• Tidak ada hasil yang ditemukan

Plagiarism Checker X - Report

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Plagiarism Checker X - Report"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

Plagiarism Checker X - Report

Originality Assessment

Overall Similarity:

12%

Date: Jan 15, 2021

Statistics: 1313 words Plagiarized / 11254 Total words

(2)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran udara merupakan salah satu bentuk polusi yang paling berbahaya dan pencemarannya didunia saat ini sudah dalam tahap mengkhawatirkan. (Gautam, 2019). PadaTahun 2018, pencemaran udara adalah penyebab utama kematian anak-anak di bawah usia 15 tahun yang telah membunuh 600.000 jiwa (WHO, 2018). Dari segi ekonomi, kematian karena pencemaran udara mengakibatkan kerugian sekitar $ 5 triliun di seluruh dunia. Pada Tahun 2019, 90% dari populasi dunia menghirup udara melebihi batas maksimum yang diperbolehkan oleh WHO, namun sebagian besar populasi di seluruh dunia tidak memiliki pengetahuan terhadap informasi kualitas udara (IQAir, 2020). Salah satu pencemar yang menyebabkan pencemaran udara adalah partikulat atau biasa disebut Particulate Matter (PM). Partikulat dibagi berdasarkan ukuran partikelnya, salah satunya adalah debu atau Total Suspended Particulate (TSP) yaitu partikel dengan diameter kurangdari 100 μm. Menurut WHO (2018) partikulat dapat

6dipancarkan langsung dari sumber, seperti lokasi konstruksi, jalan yang tidak beraspal, ladang, cerobong asap atau kebakaran.Namunsebagian besar partikel terbentuk di atmosfer sebagai akibat dari reaksi kompleks bahan kimia seperti sulfur dioksida dan nitrogen oksida, yang merupakan polutan yang dipancarkan dari pembangkit listrik, industri dan mobil.TSP akan memberi dampak buruk bagi kesehatan manusia terutama gangguan penglihatan dan saluran pernafasan seperti penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Menurut hasil penelitian Kiky Aunillah (2015) sebanyak 87,50% pekerja mengalami gangguan faal paru akibat paparan TSP. Menurut penelitian Purnamasari ,Y. 2015 bahwa sebanyak 64,3% responden mengalami gangguan pernafasan dan hasil analisis statistik menunjukkan terdapatnya hubungan yang signifikan antara paparan debu dengan kejadian gangguan saluran pernafasan di Kelurahan Kairagi Satu Lingkungan 3 Kota

Manado. Berdasarkan penelitian Pitrah A. dkk (2017) disimpulkan ada hubungan antara paparan debu dengan kejadian ISPA pada pekerja penggilingan padi. Para pekerja yang menderita ISPA kebanyakan yang terpapar oleh debu, karena debu yang masuk ke dalam lapisan mukosa kemudian terdorong ke laring, lantaran tidak disaring oleh rambut hidung, akibatnya saluran pernafasan mengalami iritasi. Tahun 2018, pencemaran udara di

(3)

Indonesia berada pada peringkat 10 (sepuluh) di dunia dan naik menjadi peringkat 5 (lima) di Tahun 2019 (IQAir, 2020). Kota Padang merupakan salah satu kota besar di Indonesia. Pemantauan pencemaran udara di Kota Padang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia. Dari hasil pemantauan Indeks Standar Pemantauan Udara (ISPU) Kota Padang, pada Tahun 2018 selama 268 hari didapatkan kualitas ISPU pada kategori baik dan menurun menjadi 253 hari pada Tahun 2019 (KLHK, 2020). Dari hasil ini dapat disimpulkan Kota Padang mengalami peningkatan pencemaran udara dilihat dari menurunnya kualitas udara. Pemantauan ini dilakukanpada satu stasiun yaitu di Jl. Jendral Sudirman No. 51, Kota Padang, Sumatera Barat. Lokasi ini merupakan daerah dengan berbagai pusat perkantoran, baik kantor pemerintahan maupun kantor-kantor swasta, sehingga banyak terjadi aktivitas kendaraan dan aktivitas masyarakat (BPS Kota Padang, 2020). Sumber pencemaran udara selain dari aktivitas transportasi dan perkantoran sebagian besar juga berasal dari kegiatan industri dan perumahan (Khariza D.S., 2014). Kegiatan Industri di Kota Padang salah satunya berada pada Jl. By Pass yang merupakan daerah yang multifungsi yaitu pemukiman, industri dan merupakan jalan utama lintas sumatera. Tepatnya di Jl. By Pass Km 6 Kec. Lubuk Begalung,KotaPadang berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kota Padang (2019) terdapat 2 industri pengolahan karetdan 1industri pengolahan CPO.Kepadatan penduduk di Kelurahan Batung Taba Nan XX, Kec. Lubuk Begalung pada Tahun 2018 tergolong tinggi yaitu sebesar 5.907, selain itu terdapat 3 Sekolah TK serta 2 Sekolah Dasar yang letaknya berdekatan dengan kegiatan industri. Berdasarkan penelitian Ulpah, M. (2015) terdapat hubungan antara debu ambien dengan gejala ISPA pada balita sebesar 61,29% di wilayah kerja Posyandu Kaca Piring dengan gejala pada balita yaitu demam, batuk, dan pusing. Selain itu keanekaragaman penyebab ISPA tergantung dari umur, kondisi tubuh dan kondisi lingkungan (WHO,2008). Sesuai data BPS Kota Padang Tahun 2018 ISPA merupakan keluhan tertinggi di Kec. Lubuk Begalung yaitu sebanyak 5.534 kasus atau 28% dari total keluhan. Saat ini belum ada pemantauan pencemaran udara secara real time pada lokasi tersebut yang dapat mengambarkan seberapa besar pencemaran udara yang terjadi akibat kegiatan antropogenik yang terjadi

(4)

dan bagaimana pola sebaran dari pencemaran udara yang ditimbulkan. Pencemaran udara akibat TSP dapat diketahui melalui pengukuran dilapangan dan membandingkan dengan nilai ambang batas26sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.Namun, pengukuran secara langsung membutuhkan peralatan, waktu, dan biaya yang cukup tinggi jika dilakukan secara langsung dan terus menerus, sehingga dilakukan simulasi pola penyebaran TSP yang memerlukan lebih sedikit biaya dan peralatan untuk mengurangi pencemaran yang akan di timbulkan. Simulasi ini dapat dilakukan dengan perhitungan statistik menggunakan model dispersi Gauss. Model dispersi Gauss merupakan bentuk persamaan matematika yang diubah ke dalam

perhitungan variabel dengan menambahkan informasi sumber cemaran yang lebih detail suatu daerah yang diteliti (AyuI P,Aktrisa et al,2014). Menurut Zellia,S.,dkk (2018) model Gaussian sumber titikcocok untuk mengidentifikasi sumber polutan berasal dari cerobong asap pembangkit sebagai sumber tidak bergerak. Konsentrasi polutan yang didapatkan dari hasil simulasi, dapat divisualisasikan penyebarannya dengan merubah ke dalam bentuk kontur menggunakan software surfer 15. Berdasarkan permasalahan yang ditemukan maka diperlukan penelitian lebih lanjut untuk melakukan analisis pencemaran udara di Jl. By Pass Km 6, Kec. Lubuk Begalung, Kota Padang dan menerapkan model untuk menggambarkan pola sebaran polutan udaranya dengan judul : “SIMULASI MODEL PENYEBARAN TOTAL SUSPENDED PARTICULATE (TSP) MENGGUNAKAN MODEL DISPERSI GAUSS DAN PEMETAAN SURFER 15 DI KECAMATAN LUBUK BEGALUNG, KOTA PADANG” 1.2.

Identifikasi Masalah Adapun masalah yang mendasari dibuatnya penelitian ini adalah: 1. Terdapatnya aktivitas industri dan transportasi yang berada pada daerah padat penduduk di Kec. Lubuk Begalung, Kota Padang 2. Tingginya jumlah keluhan penyakit ISPA yang terjadi di Kec. Lubuk Begalung, Kota Padang 3. Belum adanya dispersi pola pencemaran udara pada kawasan industri di Kec. Lubuk Begalung, Kota Padang 1.3. Batasan Masalah Ruang lingkup penelitian ini meliputi: 1. Pengukuran dilakukan pada 3 (tiga) titik pada Kawasan sekitar industri yang berada di Jl. Kec. Lubuk Begalung, Kota Padang 2. Parameter yang dianalisis adalah TSP untuk udara ambien selama 24 jam sesuai dengan SNI

(5)

19-7119.3:2005 tentang8Udara ambien - Bagian 3: Cara uji partikel tersuspensi total

menggunakan peralatan High Volume Air Sampler (HVAS) dengan metode gravimetri3. Kecepatan angin, suhu29udara dan tekanan udara saat sampling serta koordinat tiap titik dilakukan saat pengambilan sampel TSP 4. Data meteorologi (arah dan kecepatan angin) diambil melalui data BMKG Kota Padang, sedangkan data fisik sumber titik (diameter dan tinggi cerobong, laju alir cerobong, suhu cerobong, kecepatan gas keluar dari cerobong), peta lokasi industri dan peta kecamatan Lubuk Begalung diambil melalui data Dinas Lingkungan Hidup Kota Padang 5. Pemetaan sebaran polutan menggunakan model dispersi Gaussian point source dan software surfer 15 1.4. Rumusan Masalah 1. Bagaimana kondisi pencemaran TSP di udara ambien yang terjadi di Kec. Lubuk Begalung, Kota Padang ? 2. Bagaimana pola dispersi pencemaran udara yang terjadi di Kec. Lubuk

Begalung, Kota Padang dengan menggunakan model dispersi Gauss dan pemetaan surfer 15 ? 1.5. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui konsentrasi pencemaran TSP udara ambien di Jl. Kec. Lubuk Begalung, Kota Padang 2. Menganalisis pola sebaran polutan udara yang terjadi di Jl. Kec. Lubuk Begalung, Kota Padang menggunakan model dispersi Gauss dan pemetaan surfer 15 1.6. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat

memberikan manfaat dalam mengembangkan ilmu pengetahuan tentang pencemaran udara ambien oleh polutan TSP, serta mensimulasikan pola penyebaran pencemaran udara dengan menggunakan model dispersi gauss. 2. Manfaat akademis Dapat dijadikan sebagai referensi bagi generasi selanjutnya bagi mahasiswa/i Teknik Lingkungan, khususnya yang mengambil konsentrasi dibidang kualitas/pencemaran udara dalam pengerjaan tugas, pembuatan laporan praktikum, atau dalam tahap penyusunan tugas akhir. 3. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan memberi kontrubusi ilmiah pada kajian tentang kegiatan pemantauan polusi udara di Kota Padang. Sehingga, dapat memberikan rekomendasi bagi pengambil kebijakan dan instansi terkait pengendalian pencemaran udara Kota Padang (khususnya disekitar lokasi) tentang gambaran tingkat pencemaran udara yang terjadi dan prediksi pencemaran udara yang akan terjadi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar - Dasar Teori 2.1.1. Udara dan Polutan Udara Udara dibedakan menjadi udara emisi dan udara

