• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Mikrobiologi Daging

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Mikrobiologi Daging"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA Mikrobiologi Daging

Buckle et al. (1987) menyatakan bahwa mutu mikrobiologi suatu produk makanan ditentukan oleh jumlah dan jenis mikroorganisme yang terdapat dalam bahan pangan. Hal ini akan menentukan ketahanan simpan dari produk tersebut ditinjau dari kerusakan oleh mikroorganisme. Keamanan produk ditentukan oleh jumlah miroorganisme patogenik yang terdapat di dalamnya. Populasi mikroorganisme yang berada pada suatu bahan pangan umumnya bersifat sangat spesifik dan tergantung pada jenis bahan pangan dan kondisi tertentu dari penyimpanannya.

Daging sangat memenuhi persyaratan untuk perkembagan mikroorganisme, termasuk mikroorganisme perusak atau pembusuk. Hal ini disebabkan daging mempunyai kadar air tinggi antara 68%-75%, kaya akan zat yang mengandung nitrogen dengan kompleksitas yang berbeda, mengandung sejumlah karbohidrat yang dapat difermentasikan, kaya akan mineral dan kelengkapan faktor untuk pertumbuhan mikroorganisme, mempunyai pH yang menguntungkan bagi sejumlah mikroorganisme sekitar 5,3–6,5 (Soeparno, 1994).

Kebanyakan bakteri tumbuh dipermukaan daging, namun tidak tertutup kemungkinan ditemukan bakteri dalam daging. Bakteri yang dapat mencapai jaringan dalam karkas dengan berbagai cara, diantaranya melalui mekanisme berikut: (1) jaringan ternak sehat dapat mengandung sebuah populasi kecil bakteri namun dinamis bila bakteri secara terus-menerus memperoleh akses ke dalam jaringan ternak hidup dengan penetrasi membran mukosa saluran respirasi dan pencernaan untuk mengganti yang telah dibasmi oleh mekanisme ketahanan tubuh ternak, (2) bakteri dari usus dapat menyerang jaringan karkas, baik selama pemotongan (agonal invasion) maupun setelah pemotongan (post mortem invasion), (3) bakteri dapat terbawa ke jaringan oleh luka sebelum pemotongan, (4) bakteri yang mengkontaminasi permukaan karkas dapat mempenetrasi ke lapisan jaringan otot yang lebih dalam. Tipe bakteri yang umum dijumpai pada daging adalah strain dari Pseudomonas, Moraxella, Acinetobacter, Lactobacillus, Brochtrix thermophacta dan beberapa genera dari famili Enterobacteriaceae (Gill, 1982). SNI mensyaratkan batas maksimum cemaran mikroba seperti tercantum dalam Tabel 1.

(2)

Tabel 1. Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Daging (cfu/g) SNI No. 01-6366-2000

No Jenis Cemaran Mikroba Batas Maksimum Daging Segar Beku

Cemaran Mikroba Daging Tanpa Tulang 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Angka Lempeng Total Bakteri (ALTB) Escherichia coli Staphylococcus aureus Clostridium sp. Salmonella sp. Coliform Enterococci Campylobacter sp. Listeria sp. 1 x 104 5 x 101 1x 101 0 Negatif 1 x 102 1 x 102 0 0 1 x 104 1 x 101 1x 102 0 Negatif 1 x 102 1 x 102 0 0 Keterangan : (*) dalam satuan MPN/gram

(**) dalam satuan kualitatif

Bakteri Asam Laktat

Bakteri asam laktat merupakan bakteri Gram positif, non spora, berbentuk kokus atau batang, memiliki komposisi dasar DNA kurang dari 50 mol% G + C. Bakteri asam laktat pada umumnya mengandung katalase, dan memfermentasi karbohidrat untuk hidupnya. Glukosa dikonversi menjadi asam laktat (bakteri homofermentatif) atau menjadi asam laktat, karbon dioksida, etanol, dan asam asetat (bakteri heterofermentatif) (Vuyst dan Vandamme, 1994).

