• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS PENGETAHUAN LOKAL DI WILAYAH KPHP MODEL SIVIA PATUJU KECAMATAN AMPANA TETE KABUPATEN TOJO UNA-UNA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POLA PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS PENGETAHUAN LOKAL DI WILAYAH KPHP MODEL SIVIA PATUJU KECAMATAN AMPANA TETE KABUPATEN TOJO UNA-UNA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Volume 5, Nomor 1 Hal: 93-99 Maret 2017

93

POLA PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS PENGETAHUAN LOKAL

DI WILAYAH KPHP MODEL SIVIA PATUJU KECAMATAN AMPANA TETE

KABUPATEN TOJO UNA-UNA

Harmia1), Golar2), Rahmawati 2)

Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Tadulako Jl. Soekarno Hatta Km.9 Palu, Sulawesi Tengah 94118

1)Mahasiswa Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako

Korespondensi: Harmiatamauka@yahoo.com 2) Staf Pengajar Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako

Abstract

The use of land especially at upload area tend to cause environment degradation. It can cause a serious threat for now and the future. When farmers development technology failed at dry land and high land, it can be seen as the fail of an effort repair especially at upload. It means that the threat is getting close to villagers. Meanwhile, natural resources is limited. When the use of land do not follow by the attention to the function of the land, it can caused the damage and threat the preservation of natural resources and it influenced by geobiofisik land, social and culture, and economics. The objective of the research is too know the use of local knowledge at KPHP Model Sivia Patuju, District of Ampana Tete, Tojo Una una Regency. The research was conducted from October to December 2014 at Pusungi Village, District Ampana tete, Tojo Una una Regency. This research is analyzed descriptively and based on forest resources, namely : (1) sought plant, (2) conservation, (3) cropping, (4) land mastering. The result of the research show that the people use agroforestry system, namely agrisilvikultur with combining plant. The form is based on land choosing, land burning, cleaning land, the way in choosing the plant, the form of planting, and time in planting. The villagers knowledge commonly adapted to social aspect and people culture.

Key Words: The use of land, Local knowledge, KPH. PENDAHULUAN

Latar belakang

Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat yang masih memiliki nilai-nilai dan kultur tradisional. Sejak jaman dahulu, mereka tidak hanya melihat hutan sebagai sumber daya potensial saja, melainkan memang merupakan sumber pangan, obat-obatan, energi, sandang, lingkungan dan sekaligus tempat tinggal mereka. Bahkan sebagian masyarakat tradisional yang meyakinkan bahwa hutan memiliki nilai spiritual, yakni dimana hutan atau komponen biotik dan abiotik yang ada di dalamnya sebagai obyek yang memiliki kekuatan dan/atau pesan supranatural yang mereka patuhi (Fauzi, 2012).

Hutan merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat yang hidup di sekitarnya. Hubungan interaksi antara masyarakat desa hutan dengan lingkungan alam sekitarnya telah berlangsung

selama berabad-abad lamanya secara lintas generasi dalam bingkai keseimbangan kosmos (Damayatanti, 2011 ).

Secara spesifik fungsi pokok hutan menurut Undang-undang nomor 41 tahun 1999 ada tiga yaitu; fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi.

Rencana Strategis (RENSTRA) Kementrian Kehutanan tahun 2010-2014,

dalam Possuma (2014) menyebutkan

implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang kelima yaitu pemantapan kawasan hutan yang dilaksanakan melalui program pemantapan pemanfaatan potensi sumberdaya hutan dan program peningkatan kualitas dan akses informasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Kegiatan-kegiatan yang terkait dengan pelaksanaan program pemantapan pemanfaatan potensi sumberdaya hutan adalah pengukuhan dan penatagunaan kawasan hutan dan pembentukan wilayah pengelolaan dan perubahan kawasan hutan

(2)

94

dengan kegiatan utama pembangunan kesatuan pengelolaan hutan.

