• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya

Taman Nasional Bukit Baka –Bukit Raya ditunjuk sebagai kawasan pelestarian alam berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 281/Kpts-II/1992 tanggal 25 Pebruari 1992 dengan luas sekitar 181.090 ha. Berdasarkan Rencana Pengelolaan Taman Nasional (RPTN) 25 tahun Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya yang telah disusun, ditetapkan bahwa zona inti meliputi 82% dari total luas Taman Nasional, zona pemanfaatan 11% dan zona rehabilitasi 7%.

Taman Nasional Bukit Baka- Bukit Raya secara geografis terletak diantara

112o07’ BT dan 0o29’-0o59’ LS, sedangkan secara administratif pemerintahan

wilayah ini terletak di dua propinsi yaitu bagian utara merupakan wilayah Kalimatan Barat yaitu di Kabupaten Sintang dan bagian Selatan merupakan wilayah Propinsi Kalimantan Tengah yaitu Kabupaten Kotawaringin Timur. Kawasan Taman Nasional ini termasuk dalam wilayah enam kecamatan yaitu Menukung, Serawai, dan Ambalau untuk daerah yang termasuk dalam Kabupaten Sintang, serta kecamatan Katingan Hulu, Manikit, dan Senamang Mantikai untuk daerah yang termasuk dalam Kabupaten Kotawaringin Timur; dan batas di bagian timur berbatasan dengan HPH PT. Handayani. Batas di sebelah utara TNBB memotong bagian tengah lereng yang curam pada pegunungan di bawah puncak Bukit Schwaner. Kawasan ini merupakan daerah tangkapan air (catchment area), sekaligus sebagai penyimpan persediaan air (mata air) serta kawasan perlindungan tata air untuk Sub DAS Melawi (Kalimantan Barat) dan Sub DAS Katingan (Kalimantan Tengah).

Berdasarkan penyebaran jenis dan suku pohonnya, hutan di kawasan Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya cenderung membentuk 5 tipe hutan, yaitu Hutan Dipterocarpacea, Hutan Campuran Dipterocarpacea dan Agathis, Hutan Myrtaceae (Kerangas), dan Hutan Podocarpus dan Ericacea. Menurut hasil inventarisasi NSF tahun 1993-1995, jenis tumbuhan yang tercatat di kawasan ini ada 817 jenis yang termasuk dalam 610 marga yang tergolong dalam 139 suku. Sedangkan fauna yang ada pada kawasan tersebut yaitu terdapat 5 ordo fauna

(2)

yang terdiri dari 221 jenis. Ordo yang terdapat dalam kawasan adalah mamalia 65 jenis, aves 140 jenis, reptilian 9 jenis, amphibian 7 jenis dan pisces 8 jenis.

Kejadian kebakaran pada tahun 1997 menyebabkan kebakaran hutan dan lahan seluas 230 hektar, terletak di KM 14, KM20, KM 27 dan KM 40 pada Jalan HPH Sari Bumi Kusuma Kalteng atau dari log pond Nanga Popai, yang merupakan daerah penyangga Taman Nasional Bukit Baka. Letak lokasi kebakaran Taman Nasional Bukit Baka dapat dilihat pada Gambar 9.

Kebakaran hutan terjadi karena di sekitar kawasan banyak terdapat pemukiman penduduk lokal dan terdapat aksesibilitas jalan yang berbatasan lansung dengan TNBB dan HPH PT. Sari Bumi Kusuma. Selain itu, disebabkan juga oleh kurangnya pengawasan dari pihak pengelolaa TNNB karena areal yang luas dan letaknya yang sulit di jangkau dari Ibu Kota Kabupaten Sintang.

Potensi vegetasi yang terbakar mulai dari tingkat semai sampai tingkat pohon. Vegetasi semai antara lain: akar, asam, medang, meranti putih dan meranti merah. Tingkat pancang antara lain jenis: betana, meranti putih, ubah, medang, mahabali, bangkirai, dan keruing. Tingkat tiang didominasi oleh kayu ara, rambutan, meranti merah, medang, asam, ubah, bangkirai, dan keruing. Sementara tingkat pohon didominasi oleh meranti merah, ubah, medang, meranti puti, lanjau dan kemayau. Beberapa vegetasi dominan menurut jumlah individu, kerapatan, dan INP sebagaimana pada Tabel 6.

Tabel 6. Stratifikasi Vegetasi Dominan Menurut Jumlah Individu dan INP perhektar pada Areal Terbakar di Taman Nasional Bukit Baka No Vegetasi Jenis Jumlah

individu KR FR DR INP 1 Semai Akar 171 1.428,57 12,19 - 24,69 Meranti Putih 150 1.250,00 8,20 - 19,05 Asam 129 1.071,43 9,22 - 18,52 2 Pancang Betana 21 85,71 6,45 8,61 21,93 Meranti Putih 19 76,19 6,45 9,05 21,61 Mali-mali 21 85,71 5,65 2,50 15,02 3 Tiang Kayu Ara 14 27,14 6,15 4,10 16,99 Kemayau 13 25,00 5,38 4,64 16,23 Meranti Merah 10 20,00 5,38 5,15 15,50 4 Pohon Tengkawang 12 16,07 4,35 6,81 19,71 Meranti Putih 8 10,00 8,70 4,87 18,89 Meranti Kuning 9 11,43 6,83 6,17 19,08 Sumber: Data Primer

(3)

Lokasi Terbakar

Gambar 9. Peta Lokasi Kebakaran di TNBB

(4)

Sementara potensi flora yang dominan dan dimanfaatkan masyarakat antara lain: tumbuhan obat (daun bunga pemecah, akar pasak bumi, akar kampelas, kulit kayu gronggang), rotan, tengkawang, bambu dan durian. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Potensi Fauna Flora Perhektar pada Areal Terbakar di Taman Nasional Bukit Baka

No Jenis fauna flora Potensi atau Kerapatan (ha)

A Fauna:

1 Babi hutan 1 - 2 ekor

2 Rusa 0,5 – 1 ekor

3 4 5

Tembadau

Monyet ekor panjang Kengkareng hitam 0,5 - 1 ekor 0,5 - 1 ekor 2,5 – 3 ekor 6 7

Julang jambul hitam Nuri Tanau 1,3 – 2 ekor 2,3 ekor 8 9 Tekukur Biawak 2 ekor 0,5 – 1 ekor B Flora : 1 Tanaman Obat 35 kg 2 Tengkawang 100 kg 3 Rotan 20 batang 4 Bambu 20 batang 5 Durian 50 biji

Sumber: Data Primer 2003 dan Laporan Potensi TNBB.