Genus bakteri asam laktat yaitu Aerococcus, Alloiococcus, Carnobacterium, Enterococcus, Lactobacillus, Lactococcus, Leuconostoc, Pediococcus, Streptococcus, Tetragenococcus, dan Vagococcus. Bakteri asam laktat dengan kelompok katalase negatif dan berbentuk kokus dapat dibagi menjadi dua grup yaitu bakteri fakultatif anaerob atau bakteri mikroaerofilik dan bakteri anaerob sempurna. Streptococcus merupakan genus terbesar pada grup pertama (Vuyst dan Vandamme, 1994).

Vuyst dan Vandamme (1994) menyatakan bahwa bakteri asam laktat pada umumnya didapatkan pada makanan termasuk pada daging fermentasi, sayuran, buah-buahan, minuman, dan produk susu. Bakteri asam laktat memiliki peranan yang

(3)

sangat penting pada makanan dan teknologi makanan, yang mana peranan utamanya dalam menghambat pertumbuhan bakteri perusak makanan. Bakteri asam laktat menghasilkan atau memproduksi senyawa penghambat pertumbuhan dan juga asam laktat yang memiliki dampak positif bagi kesehatan manusia dan hewan.

Lactobacillus

Lactobacillus merupakan genus terbesar dari bakteri asam laktat yaitu hampir 80 spesies. Genus ini tidak berspora, berbentuk batang dan beberapa cocobasil, katalase negatif, umumnya anaerob fakultatif atau mikroaerofilik, menghasilkan asam laktat, dan membutuhkan nutrisi yang kompleks. Bakteri asam laktat ini tumbuh optimum pada kondisi sedikit asam, yaitu pada pH diantara 4,5 sampai 6,4. Bakteri asam laktat umumnya tidak bersifat patogen (Prescott, 2003).

Lactobacillus ini dapat dibagi lagi menjadi tiga grup, yaitu (1) Grup I. Lactobacillus homofermentatif obligat; (2) Grup II. Lactobacillus heterofermentatif fakultatif; (3) Group III. Lactobacillus heterofermentatif obligat pembentuk gas. Lactobacillus pada grup III ini memfermentasi heksosa menjadi asam laktat, asam asetat, etanol, dan karbon dioksida. Pentosa difermentasi menjadi asam laktat dan asetat. Berdasarkan asam nukleat data biokimia, strain yang jelas ditemukan pada Lactobacillus brevis dan Lactobacillus fermentum (Vuyst dan Vandamme, 1994). Lactobacillus fermentum merupakan bakteri yang dapat memfermentasi beberapa gula-gula sederhana yaitu galaktosa, glukosa, laktosa, rafinosa, sukrosa, dan xylosa (Arief, 2005).

Antimikroba

Bakteri asam laktat dapat memproduksi senyawa antimikroba selain asam laktat dan asam asetat. Senyawa ini bersifat antagonistik terhadap mikroorganime dalam spektrum yang luas, sehingga dapat berkontribusi sebagai pengawet. Senyawa ini dihasilkan dalam jumlah yang lebih sedikit dibanding asam laktat atau asam asetat yaitu asam format, asam lemak bebas, amonia, etanol, hidrogen peroksida, diasetil, asetoin, 2,3 butanediol, asetaldehid, benzoat, enzim bakteriolitik, antibiotik, dan bakteriosin. Beberapa dari senyawa tersebut menunjukkan aktivitas antagonistik terhadap banyak jenis mikroorganisme patogen dan perusak makanan (Vuyst dan Vandamme, 1994).

(4)

Asam Organik

Asam organik (asetat, laktat, malat, sitrat) adalah unsur pokok alami dalam makanan. Asam organik dipergunakan secara luas sebagai bahan tambahan dalam pengawetan makanan. Aktivitas mikrobial asam organik terutama didasarkan pada kemampuannya dalam menurunkan pH makanan dalam bentuk cair atau larutan. Saat nilai pH lebih rendah dari 4,0, asam akan menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan khamir dan kapang berkompetisi melawan bakteri pada nilai pH dibawah 5,0 (Samelis dan Sofos, 2001c).

Asam organik lipofilik lemah (asetat, propionat, sorbat, dan benzoat) melakukan penetrasi terhadap membran sel dalam bentuk nondisosiasi untuk menghambat pertumbuhan atau menyebabkan kematian dengan cara menguraikan atau mengasamkan sitoplasma. Mekanisme aktivitas antimikroba didasarkan pada penghambatan enzim, fungsi membran, transpor nutrien, dan aktivitas metabolisme keseluruhan (Samelis dan Sofos, 2001c).

