BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manajemen
2.1.1 Pengertian Manajemen
Manajemen merupakan alat untuk pencapaian tujuan yang diinginkan. Manajemen yang tepat akan memudahkan terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, masyarakat. Manajemen berasal dari kata kata to manage yang artinya mengatur. Pengaturan dilakukan melalui proses dan diaturnya berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi manajemen itu (Perencanaan, Pengorganisasian, Pengarahan, Pengendalian). Jadi, manajemen itu merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang diingingkan. Adapun unsur-unsur manajemen itu terdiri dari Men, Money, Methods, Materials, Machine, dan Market disingkat 6M.
Dalam suatu organisasi atau perusahaan, karena manajemen merupakan alat dan wadah (tempat) untuk mengatur 6M dan semua aktivitas proses perusahaan dalam mencapai tujuannya. Walaupun manajemen hanya merupakan alat saja, tetapi harus diatur sebaik-baiknya. Karena jika manajemen ini tepat maka tujuan optimal dapat diwujudkan, pemborosan terhindari, dan semua potensi yang dimiliki akan lebih bermanfaat.
Untuk lebih jelasnya pengertian manajemen ini penulis mengutip beberapa definisi sebagai berikut :
Menurut Hasibuan (2007:1) :
Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu .
Kemudian menurut Sikula yang dikutip oleh Hasibuan (2004:2) :
Management in general refers to planning, organizing, controlling, staffing, leading, motivating, communicating, and decesion making activities performed by any organization in order to coordinate the varied resources of the enterprise so as to bring an efficinet of some product or service.
Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan manajemen adalah suatu proses yang terdiri dari perencanaan, pengarahan, dan pengendalian melalui pemanfaatan Sumber Daya Manusia dan sumber daya-sumber daya lain secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
2.2 Manajemen Sumber Daya Manusia
2.2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan komponen dari perusahaan yang mempunyai arti sangat penting. Sumber Daya Manusia menjadi penentu dari pencapaian tujuan suatu perusahaan, karena fungsinya sebagai inti dari kegiatan perusahaan. Tanpa adanya Sumber Daya Manusia maka kegiatan perusahaan tidak akan berjalan sebagaimana mestinya meskipun pada saat ini otomatisasi telah memasuki setiap perusahaan, tetapi apabila pelaku dari pelaksana mesin tersebut yaitu manusia, tidak bisa membuat peranan yang diharapkan maka otomatisasi akan sia-sia.
Untuk lebih memahami dan memperjelas pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia, dibawah ini dikemukakan pengertian tentang Manajemen Personalia Menurut Hasibuan (2003:10) :
Manajemen Personalia adalah seni dan ilmu yang mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien untuk mencapai terwujudnya tujuan perusahaan karyawan dan masyarakat.
Menurut Handoko (2000:4) yaitu :
Manajemen sumber daya manusia adalah penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai baik tujuan-tujuan individu maupun organisasi . Menurut Simamora (2004:4) yaitu :
Manajemen sumber daya manusia adalah pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, dan pengelolaan individu anggota organisasi atau kelompok karyawan .
Menurut Mangkunegara (2007:2) yaitu :
Manajemen sumber daya manusia adalah suatu perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengadaan, pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemisahan tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi .
Menurut Sedarmayanti (2008:13) yaitu :
Manajemen sumber daya manusia adalah kebijakan dan praktik menentukan aspek manusia atau sumber daya manusia dalam posisi manajemen, termasuk merekrut, menyaring, melatih, memberi penghargaan dan penilaian .
Dari beberapa pendapat para ahli diatas pada prinsipnya memiliki perumusan yang sama terhadap pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia atau Manajemen Personalia. Manajemen Sumber Daya Manusia adalah suatu penerapan fungsi-fungsi merencanakan, mengelola, mengarahkan, dan mengawasi Sumber Daya Manusia yang ada di dalam perusahaan dan fungsi-fungsi tersebut digunakan untuk melaksanakan tindakan pengadaan, pengembangan, pemeliharaan dan pendayagunaan Sumber Daya Manusia.
2.2.2 Fungsi-fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut pendapat Hasibuan (2002:21) fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia meliputi :
a. Fungsi Managerial
1. Planning ( Perencanaan )
Merencanakan tenaga kerja secara efektif serta efisien agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan. Perencanaan dilakukan dengan menetapkan program kepegawaian. Program kepegawaian meliputi pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian karyawan. Program kepegawaian yang baik akan membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.
2. Organizing ( Pengorganisasian )
Kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, integrasi, dan koordinasi dalam bagan organisasi ( organization chart ). Organisasi hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Dengan organisasi yang baik akan membantu terwujudnya tujuan secara efektif.
3. Directing ( Pengarahan )
Kegiatan mengarahkan semua karyawan, agar mau bekerja sama dan bekerja efektif serta efisien dalam menbantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Pengarahan dilakukan pimpinan dengan menugaskan bawahan agar mengerjakan semua tugasnya dengan baik.
4. Controlling ( Pengendalian )
Kegiatan mengendalikan semua karyawan, agar mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana. Apabila terdapat penyimpangan atau kesalahan, diadakan tindakan perbaikan dan penyempurnaan rencana. Pengendalian karyawan meliputi kehadiran, kedisiplinan, perilaku, kerja sama, pelaksanaan pekerjaan, dan menjaga situasi lingkungan pekerjaan.
b. Fungsi Operasional
1. Procurement ( Pengadaan )
Proses penarikan, seleksi, penempatan. Orientasi, dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Pengadaa yang baik akan membantu terwujudnya tujuan.
2. Development ( Pengembangan )
Proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa kini maupun masa depan.
3. Compensation ( Kompensasi )
Pemberian balas jasa langsung ( direct ) dan tidak langsung (indirect , uang atau barang kepada karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada perusahaan. Prinsip kompensasi adalah adil dan layak. Adil diartikan sesuai dengan prestasi kerjanya, layak diartikan dapat memenuhi kebutuhan primernya serta berpedoman pada batas upah minimum pemerintah dan berdasarkan internal dan eksternal konsistensi.
4. Integration ( Pengintegrasian )
Kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan, agar tercipta kerja sama yang serasi dan saling menguntungkan. Perusahaan memperoleh laba, karyawan dapat memenuhi kebutuhan dari hasil pekerjaannya.
Pengintegrasian merupakan hal yang penting dan sulit dalam MSDM, karena mempersatukan dua kepentingan yang bertolak belakang.
5. Maintenance ( Pemeliharaan )
Kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental, dan loyalitas karyawan, agar mereka tetap mau bekerja sama sampai pensiun. Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program kesejahteraan yang berdasarkan kebutuhan sebagian besar karyawan serta berpedoman kepada internal dan eksternal perusahaan.
