• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mendekati pemilihan Gubernur DKI Jakarta dalam PILKADA (Pemilihan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mendekati pemilihan Gubernur DKI Jakarta dalam PILKADA (Pemilihan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Mendekati pemilihan Gubernur DKI Jakarta dalam PILKADA (Pemilihan Kepala Daerah) serentak yang dilaksanakan pada pertengahan Februari 2017, dilakukan jajak pendapat yang dilakukan oleh Lingkaran Survey Indonesia (LSI). Jajak pendapat yang dilakukan pada 28 September- 2 Oktober 2016 ini menunjukkan bahwa masyarakat Jakarta yang tidak ingin dipimpin oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok meningkat. Fenomena ini terkait dengan tafsir salah satu ayat Al Quran yang dilakukan oleh Basuki Tjahaya Purnama, yang merupakan seorang calon gubernur DKI Jakarta pada Pemilihan Kepada Daerah (PILKADA) DKI Jakarta tahun 2017. Basuki Tjahaja Purnama adalah penganut agama Kristen dan beretnis Tionghoa. Oleh berbagai kelompok Islam sebagai kelompok dominan, Basuki Tjahaya Purnama dianggap menistakan agama Islam dengan memberi pernyataan yang dianggap tidak sesuai terhadap salah satu ayat yang ada dalam Al Quran, yaitu surat Al Maidah ayat 51. Angka penolakan meningkat dari bulan Maret dengan presentase 40%, menjadi 55% dibulan Oktober. Dari hasil survey tersebut, terlihat bentuk dari intoleransi politik yang dilakukan salah satu kelompok berdasarkan sentimen agama. Fenomena ini menunjukan demokrasi di Indonesia saat ini. Setiap warga negara dapat berpartisipasi dalam politik sesuai dengan pandangan politiknya.

(2)

Setiap individu mempunyai hak yang sama untuk bersuara sesuai dengan pandangan dan pemikirannya. Menurut Adrian & Smith (dalam Marijan, 2010) ada tiga jenis keterlibatan publik yang dapat dilakukan seorang warga negara. Yang pertama adalah partisipasi yang lebih pasif dengan melakukan diskusi-diskusi dengan teman. Jenis kedua merupakan partisipasi lebih aktif, yaitu dengan terlibat dalam organisasi atau asosiasi sukarela (voluntary associations) seperti kelompok keagamaan, olahraga, pecinta lingkungan, organisasi profesi, dan organisasi buruh. Sedangkan jenis keterlibatan ketiga adalah keterlibatan individu dalam kegiatan-kegiatan protes seperti menandatangani petisi, melakukan boikot, dan demonstrasi.

Dalam partisipasi politik tiap individu, selain sejauh mana individu berpartisipasi aktif dalam politik pandangan politik juga menentukan bagaimana individu melakukan kegiatan politiknya. Begitu heterogennya struktur masyarakat di Indonesia, berpengaruh dalam sikap dan pandangan politik setiap individu warga negara.

Individu yang menganut pandangan tertentu menurut kelompoknya, berpotensi untuk menilai kelompok lain berbeda dengan dirinya. Kelompoknya memiliki nilai dan norma yang dianut yang dapat diperbandingkan dengan kelompok lain. Tidak selamanya perbedaan tersebut menimbulkan konflik bila ada toleransi . Menurut Marcus dkk. (1995), dalam kehidupan berpolitik, toleransi adalah sumber yang paling utama dalam masyarakat plural dan demokratis.

Toleransi politik menurut Marcus dkk. (1995) adalah sikap menyetujui atau memberi kebebasan hak dan suara terhadap kelompok lain, meskipun kelompok tersebut berasal dari kelompok yang tidak disenangi untuk berpartisipasi aktif dalam

(3)

masyarakat. Dalam kehidupan sosial politik Indonesia yang plural dan menganut asas demokrasi, maka toleransi menjadi sikap yang penting untuk dianut masyarakat Indonesia.

Namun kenyataannya toleransi dalam kehidupan berpolitik di Indonesia tidaklah mudah dilakukan. Lusiana (2004) mengungkapkan, dalam proses transisi demokrasi maka yang muncul adalah radikalisme dan anarkisme politik yang merupakan gejala intoleransi. Ditambahkannya, intoleransi politik merupakan ancaman paling serius bagi terciptanya sistem demokrasi sebagai suatu bentuk pemerintahan dan cara hidup akan stabil dan berdaya guna hanya jika ia mempertahankan toleransi politik pemeliharaan identitas budaya, kekuataan ekonomi, dan keadilan sosial. Sullivan (dalam Lusiana, 2004) mengungkapkan bahwa masyarakat dan pemimpin yang membiarkan orang atau kelompok lain untuk berbeda dalam aspirasi politiknya menjadi faktor penting dalam keberlanjutan proses demokratisasi itu sendiri.

