• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produk Domestik Regional Bruto Semesteran Kabupaten Bandung Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Produk Domestik Regional Bruto Semesteran Kabupaten Bandung Tahun 2013"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

Katalog BPS : 9205.3204

Produk Domestik Regional Bruto Semesteran

Kabupaten Bandung

(2)

Produk Domestik Regional Bruto Semesteran

Kabupaten Bandung

Tahun 2013

ISSN : 0854.9303 Nomor Publikasi : 3204.1360 Katalog BPS : 9205.3204 Ukuran Buku : 17 cm x 23,5 cm

Jumlah Halaman : xi + 89 Halaman

Naskah :

Seksi Statistik Neraca Wilayah dan Analisis Statistik BPS Kabupaten Bandung

Desain gambar kulit :

Seksi Statistik Neraca Wilayah dan Analisis Statistik Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung

Diterbitkan oleh :

Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung

Dicetak oleh :

Widji Offset

(3)

P DRB S E ME S T E RA N KA BUP A T E N BA NDUN G T A H UN 2013

DAFTAR ISI

Sambutan Bupati Bandung i

Kata Pengantar Kepala Bappeda Kabupaten Bandung ii

Kata Pengantar Kepala BPS Kabupaten Bandung iii

Daftar Isi iv

Daftar Tabel viii

Daftar Grafik x Daftar Lampiran xi Bab I Pendahuluan 1 1.1 Latar Belakang 2 1.2 Tujuan 3 1.3 Kegunaan PDRB Semesteran 3 1.4 Ruang Lingkup 4

1.5 Pengunaan Tahun Dasar 2000 5

Bab II Metodologi 7

2.1 Konsep dan Definisi 8

2.2 Produk Domestik Regional Bruto 8

2.2.1 Pengertian PDRB 8

2.2.2 Metode Perhitungan 9

2.2.3 Angka Indeks 10

2.2.3.1 Indeks Produksi 10

2.2.3.2 Indeks Penjualan 11

2.2.4 Penghitungan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 12 2.2.5 Penghitungan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku 13

(4)

P DRB S E ME S T E RA N KA BUP A T E N BA NDUN G T A H UN 2013

P a g e | v

Bab III Uraian Sektoral 15

3.1 Pertanian 18

3.1.1 Tanaman Bahan Makanan 18

3.1.2 Tanaman Perkebunan 19

3.1.3 Kehutanan 19

3.1.4 Peternakan dan Hasil-hasilnya 20

3.1.5 Perikanan 20

3.2 Pertambangan dan Penggalian 21

3.2.1 Minyak dan Gas Bumi 21

3.2.2 Pertambangan Tanpa Gas 21

3.2.3 Penggalian 21

3.3 Industri dan Pengolahan 22

3.3.1 Industri Migas 22

3.3.2 Industri Tanpa Migas 23

3.4 Listrik, Gas dan Air Bersih 24

3.4.1 Listrik 24

3.4.2 Air Bersih 24

3.5 Bangunan 25

3.6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 26

3.6.1 Perdagangan Besar dan Eceran 26

3.6.2 Hotel 26

3.6.3 Restoran 26

3.7 Pengangkutan dan Komunikasi 27

3.7.1 Pengangkutan 27

3.7.2 Komunikasi 29

3.8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 30

3.8.1 Bank 30

3.8.2 Lembaga Keuangan Bukan Bank 31

3.8.3 Jasa Penunjang Keuangan 31

3.8.4 Sewa Bangunan 31

(5)

P DRB S E ME S T E RA N KA BUP A T E N BA NDUN G T A H UN 2013

3.9 Jasa-jasa 33

3.9.1 Pemerintahan Umum 33

3.9.2 Swasta 33

Bab IV Kinerja Perekonomian Kabupaten Bandung 36

4.1. Pertumbuhan Ekonomi 37

4.2. Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 43

4.3. Struktur Ekonomi 46

4.4. PDRB Per Kapita 49

4.5. Tingkat Inflasi 53

Bab V Analisis Sektoral 55

5.1 Sektor Pertanian 56

5.1.1 Sub Sektor Tanaman Bahan Pangan (Tabama) 58

5.1.2 Sub Sektor Perkebunan 59

5.1.3 Sub Sektor Peternakan 59

5.1.4 Sub Sektor Kehutanan 60

5.1.5 Sub Sektor Perikanan 60

5.2 Sektor Pertambangan dan Penggalian 60

5.2.1 Sektor Minyak dan Gas Bumi 62

5.2.2 Sektor Penggalian 62

5.3 Sektor Industri Pengolahan 63

5.4 Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih 65

5.4.1 Sub Sektor Listrik 67

5.4.2 Sub Sektor Air Bersih 67

5.5 Sektor Bangunan/Konstruksi 67

5.6 Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 68

5.6.1 Sub Sektor Perdagangan Besar dan Eceran 70

5.6.2 Sub Sektor Hotel 70

5.6.3 Sub Sektor Restoran 71

(6)

P DRB S E ME S T E RA N KA BUP A T E N BA NDUN G T A H UN 2013

P a g e | vii

5.7.2 Sub Sektor Komunikasi 74

5.8 Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 74

5.8.1 Sub Sektor Bank 76

5.8.2 Sub Sektor Lembaga Keuangan Lainnya 76

5.8.3 Sub Sektor Sewa Bangunan 76

5.8.4. Sub Sektor Jasa Perusahaan 76

5.9 Sektor Jasa-jasa 77

5.9.1 Sub Sektor Jasa Pemerintah Umum 79

5.9.2 Sub Sektor Swasta 79

5.9.2.1 Sub Sektor Sosial Kemasyarakatan 80 5.9.2.2 Sub Sektor Jasa Hiburan dan Rekreasi 80 5.9.2.3 Sub Sektor Jasa Perorangan dan Rumahtangga 80

(7)

P DRB S E ME S T E RA N KA BUP A T E N BA NDUN G T A H UN 2013

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha Tahun 2010 –2013 41

Tabel 4.2 PDRB Kabupaten Bandung Tahun 2009 – 2013 44

Tabel 4.3 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bandung Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga KonstanTahun 2012-2013

45 Tabel 4.4 Peranan NTB Atas Dasar Harga Berlaku Setiap Kelompok Sektor dalam

Perekonomian Kabupaten Bandung Tahun 2011-2013

48 Tabel 4.5 Pendapatan Per Kapita Kabupaten Bandung Tahun 2010-2013 50 Tabel 4.6 Pendapatan Per Kapita Kabupaten Bandung dan Provinsi Jawa Barat

Tahun 2010-2012

52 Tabel 4.7 Inflasi Produk Domestik Bruto Kabupaten Bandung Tahun 2011-2013 55 Tabel 5.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Sektor Pertanian Kabupaten Bandung Tahun

2013

56 Tabel 5.2 Kontribusi Sektor Pertanian Kabupaten Bandung Atas Dasar Harga Berlaku

Tahun 2013

58 Tabel 5.3 Laju Pertumbuhan Ekonomi Sektor Pertambangan dan Penggalian

Kabupaten Bandung Tahun 2013

61 Tabel 5.4 Kontribusi Sektor Pertambangan dan Penggalian Kabupaten Bandung Atas

Dasar Harga Berlaku Tahun 2013

61 Tabel 5.5 Laju Pertumbuhan Ekonomi Sektor Industri Pengolahan Kabupaten

Bandung Tahun 2013

63 Tabel 5.6 Kontribusi Sektor Industri Pengolahan Kabupaten Bandung Atas Dasar

Harga Berlaku Tahun 2013

64 Tabel 5.7 Laju Pertumbuhan Ekonomi Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih Kabupaten

Bandung Tahun 2013

66 Tabel 5.8 Kontribusi Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih Kabupaten Bandung Atas

Dasar Harga Berlaku Tahun 2013

66 Tabel 5.9 Laju Pertumbuhan Ekonomi dan Kontribusi Sektor Bangunan Kabupaten

Bandung Tahun 2013

68 Tabel 5.10 Laju Pertumbuhan Ekonomi Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran

Kabupaten Bandung Tahun 2013

(8)

P DRB S E ME S T E RA N KA BUP A T E N BA NDUN G T A H UN 2013

P a g e | ix Tabel 5.11 Kontribusi Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Kabupaten Bandung

Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2013

69 Tabel 5.12 Laju Pertumbuhan Ekonomi Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

Kabupaten Bandung Tahun 2013

72 Tabel 5.13 Kontribusi Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Kabupaten Bandung

Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2013

73 Tabel 5.14 Laju Pertumbuhan Ekonomi Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan Kabupaten Bandung Tahun 2013

75 Tabel 5.15 Kontribusi Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

Kabupaten Bandung Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2013

75 Tabel 5.16 Laju Pertumbuhan Ekonomi Sektor Jasa-jasa Kabupaten Bandung Tahun

2013

77 Tabel 5.17 Kontribusi Sektor Jasa-jasa Kabupaten Bandung Atas Dasar Harga Berlaku

Tahun 2013

(9)

P DRB S E ME S T E RA N KA BUP A T E N BA NDUN G T A H UN 2013

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 LPE Kabupaten Bandung Tahun 2001-2013 37

Grafik 4.2 LPE Kabupaten BandungTahun 2013 38

Grafik 4.3 LPE Kabupaten Bandung Tahun 2012-2013 39

Grafik 4.4 LPE Kabupaten Bandung Semester I dan II Tahun 2013 42

Grafik 4.5 PDRB Kabupaten Bandung Tahun 2000-2013 43

Grafik 4.6 Struktur Ekonomi Kabupaten Bandung Tahun 2013 46

Grafik 4.7 Peranan Kelompok Sektor Ekonomi Kabupaten Bandung Tahun 2013 47

Grafik 4.8 PDRB Per Kapita Kabupaten Bandung Tahun 2010-2013 51

Grafik 4.9 Pendapatan Per Kapita Kabupaten Bandung dan Provinsi Jawa Barat Tahun 2010 – 2012

53

(10)

P DRB S E ME S T E RA N KA BUP A T E N BA NDUN G T A H UN 2013

(11)

