dapat bertahan dalam waktu yang sangat lama, akan cepat rusak apabila diserang rayap tanah.

c. Warna, Tekstur, dan Nilai dekoratif

Warna Kayu Glugu sangat bervariatif mulai dari kuning muda hingga coklat tua kemerahan. Warna tersebut dapat menunjukan kekuatan yang dimiliki kayu, dari jenis pohon kelapa dan dari bagian mana pada pohon kelapa asal mula kayu tersebut. Tekstur Kayu Glugu sangat terlihat jelas, bagian – bagian pembuluhnya berwarna lebih gelap. Kayu Glugu memiliki nilai dekoratif yang sangat tinggi karena corak seratnya yang sangat jelas dan dekoratif dan unik serta memiliki wana yang eksotis.

d. Kadar Air

Kadar air Kayu Glugu berbanding terbalik dengan berat jenisnya, semakin besar berat jenis kayu Glugu maka semakin berkurang kadar

(26)

BAB II LANDASAN TEORI 14

airnya. Kadar air berkisar antara 50 % pada bagian pangkal hingga 400 % pada bagian ujungnya.

e. Serat

Karena termasuk ke dalam golongan monocotyledoneae Kayu Glugu memiliki serat yang searah atau sejajar dengan sumbu batang sehingga apabila diraba pada bagian radial atau tangensialnya akan terasa halus. f. Berat Kayu

Berdasarkan berat jenisnya yang sebesar 0,74 maka Kayu Glugu digolongkan kedalam kelas kayu agak berat ( Berat jenis berkisar 0,60 - 0,75).

2. Sifat Mekanis Kayu Glugu :

Sifat mekanik Kayu Glugu berbanding sejajar dengan kerapatannya yang juga berkaitan dengan berat jenisnya. Menurut kerapatannya Kayu Glugu dapat diklasifikasikan menjadi :

a. Kayu Glugu berkerapatan tinggi (dermat) mempunyai berat jenis 600 kg/m3 atau lebih. Kayu Glugu berkerapatan tinggi sebanding dengan Keruing (Dipeterocarpus gradiflorus), Pentacme concorta dan Meranti (Shoera polysperma ). Biasanya digunakan sebagai bahan bangunan struktural.

b. Kayu Glugu dengan kerapatan sedang (sub-dermal) mempunyai berat jenis 400 kg/m3 hingga 599 kg/m3. Kayu Glugu berkerapatan sedang sebanding dengan Pentacme concofta. Digunakan untuk bahan bangunan non-struktural.

(27)

BAB II LANDASAN TEORI 15

c. Kayu Glugu dengan kerapatan rendah ( center zone ) mempunyai berat jenis dibawah 400 kg/m3. Hanya bisa digunakan untuk bahan bangunan. 3. Sifat Kimia :

Kayu Glugu memiliki beberepa komposisi yang terdiri dari 66,7%

holocellulose, 28,1% lignin dan 22,9% pentosans.

2.3 Biji Mimba

Menurut Sukrasno (2003) Klasifikasi dari tanaman mimba dapat dikelompokan sebagai berikut :

Divisi: Spermatophyta Anak divisi: Angiospermae Kelas: Dicotyledonae Bangsa: Rutales Suku: Meliaceae Marga: Azadirachta

Jenis:Azadirachta indicaA. Juss

Mimba(Azadirachta indica A. Juss) belum diketahui secara pasti daerah asalnya. Namun, diperkirakan berasal dari Birma dan Assam. Beberpa ahli berpendapat bahwa mimba merupakan tanaman asli India. Ahli lainnya menyatakan bahwa mimba tersebar dihutan-hutan di wilayah Asia Tenggara dan Asia Selatan, termasuk Pakistan, Sri lanka, Thailand, Malaysia, serta Indonesia. Di Afrika, mimba baru dikenal pada awal abad ke 20. Sampai sekarang sudah tersebar di tiga puluh Negara di Afrika, terutama di sepanjang tepi daerah selatan gurun Sahara (Sukrasno, 2003)

(28)

BAB II LANDASAN TEORI 16

Wilayah penyebaran mimba lainnya adalah di Fiji, Mauritius, Karibia, serta negara – negara lain di Amerika tengah dan Amerika Selatan. Pohon ini banyak disebarkan oleh pekerja imigran dari India dengan cara menanam bijinya. Hal ini erat kaitannya dengan kultur masyarakat India yang banyak memanfaatkan mimba dalam pengobatan. Sementara itu, di Indonesia mimba banyak tumbuh di Bali, Lombok, Jawa Barat khususnya Subang, dan di daerah pantai utara Jawa Timur. Namun, dalam jumlah kecil pohon mimba sudah tersebar di seluruh wilayah Indonesia.(Sukrasno, 2003)