Masyarakat yang tinggal di sekitar dan di dalam wilayah hutan KPHP Model Sivia Patuju memiliki keterkaitan dengan keberadaan hutan. Hal ini dikarenakan kebutuhan-kebutuhan dasar, kebutuhan masyarakat sebagian besar dipenuhi dari keberadaan hutan tersebut. Namun, hingga saat ini, belum ada hasil penelitian yang dapat menjelaskan bagaimana karakteristik pola pemanfaatan lahan yang dimiliki oleh Masyarakat. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian mengenai pola pemanfaatan lahan yang diterapkan oleh Masyarakat di Wilayah KPHP Model Sivia Patuju.

Tujuan dan kegunaan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola pemanfaatan lahan berbasis pengetahuan lokal di Wilayah KPHP Model Sivia Patuju Kecamatan Ampana Tete, Kabupaten Tojo Una-una. Kegunaan dari penilitian ini adalah sebagai informasi ilmiah terkait pola pemanfaatan lahan Masyarakat Di Wilayah KPHP.

METODE PENELITIAN Waktu dan tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai bulan Desember 2014, bertempat di Desa Pusungi, Kecamatan Ampana Tete, Kabupaten Tojo Una-Una. Alat Dan Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner, daftar panduan wawancara. Sedangkan alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: alat tulis-menulis dan kamera

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei terhadap masyarakat yang memanfaatkan lahan di Wilayah KPHP Model Sivia Patuju.

Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan dua metode pengumpulan data yaitu: metode observasi dan metode wawancara. Metode observasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang pola pemanfaatan lahan masyarakat. Sedangkan metode wawancara digunakan untuk mengumpulkan data pengetahuan lokal dalam pemanfaatan lahan oleh masyarakat.

Penentuan responden dilakukan secara

purposive (sengaja), dengan tetap

memperhatikan asas pemerataan informasi yang mewakili jumlah keseluruhan dari 5 (lima) dusun, Setiap Dusun diwakili oleh 5 orang sehingga responden seluruh berjumlah 25 orang. Kriteria yang digunakan dalam menentukan responden adalah perwakilan ketua-ketua lembaga, ketua-ketua adat, dan petani setempat.

Analisis Data

Pola pemanfaatan lahan hutan oleh masyarakat Pusungi dianalisis secara deskriptif dengan mengacu pada pengetahuan lokal responden dalam memanfaatkan sumber daya hutan berdasarkan: (1) jenis tanam yang diusahakan, (2) upaya konservasi yang dilakukan, (3) pola tanam, (4) penguasaan lahan. Pola pemanfaatan lahan oleh Masyarakat dianalisis dengan melihat pengetahuan lokal.

PEMBAHASAN

Kondisi Kawasan Hutan di Desa Pusungi Pemanfaatan lahan disetiap daerah berbeda-beda tergantung pada interaksi masyarakat dengan hutan di sekitarnya, dimana kedua faktor ini merupakan unsur yang dinamis dan saling berinteraksi dalam ekosistem yang besar. Hampir setengah dari total jumlah penduduk di Indonesia, secara langsung maupun tidak langsung menggantungkan hidupnya kepada hutan (Zerner 2003 dalam Widiarti A dkk. 2008).

Masyarakat Desa Pusungi mengelola hutan sudah sejak lama. Sebelum hutan bagian Barat Desa Pusungi ditetapkan sebagai kawasan KPHP Model Sivia Patuju oleh Menteri Kehutanan, masyarakat telah mengelola hutan tersebut mulai dari memanfaatkan lahan hutan sampai dengan mengambil kayu dan hasil hutan lainnya. Ketergantungan masyarakat Desa Pusungi tehadap hutan sangat besar, hal ini terbukti karena adanya aktivitas masyarakat di dalam kawasan hutan konservasi, ditambah lagi kondisi hutan yang dekat dengan pemukiman warga.

Perilaku petani tepi hutan dalam melestarikan hutan lindung perlu dikaji secara mendalam. Hal ini penting karena hutan akan lestari jika para petani yang tinggal di sekitar

(3)

95

hutan dapat dan mau menjaga kelestarian hutan (Budiono P, dkk. 2006).

Pengetahuan Lokal Masyarakat dalam Memanfaatkan Lahan

Pengetahuan lokal ini berupa pengalaman bertani dan berkebun serta berinteraksi dengan lingkungannya. Keanekaragaman pola-pola adaptasi terhadap lingkungan hidup yang ada dalam masyarakat Indonesia yang diwariskan secara turun temurun menjadi pedoman dalam memanfaatkan sumberdaya alam (Suhartini, 2009).