P DRB S E ME S T E RA N KA BUP A T E N BA NDUN G T A H UN 2013

DAFTAR LAMPIRAN

Tabel 1.1 Produk Domestik Regional Bruto Semesteran ADH Berlaku Kabupaten Bandung Tahun 2013

82

Tabel 1.2 Produk Domestik Regional Bruto Semesteran ADH Konstan Tahun 2000 Kabupaten Bandung Tahun 2013

83

Tabel 2.1 Laju Pertumbuhan PDRB Semesteran ADH Berlaku Kabupaten Bandung Tahun 2013

84

Tabel 2.2 Laju Pertumbuhan PDRB Semesteran ADH Konstan Tahun 2000 Kabupaten Bandung Tahun 2013

85

Tabel 3.1 Distribusi Persentase PDRB Semesteran ADH Berlaku Kabupaten Bandung Tahun 2013

86

Tabel 3.2 Distribusi Persentase PDRB Semesteran ADH Konstan Tahun 2000 Kabupaten Bandung Tahun 2013

87

Tabel 4.1 Indeks Implisit PDRB Semesteran Kabupaten Bandung Tahun 2013 88

(12)
(13)

1 . 1 L A T A R B E L A K A N G

Secara sederhana pembangunan memiliki arti sebagai suatu proses perubahan ke arah kondisi yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana. Dari segi ekonomi, pembangunan dapat diartikan sebagai suatu usaha peningkatan produktifitas melalui proses produksi dengan cara pemanfaatan sumber daya potensial baik sumber daya alam, sumber daya manusia maupun sumber daya ekonominya secara optimal guna meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakatnya.

Dari definisi diatas terlihat bahwa hakikatnya setiap usaha pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakatnya. Sejalan dengan ini, pembangunan perlu dilaksanakan secara terpadu, selaras, serasi dan seimbang agar dapat berjalan efektif, efisien dan tepat sasaran sesuai dengan prioritas dan potensi daerah.

Proses pembangunan ekonomi tidak hanya dibutuhkan peran pemerintah sebagai pengawas dan penentu kebijakan stabilitas makro ekonomi, namun juga membutuhkan peran serta aktif masyarakat, pemerintah dan semua elemen dalam suatu daerah.

Untuk melihat seberapa berhasilnya kemajuan pembangunan ekonomi di suatu daerah, dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan ekonominya (economic growth). Tingkat pertumbuhan ekonomi atau kenaikan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator makro yang sering digunakan disamping indikator makro lainnya seperti tingkat penciptaan kesempatan kerja (employment) dan kestabilan harga (price stability).

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dalam kajian makro ekonomi didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha pada suatu wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDRB mampu menggambarkan kegiatan ekonomi baik yang berkaitan dengan struktur ekonomi beserta keterkaitannya dengan komponen-komponennya maupun gambaran perekonomian masa lalu.

PDRB dibedakan menjadi dua jenis yaitu PDRB atas dasar harga berlaku dan PDRB atas dasar konstan. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung

(14)

3 P D R B S E M E S T E R A N K A B B A N D U N G T A H U N 2 0 1 3

menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan merupakan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar.

Dengan digunakannya PDRB sebagai salah satu indikator ekonomi, diharapkan perencanaan pembangunan daerah dapat dilakukan lebih terarah sehingga tujuan dari pembangunan ekonomi yang mantap dan berkesinambungan dapat tercapai.

1 . 2 T U J U A N

Penyusunan publikasi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Semesteran Kabupaten Bandung bertujuan untuk memberikan informasi mengenai perkembangan indikator ekonomi di wilayah Kabupaten Bandung dalam rentang waktu semesteran.

Kedepannya indikator-indikator makro ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dan perencanaan pembangunan daerah khususnya di bidang ekonomi.

Publikasi PDRB semesteran ini disusun oleh BPS Kabupaten Bandung bekerjasama dengan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Bandung, dan merupakan penerbitan rutin seperti tahun-tahun sebelumnya.

1 . 3 K E G U N A A N P D R B S E M E S T E R A N

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator ekonomi yang memuat berbagai instrumen ekonomi mengenai keadaan makro ekonomi suatu daerah. Struktur ekonomi, tingkat pertumbuhan ekonomi, dan pendapatan perkapita merupakan beberapa indikator makro yang dapat diturunkan dari PDRB.

(15)

Selain indikator-indikator makro tersebut kegunaan data PDRB Semesteran yang lain diantaranya adalah sebagai :

 Bahan evaluasi keberhasilan kegiatan pembangunan baik secara sektoral maupun regional

 Dasar pembuatan perencanaan penyusunan kebijakan pembangunan ekonomi jangka pendek oleh Pemerintah Kabupaten Bandung

 Dasar pijakan dalam estimasi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Tahun 2013.

1 . 4 R U A N G L I N G K U P

Guna mendapatkan informasi dan gambaran umum mengenai kondisi perekonomian regional untuk mendukung penyusunan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dilakukan Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR) yang mencakup kesembilan sektor ekonomi dan sub sektornya. Penentuan alokasi sampel ke masing-masing sektor dilakukan secara proporsional berdasarkan besarnya peranan nilai tambah bruto (NTB) sektor tersebut terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bandung.

Responden mencakup unit produksi swasta maupun pemerintah di wilayah Kabupaten Bandung. Pemilihan responden didasarkan atas prioritas usaha yang cukup dominan menyumbangkan nilai tambah (value added) terhadap perekonomian regional Kabupaten Bandung dan berpedoman pada kriteria sebagai berikut :

 Perusahaan yang menjadi responden terbagi berdasarkan skala usaha yaitu kategori besar, sedang dan kecil.

 Perusahaan yang dicacah mempunyai catatan kegiatan ekonomi yang cukup lengkap.  Berlokasi di wilayah Kabupaten Bandung

 Mampu mengisi daftar isian survei khusus pendapatan regional (SKPR) dengan lengkap dan cepat.

(16)

5 P D R B S E M E S T E R A N K A B B A N D U N G T A H U N 2 0 1 3

Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling yang merupakan salah satu teknik nonprobability sampling. Purposive sampling dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan jumlah perusahaan pada masing-masing sektor kegiatan ekonomi, lalu mengelompokkan responden berdasarkan sektor atau kegiatan usaha dan skala usahanya sehingga asumsi homogenitas pada purposive sampling dapat terpenuhi.

1 . 5 P E N G G U N A A N T A H U N D A S A R 2 0 0 0

Dalam penyusunan publikasi PDRB Semesteran Kabupaten Bandung ini menggunakan tahun 2000 sebagai tahun dasar. Pergeseran tahun dasar dari tahun 1993 ke tahun 2000 pada PDRB atas dasar harga konstan dilakukan agar hasil perhitungan PDRB menjadi lebih relevan dengan struktur ekonomi pada rentang waktu tersebut. Adapun pemilihan tahun 2000 sebagai tahun dasar yang baru didasarkan pada :

 Pertumbuhan ekonomi yang dihitung berdasarkan tahun dasar 1993 dianggap sudah tidak realistis atau tidak sesuai lagi dengan perkembangan ekonomi yang terjadi, mengingat perkembangan ekonomi yang terjadi relatif cepat, adanya perkembangan teknologi serta adanya perubahan perilaku ekonomi masyarakat.

 Kondisi sosial ekonomi Indonesia tahun 2000 menunjukkan keadaan ekonomi yang relatif stabil, setelah sempat dilanda oleh krisis ekonomi sejak dari tahun 1998.  Rekomendasi PBB / United Nations (UN) sebagaimana tertuang dalam buku panduan

yang baru “Sistem Neraca Nasional” yang menyatakan bahwa perhitungan PDB/PDRB atas dasar harga konstan sebaiknya dimukhtahirkan dengan menggunakan tahun dasar yang berakhiran 0 atau 5. Hal ini dimaksud agar besaran angka-angka PDRB dapat saling diperbandingkan antar negara dan antar waktu guna keperluan analisis kinerja perekonomian dunia atau wilayah.

 Merupakan kesepakatan bersama yang dideklarasikan oleh negara-negara di wilayah Asia Pasifik (UN-ESCAP).

(17)

 Telah selesainya penyusunan Tabel Input-Output (I-O) tahun 2000 yang secara baku dipakai sebagai basis bagi penyusunan series baru penghitungan PDRB.

(18)
(19)

2 . 1 K O N S E P D A N D E F I N I S I

Beberapa istilah yang merupakan unsur-unsur pokok dalam penghitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yaitu output, biaya antara dan nilai tambah bruto.

 Output (nilai produksi)

Output adalah nilai barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu periode waktu tertentu. Pada dasarnya output merupakan perkalian kuantum produksi dengan harganya.

 Biaya Antara

Biaya antara adalah barang-barang dan jasa tidak tahan lama yang digunakan/habis dalam proses produksi.

 Nilai Tambah Bruto

NTB merupakan pengurangan dari nilai output dengan biaya antaranya.

2 . 2 P R O D U K D O M E S T I K R E G I O N A L B R U T O ( P D R B ) A . P e n g e r t i a n

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan hasil penjumlahan dari seluruh nilai tambah (value added) produksi barang dan jasa dari seluruh kegiatan perekonomian di suatu wilayah pada suatu periode waktu tertentu.

PDRB dihitung atas dasar harga berlaku dan atas harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku merupakan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada tahun berjalan, sementara PDRB atas dasar harga konstan dihitung dengan menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai tahun dasar, dalam perhitungan ini digunakan tahun 2000 sebagai tahun dasar.

(20)

9 P D R B S E M E S T E R A N K A B B A N D U N G T A H U N 2 0 1 3

PDRB atas dasar harga berlaku digunakan untuk melihat pergeseran struktur ekonomi dan gambaran perekonomian pada tahun berjalan, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk melihat pertumbuhan ekonomi suatu wilayah baik secara keseluruhan maupun sektoral.