6. Kedisiplinan
Merupakan fungsi MSDM yang terpenting dan kunci terwujudnya tujuan karena tanpa disiplin yang baik sulit terwujud tujuan yang maksimal. Kedisiplinan adalah keinginan dan kesadaran untuk mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan norma-norma sosial.
7. Separation ( Pemberhentian )
Putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu perusahaan. Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan karyawan, keinginan perusahaan, kontrak kerja berakhir, pensiun, dan sebab-sebab lainnya.
2.3 Kepemimpinan
2.3.1 Pengertian Kepemimpinan dan Gaya Kepemimpinan
Dibawah ini ahli-ahli yang mengemukakan definisi dari Kepemimpinan, diantaranya :
Menurut Hasibuan (2007:170), sebagai berikut:
Gaya kepemimpinan adalah suatu cara pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya, agar mereka mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi .
Sedangkan menurut Daniel Goleman (2006:63), adalah sebagai berikut: Gaya kepemimpinan adalah suatu norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tesebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperi yang ia lihat .
Pada dasarnya definisi-definisi tersebut mencerminkan asumsi bahwa kepemimpinan menyangkut sebuah proses pengaruh sosial yang dalam hal ini pengaruh yang disengaja dijalankan oleh seseorang terhadap orang lain untuk menstruktur aktivitas-aktivitas serta hubungan-hubungan di dalam sebuah kelompok atau organisasi. Definisi-definisi tersebut berbeda di dalam berbagai aspek, termasuk di dalamnya siapa yang menggunakan pengaruh sasaran yang ingin diperoleh dari pengaruh tersebut, cara bagaimanan pengaruh tersebut digunakan, serta hasil dari usaha menggunakan pengaruh tersebut.
2.3.2 Syarat-syarat Kepemimpinan
Menurut Kartono (2008:36), Konsepsi mengenai persyaratan kepemimpinan itu harus selalu dikaitkan dengan tiga hal penting, yaitu:
a. kepada pemimpin guna mempengaruhi dan menggerakkan bawahan untuk berbuat sesuatu.
b. Kewibawaan ialah kelebihan, keunggulan, keutamaan sehingga orang mampu mengatur orang lain, sehingga orang tersebut patuh pada pemimpin, dan bersedia melakukan perbuatan-perbuatan tertentu.
c. Kemampuan ialah segala daya, kesanggupan, kekuatan dan kecakapan atau keterampilan teknis maupun sosial, yang dianggap melebihi dari kemampuan anggota biasa.
Sedangkan Earl Nightingale dan Whitt Schult dalam bukunya Creative Thinking How to win ideas yang dikutip oleh Kartono (2008:37) dalam bukunya Pemimpin dan Kepemimpinan , menuliskan kemampuan kepemimpinan dan syarat yang harus dimiliki, ialah:
1. Kemandirian, berhasrat memajukan diri sendiri.
2. Besar rasa ingin tahu, dan cepat tertarik pada manusia dan benda-benda. 3. Multi terampil atau memiliki kepandaian beraneka ragam.
4. Memiliki rasa humor, antusiasme tinggi, suka berkawan. 5. Perfeksionis, selalu ingin mendapatkan yang sempurna. 6. Mudah menyesuaikan diri adaptasinya tinggi.
7. Sabar namun ulet, serta tidak mendek berhenti.
8. Waspada, peka, jujur, optimis, berani, gigih, ulet, realistis. 9. Komunikatif, serta pandai berbicara atau berpidato. 10. Berjiwa wiraswasta.
11. Sehat jasmaninya dinamis, sanggup dan suka menerima tugas berat, serta berani mengambil resiko.
12. Tajam firasatnya dan adil pertimbangannya.
13. Berpengetahuan luas dan haus akan ilmu pengetahuannya.
14. Memiliki motivasi yang tinggi dan menyadari target atau tujuan hidupnya yang ingin dicapai, dibimbing oleh idealisme yang tinggi.
15. Punya imajinasi tinggi, daya kombinasi, dan daya inovasi.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang berpengetahuan luas, adil, jujur, optimis, gigih, ulet, bijaksana, mampu memotivasi diri sendiri, memiliki hubungan yang baik dengan bawahan, dimana semua ini didapat dari pengembangan kepribadiannya sehingga seorang pemimpin memiliki nilai tambah tersendiri dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai seorang pemimpin.
Gaya-gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan manajemen merupakan cara yang dilakukan oleh seorang pemimpin dalam memimpin bawahannya yaitu bertujuan untuk mempengaruhi anggota atau bawahannya dalam mencapai suatu tujuan.
Berikut adalah Gaya Kepemimpinan yang dikemukakan oleh Hasibuan (2007:170), sebagai berikut :
1. Kepemimpinan Otoriter
Kepemimpinan Otoriter adalah jika kekuasaan atau wewenang, sebagian besar mutlak tetap berada pada pimpinan atau pimpinan itu menganut sistem sentralisasi wewenang. Pengambilan keputusan dan kebijaksanaan hanya ditetapkan sendiri oleh pemimpin, bawahan tidak diikutsertakan untuk memberikan saran, ide, dan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan.
Karakteristik dari Kepemimpinan Otoriter, yaitu :
a. Bawahan hanya bertugas sebagai pelaksana keputusan yang telah ditetapkan pemimpin.
b. Pemimpin menganggap dirinya orang yang paling berkuasa, paling pintar, dan paling cakap.
c. Pengarahan bawahan dilakukan dengan memberikan instruksi/perintah, hukuman, serta pengawasan dilakukan secara ketat.
2. Kepemimpinan Partisipatif
Kepemimpina Partisipatif adalah apabila dalam kepemimpinannya dilakukan dengan cara persuasif, menciptakan kerja sama yang serasi, menumbuhkan
loyalitas, dan partisipatif para bawahan. Pemimpin memotivasi bawahan agar merasa ikut memiliki perusahaan.
Karakterisitik dari Kepemimpinan Partisipatif, yaitu :
a. Bawahan harus berpartisipasi memberikan saran, ide, dan pertimbangan-pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan.
b. Keputusan tetap dilakukan pimpinan dengan mempertimbangkan saran atau ide yang diberikan bawahannya.
c. Pemimpin menganut sistem manajemen terbuka (open management) dan desentralisasi wewenang.
3. Kepemimpinan Delegatif
Kepemimpinan Delegatif apabila seorang pemimpin mendelegasikan wewenang kepada bawahan dengan lengkap. Dengan demikian, bawahan dapat mengambil keputusan dan kebijaksanaan dengan bebas atau leluasa dalam melaksanakan pekerjaan. Pemimpin tidak peduli cara bawahan mengambil keputusan dan mengerjakan pekerjaannya, sepenuhnya diserahkan kepada bawahan.