Pengetahuan lokal yang dimiliki petani bersifat dinamis, karena dapat dipengaruhi oleh teknologi dan informasi eksternal antara lain kegiatan penelitian para ilmuwan, penyuluhan dari berbagai instansi, pengalaman petani dari wilayah lain, dan berbagai informasi melalui media masa. Meskipun berbagai teknologi dan informasi masuk ke lingkungannya, tetapi tidak semua diterima, diadopsi dan dipraktekkan oleh petani lokal. Dengan demikian, pada saat yang bersamaan petani dapat menerima dan mengambil manfaat dari model pengetahuan tersebut untuk mengembangkan pengetahuannya dan dapat pula diterapkan oleh kelompok petani lain yang belum mencoba menerapkannya (Joshi et al., 2004

dalam Mulyoutami E, dkk 2010).

Kebutuhan ekstensifikasi lahan untuk diolah menjadi areal perkebunan atau pertanian semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk. Selain itu, persoalan hak penguasaan tanah baik antar warga, pemerintah maupun pihak swasta juga menjadi faktor penyebab upaya ekstensifikasi lahan di Desa Pusungi.

Tahapan Pembukaan dan Pemanfaatan Lahan

Pemilihan dan cara pembukaan lahan yang tepat penting sekali karena pembukaan lahan merupakan awal dari pengembangan pertanian menetap di daerah-daerah baru. Oleh karena diperlukan pertimbangan dalam pemanfaatannya, agar memberikan hasil yang optimal bagi kehidupan. Lahan mempunyai sifat keruangan, unsur estetis dan merupakan lokasi aktivitas ekonomi manusia (Ishak, 2008).

Dalam melakukan usaha perkebunan atau pertanian, yang pertama dilakukan adalah pembukaan lahan. Pembukaan lahan adalah hal yang sangat penting dalam memulai budidaya semua jenis komoditi pada umumnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1 berikut.

Gambar 1. Proses tahap awal pemanfaatan lahan Berdasarkan gambar di atas pembukaan lahan pada usaha tani intensif biasanya dilakukan dengan cara manual lebih dahulu tanaman bawah dibabat baru kemudian pohon-pohon ditebang. Serasah tanaman dan batang-batang pohon kemudian dibiarkan mengering kemudian melakukan pembakaran.

Selanjutnya maka lahan-lahan tersebut dibersihkan. Pengolahan tanah, dimaksudkan untuk memperbaiki struktur tanah dengan cara mencanggkul atau membajak sesuai dengan kebutuhan.

Masyarakat Pusungi menanam jagung sebagai awal mula penanaman. Disamping alasan waktu panen yang cepat, limbah tanaman jagung bisa terdekomposisi dengan tanah sehingga dapat meningkatkan

kesuburan tanah. Setelah 2-3 kali pemanenan barulah menggantinya dengan tanaman kakao. Pola Pemanfaatan Lahan Di Desa Pusungi

Berbagai tipe pemanfaatan lahan dijumpai di permukaan bumi, masing-masing tipe mempunyai karakteristik tersendiri (Juhadi, 2007). Tanaman yang dianggap mampu memenuhi kebutuhan hidup saat itu adalah jagung, kacang tanah, rica, kacang hijau, ubi jalar. Selanjutnya, beberapa masyarakat sudah mulai menanam jenis-jenis tanaman tahunan, beberapa jenis tanaman tahunan yakni coklat, kelapa, kemiri, buah-buahan.

Secara umum lahan masyarakat Pusungi didominasi oleh tanaman kakao, kelapa, kemiri, buah-buahan, dan serta diselingi tanaman sayuran untuk kebutuhan rumah tangga termasuk tanaman bumbu dan atau Pembukaan Lahan Penebangan Pohon Pembakaran Lahan Pembersihan Lahan Penanaman

(4)

96

obat-obatan. Fungsi utama kebun bagi masyarakat Pusungi yaitu sebagai penghasil biji-bijian yang bernilai ekonomi tinggi (biji kakao dan kemiri).