B . M e t o d e P e r h i t u n g a n

Penghitungan Produk Domestik Regional Bruto dapat dilakukan dengan dua cara yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung adalah metode perhitungan dengan menggunakan data yang bersumber dari daerah yang bersangkutan, sedangkan metode tidak langsung adalah metode perhitungan pendapatan regional dengan cara mengalokasikan angka pendapatan regional (nilai tambah) provinsi ke setiap daerah kabupaten/kota dengan menggunakan alokator tertentu seperti nilai produk bruto sektor, jumlah produksi, tenaga kerja, penduduk dan alokator lainnya yang sesuai.

Penghitungan PDRB dengan metode langsung menggunakan tiga pendekatan yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran. Pada penyusunan publikasi PDRB ini metode penghitungan yang digunakan adalah metode langsung dengan pendekatan produksi

 Pendekatan Produksi

Pendekatan dari segi produksi adalah menghitung nilai tambah dari barang dan jasa yang diproduksi oleh seluruh kegiatan ekonomi dengan cara mengurangi output dari masing-masing sektor atau sub sektor dengan biaya antaranya.

Nilai tambah merupakan nilai yang ditambahkan pada barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit produksi dalam proses produksi dari input antara yang dikeluarkan untuk menghasilkan barang dan jasa tersebut.

 Pendekatan Pendapatan

Dalam pendekatan pendapatan, nilai tambah dari setiap kegiatan ekonomi dihitung dengan jalan menjumlahkan semua balas jasa faktor produksi yaitu upah dan gaji,

(21)

surplus usaha (bunga, sewa tanah dan keuntungan), penyusutan dan pajak tidak langsung neto. Untuk sektor pemerintahan dan usaha-usaha yang sifatnya tidak mencari untung, surplus usaha tidak diperhitungkan.

 Pendekatan Pengeluaran

Pada pendekatan dari segi pengeluaran, produk domestik regional bruto dihitung dengan cara menghitung berbagai komponen pengeluaran akhir yang membentuk Produk Domestik Regional Bruto tersebut.

Secara umum pendekatan pengeluaran dapat dilakukan melalui pendekatan penawaran yang terdiri dari metode arus barang dan metode penjualan eceran atau pendekatan permintaan yang terdiri dari pendekatan survei pendapatan dan pengeluaran rumah tangga, metode data anggaran belanja, metode balance sheet dan metode statistik perdagangan luar negeri.

C . A n g k a I n d e k s

Angka indeks pada dasarnya merupakan suatu nilai atau angka yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat digunakan untuk melakukan perbandingan antara suatu nilai/harga/volume/kualitas selama satu periode waktu tertentu.

Ciri khas dari angka indeks ini adalah perhitungan rasio (pembagian), di mana hasil rasio tersebut selalu dikalikan dengan bilangan 100 untuk menunjukkan perubahan tersebut dalam persentase. Dengan demikian, basis dari angka indeks apapun selalu 100.

I n d e k s P r o d u k s i

Indeks produksi merupakan perbandingan volume produksi semester berjalan dengan semester sebelumnya.

(22)

11 P D R B S E M E S T E R A N K A B B A N D U N G T A H U N 2 0 1 3 ܫܲ௞,௦=ܳܳ௞,௦

௞,௦ିଵݔ100

Dimana :

IPk, s : Indeks Produksi Komoditi k pada Semester s

Q : Volume Produksi

K : Komoditi

S : Semester Berjalan (s = 1,2)

Nilai indeks produksi merupakan dasar penghitungan Indeks Produksi Sektor (IPS) dengan rumus sebagai berikut :

ܫܲܵ௜,௦=∑ ܫܲ௞,௦ݔܰܶܤܭ௞,௦ିଵ ௡

௞ୀଵ

∑௡௞ୀଵܰܶܤܭ௞,௦ିଵ

Dimana :

IPSi,s : Indeks Produksi Sektor i pada Semester s

NTBK : Nilai Tambah Bruto Atas Dasar Harga Konstan

Sektor yang menggunakan pendekatan indeks produksi adalah sektor pertanian, sektor penggalian, sektor industri pengolahan dan sektor listrik, gas dan air bersih.

I n d e k s P e n j u a l a n

Indeks penjualan merupakan perbandingan volume penjualan semester berjalan dengan semester sebelumnya.

(23)

ܫ݆ܲ௞,௦=ܳܳ௞,௦ ௞,௦ିଵݔ100

Dimana :

Nilai indeks penjualan merupakan dasar penghitungan untuk Indeks Penjualan Sektor (IPjS) : ܫ݆ܲܵ௜,௦=∑ ܫܲ௞,௦ݔܰܶܤܭ௞,௦ିଵ

௡ ௞ୀଵ

∑௡௞ୀଵܰܶܤܭ௞,௦ିଵ

Dimana :

Sektor yang menggunakan pendekatan indeks penjualan adalah sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa.

D . P e n g h i t u n g a n P D R B A t a s D a s a r H a r g a K o n s t a n

Pada PDRB atas dasar harga konstan semua agregat pendapatan dinilai atas dasar harga yang terjadi pada tahun dasar, pada publikasi ini digunakan tahun 2000 sebagai tahun dasar. IPjk, s : Indeks Penjualan Komoditi k pada Semester s

Q : Volume Produksi

K : Komoditi

S : Semester Berjalan (s = 1,2)

IPJSi,s : Indeks Penjualan Sektor i pada Semester s

(24)

13 P D R B S E M E S T E R A N K A B B A N D U N G T A H U N 2 0 1 3

Nilai Tambah Bruto atas dasar Harga Konstan (NTBK) per sektor yang akan digunakan untuk penghitungan PDRB atas dasar harga konstan dapat dicari dengan rumus sbb :

ܰܶܤܭ௜,௦=ܰܶܤܭ௜,௦ିଵ100ݔܫܲܵ௜,௦

Dimana :

NTBKi,s : Nilai Tambah Bruto Atas Dasar Harga Konstan Sektor i Pada Semester s.

NTBKi,s-1 : Nilai Tambah Bruto Atas Dasar Harga Konstan Sektor i Pada Semester sebelumnya

(s-1)

IPSi,s : Indeks Produksi Sektor i pada semester s atau Indeks Penjualan Sektor i pada

semester s (s =1,2)

E . P e n g h i t u n g a n P D R B A t a s D a s a r H a r g a B e r l a k u

Dalam perhitungan PDRB atas dasar harga berlaku, semua agregat pendapatan dinilai atas dasar harga berlaku pada tahun berjalan.

Untuk mendapatkan Nilai Tambah Bruto atas dasar harga Berlaku (NTBB) guna perhitungan PDRB atas dasar harga berlaku digunakan rumus sebagai berikut :

ܰܶܤܤ௜,௦=ܰܶܤܭ௜,௦ିଵ100ݔܫܪ௜,௦

Dimana :

NTBBi,s : Nilai Tambah Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Sektor i Pada Semester s.

NTBKi,s-1 : Nilai Tambah Bruto Atas Dasar Harga Konstan Sektor i Pada Semester s-1

(25)

2 . 3 K E T E R B A T A S A N

Publikasi ini mempunyai beberapa keterbatasan, diantaranya cakupan waktu pada Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR) masih merupakan data realisasi pada semester berjalan (belum genap satu periode tahun). Selain itu publikasi ini hanya dapat menghasilkan estimasi data indikator yang berupa indeks dan persentase dimana hasil dari publikasi ini akan digunakan sebagai dasar penghitungan nilai PDRB tahun 2013 setahun kemudian.

(26)
(27)

Dalam perhitungan PDRB kegiatan ekonomi dikelompokkan menjadi 3 (tiga) sektor utama yaitu sektor primer, sekunder dan tersier. Pembagian kedalam ketiga sektor tersebut didasarkan pada asal terjadinya proses produksi.

Sektor primer adalah sektor yang tidak mengolah bahan baku melainkan hanya mendayagunakan sumber daya alam, sektor ini meliputi sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian. Sektor sekunder adalah sektor yang mengolah bahan bakubaik yang berasal dari sektor primer maupun sektor sekunder sendiri menjadi barang lain yang lebih tinggi nilainya, sektor ini mencakup sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas dan air; dan sektor bangunan. Sektor tertier atau dikenal juga sebagai sektor jasa, yaitu sektor yang melayani sektor primer dan sektor sekunder, sektor ini terdiri dari sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan; dan sektor jasa-jasa.

Ketiga sektor utama tersebut dalam penyajiannya dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) lapangan usaha (sektor) sesuai dengan Standard of National Accounts (SNA) dengan rincian sebagai berikut :

1. Pertanian

A. Tanaman Bahan Makanan B. Tanaman Perkebunan C. Kehutanan

D. Peternakan E. Perikanan

2. Pertambangan dan Penggalian A. Minyak dan Gas Bumi B. Non Migas

C. Penggalian 3. Industri Pengolahan

(28)

17 P D R B S E M E S T E R A N K A B B A N D U N G T A H U N 2 0 1 3 i. Pengilangan Minyak

ii. Gas Alam Cair B. Industri Tanpa Migas 4. Listrik, Gas dan Air Minum

A. Listrik B. Gas C. Air Minum 5. Bangunan dan Konstruksi 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran

A. Perdagangan Besar dan Eceran B. Hotel

C. Restoran / Rumah Makan 7. Pengangkutan dan Komunikasi

A. Angkutan

i. Pengangkutan Kereta Api ii. Pengangkutan Darat iii. Pengangkutan Udara iv. Pengangkutan Laut

v. Pengangkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan vi. Jasa Penunjang Angkutan

B. Komunikasi

i. Telkom dan Pos Giro ii. Jasa Penunjang Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

A. Bank

(29)

C. Jasa Penunjang Keuangan D. Sewa Bangunan E. Jasa Perusahaan 9. Jasa-Jasa A. Pemerintahan Umum B. Swasta

i. Jasa Sosial dan Kemasyarakatan ii. Jasa Hiburan dan Rekreasi iii. Jasa Perorangan dan Rumahtangga

3 . 1 S E K T O R P E R T A N I A N

Ruang lingkup sektor pertanian mencakup segala pengusahaan dan pemanfaatan benda/barang biologis (hidup) yang didapat dari alam dimana hasilnya akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup atau usaha lainnya, baik untuk kepentingan sendiri maupun pihak lain, tidak termasuk kegiatan yang tujuannya untuk hobi.