(6)

ambien. Udara emisi yaitu udara yang dikeluarkan oleh sumber emisi. Sedangkan12udara ambien adalah udara bebas di permukaan bumiyang sehari-hari dihirup oleh makhluk hidup (PP No. 41 Tahun 1999). Udara ambien memiliki kualitas yang mudah berubah. 16Intensitas perubahannya dipengaruhi oleh interaksi antar berbagai polutan yang dilepas ke udara ambien dengan faktor-faktor meteorologis (angin, suhu, hujan, cahaya matahari). Untuk mendapatkan udara ambien yang berkualitas baik perlu dilakukan pengendalian pencemaran udara. Polutan adalah kontaminan yang dapat mengakibatkan efek negatif pafa reseptor (penerima) akibat konsentrasinya yang cukup tinggi. Polutan umum yang diatur dalam Baku Mutu Udara Ambien (BMUA) Nasional yaitu PP RI No. 41 Tahun 1999 adalah Pb (timah hitam), dustfall (debu jatuh), sulfur-dioksida (SO2), karbon monoksida 16(CO), nitrogen-dioksida (NO2), ozon (O3), hidrokarbon (HC),Particulate Matter (PM) 10, Particulate Matter (PM) 2,5, dan TSP (debu). 2.1.2. Pencemaran Udara Pencemaran udara berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 adalah menurunnya mutu udara ambien ke tingkat tertentu akibat18masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia sehinggaudara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Menurut Witono (2003), pencemaran udara adalah masuknya zat pencemar udara yang berupa sekumpulan kontaminan organik, anorganik yang terdapat dalam media gas dengan konsentrasi yang dapat menyebabkan perubahan fungsi ekosistem sampai pada tingkat tertentu, sehingga ekosistem tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Menurut Ratnani (2008), pencemaran udara yaitu masuknya zat pencemar (berbentuk partikel kecil dan gas) ke dalam udara secara alamiah dan akibat aktivitas manusia. Contoh secara alamiah yaitu akibat gunung berapi, asap kebakaran hutan,34debu meteorit dan pancaran garam dari laut.Akitivitas manusia yang dapat menyebabkan pencemaran udara antara lain transportasi, industri, dan pembuangan sampah. Pencemaran udara di kota besar dan daerah industri dapat menyebabkan 35gangguan pernafasan, iritasi pada mata dan telinga,gangguan jarak pandang dan timbulnya penyakit tertentu. Berdasarkan definisi-definisi tersebut, disimpulkan 36pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zatpencemar dengan

(7)

konsentrasi tertentu ke dalam baik secara alamiah maupun kegiatan manusia sehingga mengakibatkan penurunan kualitas udara dan kerusakan lingkungan serta gangguan pada kesehatan manusia. Pemantauan atau mengukur kualitas udara dilakukan untuk

mengendalikan pencemaran udara, baik udara ambien ataupun udara emisi. 2.1.3. Sumber Pencemaran Udara Berdasarkan sifat terjadinya, sumber pencemaran udara dibedakan menjadi dua, yaitu : 1. Sumber30alami (natural). Contoh sumber alami adalah akibat letusan gunung berapi,dekomposisi biotik, debu, kebakaran hutan, dan spora tumbuhan. 2.

Sumber tidak alami/buatan (kegiatan antropogenik). Sumber buatan yaitu akibat aktivitas transportasi, industri, dari persampahan (proses dekomposisi dan pembakaran) dan rumah tangga. Secara kuantitas sumber ini lebih sering terjadi (Wangintan, R, 2016). Menurut PP No. 41 tahun 1999, sumber pencemaran udara digolongkan atas lima, yaitu : 1.22Sumber bergerak adalah sumber emisi yang bergerak atau tetap pada suatu tempat yang berasal dari kendaraan bermotor2. Sumber bergerak spesifik adalah sumber bergerak7yang

berasal dari kereta api, pesawat terbang, kapal, laut dan kendaraan berat lainnya.3.Sumber tidak bergerak adalah sumber emisi yang tetap pada suatu tempat.4. Sumber tidak

bergerak spesifik adalah sumber tidak bergerakyang berasal dari kebakaran hutan dan pembakaran sampah.5.Sumber gangguan adalah sumber pencemar yang menggunakan media udara atau padat untuk penyebarannya,sumber ini berupa dari kebisingan, getaran, kebauan dan gangguan lain. 2.1.4. Jenis-jenis Pencemar Udara Jenis-jenis pencemaran udara, yaitu (Sunu,2001) : 1.20Berdasarkan bentuk a) Gas, adalah uap yang dihasilkan dari zat padat atau zat cair karena dipanaskan atau menguap sendiri.Contohnya: CO2, CO, SOx, NOx. b)15Partikel, adalah suatu bentuk pencemaran udara yang berasal darizat-zatkecil yang terdispersi ke udara, baik berupa padatan, cairan, maupun padatan dan cairan secara bersama-sama. Contohnya: debu, asap, kabut, dan lain-lain.2. Berdasarkan dari kejadian terbentuknya pencemar a) Pencemar primer adalah pencemar yang diemisikan langsung oleh sumber. Pencemar primer merupakan polutan yang kondisinya tidak berubah seperti pertama kali diemisikan dari sumbernya. Contohnya : SO2, NO2. b) Pencemar sekunder adalah pencemar yang terbentuk karena reaksi berbagai zat di udara. Pencemar sekunder

(8)

merupakan polutan bentuk lanjut polutan primer karena berinteraksi dengan komponen lain di atmosfer. Contohnya : Particulate Matter (PM), ozon dan senyawa-senyawa

peroksida. 3. Berdasarkan pola emisi dari sumbernya a) Sumber titik (point source) adalah pencemar dari sumber emisi tetap atau tidak bergerak dan berada pada suatu tempat. Contoh: cerobong industri. b) Sumber garis (line source) adalah pencemar dari sumber emisi yang bergerak atau tetap dari kendaraan bermotor. Contoh : asap knalpot kendaraan bermotor. c) Sumber area (area source) adalah kumpulan dari sumber emisi sumber titik dan sumber garis yang berkumpul menjadi satu dalam satu area.21Sumber area mewakili berbagai kegiatan individu yang mengeluarkan sejumlah kecil pencemar, namun secara kolektif kontribusi emisinya menjadi signifikan.Contoh :19penggunaan perapian di rumah untuk penghangat akan berdampak pada satu area, meskipun masing-masing rumah menyumbang berbagai jenis zat pencemar dalam jumlah yang kecil.2.1.5. Total Suspended Particulate (TSP) Total Suspended Particulate (TSP) atau debu adalah partikel-partikel zat padat yang disebabkan oleh kekuatan-kekuatan alami atau mekanis, seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan yang cepat,4peledakan dan lain-lain dari bahan-bahan organik maupun anorganik, misalnya batu, kayu, bijih logam, arang batu, butir-butir zat padat dan sebagainya (Suma’mur, 1998). Sedangkan menurut Sarudji (2010), dalam buku kesehatan lingkungan,partikulat (TSP)adalah bagian yang besar dari emisi polutan yang berasal dari berbagai macam sumber seperti mobil, truk, pabrik baja, pabrik semen, dan pembuangan sampah terbuka.Berdasarkan ukuran, partikel TSP dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : 1. Partikelhalus : partikel yang ukurannya 0,1-2,5 µm. 2. Partikel kasar : partikel yang ukurannya 2,5-10 µm. Berdasarkan sifatnya di udara, TSP terbagi menjadi : 1. Deposit particulate matter : partikel yang berada sementara di udara, partikulat ini segera mengendap akibat daya tarik bumi 2. Suspended particulate matter : partikel yang tetap berada di udara dan tidak mudah mengendap. (Ardianarsya, B. S. 2019). 2.1.5.1. Sumber TSP Sumber TSP dapat berasal secara alami dan dapat juga berasal dari kegiatan manusia. Sumber TSP secara alami berasal dari3debu tanah/pasir halus yang terbang terbawa oleh angin, abu, dan bahan-bahan vulkanik yang terlempar ke udara akibat letusan gunung

(9)

berapidansemburan uap air panas di sekitar daerah sumber panas bumi di daerah

pegunungan. Sedangkan sumber TSP akibat kegiatanmanusia sebagian besar berasal dari pembakaran batubara, proses industri, kebakaran hutan dan gas buangan alat transportasi. (Wardhana, 2004). 2.1.5.2. Dampak Terhadap Kesehatan Polusi udara akibat TSP akan menyebabkan gangguan terhadap kesehatan dan beberapa gangguan lainnya, antara lain : 1. Gangguan estetik dan fisik seperti terganggunya pemandangan dan penularan warna bangunan dan pengotoran. 2. Merusak kehidupan tumbuhan yang terjadi akibat adanya penutupan pori-pori tumbuhan sehingga menganggu jalannya fotosintesis. 3. Mengubah iklim global regional maupun internasional. 4. Mengangguperhubungan/penerbangan yang akhirnya menganggu kegiatan sosial ekonomi dimasyarakat.5. Menganggu

kesehatan manusia seperti timbulnya iritasi pada mata, alergi, gangguan pernafasan dan kanker pada paru-paru. EfekTSPterhadap kesehatan sangat tergantung pada: solubity (mudah larut), komposisi kimia, konsentrasiTSP dan ukuran partikel TSP. (Djatmiko, Riswan 2016). Gangguan pada saluran pernapasanyang disebabkan oleh partikulat sangat

dipengaruhi oleh ukuran partikelnya. Partikulat yang berukuran 5-10µm akan tertahan pada saluran pernapasan bagian atas, untuk ukuran 3-5µm3akan tertahan pada saluran pernapasan bagian tengahyaitu pada trakea dan bronkhiolus, sedangkan untuk ukuran 1-3µm akan mengendap di permukaan alveoli, dan yang berukuran di bawah 0,1µmakan bergerak keluar masuk alveoli karena partikel32tersebut tidak mengalami pengendapan. Jadi semakin kecil ukuran partikelakan semakin berdampak buruk terhadap sistem pernapasan (Suma’mur, 2011). 2.1.6. Baku Mutu Udara Ambien (BMUA) Berdasarkan

Peraturan Pemerintah No.1241 Tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara, baku mutu udara ambien adalah ukuran batas atau kadar zat, energidanatau komponen yang ada atau yang seharusnya adadan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam udara ambien. Udara yang melebihi baku mutu dapat merusak lingkungan sekitarnya dan berpotensi mengganggu kesehatan masyarakat sekitarnya.9Untuk mencegah terjadinya pencemaran udara serta terjaganya mutu udara, maka pemerintah menetapkanBMUANasional yang terlampir dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun

(10)