4.2. Taman Wisata Alam Baning (TWA Baning)

Hutan wisata Baning terletak pada pusat wilayah Kecamatan Sintang yang diapit oleh jalan Lintas Sintang-Putussibau menuju Kabupaten Kapuas Hulu dan Jalan Kelam menuju Taman Wisata Alam Bukti Kelam / Jalan antar Kabupaten Sintang-Putussibau. Secara Geografis Hutan Wisata Baning di Kabupaten

Sintang terletak antara 1o03’-1o16’ LS dan 110o37’ BT. Dan terletak pada daerah

administrasi Kecamatan Sintang, Kabupaten Sintang Propinsi Kalimantan Barat. Pengelolaan kawasan ini menjadi tanggung jawab Sub Seksi KSDA Sintang. Sedangkan secara administrasi kehutanan masuk wilayah kerja KPH Sintang.

Bagian utara berbatasan dengan Kelurahan Tanjung Puri, sebelah selatan dengan jalan Pontianak Putussibau /Jalan Baning (Kecamatan Sungai Tebelian), sebelah barat dengan Akcaya II (Desa Teretung), dan sebelah timur dengan Mungguk Kemantan /Akcaya I (Kelurahan Kapuas Kanan Hulu).

(5)

Hutan wisata ini dibangun dengan Surat Keputusan Bupati Sintang No. 07/A-II/1975 tanggal 1 Juni 1975 tentang penutupan jalan Baning dan jalan Kelam Km. 2 dengan luas 315 ha. Kemudian dengan adanya pertimbangan pemerintah daerah bahwa Taman Wisata Baning menurut Peta Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) Propinsi Kalimantan Barat berada pada areal penggunaan lain yang secara teknis seharus merupakan Kawasan Hutan dan letaknya dekat daerah kota sehingga menjadi paru-paru kota dan lokasi rekreasi alam terbuka maka terbitlah Surat Penunjukan oleh Menteri Kehutanan No. 129/Kpts-II/1990 tanggal 10 April 1990 tentang perubahan fungsi hutan lindung menjadi hutan wisata dan pertama kali ditetapkan dengan luas kurang lebih 315 ha.

Jenis tanah didominasi oleh gambut, gley dan organosol dengan kemiringan lahan antara 0 – 3 persen. Berdasarkan data jenis tanah, lereng dan bahan induk tanah dari Peta Tanah Propinsi Kalimantan Barat dan peta Rupa Bumi skala 1:50.000, TWA Baning terbagi ke dalam 5 unit lahan.

Kondisi hutan Taman Wisata Alam Baning sejak tahun 1976 sampai dengan 1992 banyak mengalami perubahan dimana sebagian masyarakat yang tinggal disekitar kawasan menggarap tanah untuk berkebun, menebang pohon untuk bahan bangunan, mengambil kayu bakar, hingga ada yang sudah berdomisili hingga sekarang. Status kepemilikan tanah ada yang sudah dilengkapi Surat Keterangan Tanah (SKT) dan Sertifikat Tanah. Hasil survei sekitar lokasi

TWA Baning, luas kepemilikan antara 100-2000 m2 dengan luas rata-rata 215,43

m2/KK. Oleh sebab itu, pada tahun 1992, Sub Balai Inventarisasi dan Perpetaan

Hutan Sintang bersama-sama dengan Panitia Tata Batas yaitu sesuai dengan petunjuk SK No. 129/Kpts-II/1990 mengadakan tata batas definitif Taman Wisata Baning dan hasilnya luas kawasan berkurang menjadi 213 ha.

Hasil survey responden (60orang) di sekitar TWA Baning ternyata sedikit

masyarakat yang mengetahui upaya konservasi hutan (20%) dan 80% responden menganggap TWA Baning tersebut menjadi tugas aparat kehutanan dan Pemda untuk menjaganya. Melihat kondisi sekarang dengan laju pembangunan Kota Sintang yang semakin maju dan harga tanah yang melonjak naik, sehingga desakan di TWA Baning cukup besar.

(6)

Kebakaran pada tahun 1997 di TWA Baning mencapai luas 59,5 hektar, areal terbakar merupakan kombinasi antara faktor alam dan faktor sosial. Asal kebakaran berawal dari pembakaran alang-alang oleh penduduk sekitar. Kemudian merambat ke dalam kawasan yang dibatasi oleh parit. Titik-titik api sulit dikendalikan karena setelah api padam, maka bara api bergerak dibawah permukaan tanah gambut yang sewaktu-waktu akan muncul ditempat tak terduga. Letak lokasi kebakaran Taman Wisata Baning dapat di lihat pada Gambar 10.

Vegetasi semai didominasi oleh jenis-jenis regas, meranti merah, ubah putih dan kelansau. Vegetasi pancang dominan yaitu mabang, rengas, ubah merah dan resak. Vegetasi tiang dominan antara lain sempetir, resak dan rengas. Sedang untuk vegetasi tingkat pohon didominasi oleh jenis rengas, mabang, merebung dan sempetir. Vegetasi yang dominan menurut jumlah individu, kerapatan, dan INP perhektar dapat dilihat Tabel 8.

Tabel 8. Stratifikasi Vegetasi Dominan Menurut Jumlah Individu dan INP perhektar pada Areal Terbakar di Taman Wisata Baning

No Vegetasi Jenis Jumlah

individu KR FR DR INP Pakis Engkerejai 178 5.937,50 11,23 - 31,88 Suli 131 4.375,00 10,11 - 25,32 1 Tumbuhan Bawah Pakis Kubuk 94 3.125,00 8,98 - 19,85 Rengas 455 15.156 29,79 - 85,22 Ubah Putih 70 2.343,75 12,77 - 21,34 2 Semai Meranti Merah 42 1.406,25 12,77 - 17,91 Mabang 23 120,00 14,49 26,70 48,27 Rengas 47 250,00 20,28 13,40 48,44 3 Pancang Ubah Merah 61 325,00 14,49 9,36 43,03 Sempetir 33 43,75 13,46 25,85 57,09 Resak 20 26,25 13,46 13,07 37,20 4 Tiang Rengas 15 20,00 13,46 12,39 33,99 Rengas 14 18,75 19,75 46,57 81,10 Mabang 11 14,38 13,58 22,97 47,88 5 Pohon Merebung 14 18,75 12,34 8,29 35,41 Sumber: Data Primer

