• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan peranan kredit

Sesuai Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah Undang-Undang No. 10 tahun 1998, kredit didefinisikan sebagai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak pinjaman melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Sedangkan menurut Teguh Pujo Mulyono (1986) , kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayarannya akan dilakukan ditangguhkan pada suatu jangka waktu yang disepakati.

Pada dasarnya jenis kredit yang ditawarkan oleh perbankan mengikuti kebutuhan masyarakat. Bank harus menentukan secara benar jenis kredit yang tepat untuk membiayai kegiatan usaha para pengusaha yang dapat berupa kegiatan produksi, pemasaran atau konsumsi.

Jenis-jenis kredit dapat dikategorikan antara lain :

1. Menurut tujuan ; kredit modal kerja, investasi, atau konsumsi

(2)

3. Menurut jenis pembiayaan ; kredit perdagangan, industri, konstruksi, perkebunan, pertanian dsd

4. Menurut sumber dana ; kredit dalam negeri, luar negeri

Ditinjau dari tujuannya, kredit modal kerja adalah kredit yang digunakan untuk membiayai kegiatan operasional sedangkan kredit investasi adalah kredit yang digunakan untuk membiayai pembelian barang-barang modal seperti mesin-mesin, kendaraan dan bangunan. Sementara itu kredit konsumsi adalah kredit yang digunakan untuk membeli barang-barang konsumsi atau membiayai kegiatan konsumtif seperti pembiayaan anak sekolah dan lain-lain.

Ditinjau dari jangka waktunya, kredit jangka pendek yaitu kredit yang jangka waktunya kurang atau sama dengan satu tahun sedangkan kredit dengan jangka waktu lebih dari satu tahun sampai dengan lima tahun digolongkan sebagai kredit menengah. Kredit jangka panjang yaitu kredit dengan jangka waktu melebihi lima tahun.

Menurut Sinungan (2007) peranan kredit dapat diuraikan sebagai berikut (1) dapat meningkatkan daya guna dari uang, (2) dapat meningkatkan daya guna dari barang, (3) dapat meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang, (4) salah satu alat stabilisasi ekonomi, (5) dapat menimbulkan kegairahan berusaha dari masyarakat dan (6) merupakan jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional.

F. Afiff et al. (2006) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya penyaluran kredit pada sektor perbankan secara garis besar dapat ditinjau dari faktor internal dan faktor eksternal bank. Ditinjau

(3)

dari segi internal bank antara lain mencakup pengerahan dana perbankan dan tingkat suku bunga. Sumber dana yang digunakan untuk menyalurkan kredit berasal dari masyarakat berupa giro, tabungan dan deposito berjangka. Besarnya dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat akan melonggarkan kemampuan bank dalam menyalurkan kredit dan tinggi-rendahnya suku bunga kredit juga akan mempengaruhi masyarakat/pengusaha untuk mengambil kredit perbankan. Semakin tinggi tingkat bunga maka semakin berkurang minat masyarakat untuk mengambil kredit dan demikian sebaliknya. Sedangkan dari segi eksternal bank, antara lain berupa peraturan/kebijakan penguasa moneter serta kondisi perekonomian. Di Amerika Serikat terdapat empat peringkat kebijakan moneter yaitu open market operations, reserve requirement, the discount window and

credit controls, yang dilakukan oleh Federal Reserve. Di Indonesia perangkat

yang hampir sama adalah peraturan mengenai besarnya giro wajib minimum, rasio pinjaman terhadap dana yang dihimpun, batas maksimum pemberian kredit dan lain-lain peraturan yang berpengaruh terhadap kemampuan bank untuk menyalurkan kreditnya.

2.2 Tujuan Kredit

Menurut Tjoekam (2005 : 4), tujuan kredit yang diberikan oleh suatu bank melibatkan beberapa pihak, seperti kreditur (bank), debitur (penerima kredit), otoritas moneter, dan bahkan masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, tujuan perkreditan berbeda-beda tergantung pada pihak-pihak tersebut.