1999,seperti yang terlihat pada tabel 2.1 sebagai berikut : Tabel 2.1 Baku Mutu Konsentrasi TSP Udara Ambien18Parameter Waktu Pengukuran Baku Mutu Metode Analisis Peralatan TSP (Debu) 24 Jam 230µg/Nm3 Gravimetric Hi - Vol 1 Thn 90µg/Nm3 Gravimetric Hi - Vol Sumber : PP RI No.41 Tahun 1999 2.1.7. Faktor yang Mempengaruhi Persebaran Polutan 2.1.7.1. Stabilitas Atmosfer Stabilitas atmosfer digunakan untuk menghitung koefisien dispersi dari kurva σy (plume lateral) dan kurva σz (plume vertical) untuk difusi waktu rata-rata.1Klasifikasi stabilitas yang banyak digunakan adalah klasifikasi yang dikembangkan oleh Pasquill dan Gifford (PGT).Kategori PGTdihitung dari kecepatan angin pada 10 meter di atas permukaan tanah dan dikonversikan kedalam tabel penentuan kelas stabilitas atmosfer.Kelas stabilitas atmosfer dibagi menjadi 6 kelas, yaitu A= sangat tidak stabil, B= tidak stabil menengah, C= sedikit tidak stabil, D= netral, E= agak stabil danF= stabil. Tabel penentuan kelas stabilitas atmosfer dapat dijelaskan seperti di bawah ini. (Koehn, 2013). Tabel 2.2 Kondisi Atmosfer dalam Berbagai Kelas Stabilitas Kecepatan Angin Permukaan (m/det)a Radiasi Matahari Siang Hari Keawanan Malam Hari Kuatb Sedangc Rendahd Berawane Cerahf < 2 A A-B B E F 2 - 3 A-B B C E F 3 - 5 B B-C C D E 5 - 6 C C-D D D D > 6 1C D D D D Keterangan: a=Kecepatan angin permukaan diukur pada ketinggian 10 meter di atas permukaan b=Siang hari pada musim panas yang cerah dengan ketinggian matahari > 60o di atas garis horizon. c =Siang hari musim panas sedikit gumpalan awan, atau sianghari cerah dengan ketinggian matahari 35o - 60o celcius di atas horizon. d = Siang hari menjelang sore, atau siang hari musim panas yang berawan, atau siang hari musim panas dengan sudut ketinggianmatahari 15o – 35o e =Keawanan didefinisikan sebagai fraksi dari penutupan langit oleh awan.Berdasarkan kelas stabilitas atmosfer, penentuan koefisien dispersi dapat ditentukan melalui tabel 2.3 dan 2.4 seperti dibawah ini. Tabel 2.3 Koefisien Dispersi Daerah Perkotaan (Parameter McElroy-Pooler) Kelas Stabilitas σy (m) σz (m) A 0.32X (1.0 + 0.0004X)-1/2 0.24X (1.0+0.001 X)-1/2 B 0.32X (1.0 +

0.0004X)-1/2 0.24X (1.0+0.001 X)-1/2 C 0.22X (1.0 + 0.0004X)-1/2 0.20X D 0.16X (1.0 + 0.0004X)-1/2 0.14X (1.0 + 0.003X)-1/2 E 0.11X (1.0 + 0.0004X)-1/2 0.08X (1.0 + 0.015X)-1/2 F 0.11X (1.0 + 0.0004X)-1/2 0.08X (1.0 + 0.015X)-1/21Keterangan : X adalah jarak

(11)

downwind dari sumber dalam satuan meterTabel 2.4 Koefisien Dispersi Daerah Pedesaan (Parameter Pasquill-Gifford) Kelas Stabilitas σy (m) σz (m) A 0.22X (1.0 + 0.0001X)-1/2 0.20X B 0.16X (1.0 + 0.0001X)-1/2 0.12X C 0.11X (1.0 + 0.0001X)-1/2 0.08X (1.0 + 0.002X)-1/2 D 0.08X (1.0 + 0.0001X)-1/2 0.06X (1.0 + 0.015X)-1/2 E 0.06X (1.0 + 0.0001X)-1/2 0.03X (1.0 + 0.003X)-1/2 F 0.04X (1.0 + 0.0001X)-1/2 0.016X (1.0 + 0.003X)-1/21Keterangan : X adalah jarak downwind dari sumber dalam satuanm Sumber : Visscher, 2014 2.1.7.2. Arah dan Kecepatan Angin Permodelan dispersi membutuhkandata dan kecepatan angin pada beberapa titik ketinggian. Data kecepatan angin yang berasal dari satu titik ketinggian(titik pengambilan sampel) dikonversi untuk mendapatkan kecepatan angin pada beberapa titik ketinggian dengan menggunakan persamaan berikut : (Visscher, 2014)

………..…(2.1) Keterangan : u1 = kecepatan angin pada

ketinggian 1 (m/s) u2 = kecepatan angin pada ketinggian 2 (m/s) z1 = ketinggian 1 (m) z2 =ketinggian 2 (m) p = fungsi stabilitas atmosferNilai p pada persamaaan dapat dilihat dari ketetapan pada Tabel 2.5 sebagai berikut : Tabel 2.5 Nilai p untuk Penetapan Persamaan Perkiraan Kecepatan Angin Kelas Stabilitas p (Perkotaan) p (Pedesaan)A 0,11 0,15 B 0,12 0,15 C 0,12 0,20 D 0,27 0,25 E 0,29 0,40 F 0,45 0,69 Sumber :Beyhock.2005 2.1.7.3.Plume Rise Plume rise merupakan tinggi kepulan yang dilepaskan olehsumber emisi. Besar kecilnya plume rise dipengaruhi oleh kecepatan emisi yang keluar dari cerobong dan adanya perubahan suhu. Plume rise terjadi dari kenaikan polutan yang meninggalkan sumber pencemar. Plume rise terjadi disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor buoyancy dan momentum. Buoyancy adalah terjadinya pemuaian gas dikarenakan1perbedaan

temperatur sedangkan momentum terjadi karena perbedaan kecepatan gas yang tinggi ketikakluar dari cerobong (Visscher, 2014). Gambar 2.1 Plume Rise Perhitungan plume rise dihitung pada masing-masing sumber dengan rumus 3.7 sebagai berikut. (Dr. Akshey,2016) ………..(3.7) Keterangan : ∆h = nilai plume rise (m) ds = diameter cerobong

sumber (m) Ts = temperatur gas di stack (K) Ta = temperatur ambien (K) Pa = tekanan atmosfer (KPa) U = kecepatan angin di ketinggian cerobong (m/s) 2,68 x 10-3 = konstanta (m-1mbar-1) 2.1.7.4. Mawar Angin (Windrose) Mawar angin (Windrose)2merupakan suatu

(12)

gambar berbentuk lingkaran sebagai persentase angin, memiliki penyebaran kelopak seperti mawarditengah lingkarannya dengan variasi warna berbeda- beda menandakan perbedaan kecepatan anginyang terjadi atau suatu gambar yang memetakan kecepatan dan arah angin dengan sederhana. Windrose menggambarkan frekuensi kejadian pada tiap arah mata angin dan kelas kecepatan angin (knots atau m/s) pada lokasi dan waktu yang telah ditentukan. Windrose juga diperjelas dengan menampilkan grafik dari kecenderungan arah pergerakan angin dan persentasenya pada suatu wilayah dengan cepat(Ardianarsya., 2019) 2.1.8. Permodelan Lingkungan 2.1.8.1. Model Dispersi24Pemodelan lingkungan

adalah penggambaran proses lingkungan beserta hubungan antar komponen/variabel pembentuknya menggunakan representasi logika dan matematika.Pemodelan Lingkungan memecahkan permasalahan lingkungan dengan menggunakan pendekatan teknik dan manajemen berdasarkan metode analisis logika dan model matematika. Model Dispersi merupakan digunakan untuk mengkaji konsentrasi pencemar di udara ambien.Tujuan dari model ini adalah memformulasikan secara matematis hubungan antara sumber emisi terhadap konsentrasi pencemardiudaraambien, sehingga hasil model tersebut dapat menjadi acuan apakah suatu daerah tergolong pada daerah yang tercemar atautidak. 2.1.8.2. Model Dispersi Gauss Menurut Permatasari, A.I.A,dkk (2014), model dispersi Gauss merupakan salah satu model perhitungan yang banyak digunakan untuk mensimulasikan pengaruh emisi terhadap kualitas udara. Model dispersi Gauss adalah bentuk persamaan matematika yang dimasukkan ke dalam perhitungan variabel yang bersifat fisik dan diberikan informasi yang lebih detail mengenai sumber cemaran pada suatu daerah yang diteliti. Menurut Pasquill (1961),23model ini banyak digunakan untuk menilai dampak adanya sumber pencemaran udara terhadap kualitas udara lokal dan perkotaan.Suatu model digunakan1untuk menganalisis sebaran pencemar udara dari sumberpencemar, salah satu model yang dapat digunakan adalah model dispersi Gauss. Model dispersi Gauss, cocok untuk mengidentifikasi hubungan input dan output dari data yang diuji. Persamaan dari model dapatdigunakan untuk menentukan konsentrasi polutan hasil dispersi cerobong asap pabrik di lokasi tertentu di sekitar cerobongasap.Model dispersi

(13)

Gauss mengasumsika penyebaran polutan dengan mengikuti distribusi normal atau distribusi Gauss. Model dispersi Gauss dapat digunakan untuk mensimulasikan pengaruh polutan yang tidak reaktif dari sumber titik maupun sumber garis (Arya,1999). Model dispersi Gauss dapat diilustrasikan dengan gambar 2.1 seperti di bawah ini. Gambar 2.1 Model Penyebaran Polutan dari Sumber Titik Berdasarkan Sebaran Gauss Model dispersi Gauss berasumsi1polutan bergerak searah dengan arah angin pada sumbu-x. Sumbu-y adalah arah tegak lurus horisontal dengan sumbu-x dan sumbu-z adalah vertikal dengan permukaan tanah. Pada proses difusi polutan, terjadi difusi tiga dimensi karena molekul-molekul polutan berdifusi pada sumbu-x, sumbu-y dan sumbu-z. Selain proses difusi, pada sumbu-x juga terjadi proses adveksi atau transportasi polutan yang diakibatkan oleh angin. Model dispersi Gauss dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan: (Visscher, 2014).

.………(2.2) Keterangan : C = konsentrasi polutan udara dalam massa per volume (μg/m3) Q/L = laju emisi perunit panjang jalan raya (gr/det.m) u = kecepatan angin dalam arah x atau tegak lurus sumbu jalan (m/det) Z = tinggi di titik konsentrasiyang ditinjau σy = koefisien dispersi secara vertikal terhadap sumbu x (m) σx = koefisien dispersi secara horizontal terhadap sumbu x (m) Q = laju emisi polutan dalam massa per waktu (mg/detik) π = konstanta matematika dengan nilai 3,1415926…. H = tinggi efektif stack (cerobong) dipusat kepulan (m) B = fraksi berat ukuran partikel x = jarak dari titik emisi menurut arah angin (m) 2.1.9. Surfer 155Surfer adalah salah satu perangkat lunak yang digunakan untuk pembuatan peta kontur danpermodelan tiga dimensi dengan mendasarkan pada grid. Perangkat lunak ini melakukan plotting data tabular XYZ tak beraturan menjadi lembar titik-titiksegiempat (grid) yang beraturan.14Grid adalah serangkaian garis vertikal dan horisontal yang dalam surfer berbentuksegiempatdan digunakan sebagai dasar

pembentuk kontur dan surface tiga dimensi. Surfer tidak mensyaratkan perangkat keras ataupun sistem operasi yang tinggi.Oleh karena itu, surfer relatif5mudah dalam

aplikasinya. Surfer memberikan kemudahan dalampembuatanberbagai macam peta kontur atau model spasialtiga dimensi. Memungkinkan pembuatan peta tigadimensi dari suatu data tabular yang disusun dengan menggunakan worksheet seperti excel dan

(14)

lain-lain.2.1.10. Kerangka Konseptual Gambar 2.2. Kerangka Konseptual 2.2. Penelitian yang Relevan Dari studi pendahuluan dan literatur, didapatkan beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini, yaitu: Tabel 2.6 Penelitian yang Relevan No Judul Nama Penulis Metode Hasil Penelitian 1 Sebaran Partikulat (PM10) Pada Musim Kemarau di Kabupaten Tangerang dan Sekitarnya Khariza Dwi Sepriani, Ana Turyanti, Mahally Kudsy Metode Analisis Kuantitatif, yaitu : 1. Pengumpulan data 2. Simulasi data dengan model Chimere 3. Visualisasi menggunakan perangkat lunak GrADS 4. Menganalisis kecepatan angin dengan model WRPLOT dalam diagram windrose 5. Menentukan koefisien korelasi antara kecepatan angin dengan konsentrasi pencemaran udara (Ananuddin 2005)