(7)

Gambar 10. Peta Lokasi Kebakaran di TWA Baning

(8)

Selain kerugian vegetasi tanaman hutan, kebakaran di areal hutan wisata Baning menyebabkan pula kehilangan potensi flora fauna. Beberapa jenis fauna yang dominan dan mengalami kematian antara lain: tupai, ayam hutan, babi hutan, burung murai, cucak rawa, burung punai, kupu-kupu gajah dan katak hijau. Sementara untuk jenis flora, potensi yang hilang akibat kebakaran yaitu tanaman obat antara lain: pandan, mali-mali, kadok, dan asam maram. Gambaran potensi flora fauna yang diduga terbakar dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Potensi Fauna Flora Perhektar pada Areal Terbakar di Taman Wisata Alam Baning

No Jenis fauna flora Potensi Perhektar

A Fauna:

1 Babi hutan 0,5 - 1 ekor

2 Ayam hutan 0,6 - 1 ekor

3 Burung murai 1,5 ekor

4 Burung cucak rawa 1 - 2 ekor

5 Burung punai 2,1 ekor

6 7 Kupu-kupu gajah Katak hijau 3 ekor 2 ekor B Flora:

1 Tanaman Obat (Pandan, mali-mali, kadok, asam arang)

25 kg

Sumber: Data Primer 2003 dan Potensi TWA Baning, 2002.

4.3. HTI PT Finantara Intiga

Areal HTI PT Finantara Intiga termasuk pada wilayah Kabupaten Sanggau dan Kabupaten Sintang Propinsi Kalimantan Barat yang secara geografis berada

pada 0o02’LU – 0o44’ LS, dan 110o30’-111o32’. Secara administrasi masuk

kedalam Kabupaten Sanggau : Kecamatan Bonti, Parindu, Jangkang, Belitang Hulu, Sekadau Hilir, Mukok Belitang Hilir dan Sanggau Kapuas, sedangkan Kabupaten Sintang : Kecamatan Sepauk, Ketungau Hilir, Ketungau Tengah, dan Ketungau Hulu. Areal ini masuk dalam KPHP Sintang dan Sanggau, Dinas Kehutanan Kalbar dan masuk ke DAS Kapuas, Sub DAS Mengkiyang, Sub DAS Sekayam, Sub DAS Kedukul, Sub DAS Malas, Sub DAS Merabang, Sub DAS Ayak, Sub DAS Jungkit, dan Sub DAS Belitang. Areal ini masuk dalam kelompok hutan Sungai Belitang, Sungai Mengkiyang, dan Sungai Sekayan.

(9)

Areal HTI ini sesuai dengan Keputusan Menhut No. 750/Kpts-II/1996 mempunyai luas 299.700 ha, terbagi dalam tiga Blok dengan batas pada Blok A (242.700 ha): sebelah Utara adalah Inhutani III, HPH PT Anuraga, sebelah Timur: HPH PT Tawang Meranti, Perkebunan PT Rahmat Perkasa, dan HPH PT Patriot Andalas, sebelah Selatan: Areal Transmigrasi dan Sungai Kapuas, sebelah Barat: Perkebunan PT Sapta Sakti. Blok B (38.500 ha) berbatasan di sebelah Utara dengan areal transmigrasi, sebelah Timur: areal transmigrasi, sebelah Selatan: HPH PT Hasal Agung, sebelah Barat: Areal Transmigrasi dan perkebunan PT Kalimantan Sanggau Pusaka. Blok C (18.500 ha) berbatasan dengan HPH PT Tawang Meranti (Utara), Sungai Ketungau (Timur), HPH PT Tunas Indo Timber (Selatan), dan Areal Transmigrasi (Barat).

Gambar 11. Peta Kebakaran HTI Finantara Intiga

(10)

Areal HTI Finantara Intiga meliputi Hutan Produksi Terbatas (HPT) 79.800 ha dengan 17.733 ha berhutan dan 62.067 ha tidak berhutan, sedang APL seluas 219.700 ha dengan lahan berhutan 34.333 ha dan tidak berhutan 265.367 ha. Kawasan lindung 15.710 ha meliputi hutan dengan kelerengan > 25% (8.235 ha), sempadan sungai 6.980 ha, kawasan sekitar mata air 495 ha, dan kawasan Perlindungan Plasma Nutfah (KPPN) 34.333 ha.

Selain kerugian tanaman Akasia mangium, juga kerugian flora fauna. Berdasarkan data dari perusahaan dan informasi masyarakat sekitar, kerugian flora meliputi hilangnya tanaman obat (empoyit, rimarincing, kerabun) dengan potensi perhektar 20 kg. Sedang kerugian fauna antara lain babi hutan dengan potensi 2 ekor (untuk 5 hektar), jenis-jenis burung seperti prenjak kuning, bondol perut putih, tekukur punai, dengan potensi rata-rata 5 ekor/5 ha.

4.4. HTI PT Inhutani III Sintang

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 250/Kpts-II/1986 Inhutani III Nanga Pinoh memperoleh areal seluas 129.250 ha. Berdasarkan hasil penelaahan pada peta TGHK Propinsi Kalimantan Barat sesuai dengan fungsinya maka areal tersebut terdiri atas areal hutan produksi (HP) seluas 21.005 (16.00%) ha dan hutan produksi terbatas (HPT) seluas 108.245 ha (84.00%).

Kawasan ini terletak pada 111o45’-112o15’ BT dan 00o07’-0o30’ LS.

Berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan maka areal kerja HTI PT Inhutani III Nanga Pinoh ini termasuk kedalam wilayah Kecamatan Nanga Pinoh, Ella Hilir, Kayan Hulu dan Kayan Hilir, Kabupaten Sintang, Propinsi Kalimantan Barat. Areal tersebut masuk dalam kelompok hutan Sungai Melawi-Sungai Sepauh dan masuk kedalam DAS Kapuas, Sub DAS Melawi- Sepauh.