Hidrogen Peroksida

Vuyst dan Vandamme (1994) mengungkapkan bahwa produksi hidrogen peroksida membuat bakteri asam laktat bersifat antagonistik terhadap bakteri lain. Bakteri asam laktat sanggup membentuk hidrogen peroksida dan mengakumulasikannya pada media pertumbuhan asalkan bakteri ini katalase negatif. Akumulasi ini akan meningkatkan tingkat autoinhibitor.

Mekanisme penghambatan oleh hidrogen peroksida yaitu dengan meningkatkan permeabilitas membran dengan O2- dan OH. Hasilnya efek bakterisidal dari metabolit oksigen tidak hanya terjadi sebatas sel bakteri tetapi juga terjadi sampai pada struktur molekul dasar dari asam nukleat dan sel protein (Vuyst dan Vandamme, 1994).

Antagonistik hidrogen peroksida tidak hanya berasal dari diri sendiri jika pada lingkungan alami (susu, daging, dan saliva atau air liur), tetapi melalui reaksi sekunder produk. Misalnya, Lactobacillus asal daging menghasilkan hidrogen peroksida yang bereaksi dengan senyawa protein dalam daging yang membentuk senyawa penghambat (Vuyst dan Vandamme, 1994).

(5)

Bakteriosin

Bakteriosin menurut (Klaenhammer, 1990) adalah protein atau peptida yang disintesa melalui ribosom yang dapat menghambat atau membunuh bakteri lain. Tagg et al., (1976) menyatakan bahwa semua anggota dari Eubacteria dan Archaea yang diambil dari ekosistem alamiahnya pasti menghasilkan bakteriosin. Namun, jika tidak ditemukan bakteriosin disebabkan karena penelitinya yang belum menemukan kondisi yang tepat yang menunjukkan bacteriosinogenicity in vitro.

Kondisi bakteri di laboratorium ditumbuhkan pada media monokultur (tidak ada persaingan) dan kondisi rendah stres karena kelebihan nutrisi sehingga akan mempermudah pelepasan bakteriosin. Namun, kultur pada laboratorium sering kali ditinggikan suhu pertumbuhannya yang justru akan mengeliminasi plasmid bakteriosin (Riley dan Chavan, 2007).

Metode dengan menggunakan media agar merupakan metode yang paling umum untuk mendeteksi adanya bakteriosin secara in vitro, tetapi beberapa bakteriosin harus didalam media cair. Kondisi optimum pada bakteri indikator tidak perlu tepat dengan kondisi produksi bakteriosin. Namun tentu saja, produksi bakteriosin dapat ditinggikan ketika bakteri dalam keadaan stress (nutrisi dan lingkungan). Adapun media suplemen khusus yang berpengaruh nyata dalam memproduksi bakteriosin yaitu penambahan yeast extract (YE) (meningkatkan produksi mutacin), glukosa (mempengaruhi penahanan katabolit dari bakteriosin streptococal), dan ion magnesium (menahan ekspresi lantibiotik) (Riley dan Chavan, 2007).

Produksi bakteriosin menurut Matsuaki et al. (1996) dipengaruhi oleh level sumber karbon, nitrogen, dan phosfat yang bisa didapat melalui media. Sumber karbohidrat yang berbeda menghasilkan bakteriosin yang berbeda. Nisin sebagai contoh dapat diproduksi dari glukosa, sukrosa, dan xylosa oleh Lactococcus lactis 10-1 (Matsuaki et al., 1996). Biswas et al. (1991) menyatakan bahwa glukosa, sukrosa, xylosa, dan galaktosa adalah sumber karbon terbaik dalam menghasilkan Pediocin AcH dalam media tanpa buffer. Holo et al., (1991) mengungkapkan bahwa semua bakteriosin disintesa dengan sekuen terminal N yang fungsinya mencegah bakteriosin bersifat aktif saat masih ada didalam bakteri penghasilnya.

(6)

Bakteriosin dihasilkan sebagai pre-propeptida yang diperoses dan dieksternalisasi atau dikeluarkan melalui perlengkapan transpor (Nes et al., 1996). Parente et al. (1997) menyatakan bahwa produksi bakteriosin berbanding lurus dengan pertumbuhan bakteri. Produksi bakteriosin pada umumnya terjadi pada fase pertumbuhan dan berhenti pada akhir fase eksponensial atau terkadang sebelum berakhir fase log. Jika ingin menghasilkan bakteriosin yang optimal, maka perlu disesuaikan waktu inkubasi yang sesuai pada fase pertumbuhan dari bakteri L. fermentum 2B2.

Klasifikasi bakteriosin didasarkan pada ada atau tidak adanya asam amino yang tidak umum, lanthionin, dan β-lanthionin (Jack et al., 1995). Menurut (Klaenhammer, 1990) bakteriosin asal bakteri asam laktat dibagi menjadi empat kelas, yaitu (1) Kelas I. Bakteriosin yang telah dikenal atau lantibiotik; (2) Kelas II. Kecil (< 10 kDa), membran aktif bakteriosin stabil kondisi panas; (3) Kelas III. Lebih besar (> 30 kDa) bakteriosin labil terhadap panas; (4) Kelas IV. Bakteriosin kompleks yang tergabung dengan lipid atau karbohidrat.

Mekanisme bakteriosin cenderung melawan bakteri Gram positif dengan sedikit pengaruh dari molekul reseptor atau pelepasan bakteriosin dari sel penghasilnya ditingkatkan oleh pengaruh lisin atau bakteriosin yang dilepas berupa protein. Ketiadaan membran terluar pada bakteri Gram positif meniadakan kemungkinan pengaruh molekul reseptor yang terjadi pada bakteri Gram negatif dengan bakteri yang sensitif. Potensi letal bakteriosin asal bakteri Gram positif terhadap sel yang sensitif tergantung pada kecocokan atau kesesuaian antara permukaan serangan dan interaksi molekul hidrofobik. Perbedaan lain yaitu tingkat imunitas bakteriosin yang dihasilkan dari bakteri Gram positif kurang kuat dibanding colicin (Tagg et al., 1976).

Bakteri Patogen

Banyaknya jenis organisme yang dapat menginitasi dan menyebabkan penyakit karena kerusakan makanan salah satunya kelompok bakteri patogen perusak makanan. Bakteri patogen penyebab kerusakan makanan dibagi menjadi dua grup yaitu bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Bakteri yang termasuk pada grup pertama yaitu Staphylococcus, Bacillus aureus, B. anthracis, Clostridium botulinum, C. perfringens, dan Listeria monocytogenes. Bakteri yang masuk dalam

(7)

grup ke dua yaitu Salmonella, Shigella, Escherichia, Yersinia, Vibrio, Campylobacter, dan Brucella (Jay, 2000).

Staphylococcus aureus

Bakteri S. aureus merupakan bakteri Gram positif yang dikenal sebagai bakteri jahat yang menghasilkan eksotoksik yang tidak ada pada bakteri baik. Gastroenteritis staphylococcal disebabkan terinfeksi oleh satu atau lebih enterotoksin yang dihasilkan beberapa spesies Staphylococcus. Spesies dari Staphylococcus ini banyak didapatkan dalam jumlah besar pada permukaan tubuh yang terbuka. Bakteri ini juga banyak ditemukan pada makanan komersial (Jay, 2000).

Jay (2000) menyatakan bahwa Staphylococcus membutuhkan asam amino sebagai sumber nitrogennya, dan thiamin serta asam nikotinat yang adalah vitamin B. Bakteri ini tumbuh dalam suasana anaerob maka dibutuhkan urasil, sedangkan untuk tumbuh secara aerob dan menghasilkan enterotoksin dibutuhkan monosodium glutamat sebagai sumber C, N, dan energi. S. aureus memiliki toleransi yang tinggi pada senyawa seperti tellurit, merkuri klorida, neomycin, polymyxin, dan sodium azide, serta semua agen selektif dalam kultur media.

Temperatur tumbuh bakteri S. aureus pada umumnya berkisar 7–47,8oC, dan untuk menghasilkan enterotoksin berkisar 10oC–46oC, sedangkan suhu optimumnya pada 40oC dan 45oC. S. aureus tumbuh baik pada media tanpa NaCl, namun tetap dapat tumbuh baik pada konsentrasi NaCl 7-10%, bahkan beberapa dapat tumbuh pada konsentrasi 20%. S. aureus tumbuh pada kondisi pH 4,0-9,8, sedangkan suhu optimumnya pada pH 6,0-7,0 (Jay, 2000).