Karakteristik dari Gaya Kepemimpinan Delegatif, yaitu :
a. Pimpinan menyerahkan tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan kepada bawahan.
b. Pimpinan tidak akan membuat peraturan-peraturan tentang pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan itu dan hanya sedikit melakukan kontak mata dengan bawahannya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada gaya kepemimpinan yang cocok untuk segala situasi, maka penampilan pemimpin yang efektf dari perusahaan harus menyesuaikan tipe kepemimpinan dengan situasi yang dihadapi. Pengertian situasi mencakup kemampuan bawahan, tuntutan pekerjaan, tujuan organisasi. Gaya kepemimpinan yang demikian yang sangat baik untuk diterapkan agar motivasi kerja karyawan tinggi.
Gaya Pengambilan Keputusan
Tidak ada Gaya Kepemimpinan yang mutlak baik atau buruk yang penting Tujuan tercapai dengan baik. Hal ini disebabkan karena kepemimpinan dipengaruhi oleh faktor-faktor : tujuan, pengikut (bawahan), organisasi, karakter pemimpin, dan situasi yang ada.
Berikut ini adalah Gaya Pengambilan Keputusan yang dikemukakan oleh Hasibuan (2007:175) :
a. Gaya Otoratif
Gaya Otoratif diterapkan pada situasi ketika manajer memiliki pengalaman dan informasi untuk menghasilkan konklusi, sementara pengikut tidak memiliki kemampuan, kesediaan, dan keyakinan untuk memecahkan masalah. Jadi, manajer harus membuat keputusan tanpa bantuan pengikut.
b. Gaya Konsultatif
Gaya Konsultatif adalah strategi yang tepat apabila manajer mengetahui bahwa pengikut juga mempunyai beberapa pengalaman atau pengetahuan tentang masalah dan bersedia memecahkan masalah meskipun belum mampu. Dalam situasi ini strategi yang terbaik adalah memperoleh masukan mereka, sebelum membuat keputusan final.
c. Gaya Fasilitatif
Merupakan upaya kooperatif yaitu manajer dan pengikut bekerja sama mencapai keputusan bersama. Dalam hal ini, pemimpin secara efektif memiliki komitmen terhadap diri sendiri untuk berbagi dalam proses pengambilan keputusan. Gaya merupakan cara yang sempurna manakala berhadapan dengan pengikut yang mampu, tetapi belum yakin akan dirinya.
d. Gaya Delegatif
Digunakan terhadap pengikut yang memiliki pengalaman dan informasi yang diperlukan untuk keputusan atau rekomendasi yang layak.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa apabila pemimpin mampu dengan tangkas, cerdas, cepat dan arif dan bijaksana mengambil keputusan yang tepat, maka organisasi atau perusahaan bisa berfungsi secara efektif dan efisien.
2.3.3 Beberapa Teori Kepemimpinan
Menurut Sri Wiludjeng (2006:74), mengenai teori kepemimpinan terdiri atas empat teori, sebagai berikut:
1. The Great Man Theory (Teori Sifat)
Teori ini berusaha mengidentifikasikan karakteristik seorang pemimpin. Teori ini menyatakan bahwa seseorang yang bisa berhasil manjadi seorang pemimpin karena mereka memang dilahirkan untuk menjadi seorang pemimpin, apakah ia mempunyai sifat atau tidak mempunyai sifat sebagai pemimpin. Keith Davis merumuskan ada 4 sifat umum yang mempengaruhi kesuksesan kepemimpinan dalam organisasi, yaitu:
a. Intelegensia b. Kematangan sosial c. Motivasi diri d. Hubungan pribadi
2. Behavirol Theory (Teori Perilaku)
a. Teori Tannenbaum dan Warren H Schmidt
Kedua orang akademis tersebut mencoba menjelaskan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan dapat dijelaskan melalui titik ekstreem yaitu fokus pada atasan (pemimpin) dan fokus pada bawahan. Menurut kedua orang ini gaya kepemimpinan akan ditentukan oleh beberapa fakor, yaitu faktor manajer, faktor karyawan, dan faktor situasi.
b. Studi Ohio State University
Studi ini menyimpulkan bahwa ada dua kategori perilaku pemimpin yaitu:
1) Consideration, diartikan sebagai tingkat dimana pemimpin peduli dan mendukung bawahan. Para pemimpin dengan gaya ini cenderung memiliki hubungan dengan bawahan yang mencerminkan perasaan saling percaya, dan mereka menghormati ide dan perasaan bawahannya.
2) Initiating Structure, diartikan sebagai tingkat dimana pemimpin membuat struktur pekerjaannya sendiri dan pekerjaan bawahannya. Pemimpin dengan gaya ini cenderung mengarahkan pekerjaan kelompok melalui kegiatan perencanaan, pembelian tugas-tugas, penjadwalan, dan penetapan deadline.
c. Studi The University of Michigan
Study ini menyimpulkan bahwa para manajer dapat dibedakan berdasarkan dua dimensi perilaku kepemimpinan, yaitu:
1) Relationship Oriented, diartikan sebagai perilaku yang bersikap bersahabat pada bawahan, mengakui prestasi bawahan, dan memperhatikan kesejahteraan karyawan.
2) Task Oriented, diartikan sebagai perilaku manajer yang menetapkan standar kerja yang tinggi, menentukan metode kerja yang harus dilakukan, dan mengawasi karyawan dengan ketat.
d. Managerial Grid
Managerial grid atau kisi-kisi manajemen yang dikembangkan oleh Robert Blake dan Jane S. Mouton mendorong manajer untuk memiliki dua kualitas kepemimpinan sekaligus yaitu orientasi pada tugas/produksi dan orientasi pada hubungan/orang.
3. Contingensy Theory (Teori Situasi)
Pendekatan ini berpendapat bahwa tidak ada satu tipe kepemimpinan yang efektif untuk diterapkan di segala situasi. Teori yang menggunakan pendekatan kontingensi akan dibahas berikut ini:
a. Model Kepemimpinan Hersey
Teori ini mengembangkan model kepemimpinan dimana efektivitas kepemimpinan tergantung dari kesiapan bawahan. Kesiapan tersebut mencakup kemauan untuk mencapai prestasi, untuk menerima tanggung jawab, kemampuan mengerjakan tugas, dan pengalaman bawahan. Variabel-variabel tersebut akan mempengaruhi efektivitas kepemimpinan. Menurut model ini manajer atau pimpinan harus secara konstan mengevaluasi kondisi karyawan. Kemudian setelah kondisi karyawan
diketahui manajer menyesuaikan gaya kepemimpinannya agar sesuai dengan kondisi tersebut. Dengan demikian gaya kepemimpinan ini akan efektif karena sesuai dengan situasi karyawan.
b. Model Fiedler
Teori ini mendasarkan pada pendapat bahwa sesorang menjadi pemimpin tidak hanya karena karakteristik individu mereka tetapi juga karena beberapa variable situasi dan interaksi antara pemimpin dengan bawahan. Fiedler menjelaskan tiga dimensi yang menjelaskan situasi kepemimpinan yang efektif. Ketiga dimensi tersebut adalah :
1) Power Position (Kekuasaan posisi)
Dimensi ini menjelaskan kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin, seperti kaehlian atau kepribadian, yang mampu membuat bawahan mengikuti kemauan pemimpin. Pemimpin yang mempunyai kekuasaan dari posisinya yang jelas dan besar dapat memperoleh kepatuhan bawahan yang lebih besar.