HTI Inhutani III saat ini tidak aktif lagi sehingga pengelolaan tanaman praktis tidak ada sama sekali. Berdasarkan data sekunder yang masih ada dan hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa areal yang terbakar pada kejadian kebakaran hutan dan lahan tahun 1997/1998 seluas 12.452 hektar pada areal kerja Unit Nanga Pinoh. Rekapitulasi kebakaran tahun 1991/1992 sampai 2000/2001 di Areal Inhutani III Sintang di Nanga Pinoh yaitu jenis tanaman Pinus merkusii,

(11)

Akasia mangium dan Karet, dengan tahun tanam antara tahun 1991/1992 sampai tahun 1996/1997 (Tabel 10). Selain kerusakan tanaman, menurut informasi perusahaan dan masyarakat terjadi pula kerusakan flora fauna seperti: tanaman obat (kerabun, empoyit, dan mali-mali) dengan potensi 50 kg (per 5 hektar); babi dan rusa (3 ekor/ 5 ha); burung punai, tekukur, kuao (4 ekor / 5 ha).

Pembakaran lahan PT. Inhutani III ini berawal dari pembukaan lahan masyarakat sekitar hutan sehingga banyak pohon pinus yang sengaja dibakar agar dapat menjadi perladangan atau sebagai bukti pengakuan kembali hak ulayat yang selama ini tidak diperhatikan oleh perusahaan. Kondisi ini juga diperparah dengan konflik internal perusahaan yang telah melaksanakan PHK besar-besaran sampai tahun 2000 lalu sehingga diduga juga banyak yang dimotori oleh karyawan sendiri dan sebagai modus untuk menutupi realisasi tanam yang tidak sesuai dengan laporan perusahaan.

Kerusakan yang terjadi sudah diatas 60% dan tidak ada tindakan pencegahan akan terjadinya kebakaran lahan. Kondisi tegakan saat sekarang sebagaian besar sudah rusak dengan adanya perladangan masyarakat dan tidak ada perhatian dari aparat maupun dari Dinas Kehutanan sehingga lahan tersebut menjadi tidak bertuan dan masyarakat bebas untuk menebang maupun membakar hutan pinus, akasia, dan karet. Letak lokasi kebakaran di areal Inhutani III Sintang pada tahun 1997 dapat dilihat pada Gambar 12.

(12)
(13)

Tabel 10. Rekapitulasi tanaman HTI yang terbakar di PT Inhutani III Sintang

Akumulasi luas terbakar Sisa tanaman dengan Prosentase Tumbuh No Tahun Tanam Jenis Tanaman Realisasi

tanaman sebelum 1997 tahun 1997 tahun 1998 tahun 1999 tahun 2000 tahun 2001 Total tanaman terbakar < 60% > 60%

1. Nanga Pinoh Utara

1991/1992 Pinus Merkusii 4,923.38 547.22 2,501.41 - - - - 3,048.63 853.45 1,021.30 1992/1993 Pinus Merkusii 2,500.00 170.57 656.07 - - - - 826.64 512.03 1,161.33 1993/1994 Pinus Merkusii 2,007.85 - 1,683.81 - - - - 1,683.81 254.18 69.86 1994/1995 Pinus Merkusii 2,835.40 - 1,240.49 - - - - 1,240.49 93.65 1,501.26 1995/1996 Akasia mangium 3,044.91 - 1333.79 - - - - 1333.79 1,530.59 180.53 1996/1997 Karet 3,899.49 - - 596.57 - - - 596.57 2,722.01 580.91 1997/1998 Akasia mangium 2,919.53 - - - - - - - 2,347.77 571.76 1998/1999 Karet 435.59 - - - - - - - 149.61 285.98 1999/2000 Karet 207.42 - - - - - 2.30 2.30 - 205.12 2000/2001 Karet - - - - - - - - - - Jumlah -1 22,773.57 717.79 7415.57 596.57 - - 2.30 8732.23 8,463.29 5,578.05

2. Nanga Pinoh Selatan

1991/1992 Pinus Merkusii 1,383.32 746.80 414.83 - 36.25 - - 1,197.88 486.57 165.55 1992/1993 Pinus Merkusii 3,545.12 280.12 893.33 - 392.61 - - 1,566.06 365.73 1,029.58 1993/1994 Pinus Merkusii 4,011.10 863.87 577.24 - 801.49 - - 2,242.60 1,525.15 909.00 1994/1995 Pinus Merkusii 3,073.10 198.22 1,117.43 - 0.69 - - 1,316.34 920.56 1,034.42 1995/1996 Pinus Merkusii 3,008.50 - 1,694.99 - 124.28 - - 1,819.27 581.35 556.06 1996/1997 Pinus Merkusii 4,041.94 - 338.73 - 92.53 - - 431.26 2,785.80 824.88 1997/1998 Pinus Merkusii 2,721.07 - - - - - - - 996.30 1,724.77 1998/1999 Pinus Merkusii 311.20 - - - - - - - - 311.20 1999/2000 Pinus Merkusii 105.00 - - - - - - - - 105.00 2000/2001 Pinus Merkusii - - - - - - - - - - Jumlah -2 22,200.35 2,089.01 5036.55 - 1,447.85 - - 8,573.41 7,661.46 6,660.46 Total Nanga Pinoh 44,973.92 2,806.80 12,452.12 596.57 1,447.85 - 2.30 17,305.64 16,124.75 12,238.51 Sumber : Data Manajemen PT. Inhutani III Sintang (2002) dan hasil pengamatan lapang

(14)

4.5. Perkebunan Karet Proyek TCSDP Sintang Nanga Pinoh

Produksi tanaman perkebunan rakyat tahun 1997 di Kabupaten Sintang mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 1996, akibat kenaikan luas areal tanam dengan produksi karet 21.809 ton. Dalam rangka peningkatan produksi karet maka dilaksanakan Proyek Pengembangan Budidaya Perkebunan Rakyat (TCSDP) yang salah satunya dilaksanakan di Kecamatan Nanga Pinoh Kabupaten Sintang. Perkebunan karet ini merupakan hasil proyek Bank Dunia dalam bentuk UPP di wilayah Nanga Pinoh seluas 448 ha. Proyek ini sudah diserahkan kepada masing-masing petani trans seluas 2 ha/KK.

Berdasarkan data jenis bahan induk tanah, jenis tanah, dan kelerengan lahan, hasil analisis peta tanah Kalimantan Barat dan peta Rupa Bumi skala 1: 50.000 terdapat 9 unit lahan pada areal TCSDP dan Lahan Masyarakat yang terbakar (Kecamatan Sintang, Nanga Pinoh, Belimbing, dan Menukung). Jenis tanah typic tropudult, typic tropaquept, typic dystropept dengan kelerengan bervariasi 3% sampai 40%.

