• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komparasi Sistem Kontrol Satelit (ADCS) dengan Metode Kontrol PID dan Sliding-PID

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Komparasi Sistem Kontrol Satelit (ADCS) dengan Metode Kontrol PID dan Sliding-PID"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak - Pemodelan gerak satelit digunakan untuk mendesain sistem kendali guna mengatur kestabilan dan mengetahui karakteristik respon salah satu sub-sistem dari satelit yaitu ADCS (Attitude Determination and Control System) yang berfungsi mengontrol orientasi suatu satelit pada saat bergerak mengelilingi bumi. Permasalahan yang akan dibahas mengenai bagaimanakah merancang suatu sistem kendali yang dapat digunakan untuk mengatur orientasi satelit ketika bergerak mengelilingi bumi. Sistem kendali yang digunakan adalah PID controller dan gabungan antara Sliding mode

controller dengan PID controller (Sliding-PID), sehingga

menghasilkan respon sistem kendali PID dan SPID. Dari analisa perbandingan respon sistem kendali tersebut didapatkan desain sistem kendali yang dapat digunakan dalam hal pengendalian orientasi satelit ketika bergerak mengelilingi bumi.

Kata Kunci—satelit, ADCS, Kendali PID, Sliding-PID

I. PENDAHULUAN

ilayah

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki cakupan wilayah yang sangat luas. Kondisi geografis Indonesia begitu menakjubkan, terbentang dari Sabang sampai Merauke, serta terletak di bentangan garis khatulistiwa. Memperhatikan wilayah yang demikian luas dan strategis tersebut, sudah selayaknya Indonesia membutuhkan suatu alat yang dapat digunakan untuk pengamatan objek, keamanan laut dan pertahanan, dan tentu untuk komunikasi, baik fixed, wireless, maupun komunikasi radio yaitu satelit.

Pada dasarnya satelit memiliki beberapa sub-system, salah satunya adalah ADCS (Attitude Determination and Control System) yang berfungsi mengontrol orientasi suatu satelit pada saat bergerak mengelilingi bumi. Salah satu faktor yang penting dalam mengontrol orientasi satelit ini adalah harus memperhatikan kestabilan dari controller itu sendiri dengan merancang suatu controller yang mampu menghasilkan output dari plant sesuai spesifikasi yang diinginkan, dimana pada kondisi nyata selalu ada gangguan yang bekerja pada plant baik yang berasal dari dalam maupun dari luar. Sehingga suatu controller yang baik harus mampu memperhitungkan setiap gangguan tersebut sehingga output yang dihasilkan akan tetap stabil.

Penelitian terdahulu dilakukan (Nevin Morris,2004) adalah memodelkan persamaan gerak dinamis untuk sebuah satelit serta mensimulasikan kendalinya dengan menggunakan software simulink dan matlab. Matlab dan simulink dipilih untuk model kontrol satelit karena umum digunakan dalam industri kontrol dan kedirgantaraan. Persamaan gerak yang

digunakan dalam permodelan ini adalah persamaan gerak dengan menggunakan hukum gravitasi Newton. Selanjutnya, Nevin Morris menjelaskan permodelan sistem dan desain kendali dengan menggunakan metode Linear Quadratic Regulator (LQR) untuk mendapatkan kendali yang optimal.

Penelitian tentang kontrol ADCS juga pernah dilakukan (Santana,2004). Penelitian ini menggunakan pedoman satelit yang telah dikembangkan oleh Brasil, yaitu PMM satelit (Multi-Mission Platform). Pesawat ruang angkasa ini menggunakan dua sisi pendorong yang bertindak untuk menyediakan torsi kontrol. Dengan menggunakan pedoman satelit tersebut, dilakukan tahap pemodelan. Pemodelan ini meliputi pemodelan matematika, termasuk kinematika dan dinamika, serta linierisasi model satelit untuk memungkinkan penerapan pendekatan kontrol linier. Tahap berikutnya, Santana mencoba menggunakan kontrol yang berupa LQG (Linear Quadratic Gaussian).