Di Indonesia, mimba paling banyak ditanam di Bali. Jumlahnya diperkirakan lebih dari lima ratus ribu pohon. Di Bali, mimba dikenal dengan nama intaran. Selain di Bali, mimba juga banyak ditanam di Lombok. Jumlahnya diperkirakan sekitar 250 – 300 ribu pohon. Sementara itu, di wilayah Indonesia lainnya, mimba ditanam dalam jumlah sedikit, tidak lebih dari dua ratus lima puluh ribu pohon. Penanaman mimba secara intensif telah dilakukan oleh Kelompok Intaran Indonesia. Penanaman secara intensif ini difokuskan dikawasan Indonesia Timur yang memiliki curah hujan rendah. Namun, kelompok ini juga menghijaukan lahan bekas tambang timah di Bangka dengan menanam mimba (Sukrasno, 2003).

(29)

BAB II LANDASAN TEORI 17

Gambar 2.2 Biji Mimba

Mimba dapat tumbuh hingga mencapai ketinggian 30 meter dengan diameter batang mencapai 2 – 5 meter. Sementara itu, diameter rimbunan daunnya (kanopi) mencapai 10 meter. Batangnya tegak dan didukung oleh system perakaran berupa akar tunggang. Bagian tanaman yang paling banyak dimanfaatkan adalah bagian bijinya. Biji Mimba dapat dimanfaatkan sebagai pestisida alami yang ramah lingkungan(Sukrasno, 2003). Adapun morfologi mimba Azadirachta indica A. Juss (Sukrasno, 2003) yaitu:

a. Bunga mimba berwarna putih dan tersusun di ranting secara aksilar, bunga mimba termasuk jenis bunga biseksul atau berkelamin dua karena dalam satu bunga terdapat benang sari dan putik.

b. Buah mimba berbentuk bulat lonjong seperti melinjo dengan ukuran maksimum 2 cm. buah yang matang berwarna kuning atau hijau kekuningan. Daging buahnya berasa manis dan menyelimuti biji. Karena rasanya yang manis itulah, daging buah sering dimakan burung atau kelelawar.

(30)

BAB II LANDASAN TEORI 18

c. Biji Mimba atau daging buah atau disebut juga pulpa merupakan bagian terluar dari biji. Kulit Biji Mimba agak keras, perbandingan berat buah dan berat biji yang dihasilkan rata-rata sebesar 50% : 50%. Di dalam Biji Mimba banyak terkandung minyak dan bahan aktif pestisida. Karena itu, bagian ini paling banyak di manfaatkan. Kadar zat aktif pestisida dalam biji sekitar 0,1-0,5% dengan rata-rata 0,25%. Lebih jelasnya, komponen kimia yang terkandung dalam biji mimba sebagai berikut :

- Minyak Mimba, diperoleh melalui proses pengepresan biji. Minyak yang dihasilkan dengan cara ini dapat mencapai 50% berat biji. Jika Biji Mimba diolah melalui ekstraksi, jumlah bahan terekstraksi dengan kandungan utamanya minyak lemak berkisar 30 – 60%.

- Azadirakhtin, merupakan komponen aktif insektisida yang penting dari biji mimba. Sebagai komponen aktif insektisida, senyawa ini merupakan racun bagi hama dan penyakit tanaman. Kadar zat aktif yang terkandung dalam Biji Mimba sekitar 0,1 – 0,5% dengan rata – rata 0,25% dari berat kering Biji Mimba. Satu biji dapat menghasilkan azadirakhtin dengan berat rata – rata 650 µg.

d. Daun Mimba merupakan daun majemuk yang tersusun saling berhadapan di petiol atau tangkai daun. Bentuknya lonjong dengan tepi bergerigi. Ujungnya daun lancip, sedangkan pangkal daunt epi bergerigi. Susunan tulang daun mimba menyirip. Lebar daun mimba sekitar 2 cm dan panjangnya 5 cm.

Kelebihan utama penggunaan insektisida alami adalah kemampuannya untuk diuraikan atau didegradasikan secara cepat. Proses penguraiannya dibantu oleh

(31)

BAB II LANDASAN TEORI 19

komponen alam seperti sinar matahari, udara, dan kelembapan. Insektisida alami seperti azadirakhtin dari Biji Mimba memiliki daya aksi yang tergolong cepat, terutama untuk menghentikan nafsu makan organisme pengganggu tanaman (OPT), meskipun tidak langsung mematikan(Sukrasno, 2003).

2.4 Boraks

Boraks merupakan suatu senyawa berbentuk kristal, berwarna putih, tidak berbau, larut dalam air, dan stabil pada suhu tekanan normal. Boraks mempunyai rumus kimia Na2B4O7.10H2o. Dalam dunia industri boraks menjadi bahan

pengawet kayu ,anti jamur, mematri logam, anti septik kayu, dan pengontrol kecoak. Dalam pengawetan kayu biasanya boraks dicampur dengan asam borat (Darmono et al., 2013).

2.5 Keawetan Kayu

Secara alami, setiap jenis kayu memiliki keawetan yang berbeda – beda tergantung jenis kayunya. Yang dimaksud dengan keawetan adalah lamanya kayu dapat dipakai atau umur pemakaian kayu(Frick, 1982). Keawetan kayu adalah daya tahan suatu jenis kayu tertentu terhadap berbagai faktor perusak kayu. Faktor perusak kayu yang dimaksud adalah faktor perusak biologis, misalnya jamur, rayap, bubuk kayu kering, dan binatang laut (Tim Elsspat, 2007). Terdapat faktor yang mempengaruhi keawetan kayu salah satunya adalah penempatan kayu. Kayu yang ditempatkan didalam ruangan dan tidak terkena panas dan hujan tidak akan cepat rusak, sedangkan kayu yang ditempatkan diluar dan terkena panas dan hujan akan cepat rusak (Frick, 1982)

(32)

BAB II LANDASAN TEORI 20

Berdasarkan pada perkiraan lama pemakaian kayu pada berbagai keadaan dan ketahanannya terhadap rayap dan bubuk kayu kering, di Indonesia berlaku lima kelas awet, yaitu kelas I yang paling awet sampai kelas V yang paling tidak awet(Tim Elsspat, 2007). untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.1 dibawah ini.

Tabel 2.3 Kelas Awet Kayu

( Sumber Tim Elsspat, 2007 : 6 )

URAIAN

KELAS AWET

I II III IV V

Selalu berhubungan dengan tanah lembap

8th 5th 3th Sangat

pendek

Sangat pendek Cuma dipengaruhi cuaca,

tetapi dijaga supaya tidak terendam air dan tidak kekurangan udara

20th 15th 10th Beberapa tahun

Sangat pendek

Di bawah atap, tidak berhubungan dengan tanah lembap dan tidak

kekurangan udara Tak terbatas Tak terbatas Sangat lama Beberapa tahun Pendek

Idem, tetapi dipelihara dengan baik dan dicat dengan teratur Tak terbatas Tak terbatas Tak terbatas 20th 20th

Serangan rayap tanah Tidak Jarang Cepat Sangat cepat

Sangat cepat Serangan bubuk kayu kering Tidak Tidak Hampir

tidak

Tidak berarti

Sangat cepat

Kayu sebagai bahan konstruksi memiliki faktor utama yaitu keawetan kayu tersebut. Seberapa kuatnya jenis kayu, penggunaannya kurang berarti jika keawetannya rendah. Suatu jenis kayu yang tidak memiliki bentuk dan keawetan yang baik untuk konstruksi bangunan tidak akan bisa dipakai apabila konstruksi

(33)

BAB II LANDASAN TEORI 21

tersebut akan berumur beberapa bulan saja. Seperti telah diutarakan sebelum ini, selain faktor biologis, keawetan kayu dipengaruhi pula oleh faktor lain, seperti kandungan zat ekstraktif, umur pohon, bagian kayu dalam batang, kecepatan tumbuh, dan tempat kayu tersebut digunakan. Selain itu, faktor suhu, kelembapan udara, dan faktor fisik lainnya akan ikut memengaruhi kegiatan organisme perusak kayu tersebut (Tim Elsspat, 2007).

Untuk meningkatkan keawetan kayu, orang sering melakukan tindakan pengawetan. Tindakan ini biasanya dilakukan secara kimiawi. Namun, sebelum dilakukan tindakan pengawetan apa pun terhadap suatu jenis kayu, sebaiknya harus dipertimbangkan perlu tidaknya tindakan itu dilakukan, dengan mengetahui keawetan kayu terlebih dahulu(Tim Elsspat, 2007).

2.6 Pengawetan Kayu

Berdasarkan SNI 01-7205-2006, Pengawetan kayu adalah suatu proses memasukan bahan pengawet ke dalam kayu dengan tujuan untuk memperpanjang masa layan kayu. Pengawetan kayu pada masa sekarang ini dirasa cukup penting bagi dunia konstruksi. Di Indonesia berbagai jenis kayu mudah ditemui, tetapi tingkat keawetannya tidak seragam. Dari sekitar 4000 jenis kayu yang ada, dalam penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan, sebagian besar memiliki keawetan alami yang rendah(Tim Elsspat, 2007).

Kayu dengan tingkat keawetan alami yang tinggi semakin langka. Oleh karena itu, kayu yang tingkat keawetan alaminya tinggi akan berharga mahal.