Kelompok tani (KT) yang dibentuk dalam pelaksanaan proyek tersebut di Kecamatan Sintang 46 KT dengan jumlah anggota bervariasi 3-16 orang tergantung pada kedekatan lokasi. Lokasi pelaksanaan tersebar di beberapa desa yaitu Tanjung Sari, Tanjung Pauh, dan Sidomulyo yang merupakan rangkaian desa program transmigrasi. Bantuan proyek petani cukup bervariasi rata-rata Rp. 712.137,- tergantung pada komponen biaya yang meliputi biaya angkut tanaman (sarana produksi) dari pusat proyek di Nanga Pinoh, dan biaya pembuatan sertifikat lahan.

Pada tahun 1997 terjadi kebakaran lahan perkebunan karet masyarakat yang ikut dalam Proyek TCSDP seluas 76 hektar dengan jumlah petani sebanyak 38 kepala keluarga pada 4 desa yaitu Tanjung Sari, Sidomulyo dan Tanjung Pauh (Kecamatan Nanga Pinoh) dan desa Langan (Kecamatan Belimbing). Rincian selengkapnya jumlah petani per desa dan luas lahan perkebunan karet yang terbakar dapat dilihat pada Tabel 11.

(15)

Tabel 11. Luas Areal, Jenis Tanaman dan Produksi Karet Peserta Proyek TCSDP pada Areal Terbakar Tahun 1997

No Desa Luas (Ha) Jenis Tanaman (1) Produksi perbulan (2)

(kg/ha)

1 Tanjung Sari 12 Karet 64.75

2 Tanjung Pauh 28 Karet 43.53

3 Sidomulyo 16 Karet 85.78

4 Langan 20 Karet 65.00

Jumlah 76 259.06

Sumber: Laporan Operasional TCSDP Kegiatan 1982-2001 dan survei lapang (1) tanaman karet berumur 7 tahun (tahun tanam 1989/1990)

(2) penyadapan per 15 hari dalam satu bulan, jenis produksi karet slep tebal dan tipis

4.6. Lahan Perkebunan Karet Masyarakat

Berdasarkan hasil penelitian teridentifikasi perkebunan masyarakat yang terbakar tahun 1997 seluas ± 91,20 hektar, yang menyebar di empat kecamatan pada 12 desa. Petani yang mengalami kerugian akibat kebakaran berjumlah 104 orang. Jenis tanaman yang terbakar yaitu tanaman karet dan sawit dengan umur tanaman 4 sampai 5 tahun (tahun tanam 1992/1993). Penyebab kebakaran lahan perkebunan masyarakat karena adanya konflik sosial antara masyarakat pendatang dengan masyarakat penduduk asli setempat.

Kebakaran lahan perkebunan masyarakat seluas 91,20 hektar meliputi: Kecamatan Sintang 28,8 ha, Kecamatan Nanga Pinoh 26,4 ha, Kecamatan Menukung 22,9 ha dan Kecamatan Belimbing 13,10 ha. Rata-areal terbakar 0,25 hektar sampai 1,50 hektar per petani (Tabel 12). Kebakaran tanaman karet mengakibatkan kerusakan kulit dan batang sehingga produksi getah menurun drastic, hal ini menyebbabkan sebagian besar petani (64%) menebang pohon yang terbakar dan langsung mengganti dengan bibit baru yang lebih unggul, sedang 36% petani lain tidak melakukan penggantian tanaman terbakar (Tabel 13).

(16)

Tabel 12. Luas lahan, Jumlah Petani, Jenis dan Umur Tanaman pada Areal Perkebunan Rakyat yang Terbakar Tahun 1997

Kecamatan Desa Luas (1) (ha) Jumlah Petani (orang) Jenis Tanaman Umur (2) tanaman (tahun)

1. Tajung Sari 7.80 8 Karet 5

2. Tanjung Pauh 10.60 11 Karet 4

Nanga Pinoh

3. Sidomulyo 8.00 10 Karet 5

1. Ladang 6.50 9 Sawit 4

2. Tanjung Puri 12.30 13 Sawit 4

Sin-tang

3. Baning Kota 10.00 9 Sawit 4

1. Nanga Paya 2.50 4 Karet 5

2. Langan 4.30 7 Karet 5

Belim- bing 3. UPT X Nanga Keberak 6.30 10 Karet 4

1. Nanga Siyai 5.50 5 Karet 4

2. Ella Hulu 12.60 12 Karet 4

Manu- kung 3. Menukung Kota 4.80 6 Karet 5 Jumlah 91.20 104

Sumber: Data Primer Tahun 2003 dan Laporan Dinas Perkebunan Sintang 1998/1999 (1) rata-rata luas tanaman karet masyarakat 0, 25 – 1,50 hektar per kepala keluarga (2) Tanaman belum produksi

Tabel 13. Penanaman Kembali Tanaman Pada Lahan Masyarakat

Penanaman Kembali Tanaman Rusak N

o Kecamatan Desa Vegetasi

Ya Tidak Ya (%) Tidak (%) 1 Nanga a. Tanjung Sari Karet 6 2 75 25

Pinoh b. Tanjung Pauh Karet 8 3 73 27

c. Sidomulyo Karet 7 3 70 30

2 Sintang a. Ladang Sawit 3 6 33 67

b. Tanjung Puri Sawit 11 2 85 15

c. Baning Kota Sawit 8 1 89 11

3 Belimbing a. Nanga Paya Karet 1 3 25 75

b. Langan Karet 5 2 71 29

c. UPT X Nanga Keberak Karet 2 8 20 80 4 Menukung a. Nanga Siyai Karet 4 1 80 20

b. Ella Hulu Karet 10 2 83 17

c. Menukung Kota Karet 2 4 33 67

Total 67 37 64 36

(17)

4.7. Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura

Subsektor tanaman pangan khususya produksi tanaman pokok di Kabupaten Sintang selalu mengalami peningkatan setiap tahun. Total produksi padi tahun 1997 mencapai 105.160 ton dengan luas panen sebesar 58.150 Ha. Dari hasil produksi tersebut, 17.394 ha ditanam di lahan sawah dengan rata-rata produksi sebesar 23,33 Kw/Ha dan 40.756 Ha ditanam pada lahan tegalan dengan rata-rata produksi 15,85 Kw/ha. Jika dibandingkan dengan tahun 1996 luas panen dan produksi padi secara keseluruhan mengalami peningkatan. Untuk luas panen meningkat sebesar 8,82 % dan produksinya meningkat 2,81%. Sebaliknya untuk produksi dan luas panen tanaman palawija pada tahun 1997 rata-rata mengalami penurunan kecuali tanaman kacang tanah dan ubi kayu, hal ini disebabkan musim kemarau berkepanjangan dan kabut asap yang cukup tebal. Luas areal dan tingkat produksi tanaman pangan disajikan pada Gambar 13 dan Gambar 14.