Keterangan : r = koefisien korelasi xi = variabel pertama yi = variabel kedua = rataan variabel pertama = rataan variabel kedua 1. Sebaran PM10 di wilayah Kabupaten Tangerang dan sekitarnya menyebar dari arah Barat ke arah Timur sesuai dengan arah angin yang terjadi. 2. Konsentrasi PM10 pada Kabupaten Tangerang dan sekitarnya masih di bawah Baku Mutu PP No.841 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Konsentrasi PM10 akan meningkat saat siang hari karena banyaknya aktivitas emisi yang dilakukan masyarakat. 3. Kecepatan angin berbanding terbalik dengan nilai konsentrasi PM10 dengan kriteria korelasi cukup. No Judul Nama Penulis Metode Hasil Penelitian 2 Analisis Sebaran Total Suspended Particulate (TSP) Dengan Model Gaussian Point Source Di Pembangkit Listrik Berbahan Bakar Biomassa Shindy Zellia, Ivan Indrawan, Lies Setyowati, M. Faisal, Isra’ Suryati Metode analisis kuantitatif dengan permodelan penyebaran

konsentrasi total suspended solid (TSP) dengan menggunakan turunan model Gaussian point source yaitu Gaussian ground level center line concentration. 1. Terjadi perbedaan konsentrasi TSP perhitungan dan pengukuran. 2. Konsentrasi TSP tertinggi adalah

50,93µg/m3 di titik III (pengukuran) dan 1,79µg/m3 di titik I (perhitungan) 3. Konsentrasi TSP terendah adalah 28,02 μg/m3 di titik V (pengukuran) dan 0,09 µg/m3 di titikIV

(perhitungan) 4. Konsentrasi TSP di sekitar pembangkit listrik berbahan bakar biomassa di PT KIM secara pengukuran maupun perhitungan masih dikategori pencemaran udara rendah karena masih jauh di bawah ambang baku mutu yang berlaku. 5. Pada penyebaran

(15)

polutan TSP, konsentrasi TSP terukur tertinggi ke arah timur kelurahan Kota Bangun. Sedangkan dari pemodelan yaitu ke arah selatan dari sumber cerobong pabrik pembangkit yang berbatasan langsung dengan Kel. Tanjung Mulia Hilir dan Kel. Mabar Hilir. No Judul Nama Penulis Metode Hasil Penelitian 3 Analisis Dispersi Polutan Udara Menggunakan Model Dispersi Gauss dan Pemetaan Surfer 10 Aktarista Ayu Ika Permatasari, Dwi P. Sasongko, Imam Bonjol Metode Survei atau analisis dilapangan dan pengolahan data dengan menggunakan model dispersi Gauss dan pemetaan menggunakan surfer 10 1. Hasil overlay dari perhitungan dispersi Gauss menyatakan : a. Sumber titik untuk pencemaran udara (SO2, NO2, CO dan debu) yang paling tinggi terjadi pada Taman Industri II yang merupakan titik terdekat dari cerobong industri, b. Sumber garis konsentrasi tertinggi terjadi hampir pada semua titik lokasi sampling. 2. Pola sebaran polutan udara sumber garis (aktifitas transportasi) lebih dominan daripada sumber titik (hanya didapat dari Taman Industri II) 4 Air Pollution Concentration Calculation and Prediction Jyoti Gautam, Arushi Gupta, Kavya Gupta, Mahima Tiwari Metode analisis

kuantitatif, yaitu : 1. Pengumpulan data sekunder 2. Pengolahan data sekunder dengan dari bentuk Comma-separated Value (CSV) dalam bentuk mesin azure menjadi bentuk

alogaritma Z-score 3. Metode dievaluasi untuk menentukan akurasi prediksi 4. Analisis hubungan faktor meteorologi menggunakan alogaritma pada Azure ML Studio dari Microsoft 1. Model dispersi pencemaran udara yang paling akurat adalah Eulerian, namun model ini hanya bisa digunakan untuk penyebaran akurat untuk jenis pencemaran polusi yang berubah-ubah 2. Model dispersi Lagrangian akurat jika digunakan untuk pencemaran yang berubah-ubah. Model dispersi Gaussian baik digunakan untuk berbagai polutan, namun hasilnya tidak seakurat dibandingkan dengan kedua model lainnya. No Judul Nama Penulis Metode Hasil Penelitian 5 Analysis of Air Quality Index Distribution of PM10 and O3Concentration in Ambient Air of Medan City, Indonesia Isra’ Suryati, Hafizhul Khair and Deni Gusrianti Metode Survei atau analisis dilapangan yang di visualisasikan ke dalam gambar menggunakan aplikasi surver 10 1. Konsentrasi ambien PM10 dan O3 tertinggi berada di Medan Belawan, Medan Amplas, Medan Barat, dan Medan Helvetia. 2. Indeks

(16)

kualitas udara untuk PM10 dan O3 berada pada rentang bagus sampai tidak sehat. Indeks kualitas udara tidak sehat berada di Medan Belawan yang merupakan Kawasan Industri KIM, pembangkit listrik, pelabuhan dan transportasi darat.3BAB III METODOLOGI

PENELITIAN 3.1. Jenis PenelitianPenelitian ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi TSP dan pola penyebaran pencemaran udara menggunakan model dispersi Gauss. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang banyak menunjukkan27angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan hasilnya(Arikunto, 2006). Penelitian ini menggunakan pendekatan survei. Menurut Zikmund (1997), metode Survei merupakan metode dalam penelitian yang

informasinya dikumpulkan dari beberapa sampel. Tujuan penelitian survei adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat, serta karakter-karakter yang khas dari kasus atau kejadian suatu hal yang bersifat umum. 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan disekitar Kelurahan Tanjung Saba Pitameh Nan XX dan31Kelurahan Batung Taba Nan XX, Kecamatan Lubuk Begalung, Kota Padang.Sampling dilakukan di empat lokasi yaitu : a. Titik I : 450m dari sebelah Timur cerobong pabrik A S : -0.958910°, E : 100.409918° b. Titik II : 400m dari sebelah Barat cerobong pabrik I S : -0.961673°, E : 100.400546° c. Titik III : 700 m dari sebelah Barat Daya data dari pabrik F S : -0.965628° , E : 100.399056° Gambar 3.1 Peta lokasi titik pengambilan sampel (titik merah adalah lokasi sampling, titik kuning adalah sumber emisi) Pemilihan lokasi titik I dan II berdasarkan SNI2819-7119.6-2005 tentang penentuan lokasi

pengambilan contoh uji pemantauan kualitas udara ambien.Lokasi titik I berada di sebelah barat lokasi sumber emisi sedangkan titik II berada di sebelah timur lokasi sumber emisi. Kecamatan Lubuk Begalung merupakan daerah padat pemukiman sehingga ditetapkan lokasi pengambilan contoh titik I dan II di lapangan olahraga untuk menghindari adanya perubahan konsentrasi akibat proses absorpsi atau adsorpsi akibat dekat dengan

bangunan rumah-rumah. Lokasi titik III kearah barat daya dari sumber emisi, arah ini sesuai dengan arah angin dominan Kota Padang. 3.2.2. Waktu Penelitian Penelitian ini

(17)

penelitian dijelaskan pada tabel 3.1 dibawah ini. Tabel 3.1 Kegiatan Pelaksaan Penelitian No Kegiatan Waktu Pelaksanaan (Tahun 2020) Mei Juni Juli September Oktober November Desember Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Persiapan Proposal 2 Persiapan alat 3 Melakukan Penelitian 4 Pengolahan Data 5 Penyusunan Laporan 3.3. Alat dan Bahan 3.3.1. Peralatan 1. Peralatan HVAS yang dilengkapi alat pembacaan laju alir seperti pada Gambar 3.3 Gambar 3.2 Contoh Peralatan High Volume Auto Sampler 2. Desikator seperti pada gambar 3.3 (a) 3. Timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg seperti pada gambar 3.3 (b) (a) (b) Gambar 3.3 Contoh alat laboratorium yang digunakan (a) Desikator, (b) Timbangan analitik 4.

Anemometer yang mampu mengukur suhu udara dan kecepatan angin seperti pada

gambar 3.4 (a) 5. Barometer untuk mengukur tekanan udara seperti pada gambar 3.4 (b) (a) (b) Gambar 3.4 Contoh alat ukur yang digunakan (a) Anemometer, (b) Barometer 3.3.2. Bahan Bahan yang digunakan yaitu filter membran PTFE dan alumunium foil sebagai wadah penyimpanannya seperti pada gambar 3.5 berikut (a) (b) Gambar 3.5 Contoh Bahan yang Digunakan (a) Kertas saring, (b) Alumunium foil 3.4. Sumber Data dan Metode

Pengumpulan Data 3.4.1.17Sumber Data Sumber data adalah segala sesuatu yang dapat memberikan informasi mengenai data. Berdasarkan sumbernya, data dibedakan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder.Data-data yang dibutuhkan selama proses penelitian adalah : 1. Dataprimeradalah data yang dikumpulkan langsung oleh peneliti melalui sumbernya dengan melakukan penelitian ke objek yang diteliti (Umar, 2003). Data primer pada penelitian ini adalah : a) Konsentrasi TSP di udara ambien b) Kecepatanangin dansuhu udara dilokasi sampling saat pengambilan sampel dengan menggunakan

anemometer 2. Datasekunderadalah data yang tidak langsung memberikan data kepada peneliti, misalnya33melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain)

(Sugiyono, 2005). a) Data meteorologi (arah dan kecepatan angin) di Kota Padang b) Data sumber pencemaran (data fisik cerobong, data konsentrasi TSP) c) Peta sumber

pencemaran 3.4.2. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data untuk penelitian didapat dari beberapa metode yaitu, metode studi literatur dan metode survei lapangan. 1.