Dengan inovasi dan pengetahuan lokal masyarakat terus mengelola lahan kebun dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pola pemanfaatan lahan masyarakat di Desa Pusungi menyerupai Agrisilvikultur. Agrisilvikultur

Agrisilvikultur merupakan kombinasi antara komponen atau kegiatan kehutanan dengan komponen pertanian. Jenis tanaman dengan bentuk sistem pertanaman yang berbasiskan tanaman pohon penghasil biji yaitu kakao dan kemiri yang menjadi tanaman paling dominan ditanam oleh masyarakat Pusungi. Kakao merupakan tanaman yang tidak dapat dibudidayakan secara monokultur, selalu membutuhkan kehadiran tumbuhan lain disekitarnya sebagai penaung atau pelindung untuk mengurangi intensitas cahaya yang diterima oleh tajuk kakao.

Agroforestri merupakan suatu sistem pengelolaan lahan, baik di kawasan hutan maupun luar kawasan hutan, yang merupakan perpaduan dari kegiatan tanaman kehutanan, pertanian, peternakan dan atau perikanan kearah usaha tani terpadu sehingga tercapai optimalisasi dan diversifikasi penggunaan lahan (Yunasfi, 2008).

Pola pemanfaatan lahan dengan sistem agroforestri merupakan suatu model usaha tani yang penting bagi para petani yang umumnya memiliki lahan pertanian terbatas. Dengan pola seperti ini, akan meningkatkan intensitas panen yang akhirnya mampu memberikan tambahan out put baik berupa fisik maupun nilai finansial (Senoaji G, 2012). Pola ini memungkinkan terciptanya persebaran strata tajuk, pembagian ruang, pembagian sumberdaya, nutrisi, cahaya, air, maupun unsur hara didalam tanah. Pada pemanfaatan lahan ruang dalam agroforestri terlihat adanya suatu komposisi tanaman atau komposisi jenis sebagai dasar penyusun vegetasi dalam suatu kebun.

Pola Tanam

Pola tanam ini dianggap mampu mengurangi resiko kerugian yang disebabkan fluktuasi harga, serta menekan biaya

operasional seperti tenaga kerja dan pemeliharaan tanaman (Dompasa S, 2014).

Pola tanam yang ditetapkan oleh masyarakat Pusungi terbagi dalam 2 pola dengan berbagai jenis tanaman, dapat dilihat pada tabel 1 berikut.

Tabel 1. Jenis dan pola tanam

No Jenis Tanam Pola

Tanam 1. Coklat, kelapa, Langsat,

Nangka, Mangga

Campuran 2. Rica, Tomat, Pisang,

kacang tanah, kacang hijau dan Jagung

Semusim Tabel 1 di atas pada umumnya masyarakat Desa Pusungi menggunakan pola tanam kebun campuran.

Pola campuran dipilih masyarakat menurut mereka pola ini lebih menghasilkan dari sisi ekonomi, bahkan hasilnya lebih beragam. Selain itu pola ini lebih aman terhadap serangan hama atau penyakit.

Pola Tanam Kebun Campuran

Kebun campuran merupakan penggunaan lahan yang telah lama dikembangkan masyarakat. Kebun campuran yang dipraktikan oleh masyarakat berupa kebun dengan jenis tanaman yang beragam (Triasmi M, dkk, 2013).

Dari hasil wawancara dengan responden, diketahui bahwa kebun campuran Desa Pusungi sangat penting untuk menunjang kebutuhan sehari-hari dan perekonomian masyarakat. Selain itu hasil dari kebun campuran ini juga dijadikan sebagai tabungan keluarga. Bagi sebagian masyarakat Desa Pusungi, kebun merupakan aset keluarga, yang dapat dijadikan jaminan ketika mereka membutuhkan biaya. Selain itu kebun juga merupakan simbol sosial, yang dapat meningkatkan martabat mereka di masyarakat.

Pola Tanam Semusim

Menurut Syafrezani (2009), tumbuhan semusim itu adalah tanaman yang berkecambah, tumbuh, berbunga, menghasilkan biji, dan mati hanya dalam setahun atau bahkan kurang sedikit daripada setahun.

Masyarakat sangat kurang membudidayakan tanaman semusim ini dimana tanaman jagung hanya dikembangkan oleh beberapa masyarakat saja. Dari hasil di

(5)

97

lapangan alasan masyarakat kurang membudidayakan tanaman semusim adalah sempitnya lahan yang disebabkan padatnya tanaman tahunan.