Kegiatan pertanian pada umumnya meliputi usaha bercocok tanam, pemeliharaan ternak, penangkapan ikan dan pengambilan hasil laut, penebangan kayu dan pengambilan hasil hutan serta perburuan binatang liar.

Sektor pertanian meliputi 5 sub sektor yaitu sub sektor tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan.

A . T a n a m a n B a h a n M a k a n a n

Sub sektor ini meliputi kegiatan penyiapan dan pelaksanaan penanaman, pembibitan, pemeliharaan dan pemanenan hasil-hasil pertanian tanaman pangan seperti padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah, kacang hijau, kacang kedelai, buah-buahan dan sayur-sayuran.

(30)

19 P D R B S E M E S T E R A N K A B B A N D U N G T A H U N 2 0 1 3 Sumber Data :

1. BPS Provinsi Jawa Barat

2. Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Bandung. B . T a n a m a n P e r k e b u n a n

Sub sektor tanaman perkebunan meliputi tanaman perkebunan rakyat dan tanaman perkebunan besar.

Tanaman perkebunan rakyat adalah suatu usaha tanaman perkebunan yang dilakukan oleh rakyat secara individu dengan luas areal tanaman kurang dari 25 hektar. Tanaman perkebunan besar adalah suatu usaha tanaman perkebunan yang dilaksanakan oleh perusahaan atau oleh rakyat yang luas arealnya lebih besar atau sama dengan 25 hektar.

Komoditi yang dicakup meliputi antara lain cengkeh, kapok, kelapa, kina, kopi, teh, lada, tembakau, pinang serta tanaman perkebunan lainnya.

Sumber Data :

1. BPS Provinsi Jawa Barat

2. Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Bandung. C . K e h u t a n a n

Sub sektor ini meliputi usaha di areal hutan berupa penebangan kayu, pengambilan getah, daun-daunan, akar dan kulit kayu, bambu, rotan, arang dan perburuan binatang hutan. Termasuk juga kayu dan bambu yang berasal dari areal non hutan seperti yang ditanam petani di kebun atau di pekarangan rumah.

Sumber Data :

1. BPS Provinsi Jawa Barat.

(31)

D . P e t e r n a k a n d a n H a s i l - h a s i l n y a

Sub sektor ini mencakup semua kegiatan pembibitan dan budidaya segala jenis ternak (besar dan kecil) dan unggas dengan tujuan untuk dikembangbiakan, dibesarkan, dipotong dan diambil dagingnya maupun untuk dimanfaatkan hasil-hasilnya, baik yang dilakukan oleh rakyat maupun perusahaan peternakan. Jenis ternak yang dicakup adalah sapi, kerbau, kabing, babi, kuda, ayam, itik, telur ayam, telur itik, susu sapi serta hewan ternak lainnya.

Produksi ternak adalah jumlah ternak lahir ditambah dengan pertambahan berat badan atau penggemukkan dan hasil-hasil ternak lainnya seperti telur dan bulu. Akan tetapi data pertambahan berat badan atau penggemukan tersebut tidak bisa diperoleh, sehingga khusus untuk sub sektor peternakan, penghitungan produksinya di dalam memperkirakan produksi ternak tetapi diperoleh melalui suatu rumus persamaan:

Jumlah pemotongan + Populasi akhir tahun – Populasi awal tahun + Ekspor – Impor Sumber Data :

Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bandung. E . P e r i k a n a n

Sub sektor ini meliputi segala pengusahaan perikanan yang mencakup usaha penangkapan, pembenihan, pengambilan maupun pemeliharaan segala jenis ikan dan hasil-hasilnya baik yang berada di air tawar maupun di air asin. Termasuk pengolahan sederhana seperti pengasinan atau pengeringan ikan yang dilakukan nelayan atau rumahtangga.

Sumber Data :

Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bandung. Metode Estimasi

Pendekatan yang digunakan dalam penghitungan nilai tambah sektor pertanian dilakukan melalui pendekatan produksi (production approach). Pendekatan ini didasarkan pada pertimbangan

(32)

21 P D R B S E M E S T E R A N K A B B A N D U N G T A H U N 2 0 1 3

tersedianya data produksi dan harga untuk masing-masing komoditi pertanian. Secara umum, nilai output setiap komoditi diperoleh dari hasil perkalian antara produksi yang dihasilkan dengan harga produsen komoditi bersangkutan. Sedangkan untuk penghitungan atas dasar harga konstan 2000 dilakukan melalui metode revaluasi, yaitu metode dimana seluruh produksi dan biaya-biaya antara dinilai berdasarkan harga tahun dasar 2000

3 . 2 S E K T O R P E R T A M B A N G A N D A N P E N G G A L I A N

Sektor ini meliputi usaha penggalian, pengeboran, pencucian, pengambilan dan pemanfaatan barang tambang, mineral dan barang galian yang tersedia di dalam tanah, baik yang berupa benda padat, benda cair maupun gas. Sektor ini dikelompokkan dalam tiga sub sektor yaitu sub sektor pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan non migas dan penggalian.

A . M i n y a k d a n G a s B u m i

Pertambangan minyak dan gas bumi meliputi kegiatan pencarian kandungan minyak dan gas bumi, penyiapan pengeboran, penambangan, penguapan, pemisahan serta penampungan untuk dapat dijual atau dipasarkan baik yang dilakukan di darat maupun di laut. Komoditi yang dihasilkan adalah minyak bumi, kondensat dan gas bumi.

B . P e r t a m b a n g a n T a n p a M i g a s

Pertambangan tanpa migas meliputi penambangan komoditi non migas, komoditasnya antara lain : emas, perak, nikel, mangan, timah, tembaga, bauxit dan mineral lainnya.

C . P e n g g a l i a n

Sub sektor ini mencakup penggalian dan pengambilan segala jenis barang galian seperti batu-batuan, pasir dan tanah yang pada umumnya berada pada permukaan bumi. Hasil dari

(33)

kegiatan ini adalah batu gunung, batu kali, batu kapur, koral, kerikil, batu karang, batu marmer, pasir untuk bahan bangunan, pasir silika, pasir kwarsa, kaolin, tanah liat, dan komoditi penggalian lainnya. Metode Estimasi

Metode penghitungan yang digunakan untuk sektor pertambangan dan penggalian diestimasi melalui pendekatan produksi (production approach). Output atas dasar harga berlaku diperoleh melalu perkalian antara produksi dengan harga per unit produksi (harga produsen). Produksi bruto atas dasar harga konstan 2000 didapatkan dengan metode revaluasi yaitu mengalikan kuantum barang yang dihasilkan pada masing-masing tahun dengan harga per unit produksi pada tahun 2000.

Sumber Data :

1. BPS Provinsi Jawa Barat

2. Dinas Sumber Daya Air, Pertambangan dan Energi Kabupaten Bandung

3 . 3 S E K T O R I N D U S T R I P E N G O L A H A N

Sektor ini meliputi usaha kegiatan pengolahan bahan organik ataupun anorganik menjadi produk baru yang lebih tinggi mutunya, baik dilakukan dengan tangan, mesin, atau proses kimiawi. Pembuatan atau pengerjaannya dapat diproses melalui mesin/pabrik ataupun rumahtangga. Industri pengolahan dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu industri pengolahan minyak dan gas bumi (migas) dan industri pengolahan tanpa migas.

A . I n d u s t r i M i g a s

(34)

23 P D R B S E M E S T E R A N K A B B A N D U N G T A H U N 2 0 1 3 i . P e n g i l a n g a n M i n y a k B u m i

Kegiatan ini meliputi pengolahan minyak bumi yang menghasilkan produk-produk minyak avtur, premix, premium, solar, minyak tanah, aspal dan produk lainnya. i i . G a s A l a m C a i r

Kegiatan ini meliputi pengolahan pencairan gas alam cair (Liquid Natural Gas) yang produknya diekpor ke luar negeri.

B . I n d u s t r i T a n p a M i g a s

Subsektor ini mencakup industri besar dan sedang, industri kecil dan industri rumah tangga. Dalam standar klasifikasi ISIC (International Standard Industry Classification) 2 digit, sub sektor industri tanpa migas diklasifikasikan dalam sembilan sub sektor :

 Subsektor industri makanan, minuman dan tembakau  Subsektor industri tekstil, barang jadi, kulit dan alas kaki  Subsektor industri barang kayu dan hasil hutan lainnya  Subsektor industri kertas dan barang cetakan

 Subsektor industri pupuk, kimia, dan barang dari karet  Subsektor industri semen dan barang galian bukan logam  Subsektor industri logam dasar besi dan baja

 Subsektor industri alat angkutan, mesin dan peralatannya  Subsektor industri pengolahan lainnya

Metode Estimasi

Pendekatan penghitungan output untuk sub sektor ini diestimasi melalui pendekatan produksi (production approach). Output atas dasar harga berlaku adalah perkalian antara produksi dengan harga produsen, sedangkan output atas dasar harga konstan 2000 didapatkan dengan

(35)

metode revaluasi yaitu produksi pada masing-masing tahun dikalikan dengan harga pada tahun dasar.

Sumber Data :

1. BPS Provinsi Jawa Barat. 2. BPS Kabupaten Bandung.

3 . 4 . S E K T O R L I S T R I K , G A S D A N A I R B E R S I H A . L i s t r i k

Kegiatan ini mencakup pembangkitan dan penyaluran tenaga listrik, baik yang diselenggarakan oleh Perusahaan Umum Listrik Negara (PLN) maupun oleh perusahaan Non-PLN seperti pembangkitan listrik oleh Perusahaan Pemerintah Daerah dan listrik yang diusahakan oleh swasta (perorangan maupun perusahaan), dengan tujuan untuk dijual kepada konsumen.

Metode Estimasi

Sub sektor ini diestimasi melalui pendekatan produksi (production approach). Output atas dasar harga berlaku adalah perkalian antara produksi dengan harga produsen, sedangkan output atas dasar harga konstan 2000 didapatkan dengan metode revaluasi.