(4)

1. Bagi kreditur (Bank):

a) Perkreditan merupakan sumber utama pendapatannya.

b) Pemberian kredit merupakan perangsang pemasaran produk-produk lainnya dalam persaingan.

c) Perkreditan merupakan instrumen penjaga likuiditas, solvabilitas, dan profitabilitas bank.

2. Bagi debitur:

a) Kredit berfungsi sebagai sarana untuk membuat kegiatan usaha makin lancar dan performance (kinerja) usaha semakin membaik daripada sebelumnya.

b) Kredit meningkatkan minat berusaha dan keuntungan sebagai jaminan kelanjutan kehidupan perusahaan.

c) Kredit memperluas kesempatan berusaha dan bekerja dalam perusahaan. 3. Bagi otoritas:

a) Kredit berfungsi sebagai instrumen moneter.

b) Kredit berfungsi untuk menciptakan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja yang memperluas sumber pendapatan dan kemungkinan membuka sumber-sumber pendapatan negara.

c) Kredit berfungsi sebagai instrumen untuk ikut serta meningkatkan mutu manajemen dunia usaha, sehingga terjadi efisiensi dan mengurangi pemborosan disemua lini.

(5)

4. Bagi masyarakat:

a) Kredit dapat menimbulkan backward dan foreward linkage dalam kehidupan perekonomian.

b) Kredit mengurangi pengangguran, karena membuka peluang berusaha, bekerja, dan pemerataan pendapatan.

c) Kredit meningkatkan fungsi pasar, karena adanya peningkatan daya beli (social buying power).

2.3. Jenis Kredit

Menurut Kasmir (2002 : 99), jenis kredit yang disalurkan oleh bank dapat dilihat dari berbagai segi yaitu:

1. Segi Kegunaan

a) Kredit Investasi : Kredit yang digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek/pabrik baru dengan masa pemakaian relatif lama dan untuk kegunaan kegiatan utama suatu perusahaan.

b) Kredit Modal kerja : Kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Kredit modal kerja merupakan kredit pendukung kredit investasi yang sudah ada.

2. Segi Tujuan Kredit

a) Kredit produktif : Kredit produktif digunakan untuk peningkatan usaha, produksi, atau investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang atau jasa.

(6)

b) Kredit Konsumtif : Kredit yang digunakan untuk dikonsumsi atau dipakai secara pribadi. Dalam kredit ini tidak ada penambahan barang dan jasa yang dihasilkan.

c) Kredit Perdagangan : Kredit yang digunakan untuk kegiatan perdagangan dan biasanya untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut. Kredit ini sering diberikan kepada supplier atau agen perdagangan yang akan membeli barang dagangan dalam jumlah tertentu.

3. Segi Jangka Waktu

a) Kredit jangka pendek : Kredit yang memberikan jangka waktu maksimum satu tahun, biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja dan musiman. b) Kredit jangka menengah : Kredit yang jangka waktu kreditnya antara 1

tahun sampai dengan 3 tahun. Beberapa Bank mengklasifikasikan kredit ini menjadi jangka panjang.

c) Kredit jangka panjang : Kredit yang masa pengembaliannya diatas 3 tahun atau 5 tahun. Digunakan untuk investasi jangka panjang seperti perkebunan karet, manufaktur, kredit perumahan.

4. Segi Jaminan

a) Kredit dengan jaminan : Kredit diberikan dengan jaminan tertentu, dapat berupa barang berwujud atau tidak berwujud. Artinya setiap kredit yang dikeluarkan akan dilindungi senilai dengan jaminan yang diberikan calon debitur. Jaminan yang dimaksud diatas dapat berupa barang, surat berharga orang atau perusahaan, asuransi, dan lain-lain.

(7)

b) Kredit tanpa jaminan : Kredit ini diberikan tanpa jaminan barang atau benda tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha, karakter, serta loyalitas calon debitur selama berhubungan dengan bank. Biasanya kredit ini sudah diperhitungkan tidak akan merugikan kreditur jika ternyata debitur tidak mampu mengembalikan pinjamannya.