Jarak Tanam yang Digunakan

Penentuan jarak tanam bertujuan untuk meningkatkan keberhasilan pertumbuhan dan produktifitas masing-masing tanaman, baik tanaman kehutanan maupun tanaman pertanian (Anwar K, dkk. 2013).

Dalam penelitian ini jarak tanam yang digunakan responden rata-rata untuk tanaman kakao berjarak 4m x 4m, sedangkan untuk tanaman tahunan seperti, kemiri dan gamal ditanam di pinggir kebun dan ditanam diantara tanaman pertanian lainnya, misalnya di antara tanaman kakao dan tanaman kemiri dengan jarak tanam yang menyesuaikan dan memperhatikan kondisi tanaman. Sedangkan untuk gamal ditanam pada batas kebun. Jenis Tanaman yang di Usahakan

Jenis tanaman yang diusahakan oleh masyarakat Pusungi memiliki keseragaman jenis yang relatif sama, namun yang paling dominan adalah pemanfaatan lahan dalam bentuk perkebunan. Selain itu, perlu diketahui bagaimana mengatur pola tanam yang menguntungkan petani (Khalik R, dkk. 2013)

Di antara jenis tanaman yang diusahakan terdapat berbagai jenis pada tanaman yang selalu dijumpai pada semua pola pemanfaatan lahan yakni kakao (soklati), langsat (buno), nangka (nangga), mangga (mangga), pisang (loka), kelapa (kuya). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini.

Tabel 2. Jenis tanaman yang di usahakan

No Nama

tanaman

Nama

lokal Nama Latin 1 Kakao Soklati Theobroma

cacao

2 Langsat Buno Lansium

domesticum

3 Nangka Nangga Artocarpus

heterophyllus

4 Mangga Mangga Mangifera

indica

5 Pisang Loka Musa spp

7 Kelapa Kyuku Cocos

nucifera

Berdasarkan tabel 2 tersebut atas dapat dilihat dari pertimbangan ekonomi dan kebutuhan sehari-hari. Jenis kakao (Soklati)

melihat nilai jenis jualnya tinggi dan perawatannya mudah. Untuk tanaman langsat (Bubo) buahnya bisa dijual dan daun mudah dapat dijadikan obat. Sedangkan untuk tanaman mangga (Mangga), buahnya dapat dipasarkan, biji mangga dapat dijadikan pakan ternak, buahnya bisa diolah menjadi manisan, dan buah bisa dijadikan rujak. Untuk jenis tanaman nangka (Nangga), buah mudanya dapat dijadikan sayur untuk dijual, untuk buah matangnya dapat dipasarkan, sedangkan biji nangka dapat diolah menjadi kolak nangka. Untuk jenis tanaman pisang (Loka), buah pisang yang belum matang dapat dijadikan keripik untuk dipasarkan, buah yang sudah matang dapat diolah menjadi kolak pisang, untuk bunga bisa dijadikan sayur untuk kebutuhan sehari-hari.

Luas dan Status Kepemilikan Lahan Lahan hak milik secara umum diperkuat oleh bukti hukum tertulis berupa surat/sertifikat tanah yang sah yang dikeluarkan oleh lembaga yang menangani masalah pertanahan yang berasal dari lembaga kecamatan, lembaga pertanahan maupun lembaga hukum lainnya, yang berhak mengeluarkan surat/sertifikat kepemilikan lahan (Winarso, 2012). Tabel 3 menunjukkan kategorisasi luas lahan yang diusahakan petani responden dalam penelitian ini.

Tabel 3. Jumlah Petani Responden berdasarkan Luas Lahan

No Luas lahan (Ha) Jumlah responden (Orang) Presentase (%) 1 0,1-1 11 44 2 1,1-2 12 48 3 >2 2 8 Jmlh 25 100

Berdasarkan tabel di atas bahwa sebagian besar responden menguasai lahan seluas 1,1-2 ha dalam kegiatan usahatani, yaitu sebanyak 12 responden atau 48%. Untuk luas lahan yang cukup sempit yaitu 0,1-1 ha, dikuasai oleh 11 responden (44%) petani dalam penelitian ini, sedangkan petani dengan penguasaan lahan yang luas, yaitu lebih dari 2 ha sebanyak 2 responden (8%) dari keseluruhan petani responden. Petani memanfaatkan luas lahan dengan pola tanam tumpang sari sebagai alternatif untuk memaksimalkan keuntungan dan menjaga stabilitas pendapatan.