Sumber Data :

1. PLN Cabang Soreang 2. PLN Cabang Majalaya B . A i r B e r s i h

Kegiatan sub sektor air bersih meliputi proses pembersihan, pemurnian dan proses kimiawi lainnya untuk menghasilkan air bersih, serta pendistribusian dan penyalurannya secara langsung melalui pipa dan alat lain kepada konsumen rumahtangga, instansi pemerintah maupun swasta. Kegiatan ini umumnya dilakukan oleh perusahaan air minum milik pemerintah daerah.

(36)

25 P D R B S E M E S T E R A N K A B B A N D U N G T A H U N 2 0 1 3 Metode Estimasi

Sub sektor ini diestimasi melalui pendekatan produksi (production approach). Output atas dasar harga berlaku adalah perkalian antara produksi dengan harga produsen, sedangkan output atas dasar harga konstan 2000 didapatkan dengan metode ektrapolasi.

Sumber Data :

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Bandung.

3 . 5 . S E K T O R B A N G U N A N D A N K O N S T R U K S I

Kegiatan sub sektor bangunan dan konstruksi meliputi usaha pembangunan/pembuatan, perluasan, pemasangan, perbaikan berat dan ringan, perombakan bangunan tempat tinggal, bangunan bukan tempat tinggal, jalan, jembatan, bendungan, jaringan listrik, telekomunikasi dan konstruksi lainnya. Termasuk juga kegiatan sub konstruksi seperti pemasangan instalasi listrik, saluran telepon, alat pendinginan, pembuatan saluran air dan sebagainya.

Metode Estimasi

Untuk sektor bangunan dan konstruksi estimasinya dilakukan melalui pendekatan produksi, sedangkan output atas dasar harga konstan 2000 menggunakan metode deflasi.

Sumber Data :

1. BPS Provinsi Jawa Barat. 2. Pemerintah Kabupaten Bandung.

(37)

3 . 6 . S E K T O R P E R D A G A N G A N , H O T E L D A N R E S T O R A N A . P e r d a g a n g a n B e s a r d a n E c e r a n

Kegiatan yang dicakup dalam sub sektor perdagangan meliputi kegiatan membeli dan menjual barang, baik barang baru maupun bekas, untuk tujuan penyaluran tanpa mengubah sifat barang tersebut. Sub sektor perdagangan dikelompokkan kedalam dua jenis kegiatan yaitu perdagangan besar dan perdagangan eceran.

Sub sektor perdagangan besar meliputi kegiatan pembelian, pengumpulan dan penjualan kembali barang oleh pedagang dari pihak produsen atau importir kepada pedagang lain, perusahaan, lembaga atau konsumen dalam partai besar. Perdagangan eceran meliputi kegiatan pembelian, pengumpulan dan penjualan kembali yang pada umumnya melayani konsumen, perorangan atau rumahtangga dalam partai kecil.

B . H o t e l

Sub sektor ini mencakup kegiatan penyediaan akomodasi yang menggunakan sebagian atau seluruh bangunan sebagai tempat penginapan. Penyediaan akomodasi yang dimaksud adalah hotel berbintang maupun tidak berbintang, serta tempat tinggal lainnya yang digunakan untuk menginap seperti losmen dan motel dan sejenisnya.

C . R e s t o r a n

Kegiatan sub sektor ini mencakup usaha penyediaan makanan di restoran/rumah makan, katering, restoran di kereta api, cafetaria dan kantin, termasuk usaha penjualan makanan dan minuman jadi yang biasanya dimakan langsung di tempat penjualan seperti : warung nasi, warung kopi, warung sate dan sejenisnya. Termasuk pula disini kegiatan penyediaan makanan dan minuman serta fasilitas lainnya, sedangkan kegiatan-kegiatan tersebut berada dalam suatu satuan usaha dengan penginapan dan datanya sulit untuk dipisahkan.

(38)

27 P D R B S E M E S T E R A N K A B B A N D U N G T A H U N 2 0 1 3 Metode Estimasi

Untuk mengestimasi sub sektor perdagangan besar dan eceran dilakukan melalui pendekatan arus barang (commodity flow) baik untuk atas dasar harga berlaku maupun untuk atas dasar harga berlaku maupun untuk atas dasar harga konstan 2000, yaitu dengan menggunakan ratio margin terhadap nilai produksi daerah sendiri (pertanian, pertambangan dan penggalian serta industri) dan impor, termasuk barang keluar masuk antar daerah/provinsi. Nilai tambah harga berlaku dan harga konstan 2000, didapatkan dengan mengalikan output dengan ratio nilai tambah. Perkiraan output sub sektor restoran/rumah makan dan sub sektor hotel/penginapan dilakukan dengan pendekatan produksi, sedangkan output harga konstan 2000 diperoleh dengan cara ekstrapolasi.

Sumber Data :

1. Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR)

2. Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata Kabupaten Bandung.

3 . 7 . S E K T O R P E N G A N G K U T A N D A N K O M U N I K A S I A . P e n g a n g k u t a n

Kegiatan yang dicakup dalam sub sektor pengangkutan terdiri atas angkutan rel, angkutan jalan raya, angkutan udara, angkutan laut, angkutan sungai, danau dan penyebrangan, dan jasa penunjang angkutan.

Kegiatan sektor ini meliputi pengangkutan barang dan penumpang dengan menggunakan alat angkutan baik yang bermotor maupun tidak bermotor atas dasar suatu pembayaran, sedangkan jasa penunjang angkutan mencakup kegiatan yang sifatnya menunjang dan membantu memperlancar kegiatan tersebut beserta penyediaan fasilitas-fasilitasnya, seperti terminal, pelabuhan dan pergudangan.

(39)

i . P e n g a n g k u t a n R e l

Meliputi semua kegiatan pengangkutan barang dan penumpang dengan menggunakan jasa kereta api termasuk gerbong.

i i . P e n g a n g k u t a n J a l a n R a y a

Meliputi semua kegiatan pengangkutan penumpang dan barang dengan menggunakan alat angkut kendaraan jalan raya baik yang bermotor maupun tidak bermotor, termasuk pula kegiatan sewa kendaraan baik atau tanpa pengemudi.

i i i . P e n g a n g k u t a n U d a r a

Meliputi semua kegiatan pengangkutan barang dan penumpang melalui udara dengan menggunakan pesawat udara/kapal terbang yang beroperasi di dalam maupun di luar negeri, baik peerbangannya yang dilakukan secara teratur maupun tidak.

i v . P e n g a n g k u t a n L a u t

Meliputi kegiatan pengankutan barang dan penumpang dengan menggunakan angkutan samudra dan perairan pantai dengan menggunakan kapal laut, yang diusahakan oleh perusahaan pelayaran nasional baik yang beroperasi di dalam maupun di luar daerah ataupun di luar negeri. Termasuk juga kegiatan jasa penunjang angkutan laut seperti pelabuhan laut/sungai, jasa pemanduan, bongkar muat, pergudangan, ekspedisi dan keagenan.

v. Pengangkutan Sungai, Danau dan Penyebrangan

Meliputi kegiatan pengangkutan barang dan penumpang dari angkutan sungai, danau dan penyebrangan yang menggunakan kapal, perahu, ferry dan angkutan air lainnya.

(40)

29 P D R B S E M E S T E R A N K A B B A N D U N G T A H U N 2 0 1 3 v i . J a s a P e n u n j a n g A n g k u t a n

Meliputi kegiatan yang bersifat menunjang dan memperlancar kegiatan pengangkutan, Kegiatan tersebut terdiri dari :

a. Terminal dan Perparkiran, mencakup kegiatan pelayanan dan pengaturan lalu lintas kendaraan / armada yang membongkar dan mengisi muatan baik barang maupun penumpang seperti terminal, parkir, pelabuhan laut meliputi fasilitas berlabuh, kapal pandu, penyediaan air tawar serta kegiatan pencacatan muatan barang dan penumpang.

b. Bongkar Muat, kegiatan ini mencakup pemberian pelayanan bongkar/muat angkutan barang melalui laut dan darat yang terdiri dari pelabuhan laut, sungai dan pelabuhan udara.

c. Keagenan, kegiatan ini meliputi pelayanan keagenan barang dan penumpang yang diberikan kepada usaha angkutan, baik angkutan darat, laut, sungai dan udara. d. Pergudangan, kegiatan ini mencakup pemberian jasa penyimpanan barang dalam

suatu bangunan/gudang ataupun lapangan terbuka dalam wilayah pelabuhan. B . K o m u n i k a s i

i . P o s d a n T e l e k o m u n i k a s i

Sub sektor ini meliputi kegiatan pelayanan jasa pos dan giro dan telekomunikasi untuk umum. Pos dan giro mencakup kegiatan pemberian jasa kepada pihak lain dalam hal pengiriman surat, paket dan wesel yang diusahakan oleh PT Pos Indonesia. Kegiatan telekomunikasi meliputi pemberian jasa kepada pihak lain dalam hal pengiriman berita melalui telepon, telex dan telegraph yang diusahakan oleh PT Telkom.

(41)

i i . J a s a P e n u n j a n g T e l e k o m u n i k a s i

Kegiatan ini meliputi pemberian/penyediaan fasilitas yang menunjang kegiatan komunikasi seperti: wartel, warpostel, radio panggil dan telepon seluler (ponsel).

Metode Estimasi

Metode estimasi yang digunakan adalah pendekatan produksi untuk kegiatan pengangkutan dan metode alokasi untuk kegiatan komunikasi. Jasa penunjang telekomunikasi hanya mencakup wartel, sedangkan yang lain belum tersedia datanya.

Sumber Data:

1. BPS Provinsi Jawa Barat 2. PT Pos Soreang 3. PT Pos Ujung Berung

4. Dinas Perhubungan Kabupaten Bandung 5. Dinas Jasa Marga

6. Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Kabupaten Bandung 7. PT Telkom Indonesia

3 . 8 . S E K T O R K E U A N G A N , P E R S E W A A N D A N J A S A P E R U S A H A A N Sektor ini meliputi kegiatan perbankan, lembaga keuangan bukan bank, jasa penunjang keuangan, sewa bangunan dan jasa perusahaan.