5. Segi Sektor Usaha

Setiap sektor usaha memiliki karakteristik yang berbeda-beda, oleh sebab itu pemberian fasilitas kredit pun berbeda-beda pula. Jenis kredit yang dilihat dari sektor usaha yaitu:

a) Kredit pertanian

Kredit yang dibiayai untuk sektor perkebunan atau pertanian rakyat. Kredit ini bisa berupa jangka pendek atau jangka panjang.

b) Kredit peternakan

Kredit ini diberikan untuk sektor peternakan, biasanya untuk waktu yang relatif pendek.

c) Kredit industri

Kredit ini digunakan untuk membiayai industri pengolahan baik untuk industri kecil, menengah, atau besar.

d) Kredit pertambangan

(8)

e) Kredit pendidikan

Kredit pendidikan digunakan untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan atau dapat pula berupa kredit untuk para mahasiswa yang sedang belajar.

f) Kredit profesi

Kredit profesi diberikan kepada kalangan para professional seperti dosen, dokter, dan pengacara.

g) Kredit perumahan

Kredit perumahan digunakan untuk membiayai pembangunan atau pembelian perumahan dan sektor-sektor usaha lainnya.

2.4 Manajemen Perkreditan

Penyaluran kredit adalah merupakan tulang punggung kegiatan perbankan. Apabila diperhatikan pada neraca bank, akan terlihat bahwa sisi aktiva bank akan di dominasi oleh besarnya jumlah kredit yang diberikan. Demikian juga apabila diamati dari sisi pendapatan bank, akan terlihat bahwa pendapatan terbesar bank adalah pendapatan dari bunga dan provisi kredit. Menurut Sinungan, manajemen perkreditan pada dasarnya merupakan suatu proses yang terintegrasi antara sumber-sumber dana kredit, alokasi dana yang dapat dijadikan kredit dengan perencanaan, pengorganisasian, pemberian, administrasi dan pengawasan kredit. Lebih lanjut dikatakan bahwa sebagai lembaga keuangan, peranan bank dalam perekonomian sangatlah dominan karena hampir semua kegiatan perekonomian masyarakat membutuhkan bank dengan fasilitas kreditnya.

(9)

Sebelum kredit disalurkan atau diberikan kepada peminjam, pihak kreditur akan mengevaluasi calon peminjam dari berbagai hal meliputi proyek atau usaha yang dibiayai, bagaimana dan siapa calon peminjam. Dalam dunia perbankan dikenal beberapa cara penilaian kredit (analisis kredit) yang didasarkan pada faktor-faktor tertentu yang pada akhirnya akan mempengaruhi sehat atau tidaknya perkreditan suatu bank. Dalam penilaian kredit disamping syarat-syarat kredit dari segi yuridisnya, dikenal pedoman “3R” yaitu : Return, Repayment Capacity dan

Risk Bearing Ability. Return menunjukkan hasil yang diharapkan dapat diperoleh

dari penggunaan kredit tersebut. Repayment Capacity menunjukkan kemampuan pemohon kredit untuk mengembalikan pinjamannya pada saat kredit tersebut harus sudah diangsur atau dilunasi. Risk Bearing Ability menunjukkan kemampuan suatu proyek atau usaha yang dibiayai menghadapi resiko kegagalan yang akan mengakibatkan macetnya pengembalian kredit.

Disamping itu dalam usahanya untuk sejak sedini mungkin berjaga-jaga dalam menghadapi debitur yang kurang bertanggung jawab, bank sebelum menyetujui pemberian kredit akan menilai calon debiturnya dengan menggunakan The Five C’s of Credit Analisis yaitu: Character, Capacity, Capital,, Collateral dan Condition.