Escherichia coli

Bakteri Escherichia coli telah dikenal sebagai penyebab penyakit pada manusia sejak ditemukan pada tahun 1985. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini yaitu diare, disentri, pneumonia, meningitis, infeksi ginjal dan kandung kemih. E. coli telah menjadi indikator pencemaran kotoran pada air dan susu bahkan telah menjadi indikator higienis dalam berbagai jenis makanan (Bell dan Kyriakides, 1998).

Enteropatogenik E. coli tidak menghasilkan enterotoksin, walaupun demikian tetap dapat menyebabkan diare tetapi yang hanya menyerang anak-anak dibawah umur 1 tahun. ETEC sekali menyerang mengeluarkan satu sampai dua enterotoksin.

(8)

Enterotoksigenik E. coli menyerang dan hidup berkoloni pada usus halus melalui faktor antigen fimbrial kolonisasi (CFAs). Diare yang disebabkan oleh ETEC tidak hanya menyerang anak-anak tetapi juga orang dewasa. Diare yang disebabkan oleh ETEC ini biasanya menyebar dan terjadi tiba-tiba yang disertai demam. Jumlah bekteri ETEC yang diperlukan untuk mengakibatkan diare pada orang dewasa berkisar 108-1010 (Jay, 2000).

Salmonella typhimurium

Salmonella merupakan bakteri Gram negatif, non-spora, berbentuk batang yang tak dapat dibedakan dengan E. coli dibawah mikroskop atau pada media biasa. Bakteri ini tersebar luas pada manusia dan hewan. Berdasarkan tujuan epidemilogi, Salmonella dibagi menjadi tiga grup yaitu (1) Salmonella yang menyerang manusia yaitu S. Typhi, S. Paratyphi A, S. Paratyphi C. Grup ini termasuk demam tipoid dan paratipoid, yang menjadi penyebab hampir semua penyakit yang disebabkan oleh Salmonella; (2) Serovar yang telah adaptasi pada inang (beberapa patogen pada manusia yang berasal dari makanan) yaitu S. Galinarum (unggas), S. Dublin (sapi), S. Abortus-equi (kuda), S. Abortus-ovis (domba), dan S. Choleraesuis (angsa); (3) Nonadaptasi serovar yaitu patogenik pada manusia dan hewan lain dan serovar perusak makanan (Jay, 2000).

Jay (2000) menyatakan bahwa habitat utama dari Salmonella ada pada saluran pencernaan dari hewan seperti burung, reptil, hewan ternak, manusia. dan terkadang serangga. Bakteri ini dapat tumbuh dalam jumlah besar pada media dan menghasilkan koloni yang tampak jelas dalam 24 jam dengan suhu 37oC. S. typhimurium membutuhkan nitrat, nitrit, dan NH3 sebagai sumber nitrogen. Kondisi pH optimum untuk tumbuhnya adalah pH netral, dengan nilai diatas 9,0 dan dibawah pH akan mati, sedangkan untuk pertumbuhan terbaiknya dibutuhkan pH antara 6,6 dan 8,2. Temperatur terendah untuk S. typhimurium terjadi pada 6,2oC.

Enzim

Enzim adalah katalisator organik (biokatalisator) yang dihasilkan oleh sel. Enzim berfungsi seperti katalisator anorganik, yaitu untuk mempercepat reaksi kimia. Setelah reaksi berlangsung, enzim tidak mengalami perubahan jumlah, sehingga jumlah enzim sebelum dan setelah reaksi adalah tetap. Enzim mempunyai

(9)

selektivitas dan spesifitas yang tinggi terhadap reaktan yang direaksikan dan jenis reaksi yang dikatalisasi (Sumarsih, 2007).

Saat berlangsungnya reaksi enzimatik terjadi ikatan sementara antara enzim dengan substratnya (reaktan). Ikatan sementara ini bersifat labil dan hanya untuk waktu yang singkat saja. Selanjutnya ikatan enzim-substrat akan pecah menjadi enzim dan hasil akhir. Enzim yang terlepas kembali setelah reaksi dapat berfungsi lagi sebagai biokatalisator untuk reaksi yang sama. Pada umumnya enzim tersusun dari protein. Protein penyusun enzim dapat berupa protein sederhana atau protein yang terikat pada gugusan non-protein. Banyak enzim yang hanya terdiri protein saja, misal tripsin (Sumarsih, 2007).