(34)

BAB II LANDASAN TEORI 22

Akhirnya, jenis kayu yang kurang awet adalah pilihan konsumen sebagai bahan bangunan. Kayu yang umum dipakai untuk bahan bangunan didominasi oleh jenis meranti, kapur atau kamper, keruing, kempas, bangkirai, dan kayu-kayu campuran yang umumnya didatangkan dari luar Jawa. Selain kayu kamper, semuanya memiliki tingkat keawetan yang rendah (kelas awet lll - lV). Tanpa pengawetan yang baik, akan mengakibatkan kerugian bila menggunakan kayu seadanya (Tim Elsspat, 2007).

Agar hasil pengawetan kayu sesuai dengan yang di harapkan, langkah pertama adalah mengetahui jenis kayunya dan kemungkinan penyebab kerusakannya. Hal yang perlu diperhatikan lagi dalam pengawetan kayu adalah pemilihan metode pengawetannya (Tim Elsspat, 2007). Berikut beberapa metode dalam pengawetan kayu (Tim Elsspat, 2007) yaitu:

a. Metode Pencelupan b. Rendaman Dingin

c. Metode Rendaman Panas Dingin d. Metode Vakum Tekan

2.7 Metode Pengawetan Rendaman Dingin

Metode rendaman adalah metode pengawetan dengan cara merendam kayu didalam bak larutan pengawet yang telah ditentukan konsentrasi (kepekatan) bahan pengawet dan larutannya, selama beberapa jam atau beberapa hari(Dumanauw, 1984). Dalam pengawetan kayu ada beberapa metode yang bisa digunakan dalam pengawetan kayu salah satunya pengawetan dengan metode rendaman dingin. Metode ini sangat mudah diterapkan dalam pengawetan kayu dengan cara merendam kayu kedalam larutan bahan pengawet. Keuntungtodean dan kerugian

(35)

BAB II LANDASAN TEORI 23

merendam kayu ke dalam larutan bahan pengawet. Keuntungan dan kerugian metode rendaman dingin dalam pengawetan (Dumanauw, 2001) adalah :

Keuntungan :

1. Retensi dan penetrasi bahan pengawet lebih banyak dibandingkan metode .pelaburan, penyemprotan, dan pencelupan.

2. Kayu dalam jumlah banyak dapat diawetkan bersamaan.

3. Larutan dapat digunakan berulang kali (dengan menambah konsentrasi bila berkurang).

Kerugian :

1. Waktu lebih lama dibandingkan rendaman panas. 2. Peralatan mudah terkena karat.

3. Kayu basah agak sulit diawetkan.

2.8 Sifat Fisis Kayu

Beberapa hal yang tergolong dalam sifat fisik kayu adalah berat jenis, keawetan alami, warna, higroskopik, tekstur, serat, berat, kekerasan, kesan raba, bau dan rasa dekoratif(Dumanauw, 2001).

Berat jenis kayu berbeda – beda, berkisar antara minimum 0,20 (kayu balsa) hingga 1,28 (kayu nani). Berat jenis merupakan petunjuk penting bagi aneka sifat kayu. Semakin berat BJ-nya, umumnya makin kuat pula kayunya. Berat jenis ditentukan antara lain oleh tebal dinding sel dan kecilnya rongga sel yang membentuk pori-pori. Berat jenis diperoleh dari perbandingn antara berat suatu

(36)

24

volume kayu tertentu dengan volume air yang sama pada suhu standar(Dumanauw, 2001).

Tabel 2.4 Kelas Berat Kayu

(Sumber : Dumanauw, (2001)

Kelas Berat Kayu Berat Jenis a. Sangat Berat b. Berat c. Agak Berat d. Ringan >0,90 0,75 – 0,90 0,60 – 0,75 <0,60

Berat Jenis Kayu dapat diperoleh dengan rumus : Bj B0

V1−V0 (SNI 03-6847-2002) 2.1

Keterangan :

B0 = Berat kayu mula/kering Oven (gr) V1 = Volume air akhir (cm3)

V0 = Volume air mula (cm3)

Kadar air adalah kandungan air yang terdapat dalam kayu, biasanya dinyatakan sebagai persen dari berat kayu kering oven. Secara umum kadar air dapat diperoleh dengan rumus :

Kawb−wo

wo 𝑥100% (SNI 03-6850-2002)2.2

Keterangan :

Ka = Kadar Air (%)

Wb = Berat kayu mula (gr)

(37)

BAB II LANDASAN TEORI 25

2.9 Sifat Mekanis Kayu

Sifat mekanik atau kekuatan kayu adalah kemampuan kayu untuk menahan muaan dari luar. Yang dimaksud dengan muatan dari luar ialah gaya-gaya di luar benda yang mempunyai kecenderungan untuk mengubah bentuk dan besarnya benda (Dumanauw, 1984). Kuat tekan kayu bangunan structural adalah gaya tekan per satuan luas bidang tekan. Kuat tekan sejajar arah serat adalah kekuatan kayu memikul beban yang bekerja padanya yang arah beban sejajar dengan arah serat kayu. Kuat tekan tegak lurus arah serat adalah kekuatan kayu memikul beban yang bekerja padanya yang arah beban tegak lurus dengan arah serat kayu (SNI 03-3958-1995).