McClosky & Brill (1983, dalam Marcus, 1995) menjelaskan bahwa intoleransi politik lebih mudah dilakukan daripada toleransi politik. Jones (2007) juga berpendapat, dalam setiap contoh praktek toleransi pasti ada sisi intoleransi dibaliknya. Munculnya intoleransi politik disebabkan oleh anggapan bahwa nilai-nilai yang dianut kelompoknya lebih baik dari kelompok lain. (Tafjel,1978, dalam Putra, 2007).

Nilai yang dianut tersebut dapat berupa nilai dari berbagai aspek kehidupan individu, salah satunya dari nilai agama yang dianutnya. Raymond & Norrander (1990, dalam Putra, 2007) menyatakan bahwa identifikasi diri ke arah agama adalah

(4)

predisposisi seorang ke arah intoleransi politik. Dalam menjalankan agama, Allport (1954) terdapat dua sisi pandangan yang dapat terjadi pada individu yaitu satu sisi menciptakan kebaikan, satu sisi menciptakan kejahatan. Peran agama yang paradoks ini, membawa Allport (1954) pada pemikiran yang pertama bahwa banyak orang beragama yang berprasangka rasial namun ada pula yang tidak, kedua orang yang rajin ke tempat ibadah ada yang bersikap toleran dan intoleran, dan yang ketiga hubungan antara agama dan prasangka tergantung pada penghayatan agama yang dimiliki dalam hidup pribadi seseorang.

Setiap kelompok agama mempunyai doktrin pembenaran atas agamanya sendiri. Doktrin tersebut berpotensi menimbulkan intoleransi politik. Seperti yang diungkapkan Sidanius (1993 dalam Putra, 2007) bahwa terdapat orientasi dominasi sosial yang merupakan pandangan individu tentang kebenaran idenya yang paling benar, sedangkan yang lainnya penuh kecacatan.

Jones (2007) memberi suatu gambaran bagaimana sebuah negara monarki menetapkan Katolik adalah agama resmi dari negara tersebut. Namun, dalam prakteknya ada pula warganya yang menganut Protestan. Dalam situasi ini, Jones (2007) berpendapat bahwa terdapat kemungkinan terjadinya toleransi politik dalam negara tersebut, atau malah terjadi sebaliknya yaitu intoleransi politik.

Berkaitan dengan fenomena intoleransi berdasar agama diatas, Allport (1954) berpendapat bahwa terdapat ketergantung antara prasangka terhadap penghayatan agama yang dimiliki dalam hidup pribadi seseorang. Penghayatan terhadap agama ini oleh Salim dan Salim (dalam Relawu, 2007) disebut dengan religiusitas yang merupakan keshalihan dan besarnya kepatuhan terhadap agama

(5)

Dalam masyarakat Indonesia, religiusitas merupakan bagian yang penting dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Glock dan Strark(dalam Ancok, 2005) menyatakan bahwa salah satu dimensi yang dapat menggambarkan religiusitas seseorang adalah religious effect yang merupakan dimensi konsekuensional dimana seseorang dapat mengimplikasikan religiusitasnya terhadap lingkungan sosialnya.

Dalam lingkungan sosial, asertivitas seseorang dibutuhkan pula untuk menjalin hubungan yang baik terhadap lingkungan sosialnya. Lange dan Jakulowski (Rakos, 1991) menyatakan asertivitas merupakan kemampuan untuk mengekspresikan perasaan dan keyakinan diri secara terbuka, langsung , jujur, dan nyaman, dengan cara yang sesuai tanpa melanggar hak orang lain. Dalam menjalankan aktifitas sosial, individu harus pula dapat menerima pendapat orang lain yang berbeda. Dengan adanya berbagai forum sebagai sarana sosialiasasi yang memberikan keleluasaan dalam menyampaikan pendapat dan pikiran individu, menjadikan individu yang terlibat dalam forum tersebut dapat mendapatkan pengalaman dan sekaligus menyampaikan buah pikirannya secara asertif.

Salah satu forum yang sudah terbentuk selama 17 tahun adalah Forum Kenduri Cinta Jakarta. Forum ini diadakan setiap satu bulan sekali di Taman Ismail Marzuki Cikini, Jakarta Pusat. Forum ini diprakarsai seorang budayawan dan tokoh nasional Emha Ainun Nadjib atau biasa dipanggil Cak Nun. Forum ini membahas fenomena-fenomena sosial di Indonesia dengan dasar pandangan agama Islam, namun sangat terbuka dengan pemikiran-pemikiran kritis mengenai politik, sosial, dan budaya sehingga forum ini dikenal dengan sikap toleran. Semua suku, agama, dan golongan diterima dengan baik di Kenduri Cinta.