(18)

Metode Observasi atau Survei Lapangan Survei adalah teknik pengumpulan data atau informasi pada populasi yang besar dengan menggunakan sampel yang relatif lebih kecil. Metode ini juga dilakukan dengan mengadakan pengamatan secara langsung terhadap suatu proses yang tengah berjalan atau berlangsung. Pada metode ini didapatkan data primer yang dibutuhkan dengan caramelakukan pengukuran/pengambilan sampel secara langsung di lapangan. 2. Metode Studi Literatur Studi literatur bertujuan untuk

mengumpulkan serta mempelajari teori yang mendukung untuk pengujian kualitas udara. Studi literatur didapatkan dari jurnal dan buku serta peraturan yang berlaku tentang ketentuan umum dan kualitas udara ambien. Dari metode ini didapatkan data sekunder yang dibutuhkan untuk mensimulasikan pola penyebaran polusi udara. 3.5. Pengumpulan Data 3.5.1. Data Primer 1. Pengukuran Konsentrasi TSP di Udara Ambien Untuk

pengambilan data TSP udara ambien dilakukan secara observasi / survei langsung di lapangan untuk mengetahui tingkat pencemaran udaranya. Data ini akan digunakan sebagai pembanding data hasil konsentrasi TSP dari perhitungan dengan menggunakan permodelan dispersi Gauss. Pengambilan data dilakukan menggunakan peralatan high volume autosampler (HVAS) sesuai dengan SNI 7119-3-2017. SNI 7119-3-2017 yaitu tentang8cara uji partikel tersuspensi total menggunakan peralatan High Volume Air

Sampler (HVAS) dengan metode gravimetri.Langkah–langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: a) Persiapan filter : i. Beri identitas (nomor contoh uji) pada filter; ii. Simpan filter pada desikator serta biarkan selama 24 jam; iii.10Timbang lembaran filter dengan timbangan analitik (W1);iv. Simpan filter ke dalam wadah penyimpan filter. b) Pengambilan contoh uji di lapangan i. Siapkan peralatan HVAS ii. Tempatkan peralatan di tempat dan lokasi yang telah ditentukan iii. Pasang filter (yang sebelumnya telah di ketahui bobot konstannya) pada filter holder iv. Hidupkan alat selama ± 24 jam v. Catat data waktu, tanggal, suhu, tekanan, laju alir dan pantau laju alir agar selalu didalam rentang yang diizinkan. vi. Setelah selesai, matikan peralatan dan simpan filter kembali c) Penimbangan contoh uji i. Simpan filter pada desikator serta biarkan selama 24 jam ii. Timbang filter dan catat massanya (W2). 2. Pengukuran kecepatan angin dan suhu udara Pengukuran

(19)

kecepatan angin dan suhu udara dilakukan menggunakan alat anemometer dengan cara: a) Hidupkan alat anemometer b) Ukur suhu udara dengan memegang dan meletakkan

anemometer diatas kepala selama satu menit c) Catat suhu udara yang tertera dialat. d) Tekan tombol menu untuk merubah ketampilan kecepatan angin e) Catat kecepatan angin yang tertera dialat f) Pengukuran dilakukan setiap1 jam selama waktu yang telah

ditetapkan 3. Pengukuran tekanan udara Pengukuran tekanan udara dilakukan

menggunakan alat anemometer dengan cara: a) Hidupkan alat barometer b) Ukur tekanan udara dengan memegang dan meletakkan barometer diatas kepala selama satu menit c) Catat tekanan udara yang tertera dialat. d) Pengukuran dilakukan setiap 1 jam selama waktu yang telah ditetapkan 3.5.2. Data Sekunder Data ini meliputi data fisik dari sumber titik (diameter dan tinggi cerobong, laju alir cerobong, suhu cerobong, kecepatan gas keluar dari cerobong), peta lokasi industri dan peta serta besarnya kandungan polutan diudara berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan selama beberapa 5 (lima) tahun. Selain itu, dikumpulkan juga data meteorologi (arah dan kecepatan angin) yang di ambil melalui data BMKG Kota Padang sebagai data dukung untuk mensimulasikan penyebaran polusi udara menggunakan model dispersi Gauss. 3.6. Pengolahan Data Pengolahan atau analisis data dilakukan dengan pendekatan analisis deskritif yaitu 25statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpulsebagaimana adanya tanpa37bermaksud

membuat kesimpulan yang berlaku untuk umumatau generalisasi (Sugiono, 2013). 3.6.1. Perhitungan Konsentrasi TSP Hasil Pengukuran Data lapangan dari masing-masing titik pengambilan contoh dihitung sehingga didapatkan konsentrasi TSP hasil pengukuran lapangan. Perhitungan dilakukan sesuai dengan SNI 7119-3-2017, yaitu : 1. Koreksi laju alir udara ……….……. (3.1) Keterangan : Qs =10laju alir volume dikoreksi pada kondisi standar (Nm3/menit); Q0= laju alir volume uji (m3/menit); Ts = temperatur standar, 298 K; T0 = temperatur rata-rata aktual (273 + Tukur) dimana Q0 ditentukan; Ps = tekanan barometrik standar, 101,3 kPa (760 mmHg); P0 =tekanan barometrik rata-rata aktual dimana Q0 ditentukan.2. Volume contoh uji udara

(20)

………..……….(3.2) Keterangan : Vstd =volume contoh uji udara dalam keadaan standar (Nm3);Qs = laju alir volume dikoreksi pada kondisi standar(Nm3/mnt); n = jumlah pencatatan laju alir; t = durasi pengambilan contoh uji (menit). 3. Konsentrasi TSP dalam udara ambien ………(3.3) Keterangan : C = konsentrasi massa partikel tersuspensi (μg/Nm3); W1 = berat filter awal (g); W2 = berat filter akhir (g); Vstd = volume contoh uji udara dalam keadaan standar(Nm3); 10 6 = konversi gram (g) ke mikrogram (μg). 3.6.2. Analisis Data Meteorologi Data meteorologi yang didapatkan dari BMKG Kota Padang dianalisis sebagai dasar perhitungan yang akan dijadikan faktor yang mempengaruhi perhitungan pada model dispersi. 3.6.2.1. Arah dan Kecepatan Angin Analisis arah dan kecepatan angin dilakukan berdasarkan data arah dan kecepatan angin setiap bulannya selama bulan Januari 2016 sampai Oktober 2020. Menganalisa arah dan kecepatan angin dibantu dengan software WRPLOT view. Setelah mengolah data arah dan kecepatan angin, maka akan terbentuk windrose (mawar angin) dan dapat terlihat arah dan kecepatan angin yang rata-rata dan dominan terjadi. 3.6.2.2. Suhu Udara Analisis suhu udara dilakukan berdasarkan data suhu udara setiap bulannya selama bulan Januari 2016 sampai Oktober 2020. Data tersebut di rata-ratakan sehingga didapatkan suhu dominan dan suhu rata-rata yang terjadi. 3.6.2.3. Analisis Stabilitas Atmosfer Stabilitas atmosfer ditentukan melalui nilai intensitas radiasi matahari dan kecepatan anginnya. Nilai intensitas radiasi matahari dan kecepatan angin rata-rata digunakan untuk mengetahui kelas

stabilitas terhadap kondisi atmosfer dengan merujuk pada Tabel 2.2. 3.6.3. Permodelan Dispersi 3.6.3.1. Penentuan Titik Sumber dan Titik Penerima Pembuatan modeldispersi pertama-tama dilakukan dengan menentuan titik sumber emisi dan dilakukan pencatatan koordinatnya. Proses penentuan koordinat sumber emisi ini sesuai dengan data Dinas Lingkungan Hidup Kota Padang dan dibantu dengan software Google Earth. Penentuan titik sumber emisi dilakukan untuk mempermudah dalam proses perhitungan penyebaran. Dalam melakukan perhitungan model dispersi, diperlukan pengubahan titik koordinat dari derajat menit detik menjadi Universal Transverse Mercator (UTM). Sedangkan titik

(21)

grid dengan jarak 200 m dan ditampilkan menggunakan bantuan Google Earth. Titik sumber dijelaskan dengan lingkaran berwarna kuning dan titik penerima ditandai dengan titik-titik berwarna hijau seperti pada gambar 3.6 sebagai berikut. Gambar 3.6 Contoh penampilan lokasi titik sumber dan titik penerima dalam Google Earth 3.6.3.2. Perhitungan Koefisien Dispersi Koefisien dispersi dihitung berdasarkan data pada tabel 2.3 dikarenakan penelitian dilakukan pada daerah perkotaan. Pemilihan rumus yang akan digunakan ditentukan berdasarkan data kelas kestabilan atmosfer yang didapatkan sebelumnya. Nilai koefisien dispersi dihitung pada sumbu y (σy) dan sumbu z (σz) pada berbagai nilai x adalah jarak downwind (jarak penerima) dalam hal ini dilakukan perhitungan dengan menggunakan nilai x mulai dari 0 - 10000 m dengan menggunakan kelipatan 200 m. Contoh penerapan tabel 2.3 jika kestabilan atmosfer berada pada kelas C, maka rumus yang digunakan untuk menentukan nilai koefisien dispersi sumbu y (σy) dan sumbu z (σz) adalah sebagai berikut : (Visscher, 2014) 1. Nilai koefisien dispersi sumbu y (σy) : σy = 0.22X (1.0 + 0.0004X)-1/2 ………(3.4) 2. Nilai koefisien dispersi sumbu z (σz) : σz = 0.22X (1.0 + 0.0004X)-1/2 ……….………(3.5) Keterangan : σy = koefisien dispersi sumbu y (m) σz = koefisien dispersi sumbu z (m) x = jarak downwind (jarak

penerima) (m) 3.6.3.3. Perhitungan Kecepatan Angin di Ketinggian Sumber Nilai kecepatan angin pada ketinggian sumber akan berpengaruh pada tinggi rendahnya kepulan asap (Ardianarsya, B.S. 2019). Maka, dibutuhkan nilai kecepatan angin pada ketinggian masing-masing sumber. Perhitungan dilakukan dengan cara : (Visscher.2014)

………(3.6) Keterangan : u1 = kecepatan angin pada ketinggian sumber (m/s) u2 = kecepatan angin pada ketinggian anemometer (m/s) z1 = ketinggian sumber (m) z2 = ketinggian anemometer (m) p = fungsi stabilitas atmosfer, dengan nilai p mengacu pada ketetapan tabel 2.5 pada perkotaan dan kelas stabilitas atmosfernya. 3.6.3.4. 1Perhitungan Plume Rise Plume rise merupakan tinggi kepulan yang dilepaskan oleh

sumber emisi. Besar kecilnya plume rise dipengaruhi oleh kecepatan emisi yang keluar dari cerobong dan adanya perubahan suhu. Perhitungan plume risedihitung pada masing-masing sumber dengan rumus 3.7 sebagai berikut. (Dr. Akshey. 2016) ………..(3.7)

(22)

Keterangan : ∆h = nilai plume rise (m) ds = diameter cerobong sumber (m) Ts =

temperatur gas di stack (K) Ta = temperatur ambien (K) Pa = tekanan atmosfer (KPa) U = kecepatan angin di ketinggian cerobong (m/s) 2,68 x 10-3 = konstanta (m-1mbar-1) 3.6.3.5. Perhitungan Ketinggian Efektif Cerobong Ketinggian efektif cerobong adalah penjumlahan dari nilai plume rise (tinggi kepulan) yang dilepaskan oleh sumber emisi dan tinggi sumber emisi. (Ardianarsya, B. S. 2019). Ketinggian efektif cerobong dihitung sebagai berikut : ….………(3.8) Keterangan : H = ketinggian efektif cerobong (m) ∆h = nilai plume rise (m) h = tinggi sumber (m) 3.6.3.6. Perhitungan Konsentrasi di Titik

Penerima Perhitungan konsentrasi di titik penerimadilakukan 1pada masing-masing sumber emisi terhadap titik penerimadengan cara sebagai berikut : .(3.9) Keterangan : C =

konsentrasi TSP dari perhitungan dispersi (µg/m3) Q = Beban Emisi (g/detik) U =

kecepatan angin di ketinggian cerobong (m/s) X = jarak downwind (jarak penerima) (m) Y = jarak crosswind (jarak penerima) (m), diasumsikan y = 0 m σy = koefisien dispersi sumbu y (m) σz = koefisien dispersi sumbu z (m) z = titik penerima dari permukaan tanah (m), diasumsikan z= 1,5m H = ketinggian efektif cerobong (m) 3.6.3.7. Sebaran Emisi TSP Hasil perhitungan konsentrasi TSP pada sepanjang titik penerima dimasukkan ke dalam tabel dan dibuat grafik hubungan antara konsentrasi TSP dengan jarak penerimanya, dari data tersebut akan didapatkan konsentrasi TSP tertinggi dari hasil perhitungan dan sejauh mana TSP dapat terbawa oleh angin di udara. Tabel dan grafik dibuat pada masing-masing sumber emisi. 3.6.4. Perbandingan Hasil Pengukuran dengan Permodelan Perbandingan hasil pengukuran dengan hasil permodelan dilakukan untuk menghitung presentase error sehingga didapatkan tingkat kesalahan dan seberapa akurat antara hasil perhitungan dan hasil pengukuran. Perhitungan presentase error dilakukan pada masing-masing titik sesuai dengan jumlah titik pengukuran dengan cara : ………..(3.10) Keterangan : Cp = konsentrasi TSP hasil pengukuran (µg/m3) Cm = konsentrasi TSP hasil perhitungan model dispersi (µg/m3) 3.7. Visualisasi Pola Penyebaran Setelah diketahui konsentrasi TSP

diberbagai titik penerima, selanjutnya dibuat kontur dispersi.1Kontur dispersi ini akan memberikan gambaran informasi mengenai nilai konsentrasi pada area penelitian melalui