Di Indonesia sendiri sudah berhasil membuat satelit membuat satelit TUBSAT. Dimana pembuatan satelit ini dilakukan dengan kerjasama Technical University of Berlin di Jerman. Dan telah berada di orbit sejak tahun 2010 dan sudah dapat melakukan tugasnya untuk mengadakan pengamatan di wilayah Indonesia. Kemudian Kampus-kampus di Indonesia seperti UI, ITB, UGM, dan ITS. Juga berencana membangun infrastruktur dibidang satelit yang akan diluncurkan tahun 2013. Dimana satelit ini berbentuk hexagonal dengan berat 10 kg yang diberi nama Iinusat-01.

Sedangkan pada paper ini memodelkan persamaan gerak rigid-body berdasarkan mekanika Newtonian, terdiri atas persamaan translasi dan rotasi yang akan memodelkan dinamika dan kinematika satelit tipe cubesat . Persamaan gerak dikembangkan untuk satelit tipe cubesat dengan massa dan momen inersia yang konstan

.

Kemudian mensimulasikan system kendalinya dengan menggunakan software simulink

matlab dengan metode PID dan S-PID. Respon yang didapat dari kedua system kendali tersebut dianalisa dan dibandingkan sehingga akan mendapatkan system kendali yang optimal dalam hal pengendalian determinasi orientasi cubesat dan mengetahui karakteristik respon cubesat ketika bergerak mengelilingi bumi.

1. PERSAMAAN GERAK SATELIT CUBESAT

Attitude Determination and Control System (ADCS) merupakan salah satu sub-sistem pada satelit yang bertugas untuk mengetahui dan mengontrol orientasi satelit selama mengelilingi bumi. Komponen dari ADCS yaitu input,

Komparasi Sistem Kontrol Satelit (ADCS)

dengan Metode Kontrol PID dan Sliding-PID

Nur Imroatul UST, Hendro Nurhadi

Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111

E-mail:

hdnurhadi@me.its.ac.id

(2)

Ɵ error signal Ɵa Spacecraft Control gain ∆Ɵ actual pointing direction Attitude measurement desired attitude + - K

controller, aktuator, measurement, output. Jika digambarkan, block diagram untuk ADCS adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Blok diagram ADCS

Sedangkan system koordinat yang diperlukan untuk memantau orientasi dari satelit yang digunakan adalah orbit-defined coordinates dimana koordinat ini terbagi menjadi tiga sumbu, yaitu roll, yaw, dan pitch (x, z, dan y). Untuk kerangka referensi didasarkan pada sebuah pesawat ruang angkasa yang dalam orbit sirkularnya menghadap ke titik nadir (sumbu-z), orientasi didefinisikan relatif terhadap sebuah koordinat lokal (sumbu-y), yang mengikuti jalur pesawat ruang angkasa pada orbitnya (sumbu-x). Kerangka orbit ini ditentukan dengan tiga unit vektor yang sama dan saling tegak lurus satu sama lain, OxOyOz, di sepanjang sumbu-sumbu

(xyz)o, memiliki sumbu z+ menghadap ke arah nadir, dan

sumbu y tegak lurus terhadap vektor nadir, dan vektor kecepatan orbit sesaat, Vcg, sebagaimana terukur dengan memperhatikan kerangka referensi inersia, ixiyiz, yang

memiliki sumbu-sumbu XYZ. Kerangka referensi lain yang penting yaitu sistem koordinat body-fixed, bxbybz, dengan

sumbu-sumbu (xyz)b. Kerangka ini terpasang pada kerangka

orbit jika didapat attitude yang diinginkan. Gambar 2. mengilustrasikan sistem koordinat yang digunakan.

Gambar 2. Kerangka Referensi untuk Dinamika dan Kontrol Satelit

Penurunan persamaan gerak rigid-body berdasarkan mekanika Newtonian, terdiri atas persamaan translasi dan rotasi yang akan memodelkan dinamika dan kinematika satelit. Persamaan gerak dikembangkan untuk satelit dengan massa dan momen inersia yang konstan.