A . B a n k

Sub sektor ini meliputi pemberian jasa pelayanan di bidang keuangan kepada pihak keuangan kepada pihak lain seperti: menerima simpanan dalam bentuk giro dan tabungan, memberi

(42)

31 P D R B S E M E S T E R A N K A B B A N D U N G T A H U N 2 0 1 3

pinjaman, transfer/memindahkan rekening koran, membeli dan menjual surat berharga, memberi jaminan bank, menyewakan tempat penyimpanan barang-barang berharga dan sebagainya.

B . L e m b a g a K e u a n g a n B u k a n B a n k

Kegiatan lembaga keuangan bukan bank meliputi: asuransi, koperasi, pegadaian dan yayasan dana pensiun. Kegiatan asuransi meliputi pelayanan asuransi, baik asuransi jiwa maupun bukan jiwa seperti: asuransi kebakaran, asuransi kecelakaan, asuransi kerugian dan sebagainya. Termasuk juga agen perasuransian, jasa pelayanan penanggung perasuransian, unit pengatur dana pensiun yang berdiri sendiri dan sebagainya.

C . J a s a P e n u n j a n g K e u a n g a n

Meliputi jasa pelayanan bidang keuangan seperti yang dilakukan pada usaha pasar modal, bursa valuta asing, penukaran mata uang asing (money changer), anjak piutang dan modal ventura. Metode Estimasi

Sub sektor ini diestimasi melalui pendekatan produksi dan untuk penghitungan output atas dasar harga konstan 2000 menggunakan metode deflasi.

Sumber Data : 1 Bank Indonesia

2 Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR) D . S e w a B a n g u n a n

Sektor ini meliputi semua jasa yang berhubungan dengan proses persewaan bangunan dan tanah, baik yang menyangkut bangunan tempat tinggal maupun bukan tempat tinggal.

(43)

Metode Estimasi

Metode estimasi untuk sektor ini menggunakan pendekatan produksi dan penghitungan atas dasar harga konstan 2000 menggunakan cara deflasi.

Sumber Data :

BPS Kabupaten Bandung E . J a s a P e r u s a h a a n

Sub sektor ini meliputi pemberian jasa pada pihak lain seperti : jasa hukum, jasa akuntan dan pembukuan, jasa pengolahan dan tabulasi, jasa bangunan, arsitek dan teknik, jasa periklanan, jasa persewaan mesin dan peralatan. Kegiatan yang termasuk dalam penghitungan publikasi ini baru terbatas pada kegiatan jasa hukum (advokat, pengacara dan notaris) dan jasa konsultan.

Metode Estimasi

Metode pendekatan produksi adalah metode estimasi yang digunakan dalam mengestimasi nilai tambah sub sektor jasa perusahaan, sedangkan untuk penghitungan atas dasar harga konstan 2000 digunakan metode ekstrapolasi. Data untuk memperkirakan nilai tambah sub sektor ini bersumber dari survei khusus, ratio input diperoleh melalui hasil pengolahan survei khusus pada masing-masing jenis kegiatan.

Sumber Data :

(44)

33 P D R B S E M E S T E R A N K A B B A N D U N G T A H U N 2 0 1 3 3 . 9 . S E K T O R J A S A - J A S A

A . P e m e r i n t a h a n U m u m

Sektor ini mencakup kegiatan pemerintah umum dalam menyediakan jasa pelayanan kepada masyarakat yang tidak dapat dinilai secara ekonomi misalnya dalam mengatur Negara. Kegiatan pemerintah tersebut meliputi baik pemerintah pusat (badan/lembaga tinggi negara, departemen, lembaga non departemen dan unit-unit lainnya yang berada di pusat, dinas vertikal di daerah) maupun pemerintah daerah (Provinsi, Kabupaten/Kota) dan pemerintah desa serta unit-unitnya, termasuk juga kegiatan pertahanan dan keamanan negara/daerah.

Metode Estimasi

Pada sektor ini, perhitungan output Pemerintah Daerah menggunakan pendekatan pendapatan, sedangkan untuk output Pemerintah Pusat dan Pertahanan Keamanan dilakukan melalui cara tidak langsung yaitu metode alokasi dari angka nasional/provinsi. Penghitungan atas dasar harga konstan 2000 dilakukan dengan cara ekstrapolasi yaitu menggunakan indeks jumlah pegawai secara tertimbang sebagai ekstrapolatornya.

Sumber Data :

1. BPS Provinsi Jawa Barat. 2. Pemerintah Kabupaten Bandung B . S w a s t a

Kegiatan ini meliputi usaha penyelenggaraan pemberian jasa antara lain: jasa pendidikan dan jasa kesehatan, jasa kemasyarakatan lainnya, jasa hiburan dan rekreasi, dan jasa perorangan dan rumah tangga.

(45)

i . J a s a S o s i a l d a n K e m a s y a r a k a t a n

Sub sektor ini meliputi jasa pendidikan, kesehatan, penelitian, palang merah, panti asuhan, panti wreda, YPAC, rumah ibadah dan sejenisnya, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta

i i . J a s a H i b u r a n d a n R e k r e a s i

Sub sektor ini meliputi usaha penyediaan dan pengelolaan berbagai jenis hiburan/rekreasi untuk masyarakat baik perorangan maupun rumahtangga, serta berorientasi untuk mencari untung (profit making). Kegiatan tersebut seperti pembuatan dan distribusi film, usaha pemutaran film, penyiaran radio dan televisi swasta, produksi dan pertunjukkan film, produksi dan pertunjukkan sandiwara, tari, sanggar dan musik. Termasuk juga jasa rekreasi lainnya seperti gelanggang pacuan, sirkus, taman hiburan dan klub malam, penggubahan lagu, penulis buku, pembuat lukisan dan sebagainya. Dari berbagai kegiatan tersebut diatas hanya pemutaran film (bioskop), penyiaran radio swasta niaga dan taman hiburan/tempat rekreasi yang dapat diestimasi nilai tambahnya.

i i i . J a s a P e r o r a n g a n d a n R u m a h t a n g g a

Sub sektor ini meliputi kegiatan penyelenggaraan jasa yang pada umumnya melayani perorangan dan rumahtangga seperti reparasi, binatu, tukang jahit, tukang cukur, pembantu rumahtangga dan jasa perorangan lainnya. Mengingat keterbatasan data maka dalam penghitungan ini hanya terbatas pada kegiatan jasa reparasi, pembantu rumahtangga, tukang jahit, tukang cukur dan perawatan kulit, perawatan muka dan rambut.

(46)

35 P D R B S E M E S T E R A N K A B B A N D U N G T A H U N 2 0 1 3 Metode Estimasi

Besarnya output dari nilai tambah sektor ini dihitung dengan pendekatan produksi dan penghitungan atas dasar harga konstan 2000 dengan menggunakan cara ekstrapolasi.

Sumber Data :

1. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bandung 2. Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung

3. Dinas Sosial, Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Bandung 4. Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Kabupaten Bandung

(47)
(48)

37 P D R B S E M E S T E R A N K A B B A N D U N G T A H U N 2 0 1 3 4.1. PERTUMBUHAN EKONOMI

Adanya persoalan yang fundamental yang menerpa perekonomian regional dan adanya gejolak ekonomi global mengakibatkan pertumbuhan ekonomi secara nasional mengalami perlambatan. Beberapa terpaan ekonomi seperti kenaikan harga BBM, kenaikan beberapa bahan pokok seperti beras, produk hortikultura, dan meningkatnya harga TDL (tarif dasar listrik) secara nasional maupun regional berakibat pada melemahnya kinerja ekonomi wilayah. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bandung yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000 pada tahun 2013 tumbuh sebesar 5,96 persen.

Grafik 4.1

LPE Kabupaten Bandung Tahun 2001-2013 (Perse n) 4,98 4,98 5,02 5,66 5,78 5,80 5,92 5,30 4,34 5,88 5,94 6,15 5,96 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

(49)

Jika dibandingkan dengan tahun 2012, maka pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bandung mengalami perlambatan yaitu turun sebesar 0,19 point dari nilai pertumbuhan di tahun sebelumnya yang mencapai 6,15 persen.

Sama dengan tahun sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bandung tahun 2013 didorong oleh hampir semua sektor ekonomi. Delapan dari sembilan sektor ekonomi mengalami pertumbuhan positif, hanya satu sektor yaitu sektor pertambangan dan penggalian yang mengalami pertumbuhan negatif.

Grafik 4.2

LPE Kabupaten Bandung Tahun 2013 (Perse n) Pertanian 4,93 Pertambangan & Penggalian (4,23) Ind Pengolahan 5,03 LGA 8,19 Bangunan8,97 Perdagangan,Hotel & Restoran 9,10 Pengangkutan & Komunikasi 6,44

Keu,Sewa & Jasa Perusahaan

3,87

Jasa-jasa 9,28

(50)

39 P D R B S E M E S T E R A N K A B B A N D U N G T A H U N 2 0 1 3

Pertumbuhan beberapa sektor ekonomi mengalami peningkatan laju pertumbuhan ekonomi yang dimotori oleh pertumbuhan di sektor jasa-jasa yang mencapai 9,28 persen, kemudian diikuti oleh pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 9,10 persen dan pertumbuhan sektor bangunan sebesar 8,97 persen.

Sementara itu sektor pertambangan dan penggalian kembali mengalami pertumbuhan negatif yaitu negatif 4,23 persen.

Grafik 4.3

LPE Kabupaten Bandung Tahun 2012-2013 (Perse n) PERTANIAN PERTAMBA NGAN & PENGGALIA N INDUSTRI PENGOLAH AN LGA BANGUNA N PERDAGAN GAN,HOTE L & RESTORAN PENGANGK UTAN & KOMUNIKA SI KEUANGAN ,PERSEWA AN & JASA PERUSAHA AN JASA - JASA 2012 5,86 (1,75) 5,40 12,53 5,04 8,67 7,90 8,28 5,05 2013 4,93 (4,23) 5,03 8,19 8,97 9,10 6,44 3,87 9,28

(51)

Grafik 4.3 menggambarkan perbandingan LPE sembilan sektor ekonomi pada tahun 2013 dengan tahun 2012. Pada umumnya sektor ekonomi mengalami perlambatan LPE, hanya di sektor bangunan, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor jasa-jasa yang mengalami peningkatan nilai LPE. Sedangkan untuk sektor lainnya mengalami perlambatan nilai LPE.