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200 2400 2600 2800 3000 3200 3400 3600 1993 1994 1995 1996 1997

Luas Areal Padi Luas Areal Jagung Luas Areal Kedelai Luas Areal Ubi Jalar

Luas Areal Ubi Kayu Luas Areal Kacang Hijau Luas Areal Kacang Tanah

Gambar 13. Luas Areal Komoditas Pertanian tahun 1993-1997

(18)

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200 2400 2600 2800 3000 3200 3400 3600 1993 1994 1995 1996 1997

Produksi Padi Produksi Jagung Produksi Kedelai Produksi Ubi Jalar Produksi Ubi Kayu Produksi Kacang Hijau Produksi Kacang Tanah

Gambar 14. Produksi Komoditas Pertanian tahun 1993-1997

4.8. Profil Kesehatan Kabupaten Sintang

Hasil penelitian dan informasi dari Dinas Kesehatan Kalbar dan Sintang, umumnya masyarakat yang terkena dampak asap kebakaran mengakibatkan penyakit gangguan pernafasan yaitu Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) baik dengan Pnemonia maupun non Pnemonia dan Bronchitis. Penyakit ISPA merupakan salah satu bentuk penyakit respiratorik yang menyerang saluran pernafasan dari hidung hingga saluran pernafasan besar (Bronkus) dengan penamaan sesuai dengan daerah serangannya yaitu Hidung (Bronchitis besar), Rinisitis, Tonsilitis, Faringitis, Laringitis, Epiglotitis, dan Bronchitis.

Jumlah kunjungan rawat jalan di rumah sakit sebesar 56,33 orang perhari yang terdiri dari kunjungan baru 12.467 orang dan kunjungan lama 16.900 orang. Dari kunjungan rawat jalan rumah sakit sebanyak 16.900 orang, rujukan dari puskemas 820 orang, dan fasilitas lain 172 orang, sedangkan sisanya datang sendiri 15.908 orang. Presentase rujukan sebesar 7.96%.

Survey dampak kesehatan/penyakit akibat kebakaran diambil dari lima kecamatan sampel di Kabupaten Sintang yaitu Nanga Pinoh, Menukung, Ketungau Hulu, Belimbing, dan Sintang. Jumlah penderita sakit yang terdaftar

(19)

yang diduga akibat meningkatnya asap akibat kebakaran periode Agustus-Desember 1997 sebanyak 2.734 orang. Dari jumlah tersebut, yang berobat dan menjalani rawat-inap di RS atau Puskesmas adalah 310 orang atau rata-rata 62 orang/kecamatan dengan jumlah penduduk menderita sakit dan menginap di tingkat kabupaten 1.266 orang atau 2% dari penduduk kabupaten Sintang yang terpapar asap kebakaran hutan dan lahan tahun 1997 (66.671 orang) (Tabel 14).

Tabel 14. Hasil Survey Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan terhadap Kesehatan Masyarakat yang Berobat ke Rumah Sakit atau Puskesmas

(dirawat dan menginap)

Berobat Ke Rumah Sakit / Puskesmas (Dirawat dan Menginap) Kec. No Jenis Penyakit

Akibat Kebakaran Jumlah Penderita (orang) Biaya obat perorang (Rp/orang) Lama Rawat-Inap (hari) Biaya Rawat- Inap-Hari (Rp/Hari) 1 ISPA Non Pneumona 73 30.000 2 35.000

2 Pneumona 28 48.000 7 35.000

Na-nga Pinoh 3 Bronchitis 11 48.000 4 35.000 1 ISPA Non Pneumona 33 30.000 6 35.000

2 Pneumona 21 48.000 7 35.000

Sin-tang 3 Bronchitis 18 48.000 4 35.000

1 ISPA Non Pneumona 41 30.000 5 35.000

2 Pneumona 21 48.000 6 35.000

Belimbing 3 Bronchitis 12 48.000 5 35.000

1 ISPA Non Pneumona 8 30.000 5 35.000

2 Pneumona 8 48.000 2 35.000

Menukung 3 Bronchitis 6 48.000 3 35.000

1 ISPA Non Pneumona 15 30.000 2 35.000

2 Pneumona 10 48.000 1 35.000

Ketungau Hulu 3 Bronchitis 5 48.000 2 35.000 Jumlah 5 Kecamatan 310 630.000 62 525.000

Rata-rata 62 42.000 4 35.000

Kabupaten 1.266 - - -

Sumber : Hasil Olahan Data Dinas Kesehatan Sintang, 2003

Jenis penyakit yang paling banyak diderita penduduk di lima kecamatan sampel yaitu: ISPA Non Pneumona 1.731 orang (63%); Pneumona 585 orang (22%) dan penderita Bronchitis 417 orang (16,37%). Biaya pembelian obat yang dikeluarkan tiap orang sebesar Rp. 42.000,-, dan biaya rawat di RS atau

(20)

Puskesmas perorang perhari adalah Rp. 35.000, dengan rata-rata lama menginap perpasien penderita sakit selama 4 hari. Sedangkan jumlah rata-rata penderita berobat ke RS atau Puskesmas tetapi tidak menginap adalah 116 orang /kecamatan dengan jumlah total penderita sebanyak 12578 orang dan ditingkat kabupaten sebanyak 12.659 orang (Tabel 15).