(6)

Dalam forum Kenduri Cinta peserta bebas menumpahkan pemikiran masing-masing secara asertif. Dengan demikian, pandangan tiap jamaah dapat dikomunikasikan secara bebas secara terbuka, langsung , jujur, dan nyaman, dengan cara yang sesuai tanpa melanggar hak orang lain . Namun, Jones (2007) berpendapat, dalam setiap contoh praktek toleransi pasti ada sisi intoleransi dibaliknya. McClosky & Brill (1983, dalam Marcus, 1995) menjelaskan bahwa intoleransi politik lebih mudah dilakukan daripada toleransi politik. Mengakui perbedaan tidak serta merta mengakui adanya persamaan status serta kesamaan nilai pada individu dan kelompok lain..

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Putra (2007) menemukan bahwa religiusitas memiliki pengaruh terhadap intoleransi politik. Penelitian tersebut memunculkan pandangan mengenai religiusitas dapat pula menyebabkan individu memiliki pandangan politik yang intoleran. Hal lain yang dapat memunculkan intoleransi politik adalah kebebasan mengemukakan pendapat politik menurut Gibson & Bingham (1982). Ketika intoleransi politik yang diutarakan tanpa melanggar hak orang lain dapat dikategorikan sebagai perilaku asertif menurut Rakos (1991).

Individu Jamaah Forum Kenduri Cinta merupakan individu yang memiliki pemikiran merdeka sehingga dapat mengembangkan pemikiran sesuai nilai yang dianut masing-masing individu. Menjadi suatu pembahasan yang sangat menarik untuk membuktikan secara ilmiah bagaimana religiusitas dan asertivitas jamaah Kenduri Cinta Jakarta berpengaruh terhadap intoleransi politik pada forum ini. Penelitian ini akan memberikan gambaran terhadap fenomena tersebut, dimana belum

(7)

adanya penelitian sebelumnya yang secara spesifik menggambarkan pengaruh religiusitas dan asertivitas secara bersama-sama maupun terpisah terhadap intoleransi politik ini.

Dari uraian diatas, peneliti melihat dan berasumsi bahwa tingkat religiusitas dan asertivitas individu mempengaruhi intoleransi politik individu. Dengan kata lain, peneliti menguji secara empiris pengaruh antara religiusitas dan asertivitas individu terhadap intoleransi politiknya.

1.2 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini pembatasan masalah mencakup bagaimana religiusitas dan asertivitas dalam berpengaruh terhadap intoleransi politik.

1.3 Rumusan Masalah

Apakah religiusitas dan asertivitas pada Penggiat Kenduri Cinta Jakarta mempengaruhi intoleransi politik individu dalam kelompok tersebut?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh religiusitas dan asertivitas dengan toleransi politik Penggiat Kenduri Cinta Jakarta. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antara variabel bebas dan variabel tergantung.

(8)

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran bagaimana religiusitas dan asertivitas berpengaruh terhadap intoleransi politik. Diharapkan secara praktis penelitian ini dapat meningkatkan keaktifan dalam berkegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan toleransi politik dengan memperhatikan aspek religiusitas dan perilaku asertif baik untuk Penggiat Kenduri Cinta Jakarta maupun masyarakat umum.

Referensi

Dokumen terkait

Mutu pendidikan di SMK dapat ditinjau dari kompetensi siswa di setiap mata pelajaran, khususnya kelompok mata pelajaran produktif. Mata pelajaran produktif merupakan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Ekstrak Etanolik Herba Ciplukan memberi- kan efek sitotoksik dan mampu meng- induksi apoptosis pada sel kanker payudara MCF-7

Ketiga, penggunaan bahasa indonesia sesuaikan dengan pedoman EYD yang baik agar semua orang baik anak-anak yang belum mengerti, orang tua yang bermain media sosial

Penegakan sikap kedisiplinan sudah sering kita alami, namun sering kali kita mengabaikan bahkan tidak peduli dengan kedisiplinan tersebut. SMP Negeri 2 Kartasura

Hubungan antara masa kerja dengan fungsi pendengaran pekerja yang didapatkan dari penelitian ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa masa kerja mempengaruhi fungsi

Winkel (2004: 30) berpendapat bahwa minat juga merupakan suatu kecenderungan yang menetap pada suatu subyek untuk merasa tertarik pada suatub bidang/hal tertentu

• Percepatan pembangunan yang berorientasi dan berwawasan kependudukan merupakan sarat mutlak yang harus dilakukan, khususnya berbagai perbaikan di bidang pendidikan

Penelitian ini terdiri dari dua percobaan yaitu 1) Iradiasi sinar gamma pada kalus embriogenik jeruk keprok SoE untuk mendapatkan nilai LD 50. 2) Seleksi untuk mendapatkan