(23)

garis kontur yang saling terhubung pada area yang memiliki nilai konsentrasi yang sama. Pembuatan kontur dispersi menggunakan software surfer 15yang memiliki spesifikasi dalam pembuatan kontur. Data yang digunakan dalam pembuatan kontur dispersi adalah titik-titik penerima hasil perhitungan konsentrasi. Garis kontur yang merepresentasikan besaran nilai konsentrasi tertentu diberi identitas berupa warna. Warna tersebut akan mewakili kondisi kualitas udara pada wilayah studi.3.8. Perbandingan Konsentrasi TSP dengan BMUA Konsentrasi TSP hasil pengukuran dan perhitungan dibandingkan dengan Baku Mutu Udara Ambien Nasional (BMUA)9yang terlampir dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999guna mengetahui apakah polusi udara akibat TSP yang terjadi dilokasi penelitian masih dalam ambang batas yang diperbolehkan atau sudah merupakan polusi udara yang berbahaya. 3.9. Kerangka Metodologi Pelaksanaan penelitian ini

dilakukan dengan mengikuti kerangka metodologi seperti dibawah ini : Gambar 3.7 Kerangka Metodologi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pencemaran Konsentrasi TSP Udara Ambien 4.1.1.1. Konsentrasi TSP Hasil Pengukuran Untuk mengetahui kondisi pencemaran udara secara nyata di Kec. Lubuk Begalung, maka dilakukan pengukuran TSP di udara ambien pada 3 titik yang berbeda. Ketiga lokasi ditentukan berdasarkan SNI 19-7119.6-2005 yaitu sebelah Timur, sebelah Barat dan sebelah Barat Daya dari sumber emisi. Pengukuran TSP dilakukan sesuai dengan SNI 19-7119.3-2007 yaitu menggunakan alat HVDS (High Volume Dust Sampler) dan dilakukan masing-masing selama 24 jam dari tanggal 28 sampai 30 Oktober 2020. Data konsentrasi TSP dari pengukuran langsung digunakan sebagai perbandingan terhadap konsentrasi TSP hasil perhitungan Model Gauss. Data konsentrasi TSP yang didapatkan dari pengukuran langsung dapat dilihat pada tabel 4.1 Tabel 4.1 Konsentrasi TSP di Udara Ambien Titik Lokasi Titik Koordinat Konsentrasi TSP (µg/m³) Titik I Sebelah Timur dari sumber emisi -0.958910 ° S 100.409918 ° E 83,6 Titik II Sebelah Barat dari sumber emisi -0.961673 ° S 100.400546 ° E 106,9 Titik III Sebelah Barat Daya dari sumber emisi -0.965628 ° S

100.399056 ° E 113,4 Sumber : Hasil Pengukuran dan Perhitungan, 2020 4.1.1.2. Konsentrasi TSP Hasil Perhitungan Model Gauss 1. Arah dan Kecepatan Angin Arah dan kecepatan

(24)

angin dianalisis berdasarkan data harian dari Januari 2016 sampai Oktober 2020 oleh BMKG. Analisis dilakukan menggunakan software WRPLOT view untuk menghasilkan windrose (mawar angin). Mawar angin yang didapatkan digunakan untuk menunjukkan arah angin dominan pada lokasi penelitian. Arah angin dominan dapat dilihat pada Gambar 4.1 Gambar 4.1 Mawar Angin Sumber : Hasil Perhitungan, 2020 Berdasarkan analisis mawar angin yang didapatkan maka dapat dilihat arah angin dominan pada daerah Kec. Lubuk Begalung adalah dominan ke arah Barat Daya (SW) sebanyak 41 % dengan kecepatan angin rata-rata sebesar 1 m/s. 2. Suhu Udara Analisis suhu udara dilakukan berdasarkan data suhu udara setiap bulannya selama Januari 2016 sampai Oktober 2020. Data di rata-ratakan sehingga didapatkan suhu dominan sebesar 24 0C dan suhu rata-rata di Kec Lubuk Begalung adalah 27,10C. 3. Stabilitas Atmosfer Stabilitas atmosfer diperoleh dari kecepatan angin dan intensitas radiasi matahari dari Januari 2016 sampai Oktober 2020. Berdasarkan perhitungan maka diperoleh bahwa stabilitas atmosfer pada lokasi penelitian ada pada kelas B (tidak stabil). Oleh karena itu, koefisien dispersi dapat ditentukan berdasarkan daerah tabel koefisien dispersi daerah perkotaan kelas B. 4. Penentuan titik sumber dan titik penerima Untuk mengetahui sumber emisi pencemar udara di Kecamatan Lubuk Begalung, Kota Padang dilakukan pengumpulan dokumen AMDAL : RKL-RPL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan : Rencana Pengelolaan Lingkungan-Rencana Pemantauan Lingkungan) dari Dinas Lingkungan Hidup Kota Padang terhadap 3 (tiga) pabrik pada daerah penelitian ini. Sumber emisi yang terdapat pada daerah penelitian ini ada sebanyak 11 (sebelas) sumber emisi tak bergerak, namun berdasarkan keterbatasan data yang didapatkan hanya 9 (sembilan) sumber emisi yang bisa dilakukan permodelan pencemaran udaranya. Data pengukuran kualitas udara emisi dilakukan setiap 6 bulan sekali pada masing-masing sumber emisi, kemudian data tersebut dibuat menjadi rata-rata beban emisi dari masing-masing sumber emisi. Data yang dianalisis adalah data konsentrasi TSP selama 5 tahun terakhir atau selama Tahun 2016 - 2020. Lokasi dan konsentrasi TSP dari masing-masing sumber emisi dapat dilihat pada tabel 4.2. dan hasil analisis perhitungan Tabel 4.2 Karakteristik Sumber Emisi Sumber Emisi Jenis Sumber Emisi Lokasi Titik

(25)

Koordinat Konsentrasi TSP rata-rata (mg/Nm³) A Boiler -0.958795° S 100.406753° E 139,39 B Dryer -0.959730° S 100.406303° E 45,35 C Genset -0.959419° S 100.405923° E 43,98 D Genset -0.959374° S 100.406024° E 57,18 E Genset -0.959324° S 100.406128° E 52,11 F Dryer -0.961541° S 100.403962° E 43,64 G Dryer -0.961468° S 100.403956° E 35,53 H Genset -0.961045° S 100.403604° E 49,00 I Genset -0.961102° S 100.403607° E 57,52 Sumber : Dinas Lingkungan Hidup Kota Padang, 2020 Titiik penerima ditetapkan berada disekitar area sumber emisi dan disusun dalam bentuk grid dengan jarak 200 m.1Lokasi sumber emisi dan titik penerima dapat dilihatseperti pada gambar 4.3 Gambar 4.2 lokasi titik sumber dan titik penerima 5. Koefisien Dispersi Perhitungan koefisien dispersi

dilakukan berdasarkan tabel 2.3 dengan kelas stabilitas atmosfer B sesuai dengan analisis data meteorologi yang telah dilakukan. Hasil perhitungan koefisien dispersi dapat dilihat melalui tabel 4.3 Tabel 4.3 Perhitungan Koefisien Dispersi No Jarak (x) Koefisien dispersi y (σy) Koefisien dispersi z (σz) meter meter meter 1 0 0 0 2 200 61,58 3,39 3 400 118,85 4,79 4 600 172,42 5,87 5 800 222,82 6,78 6 1000 270,45 7,59 7 1200 315,65 8,31 8 1400 358,69 8,98 9 1600 399,80 9,60 10 1800 439,20 10,18 11 2000 477,03 10,73 12 2200 513,44 11,25 13 2400 548,57 11,76 14 2600 582,52 12,24 15 2800 615,38 12,70 16 3000 647,23 13,14 17 3200 678,16 13,57 18 3400 708,23 13,99 19 3600 737,49 14,40 20 3800 766,01 14,79 21 4000 793,82 15,18 22 4200 820,98 15,55 23 4400 847,52 15,92 24 4600 873,47 16,28 25 4800 898,88 16,63 26 5000 923,76 16,97 27 5200 948,15 17,30 28 5400 972,08 17,63 29 5600 995,56 17,96 30 5800 1018,61 18,28 31 6000 1041,27 18,59 32 6200 1063,54 18,90 33 6400 1085,44 19,20 34 6600 1106,99 19,50 No Jarak (x) Koefisien dispersi y (σy) Koefisien dispersi z (σz) meter meter meter 35 6800 1128,20 19,79 36 7000 1149,10 20,08 37 7200 1169,68 20,36 38 7400 1189,96 20,64 39 7600 1209,97 20,92 40 7800 1229,69 21,19 41 8000 1249,15 21,46 42 8200 1268,36 21,73 43 8400 1287,32 22,00 44 8600 1306,04 22,26 45 8800 1324,53 22,51 46 9000 1342,81 22,77 47 9200 1360,86 23,02 48 9400 1378,71 23,27 49 9600 1396,36 23,51 50 9800 1413,82 23,76 51 10000 1431,08 24,00 Sumber : Hasil Perhitungan, 2020 Berdasarkan hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa jika jarak x semakin besar maka nilai koefisien dispersi di sumbu y (σy) dan sumbu z (σz) akan semakin

(26)

besar juga. 6. Kecepatan Angin di Ketinggian Sumber Tinggi rendahnya kepulan asap dapat dilihat dari kecepatan angin pada ketinggian sumber. Perhitungan kecepatan angin

dilakukan berdasarkan nilai eksponen pada tabel 2.5 dengan kelas stabilitas atmosfer B pada daerah perkotaan yaitu 0,12. Hasil perhitungan kecepatan angin pada masing-masing sumber emisi dapat dilihat melalui tabel 4.4 Tabel 4.4 Perhitungan Kecepatan Angin di Ketinggian Sumber No Sumber Emisi Kecepatan Angin di Ketinggian Sumber (U1) m/detik 1 A 1,28 2 B 1,24 3 C 1,41 4 D 1,41 No Sumber Emisi Kecepatan Angin di Ketinggian Sumber (U1) m/detik 5 E 1,39 6 F 1,30 7 G 1,30 8 H 1,21 9 I 1,21 Sumber : Hasil

perhitungan, 2020 7. Plume Rise Dalam permodelan model gauss perlu diketahui nilai plume rise atau tinggi kepulan yang dilepaskan oleh sumber emisi. Besar kecilnya plume rise dipengaruhi oleh kecepatan emisi yang keluar dari cerobong dan adanya perubahan suhu. Hasil perhitungan plumerise dapat dilihat melalui tabel 4.5 Tabel 4.5 Hasil

Perhitungan plume rise No Sumber Emisi plume rise (∆h) m 1 A 6,33 2 B 19,06 3 C 5,85 4 D 4,22 5 E 3,82 6 F 11,06 7 G 11,76 8 H 1,66 9 I 1,53 Sumber : Hasil perhitungan, 2020