(6)

98 Status Kepemilikan Lahan Garapan

Sehubungan dengan status kepemilikan lahan garapan, kelompok petani di Desa Pusungi dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Jumlah Petani Responden berdasarkan Status Kepemilikan Lahan. No Status petani berdasarkan kepemilikan lahan Jumlah responden (orang) Persen tase(%) 1 Penggarap 8 32% 2 Pemilik-penggarap 17 68% Jumlah 25 100%

Berdasarkan tabel 11 di atas kelompok petani masyarakat Pusungi terdiri atas kelompok petani penggarap dan petani pemilik penggarap. Petani penggarap merupakan kelompok petani yang hanya memiliki status pinjam dimana lahan yang diusahakannya merupakan tanah milik orang lain. Dalam penelitian ini tidak ada responden yang berstatus sewa lahan. Sedangkan kelompok petani pemilik penggarap merupakan petani yang mengolah tanah miliknya sendiri sebagai lahan tani.

Upaya Konservasi yang dilakukan Masyarakat Pusungi

Ditemukan beberapa fakta di lapangan tentang upaya yang dilakukan responden dalam menjaga keseimbangan lingkungan, upaya masyarakat yang secara swadaya melakukan penanaman tanaman tahunan pada lahan mereka. Menurut mereka untuk mencegah atau meredam dampak erosi, juga dapat menghasilkan buah yng dapat dijual. Masyarakat secara umum hanya mengutamakan kepentingan ekonomi dalam memanfaatkan lahan dengan mempraktekan model dan konsep dasar agroforestri.

Dari 25 responden ditemui masih banyak masyarakat yang kurang memperhatikan kelestarian terhadap hutan sehingga tidak ditemui upaya konservasi yang dilakukan untuk melestarikan hutan, misalnya dengan penanaman berbagai macam pohon kehutanan seperti jati, nantu, dll. Alasan masyarakat kurangnya penyuluhan tentang kehutanan dan belum ada sumbagan bibit dari Dinas khutanan setempat.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pola pemanfaatan lahan masyarakat Pusungi menyerupai pola Agroforestri khususnya Agrisilvikultur.

2. Pengetahuan lokal masyarakat meliputi: pemilihan lahan, pembakaran lahan, pembersihan lahan, tata cara pemilihan jenis tanamanan, pola tanam, dan penentuan waktu penanaman. Pengetahuan lokal masyarakat umumnya beradapatasi pada aspek sosial dan budaya.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar K, Melati R, Talatalohy A. 2013. Studi Pemanfaatan Lahan Dengan Sistem Agroforestry di Desa Ake Kolano Kecamatan Oba Utara Kota Tidore Kepulauan. Jurnal Bleodukasi. Vol 1 No. 2 Budiono P, Jahi A, Slamet M, Susanto D. 2006. Hubungan Karakteristik Petani Tepi Hutan Dengan Perilaku Mereka Dalam Melestarikan Hutan Lindung di 12 Desa Propinsi Lampung. Jurnal Penyuluhan. Vol 2 No. 2

Damayatanti PT. 2011. Upaya Pelestarian Hutan Melalui Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama Masyarakat. Jurnal Komunitas. Vol 3 No.1

Dompasa S. 2014. Profil Usahatani Pola

Penanaman Tumpang Sari di Desa Sea Kecamatan Pineleng. http:www.bappeda

.tarakankota.go.id.

Fauzi, Hamdani. 2012. Pembangunan Hutan

Berbasis Kehutanan Sosial. Karya Putra

Darwati. Bandung

Ishak M. 2008. Penentuan Pemanfaatan

Lahan, Kajian Land Use Planing Dalam Pemanfaatan Lahan Untuk Pertanian.

Makalah. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran.