Karakter (Character) menunjukkan kepribadian, moral, dan kejujuran calon debitur. Manfaat penilaian ini untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat kejujuran dan tekad baik dari calon debitur untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya. Kapasitas (Capacity) menunjukkan kemampuan calon debitur didalam menjalankan dan mengembangkan usahanya serta kesanggupannya

(10)

dalam melunasi kewajiban-kewajibannya dari kegiatan usaha yang dilakukannya yang akan dibiayai dengan kredit dari bank. Modal (Capital) menunjukkan kemampuan permodalan, semakin besar komposisi modal menunjukkan resiko finansial yang semakin kecil. Agunan atau jaminan (Collateral) menunjukkan barang-barang jaminan yang dapat diberikan oleh calon debitur sebagai jaminan atas kredit yang diterimanya. Kondisi (Condition) menunjukkan keadaan ekonomi pada umumnya baik nasional maupun internasional dan keadaan ekonomi calon debitur yaitu kedudukan usahanya sehubungan dengan pemasaran hasil produksinya di dalam/luar negeri.

Analisa kredit tersebut dilakukan untuk menghindari atau menimbulkan resiko yang dapat terjadi akibat ketidakmampuan debitur mengembalikan kreditnya, karena apabila hal tersebut terjadi maka kegiatan operasi bank akan terganggu dan bahkan dapat menyebabkan kebangkrutan yang dampaknya akan dirasakan oleh orang banyak.

2.5 Pengertian Usaha Mikro Kecil dan Menengah

Usaha Mikro Berdasarkan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM (Usaha Menengah Kecil dan Mikro) adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha

(11)

besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.

Usaha mikro merupakan kegiatan usaha yang dapat memperluas lapangan pekerjaan serta memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, serta berperan mewujudkan stabilitas nasional. Selain itu, usaha mikro adalah salah satu pilar utama ekonomi nasional yang medapatkan kesempatan utama, dukungan, perlindungan serta pengembangan yang secara luas sebagai wujud pihak yang tegas kepada kelompok usaha ekonomi rakyat, tanpa harus mengabaikan peranan usaha besar dan badan usaha milik pemerintah. Menurut Departemen Tenaga Kerja (Depnaker) usaha mikro adalah usaha yang memiliki kurang dari 5 orang tenaga kerja.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam pasal 3 disebutkan bahwa usaha mikro bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan ekonomi yang berkeadilan.

(12)

Pemberdayaan dan pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan upaya yang ditempuh pemerintah untuk mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan. Menurut Rudjito (2003) usaha mikro adalah usaha yang dimiliki dan dijalankan oleh penduduk miskin atau mendekati miskin. Usaha mikro sering disebut dengan usaha rumah tangga. Besarnya kredit yang dapat diterima oleh usaha adalah Rp 50 juta. Usaha mikro adalah usaha produktif secara individu atau tergabung dalam koperasi dengan hasil penjualan Rp 100 juta. Kriteria Usaha Mikro menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Pasal 6, Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atau badan usaha perorangan yang memiliki kriteria sebagai berikut :

1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50 juta tidak temasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300 juta. Ciri-ciri usaha mikro yaitu:

1. Jenis barang usahanya tidak tetap,dapat berganti pada periode tertentu; 2. Tempat usahanya tidak selalu menetap, dapat berubah sewaktu-waktu; 3. Belum melaksanakan administrasi keuangan yang sederhana dan tidak

memisahkan antara keuangan keluarga dengan keuangan usaha; Sumber daya manusia (pengusaha) belum memiliki jiwa enterpreuner yang memadai;

4. Tingkat pendidikan rata-rata relatif rendah;

5. Pada umumnya belum akses ke perbankan, namun sebagian dari mereka sudah akses ke lembaga keuangan non bank;

(13)

6. Umumnya tidak mempunyai izin usaha atau prasyaratan legalitas lainnya termasuk Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

2.6 Peranan Usaha Mikro di Indonesia

UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) pada masa sekarang telah diakui oleh berbagai pihak sehingga memiliki peran yang cukup besar dalam perekonomian nasional. Menurut Bank Indonesia ada beberapa peran strategis Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) antara lain:

1) Jumlah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang besar dan terdapat dalam tiap-tiap sektor ekonomi;

2) Menyerap banyak tenaga kerja dan setiap investasi menciptakan lebih banyak kesempatan kerja;

3) Memiliki kemampuan untuk memanfaatkan bahan baku lokal dan menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat luas dengan harga terjangkau;

Sedangkan peran Usaha Mikro dalam perekonomian Indonesia menurut (Urata dalam Sulistyastuti, 2004) adalah :

1. Usaha mikro merupakan pemain utama dalam kegiatan ekonomi di Indonesia. 2. Penyediaan kesempatan kerja.

3. Pemain penting dalam pengembangan ekonomi lokal dan pengembangan masyarakat.

4. Penciptaan pasar dan inovasi melalui fleksibilitas dan sensitivitas atas keterkaitan dinamis antar kegiatan perusahaan.