Kuat tekan sejajar serat dapat diperoleh dengan rumus : 𝑓𝑐 = P

bxh(𝑀𝑃𝑎) (SNI 03-3958-1995)2.3

Keterangan :

fc= kuat tekan sejajar serat

P= beban uji maksimum b= lebar benda uji h = tinggi benda uji

Kuat tekan tegak lurus serat dapat diperoleh dengan rumus : 𝑓𝑐𝑡 = P

bxh(𝑀𝑃𝑎) (SNI 03-3958-1995)2.4

Keterangan :

fct= kuat tekan tegak lurus serat

P= beban uji maksimum b= lebar benda uji h = tinggi benda uji

(38)

BAB II LANDASAN TEORI 26

Kuat Tarik adalah nilai kuat tarik sejajar serat dan tegak lurus serat kayu. Kuat Tarik dapat diperoleh dengan rumus :

𝑓𝑡 = P

bxh(𝑀𝑃𝑎) (SNI 03-3399-1994)2.5

𝑓𝑡𝑠 = P

bxh(𝑀𝑃𝑎) (SNI 03-3399-1994)2.6

Keterangan :

ft= kuat tarik sejajar serat fts =kuat tarik tegak lurus serat

P= beban uji maksimum b= lebar dalam mm h = tinggi dalam mm

2.10 Kajian Pustaka

Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan untuk mengawetkan kayu yang ditinjau dari uji fisis dan mekanis diantaranya adalah :

1. “ Ekstrak Umbi Gandung Dan Ekstrak Biji Mimba Sebagai Bahan Pengawet Kayu Ramah Lingkungan “ ( Febriana Tri Wulandari: Prodi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Mataram ) Hasil penelitian menyimpulkan kandungan azadiracthin pada biji mimba paling tinggi dibandingkan bagian daunnya untuk mencegah serangan perusak kayu.

2. “Pengawetan Kayu Sengon Melalui Rendaman Dingin Menggunakan Bahan Pengawet Enbor Sp Ditinjau Terhadap Sifat Mekanik “(Endah Kanti Pangestuti, Lashari, Agus Hardomo ; Teknik Sipil FT Unnes). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa nilai kadar air kayu Sengon dan berat jenis kayu Sengon dipengaruhi oleh perlakuan pengawetan (konsentrasi bahan

(39)

BAB II LANDASAN TEORI 27

pengawet 0 %, 3 %, 6 %, dan 9 % dengan rendaman dingin selama 120 jam). Secara umum nilai kadar air kayu Sengon pengawetan mengalami penurunan, sedangkan nilai berat jenis kayu Sengon pengawetan mengalami kenaikan, absorbsi, retensi, mortalitas rayap, serta penurunan kehilangan massa dan derajat kerusakan sampel uji.

3. “ Sifat Fisis Dan Mekanis Batang Kelapa ( Cocos nucifera L. ) Dengan Proses Pemadatan ” (Dwi Harsono: Balai Riset dan Standardisasi Industri Banjarbaru ) Hasil penelitian menyimpulkan bahwa sifat fisik pada kadar air rata-rata berkisar antara 8,18 – 20,95%, kerapatan berkisar antara 0,14 – 0,53 g/cm3. Nilai penyusutan radial rata-rata berkisar antara 2,12 – 0,61% dan nilai penyusutan tengensial rata-rata berkisar antara 3,21 – 2,03%. Sifat mekanik pada MOR rata-rata pengujian berkisar antara 88,32 – 247,87 kg/cm2. MOE rata-rata berkisar antara 794,23 – 2735,82 kg/cm2. Keteguhan tekan tegak

lurus serat rata-rata berkisar antara 24,78 – 84,83 kg/cm2. Kekerasan ujung rata-rata berkisar antara 35 – 125 kg/cm2. Dan kekerasan sisi rata-rata berkisar antara 30 – 102 kg/cm2 . Proses pemadatan kayu kelapa bagian ujung dapat meningkatkan nilai sifat fisik dan mekanik kayu kelapa namun tidak meningkatkan nilai kelas kuat kayu.

4. “Analisis Dan Eksperimen Perbandingan Pengujian Balok Kayu Yang Diawetkan Dengan Boraks 10%, 20%, 30% Dan Tanpa Pengawetan Terhadap Kuat Lentur Balok Kayu” (Feranita Giofani Sembiring, dan Besman Surbakti : Jurusan Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara ) Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Pengawetan dengan metode rendaman

(40)

BAB II LANDASAN TEORI 28

dingin menggunakan bahan pengawet boraks sebanyak 10%, 20% dan 30% yang dilakukan pada balok kayu mempengaruhi beban maksimum serta kuat lentur yang dialami balok kayu. Kuat lentur balok kayu mengalami peningkatan setelah balok kayu diawetkan. Persentase kuat lentur balok kayu diawetkan dengan kadar boraks 10%, 20%, dan 30% dilaboratorium secara berturut meningkat sebesar 10.516 %, 21.563 %, 40.968 % terhadap balok kayu yang tidak diawetkan. Persentase kuat lentur balok kayu secara analisis diawetkan dengan kadar boraks 10%, 20%, dan 30% secara berturut meningkat sebesar 8.486 %, 20.289 %, 32.777 % terhadap balok kayu yang tidak diawetkan.