Hal yang perlu mendapat catatan bahwa untuk sektor bangunan meskipun mengalami kenaikan harga di beberapa komponen bahan bangunan namun masih memberikan kinerja yang cukup baik yaitu dari LPE 5,04 persen di tahun 2012 menjadi 8,97 persen di tahun 2013. Hal ini disinyalir dari terus berkembangnya pembangunan perumahan di wilayah Kabupaten Bandung.

Kondisi yang sama untuk sektor jasa-jasa dimana kinerjanya mengalami peningkatan yaitu dari nilai LPE 5,05 persen di tahun 2012 menjadi 9,28 persen di tahun 2013. Peningkatan kinerja ini didorong oleh meningkatnya kinerja dari sub sektor jasa hiburan maupun jasa perorangan. Hal ini memberikan gambaran bahwa meskipun terjadi gejolak ekonomi secara global namun sektor ini cukup bertahan dan justru mengalami peningkatan.

Hal yang sama untuk sektor perdagangan, hotel dan restoran dimana kinerja masih mengalami peningkatan yaitu dari 8,67 persen di tahun 2012 menjadi 9,10 persen di tahun 2013. Meskipun ada deraan melemahnya nilai tukar rupiah sepanjang tahun 2013. Rupiah bahkan menembus level Rp 12.300 per dolar Amerika Serikat (AS) di pengujung tahun. Data Bank Indonesia menyebutkan kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada 30 Desember 2013 tercatat sebesar Rp 12.270 per dolar AS, dengan kurs jual sebesar Rp 12.331 dan kurs beli sebesar Rp 12.209.1

Adapun sektor dominan yaitu industri pengolahan, sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran di tahun 2013 kinerjanya mengalami perlambatan di bandung tahun 2012, hanya sektor perdagangan, hotel dan restoran yang masih memberikan kinerja lebih baik.

(52)

41 P D R B S E M E S T E R A N K A B B A N D U N G T A H U N 2 0 1 3 Tabel 4.1

Laju Pertumbuhan E konomi Me nurut Lapangan Usaha Tahun 2010 - 2013

(Perse n)

LAPANGAN USAHA 2010 2011* 2012** 2013***

[1] [2] [3] [4] [5]

1. Pertanian 6,66 5,38 5,86 4,93

2. Pertambangan dan Penggalian 4,87 3,00 (1,75) (4,23)

3. Industri Pengolahan 5,24 5,19 5,40 5,03

4. Listrik, Gas dan Air 5,32 8,21 12,53 8,19

5. Bangunan 7,17 8,10 5,04 8,97

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 8,21 7,88 8,67 9,10

7. Pengangkutan dan Komunikasi 5,78 7,62 7,90 6,44

8. Keuangan, Persewaan & Js Prshaan 5,26 7,15 8,28 3,87

9. Jasa jasa 5,60 6,99 5,05 9,28

LPE KAB BANDUNG 5,88 5,94 6,15 5,96

(53)

Untuk sektor industri pengolahan, melemahnya kinerja di tahun ini, kemungkinan besar akibat naiknya harga BBM bersubsidi yang berakibat pada berkurangnya volume produksi industri pengolahan.

Seperti halnya dengan tahun-tahun sebelumnya, laju pertumbuhan Kabupaten Bandung secara semesteran tumbuh lebih baik di semester I dibanding dengan semester II. LPE semester I Kabupaten Bandung tercatat sebesar 3,94 persen cukup jauh dibanding LPE semester II yang tumbuh sebesar 2,32 persen dibanding semester sebelumnya.

Grafik 4.4

LPE Kabupaten Bandung Semester I dan II Tahun 2013 (Perse n)

SEMESTER I

• LPE 3,94

SEMESTER II

(54)

43 P D R B S E M E S T E R A N K A B B A N D U N G T A H U N 2 0 1 3 4.2. NILAI PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

Perekonomian Kabupaten Bandung yang diukur berdasarkan besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada tahun 2013 mencapai Rp 64,33 triliun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 mencapai Rp 25,90 triliun.

Bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, PDRB atas dasar harga berlaku mengalami kenaikan sebesar Rp 7,26 triliun atau meningkat sebesar 12,73 persen dari tahun sebelumnya. Demikian pula PDRB atas dasar harga konstan 2000, yang mengalami kenaikan sebesar Rp 1,4 triliun dari Rp 24,44 triliun pada tahun sebelumnya.

Grafik 4.5

PDRB Kabupate n Bandung Tahun 2000-2013 (Tr iliun Rp)

(55)

Tabel 4.2 PDRB Kabupate n Bandung Tahun 2009 - 2013 (J uta Rp) Uraian 2009 2010 2011* 2012** 2013*** PDRB A D H BERLAKU 41.262.098,75 46.092.238,72 51.291.762,65 57.071.406,68 64.334.227,32 PDRB A D H KONSTAN 20.527.539,56 21.734.661,19 23.026.237,14 24.443.222,17 25.901.171,60

Catatan : *) Angka Perbaikan **) Angka Sementara ***) Angka Sangat Sementara

Sektor industri pengolahan mempunyai nilai tambah terbesar tahun ini yaitu mencapai Rp 36,72 triliun, diikuti oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar Rp 11,79 triliun; sektor pertanian sebesar Rp 5,17 triliun; sektor jasa-jasa sebesar Rp 3,78 triliun; sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar Rp 2,66 triliun; sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan sebesar Rp 1,22 triliun; sektor listrik, gas, dan air bersih sebesar Rp 1,17 triliun; sektor bangunan sebesar Rp 1,14 triliun; dan terakhir sektor pertambangan dan penggalian sebesar Rp 0,67 triliun.

Sementara itu berdasarkan kelompok sektor ekonomi, total nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku dari kelompok sekunder yang mencakup sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air, dan sektor bangunan mencapai Rp 39,03 triliun atau meningkat sebesar 12,10 persen dibanding tahun sebelumnya. Adapun kelompok sektor primer dan kelompok tertier pada tahun ini masing-masing menghasilkan nilai tambah bruto sebesar Rp 5,85 triliun dan Rp 19,46 triliun, atau mengalami kenaikan masing-masing sebesar 12,31 persen dan 14,12 persen dibanding tahun sebelumnya.

(56)

45 P D R B S E M E S T E R A N K A B B A N D U N G T A H U N 2 0 1 3 Tabel 4.3

Produk Dome stik Reg ional Br uto Kabupaten Bandung Atas Dasar Harga Ber laku dan Harga Konstan

Tahun 2012-2013 (Juta Rupiah)

LAPANGAN USAHA Harga Berlaku Harga Konstan 2012 2013 2012 2013

[1] [2] [3] [4] [5]

I. Primer 5.204.798,77 5.845.458,74 2.073.564,61 2.149.553,04 1. Pertanian 4.518.784,28 5.172.325,03 1.787.255,22 1.875.353,39 2. Pertambangan dan Penggalian 686.014,49 673.133,71 286.309,40 274.199,65 II. Sekunder 34.817.386,98 39.031.978,15 15.520.890,84 16.334.016,22 3. Industri Pengolahan 32.915.231,13 36.721.871,46 14.605.911,06 15.340.747,17 4. Listrik, Gas dan Air 954.918,90 1.166.432,32 482.230,40 521.716,11 5. Bangunan 947.236,94 1.143.674,37 432.749,38 471.552,93 III. Tertier 17.049.220,93 19.456.790,44 6.848.766,72 7.417.602,34 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 10.436.027,24 11.795.595,18 4.073.645,70 4.444.168,03 7. Pengangkutan dan Komunikasi 2.374.097,92 2.659.942,03 1.036.304,54 1.103.080,04 8. Keuangan, Persewaan & Js Prshaan 1.123.606,62 1.217.604,86 550.913,19 572.223,98 9. Jasa jasa 3.115.489,15 3.783.648,37 1.187.903,28 1.298.130,28 KABUPATEN BANDUNG 57.071.406,68 64.334.227,32 24.443.222,17 25.901.171,60 Catatan : **) Angka Sementara ***) Angka Sangat Sementara

(57)

4.3. STRUKTUR EKONOMI

Struktur ekonomi daerah dapat dilihat dari distribusi persentase PDRB atas dasar harga berlaku. Distribusi persentase PDRB atas dasar harga berlaku dapat menunjukkan peranan atau konstribusi masing-masing sektor ekonomi dalam menunjang terbentuknya produk domestik regional bruto suatu daerah. Dengan memperhatikan struktur ekonomi suatu daerah, diharapkan kebijakan-kebijakan yang menyangkut pembangunan ekonomi dapat lebih terarah dengan tetap mempertimbangkan skala prioritas pembangunan.

Grafik 4.6

Str uktur E konomi Kabupaten Bandung Tahun 2013 Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan 57,08%

Listrik, Gas & Air 1,81% Bangunan 1,78% Perdagangan, Hotel & Restoran 18,33% Pengangkutan & Komunikasi 4,13% Keu, Persewaan &

Js Prshaan Jasa jasa

(58)

47 P D R B S E M E S T E R A N K A B B A N D U N G T A H U N 2 0 1 3

Struktur ekonomi Kabupaten Bandung masih tetap didominasi oleh 3 sektor utama yaitu industri pengolahan (57,08%), sektor perdagangan, hotel dan restoran (18,33%) dan sektor pertanian (8,04%). Dengan nilai peranan sektor industri pengolahan yang diatas 50 persen maka dapat dikatakan bahwa sektor ini merupakan penopang utama perekonomian di Kabupaten Bandung. Adapun industri yang menjadi penyumbang terbesar adalah industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki, disamping industri makanan minuman yang juga memberikan andil cukup besar terhadap perekonomian Kabupaten Bandung.