Berdasarkan hasil perhitungan dapat dilihat bahwa nilai plume rise pada masing-masing sumber emisi berbeda. Nilai plume rise dipengaruhi oleh suhu gas buang dan kecepatan gas buang pada masing-masing sumber emisi. Nilai plume rise akan berbanding lurus dengan semakin besar1kecepatan lepasan gas buang dan selisih suhuyang terjadi. 8. Ketinggian Efektif Cerobong Ketinggian efektif cerobong didapatkan dari hasil

penjumlahan dari tinggi kepulan yang dilepaskan oleh sumber emisi dan tinggi sumber emisi. Hasil perhitungan ketinggian efektif cerobong pada masing-masing sumber emisi dapat dilihat melalui tabel 4.6 Tabel 4.6 Hasil Perhitungan ketinggian efektif cerobong No Sumber Emisi Ketinggian efektif (H) meter 1 A 21,90 2 B 31,06 3 C 41,85 4 D 40,22 5 E 34,96 6 F 29,33 7 G 30,03 8 H 11,66 9 I 11,53 Sumber : Hasil perhitungan, 2020 9. Konsentrasi di Titik Penerima Perhitungan konsentrasi TSP dilakukan berdasarkan persamaan model Gauss.1Perhitungan dilakukan pada masing-masing sumber emisi terhadap titik penerima. Konsentrasi TSP diakumulasikan berdasarkan titik penerimanya sehingga didapatkan total pencemaran TSP pada masing-masing titik penerima. Hasil perhitungan konsentrasi TSP

(27)

selengkapnya dapat dilihat pada gambar 4.3 dan 4.4. Gambar 4.3 Grafik Konsentrasi TSP Hasil Perhitungan di Kecamatan Lubuk Begalung Sumber : Hasil perhitungan, 2020 Gambar 4.4 Grafik Konsentrasi TSP Hasil Perhitungan (tanpa sumber A) Sumber : Hasil perhitungan, 2020 4.1.2. Sebaran TSP berdasarkan Perhitungan Sebaran TSP berdasarkan perhitungan dengan model Gauss dapat dinyatakan ke dalam kontur. Pembuatan kontur sebaran TSP ini menggunakan software Surfer 15. Perubahan nilai konsentrasi TSP dinyatakan ke dalam skala warna dan angka. Gambar kontur hasil sebaran TSP dari masing-masing sumber dapat dilihat pada gambar 4.5 s.d 4.13. Gambar kontur akumulasi TSP udara ambien di Kecamatan Lubuk Begalung dapat dilihat pada gambar 4.14. Gambar 4.5 Kontur

Konsentrasi TSP dari Sumber A (Boiler) Gambar 4.6 Kontur Konsentrasi TSP dari Sumber B (Dryer) Gambar 4.7 Kontur Konsentrasi TSP dari Sumber C (Genset) Gambar 4.8 Kontur Konsentrasi TSP dari Sumber D (Genset) Gambar 4.9 Kontur Konsentrasi TSP dari Sumber E (Genset) Gambar 4.10 Kontur Konsentrasi TSP dari Sumber F (Dryer) Gambar 4.11 Kontur Konsentrasi TSP dari Sumber G (Dryer) Gambar 4.12 Kontur Konsentrasi TSP dari Sumber H (Genset) Gambar 4.13 Kontur Konsentrasi TSP dari Sumber I (Genset) Gambar 4.14 Kontur Total Konsentrasi TSP di Kecamatan Lubuk Begalung 4.2. Pembahasan 4.2.1. Pencemaran Konsentrasi TSP di Udara Ambien 4.2.1.1. Konsentrasi TSP Hasil Pengukuran Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa konsentrasi tertinggi ada pada titik III yaitu sebelah Barat Daya dari sumber emisi sebesar 113,4 µg/m3, sebesar 106,9 µg/m3 pada titik II di sebelah Barat dari sumber emisi, sedangkan pada sebelah timur dari sumber emisi atau titik I sebesar 83,6 µg/m3. Lokasi pengambilan sampel pada titik I dan III berada pada lapangan olahraga sepakbola diarea rumah penduduk, sedangkan pada titik II lokasi berada pada tanah kosong yang dikelilingi rumah penduduk yang bebas dari penggangu. Penentuan ketiga lokasi ini sudah sesuai dengan persyaratan SNI 19-7119.6-2005 butir 3.3 tentang

persyaratan pemilihan lokasi pengambilan contoh. Hasil Konsentrasi TSP dari ketiga titik pengukuran masih berada dibawah BMUA PP RI No. 41 Tahun 1999 yaitu maksimal 230 µg/m3. hal ini menyatakan pada daerah pengukuran pencemaran konsentrasi TSP masih dalam kondisi baik atau aman. Konsentrasi TSP hasil pengukuran ini digunakan untuk

(28)

membandingkan konsentrasi TSP hasil perhitungan dengan model Gauss untuk melihat seberapa besar pengaruh pencemaran konsentrasi TSP yang dipengaruhi oleh sumber emisi yang ada disekitar wilayah penelitian. Jika dibandingkan dengan penelitian

sebelumnya yang menyatakan bahwa konsentrasi TSP untuk daerah urban (kawasan Lubuk Begalung) pada Tahun 2008 diatas BMUA yaitu sebesar 245,050 µg/m3 (Hafidawati, 2007). Begitu juga pada tahun 2006 konsentrasi TSP total 24 jam pada Kawasan Lubuk Begalung melebihi BMUA PP RI No 41 Tahun 1999 yaitu sebesar 270,923 µg/m3 (Oktavia, Sri, 2006). Maka, hasil yang didapatkan dari penelitian ini berbeda dengan hasil yang didapatkan sebelumnya. Hal ini disebabkan karena pada penelitian ini lokasi pengambilan sampel dilakukan pada area pemukiman dan tidak memperhitungkan sumber emisi transportasi dengan cara pengambilan contoh udara ambien sesuai dengan SNI 19-7119.9-2005 tentang pengambilan contoh uji pemantauan kualitas udara roadside. Hasil beberapa penelitian ini juga menandakan menurunnya konsentrasi pencemaran TSP yang terjadi pada daerah kawasan Lubuk Begalung. 4.2.1.2. Konsentrasi TSP Hasil Pengukuran Data meteorologi yang digunakan dalam permodelan ini didapatkan dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) yang diunduh melalui website www.dataonline.bmkg.go.id. Data diambil dari stasiun Teluk Bayur yang merupakan stasiun terdekat. Data meteorologi yang digunakan adalah arah dan kecepatan angin untuk menetapkan arah angin dominan, suhu udara serta radiasi sinar matahari untuk menetapkan nilai stabilitas atmosfer. Analisis data yang digunakan adalah data dari Tahun 2016 - 2020. Perhitungan konsentrasi TSP

menggunakan model Gauss ini dilakukan pada ketinggian sebaran dan konsentrasi

maksimum debu adalah pada ketinggian rata-rata manusia yaitu 1,5 meter dari permukaan tanah. Konsentrasi TSP pada model Gauss sangat dipengaruhi oleh arah angin dominan pada suatu daerah. Hasil analisis meteorologi di Kecamatan Lubuk Begalung arah angin rata-rata adalah 1 m/s pada suhu dominan 27,1 0C ke arah Barat Daya dengan kelas stabilitas atmosfer B (tidak stabil). Pada kondisi ini secara umum, penyebaran TSP dapat terjadi hingga ribuan meter bahkan puluhan kilometer dari sumbernya dengan konsentrasi yang akan meningkat sampai jarak maksimum lalu konsentrasi TSP akan semakin kecil

(29)

ketika semakin jauh jarak sebarannya. Berdasarkan perhitungan konsentrasi TSP yang dihasilkan pada masing-masing sumber emisi berbeda, ini juga mengakibatkan sebaran TSP pada udara ambien akan berbeda pada setiap titik penerima. Dalam penelitian kali ini, dilakukan perhitungan terhadap tiga sumber emisi yang berbeda yaitu boiler (pendingin), dryer (pengering) dan genset (pembangkit listrik). Dari hasil analisis kontur pada masing-masing sumber, didapatkan bahwa untuk sumber A (boiler) sebaran TSP yang dihasilkan mencapai udara ambien normal (pada ketinggian 1,5 meter) pada jarak 400 meter dari sumber dengan konsentrasi TSP sebesar 0,05 µg/m3. Hal ini lebih dekat dibandingkan dengan sumber emisi dryer dan genset lainnya. Sumber emisi dengan jenis dryer diwakili oleh sumber B, sumber F dan sumber G yang rata-rata sebaran TSP dengan konsentrasi > 0,01 µg/m3 mulai jatuh pada udara ambien pada jarak 800 meter dari sumber emisi. Sumber emisi dengan jenis genset diwakili oleh sumber C, sumber D, sumber E, sumber H dan sumber Ibaru setelah jarak 1800 meter dari sumber emisi mengalami kenaikan TSP di udara ambien sebesar > 0,01 µg/m3. Permodelan pencemaran TSP dihitung berdasarkan konsentrasi TSP rata-rata dari masing-masing sumber seperti dilihat pada tabel 4.2. Pada tabel 4.2 disebutkan konsentrasi TSP dari masing-masing sumber berdasarkan jenis sumber emisinya, karena baku mutu untuk sumber emisi berbeda pada masing-masing jenisnya. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 07 Tahun 2007 tentang 38Baku Mutu Udara Emisi Sumber Tidak BergerakLampiran I, konsentrasi TSP maksimal untuk boiler yaitu 300 mg/Nm3, maka untuk nilai boiler (titik A) masih dibawah baku mutu. Pada dryer digunakan baku mutu TSP berdasarkan Kepmen. LH No. 13 Tahun 1995

lampiran VB yaitu maksimal 350 mg/Nm3, dari ketiga dryer yang dihitung masih memenuhi baku mutunya. Begitu juga untuk sumber emisi genset, berdasarkan Permen. LH No. 14 Tahun 2009 baku mutu TSP adalah maksimal 150 mg/Nm3 dan semua genset memiliki nilai dibawah baku mutu. Permodelan pencemaran TSP pada penelitian kali ini dilakukan dalam dengan jarak penerima (x) maksimum adalah 10 km dari sumber. Perhitungan konsentrasi TSP tertinggi didapatkan pada setiap titik penerima dengan jarak crosswind (y) = 0 m dan dengan jarak downwind (x) dari 0 - 10.000 m dengan kelipatan 200 m. Dalam perhitungan