2) Task Structure (Struktur pekerjaan)
Dimensi ini menjelaskan sejauh mana pekerjaan dapat dirinci atau dijelaskan dan membuat bawahan bertanggung jawab untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Jika struktur pekerjaan jelas maka pekerjaan dapat dilakukan dengan mudah, bawahan dapat diserahi tanggung jawab pelaksanaan pekerjaan tersebut lebih baik.
3) Leader Member Relation (Hubungan antara pemimpin-bawahan) Hal ini berhubungan dengan antara bawahan-pimpinan, misalnya tingkat loyalitas, kepercayaan, dan rasa hormat karyawan terhadap pemimpinnya. Hubungan ini dapat diklasifikasikan baik atau
buruk .
Dari kombinasi ketiga variabel ini dapat ditentukan apakah situasi yang dihadapi oleh pemimpin menguntungkan atau tidak menguntungkan.
c. Teori Jalur-Tujuan (Path Goal Theory)
Teori ini menyatakan bahwa fungsi utama seorang pemimpin adalah untuk membuat tujuan bersama dengan bawahannya, membantu mereka menemukan jalur (path) yang paling tepat dalam mencapai tujuan tersebut, dan mengatasi hambatan-hambatan yang timbul.
d. Yetton dan Vroom Jago
Teori dari Vroom mengkritik teori path goal karena gagal memperhitungkan situasi dimana keterlibatan bawahan diperlukan. Model ini memperkenalkan lima gaya kepemimpinan yang mencerminkan garis kontinum dari pendekatan otoriter sampai ke pendekatan partisipatif. Sehingga model Vroom memperoleh dukungan empiris yang lebih baik dibandingkan dengan model kepemimpinan situasional lainnya.
4. Teori-teori Kepemimpinan Kontemporer
Perkembangan penelitian dan teori kepemimpinan berkembang menuju banyak arah. Beberapa perkembangan baru akan dibahas dalam bagian ini. a. Kepemimpinan Transformasional atau Karismatik
Teori ini dikembangkan oleh Bernard M Bass. Ia membedakan kepemimpinan transaksional (transactional leadership). Pemimpin transaksional menentukan apa yang harus dikerjakan oleh karyawan agar mereka dapat mencapai tujuan mereka sendiri atau organisasi, dan membantu karyawan agar memperoleh kepercayaan dalam mengerjakan tugas tersebut. Sedangkan, pemimpin transformasional memotivasi bawahan untuk mengerjakan lebih dari yang diharapkan. Sehingga pemimpin harus mampu membuat bawahan menyadari perspektif yang lebih luas. Tipe kepemimpinan seperti hal tersebut dapat dimasukkan kedalam tipe pemimpin yang transaksional, tetapi agar lebih efektif seorang pemimpin tidak hanya menjalankan kepemimpinan dengan
biasa tetapi harus lebih dari yang biasa. b. Teori Kepemimpinan Psikoanalisa
Teori ini dikembangkan dengan menggunakan pendekatan Psikoanalitis. Sigmund Freud menjelaskan bahwa seseorang berperilaku karena ingin
memenuhi kebutuhan bawah sadarnya. Menurut teori ini perilaku manusia sangat kompleks. Sehingga penampilan dari luar tidak dapat dijadikan pegangan. Untuk itu perlu dianalisa kembali teori-teori alam tentang manusia yang paling dasar untuk memahami perilaku manusia atau pemimpin yang sangat kompleks.
c. Teori Kepemimpinan Romantis
Teori ini memandang bahwa pemimpin itu ada dan diperlukan untuk membantu mencapai kebutuhannya. Jika bawahan sudah tidak mempercayai pemimpinnya, maka efektivitas kepemimpinannya hilang, tidak peduli dengan tindakan pemimpin tersebut. Jika bawahan sudah dapat mengorganisasikan sendiri maka pemimpin tidak diperlukan lagi. Teori ini mencoba menyeimbangkan antara sisi atasan dengan sisi bawahan, sehingga porsi keduanya menjadi kurang lebih seimbang.
2.4 Motivasi
2.4.1 Pengertian Motif, Motivasi, dan Motivasi Kerja
Motivasi pada dasarnya merupakan proses untuk mempengaruhi seseorang agar melakukan sesuatu yang diinginkan. Dengan kata lain, adalah dorongan dari luar terhadap seseorang agar mau melaksanakan sesuatu. Dengan dorongan ini, dimaksudan desakan yang alami untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan hidup dan merupakan kecendrungan untuk mempertahankan hidup. Jadi kunci terpenting dalam hal ini, bahwa manajer atau pemimpin organisasi harus memahami pengertian yang mendalam tentang manusia.
Sebelum lebih lanjut mengetahui arti Motivasi Kerja itu sendiri, kata motivasi berasal dari Latin movere yang berarti dorongan atau menggerakkan. Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya menunjukkan pada sumber daya manusia umumnya dan bawahan khususnya. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mangarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan.
Untuk manajer atau pimpinan harus mengetahui apa itu motivasi. Dan untuk mempertegas pemahaman motivasi ini, perlu kiranya dipahami beberapa istilah yang mirip dan sering membingungkan, yaitu sebagai berikut :
Menurut Berelson Steiner yang dikutip oleh Kartono (2008:107) dalam bukunya Pemimpin dan Kepemimpinan menyatkan bahwa:
Motif adalah satu keadaan batiniah yang memberikan energi kepada aktivitas-aktivitas atau menggerakannya, karena itu menjadi motivasi mengarahkan atau menyalurkan tingkah laku pada satu tujuan
Sedangkan Pengertian Motivasi menurut Rivai (2008:455) :
Motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi untuk mencapai hasil yang spesifik sesuai dengan tujuan individu .
Dari Pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja merupakan reaksi yang diberikan oleh karyawan terhadap lingkungan pekerjaan. Motivasi kerja yang tinggi diberikan oleh karyawan akan meningkatkan produktivitas perusahaan, sehingga akan memudahkan pencapaian tujuan perusahaan yang telah ditetapkan. Jadi jelas motivasi kerja besar pengaruhnya dalam operasi perusahaan, oleh karena itu perusahaan selalu mengharapkan karyawan-karyawan yang memiliki motivasi kerja yang tinggi.
2.4.2 Tujuan Motivasi
Tujuan Motivasi menurut Hasibuan (2007:146) : a. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.
Kepuasan kerja karyawan merupakan kunci pendorong moral, kedisiplinan, dan prestasi kerja karyawan dalam mendukung terwujudnya tujuan perusahaan.
b. Meningkatkan produktivitas karyawan.