(14)

Pentingya peranan usaha mikro di negara Indonesia terkait dengan posisi strategis berbagai aspek yatitu terdiri atas:

a. Aspek permodalan

Usaha mikro tidak memerlukan modal yang besar sehingga dalam pembentukkan usaha tidak akan sesulit perusahaan atau perseroan besar.

b. Tenaga kerja

Tenaga kerja yang diperlukan untuk usaha ini tidak menuntut pendidikan formal atau tinggi tertentu ( Tambunan,2001 dalam Sulistyastuty, 2004).

c. Lokasi

Sebagian besar usaha mikro berlokasi di pedesaan dan tidak memerlukan infrastruktur sebagaimana perusahaan besar (Sulistyastuti, 2004).

d. Ketahanan

Peranan usaha mikro ini terbukti bahwa usaha mikro memiliki ketahanan yang kuat (strong survival) ketika Indonesia dilanda krisis ekonomi (Sandee, 2000). Perkembangan Usaha Mikro di Indonesia tidak terlepas dari berbagai masalah. Tingkat intensitas dan sifat dari masalah-masalah tersebut tidak dapat berbeda tidak hanya menurut jenis produk atau pasar yang dilayani, tetapi juga berbeda antar wilayah atau lokasi, antar sentra, antar sektor, antar sektor atau subsektor atau jenis kegiatan dan antar unit usaha dalam kegiatan atau sektor yang sama (Tambunan, 2000). Meskipun demikian masalah dasar yang dihadapi oleh usaha mikro menurut Tambunan (2002) adalah :

(15)

1. Kesulitan pemasaran

Pemasaran sering dianggap sebagai salah satu kendala yang kritis bagi perkembangan Usaha Mikro dan Kecil. Hasil studi lintas negara yang dilakukan James dan Akrasanee (dikutip Tambunan, 2002) di sejumlah negara ASEAN menunjukkan bahwa termasuk growth constrains yang dihadapi oleh banyak pengusaha kecil menengah (kecuali Singapura). Salah satu aspek yang terkait dengan masalah pemasaran adalah tekanan-tekanan persaingan, baik pasar domestik dari produk serupa buatan usaha besar dan impor, maupun pasar ekspor. Selain itu, terbatasnya informasi banyak usaha kecil menengah, khususnya yang kekurangan modal dan SDM (Sumber Daya Manusia) serta berlokasi di daerah-daerah pedalaman yang relatif terisolir dari pusat informasi, komunikasi, dan transportasi, juga mengalami kesulitan untuk memenuhi standar-standar internasional yang terkait dengan produksi dan perdagangan. 2. Keterbatasan finansial

Usaha mikro, khususnya di Indonesia menghadapi dua masalah utama dalam aspek finansial : mobilisasi modal awal (star-up capital) dan akses ke modal kerja, seperti finansial jangka panjang untuk investasi yang sangat diperlukan demi pertumbuhan output jangka panjang. Kendala ini disebabkan karena lokasi bank yang terlalu jauh bagi banyak pengusaha yang tinggal di daerah yang relatif terisolasi, persyaratan terlalu berat, urusan administrasi terlalu bertele-tele, dan kurang informasi mengenai skim-skim perkreditan yang ada dan prosedur.

(16)

3. Keterbatasan sumber daya alam (SDM)

Keterbatasan SDM juga merupakan salah satu kendala serius bagi banyak usaha mikro di Indonesia, terutama dalam aspek-aspek enterpreunership, manajemen, teknik produksi, pengembangan produk, engineering design, quality control, organisasi bisnis, akuntasi, data processing, teknik pemasaran, dan penelitian pasar. Keterbatasan ini menghambat usaha mikro di Indonesia untuk dapat bersaing di pasar domestik maupun pasar internasional.