Biaya pembelian obat baik yang menginap maupun tidak sama besarnya (rata-rata Rp. 42.000/orang). Jumlah penduduk yang tidak ke RS atau

Puskesmas tetapi hanya membeli obat sendiri sebanyak 984 orang atau rata-rata

197 orang/kecamatan atau sebanyak 42.197 orang/kabupaten. Biaya pembelian obat perorang rata-rata sebesar Rp. 34.000,-. Jumlah pembeli masker asap 862 orang dengan rata-rata per kecamatan sebanyak 172 orang dan untuk Kabupaten sebanyak 10.549 orang, dengan harga rata-rata perunit masker sebesar Rp.7500,-. Tabel 15. Hasil Survey Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan terhadap

Kesehatan Masyarakat yang Berobat ke Rumah Sakit atau Puskesmas (tidak menginap dan beli obat sendiri)

Berobat Ke RS / Puskesmas (tidak Inap)

Tidak Ke RS / Puskesmas

tetapi Beli Obat Sendiri Biaya Membeli Masker Kec. Jenis Penyakit

Akibat Kebakaran Jumlah Penderita (orang) Biaya obat perorang (Rp/orang) Jumlah Penderita (orang) Biaya obat perorang (Rp/orang) Jumlah Pengguna (orang) Harga Masker perunit (Rp/unit) ISPA Non Pneumona 77 30.000 165 30.000 123 7.500 Pneumona 30 48.000 45 35.000 44 7.500 Na ng a Pi noh Bronchitis 13 48.000 31 35.000 21 7.500 ISPA Non Pneumona 171 30.000 175 30.000 221 7.500 Pneumona 39 48.000 48 35.000 58 7.500

Sinta

n

g

Bronchitis 35 48.000 35 35.000 50 7.500 ISPA Non Pneumona 56 30.000 117 30.000 90 7.500 Pneumona 38 48.000 42 35.000 52 7.500 Belim- bing Bronchitis 31 48.000 41 35.000 42 7.500 ISPA Non Pneumona 32 30.000 144 30.000 65 7.500 Pneumona 14 48.000 22 35.000 22 7.500 Menu- kung Bronchitis 11 48.000 19 35.000 18 7.500 ISPA Non Pneumona 17 30.000 73 30.000 35 7.500 Pneumona 11 48.000 19 35.000 16 7.500 K et ung au H ulu Bronchitis 4 48.000 8 35.000 7 7.500 Jumlah 5 Kecamatan 578 630.000 984 500.000 862 90.000 Rata-rata 116 42.000 197 34.000 172 7.500 Kabupetan 12.659 - 4 2.197 - 10.549 -

(21)

4.9. Profil Demografi Kabupaten Sintang

Berdasarkan hasil pencatatan registrasi penduduk sampai dengan akhir tahun 1997 penduduk Kabupaten Sintang mencapai 421.966 jiwa. Sedangkan tahun 1996 berjumlah 417.364 jiwa atau meningkat 1,10% dengan rincian 215.074 orang (50,97%) penduduk laki-laki dan 206.892 orang (49,03%) penduduk perempuan. Kepadatan penduduk tahun 1997 masih tergolong rendah,

sebesar 13 orang/km2 dan 1.668 orang/desa yang berarti tidak ada perkembangan

dibandingkan tahun 1996. Kepadatan tertinggi di Kecamatan Sintang 140

orang/km2 dan terendah di Kecamatan Ambalau 2 orang/Km2. Laju pertumbuhan

penduduk tahun 1997 mencapai 1,61%, lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun 1996 yaitu 1,64%, pertumbuhan penduduk tertinggi di Kecamatan Belimbing 3,90% dan terendah di Kecamatan Binjai Hulu 0,46%. Sementara jumlah penduduk pada lima kecamatan yang berada dekat lokasi kebakaran berjumlah 127.576 orang pada tahun 1997 atau 30,23% dari penduduk kabupaten dengan jumlah penduduk terbesar di kecamatan Sintang (Tabel 16).

Tabel 16. Penduduk Lima Kecamatan di Kabupaten Sintang Tahun 1997

No Kecamatan Luas Wilayah (km2) Kepala Keluarga Laki-laki (orang) Perempuan (orang) Penduduk (orang) 1 Menukung 1.062,10 3.291 7.276 6.952 14.228 2 Nanga Pinoh 2.438,20 9.779 19.309 18.794 38.103 3 Belimbing 1.692,00 4.510 10.645 9.988 20.762 4 Sintang 277,05 8.556 19.744 18.974 38.718 5 Ketungau Hulu 2.138,20 2.885 8.305 7.496 15.765 Jumlah 5 Kecamatan 7.608 29.021 65.408 62.168 127.576 Jumlah 16 Kecamatan 24.671 63.315 149.666 144.724 294.420 2000 32.279 109.679 235.164 224.869 460.033 1999 32.279 96.424 222.402 213.616 436.018 1998 32.279 92.482 217.736 209.090 426.826 1997 32.279 92.336 215.074 206.892 421.966 1996 32.279 91.545 213.195 204.169 417.364 1995 32.279 86.59 207.641 197.654 405.295 1994 32.279 79.794 204.718 194.252 204.718 1993 32.279 78.958 202.919 191.872 394.791 1992 32.279 77.957 200.264 189.521 389.785

Sumber : BPS Kabupaten Sintang (2000)

(22)

4.10. Profil Tingkat Pendidikan dan Pekerjaan

Penduduk Kabupaten Sintang sebagian besar telah memperoleh pendidikan formal sampai pada tingkat Sekolah Menegah Atas, namun untuk level perguruan tinggi masih sangat kurang. Tingkat pendidikan data 250 orang responden pada lima wilayah kecamatan yang disurvei sehubungan dengan kejadian kebakaran hutan tahun 1997 menunjukkan bahwa sebagian besar berpendidikan tamat Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan Pertama (Tabel 17).

Berdasarkan tingkat pendidikan sebagian besar berpendidikan Sekolah Dasar (43,20%), Sekolah Lanjutan Pertama (27,60%), tidak sekolah (17,20%), dan yang pernah sekolah sampai tingkat SMA dan Perguruan Tinggi sebanyak 30 orang (12,00%). Struktur pendidikan yang sebagian besar sampai sekolah dasar akan berpengaruh terhadap penilaian sumberdaya yang bersifat jangka pendek. Selain itu, pendidikan yang rendah akan mempengaruhi persepsi masyarakat dalam menilai sumberdaya hutan dan lahan yang cedenderung hanya didasarkan pada harga pasar (tangible) seperti hasil hutan kayu, flora fauna yang dimanfaatkan, dan tanaman perkebunan. Namun, kurang mempertimbangkan manfaat sumberdaya hutan dan lahan yang bersifat intangible seperti: kerugian kebakaran akibat banjir, erosi, kehilangan karbon, menurunnya kesehatan masyarakat, dan bentuk eksternalitas lingkungan lainnya.