Dengan produktivitas yang tinggi, aktivitas yang dilakukan akan diselesaikan dengan baik, sehingga akan memberikan keuntungan pada perusahaan.
c. Meningkatkan kedisiplinan karyawan.
Kedisiplinan menjadi kunci terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Dengan disiplin yang baik berarti karyawan sadar dan bersedia mengerjakan semua tugasnya dengan baik.
d. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.
Rekan kerja yang ramah dan mendukung, atasan yang ramah, memahami, menghargai dan menunjukkan keberpihakan kepada bawahan akan menciptakan hubungan kerja yang baik.
e. Meningkatkan loyalitas, kreativitas, dan partisipatif karyawan.
Karyawan ikut berpartisipasi dan mempunyai kesempatan untuk mengajukan ide-ide, rekomendasi dalam proses pengambilan keputusan. Dengan cara ini, karyawan merasa ikut bertanggungjawab atas tercapainya tujuan perusahaan sehingga moral dan gairah kerjanya akan meningkat.
f. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya.
Dengan mempunyai motivasi yang tinggi maka karyawan akan mempunyai rasa tanggung jawab dalam melaksanakan tugas-tugasnya, dan karyawan tersebut akan menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.
Berdasarkan hal tersebut diatas, jelaslah bahwa di dalam setiap perusahaan diperlukan motivasi kerja yang tinggi dari para karyawannya. Apabila tidak terdapatnya motivasi kerja yang tinggi dari para karyawannya dalam suatu perusahaan, maka akan sulit bagi perusahaan tersebut untuk mencapai tujuannya.
2.4.3 Asas-asas Motivasi
Asas-asas Motivasi Menurut Hasibuan (2007:146) : a. Asas mengikutsertakan
Asas mengikutsertakan maksudnya mengajak bawahan untuk ikut berpartisipasi dan memberikan kesempatan kepada mereka mengajukan ide-ide, rekomendasi dalam proses pengambilan keputusan. Dengan cara ini, bawahan merasa ikut bertanggungjawab atas tercapainya tujuan perusahaan sehingga moral dan gairah kerjanya akan meningkat.
b. Asas komunikasi
Asas komunikasi maksudnya menginformasikan secara jelas tentang tujuan yang ingin dicapai, cara mengerjakannya, dan kendala yang dihadapi. Dengan asas komunikasi, motivasi kerja bawahan akan meningkat. Sebab semakin banyak seseorang mengetahui suatu soal, semakin besar pula minat dan perhatiannya terhadap hal tersebut. Jika seorang pemimpin secara nyata berjanji untuk senantiasa memberikan informasi kepada bawahannya, ia akan berkata, Saya rasa saudara orang penting. Saya hendak memastikan bahwa saudara mengetahui apa yang sedang terjadi . Dengan cara ini, bawahan akan merasa dihargai dan akan lebih giat bekerja.
c. Asas pengakuan
Asas pengakuan maksudnya memberikan penghargaan dan pengakuan yang tepat serta wajar kepada bawahannya atas prestasi kerja yang dicapainya. Bawahan akan bekerja keras dan semakin rajin, jika mereka terus-menerus mendapat pengakuan dan kepuasan dari usaha-usahanya. Dalam memberikan pengakuan seperti pujian kepada bawahan hendaknya dijelaskan bahwa dia patut menerima penghargan itu, karena prestasi kerja atau jasa-jasa yang telah diberikan. Pengakuan dan pujian harus diberikan dengan ikhlas dihadapan umum supaya nilai pengakuan itu semakin besar.
d. Asas wewenang yang didelegasikan
Yang dimaksud asas wewenang yang didelegasikan adalah mendelegasikan sebagian wewenang serta kebebasan karyawan untuk mengambil keputusan dan berkreativitas dan melaksanakan tugas-tugas atasan atau manajer. Dalam pendelegasian ini, manajer harus menyakinkan bawahan bahwa karyawan mampu dan dipercaya dapat menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik. Misalnya dengan mengatakan, Ini suatu pekerjaan. Saudara dapat mengambil keputusan sendiri bagaimana harus melakukannya. Dengan tindakan ini manajer menyatakan secara jelas bahwa bawahan itu cakap dan penting. Asas ini akan memotivasi moral/gairah bekerja bawahan sehingga semakin tinggi dan antusias.
e. Asas perhatian timbal balik
Asas perhatian timbal balik adalah memotivasi bawahan dengan mengemukakan keinginan atau harapan perusahaan di samping berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang diharapkan bawahan dari perusahaan. Misalnya, manajer minta supaya karyawan meningkatkan prestasi kerjanya sehingga perusahaan memperoleh laba yang lebih banyak. Apabila laba semakin banyak, balas jasa mereka akan dinaikkan. Jadi ada perhatian timbal balik untuk memenuhi keinginan semua pihak. Dengan asas motivasi ini diharapkan prestasi kerja karyawan akan meningkat.
2.4.4 Metode Motivasi
Metode Motivasi Menurut Hasibuan (2007:149) : a. Metode langsung (Direct motivation)
Motivasi (materiil dan nonmateriil) yang diberikan secara langsung kepada setiap individu karyawan untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasannya. Jadi sifatnya khusus seperti memberikan pujian, penghargaan, bonus, piagam, dan lain sebagainya.
b. Metode tidak langsung (Indirect motivation)
Motivasi yang diberikan hanya merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja/kelancaran tugas, sehingga para karyawan betah dan bersemangat melakukan pekerjaanya. Misalnya: kursi yang empuk, mesin-mesin yang baik dan mendukung, ruangan kerja yang nyaman, suasana lingkungan pekerjaan yang baik dan kondusif, penempatan karyawan yang tepat dan lainnya. Motivasi tidak langsung ini besar pengaruhnya untuk merangsang semangat kerja karyawan, sehingga produktivitas kerja karyawan meningkat.
Berdasarkan metode tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa di dalam memotivasi karyawan, kita harus mengetahui tentang apa yang dibutuhkan oleh para karyawan tersebut secara langsung maupun tidak langsung di dalam pelaksanaan pekerjaannya dalam usaha pencapaian tujuan bersama.
2.4.5 Model-model Motivasi
Cara terbaik untuk menyimpulkan dan menggunakan berbagai konsep motivasi yaitu dengan mengembangkan model motivasi. Menurut Hasibuan (2007:148), beberapa model motivasi yang bisa digunakan dalam motivasi adalah :
1. Model tradisional
Model ini mengemukakan bahwa untuk memotivasi bawahan agar gairah kerjanya meningkat, perlu diterapkan sistem insentif, yaitu memberikan insentif (uang/barang) kepada karyawan yang berprestasi baik. Semakin banyak produksinya semakin besar pula balas jasanya. Jadi, motivasi bawahan hanya unutk mendapatkan insentif (uang/barang) saja.
2. Model hubungan manusiawi
Model ini mengemukakan bahwa untuk memotivasi bawahan agar gairah kerjanya meningkat ialah dengan mengakui kebutuhan sosial mereka dan membuat mereka merasa berguna dan penting. Sebagai akibatnya, karyawan mendapatkan beberapa kebebasan membuat keputusan dan kreativitas dalam pekerjaannya. Dengan memperhatikan kebutuhan materiil dan nonmaterial karyawan, motivasi kerjanya akan meningkat pula. Jadi motivasi karyawan adalah untuk mendapatkan materiil dan nonmaterial.
3. Model sumber daya manusia
Model ini mengatakan bahwa karyawan dimotivasi oleh banyak faktor, bukan hanya uang/barang atau keinginan akan kepuasan, tetapi juga kebutuhan akan pencapaian dan pekerjaan yang berarti. Menurut model ini, karyawan cenderung memperoleh kepuasan dari prestasi yang baik. Karyawan bukanlah berprestasi baik karena merasa puas, melainkan karena termotivasi oleh rasa tanggungjawab yang lebih luas untuk membuat keputusan dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Jadi menurut model sumber daya manusia, untuk memotivasi bawahan dilakukan dengan memberikan tanggungjawab dan kesempatan yang luas bagi mereka untuk mengambil keputusan/kebijaksanaan dalam menyelesaikan pekerjaanya. Motivasi moral/gairah bekerja seseorang akan meningkat, jika kepada mereka diberikan kepercayaan dan kesempatan untuk membuktikan kemampuannya
2.4.6 Proses Motivasi
Proses motivasi kerja diawali dengan rasa kekurangan kebutuhan, yang menggerakkan untuk mendapatkan sesuatu sehingga timbul suatu proses pencarian, kemudian orang memilih ramgkaian tindakan tersebut. Menurut Hasibuan (2007:150), proses motivasi yaitu :
a. Tujuan
Dalam proses memotivasi perlu ditetapkan terlebih dahulu tujuan organisasi, kemudian para bawahan dimotivasi ke arah tujuan tersebut.
b. Mengetahui kepentingan
Dalam proses motivasi penting mengetahui kebutuhan/keinginan karyawan dan tidak hanya melihatnya dari sudut kepentingan pimpinan dan perusahaan saja.
c. Komunikasi efektif
Dalam proses motivasi harus dilakukan komunikasi yang baik dan efektif dengan bawahan. Bawahan harus mengetahui apa yang akan diperolehnya dan syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhinya supaya insentifitu diperolehnya.
d. Integrasi tujuan
Dalam proses motivasi perlu untuk menyatukan tujuan perusahaan dan tujuan kepentingan karyawan. Tujuan perusahaan adalah needs complex, yaitu untuk memperoleh laba, perluasan perusahaan, sedangkan tujuan individu karyawan adalah pemenuhan kebutuhan dan kepuasan. Jadi tujuan organisasi dan tujuan karyawan harus disatukan.
e. Fasilitas
Manajer dalam memotivasi harus memberikan fasilitas kepada perusahaan dan individu karyawan yang akan mendukung kelancaran pelaksanaan pekerjaan, misalnya memberikan bantuan kepada salesman.
f. Team work
Manajer harus menciptkan team work yang terkoordinasi baik yang dapat mencapai tujuan perusahaan. Team work (kerjasama) ini penting karena dalam suatu perusahaan biasanya terdapat banyak bagian.
2.4.7 Teori-Teori Motivasi
2.4.7.1 Teori Kebutuhan A. Maslow yang dikutip oleh Hasibuan (2008:154) Teori yang sangat terkenal adalah teori kebutuhan yang dikemukakan oleh Abraham Maslow. Menurut Maslow bahwa pada setiap diri manusia itu terdiri atas lima kebutuhan yaitu :
a. Physiological Needs
Physiological Needs yaitu kebutuhan untuk mempertahankan hidup. Yang termasuk dalam kebutuhan ini adalah kebutuhan makan, minum, perumahan, udara, dan sebagainya. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan ini merangsang seseorang berperilaku atau bekerja giat. b. Safety and Security Needs
Safety and Security Needs (keamanan dan keselamatan) adalah kebutuhan dari ancaman yakni merasa aman dari ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam melaksanakan pekerjaan. Kebutuhan ini mengarah kepada dua bentuk.
Pertama : Kebutuhan akan keamanan jiwa terutama keamanan jiwa di tempat pekerjaan pada saat mengerjakan pekerjaan di waktu jam-jam kerja. Para pekerja membutuhkan alat pelindung seperti masker bagi tukang las yang harus dipenuhi oleh manajer. Dalam arti luas, setiap manusia membutuhkan keamanan dan keselamatan jiwanya di mana pun ia berada.
Kedua : Kebutuhan akan keamanan harta di tempat pekerjaan pada waktu jam-jam kerja, seperti motor yang disimpan jangan sampai hilang. Pentingnya memuaskan kebutuhan-kebutuhan ini jelas terlihat pada organisasi modern. Organisasi selalu mengutamakan keamanan dengan menggunakan alat-alat canggih atau pengawalan untuk tempat pimpinan. Bentuk lain dari pemuasan kebutuhan adalah dengan memberikan perindungan asuransi (astek) kepada karyawan.
c. Affiliation or acceptance needs
Affiliation or acceptance needs adalah kebutuhan sosial, teman, afiliasi, interaksi, dicintai, mencintai, serta diterima dalam pergaulan kelompok
pekerja dan masyarakat lingkungannya. Pada dasarnya manusia normal tidak akan mau hidup menyendiri seorang diri di tempat terpencil. Ia selalu membutuhkan kehidupan berkelompok, karena manusia adalah makhluk sosial, sudah jelas ia mempunyai kebutuhan-kebutuhan sosial yang terdiri empat golongan.
Pertama : kebutuhan akan perasaan diterima orang lain di lingkungan tempat tinggal dan bekerja (sense of belonging).
Kedua : kebutuhan akan perasaan dihormati karena setiap manusia merasa dirinya penting (sense of importance). Serendah-rendahnya pendidikan dan kedudukan seseorang, ia tetap merasa dirinya penting. Oleh karena itu, dalam memotivasi bawahan, pimpinan harus dapat melakukan tindakan yang menimbulkan kesan bahwa tenaga mereka diperlukan dalam proses pencapaian tujuan perusahaan.
Ketiga : kebutuhan akan kemajuan dan tidak gagal (sense of achievement). Setiap orang senang akan kemajuan dan tidak seorang pun yang menyenangi kegagalan. Kemajuan, baik dalam bidang karir, harta, jabatan, dan sebagainya merupakan kebutuhan serta idaman setiap orang.