4. Masalah bahan baku

Keterbatasan bahan baku (dan input-input lainnya) juga sering menjadi salah satu kendala serius bagi pertumbuhan output atau kelangsungan produksi bagi banyak Usaha Mikro di Indonesia. Keterbatasan ini dikarenakan harga baku yang terlampau tinggi sehingga tidak terjangkau atau jumlahnya

terbatas.

5 Keterbatasan teknologi

Usaha Mikro di Indonesia umumnya masih menggunakan teknologi lama atau tradisional dalam bentuk mesin-mesin tua atau alat-alat produksi yang sifatnya manual. Keterbelakangan teknologi ini tidak hanya membuat rendahnya total factor productivity dan efisiensi di dalam proses produksi, tetapi juga rendahnya kualitas produk yang dibuat. Keterbatasan teknologi, khususnya usaha-usaha rumah tangga (mikro) disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya keterbatasan modal investasi untuk membeli mesin - mesin baru atau menyempurnakan proses produksi, keterbatasan informasi mengenai perkembangan teknologi atau mesinmesin dan alat-alat produksi baru dan

(17)

keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dapat mengoperasikan mesin-mesin baru atau melakukan inovasi-inovasi dalam produk maupun proses produksi.

Muhammad Yunus (dalam Gilang, 2007) menjelaskan bahwa upaya untuk mengatasi kemiskinan dengan memberikan kesempatan untuk mengoptimalkan kemampuan yang sudah mereka miliki melalui pinjaman mikro tanpa agunan. Kemiskinan bukan disebabkan karena mereka malas atau tidak mau bekerja tetapi karena mereka tidak memperoleh kesempatan untuk mengembangkan usaha disebabkan keterbatasan modal.

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Reupublik Indonesia Nomor 03/Per/M.UKM/III/2009 menjelaskan bahwa masalah permodalan, baik keterbatasan kepemilikan modal maupun kesulitan dalam mengakses pembiayaan merupakan kendala bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dalam menjalankan dan mengembangkan usaha.

Keberhasilan usaha pada penelitian ini adalah yang dikemukakan oleh Bienayme dalam Novari (2002:40). Secara umum suatu Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dapat dikatakan berhasil apabila mencapai beberapa point diantaranya adalah:

· Penghasilan dapat menutupi biaya operasional · Jumlah omzet terus meningkat

· Jumlah pembeli terus meningkat · Jumlah unit usaha terus bertambah

(18)

· Dapat menyisihkan laba untuk mengembangkan usaha · Mampu menyejahterakan pemilik usaha

· Diakui dan memiliki prestasi 2.7 Penelitian terdahulu

Hasil penelitian sebelumnya antara lain adalah:

1. Hening Yustika Pritariani, 2009 dengan judul “Analisis Perkembangan Usaha Mikro dan Kecil Binaan BKM Arta Kawula di Kecamatan Semarang Barat Kota Semarang”. Dari hasil penelitian tersebut, ada perbedaan modal, teknologi, mutu, total penjualan, jumlah pembeli sebelum dan sesudah adanya binaan dari BKM Arta Kawula, sedangkan keuntungan tidak memiliki perbedaan bahkan mengalami penurunan sebelum dan sesudah adanya binaan dari BKM Arta Kawula.

2. Inda Yuliana Putri, 2010 dengan judul “Analisis usaha mikro Monel yang mem-peroleh kredit dari Dinas UMKM Kabupaten Jepara (Studi Kasus Kecamatan Kalinyamatan, Kabupaten Jepara)”. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan bahwa pemberian kredit dari Dinas UMKM kabupaten Jepara efektif untuk mengembangkan usaha mikro monel. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan pada variabel modal, produksi, omzet penjualan, tenaga kerja (jam kerja) dan keuntungan dalam usaha mikro monel, dimana setelah adanya kredit dari dinas UMKM Kabupaten Jepara variabel modal, produksi, omzet penjualan, tenaga kerja dan keuntungan meningkat lebih.