2.11 Kerangka Berpikir

Indonesia memiliki sekitar 4000 jenis kayu dan dari jumlah tersebut hanya sebagian kecil saja yang telah diketahui sifat dan kegunaannya. Sebagian masyarakat masih cenderung menggunakan jenis kayu tertentu. Akibatnya, jenis kayu lainnya yang justru memiliki potensi besar tidak mendapat tempat di hati masyarakat pemakai kayu. Persoalan ini perlu dipecahkan, agar semua jenis kayu yang telah diketahui sifat – sifatnya dapat dimanfaatkan secara menyeluruh, salah satu diantaranya adalah kayu glugu.

Kayu Glugu banyak ditanam di perkebunan Indonesia antara lain Sulawesi dan Kalimantan. Kayu Glugu merupakan kayu yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi namun kayu Glugu memiliki kelas awet yang rendah yaitu masuk dalam kelas awet III. Berat jenis kayu Glugu rata – rata adalah 0,40 gr/cm3 dan untuk kelas kuat kayu Glugu adalah III. Dari permasalah seperti itu maka

(41)

BAB II LANDASAN TEORI 29

pengawetan kayu Glugu dapat dijadikan salah satu solusi untuk mengatasi ketersediaan kayu dan menambah masa pakai kayu Glugu.

Pengawetan kayu biasanya dilakukan secara kimiawi penelitian sebelumnya menggunakan boraks. Boraks merupakan bahan pengawet larut air dengan rumus kimia Na2B4O7.10H2o. Dalam dunia industri boraks menjadi bahan pengawet kayu

,anti jamur, mematri logam, anti septik kayu, dan pengontrol kecoak. Meninjau dari kekuatannya pengawetan menggunakan boraks yang masuk kedalam pori-pori kayu glugu diharapkan dapat meningkatkan kualitas kayu terhadap sifat fisis dan mekanik kayu glugu.

Penelitian ini juga menggunakan ekstrak biji mimba sebagai bahan pengawet alami. Mimba (Azadirachta indica A. Juss) adalah salah satu jenis tanaman yang berasal dari Asia Selatan dan Tenggara. Biji dan daun mimba mengandung empat senyawa kimia alami yang aktif sebagai pestisida, yaitu azadirakhtin, salanin, meliatriol, dan nimbin. Kandungan pestisida Biji Mimba berguna sebagai insektisida bagi tanaman dan mencegah serengga perusak kayu. Meninjau dari kekuatannya pengawetan alami menggunakan ekstrak biji mimba yang masuk kedalam pori-pori kayu glugu diharapkan meningkatkan kualitas kayu terhadap sifat fisis dan mekanik kayu glugu.

Pada umumnya masyarakaat lebih sering menggunakan bahan kimia sebagai pengawet kayu. Pengawetan kayu menggunakan bahan kimia yang berlebihan akan menimbulkan dampak negative bagi lingkungan sekitar. Penggunaan bahan pengawet alami jarang dilakukan dimasyarakat. maka penelitian ini akan

(42)

BAB II LANDASAN TEORI 30

membandingkan sifat fisis dan mekanis hasil pengawetan rendaman dingin berbahan ekstrak biji mimba dan boraks pada kayu glugu. Dari penjelasan diatas dapat diringkas menjadi sebuah kerangka berpikir yang dapat dilihat pada Gambar 2.3 dibawah ini.

Gambar 2.3 Bagan Kerangka Berpikir 2.12 Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah adanya perbedaan sifat fisis dan mekanis kayu Glugu dengan variasi bahan pengawet ekstrak biji mimba( 5% dan 10%) dan boraks (5% dan 10%) dengan metode rendaman dingin.