Sumarsih (2007) menyatakan bahwa protein adalah bagian utama enzim yang dihasilkan sel, maka semua hal yang dapat mempengaruhi protein dan sel akan berpengaruh terhadap reaksi enzimatik. Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi enzimatik yaitu:

1. Substrat (reaktan)

Kecepatan reaksi enzimatik umumnya dipengaruhi kadar substrat. Penambahann kadar substrat sampai jumlah tertentu dengan jumlah enzim yang tetap, akan mempercepat reaksi enzimatik sampai mencapai maksimum. Penambahan substrat selanjutnya tidak akan menambah kecepatan reaksi. Kecepatan reaksi enzimatik juga dipengaruhi kadar enzim.

2. Suhu

Sama seperti reaksi kimia pada umumnya, maka reaksi enzimatik dipengaruhi oleh suhu. Kenaikan suhu sampai optimum akan diikuti pula oleh kenaikan kecepatan reaksi enzimatik. Kepekaan enzim terhadap keadaan suhu melebihi optimum menyebabkan terjadinya perubahan fisikokimia protein penyusun enzim. Umumnya enzim mengalami kerusakan (denaturasi) pada suhu diatas 50oC. Walaupun demikian ada beberapa enzim yang tahan terhadap suhu tinggi, misalnya taka-diastase dan tripsin.

3. Kemasaman (pH)

Kondisi pH dapat mempengaruhi aktivitas enzim. Daya katalisis enzim menjadi rendah pada pH rendah maupun tinggi, karena terjadinya denaturasi protein enzim. Enzim mempunyai gugus aktif yang bermuatan positif (+) dan negatif (-).

(10)

Aktivitas enzim akan optimum kalau terdapat keseimbangan antara kedua muatannya. Pada keadaan masam muatannya cenderung positif, dan pada keadaan basa muatannya cenderung negatif sehingga aktivitas enzimnya menjadi berkurang atau bahkan menjadi tidak aktif. Kondisi pH optimum untuk masing-masing enzim tidak selalu sama. Sebagai contoh amylase jamur mempunyai pH optimum 5,0, arginase mempunyai pH optimum 10.

4. Penghambat enzim (inhibitor)

Inhibitor enzim adalah zat atau senyawa yang dapat menghambat enzim dengan beberapa cara penghambatan sebagai berikut: (a) Penghambat bersaing (kompetitif) yaitu daya penghambatannya dipengaruhi oleh kadar penghambat, kadar substrat dan aktivitas relatif antara penghambat dan substrat; (b) Penghambat tidak bersaing (non-kompetitif) yaitu daya penghambatannya dipengaruhi oleh kadar penghambat dan afinitas penghambat terhadap enzim.

Enzim Katalase

Moss (1987) menyatakan bahwa katalase ada dimana-mana secara alami. Katalase didapatkan pada semua mikroorganisme aerob baik dalam sel tumbuhan maupun sel hewan. Katalase adalah enzim tetramerik haemin yang terdiri dari empat identik tertra hedral disusun oleh setiap subunit 60000 g/mol. Oleh sebab itu, enzim ini terdiri dari empat ferriproliporphyrin grup/molekul sekitar 240000.

a. Dekomposisi H2O2 menjadi H2O dan O2 2H2O2 H2O + O2

b. Oksigen donor H menjadi methanol, athanol, asam format,phenol, dengan konsumsi 1 mol peroksida

ROOH + AH2 H2O + ROH

Pencegahan enzim katalase menjadi inaktif selama percobaan (umumnya 30 detik), diperlukan konsentrasi H2O2 yang relatif rendah (10 mmol/l). Konsentrasi H2O2 merupakan hal yang kritis sehingga harus proporsional antara konsentrasi substrat dengan rata-rata dekomposisi. Pengaruh suhu dalam dekomposisi H2O2 kecil sehingga dapat dilakukan pada kisaran 0oC–37oC, tetapi suhu 20oC (temperatur ruang) yang paling direkomendasikan. Pada suhu ini dapat mempercepat reaksi katalase walaupun durasi inkubasi pendek (≤ 30 detik ). Aktivitas antara pH 6,8–7,5, tetapi pH optimumnya pada pH 7,0 (Moss, 1987).