(30)

model Gauss ini konsentrasi TSP yang didapatkan menggunakan jarak searah dengan arah angin dominan yaitu ke arah Barat Daya dari sumber emisi. Jarak maksimum sebaran konsentrasi TSP dipengaruhi oleh tinggi efektif emisi yang didapatkan dari penjumlahan tinggi cerobong dengan tinggi plume rise. Semakin tinggi nilai ketinggian efektif maka semakin jauh jarak maksimum penyebaran TSP dari sumber. Berdasarkan gambar 4.3 terlihat bahwa konsentrasi TSP tertinggi berasal dari sumber A yaitu 15,178 µg/m3 pada jarak 3.400 meter dari sumber, kemudian semakin menurun saat semakin jauh dari sumber. Pola menurunnya konsentrasi TSP setelah mencapai nilai maksimum juga terjadi pada penyebaran di sumber B, sumber F dan sumber G, dengan nilai konsentrasi TSP tertinggi adalah 3,724 µg/m3 pada jarak 7.400 meter dari sumber, 5,385 µg/m3 pada jarak 6.400 meter dari sumber, dan 4,073 µg/m3 pada jarak 6.800 meter dari sumber. Hal ini menyatakan pencemaran TSP pada sumber A, B, F, dan G masih terjadi pada daerah

penelitian atau masih didalam radius 10 km. Pada perhitungan TSP di sumber C, sumber D, sumber E, sumber H dan sumber I tidak didapatkan konsentrasi TSP maksimum, pola perubahan konsentrasi TSP sampai sejauh 10 km mengalami peningkatan walaupun dengan perubahan yang sangat kecil. Konsentrasi TSP di sumber C dan sumber D pada jarak penerima 10.000 m mengalami kenaikan sebesar 0,001 µg/m3 dengan jarak

sebelumnya (9.800 m) masing-masing menjadi 0,119 µg/m3 dan 0,181 µg/m3. Konsentrasi TSP di sumber E pada jarak penerima 10.000 m adalah sebesar 0,516 µg/m3 dengan

kenaikan 0,002 µg/m3 dengan jarak sebelumnya (9.800 m). Sedangkan pada sumber H dan sumber I mengalami kenaikan 0,0002 µg/m3 dan 0,0006 µg/m3 menjadi 0,1700 µg/m3 dan 0,1815 µg/m3. Setelah dilakukan perhitungan lanjutan konsentrasi TSP maksimum di sumber C, sumber D, sumber E, sumber H dan sumber I berada pada jarak masing-masing 14 km, 13 km, 12,6 km, 10,6 km dan 11,4 km dengan konsentrasi TSP masing-masing adalah 0,1278 µg/m3, 0,1874 µg/m3, 0,5309 µg/m3, 0,1703 µg/m3 dan 0,1832 µg/m3. Konsentrasi penyebaran dari setiap sumber sangat bergantung pada jumlah beban emisi yang dihasilkannya. Berdasarkan analisis dapat dilihat untuk sumber emisi A menghasilkan TSP dengan nilai tertinggi yaitu 15,718 µg/m3, hal ini berbanding lurus dengan beban

(31)

emisinya. Konsentrasi emisi TSP sumber A adalah yang terbesar. Sumber A yang berupa boiler rata-rata selama Tahun 2016 - 2020 menghasilkan konsentrasi emisi TSP paling besar yaitu sebesar 139,39 mg/Nm3, nilai ini jauh diatas konsentrasi TSP dari sumber-sumber lainnya yang rata-rata <60 mg/Nm3. Boiler menggunakan bahan bakar cangkang kelapa sawit yang menghasilkan lebih banyak TSP dibandingkan dengan sumber emisi lainnya yang menggunakan bahan bakar solar. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa konsentrasi pencemaran TSP hasil perhitungan akan semakin meningkat dan mencapai titik maksimum lalu kembali mengalami penurunan, seperti pada konsentrasi TSP udara ambien dari

sumber emisi A didapatkan konsentrasi maksimum sebesar 15,718 µg/m3 pada jarak 3.400 m dan kemudian menurun. Hal ini didukung dengan penelitian sebelumnya oleh

Andriansyah, B, 2019 yang menyatakan bahwa konsentrasi pencemar meningkat sampai konsentrasi maksimum pada jarak 1600 m dari sumber dan semakin menurun sampai jarak 5000 m. 4.2.1.3. Perbandingan Nilai TSP Pengukuran dan Perhitungan Konsentrasi TSP pada udara ambien hasil perhitungan dengan model Gauss dibandingkan dengan hasil

pengukuran yang dilakukan sebelumnya. Hasil perbandingan nilai konsentrasi TSP di udara ambien dapat dilihat pada Tabel 4.7. Tabel 4.7 Perbandingan Konsentrasi TSP di Udara Ambien Titik Lokasi Titik Koordinat Konsentrasi TSP (µg/m³) Hasil Perhitungan Hasil Pengukuran Titik I Sebelah Timur dari sumber emisi -0.958910 ° S 100.409918 ° E 0 83,6 Titik II Sebelah Barat dari sumber emisi -0.961673 ° S 100.400546 ° E 11,7 106,9 Titik III Sebelah Barat Daya dari sumber emisi -0.965628 ° S 100.399056 ° E 20,4 113,4 Sumber : Hasil Pengukuran dan Perhitungan, 2020 Berdasarkan analisis tabel 4.7 dapat dilihat

konsentrasi ambien lapangan dan berdasarkan hasil permodelan terdapat selisih nilai yang besar. Pada konsentrasi TSP hasil pengukuran lapangan memiliki nilai lebih besar

dibandingkan dengan menggunakan perhitungan model Gauss. Salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan yaitu pada perhitungan model Gauss arah dan kecepatan angin dianggap tidak mengalami perubaahan atau konstan yaitu sebesar 1 m/s ke arah Barat Daya sedangkan pada pengukuran lapangan kecepatan angin yang didapatkan sama 1 m/s namun arah angin yang terjadi yaitu ke arah Timur dari sumber. Selain itu, dalam

(32)

perhitungan model gauss faktor yang berpengaruh pada konsentrasi udara ambien hanya berasal dari sumber emisi dalam perhitungan penelitian ini saja tanpa memperhitungkan sumber emisi lainnya, seperti sumber emisi industri yang tidak termasuk dalam

perhitungan, asap kendaraan bermotor, debu jalan dan lainnya. Dapat dilihat pada titik I pada hasil perhitungan didapatkan konsentrasi TSP pada udara ambien sebesar 0 µg/m³, sedangkan pada hasil pengukuran langsung didapatkan konsentrasi TSP sebesar

83,6µg/m³. Hal ini, dikarenakan pada model Gaussian diasumsikan konsentrasi TSP hanya dipengaruhi oleh sumber A, B, C, D, E, F, G, H dan I saja, sedangkan emisi dari sumber-sumber tersebut hanya bergerak ke arah Barat Daya sumber-sumber, sehingga di titik I yang merupakan udara ambien bagian Timur dari sumber tidak terdampak penyebaran TSP apapun. Namun, kenyataannya pada Titik I sudah memiliki nilai TSP sebesar 83,6 µg/m³ yang merupakan konsentrasi TSP sudah ada di udara ambien tanpa terpengaruh oleh sumber emisi A, B, C, D, E, F, G, H dan I. Pada titik II berdasarkan hasil perhitungan didapatkan nilai sebesar 11,7 µg/m³ dan dari pengukuran lapangan didapatkan hasil sebesar 106,9 µg/m³. Pada titik III didapatkan hasil pengukuran sebesar 113,4 µg/m³ dan perhitungan sebesar 20,4 µg/m³.Hal ini menyatakan bahwa selisih dari keduanya sangatlah besar, namun dilihat dari hasil analisis titik I yang menyatakan bahwa udara ambien pada lokasi penelitian sudah memiliki pencemaran TSP sebesar 83,6 µg/m³ sebelum mengalami pengaruh dari sumber A, B, C, D, E, F, G, H dan I, maka didapatkan selisih konsentrasi TSP pada titik II antara perhitungan dan pengukuran lapangan adalah sebesar 23,3 µg/m³ dan pada titik III sebesar 9,4 µg/m³. Hasil analisis disimpulkan bahwa semua konsentrasi TSP hasil perhitungan yang didapatkan lebih kecil didapatkan dari hasil pengukuran lapangan, hal ini sesuai dengan teori permodelan menggunakan Model Gaussian. Dari hasil

perbandingan diketahui bahwa udara emisi dari sumber industri pada Kecamatan Lubuk Begalung tidak terlalu berpengaruh signifikan terhadap konsentrasi TSP pada udara ambien di Kecamatan Lubuk Begalung. Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya bahwa konsentrasi TSP hasil pengukuran lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi TSP hasil perhitungan yaitu 50,93 µg/m³ TSP hasil pengukuran sedangkan hasil perhitungan

(33)

sebesar 1,19 µg/m³ (Zellia,dkk 2018). Hasil yang didapatkan dari penelitian ini juga menyatakan konsentrasi TSP pengukuran lebih besar yaitu 113,4 µg/m³ dibandingkan dengan konsentrasi TSP hasil perhitungan sebesar 20,4 µg/m³. Pada permodelan, polutan TSP yang didapat hanya berasal dari sumber emisi, namun pada pengukuran di lapangan TSP banyak dipengaruhi oleh sumber emisi lainnya (aktifitas industri-industri sekitar, penduduk dan kendaraan bermotor meskipun pengukuran dilakukan jauh dari jalan raya). Konsentrasi TSP di Kecamatan Lubuk Begalung baik berdasarkan perhitungan maupun hasil pengukuran lapangan keduanya menunjukkan hasil yang masih dibawah BMUA9Nasional yang terlampir dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999yaitu sebesar 230 µg/m3. Hal ini menyatakan bahwa pencemaran TSP pada daerah Kecamatan Lubuk Begalung masih berada pada kondisi baik dilihat dari akumulasi sumber industri maupun dari sumber-sumber emisi lainnya. 4.2.2. Sebaran TSP Berdasarkan Perhitungan Kontur konsentrasi TSP didapatkan menggunakan overlay dengan peta dari google earth dan software Surfer. Skala konsentrasi digambarkan dengan gradasi warna ungu (konsentrasi rendah) hingga warna orange (konsentrasi tinggi) dengan penggunaan skala yang berbeda pada masing-masing kontur untuk memudahkan pembacaan perubahan konsentrasi. Bentuk lingkaran berwarna kuning digunakan sebagai penanda titik sumber emisi. Berdasarkan kontur yang didapatkan terlihat bahwa pergerakan TSP dari masing-masing sumber berbeda, namun konsentrasi TSP dari sumber A sampai sumber I sama-sama bergerak naik secara lambat sesuai dengan kecepatan angin rata-rata pada Kecamatan Lubuk Begalung yang rendah yaitu sebesar 1 m/s. Kecepatan angin yang rendah

menyebabkan konsentrasi TSP semakin tinggi. Stabilitas atmosfer pada Kecamatan Lubuk Begalung termasuk kelas stabilitas B yang memberikan kecendrungan sebaran TSP meluas secara vertikal dan horizontal, sehingga penyebaran TSP pada kontur terlihat melebar. Dari semua kontur yang didapatkan pada gambar 4.5 sampai dengan 4.13 tidak dapat terlihat konsentrasi tertinggi dari TSP yang dihasilkan, ini menandakan bahwa penyebaran TSP yang terjadi pada daerah penelitian masih terus meningkat diluar daerah penelitian. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan nilai tertinggi TSP dari sumber A terletak pada

Referensi

Dokumen terkait

Berdasar pada grafik pada titik 1 diatas, konsentrasi sampling terbesar didapat pada hari pertama pelaksanaan sampling yaitu sebesar 0,596 µg/m 3 sedangkan untuk konsentrasi model

PA/Kuasa PA mengajukan MPHL-BJS atas seluruh pendapatan hibah langsung bentuk barang/jasa/surat berharga dan belanja barang untuk Pencatatan Persediaan dan Jasa dari Hibah/Belanja

keberhasilan: 1) lebih dari tujuh puluh lima persen (&gt;75%) mahasiswa kelas 2G Program Studi Penerbitan (Jurnalistik) mencapai standar nilai minimal 71,6 yang merujuk

intanpuspitasari509@gmai.com 2Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, STKIP PGRI Pacitan Email: enyines76@gmail.com 3 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, STKIP PGRI

Sugiyono (2018:14) menyatakan bahwa 14 metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti

selama menit ke 66 memperlihatkan proses terjadinya swabakar.Dan batubara dengan pola tumpukan windrow temperature yang terus naik menandakan proses 4 oksidasi melepas panas dan

SIMPULAN DAN 1 SARAN Berdasarkan hasil analisis data yang didukung oleh kajian teori dan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara