• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORITIS"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORITIS

Pada bab ini, peneliti akan memaparkan dan menjelaskan tentang teori-teori yang ditemukan dalam literatur untuk menjelaskan tentang permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini.

2.1 Taman Bacaan Masyarakat

Taman bacaan masyarakat yang selanjutnya atau lebih dikenal dengan sebutan TBM bukanlah suatu perpustakaan yang harus memenuhi standar nasional perpustakaan seperti standar koleksi, standar sarana dan prasarana (Sutarno, 2008: 127). Inilah membuat pengertian suatu TBM berbeda dengan perpustakaan pada umumnya, karena pada dasarnya TBM tidak memiliki badan hukum yang jelas sehingga pendiriannya dapat dilakukan oleh siapa saja (masyarakat umum). Pembangunan TBM didasarkan pada pemenuhan program pengembangan budaya baca dan perpustakaan. Program yang bertujuan untuk mendorong terwujudnya masyarakat pembelajar sepanjang hayat melalui peningkatan budaya baca serta penyediaan bahan bacaan yang berguna bagi aksarawan baru, maupun anggota masyarakat pada umumnya yang membutuhkan untuk memperluas pengetahuan dan keterampilan demi peningkatan wawasan serta produktivitas masyarakat.

2.1.1 Pengertian Taman Bacaan Masyarakat

Taman bacaan merupakan salah satu di antara sarana dan sumber belajar yang efektif untuk menambah pengetahuan melalui aneka macam bentuk koleksi taman bacaan. Dalam buku Pedoman Pengelolaan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) (2006: 1) menyatakan bahwa pengertian TBM adalah “sebuah lembaga yang menyediakan berbagai jenis bahan belajar yang dibutuhkan oleh masyarakat. Sebagai tempat penyelenggaraan pembinaan kemampuan membaca dan belajar, sekaligus sebagai tempat untuk mendapatkan informasi bagi masyarakat”. Sedangkan menurut Sutarno (2008: 127) pengertian TBM adalah “fasilitas membaca yang berada di tengah-tengah komunitas (community based library) dan dikelola secara sederhana, swakarsa, swadana dan swasembada oleh masyarakat

(2)

bersangkutan”. Pendapat lain yang dinyatakan dalam buku Petunjuk Teknis Pengajuan dan Pengolahan Taman Bacaan Masyarakat Tahun 2012 (2012: 4):

Taman bacaan masyarakat adalah lembaga pembudayaan kegemaran membaca masyarakat yang menyediakan dan memberikan layanan di bidang bahan bacaan, berupa: buku, majalah, tabloid, koran, komik, dan bahan multi media lain, yang dilengkapi dengan ruangan untuk membaca, diskusi, bedah buku, menulis, dan kegiatan literasi lainnya, dan didukung oleh pengelola yang berperan sebagai motivator.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa TBM merupakan suatu lembaga yang menyediakan fasilitas membaca masyarakat berupa buku, majalah, tabloid, koran, komik, dan bahan multi media lain untuk memenuhi kebutuhan informasi masyarakat yang dikelola secara sederhana, swakarsa, swadana dan swasembada oleh masyarakat bersangkutan.

2.1.2 Penyelenggaraan Taman Bacaan Masyarakat

Terdapat berbagai penyelenggaraan TBM yang berkembang dari TBM publik, TBM berwirausaha, TBM pendamping PKBM dan TBM @ Mall yang belakangan ini sedang marak di lingkungan masyarakat perkotaan. Gong (2012: 277) mengemukakan bahwa “secara umum ada dua jenis TBM di Indonesia,

pertama, TBM bentukan pemerintah (konvensional), kedua, TBM partisipasi

masyarakat (mandiri) yang biasa dikenal dengan sebuatan komunitas baca”. Sedangkan dalam Panduan Penyelenggaraan Taman Bacaan Masyarakat (2006: 10) menyatakan bahwa “TBM dapat diselenggarakan atas prakarsa individu atau pun lembaga sosial kemasyarakatan atau pun pemerintah”.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa keberadaan TBM di masyarakat merupakan hasil bentukan pemerintah dan mandiri yang mana keduanya sama-sama berkonsentrasi pada kebutuhan masyarakat. Bentuk TBM konvensional biasanya menginduk pada PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Mandiri) yang memiliki ideologi seragam yaitu membantu program pemerintah dalam hal pemberantasan buta huruf, sedangkan TBM mandiri yang berasal dari partisipasi masyarakat dengan ideologi ingin berbagi dan mendambakan perubahan di sekitarnya menuju arah yang lebih baik sebagai agen perubahan.

(3)

2.1.3 Tujuan Taman Bacaan Masyarakat

Tujuan TBM yang ingin dicapai yaitu untuk membangkitkan dan meningkatkan minat baca masyarakat. Dalam buku Pedoman Pengelolaan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) (2006: 1) menyatakan bahwa TBM memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Membangkitkan dan meningkatkan minat baca masyarakat sehingga tercipta masyarakat yang cerdas yang selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

2. Menjadi suatu wadah kegiatan belajar masyarakat.

3. Mendukung peningkatan kemampuan aksarawan baru dalam Pemberantasan Buta Aksara sehingga tidak menjadi buta aksara kembali.

Sedangkan dalam buku Petunjuk Teknis Pengajuan dan Pengolahan Taman Bacaan Masyarakat Tahun 2012 (2012: 6), tujuan taman bacaan adalah:

1. Meningkatkan kemampuan keberaksaraan dan keterampilan membaca,

2. Menumbuhkembangkan minat dan kegemaran membaca, 3. Membangun masyarakat membaca dan belajar

4. Mendorong terwujudnya masyarakat pembelajar sepanjang hayat,

5. Mewujudkan kualitas dan kemandirian masyarakat yang berpengetahuan, keterampilan, berbudaya maju, dan beradab.

Pendapat lain yang dinyatakan dalam buku Petunjuk Teknis Pengajuan dan Pengelolaan Taman Bacaan Masyarakat Ruang Publik (2012: 6) tujuan TBM adalah:

1. Menyediakan dan memberikan layanan di bidang bahan bacaan yang dapat membantu pengujung ruang publik untuk dapat melakukan kegiatan membaca dalam rangka belajar, mencari informasi, mencari hiburan edukatif, atau hanya sekedar mengisi waktu luang;

2. Menumbuhkembangkan kegemaran membaca dan menulis,

3. Membina dan meningkatkan minat baca masyarakat melalui kegiatan literasi,

4. Mendorong pembudayaan kegemaran membaca masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa tujuan yang ingin dicapai dengan adanya TBM adalah untuk membangkitkan minat masyarakat dalam membaca, masyarakat mempunyai tempat tertentu dalam melakukan

(4)

aktivitas belajar-mengajarnya dan juga mendukung peningkatan kemampuan aksarawan baru.

2.1.4 Fungsi Taman Bacaan Masyarakat

Pada dasarnya TBM berfungsi sebagai wadah bagi masyarakat dalam mendapatkan informasi yang diinginkan. Dalam buku Pedoman Pengelolaan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) (2006: 2) menjelaskan bahwa TBM memiliki fungsi sebagai berikut:

1. Saran pembelajaran bagi masyarakat;

2. Sarana hiburan (rekreasi) dan pemanfaatan waktu secara efektif dengan memanfaatkan bahan-bahan bacaan dan sumber informasi lain sehingga warga masyarakat dapat memperoleh pengetahuan dan informasi lain sehingga warga masyarakat dapat memperoleh pengetahuan dan informasi baru guna meningkatkan kehidupan mereka;

3. Saran informasi berupa buku dan bahan bacaan lain yang sesuai dengan kebutuhan warga belajar dan masyarakat setempat.

Sedangkan Kalida (2010: 1) mengemukakan bahwa TBM memiliki fungsi sebagai:

Sumber belajar bagi masyarakat melalui propgram pendidikan nonformal dan informal. Ia juga bisa disebut sebagai tempat rekreasi melalui bahan bacaan, untuk memperluas wawasan, memperkaya pengalaman belajar, menambahkan kegiatan belajar masyarakat, latihan tanggungjawab melalui ketaatan terhadap aturan-aturan yang ditetapkan”.

Pendapat lain tentang fungsi taman bacaan yang dinyatakan dalam buku Petunjuk Teknis Pengajuan dan Pengolahan Taman Bacaan Masyarakat Tahun 2012 (2012: 7) yaitu:

1. Sebagai sumber belajar–TBM dengan menyediakan bahan bacaan utamanya buku merupakan sumber belajar yang dapat mendukung masyarakat pembelajar sepanjang hayat, seperti buku pengetahuan untuk membuka wawasan, juga berbagai keterampilan praktis yang bisa dipraktekkan setelah membaca, misalnya praktek memasak, budidaya ikan, menanam cabe dan lainnya.

2. Sebagai sumber informasi–TBM dengan menyediakan bahan bacaan berupa koran, tabloid, referensi, booklet-leaflet, dan/atau akses internet dapat dipergunakan masyarakat untuk mencari berbagai informasi.

(5)

3. Sebagai tempat rekreasi-edukasi–dengan buku-buku nonfiksi yang disediakan memberikan hiburan yang mendidik dan menyenangkan. Lebih jauh dari itu, TBM dengan bahan bacaan yang disediakan mampu membawa masyarakat lebih dewasa dalam perilaku, bergaul di masyarakat lingkungan.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa TBM berfungsi sebagai wadah bagi masyarakat dalam mendapatkan informasi yang diinginkan, baik dalam bentuk cetak maupun dalam bentuk elektronik sehingga masyarakat menjadi “melek informasi”. Selain itu juga ada tujuan lain dari TBM yang ingin dicapai seperti keinginan untuk membangkitkan dan meningkatkan minat baca masyarakat.

2.1.5 Manfaat Taman Bacaan Masyarakat

Dalam mewujudkan terealisasinya masyarakat yang memiliki budaya baca, maka TBM mempunyai peran di dalamnya. Dengan manfaat yang dimiliki oleh TBM yang merupakan media pengembangan budaya membaca bagi masyarakat agar terciptanya masyarakat yang berbudaya baca yang berpengalaman, kritis, beradab, maju dan mandiri yang dapat dicapai oleh masyarakat itu sendiri.

Dalam buku Penduan Pengelolaan Taman Bacaan Masyarakat (2006: 2), manfaat taman bacaan adalah:

1. Menumbuhkan minat, kecintaan dan kegemaran membaca.

2. Memperkaya pengalaman belajar dan pengetahuan bagi masyarakat. 3. Menumbuhkan kegiatan belajar mandiri.

4. Membantu pengembangan kecakapan membaca.

5. Menambah wawasan tentang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

6. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat.

Berdasarkan uraian tentang manfaat TBM di atas dapat dijelaskan bahwa TBM memiliki manfaat dalam menumbuhkan minat masyarakat terhadap membaca. Inilah menjadi fokus dalam pemanfaatan TBM, dimana keberadaan suatu TBM mempunyai tanggung jawab terhadap menumbuh dan mengembangkan minat baca masyarakat.

(6)

2.2 Masyarakat Perkotaan 2.2.1 Pengertian Masyarakat

Masyarakat adalah sekelompok orang yang membentuk suatu sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Istilah Masyarakat dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (2008: 553) adalah "sejumlah orang dalam kelompok tertentu yang membentuk perikehidupan berkebudayaan”. Sedangkan Ahmadi (1997: 226) menyatakan bahwa:

Dalam arti luas masyarakat dimaksud keseluruhan hubungan-hubungan dalam hidup bersama dan dibatasi oleh lingkungan, bangsa dan sebagainya. Atau dengan kata lain: kebulatan dari semua perhubungan dalam hidup bermasyarakat. Dalam arti sempit masyarakat dimaksud sekelompok manusia yang dibatasi oleh aspek-aspek tertentu, misalnya teritorial, bangsa, golongan dan sebagainya.

Pendapat lain yang dikutip dari Ralph Linton dalam Basrowi (2005: 38) menyatakan bahwa masyarakat adalah sekelompok manusia yang telah cukup lama dan bekerja sama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya sebagai salah satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa masyarakat merupakan hubungan sejumlah manusia yang berkaitan karena ada bentuk-bentuk dalam kehidupan, yang bukan disebabkan oleh manusia sebagai pribadi melainkan oleh unsur-unsur kekuatan lain dalam lingkungan sosial sehingga mereka dapat mengorganisasikannya dalam kesatuan sosial, yang dibatasi oleh aspek-aspek tertentu.

2.2.2 Pengertian Masyarakat Perkotaan

Masyarakat perkotaan terbuka akan suatu perubahan yang bersifat memberikan keuntungan terhadap kepentingan individu mereka, karena pola pikir mereka lebih rasional. Hanya saja masyarakat perkotaan mempunyai kemungkinan dalam pemenuhan kepentingan pribadi dan tidak mendahulukan kepentingan bersama. Sutarno (2006: 15) mengemukakan bahwa masyarakat kota

(7)

adalah “masyarakat yang penduduknya mempunyai mata pencaharian di sektor perdagangan dan industri, atau bekerja di sektor administrasi pemerintahan, yang sering disebut the white collar, kebalikan the blue collar atau pekerja kasar”. Sedangkan Daldjoeni (1997: 9) menyatakan bahwa “Masyarakat kota sebagai

community, seperti halnya masyarakat pedesaan, adalah suatu teritorial di mana

penduduknya menyelenggarakan kegiatan-kegiatan hidup sepenuhnya”.

Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa masyarakat kota adalah suatu komunitas yang menempati suatu teritorial tertentu yang penduduknya mempunyai pekerjaan dalam berbagai sektor kehidupan mulai dari perdagangan, industri, hingga sektor pemerintahan.

Terdapat beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat seperti yang dikemukakan oleh Ahmadi (1997: 229), yaitu:

1. Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa.

2. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lainnya.

3. Pembagian kerja di antara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata.

4. Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota daripada warga desa.

5. Jalan pikir rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan, menyebabkan bahwa interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi.

6. Jalan kehidupan yang cepat di kota-kota, mengakibatkan pentingnya faktor waktu bagi warga kota, sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu.

7. Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, sebab kota-kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar.

Sedangkan Daldjoeni (1997: 10-11) menyatakan bahwa terdapat enam kondisi-kondisi yang diperlukan bagi suatu kota (city) yaitu:

1. Pembagian kerja dalam spesialisasi yang jelas;

2. Organisasi sosial lebih berdasarkan pekerjaan dan klas sosial daripada kekeluargaan;

3. Lembaga pemerintahan lebih berdasarkan teritorium daripada kekeluargaan;

(8)

4. Suatu sistem perdagangan dan pertukangan;

5. Mempunyai sarana komunikasi dan dokumentasi; dan 6. Berteknologi yang rasional.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa ciri-ciri masyarakat kota dapat dijelaskan bahwa masyarakat perkotaan terbuka akan suatu perubahan yang bersifat memberikan keuntungan terhadap kepentingan individu mereka, karena pola pikir mereka lebih rasional. Hanya saja masyarakat perkotaan mempunyai kemungkinan dalam pemenuhan kepentingan pribadi dan tidak mendahulukan kepentingan bersama. Perilaku heterogen yang dilandasi oleh konsep pengendalian diri dan kelembagaan membuat masyarakat perkotaan dikenal dengan egoisme pribadi akan pembuatan keputusan yang menyangkut kebersamaan karena akan terdapat suatu unsur kepentingan pribadi dalam pengambilan kebijakan bagi kelembagaan.

2.2.3 Peranan Taman Bacaan Masyarakat dalam Lingkungan Masyarakat

Keberadaan TBM di tengah masyarakat saat ini memberikan peranan tersendiri dalam menumbuhkan minat baca dan menulis. Peranan TBM bagi masyarakat dalam buku Panduan Penyelenggaraan Taman Bacaan Masyarakat (2006: 10) yaitu “saat ini secara bertahap peran TBM lebih ditingkatkan lagi yaitu sebagai sarana pembelajaran seumur hidup dan terkait erat dengan peningkatan minat baca masyarakat umum sehingga seluruh masyarakat sekitar TBM berbudaya baca”. Sedangkan Sutarno (2008: 130) menyatakan bahwa peranan TBM bagi masyarakat “sebagai wahana berkumpul, belajar dan berdialog antarwarga dalam memecahkan masalah bersama dan mengembangkan ide dan gagasan demi kemajuan masyarakat”. Peranan TBM bagi masyarakat berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Kalida (2010: 1) yaitu:

TBM sebagai sumber belajar masyarakat memiliki kedudukan strategis dalam mengembangkan potensi masyarakat. masyarakat dapat melakukan proses pendidikan nonformal sepanjang hayat melalui fasilitas yang disediakan dan kegiatan yang diselenggarakan oleh TBM. Keberadaan tempat pembelajaran di tengah-tengah masyarakat ini diharapkan mampu mendorong dan mempercepat terwujudnya masyarakat belajar (learning

(9)

society). Yakni masyarakat yang gemar membaca, melek informasi, dan

mampu meningkatkan daya saing di era kompetitif ini.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa peranan TBM dalam lingkungan masyarakat sebagai sarana untuk pembelajaran seumur hidup bagi masyarakat sekitar TBM dengan harapan mewujudkan masyarakat membaca dan belajar (reading and learning society) yaitu masyarakat yang gemar membaca,

melek huruf, dan mampu meningkatkan daya saing. 2.3 Pendidikan Nonformal

2.3.1 Pengertian Pendidikan Nonformal

Dalam Undang-Undang R.I No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa jalur pendidikan terbagi atas pendidikan formal, nonformal dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya (Pasal 13 angka (1)). Salah satu pendidikan nonformal seperti PKBM dan TBM dibangun untuk melengkapi kegiatan belajar masyarakat.

Pengertian pendidikan nonformal menurut Ahmadi (2001: 97) adalah “Pendidikan yang dilaksanakan secara tertentu dan sadar tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan yang ketat”. Sedangkan definisi pendidikan nonformal dalam Undang-Undang R.I. No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah “Jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang” (Pasal 1 angka (12)). Penjelasan lebih lanjut terkait pendidikan nonformal pada Undang-Undang tersebut yaitu tertera pada Pasal 26 yang menyatakan bahwa “pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat”. Pendapat lain yang dikemukakan oleh Musaheri (2007: 156) yaitu:

Pendidikan nonformal merupakan pendidikan di luar pendidikan formal yang berbasis kepada masyarakat dan diselenggarakan masyarakat dan atau pemerintah untuk warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.

(10)

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa pendidikan nonformal adanya kebermaknaan oleh masyarakat dari program-program belajar yang disajikan bagi kehidupannya, karena pendidikan yang diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi nyata masyarakat. Dalam hubungan ini pendidikan termasuk pendidikan nonformal yang berbasis kepentingan masyarakat lainnya, perlu mencermati hal tersebut, agar keberadaannya dapat diterima dan dikembangkan sejalan dengan tuntutan masyarakat berkaitan dengan kepentingan hidup mereka dalam mengisi upaya pembangunan di masyarakatnya. Ini berarti bahwa pendidikan nonformal perlu menjadikan masyarakat sebagai sumber atau rujukan dalam penyelenggaraan program pendidikannya.

Salah satu bentuk pendidikan nonformal di masyarakat menurut Undang-Undang R.I. No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 26 angka (4) adalah TBM yang menginduk pada Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Kehadiran TBM yang menjalankan mekanisme sistem pendidikan nonformal agar setiap orang dapat memperkaya ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pembelajaran seumur hidup yang menghendaki terciptanya demokratisasi dalam segala dimensi kehidupan manusia, termasuk di bidang pendidikan.

2.3.2 Pendidikan Berbasis Masyarakat

Mengkaji tentang pendidikan nonformal akan memiliki kaitan dengan pendidikan berbasis masyarakat. Pendidikan berbasis masyarakat perwujudan demokratisasi pendidikan melalui perluasan pelayanan pendidikan untuk kepentingan masyarakat. dimana kepentingan masyarakat ini sedapatnya didukung oleh bantuan teknis serta pendanaan yang cukup agar pendidikan berbasis masyarakat ini dapat berjalan dengan baik.

Pendidikan berbasis masyarakat dalam Undang-Undang R.I. No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 angka 16 yaitu “penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh dan untuk masyarakat”. Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan Pasal 1 angka 38

(11)

dijelaskan bahwa “pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi”. Pendapat lain dikemukakan oleh Zubaedi (2006: 130) “pendidikan berbasis masyarakat (community-based education) merupakan mekanisme yang memberikan peluang bagi setiap orang untuk memperkaya ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pembelajaran seumur hidup“.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa pendidikan berbasis masyarakat adalah suatu proses penyelenggaraan pendidikan yang berdasarkan pada kehidupan masyarakat yang mengemukakan setiap persoalan dan kebutuhan dalam kehidupan di masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil wawancara awal yang dilakukan oleh peneliti dengan sekretaris desa, faktor penyebab belum tercapainya target program pembangunan infrastruktur sesuai

Dari hasil observasi yang telah dilaksanakan melalui pengamatan, pembelajaran Bahasa Indonesia pada aspek membaca dengan penggunaan metode ceramah dan media papan

Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi pengaruh pursed lips breathing terhadap fatigue pasien gagal ginjal kronik di ruang hemodialisa rumah sakit umum

tabaci terhadap karakter ketahanan kedelai berbagai galur harapan dan varietas kedelai tahan CpMMV memiliki potensi untuk dijadikan bahan ajar yang dapat membantu

KETUA RAPAT/WAKIL KETUA KOMISI V (Ir. Terima kasih pak. Demikianlah kira-kira apa yang kita dengarkan atas penjelasan dari BMKG, Basarnas maupun BPWS. Oleh karena tidak

Hasil penelitian diperoleh simpulan bahwa persepsi kelompok tani terhadap peranan penyuluh pertanian dalam pengembangan Gabungan Kelompok Tani di Kabupaten Sukoharjo sudah

Padahal di DKI Jakarta Sendiri, terdapat 3(tiga) Instansi Badan Narkotika Nasional yaitu Badan Narkotika Nasional Pusat, Badan Narkotika Nasional Provinsi DKI Jakarta,

Sedangkan pemasok/supplier yang terbanyak yang digunakan UMKM adalah 5 pemasok, dimana usaha UMKM ini merupakan pembuat produk makanan.Setelah membeli bahan baku