Sektor perdagangan, hotel dan restoran yang merupakan sektor terbesar kedua terhadap struktur ekonomi Kabupaten Bandung didominasi oleh sub sektor perdagangan, sedangkan peranan dari sektor pertanian masih tetap didominasi oleh sub sektor tanaman bahan makanan (tabama).

Berdasarkan kelompok sektor ekonomi, struktur perekonomian Kabupaten Bandung tahun 2013 masih didominasi oleh kelompok sektor sekunder dengan kontribusi terhadap total PDRB sebesar 60,67 persen, adapun kontribusi kelompok sektor tertier dan primer masing-masing tercatat sebesar 30,24 persen dan 9,09 persen.

Grafik 4.7

Peranan Ke lompok Se ktor Ekonomi Kabupaten Bandung Tahun 2013

(Perse n) Kelompok Sektor Sekunder

60,67 %

Kelompok Sektor Tertier

30,24 %

Kelompok Sektor Primer

9,09 %

(59)

Nilai peranan kelompok sektor sekunder terus mengalami penurunan kontribusi di setiap tahunnya. Hal ini dapat diamati dari nilai peranan kelompok sekunder tahun 2008 yang tercatat sebesar 64,17 persen dan terus mengalami penurunan hingga 60,67 persen di tahun ini.

Tabel 4.4

Peranan NTB Atas Dasar Harga Ber laku Setiap Ke lompok Sektor dalam Perekonomian Kabupate n Bandung

Tahun 2011-2013 (Perse n) LAPANGAN USAHA 2011*) 2012**) 2013***) [1] [2] [3] [4] I. Primer 9,01 9,12 9,09 1. Pertanian 7,76 7,92 8,04

2. Pertambangan dan Penggalian 1,25 1,20 1,05

II. Sekunder 61,99 61,01 60,67

3. Industri Pengolahan 58,72 57,67 57,08

4. Listrik, Gas dan Air 1,61 1,67 1,81

5. Bangunan 1,66 1,66 1,78

III. Tertier 29,00 29,87 30,24

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 17,39 18,29 18,33

7. Pengangkutan dan Komunikasi 4,21 4,16 4,13

8. Keuangan, Persewaan & Js Prshaan 1,93 1,97 1,89

9. Jasa jasa 5,47 5,46 5,88

KABUPATEN BANDUNG

100,00 100,00 100,00 Catatan : *) Angka Perbaikan **) Angka Sementara ***) Angka Sangat Sementara

(60)

49 P D R B S E M E S T E R A N K A B B A N D U N G T A H U N 2 0 1 3

Penurunan kontribusi kelompok ini utamanya terjadi pada peranan sektor industri pengolahan yang terus mengalami penurunan, meskipun terjadi peningkatan peranan pada dua sub sektor lainnya yaitu sub sektor bangunan dan sub sektor listrik, gas dan air namun masih belum mampu memberikan andil pada peningkatan kontribusi kelompok sektor sekunder.

Sebaliknya peranan kelompok sektor primer dan kelompok tertier cenderung mengalami peningkatan di setiap tahunnya. Peranan kelompok sektor primer pada tahun 2008 tercatat sebesar 8,35 persen dan terus mengalami peningkatan menjadi 9,09 persen di tahun 2013. Peningkatan kontribusi kelompok sektor ini terutama ditunjang oleh peningkatan kontribusi sub sektor pertanian yang terus mengalami peningkatan nilai kontribusi.

Begitu pula dengan kontribusi kelompok sektor tertier terhadap pembentukan PDRB yang tercatat terus mengalami peningkatan kontribusi seperti halnya kelompok primer. Kontribusi sektor ini pada tahun 2008 tercatat sebesar 27,48 persen dan terus mengalami peningkatan hingga mencapai 30,24 persen di tahun 2013. Untuk kelompok tertier peningkatan kontribusi terutama didukung oleh peningkatan kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor jasa-jasa, sedangkan dua sektor lainnya yaitu sektor pengangkutan dan komunikasi dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan cenderung berfluktuasi.

4.4. PDRB PER KAPITA

Berbeda dengan pertumbuhan ekonomi yang merupakan proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan PDRB, pembangunan ekonomi diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk meningkat dalam jangka panjang.

PDRB perkapita merupakan gambaran rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk sebagai hasil dari proses produksi. Data ini diperoleh dengan cara membagi nilai PDRB

(61)

dengan jumlah penduduk pertengahan tahun di wilayah tersebut. Secara kasar dapat dikatakan bahwa semakin tinggi PDRB yang diterima oleh penduduk di suatu wilayah maka tingkat kesejahteraan masyarakat di wilayah yang bersangkutan dapat dikatakan bertambah baik, namun pada dasarnya penghitungan nilai PDRB mengesampingkan kepemilikan, dengan demikian bisa jadi nilai PDRB perkapita suatu wilayah tinggi namun tidak menggambarkan tingkat kemakmuran penduduk setempat karena sebagian besar aktivitas produksi yang terjadi di wilayah tersebut bukan milik dari penduduk setempat, demikian pula sebaliknya.

Tabel 4.5

Pendapatan Per Kapita Kabupaten Bandung (Ribu Rupiah)

Tahun PDRB PerkapitaADH Konstan PDRB PerkapitaADH Berlaku

2010 6.804,80 14.430,81

2011 7.116,49 15.852,25

2012 7.390,47 17.255,69

(62)

51 P D R B S E M E S T E R A N K A B B A N D U N G T A H U N 2 0 1 3 Gr afik 4.8

PDRB Per Kapita Tahun 2010-2013 (Ribu Rupiah)

Selama kurun tahun 2010 hingga tahun 2013, PDRB per kapita atas dasar berlaku Kabupaten Bandung terus menunjukkan peningkatan yang cukup berarti. Secara nominal PDRB per kapita atas dasar harga berlaku mampu tumbuh sebesar 30,52 persen, nilai PDRB per kapita atas dasar harga berlaku Kabupaten Bandung pada tahun 2010 tercatat sebesar Rp 14.430.805 per tahun meningkat menjadi Rp 18.834.858 per tahun di tahun 2013.

Namun tidak demikian dengan tingkat pertumbuhan nilai PDRB per kapita atas dasar konstan yang menggambarkan pendapatan riil penduduk Kabupaten Bandung, dimana tingkat pertumbuhannya termasuk kecil yaitu hanya sekitar 11,44 persen dalam kurun waktu empat tahun

6.804,80 7.116,49 7.390,47 7.582,98 14.430,81 15.852,25 17.255,69 18.834,86 2010 2011 2012 2013

(63)

terakhir. Pada tahun 2010 nilai PDRB per kapita atas dasar harga konstan 2000 tercatat sebesar Rp 6.804.804 per tahun dan di tahun 2013 hanya sedikit meningkat menjadi Rp. 7.582.976 per tahun.

Sebagai perbandingan, untuk kurun waktu tiga tahun terakhir, pertumbuhan pendapatan per kapita penduduk Provinsi Jawa Barat tercatat sebesar 18,74 persen, angka ini relatif masih lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pendapatan per kapita penduduk Kabupaten Bandung yang mencapai 19,58 persen untuk kurun waktu tahun 2010 sampai tahun 2012.

Begitu pula dengan rata-rata tingkat pendapatan per tahun, secara nominal rata-rata pendapatan yang diterima penduduk Kabupaten Bandung relatif tidak berbeda terlalu jauh dengan pendapatan yang diterima oleh penduduk di Provinsi Jawa Barat seperti yang terlihat pada tabel Selisih pendapatan yang diterima antara penduduk Kabupaten Bandung dan penduduk Provinsi Jawa Barat tahun 2010 terhitung sebesar 24,04 persen dan berkurang secara bertahap menjadi 23,17 persen di tahun 2012.

Tabel 4.6

Pendapatan Per Kapita Kabupaten Bandung dan Provinsi Jawa Barat Tahun 2010-2012

(Ribu Rupiah)

Tahun Jawa Barat Kab Bandung

2010 17.900 14.431

2011 19.645 15.852

Gambar

Tabel 4.2 PDRB Kabupate n Bandung Tahun 2009 - 2013 (J uta Rp) Uraian 2009 2010 2011* 2012** 2013*** PDRB A D H BERLAKU 41.262.098,75 46.092.238,72 51.291.762,65 57.071.406,68 64.334.227,32 PDRB A D H KONSTAN 20.527.539,56 21.734.661,19 23.026.237,14 24.44

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Berakhirnya Memorandum Saling Pengertian tidak akan mempengaruhi keabsahan dan jangka waktu setiap kegiatan yang dilaksanakan berdasarkan Memorandum Saling Pengertian

Negara Filipina atau Republik Filipina (Republika ng Pilipinas) adalah sebuah negara republik yang berada di belahan benua Asia Tenggara, berbatasan sebelah utara

Meyakini bahwa seorang pemimpin atau Imam adalah terpelihara dan terbebas dari salah dan dosa (ma'shum) serta wajib diikuti dalam situasi dan kondisi apapun merupakan

Dalam hal ini Harsono (1988:175), menyebutkan bahwa.Untuk menghasilkan suatu pukulan dalam spike sangat ditentukan sekali dengan efesiensi serta efektifitas gerak

menunjukkan bahwa daya ledak otot tungkai dan otot lengan memberikan sumbangan sebesar 68,3 % dalam kemampuan Jumping Service sedang sisanya didukung oleh faktor lain, misalnya

Hasil survey lintasan pemboran dengan metode Minimum Curvature paling mendekati lintasan aktual sumur G-12 dengan deviasi TVD, Vertical Section tiga dimensi 0,01 ft dan

pembelajaran berbasis prezi dilakukan oleh 2 orang ahli materi, 2 orang ahli media, guru mata pelajaran geografi serta siswa SMA Negeri 1 Kubung kelas X IPS

Layanan klaim PT. IBS Insurance Broking Service saat ini mengalami kendala dalam proses penanganan laporan klaim. Petugas klaim tidak dapat mengirimkan surat pemberitahuan dan