Pengawetan Ekstrak Biji Mimba Menggunakan Metode Rendaman

Dingin Dengan Konsentrasi 5% dan 10%

Pengawetan Boraks Menggunakan Metode Rendaman Dingin Dengan

Konsentrasi 5% dan 10%

Ditinjau Sifat Fisis Dan Mekanis

Kayu Kelas Awet Tinggi Langka (Sebagian Besar (85,7%) Kelas Awet Rendah )

Banyaknya Ketersediaan Kayu Glugu Sebagai Alternatif Bahan Bangunan

Kayu Glugu (Kelas Awet III)

Perbandingan Hasil Pengawetan

Menggunakan Ekstrak Biji Mimba dan Pengawetan Menggunakan Boraks

(43)

64

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

A. Pada uji fisis meliputi pengujian kadar air dan berat jenis, pada pengujian kadar air terjadi penurunan disetiap bahan pengawet mulai dari 17,09% (kontrol), 16,32% (Boraks konsentrasi 5%), 16,27% (Mimba konsentrasi 5%), 15,85% (Boraks konsentrasi 10%), 15,56% (Mimba konsentrasi 10%). Penurunan tertinggi pada pengujian kadar air rata-rata diperoleh pada bahan pengawet ekstrak Biji Mimba dengan konsentrasi 10% sebesar 15,56%. Pada pengujian berat jenis rata-rata terjadi peningkatan disetiap bahan pengawet mulai dari 0,44 gram/cm3 (kontrol), 0,46 gram/cm3 (Boraks konsentrasi 5%), 0,54 gram/cm3 (Boraks konsentrasi 10%), 0,54 gram/cm3 (Mimba konsentrasi 5%), 0,59 gram/cm3 (Mimba konsentrasi 10%).

B. Pada uji mekanis meliputi pengujian kuat tekan dan kuat tarik, pada pengujian kuat tekan rata-rata mengalami peningkatan mulai dari 213,9 kg/cm2 (kontrol), 232,8 kg/cm2 (Boraks konsentrasi 5%), 268,6 kg/cm2

(Boraks konsentrasi 10%), 283,7 kg/cm2 (Mimba konsentrasi 5%), 291,8 kg/cm2 (Mimba konsentrasi 10%). Pengujian kuat tekan rata-rata tertinggi diperoleh pada bahan pengawet ekstrak Biji Mimba dengan konsentrasi

(44)

65

10% sebesar 291,8 kg/cm2 . pada pengujian kuat tarik rata-rata mengalami peningkatan mulai dari 96,2 kg/cm2 (kontrol), 97,7 kg/cm2 (Boraks konsentrasi 5%), 137,2 kg/cm2 (Boraks konsentrasi 10%), 174,9 kg/cm2

(Mimba konsentrasi 5%), 255,8 kg/cm2 (Mimba konsentrasi 10%). Pengujian kuat tarik rata-rata tertinggi diperoleh pada bahan pengawet ekstrak Biji Mimba dengan konsentrasi 10% sebesar 255,8 kg/cm2 . C. Terjadi perbedaan nilai rata-rata sifat fisis dan mekanis kayu Glugu pada

pengawetan rendaman dingin ekstrak Biji Mimba dan Bahan Kimia Boraks. Pada pengujian sifat fisis nilai rata-rata kayu Glugu yang diawetkan dengan ekstrak Biji Mimba konsentrasi 5% dan 10% lebih baik dibandingkan dengan bahan Kimia Boraks. Pada pengujian sifat mekanis nilai rata-rata kayu Glugu yang diawetkan dengan ekstrak Biji konsentrasi 5% dan 10% lebih baik dibandingkan dengan bahan Kimia Boraks. Ekstrak Biji Mimba bisa menjadi alternatif sebagai bahan pengawet alami selain bahan pengawet kimia Boraks, bahan pengawet alami dapat mengurangi dampak negatif dari penggunaan bahan kimia. Terjadi peningkatan kelas awet dan kelas kuat pada kayu Glugu yang diawetkan dengan ekstrak Biji Mimba dan Boraks melalui metode rendaman dingin selama 120 jam dengan berbagai variasi konsentrasi. Semula kelas kuat IV/V menjadi kelas kuat III untuk berat jenis pada pengawetan menggunakan ekstrak Biji Mimba konsentrasi 10% sedangkan kuat tekan dan kuat tarik menjadi kelas kuat IV pada pengawetan menggunakan ekstrak Biji Mimba konsentrasi 10%.

(45)

66

5.2 Saran

Beberapa saran yang dapat dirangkum untuk pembaca serta penelitian lebih lanjut antara lain:

A. Pengawetan kayu Glugu dengan rendaman ekstrak Biji Minba dan Boraks yang paling optimal yaitu pada konsentrasi 10%, maka diharapkan untuk menggunakan konsentrasi 10%.

B. Untuk penelitian selanjutnya bisa menggunakan metode pengawetan yang lain, bahan pengawet yang lain, dan jenis kayu yang lain.

C. Untuk mendapatkan hasil lebih baik lagi bisa ditambahkan lama perendamannya atau metode pengawetan yang digunakan.

D. Pemilihan kayu dipilih dalam satu pohon dan satu bagian tertentu misal bagian pangkal, maka benda uji menggunakan bagian pangkal semua karena akan berpengaruh pada kadar air.

E. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya pengeringan benda uji setelah direndam bahan pengawet menggunakan oven agar benda uji bisa kering merata.