Ekternalitas lingkungan yang bersifat negatif akan semakin besar dampaknya jika terjadi kebakararan dengan skala dan intensitas yang luas dalam suatu wilayah. Berdasarkan Tabel 17, secara implisit terlihat bahwa pendidikan penduduk di kecamatan Sintang (ibukota) yang relatif lebih tinggi. Sementara penduduk yang berada jauh dari ibukota kabupaten, sebagian besar penduduknya memiliki pendidikan formal sampai tingkat SD dan SMP (Ketungau Hulu, Menukung, Belimbing dan Nanga Pinoh).

Hasil wawancara menunjukkan pekerjaan masyarakat di sekitar areal kebakaran hutan dan lahan tahun 1997 adalah petani, kemudian diikuti oleh kombinasi petani dan pengumpul hasil hutan, pedagang dan pegawai negeri. Dari hasil wawancara terhadap 250 orang responden diketahui sebagian besar bermatapencaharian petani (48,40%), kemudian diikuti oleh kombinasi petani dan

(23)

pengumpul (35,90%), kombinasi pegawai, petani dan atau pedagang (8,65%), dan penduduk yang bekerja sebagai pengumpul (7,05%). Penentuan kriteria pekerjaan ini didasarkan pada penggunaan waktu kerja dalam satu minggu minimal 30 - 35 jam kerja.

Tabel 17. Keragaan Pendidikan Responden pada Lima Kecamatan di Kabupaten Sintang Tingkat Pendidikan No Kecamatan Desa TS (1) SD SMP SMA PT Jumlah (org)

1 Nanga Pinoh Tanjung Sari 2 8 0 0 0 10

Tanjung Pauh 5 7 3 0 0 15 Sidomulyo 3 8 4 0 0 15 Kebubu 3 4 2 1 0 10 Nanga Man 2 5 2 1 0 10 Nanga Kayan 3 4 2 1 0 10 2 Sintang Ladang 0 7 5 4 3 19 Tajung Puri 3 5 8 4 1 21 Baning Kota 1 6 5 5 3 20

3 Belimbing Nanga Payah 3 10 8 0 0 21

Langan 2 10 4 0 0 16

UPT X Nanga Keberak 1 6 5 1 0 13

4 Menukung Nanga Siyai 3 9 5 1 0 18

Ella Hulu 3 6 8 0 0 17

Menukung Kota 4 5 5 1 0 15

5 Ketungau Hulu Sei Seria 2 4 2 2 0 10

Empura 3 4 1 2 0 10

Total 43 108 69 23 7 250

Sumber: Data primer tahun 2003

Kebakaran yang terjadi di areal TWA Baning, akan berdampak terhadap masyarakat petani dan pengumpul yang mempunyai ketergantungan besar terhadap TWA Baning, seperti desa-desa: Ladang dan Baning Kota. Selain itu, kebakaran juga akan berdampak terhadap kegiatan para pekerja (pegawai dan pedagang) yang banyak terdapat di sekitar ibukota kabupaten (terutama di Tanjung Puri). Dampak kebakaran di TWA Baning akibat asap kebakaran diduga akan menurunkan produktivitas pedagang, pegawai dan aktivitas sosial ekonomi masyarakat baik disebabkan oleh gangguan transportasi maupun akibat penduduk sakit dan atau sibuk memadamkan api.

(24)

Kebakaran areal TCSDP di Kecamatan Nanga Pinoh dan Kecamatan Belimbing secara langsung memberikan dampak terhadap sebagian besar petani yang mengusahakan tanaman karet dan sawit di desa Sidomulyo, Tanjung Sari, Tanjung Pauh, Nanga Payah, Langan dan UPT X Nanga Keberak. Sementara kebakaran yang terjadi di Kecamatan Menukung dengan areal terbakar Taman Nasional Bukit Baka berdampak pada kerugian secara langsung kepada masyarakat terutama yang berprofesi sebagai pengumpul hasil hutan kayu, petani dan kombinasi antara petani, pengumpul dan pedagang. Desa-desa sekitar TNBB yang menderita kerugian akibat kabakaran TNBB yaitu Nanga Siyai, Ella Hulu dan Menukung Kota.

Kebakaran hutan dan lahan tahun 1997, juga dirasakan oleh masyarakat di Kecamatan Ketungau Hulu yaitu di desa Sei Seria dan Empura yang berdekatan dengan lokasi kebakaran pada HTI Finantara Intiga. Kebakaran di areal Finantara ini terutama dirasakan oleh masyarakat yang bekerja di bidang pengumpul hasil hutan, pertanian dan perkebunan serta pedagang dan pegawai atau tenaga kerja Finantara Intiga.

Gambar

Tabel  6.  Stratifikasi Vegetasi Dominan Menurut Jumlah Individu dan INP   perhektar pada Areal Terbakar di Taman Nasional Bukit Baka
Gambar  9.  Peta Lokasi Kebakaran di TNBB
Tabel 7.  Potensi Fauna Flora Perhektar pada Areal Terbakar di Taman Nasional  Bukit Baka
Tabel 8.  Stratifikasi Vegetasi Dominan Menurut Jumlah Individu dan INP     perhektar pada Areal Terbakar di Taman Wisata Baning
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hampir sama seperti alat berfikir pengurusan grafik, penggunaan alat berfikir CoRT ini juga terhad bagi suatu tujuan khusus, contohnya alat BLI (baik, lemah, istimewa) hanya

Untuk mendapatkan data primer maka digunakan instrument penelitian, yaitu menyebarkan kuesioner berupa daftar pertanyaan yang berkaitan dengan kepuasan mahasiswa

Pendekatan kualitatif digunakan karena hal yang akan diteliti berkenaan dengan gejala-gejala sosial budaya, dalam hal ini masyarakat Muna, serta penelitian ini juga berusaha

yang melakukan penyebaran informasi mengenai olahraga line dance di Kota Bandung untuk dapat mencapai tujuan organisasinya, dengan batasan pada birokrasi organisasi

Beberapa butir penting tentang PTK kolaboratif Kemmis dan McTaggart (1988: 5; Hill &amp; Kerber, 1967, disitir oleh Cohen &amp; Manion, 1985, dalam Burns, 1999: 31): (1)

“Untuk kriteria mustahiq ya sebagaimana delapan asnaf yang dijelaskan itu dalam Al Qur’an, disamping juga diterjemahkan dengan kondisi kekinian, masyarakat Malang itu sendiri,

Összefoglalásképpen úgy vélem, hogy a Dzsajháni-hagyomány elején található megjegyzés, miszerint a magyarok első határa a volgai bolgárok eszkel törzse és