(19)

3. Fitra Ananda, 2011 dengan judul “Analisis perkembangan usaha mikro dan kecil setelah memperoleh pembiayaan Mudharabah dari BMT At Taqwa Halmahera di Kota Semarang”. Hasil penelitian adalah ada perbedaan tingkat permodalan usaha sebesar 92%, terjadi peningkatan omzet penjualan sebesar 103%, dan adanya peningkatan pada keuntungan usaha sebesar 65% setelah mendapatkan pembiayaan dari BMT At Taqwa Halmahera Kota Semarang. Dengan demikian dengan adanya pembiayaan dari BMT At Taqwa Halmahera di Kota Semarang maka modal usaha, omzet penjualan dan keuntungan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) mengalami peningkatan yang berarti.

2.8 Kerangka Konseptual

Peran Bank Mestika selaku lembaga keuangan yang berbadan hukum mempunyai andil dan berperan bagi masyarakat terutama bagi masyarakat golongan ekonomi lemah dalam membantu UMKM.

Gambar 2.1

Bank Mestika Kota Perdagangan

Kredit Usaha Mikro

Dampak Perkembangan Usaha Mikro

(20)

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis usaha mikro di Kota Perdagangan sebelum dan sesudah memperoleh kredit modal dari Bank Mestika.

Analisis tersebut akan dapat dilihat perbedaan besarnya modal usaha, tenaga kerja, omzet penjualan serta keuntungan pada usaha mikro sebelum dan sesudah mendapatkan kredit usaha dari Bank Mestika di Kota Perdagangan. Analisis yang digunakan adalah analisis pangkat tanda Wilcoxon dengan hipotesis bahwa kredit tersebut adalah efektif.

2.9 Hipotesis

Berdasarkan tinjauan dan kajian terhadap penelitian dahulu yang relevan, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Diduga terdapat perbedaan modal usaha UMKM antara sebelum dan sesudah memperoleh kredit usaha dari Bank Mestika di Kota Perdagangan. 2. Diduga terdapat perbedaan jumlah tenaga kerja UMKM antara sebelum dan

sesudah memperoleh kredit usaha dari Bank Mestika di Kota Perdagangan. 3. Diduga terdapat perbedaan omzet penjualan UMKM antara sebelum dan

sesudah memperoleh kredit usaha dari Bank Mestika di Kota Perdagangan. 4. Diduga terdapat perbedaan keuntungan UMKM antara sebelum dan sesudah

Referensi

Dokumen terkait

Sosialisasi awal adalah bentuk pengenalan program kepada masyarakat, pada sosialisasi ini masyarakat diberikan wawasan tentang kebersihan lingkungan,

Fokus penggunaan dana desa dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat desa telah sesuai dengan prioritas penggunaan dana desa tahun 2016 dan 2017, yaitu mengutamakan

hasil penelitian mengenai peran dan strategi yang dilakukan KAPSTRA dalam tujuh tahun proses pemberdayaan masyarakatdi Dusun Sejati Desa, Moyudan inilah yang nantinya akan

Bagian yang diterima oleh petani (farmer’s share) pada setiap tingkat saluran pemasaran bawang merah di Desa Tonsewer diperoleh bahwa farmer’s share yang dihasilkan

Apabila fenomena tersebut benar maka semangat pemekaran daerah telah mengikari semangat otonomi daerah karena yang terjadi justru adanya ketergantungan daerah hasil

Berdasarkan fungsi dan peran yang akan diemban Kota Satelit Pattallassang serta kemungkinan berkembang fasilitas fungsional perkotaan di sektor ekonomi maka Kota

Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Fungsional Pengembangan Teknologi Nuklir IX Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi - BATAN. Jakarta, 5 Nopember 2014 ISSN

Jumlah media saat menyemai juga menjadi perhatian karena media yang ketinggiannya lebih dari 1,5 cm, setelah umur 15 hari cendrung masih bersisa banyak ini