Keempat : kebutuhan akan perasaan ikut serta (sense of participation). Setiap individu anggota organisasi akan merasa senang jika ia diikutsertakan dalam berbagai kegiatan organisasi, dalam arti diberi kesempatan untuk memberikan saran-saran atau pendapat-pendapatnya kepada pimpinan mereka.
d. Esteem or Status or Needs
Esteem or status needs adalah kebutuhan akan penghargaan diri dan pengakuan serta penghargaan prestise dari karyawan dan masyarakat lingkungannya. Idealnya prestise timbul karena adanya prestasi, tetapi tidak selamanya demikian. Akan tetapi, perlu juga diperhatikan oleh pimpinan bahwa semakin tinggi kedudukan seseorang dalam masyarakat atau posisi seseorang dalam organisasi, semakin tinggi pula prestisenya. Prestise dan status dimanifestasikan oleh banyak hal yang digunakan sebagai simbol status itu.
1. Physicological neeeds 2. Safety and Security
3. Affiliation or Acceptance 4. Esteem or Status
5. Self Actualization
c. Self actualization
Self actualization adalah kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kemampuan keterampilan, dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan/luar biasa. Kebutuhan ini merupakan realisasi lengkap potensi seseorang secara penuh. Keinginan seseorang untuk mencapai kebutuhan sepenuhnya dapat berbeda satu dengan lainnya. Pemenuhan kebutuhan dapat dilakukan pimpinan perusahaan dengan menyelenggarakan pendidikan dan latihan. Kebutuhan aktualisasi diri berbeda dengan kebutuhan lain dalam dua hal.
Pertama : kebutuhan aktualisasi diri tidak dapat dipenuhi dari luar. Pemenuhannya berdasarkan keinginan atas usaha individu itu sendiri. Kedua : aktualisasi diri berhubungan dengan pertumbuhan seorang individu. Kebutuhan ini berlangsung terus menerus sejalan dengan meningkatkan jenjang karir seorang individu.
Pemuas kebutuhan-kebutuhan Gambar 2.1 Hierarki Kebutuhan Maslow
Sumber : Hasibuan (2007:156)
2.4.7.2 Teori Kebutuhan Fredich Herzberg (Hasibuan, 2007)
Herzberg s two faktor theory atau teori motivasi dua faktor atau teori motivasi kesehatan atau faktor higienis. Menurut teori ini motivasi yang ideal yang dapat merangsang usaha adalah Peluang untuk melaksanakan tugas yang lebih membutuhkan keahlian dan peluang untuk mengembangkan kemampuan. Herzberg berdasarkan hasil penelitiannya menyatakan ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan, yaitu:
T in g k at T in g k at K eb u tu h an
a. Hal-hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menantang yang mencakup perasaan untuk berprestasi, bertanggungjawab, kemajuan dapat menikmati pekerjaan itu sendiri dan adanya pengakuan atas semuanya itu.
b. Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama faktor yang bersifat embel-embel saja pada pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat, sebutan jabatan, hak, gaji, tunjangan, dan lain-lain. c. karyawan kecewa, jika peluang untuk berprestasi terbatas. Mereka akan
menjadi sensitif pada lingkungannya serta mulai mencari-cari kesalahan. Herzberg menyatakan bahwa orang dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor yang merupakan kebutuhan, yaitu:
a. Maintenance Factors
Maintenance faktors adalah faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketenteraman badaniah. Kebutuhan kesehatan ini menurut Herzberg merupakan kebutuhan yang berlangsung terus-menerus, karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi. Misalnya orang lapar akan makan, kemudian lapar lagi dan lalu makan lagi, dan seterusnya.
Faktor-faktor pemeliharaan ini meliputi hal-hal gaji, kondisi kerja fisik, kepastian pekerjaan, supervise yang menyenangkan, mobil dinas, rumah dinas, dan macam-macam tunjangan lainnya. Hilangnya faktor-faktor pemeliharaan ini dapat menyebabkan timbulnya ketidakpuasan dan absennya karyawan, bahkan dapat menyebabkan banyak karyawan yang keluar.
Faktor-faktor pemeliharaan ini perlu mendapat perhatian yang wajar dari pimpinan, agar kepuasan dan kegairahan bekerja bawahan dapat ditingkatkan. Maintenance factor ini bukanlah merupakan motivasi bagi karyawan, tetapi merupakan keharusan yang harus diberikan oleh pimpinan kepada mereka, demi kesehatan dan kepuasan bawahan.
Menurut Herzberg, maintenance factors bukan alat motivator sedangkan menurut Maslow merupakan alat motivator bagi karyawan.
b. Motivitation Factors
Motivation factors adalah faktor motivator yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yaitu perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan. Faktor motivasi ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaan, misalnya kursi yang empuk, ruangan yang nyaman, penempatan yang tepat dan lain sebagainya.
Konsep hygiene juga disebut teori dua faktor, yaitu: 1) Isi (content = satisfiers) pekerjaan
a) Prestasi (Achievement) b) Pengakuan (Recognition)
c) Pekerjaan itu sendiri (The work it self) d) Tanggungjawab (Responsibility)
e) Pengembangan potensi individu (Advancement)
Rangkaian ini melukiskan hubungan seseorang dengan apa yang dikerjakannya (job-content) yakni kandungan kerja pada tugasnya. 2) Faktor higienis (demotivasi = dissatisfiers)
a) Gaji atau upah b) Kondisi kerja
c) Kebijaksanaan dan administrasi perusahaan d) Hubungan antarpribadi
e) Kualitas supervisi
Dari teori ini timbul paham bahwa dalam perencanaan pekerjaan harus diusahakan sedemikian rupa, agar kedua faktor ini (faktor pemeliharaan dan faktor motivasi) dapat dipenuhi. Banyak kenyatan yang dapat dilihat misalnya dalam suatu perusahaan, kebutuhan kesehatan mendapat perhatian yang lebih banyak dari pada pemenuhan kebutuhan individu secara keseluruhan. Hal ini dapat dipahami, karena kebutuhan ini mempunyai pengaruh yang dominan terhadap kelangsungan hidup individu. Kebutuhan penigkatan prestasi dan pengakuan ada kalanya dapat dipenuhi dengan memberikan bawahan suatu tugas yang menarik
untuk dikerjakannya. Ini adalah suatu tantangan bagaimana suatu pekerjaan direncanakan sedemikian rupa, sehingga dapat menstimulasi dan menantang si pekerja serta menyediakan kesempatan baginya untuk maju.