Torsi dari lingkungan yang mempengaruhi gerakan satelit dan dinamika orientasi, yaitu gradien gravitasi, magnet, dan torsi tekanan radiasi matahari. Satelit menggunakan penstabilan gradien gravitasi. Sehingga, torsi total di sekitar pusat massanya diuraikan menjadi gradien gravitasi,𝑇𝑔𝑔, torsi gangguan, 𝑇𝑑, torsi kendali, Tc.

𝑀𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑇𝑔𝑔 + 𝑇𝑑 + 𝑇𝑐 (1)

Untuk satelit yang berupa rigid body pada orbit yang mengelilingi planet, berlaku hukum gravitasi universal Newton,

𝐹𝑔 = − 𝐺 𝑀� 𝑚𝑟2 𝑒𝑟 (2)

Dengan G sebagai konstanta gravitasi universal. 𝑀� sebagai massa inti planet, m adalah massa satelit, dan 𝑒𝑟 adalah suatu unit vektor dari pusat massa planet terhadap pusat massa satelit.

Massa satelit dapat dianggap sebagai satu titik pusat massa. Vektor posisi terhadap kerangka inersia adalah sebagai berikut:

r = 𝑐𝑔𝑖𝑟 + 𝑟𝑐𝑔 (3)

Gaya bekerja pada seluruh elemen massa. Kemudian, gaya total dihitung dari rumus berikut :

𝐹𝑔 = ∫ 𝑑𝐹𝑔 = -∫𝐺𝑀�𝑟3 𝑟 𝑑𝑚 = -∫ 𝐺𝑀�

� 𝑟 + 𝑟𝑐𝑔𝑖 𝑐𝑔 �3� 𝑟 + 𝑟𝑖 𝑐𝑔

𝑐𝑔 � 𝑑𝑚 (4)

Persamaan 4 dapat disederhanakan dengan mengasumsikan vektor cgr jauh lebih kecil daripada radius orbit karena

𝑟 ≫ 𝑟𝑐𝑔 𝑖

𝑐𝑔 , dengan ekspansi deret taylor didapatkan hasil sebagai berikut : 𝐹𝑔 = -∫𝐺𝑀�𝑟 𝑖 𝑐𝑔 � 𝑟 + 𝑟𝑐𝑔𝑖 𝑐𝑔 � 𝑑𝑚 = 𝐺 𝑀� 𝑚𝑟 𝑖 𝑐𝑔 3 𝑟 (5)

Dengan menggunakan r yang melambangkan vektor posisi dari planet ke pusat massa satelit dan menggunakan G𝑀�/r3 untuk melambangkan kecepatan angular orbit, 𝜔𝑜2.

Sebuah pendekatan alternatif yang dapat digunakan untuk mencari kecepatan angular orbit dapat diturunkan dari periode orbit untuk suatu benda tertentu pada jari-jari tertentu, a, dari sumbu putar. Hal ini sesuai dengan pendekatan berdasarkan Hukum Kepler III yang berbunyi bahwa “kuadrat periode orbit merupakan akar pangkat tiga jarak rata-rata planet terhadap matahari”. Jari-jari (a) harus menyertakan pertimbangan ketinggian satelit yang mengorbit bersamaan dengan jari-jari dari pusat planet sehingga periode orbit dalam detik/putaran adalah sebagai berikut :

𝑃 = 2𝜋�𝑎𝜇3 � 𝑠𝑒𝑐

𝑐𝑦𝑐𝑙𝑒� (6)

Dimana, 𝜇 , adalah konstanta planet. Selanjutnya, kecepatan angular orbit, 𝜔0, dapat dituliskan sebagai berikut :

𝜔0= 2𝜋 𝑃 �

𝑟𝑎𝑑

𝑠𝑒𝑐� (7)

Pendekatan ini digunakan dalam implementasi model untuk menentukan nilai kecepatan angular dengan membandingkan periode tersebut terhadap Martian Day (24jam + 37menit). 1.1 Persamaan Gerak Rotasi untuk Benda Pejal

Sebuah satelit yang dikenai torsi pada pusat massanya, model rotasional untuk dinamika attitude umum dapat dijabarkan dengan persamaan berikut,

(3)

Dimana 𝑀𝐶𝐺 adalah momen eksternal yang bekerja di sekitar pusat massa benda, dan I adalah momen inersia.

Dikarenakan adanya stabilisasi gradien gravitasi, satelit akan dipengaruhi oleh torsi gravitasi dan torsi-torsi gangguan yang lain. Untuk mendapatkan momen pada pusat massa sebagai akibat dari gaya gravitasi, torsi dapat dinyatakan sebagai,

𝑇𝑔𝑔 = -∫ 𝑟𝑐𝑔 × 𝑑𝐹𝑔 (9)

Dengan menggunakan asumsi dan pendekatan yang sama untuk menyelesaikan hukum gravitasi Newton, momen pada pusat massa menjadi,

𝑇𝑔𝑔 = 3 𝐺 𝑀�𝑟3 𝑜𝑧× 𝐼𝑜𝑧

= 3 𝜔𝑜2𝑜𝑧× 𝐼𝑜𝑧 (10)

Untuk menyatakan dinamika rotasi satelit akibat torsi lingkungan dalam kerangka referensi inersia secara keseluruhan yang telah disebutkan, persamaan gerak dapat dituliskan dengan,

I𝜔2+ 𝜔 × 𝐼𝜔 = 3𝜔𝑜2𝑜𝑧× 𝐼𝑜𝑧 + Ttotal (11)

1.2 Linearisasi Dinamik dan Kinematik Model Satelit Dinamika benda pejal diperlukan untuk memahami gerak kesetimbangan untuk satelit yang berada di orbitnya. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, ketika kerangka body-fixed dan sumbu orbit diluruskan, attitude yang diinginkan akan didapatkan. Sehingga untuk memeriksa stabilitas gerakan-gerakan kecil di antara kerangka-kerangka koordinat, rotasi dari frame yang sate ke frame yang lain harus dimodelkan. Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan deret rotasi Euler 1-2-3 sebagaimana berikut,

𝑅𝑏𝑜 = 𝑅𝑧 (𝜃𝑧)𝑅𝑦 �𝜃𝑦�𝑅𝑥(𝜃𝑥)

(12)

Dimana :

𝜃𝑥 : sudut roll, 𝜃𝑦 : sudut pitch, 𝜃𝑧 : sudut yaw

Sudut-sudut kecil dapat diasumsikan sin 𝜃𝑖≈ 𝜃𝑖, cos 𝜃𝑖≈ 1, dan 𝜃𝑖𝜃𝑗 ≈ 0. Maka matriks rotasinya menjadi,

𝑅𝑏𝑜 = �10 𝜃1𝑧 −𝜃𝜃𝑦 𝑥

𝜃𝑦 −𝜃𝑥 1 � = 1 - 𝜃𝑥

(13)

Pada kerangka sumbu body-fixed, vektor penunjuk nadir adalah,

Oz = [−𝜃𝑦 𝜃𝑥 1]T (14)

Pendekatan ini dapat digunakan untuk menghitung gradien gravitasi untuk sudut-sudut kecil sebagai berikut (pers.15) 𝑇𝑔𝑔 = 3𝜔02 𝑜𝑧× 𝐼𝑜𝑧 = 3𝜔02 �

�𝐼𝑧− 𝐼𝑦 �𝜃𝑥 (𝐼𝑧− 𝐼𝑥)𝜃𝑦

0 �

Kecepatan angular kerangka body-fixed dan sumbu orbit dapat ditentukan juga dengan menggunakan pendekatan sudut dan kecepatan angular yang kecil sehingga,

𝜔𝑏𝑜= 𝜃̇ (16)

Sebagai tambahan, kecepatan angular absolut benda pejal dengan memperhitungkan kerangka inersia adalah 𝜔𝑏𝑖= 𝜔𝑏𝑜+ 𝜔𝑜𝑖 (17) Maka, 𝜔𝑏𝑖= �𝜃̇1𝜃̇2 𝜃̇3 � + � 1 𝜃𝑧 −𝜃𝑦 −𝜃𝑧 1 𝜃𝑥 𝜃𝑦 −𝜃𝑥 1 � �−𝜔00 0 � = � 𝜃̇1− 𝜔0𝜃𝑧 𝜃̇2− 𝜔0 𝜃̇3+ 𝜔0𝜃𝑥 � (18)

Persamaan di atas, dapat didiferensialkan menjadi, 𝜔̇ = �

𝜃̈1− 𝜔0𝜃̇𝑧 𝜃̈2 𝜃̈3+ 𝜔0𝜃̇𝑥

� (19)

Dengan mensubsitusikan perumpamaan yang sesuai ke dalam persamaan rotasi satelit, didapatkan tiga persamaan diferensial biasa, 𝐼𝑥𝜃̈𝑥+ �𝐼𝑦− 𝐼𝑧− 𝐼𝑥�𝜔0𝜃̇𝑧− 4�𝐼𝑧− 𝐼𝑦�𝜔02𝜃𝑥 = 𝑇𝑑+ 𝑇𝑐 (20) 𝐼𝑦𝜃̈𝑦 + 3(𝐼𝑧− 𝐼𝑥) 𝜔02𝜃𝑦 = 𝑇𝑑+ 𝑇𝑐 (21) 𝐼𝑧𝜃̈𝑧+ �𝐼𝑧− 𝐼𝑥− 𝐼𝑦�𝜔0𝜃̇𝑥+ �𝐼𝑦− 𝐼𝑥�𝜔02𝜃𝑧 = 𝑇𝑑+ 𝑇𝑐 (22)

Akhirnya sistem ini dapat dinyatakan dalam bentuk state-space linear 3 dimensi dengan persamaan terpisah untuk pitch, dan persamaan yang berpasangan untuk roll/yaw.

(4)

Persamaan sudah dituliskan dalam pernyataan yang menggunakan simbol lebih umum, dimana

𝛷 = 𝜃𝑥= 𝑟𝑜𝑙𝑙 Θ = 𝜃𝑦 = pitch Ψ= 𝜃𝑧 = yaw

p = 𝜔𝑥= 𝑟𝑜𝑙𝑙 𝑟𝑎𝑡𝑒 = kecepatan angular sumbu x q = 𝜔𝑦 = pitch rate = kecepatan angular sumbu y r = 𝜔𝑧 = yaw rate = kecepatan angular sumbu z (Holmes,2004)

II. METODEPENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simulasi dengan menggunakan Matlab-Simulink. Pemodelan gerakan satelit yang telah didapatkan, kemudian dilanjutkan dengan menganalisa respon hasil dari simulasi.

A. Pemodelan Sistem dengan Simulink-Matlab

Berdasarkan persamaan-persamaan kinematika

dan dinamika tersebut, dilakukan pemodelan sistem

ADCS dengan menggunakan Simulink-Matlab.

Gambar 3. Model Simulink ADCS

Pemodelan sub-sistem ADCS di atas menggunakan

parameter-parameter sebagai berikut :

1. Massa satelit (m) : 0,865 gram

2. Momen Inersia untuk x-axis (Ixx) : 0,0014

kg.m

2

3. Momen Inersia untuk y-axis (Iyy) : 0,0014

kg.m

2

4. Momen Inersia untuk z-axis (Izz) : 0,00089

kg.m

2

5.

Kecepatan angular (ω

0

) : 0,00106 rad/s

III. HASILDANPEMBAHASAN

Analisa hasil simulasi yang dibagi menjadi tiga

bagian, yaitu simulasi pada sistem open-loop, sistem

closed-loop dengan menggunakan PID controller, sistem

closed-loop

dengan menggunakan Sliding-PID

controller. Set simulasi pertama menggunakan PID

controller pada sistem open-loop dan sistem closed-loop,

set yang kedua menggunakan Sliding-PID controller

pada sistem closed-loop. Set simulasi ketiga adalah

dilakukannya kestabilan untuk mengetahui kestabilan

sistem, metode yang digunakan yaitu root locus dan

bode plot.

Gambar 5. Respon Posisi Sudut ADCS Simulasi Open-Loop

Gambar 6. Respon Kecepatan Sudut ADCS Simulasi Open-Loop

Gambar 7. Respon Percepatan Sudut ADCS Simulasi Open-Loop 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 0 2 4 6 8 10 12 14 16x 10 5 S ud u t (d er aj at ) Waktu (sekon) Sudut x Sudut y Sudut z 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 0 2000 4000 6000 8000 10000 K ec ep a tan s u du t (r a d/ s ) Waktu (sekon) Kecepatan sudut x Kecepatan sudut y Kecepatan sudut z 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 0 500 1000 1500 2000 2500 P er c e pa ta n s u d ut ( ra d/ s 2) Waktu (sekon) Sudut x Sudut y Sudut z

(5)

Gambar 8. Root locus untuk Sudut x (roll)

Gambar 9. Root locus untuk Sudut y (pitch)

Gambar 10. Root locus untuk Sudut z (yaw)

Gambar 11. Bode plot untuk Sudut x (roll)

Gambar 12. Bode plot untuk Sudut y (pitch)

Gambar 13. Bode plot untuk Sudut z (yaw)

Gambar 14. Respon posisi sudut ADCS simulasi closed-loop dengan kendali PID

Gambar 15. Respon kecepatan sudut ADCS simulasi closed-loop dengan kendali PID

Gambar 16. Respon percepatan sudut ADCS simulasi closed-loop dengan kendali PID

Gambar 17. Perbandingan respon posisi sudut x ADCS simulasi closed-loop dengan kendali PID dan Sliding-PID

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 0 30 60 90 120 150 180 210 S ud u t x ( d er aj at ) Waktu (sekon) PID Sliding-PID -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2 x 10-3 -8 -6 -4 -2 0 2 4 6 8x 10 -4 Root Locus Real Axis Im agi nar y A x is -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 x 10-3 -6 -4 -2 0 2 4 6x 10 -4 Root Locus Real Axis Im agi nar y A x is -2 0 2 4 6 8 10 12 14 16 x 10-4 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4x 10 -4 Root Locus Real Axis Im agi nar y A x is 60 80 100 120 140 160 M agni tude ( dB ) 10-4 10-3 10-2 10-1 100 -360 -315 -270 -225 -180 P has e ( deg) Bode Diagram Frequency (rad/sec) 130 140 150 160 170 180 M agni tude ( dB ) 10-4 10-3 10-2 -180 -180 -180 -180 -180 -180 P has e ( deg) Bode Diagram Frequency (rad/sec) -20 0 20 40 60 80 M agni tude ( dB ) 10-1 100 101 102 -270 -225 -180 P has e ( deg) Bode Diagram Frequency (rad/sec) 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 0 30 60 90 120 150 180 210 S ud u t (d er aj at ) W aktu (sekon) Sudut x Sudut y Sudut z 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 0 10 20 30 40 50 K ec ep at an s u du t (r ad /s ) Waktu (sekon) Sudut x Sudut y Sudut z 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 0 0.5 1 1.5 2 x 104 P er c e pa ta n S u du t (r ad /s 2 ) Waktu (sekon) Sudut x Sudut y Sudut z

(6)

Gambar 18. Perbandingan Respon Kecepatan Sudut x ADCS Simulasi Closed-Loop dengan Kendali PID dan Sliding-PID

Gambar 19. Perbandingan Respon Percepatan Sudut x ADCS Simulasi Closed-Loop dengan Kendali PID dan Sliding-PID

Berdasarkan respon sudut simulasi closed-loop, hasil yang didapatkan sebagai berikut :

Tabel 1. Perbandingan Karakteristik Respon Sudut x Antara Kendali PID dan Sliding-PID

Karakteristik Respon PID SPID

Rise time 0,106 s 0,106 s

Settling time 0,54 s 0,52 s

Steady state error 0,013 % 0,0028 % Maximum overshoot 0,027 derajat -

Tabel 2. Perbandingan Karakteristik Respon Sudut y Antara Kendali PID dan Sliding-PID

Karakteristik

Respon PID SPID

Rise time 0,106 s 0,106 s

Settling time 0,58 s 0,55 s

Steady state error 0,014 % 0,0005 %

Maximum overshoot 0,014

derajat -

Tabel 3. Perbandingan karakteristik respon sudut z antara kendali PID dan Sliding-PID

Karakteristik Respon PID SPID

Rise time 0,108 s 0,108 s

Settling time 0,53 s 0,50 s

Steady state error 0,01 % 0,006 %

Maximum overshoot 0,006

derajat

0,0007 derajat

IV. KESIMPULAN/RINGKASAN

Berdasarkan analisa yang telah dilakukan Dalam penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa penggunaan kendali Sliding-PID menghasilkan respon yang lebih baik dibandingkan PID. Untuk menstabilkan sistem satelit, dibutuhkan waktu 2,75 detik untuk PID controller dan 2,6 detik untuk Sliding-PID. Selain itu, kendali Sliding-PID juga mampu mengurangi steady state error yang terjadi pada kendali PID.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Laboratorium Mekanika Benda Padat – Desain Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Industri ITS yang telah memberikan dukungan demi kelancaran penelitian ini.

DAFTARPUSTAKA

[1] Adhim, Ahmad, 2011, Perancangan Sistem Kendali Sliding-PID

untuk Pendulum Ganda pada Kereta Bergerak, Institut Teknologi

Sepuluh Nopember, Surabaya.

[2] Derman, Hakki O, (1999). 3-Axis Attitude Control of a Geostationary Satellite, Middle East Technical University.

[3] Holmes, Eric B., 2004, Attitude Controls Team Final Report, Journal of Space Systems Design (2004),74-77.

[4] Nise, Norman S., 2004, Control Systems Engineering Fourth Edition, John Wiley & Sons, Inc.

[5] Paz, Robert A., (2001). The Design of PID Controller, Klipsch School of Electrical and Computer Engineering.

[6] Wertz, James R., 2002, Spacecraft Attitude Determination and

Control, d.Reidel Publishing Company, Inc.

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 0 0.5 1 1.5 2 x 104 P er c e pa ta n S u du t (r ad /s 2 ) Waktu (sekon) PID Sliding-PID 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 0 10 20 30 40 50 K ec ep a tan S ud u t x ( rad /s ) Waktu (sekon) PID Sliding-PID

Gambar

Gambar 1. Blok diagram ADCS
Gambar 3. Model Simulink ADCS
Gambar 18. Perbandingan Respon Kecepatan Sudut x ADCS Simulasi  Closed-Loop dengan Kendali PID dan Sliding-PID

Referensi

Dokumen terkait

Ini dapat dibuktikan dalam penelitian ini terjadi peningkatan hasil belajar bahasa Indonesia tentang membaca bacaan dengan latihan membaca nyaring, yaitu pada siklus I

melihat kualitas air, hasil analisis menunjukkan bahwa Mata Air Bumi Rongsok Desa Papayan Kecamatan jatiwaras Kabupaten Tasikmalaya termasuk air golongan B, yaitu air yang

1) Wajib mengikuti persyaratan dalam RTRW Nasional untuk bangunan gedung fungsi khusus, RTRW provinsi, RTRW kabupaten/kota, RDTRKP, dan/atau RTBL. 2) Disusun dengan

Alasan peneliti tertarik meneliti di kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang adalah karena daerah ini merupakan salah satu pelaksana program simpan

menurut saya ISBD adalah ilmu yang mempelajari aspek-aspek dasar dalam kehidupan manusia ,karena manusia adalah makhluk sosial yang memiliki kebudayaan / berbudaya dan

Makna dari kesesuaian di sini adalah metode yang tepatuntuk mencapai tujuan, parameternya adalah ruh syari’at, yakni kemaslahatan (kesejahteraan dan keadilan) hidup

Dengan menggunakan program di atas, ubahlah filter mask deteksi tepi yang digunakan pada percobaan dengan filter mask di bawah dan jelaskan apa perbedaan hasil deteksi tepi

Penelitian ini ditemukan skor ramsay pada anestetika inhalasi isofluran lebih tinggi dibandingkan dengan sevofluran baik pada menit ke-5 paska penghentian agen inhalasi maupun