(46)

67

DAFTAR PUSTAKA

Salmani. (2019). Metodologi Bekisting Dan Perancah Pada Pekerjaan Konstruksi

Bangunan Dan Sipil. CV Budi Utama: Yogyakarta.

Dumanauw. (2001). Mengenal Kayu. PIKA - Kanisius: Yogyakarta. Dumanauw, J. (1984). Mengenal Kayu. PT Gramedia: Jakarta.

Frick, H. (1982). Ilmu Konstruksi Bangunan Kayu. Kanisius: Yogyakarta. Kusyanto, M. (2015). Kajian material kayu glugu sebagai bahan bangunan.

10(1), 33–44.

Darmono, O., Atun, S., Prasetyo, S., & Situasi, A. (2013). Pemanfaatan Campuran Boraks Dan Asam Borat Sebagai Bahan Pengawetan Kayu Terhadap Serangan Rayap. Inotek, 17(1), 82–99.

Wulandari, F.T. 2006. Ekstra Umbi Gadung Dan Ekstrak Biji Mimba Sebagai Bahan Pengawet Kayu Ramah Lingkungan. Jurnal. Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Mataram.

Sukrasno. (2003). Mimba Tanaman Obat Multifungsi.

Tim Elsspat. (2007). Pengawetan Kayu dan Bambu. Dinamika Media: Jakarta. Subiyakto. (2015). Ekstrak Biji Mimba Sebagai Pestisida Nabati: Potensi,

Kendala, dan Strategi Pengembangannya. Perspektif, 8(2), 108– 116..2009.

Pangastuti, dkk,. 2016. Pengawetan Kayu Sengon Melaului Rendaman Dingin Mengunakan Bahan Pengawet ENBOR SP Ditinjau Terhadap Sifat Mekanik. Jurnal Teknik Sipil & Perencanaan. No.1 Vol.18.

Priyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif. Zufatama Publishing. Sidoarjo. Arikunto, S. 2014. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta:

Rineka Cipta. SNI 03-6850-2002. Metode Pengujian Pengukuran Kadar Air Kayu Dan Bahan Berkayu. PUSLITBANG-Badan Standarisasi Nasional.

(47)

68

SNI 03-6847-2002. Metode Pengujian Berat Jenis Kayu Dan Bahan Dari Kayu Dengan Cara Pencelupan Dalam Air. PUSLITBANG-Badan Standarisasi Nasional.

SNI 03-3958-1995. Metode Pengujian Kuat Tekan Kayu Di Laboratorium . PUSLITBANG-Badan Standarisasi Nasional.

SNI 03-3399-1994. Metode Pengujian Kuat Tarik Kayu Di Laboratorium. PUSLITBANG-Badan Standarisasi Nasional.

SNI 03-3233-1998 . Tata Cara Pengawetan Kayu Untuk Bangunan Rumah Dan Gedung. PUSLITBANG-Badan Standarisasi Nasional.

Andika, R., Diba, F., & Sisillia, L. (2019). Pengaruh Pengasapan Terhadap

Keawetan Kayu Bintangur (Chalophyllum sp.) Dan Kayu Medang (Chinnamomum sp) Dari Serangan Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren. 9(1), 28–41.

Gambar

Gambar 2.1 Bagian – Bagian Kayu  (Sumber Salmani :2019)
Tabel 2.1 Kelas Kuat Kayu  Sumber PKKI, 1979
Tabel 2.2 Kelas Kuat Kayu  Sumber Sudarminto, 1983
Gambar 2.2  Biji Mimba
+4

Referensi

Dokumen terkait

Setelah dihubungkan pada jala-jala sistem distribusi 20kV, rooftop pv system dapat memperbaiki tegangan sistem pada bus yang mempunyai panjang saluran terjauh sepanjang

yang menjadi sarana ideologi Perkantas bisa tertanam dalam gerakan sosial keagamaan.

Ketiga , penyampaian firman, perkunjungan pastoral dan pelayanan konseling merupakan hal penting yang harus dilakukan oleh gembala sebagai stimulasi kepada jemaat untuk

Peningkatan skor baik pada pengetahuan, sikap, dan keterampilan pada kelompok intervensi mengindikasikan bahwa metode yang dipergunakan dalam pelatihan ini

Atap pada lokasi apakah bersifat permanen dan bisa langsung digunakan jika terjadi

Pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya pada entitas lingkungan diutamakan diselenggarakan pada pembangunan berbasis komunitas, dan lokasi pembangunan diutamakan pada KSKf.

dalam perkembangan, sejarah dari alat musik tradisional Jepang, Samisen. Dan menjadikan Sekilas Tentang Samisen sebagai judul kertas karya

Apabila disesuaikan kembali hubungannya dengan masing- masing aspek usability dalam tabel diatas, dapat dikatakan bahwa perangkat lunak aplikasi android yang telah