2.4.7.3 Teori X dan Y Douglas Mc. Gregor (Rivai, 2008)
Douglas McGregor mengajukan dua pandangan yang berbeda tentang manusia. Negatif dengan tanda label X dan positif dengan tanda label Y. Setelah melakukan penyelidikan tentang perjanjian seorang manajer dan karyawan, McGregor merumuskan asumsi-asumsi dan perilaku manusia dalam organisasi sebagai berikut:
Teori X (negatif) merumuskan asumsi seperti:
a. Karyawan sebenarnya tidak suka bekerja dan jika ada kesempatan dia akan menghindari dan akan bermalas-malasan dalam bekerja.
b. Semenjak karyawan tidak suka atau tidak menyukai pekerjaannya, mereka harus diatur dan dikontrol bahkan mungkin ditakuti untuk menerima sanksi hukum jika tidak bekerja dengan sungguh-sungguh. c. Karyawan akan meghindari tanggung jawabnya dan mencari tujuan
formal sebisa mungkin.
d. Kebanyakan karyawan menempatkan keamanan di atas faktor lainnya yang berhubungan erat dengan pekerjaan dan akan menggambarkannya dengan sedikit ambisi.
Menurut teori X untuk memotivasi karyawan, harus dilakukan dengan cara pengawasan yang ketat, dipaksa dan diarahkan supaya mereka mau bekerja giat. Jenis motivasi yang diterapkan adalah cenderung pada motivasi negatif yakni dengan menerapkan hukuman yang tegas.
Sebaliknya teori Y (positif) memiliki asumsi-asumsi sebagai berikut:
a. Karyawan dapat memandang pekerjaannya sebagai sesuatu yang wajar, lumrah dan alamiah baik tempat bermain atau beristirahat, dalam artian berdiskusi atau sekedar teman bicara.
b. Manusia akan melatih tujuan pribadi dan pengontrolan diri sendiri jika mereka melakukan komitmen yang sangat objektif.
c. Kemampuan untuk melakukan keputusan yang cerdas dan inovatif adalah tersebar secara meluas diberbagai kalangan tidak hanya dari kalangan top manajemen atau dewan direksi.
Menurut teori Y untuk memotivasi karyawan hendaknya dilakukan dengan cara meningkatkan partisipasi karyawan, kerjasama dan keterkaitan pada keputusan. Tegasnya, dedikasi, dan partisipasi akan lebih menjamin tercapainya sasaran.
2.4.8 Indikator-indikator Motivasi Kerja
Menurut Siswanto (2003:268-269) Indikator-indikator Motivasi Kerja adalah sebagai berikut:
1. Kinerja (Achievement)
Melalui suatu Achievement Motivation Training (AMT) maka Enterpreneurship, sikap hidup untuk berani mengambil resiko untuk mencapai sasaran yang lebih tinggi dapat dikembangkan.
2. Penghargaan (Recognition)
Penghargaan, pengakuan (recognition) atas suatu kinerja yang telah dicapai seseorang merupakan perangsang yang kuat. Pengakuan atas suatu kinerja, akan memberikan kepuasan batin yang lebih tinggi daripada penghargaan dalam bentuk materi atau hadiah.
3. Tantangan (Challenge)
Adanya tantangan yang dihadapi, merupakan perangsang kuat bagi manusia untuk mengatasinya. Suatu sasaran yang tidak menantang atau dengan mudah dapat dicapai biasanya tidak mampu menjadi perangsang, bahkan cenderung menjadi kegiatan rutin. Tantangan demi tantangan biasanya akan menumbuhkan kegairahan untuk mengatasinya.
4. Tanggung Jawab (Responsibility)
Adanya rasa ikut memiliki (sense of belonging) akan menimbulkan motivasi untuk turut merasa bertanggung jawab.
5. Pengembangan (Development)
Pengembangan kemampuan seseorang, baik dari pengalaman kerja atau kesempatan untuk maju, dapat merupakan perangsang kuat bagi tenaga kerja untuk bekerja lebih giat atau lebih bergairah. Apalagi jika pengembangan perusahaan selalu dikaitkan dengan kinerja atau produktivitas karyawan. 6. Keterlibatan (Involvement)
Rasa ikut atau involved dalam suatu proses pengambilan keputusan atau bentuknya, dapat pula kotak saran dari tenaga kerja, yang dijadikan masukan untuk manajemen perusahaan merupakan perangsang yang cukup kuat untuk tenaga kerja.
7. Kesempatan (Opportunity)
Kesempatan untuk maju dalam bentuk jenjang karir yang terbuka, dari tingkat bawah sampai tingkat manajemen puncak merupakan perangsang yang cukup kuat bagi tenaga kerja.
2.5 Hubungan Gaya Kepemimpinan Terhadap Motivasi Kerja
Gaya Kepemimpinan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap motivasi sebab keberhasilan seorang pemimpin dalam menggerakkan orang lain untuk mencapai suatu tujuan tergantung pada bagaimana pemimpin itu menciptakan motivasi di dalam diri setiap karyawan (Kartono, 2008). Di samping itu untuk memaksimalkan motivasi karyawan setiap pemimpin harus dapat memahami dan menanggapi keanekaragaman kebutuhan dan keinginan serta perbedaan kepribadian karyawan tersebut. Oleh karena itu kunci untuk memandu seorang pemimpin dalam menentukan gaya kepemimpinan yang akan digunakan adalah fleksibilitas atau keluwesan.
Kepemimpinan yang efektif sangat diperlukan untuk mempengaruhi dan menggerakkan bawahannya tersebut bekerja secara optimal, penuh semangat, dan mau bekerja sama (Kartono:2008).
Motivasi Kerja sangat penting bagi keberhasilan perusahaan, apabila motivasi kerja sudah timbul dalam diri karyawan, maka hasil pekerjaan akan lebih baik. Motivasi kerja adalah dorongan yang tumbuh dalam diri seseorang, baik yang berasal dari dalam dan luar dirinya untuk melakukan suatu pekerjaan dengan semangat tinggi menggunakan semua kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya (WangMuba, 2009). Pada dasarnya, motivasi kerja karyawan itu akan timbul bila karyawan merasakan kepuasan karena terpenuhi kebutuhan mereka. Mengingat pemimpin berperan sebagai perencana, pembuat keputusan, pengawas dan lain sebagainya, maka pemimpin harus mampu bertindak menjadi motivator bagi karyawannya, oleh karena itu timbulnya motivasi kerja yang tinggi sangat tergantung pada pemimpin. Tindakan yang berasal dari pemimpin tersebut dinamakan gaya kepemimpinan .
Gaya kepemimpinan merupakan cara seorang pemimpin melaksanakan kepemimpinan mereka dalam hubungan dengan aktivitas kerja bawahannya. Gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap motivasi kerja karyawan karena di dalam membangun motivasi kerja karyawan dengan cara pemenuhan kebutuhannya, sangat membutuhkan dukungan dari seorang pemimpin, karena setiap pemimpin harus mengetahui secara jelas apa yang dibutuhkan oleh karyawan dan perusahaan agar mereka bisa bekerja sama secara efektif.
Pada intinya, penerapan sistem gaya kepemimpinan yang baik akan mempengaruhi motivasi kerja, dimana hasil kerja efektif sangat diperlukan karena akan menguntungkan bagi kepentingan organisasi atau perusahaan (Wirjana:2006).