Juhadi, 2007. Pola-Pola Pemanfaatan Dan Degradasi Lingkungan Lingkungan Pada Kawasan Perbukitan. Jurnal Geografi. Vol 4 No 1.

Khalik R, Safrida, Hamid AH. 2013. Optimasi Pola Tanam Usahatani Sayuran Selada dan Sawi di Daerah Produksi Padi. (Studi Kasus di Desa Lam Seunong, Kecamatan Kota Baro, Kabupaten Aceh Besar).

(7)

99

Mulyoutami E, Stefanus E, Schalenbourg W, Rahayu S, Joshi L. 2010. Pengetahuan

Lokal Petani Dan Inovasi Ekologi Dalam Konservasi Dan Pengolahan Tanah Pada Pertanian Berbasis Kopi di Sumberjaya,

Lampung Barat.

(http://segelg.blogspot.com.pdf, diakses. Possuma VC. 2014. Analisis Kesesuaian

Rencana Kelola Kesatuan Pengelolaan

Hutan Produksi (KPHP) Dampelas

Tinombo di Desa Karya Mukti. Skripsi.

Fakultas Kehutanan Jurusan Kehutanan, Universitas Tadulako.

Suhartini. 2009. Kajian Kearifan Lokal

Masyarakat dalam Pengelolaan

Sumberdaya Alam dan Lingkungan.

Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.

Senoaji G. 2012. Pengelolaan Lahan dengan Sistem Agroforestry oleh Masyarakat Baduy di Banten Selatan. Jurnal Bumi

Lestari. Vol 12 No.2.

Sampaguita S. 2009. Tumbuhan Semusim.http://id.wikipedia.org/wiki/Tum

buhan_semusim (diakses 22 januari 2015) Asmi MT, Qurniati R, Haryono D. 2013.

Komposisi Tanaman Agroforestri Dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Rumah Tangga di Desa Pesawaran Indah Kabupaten Pesawaran Lampung. Jurnal

Sylva Lestari. Vol 1 No.1

Widiarti A, Prajadinata S. 2008. Karakteristik

Hutan Rakyat Pola Kebun Campuran.

Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam Bogor .

Winarso B. 2012. Dinamika Pola Penguasaan Lahan Sawah di Wilayah Pedesaan di Indonesia. Jurnal Penelitian Terapan Vol. 12 No. 3

Yunasfi, 2008. Sosial Forestry Pemberdayaan

Masyarakat di Sekitar Hutan. Tesis,

Gambar

Gambar 1. Proses tahap awal pemanfaatan lahan  Berdasarkan  gambar  di  atas  pembukaan  lahan  pada  usaha  tani  intensif  biasanya  dilakukan  dengan  cara  manual  lebih  dahulu  tanaman  bawah  dibabat  baru  kemudian  pohon-pohon  ditebang

Referensi

Dokumen terkait

Tidak ada satu pendekatan terhadap suatu konstruk yang berlaku secara universal Karena pengukuran terhadap konstruk psikologi tidak dapat dilakukan secara langsung,

Apabila Pihak Kedua melanggar ketentuan-ketentuan perjanjian ini sehingga Pihak Pertama  memutuskan secara sepihak maka seluruh biaya yang telah disepakati di dalam

Simpulan yang bisa ditarik dari kegiatan pengamatan ini yaitu. Perbedaan presentase ketertarikan serangga terhadap tanaman liar dipengaruhi oleh senyawa- senyawa volatil

Berdasarkan hasil regresi di atas, nilai p- value yang dihasilkan sebesar 0,4863 > α0.05 sehingga dapat dilihat bahwa tidak terdapat pengaruh yang signif ikan antara bank

Untuk memenuhi tenaga kerja yang terampil, maupun keahlian mengenai pekerjaan dalam skala besar, sekarang ini sudah waktunya menerapkan suatu bentuk pendidikan dengan

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh teknik penilaian formatif dan model pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan mahasiswa dalam menulis wacana narasi bahasa

Pada tahap ini dilakukan pemahaman mengenai kelemahan sistem dan masalah yang dialami perusahaan sehingga nantinya dapat digunakan sebagai pedoman dalam pengembangan

Sumber Sekawan Sejati di Boyolali Dengan Metodologi Model DrivenDevelopment ” telah dapat penulis selesaikan.. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat guna