(11)

Enzim Proteolitik

Proteinase memiliki siklus hidup yang kompleks. Enzim ini disekresikan dan ditransportasikan didalam sel sebagai pre-proenzim. Enzim ini disimpan dalam bentuk aktif, bentuk laten atau bentuk inaktif proenzim dalam bagian khusus sel sebelum digunakan dalam reaksi biologi atau dilepaskan untuk fungsi fisiologi (Geiger dan Fritz, 1982).

Tripsin pertama kali didapatkan dalam bentuk kristal oleh Northrop dan Kunitz tahun 1934. Tripsin merupakan endopeptidase yang terutama memecah protein dan peptida pada ikatan carboxamid dari residu lisin dan arginin. Enzim ini disintesa dalam bagian eksokrin pada pankreas sebagai prekursor atau zymogen (tripsinogen) dan disimpan dalam granul zymogen. Enzim ini disekresikan kedalam saluran pankreas yang kemudian masuk ke dalam usus setelah stimulus yang sesuai (Geiger dan Fritz, 1982).

Pepsin labil pada nilai pH diatas 6,0 Pepsin dapat mengkatalisasi transpeptidasi dari kedua amino-transfer dan karboksil-transfer pada substrat yang sesuai. Reaksi ini tidak hanya penting untuk mekanisme enzim, tetapi turut juga pada percobaan yang mengunakan substrat peptida dengan amino atau karboksil yang tidak terlindung atau percobaan dengan menggunakan beberapa substrat peptida jika peptida lain juga ada (Ryle, 1970).

Minimum Inhibitory Concentration (MIC)

Penghambatan mikroba oleh suatu senyawa antimikroba dapat dinyatakan dalam nilai MIC. Cosentino (1999) mendefinisikan MBC sebagai konsentrasi terendah yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba sebanyak 90% dari inokulum asal selama inkubasi 24 jam. Nilai MIC senyawa antimikroba yang lebih rendah menunjukkan bakteri lebih sensitif terhadap senyawa tersebut (Naufalin, 2005). Fase pertumbuhan berpengaruh terhadap sensitifitas bakteri terhadap senyawa antimikroba. Bakteri pada fase stasioner lebih sensitif terhadap antimikroba asam lemak rantai pendek dari bakteri fase pertumbuhan. Hal ini disebabkan karena penambahan asam rantai pendek seperti asam propionat pada fase pertumbuhan (Thompson dan Hinton, 1996).

Gambar

Tabel 1.  Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Daging (cfu/g)              SNI No. 01-6366-2000

Referensi

Dokumen terkait

Pengendalian motor induksi tiga fasa ini dapat dilakukan denan mengatur kecepatan putar motor secara bertahap (soft starting) sampai mencapai kecepatan

Subjek utama dalam penelitian ini adalah Pengelola Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Hulu Sungai Utara dan Penerima ZIS (mustahik). Objek penelitian ini

Perhitungan beban gandar standar kumulatif menggunakan metode AASHTO 1993 dengan W 18 desain diperoleh hasil sebesar 8,97, yang berarti bahwa tebal pelat beton rencana dapat

Danang ingin menjual tanah kavelingnya yang terletak di Jalan Pattimura nomor 12, Semarang. Letaknya sangat strategis, sudah diurug, dan siap bangun. Danang

Jika data dalam penelitian ini tidak berkointegrasi atau nilai residual dari data penelitian yang telah terintegrasi pada derajat yang sama tidak stasioner di tingkat level, maka

kecil Adanya bidang yang memisahkan ruang Adanya ruang lain sebagai perantara Kesimpulan Dapat digunakan pada ruang-ruang yang mempunyai hubungan erat Dapat digunakan pada

Analisis Komposisi Asam Lemak Udang Windu (Penaeus monodon) dari Perairan Laut dan Tambak Budidaya Daerah Percut Sei Tuan Deli Serdang Dengan Metode GC-MS.. Beserta perangkat

Pada zaman sekarang ini, banyak sekali jenis katalis padat yang telah digunakan dalam reaksi transesterifikasi minyak nabati menjadi biodiesel seperti oksida